Anda di halaman 1dari 123

PROYEK AKHIR

DESAIN DAN IMPLEMENTASI MPPT MENGGUNAKAN


ALGORTIMA DIFFERENTIAL EVOLUTION DENGAN
BOOST CONVERTER PADA PANEL SURYA DENGAN
KONDISI PARTIAL SHADING

Ade Pradana Firmanza


NRP. 1310161025

Dosen Pembimbing
Novie Ayub Windarko, S.T., M.T., Ph.D.
NIP. 19751114.200003.1.001

Diah Septi Yanaratri, S.ST., M.T.


NIP. 19880915.201903.2.011

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK ELEKTRO INDUSTRI


DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA

SURABAYA
2020
PROYEK AKHIR

DESAIN DAN IMPLEMENTASI MPPT MENGGUNAKAN


ALGORTIMA DIFFERENTIAL EVOLUTION DENGAN
BOOST CONVERTER PADA PANEL SURYA DENGAN
KONDISI PARTIAL SHADING

Ade Pradana Firmanza


NRP. 1310161025

Dosen Pembimbing
Novie Ayub Windarko, S.T., M.T., Ph.D.
NIP. 19751114.200003.1.001

Diah Septi Yanaratri, S.ST., M.T.


NIP. 19880915.201903.2.011

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK ELEKTRO INDUSTRI


DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA

SURABAYA
2020
ABSTRAK
ABSTRAK

Suatu kondisi dimana panel surya terbayangi sebagian oleh sebuah


objek sehingga sinar matahari yang diterima tidak maksimal disebut
kondisi partial shading. Kondisi partial shading dapat mengganggu
kinerja panel surya dalam memproduksi daya listrik menjadi lebih rendah
serta memunculkan beberapa titik puncak daya pada kurva karakteristik
P-V yang disebut local maximum power point (LMPP) dan global
maximum power point (GMPP). Maximum Power Point Tracker (MPPT)
bisa mengatasi permasalahan tersebut namun metode MPPT
konvensional tidak bisa menemukan titik GMPP sehingga harus
menggunakan metode khusus yaitu metode soft-computing. Algoritma
Differential Evolution (DE) merupakan metode soft-computing yang
merupakan salah satu dari kelompok Evolutionary Algorithms (EA).
MPPT dengan menggunakan algoritma DE mengadopsi proses evolusi
biologi pada suatu populasi dimana setiap individu pada populasi tersebut
memiliki sifat yang berbeda kemudian akan terus berkompetisi dan
berevolusi ke sifat yang terbaik pada generasi selanjutnya. Algoritma DE
diadaptasi ke proses komputasi MPPT dengan cara menggerakkan duty
cycle ke nilai terbaik yang memiliki daya panel surya paling maksimum.
Proses komputasi ini membuat algoritma tidak terjebak pada titik LMPP
saat terjadi partial shading. Dari hasil pengujian dan simulasi yang telah
dilakukan, pengujian MPPT DE pada panel surya kondisi normal bisa
mencapai daya maksimum 200 Watt dari total daya panel surya 200 Wp.
MPPT DE diuji pada 9 variasi kondisi partial shading dan mendapatkan
rata-rata akurasi tracking 98,6 % dan waktu tracking 0,19 detik. MPPT
DE diuji pada pola partial shading fluktuatif selama 5 detik didapatkan
rata-rata akurasi tracking 99,7 % dan waktu tracking 0,21 detik.
Pengujian perbandingan MPPT DE dengan MPPT PSO pada kondisi
iradiasi fluktuatif selama 4 detik, MPPT DE memiliki nilai akurasi
tracking rata-rata 99,8 % dan waktu tracking rata-rata 0,2 detik sedangkan
MPPT PSO memiliki nilai akurasi tracking rata-rata 98,7 % dan waktu
tracking rata-rata 0,382 detik.

Kata kunci: Differential Evolution, Kondisi Partial Shading, MPPT

i
ABSTRACT
ABSTRACT

A condition where the solar panel is partially shadowed by an


object so that the sunlight received is not optimal is called a partial
shading condition. Partial shading conditions can disrupt the
performance of solar panels in producing electric power to be lower and
bring up some peak power points on the characteristic curve P-V called
local maximum power point (LMPP) and global maximum power point
(GMPP). Maximum Power Point Tracker (MPPT) can overcome these
problems, but conventional MPPT methods cannot find GMPP points so
they must use a particular technique that is the soft-computing method.
Differential Evolution (DE) algorithm is a soft-computing method which
is one of the of evolutionary algorithms (EA) groups. MPPT by using the
DE algorithm adopts the process of biological evolution in a population
where each individual in that population has different properties and then
will continue to evolve to the best traits in the next generation. The DE
algorithm is adapted to the MPPT computing process by moving the duty
cycle to the best value that has the maximum solar panel power. This
computational process keeps the algorithm from being stuck at the LMPP
point during partial shading. From the results of tests and simulations
that have been done, the MPPT DE test on normal condition solar panels
can reach a maximum power of 200 Watts from the total solar panel
power of 200 Wp. MPPT DE was tested on 9 variations of partial shading
conditions and obtained an average tracking accuracy of 98.6% and a
tracking time of 0.19 seconds. MPPT DE was tested on a fluctuating
partial shading pattern during 5 seconds which obtained an average
tracking accuracy of 99.7% and a tracking time of 0.21 seconds.
Comparison testing of MPPT DE with MPPT PSO under fluctuating
irradiation conditions for 4 seconds, MPPT DE has an average tracking
accuracy value of 99.8% and an average tracking time of 0.2 seconds
while MPPT PSO has an average tracking accuracy value of 98.7 % and
an average tracking time of 0.382 seconds.

Keywords: Differential Evolution, MPPT, Partial Shading Condition.

ii
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah SWT karena


berkat rahmat, hidayah, dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
proyek akhir yang berjudul:
DESAIN DAN IMPLEMENTASI MPPT MENGGUNAKAN
ALGORITMA DIFFERENTIAL EVOLUTION DENGAN BOOST
CONVERTER PADA PANEL SURYA DENGAN KONDISI
PARTIAL SHADING
Proyek akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi Diploma 4 (D4) dan memperoleh gelar Sarjana
Terapan Teknik (S.Tr.T) di program studi D4 Teknik Elektro Industri
Departemen Elektro Politeknik Elektronika Negeri Surabaya.
Penulis berusaha secara optimal dengan segala pengetahuan dan
informasi yang didapatkan dalam menyusun buku proyek akhir ini.
Namun, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
proses perencanaan dan pembuatan buku ini. Penulis sangat
mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan buku proyek akhir ini. Besar harapan, semoga buku ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan kemajuan teknologi Indonesia.

Surabaya, 12 Agustus 2020

Penulis

iii
UCAPAN TERIMAKASIH
UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah SWT dan tanpa


menghilangkan rasa hormat yang mendalam, saya selaku penyusun dan
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada
pihak- pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan proyek akhir
ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena hanya berkat karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan proyek akhir ini.
2. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, sebagai panutan penulis
dalam menjalani kehidupan.
3. Ayah, Ibu, dan Adik yang selalu memberi dukungan kepada penulis
berupa kasih sayang, do’a, dan motivasi.
4. Bapak Dr. Zainal Arif, S.T., M.T. selaku Direktur Politeknik
Elektronika Negeri Surabaya (PENS).
5. Bapak Eka Prasetyono S.ST., M.T. selaku ketua program studi D4
Teknik Elektro Industri Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
(PENS).
6. Bapak Novie Ayub Windarko, S.T., M.T., Ph.D. dan Ibu Diah Septi
Yanaratri, S.ST., M.T. selaku dosen pembimbing proyek akhir.
7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen program studi Elektro Industri yang
telah membimbing dan membekali ilmu kepada penulis selama
menempuh pendidikan di kampus Politeknik Elektronika Negeri
Surabaya (PENS)
8. Teman-teman Teknik Elektro Industri angkatan 2016 serta penghuni
laboratorium Renewable Energy Pasca Sarjana lantai 1 yang telah
membantu dan memberikan dukungan langsung maupun tidak
langsung atas terselesainya proyek akhir ini.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis hingga terselesainya
proyek akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan semua.

Semoga Allah SWT selalu memberikan perlindungan, rahmat dan


nikmat-Nya bagi kita. Aamiin.

iv
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................... i
ABSTRACT............................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
UCAPAN TERIMA KASIH.................................................................. iv
DAFTAR ISI............................................................................................v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ vii
DAFTAR TABEL....................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................1
1.2. Tujuan..............................................................................................2
1.3. Metodologi ......................................................................................2
1.4. Perumusan dan Batasan Masalah.....................................................4
1.5. Sistematika Pembahasan..................................................................4
1.6. Tinjauan Pustaka .............................................................................5
BAB II DASAR TEORI
2.1. Photovoltaic.....................................................................................7
2.2. Unilluminated Solar PV (PV Simulator) .......................................11
2.3. Partial Shading Condition (PSC) ..................................................12
2.4. DC-DC Boost Converter ...............................................................14
2.5. Sensor Tegangan ...........................................................................18
2.6. Sensor Arus ...................................................................................18
2.7. Algoritma Differential Evolution (DE)..........................................20
2.8. Penerapan Algoritma Differential Evolution pada MPPT .............25
BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM
3.1 Gambaran Umum Sistem...............................................................29
3.2 Perencanaan Perangkat Keras Sistem ............................................30
3.2.1. Panel Surya ..............................................................................30
3.2.2. DC-DC Boost Converter ..........................................................31
3.2.3. Sensor Tegangan......................................................................35
3.2.4. Sensor Arus..............................................................................37
3.2.5. Rangkaian Driver MOSFET ....................................................38
3.2.6. Rangkaian Unilluminated Solar PV .........................................38
v
3.3. Perencanaan Perangkat Lunak Sistem........................................... 42
BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA
4.1. Pengujian Parsial........................................................................... 45
4.1.1. Pengujian Karakteristik Panel Surya (unilluminated).............. 45
4.1.2. Pengujian PWM Driver MOSFET........................................... 49
4.1.3. Pengujian DC-DC Boost Converter.........................................52
4.1.3.1 Pengujian Fungsional Boost Converter ............................... 52
4.1.3.2 Pengujian Full Load pada Boost Converter ........................ 54
4.1.4. Pengujian Sensor Tegangan..................................................... 55
4.1.5. Pengujian Sensor Arus ACS712 .............................................. 60
4.2. Pengujian Integrasi (berbasis simulasi) .........................................63
4.2.1. Pengujian MPPT DE pada kondisi normal (non-shading)....... 64
4.2.2. Pengujian MPPT DE pada kondisi partial shading konstan.... 66
4.2.3. Pengujian MPPT DE pada kondisi partial shading fluktuatif .68
4.2.4. Perbandingan performa MPPT DE dengan MPPT PSO .......... 73
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan .................................................................................... 77
5.2. Saran .............................................................................................. 78
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 79
LAMPIRAN .......................................................................................... 81
PROFIL PENULIS ................................................................................ 93

vi
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1. Ilustrasi Photovoltaic....................................................................7
2.2. Rangkaian Ekivalen Panel Surya..................................................8
2.3. Kurva karakteristik panel surya Ipv-Vpv dan Ppv-Vpv dengan
beberapa macam iradiasi...............................................................9
2.4. Kurva karakteristik P-V dengan beberapa jenis temperatur .......10
2.5. Rangkaian Unilluminated Solar Panel.......................................11
2.6. Diode Bypass pada Panel Surya .................................................12
2.7. Kurva P-V pada PV String dengan kondisi partial shading.......13
2.8. Rangkaian DC-DC Boost Converter ..........................................14
2.9. DC-DC Boost Converter Switch ON (Close).............................15
2.10. DC-DC Boost Converter Switch OFF (Open)............................16
2.11. Gelombang arus induktor ...........................................................16
2.12. Gelombang tegangan induktor ...................................................16
2.13. Rangkaian pembagi tegangan.....................................................18
2.14. Bentuk fisik ACS712 .................................................................19
2.15. Grafik linearitas ACS712-20A...................................................19
2.16. Pemasangan ACS-712................................................................20
2.17. Klasterisasi metode soft-computing pada MPPT........................20
2.18. Tahapan utama pada algoritma DE ............................................21
2.19. Initialization populasi pada algoritma DE..................................22
2.20. Mutation vector/partikel pada algoritma DE ..............................23
2.21. Tahap selection pada algoritma DE............................................24
2.22. Mutation vector/partikel pada algoritma DE ..............................27
3.1. Blok Diagram Sistem .................................................................29
3.2. Skematik Boost Converter..........................................................31
3.3. Tampilan dari Boost Converter ..................................................34
3.4. Skematik Sensor Tegangan Input...............................................35
3.5. Hardware sensor tegangan input ................................................36
3.6. Skematik Sensor Tegangan Output ............................................37
3.7. Sensor arus output dan sensor tegangan output pada hardware..38
3.8. Tampilan driver MOSFET (FOD3182)......................................38
3.9. Tampilan alat tugas akhir secara keseluruhan ............................39
3.10. Rangkaian pemodelan unilluminated solar PV ..........................39

vii
3.11. Simulasi sistem MPPT DE pada software PSIM ....................... 44
4.1. Diagram rangkaian pengujian panel surya dengan teknik
unilluminated.............................................................................. 46
4.2. Rangkaian pengujian kurva P-V uniluminated ............................ 47
4.3. Kurva karakteristik P-V pada beberapa pola iradiasi................... 48
4.4. Kurva karakteristik I-V pada beberapa pola iradiasi.................... 48
4.5. Rangkaian pengujian PWM driver............................................... 50
4.6. Gelombang PWM duty 30% ........................................................ 50
4.7. Gelombang PWM duty 50% ........................................................ 51
4.8. Gelombang PWM duty 70% ........................................................ 52
4.9. Rangkaian pengujian fungsional Boost Converter....................... 53
4.10. Rangkaian pengujian full load pada Boost Converter................ 55
4.11. Grafik Liniearitas sensor tegangan input ................................... 57
4.12. Grafik Liniearitas sensor tegangan output .................................60
4.13. Grafik Liniearitas sensor arus input ........................................... 61
4.14. Grafik Liniearitas sensor arus output .........................................62
4.15. Rangkaian simulasi integrasi MPPT DE pada PSIM .................63
4.16. Simulasi kurva P-V kondisi normal/non-shading ...................... 64
4.17. Grafik MPPT DE untuk daya panel surya kondisi normal.........64
4.18. Duty cycle MPPT DE pada panel surya kondisi normal............ 65
4.19. Grafik daya output pada boost converter ................................... 65
4.20. Simulasi kurva P-V kondisi partial shading konstan.................66
4.21. Grafik MPPT DE daya panel surya partial shading konstan ..... 66
4.22. Duty cycle MPPT DE panel surya partial shading konstan ...... 67
4.23. Perubahan nilai iradiasi partial shading selama 5 detik............. 69
4.24. Simulasi kurva P-V pola partial shading 1................................ 70
4.25. Simulasi kurva P-V pola partial shading 2................................ 70
4.26. Simulasi kurva P-V pola partial shading 3................................ 70
4.27. Simulasi kurva P-V pola partial shading 4................................ 71
4.28. Simulasi kurva P-V pola partial shading 5................................ 71
4.29. Grafik MPPT DE daya panel surya pada partial shading
fluktuatif selama 5 detik...................................................................... 72
4.30. Duty cycle MPPT DE daya panel surya pada partial shading
fluktuatif selama 5 detik ............................................................. 72
4.31. Grafik MPPT DE daya panel surya pada iradiasi matahari
fluktuatif selama 4 detik ............................................................. 74
viii
4.32. Grafik MPPT PSO daya panel surya pada iradiasi matahari
fluktuatif selama 4 detik ................................................................74
4.33. Duty cycle MPPT DE panel surya pada iradiasi matahari fluktuatif
selama 4 detik ................................................................................75
4.34. Duty cycle MPPT PSO panel surya pada iradiasi matahari
fluktuatif selama 4 detik ................................................................75

ix
DAFTAR TABEL
DAFTAR TABEL

Gambar Halaman
3.1. Spesifikasi Panel Surya................................................................... 30
4.1. Nilai iradiasi matahari dan arus Isc setting pada pengujian
unilluminated solar PV .................................................................... 47
4.2. Nilai daya GMPP dan LMPP pada keempat pola iradiasi .............. 49
4.3. Hasil pengujian fungsional boost converter................................... 52
4.4. Hasil pengujian full load pada boost converter .............................. 54
4.5. Data sensor tegangan input ............................................................. 56
4.6. Data sensor tegangan output ........................................................... 58
4.7. Data sensor arus input..................................................................... 61
4.8. Data sensor arus output................................................................... 62
4.9. Tabel hasil MPPT DE pada variasi partial shading konstan .......... 68
4.10 Tabel pola partial shading selama 5 detik...................................... 69
4.11. Tabel hasil MPPT DE pada partial shading fluktuatif 5 detik ..... 72
4.12. Tabel perbandingan MPPT DE dengan MPPT PSO..................... 74

x
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Letter of Acceptance pada paper........................................................81
2. Data pengujian PV .............................................................................82
3. Program MPPT DE pada Keil............................................................90

xi
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang pembuatan
proyek akhir ini, serta juga dijelaskan metodologi dan tinjauan pustaka
untuk menunjang dalam pembuatan proyek akhir.

1.1. Latar Belakang


Panel surya memiliki karakteristik tegangan dan arus yang tidak
linier pada setiap saat karena tergantung dari kondisi lingkungan seperti
iradiasi matahari dan suhu. Dengan kondisi yang berubah-ubah maka
daya yang dihasilkan panel surya juga seringkali tidak stabil. Sebagai
upaya untuk memaksimalkan daya dari panel surya maka digunakanlah
teknik Maximum Power Point Tracking (MPPT). Beberapa metode
MPPT konvensional yang sering digunakan adalah P&O dan IC karena
sederhana dan mudah diimplementasikan.
Namun terdapat keadaan dimana panel surya terhalangi sebagian
oleh benda seperti pohon, gedung, awan dan sebagainya sehingga iradiasi
matahari yang diterima tidak maksimal dan menyebabkan daya turun.
Keadaan ini disebut partial shading. Partial shading dapat memunculkan
beberapa puncak pada kurva P-V yaitu local maximum power point
(LMPP) dan global maximum power point (GMPP). MPPT dengan
algoritma konvensional seperti P&O dan IC berpotensi terjebak di LMPP
dan tidak bisa menemukan GMPP sehingga diperlukan algoritma MPPT
yang mampu menghindari LMPP dan mencari area titik daya maksimum
dengan efektif.
Algoritma differential evolution (DE) adalah salah satu dari
beberapa macam Evolutionary Algorithms yang merupakan kelompok
metode optimasi berbasis evolusi untuk untuk menemukan solusi terbaik
pada permasalahan yang bersifat tidak linier, acak dan terdapat banyak
titik puncak. MPPT dengan algoritma differential evolution (DE)
mengadopsi proses evolusi biologi pada suatu populasi dimana setiap
individu/partikel/vector pada populasi tersebut akan terus berevolusi ke
sifat yang terbaik. Tahapan evolusi pada algoritma DE ada 4 yaitu
initialization, mutation, crossover dan selection. 4 tahap ini memastikan
arah evolusi tetap menuju ke solusi terbaik. Tahap initialization adalah
membuat populasi berisi n-individu dimana setiap individu merupakan
kandidat untuk bisa menjadi solusi terbaik. Tahap mutation adalah
membuat partikel mutation dengan cara mengambil perbedaan sifat antara
2 partikel secara acak lalu menambahkan perbedaan itu ke partikel yang
akan dimutasi. Tahap crossover bertujuan untuk meningkatkan
1
2

keragaman partikel sehingga pada tahap ini partikel hasil mutation akan
diterima berdasarkan probabilitas secara acak serta ada konstanta
pengontrol yang disebut Crossover Rate (CR) yang memiliki range nilai
0 sampai 1. Tahap selection adalah dimana partikel hasil crossover akan
diseleksi dengan cara melakukan evaluasi fitness yang mana dalam hal ini
adalah daya panel surya. Jika hasil fitness baru lebih baik dari hasil fitness
sebelumnya maka partikel mutation akan menggantikan partikel
sebelumnya yang ada di dalam populasi. Proses ini akan berulang sampai
semua partikel memiliki sifat terbaik. Pada proyek akhir ini dirancang
implementasi MPPT menggunakan algoritma Differential Evolution
dengan DC-DC boost converter agar didapatkan daya panel surya
maksimum saat kondisi partial shading.

1.2. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan proyek akhir ini
adalah mencoba mengimplementasikan MPPT menggunakan algoritma
differential evolution (DE) dengan boost converter untuk memaksimalkan
daya keluaran dari panel surya dalam kondisi partial shading.

1.3. Metodologi
Dalam Proyek Akhir ini diperlukan suatu metode untuk
mendapatkan hasil yang maksimal, maka direncanakan langkah–langkah
yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan Proyek Akhir ini. Rancangan
metodologi Proyek Akhir yang dibuat adalah sebagai berikut:
1. Studi Literatur
Studi literatur mengenai konsep dasar dari MPPT, konverter,
mikrokontroler serta peralatan penunjang lainnya.

2. Studi Literatur Tentang Teori Penunjang Proyek Akhir


Mempelajari secara teoris dan praktis tentang MPPT Differential
Evolution, DC-DC boost converter dan mikrokontroler ARM STM32F1.

3. Perancangan Sistem
Melakukan perancangan sistem Proyek Akhir secara umum. Mulai
dari Boost Converter, driver MOSFET, sensor arus, sensor tegangan.
Pembuatan dan perencanaan melengkapi sistem antara lain:
3

A. DC-DC boost converter


Boost converter dalam proyek akhir ini digunakan untuk penaik
tegangan panel surya dan digunakan sebagai konverter MPPT.

B. Driver MOSFET
Driver MOSFET dalam proyek akhir ini digunakan sebagai
penguat tegangan PWM dari mikrokontroler serta untuk mengaktifkan
gate-source pada MOSFET agar dapat meregulasi tegangan DC yang
masuk.

C. Sensor Arus
Sensor arus dalam proyek akhir ini digunakan sebagai pendeteksi
adanya arus di input maupun output konverter, kemudian data sensor arus
dikirim ke mikrokontroler ARM STM32F1.

D. Sensor Tegangan
Sensor tegangan dalam proyek akhir ini digunakan sebagai
pendeteksi adanya tegangan di input maupun output konverter, kemudian
data sensor tegangan dikirim ke mikrokontroler ARM STM32F1.

4. Integrasi dan Pengujian Sistem


Pada tahap ini dilakukan integrasi sistem dari bagian-bagian yang
telah dibuat. Dilakukan pengujian sistem yang telah terintegrasi dan
dilakukan perbaikan jika terjadi kegagalan.

5. Eksperimen dan Analisa Sistem


Setelah dilakukan beberapa pengujian dan perbaikan sistem,
diperoleh sistem yang memiliki unjuk kerja yang diinginkan. Dengan
demikian, perancangan sistem MPPT untuk panel surya terdampak
partial shading dapat bekerja dengan baik.

6. Penyusunan Buku Proyek Akhir


Menyimpulkan hasil perencanaan dan pembuatan serta
penyempurnaan sistem dengan hasil pengujian dan menyusun buku
laporan Proyek Akhir.
4

7. Presentasi Proyek Akhir


Merupakan tahap terakhir dari Proyek Akhir dan
mempresentasikan hasil yang dicapai dari Proyek Akhir tersebut.

1.4. Perumusan dan Batasan Masalah


Berdasarkan dari latar belakang masalah dan mengacu pada studi
kepustakaan secara umum dapat dirumuskan bagaimana merancang dan
membuat sistem tersebut. Rumusan masalah pokok tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1. Perancangan dan penerapan/implementasi algoritma Differential
Evolution sebagai metode Maximum Power Point Tracking.
2. Perancangan DC-DC boost converter sebagai penunjang kerja
Maximum Power Point Tracking.
3. Proses MPPT mencari daya maksimum dari panel surya saat terjadi
partial shading.
Dan dalam proyek akhir ini mempunyai batasan masalah sebagai
berikut:
1. Metode MPPT yang digunakan adalah differential evolution (DE).
2. Konverter yang digunakan adalah boost converter.
3. Jumlah panel surya yang digunakan adalah 100 Wp 2 buah.
4. Pengujian panel surya dilakukan dengan teknik unilluminated solar
panel.

1.5. Sistematika Pembahasan


Sistematika pembahasan penyusunan Proyek Akhir ini
direncanakan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini membahas pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang, tujuan, metodologi, permasalahan, batasan masalah,
sistematika pembahasan Proyek Akhir dan tinjauan pustaka.

BAB II : Teori Penunjang


Bab ini membahas teori-teori yang menunjang dan berkaitan
dengan penyelesaian Proyek Akhir, antara lain algoritma Differential
Evolution, dan DC-DC boost converter, sensor tegangan, sensor arus dan
unilluminated solar panel (PV simulator).
5

BAB III : Perencanaan Dan Pembuatan Perangkat Keras


Bab ini membahas tahap perencanaan dan proses pembuatan
perangkat keras Proyek Akhir.

BAB IV : Pengujian dan Analisa


Bab ini membahas secara keseluruhan dari sistem dan
dilakukan pengujian serta analisa pada setiap percobaan perangkat keras.
Mengintegrasikan seluruh sistem dan pengujian, kemudian berdasarkan
data hasil pengujian dan dilakukan analisa terhadap keseluruhan sistem.

BAB V : Penutup
Bab ini membahas kesimpulan dari pembahasan, perencanaan,
pengujian dan analisa berdasarkan data hasil pengujian sistem. Untuk
meningkatkan hasil akhir yang lebih baik diberikan saran-saran terhadap
hasil pembuatan Proyek Akhir.

1.6. Tinjauan Pustaka


Terdapat beberapa penelitian sebelum ini yang sudah pernah
dilakukan sebagai bahan referensi Proyek Akhir ini, antara lain:
1. Jurnal Hindawi (2014) “A DIFFERENTIAL EVOLUTION BASED
MPPT METHOD FOR PHOTOVOLTAIC MODULES UNDER
PARTIAL SHADING CONDITIONS” yang disusun oleh Kok Soon
Tey, membahas tentang MPPT dengan metode Differential Evolution
untuk mencari daya maksimum saat partial shading. Waktu
konvergensi yang dibutuhkan adalah sekitar 1 detik dalam mencapai
GMPP. Terdapat modifikasi pada arah mutation pada algoritma DE
untuk menuju ke individu terbaik sehingga daya maksimum dapat
dengan cepat ditemukan.
2. Jurnal JNTETI (2020) “SIMULATOR PANEL SURYA EKONOMIS
UNTUK PENGUJIAN MPPT PADA KONDISI BERBAYANG
SEBAGIAN” yang disusun oleh Novie Ayub Windarko, membahas
tentang simulator panel surya yang ekonomis tetapi tetap bisa
beroperasi dengan kebutuhan pengujian metode Maximum Power
Point Tracking (MPPT), khususnya untuk kondisi berbayang
Sebagian atau partial shading.
3. Tugas Akhir D4 Elektro Industri (2018) “MAXIMUM POWER POINT
TRACKER BERBASIS ALGORITMA MODIFIED GREY WOLF
OPTIMIZATION UNTUK SISTEM PANEL SURYA DENGAN
6

KONDISI PARTIAL SHADING” yang disusun oleh Muhammad Nizar


Habibi, membahas tentang MPPT dengan metode Modified-GWO
untuk mencari daya maksimum pada panel surya yang terdampak
partial shading.
4. Jurnal IEEE (2011) “DIFFERENTIAL EVOLUTION: A SURVEY OF
THE STATE-OF-THE-ART” yang disusun oleh Swagatam Das,
membahas tentang review konsep dasar dari algoritma Differential
Evolution (DE) dan beberapa tipe variasi algoritma. Selain itu juga
membahas aplikasi pada masalah optimasi yang ada pada bidang
keteknikan.
5. Jurnal Arus Elektro Indonesia (2017) “PENGENDALIAN MPPT
BERBASIS METODE P&O MENGGUNAKAN BOOST
CONVERTER” yang disusun oleh Frediawan Yuniar, membahas
tentang modifikasi MPPT P&O dengan menambahkan variabel
pengukuran arus pada saat perubahan iradiasi untuk mengurangi
osilasi pada daerah titik daya maksimum. Hasil menunjukkan
algoritma yang diajukan lebih baik jika dibandingkan metode P&O
standar.

Pada sistem tugas akhir yang dirancang, algoritma Differential


Evolution mengadopsi struktur program dari tinjauan pustaka nomor 1
dan dimodifikasi pada rumus mutation untuk mempercepat waktu
tracking pada MPPT dengan menambahkan rumus variant mutation dari
tinjauan pustaka nomor 4. Pengujian kurva karakteristik panel surya
mengadopsi teknik dari tinjauan pustaka nomor 2. Pola partial shading
mengadopsi dari tinjauan pustaka nomor 3. Konverter yang digunakan
mengacu dari tinjauan pustaka nomor 5.
BAB II
DASAR TEORI
BAB II
TEORI PENUNJANG

2.1. Photovoltaic
Photovoltaic dibuat dari begitu banyak bagian-bagian kecil yang
disebut sel surya yang terkoneksi seri dan paralel untuk mendapatkan nilai
tegangan dan arus yang dibutuhkan. Kumpulan dari banyak sel surya
disebut dengan modul atau panel surya. Ketika cahaya matahari yang
berupa paket-paket partikel membentur mengenai sebuah material
semikonduktor yang bersifat positif dan negatif, partikel-partikel disebut
photon ini mentransfer energi karena benturannya terhadap material
menyebabkan atom-atom material kehilangan elektronelektronnya.
Elektron-elektron ini bergerak menuju permukaan dan menyebabkan
permukaan yang berseberangan menjadi bermuatan positip. Apabila
sebuah penghantar diletakkan diantara kedua perbedaan muatan diantara
permukaan material seperti ini, dan benturan partikel photon terhadap
material berlanjut secara konstan dan kontinyu, maka arus elektron akan
terus bergerak dengan stabil. Begitulah energi listrik diproduksi oleh
photovoltaic.

Gambar 2.1. Ilustrasi Photovoltaic1

Model ekuivalen dari photovoltaic dapat ditunjukan pada


Gambar 2.2, dimana sebuah sel photovoltaic dimodelkan sebagai sumber
arus yang diparalel dengan dioda, dan memiliki tahanan seri dan tahanan
paralel terhadap bias diode.

1
Ciptian Weried Priananda, ”Desain Model MPPT Baru pada Topologi PV Farm Berbasis
Cluster yang Tertutup Bayangan Sebagaian”, Tesis 2017, hal. 8.

7
8

Gambar 2.2. Rangkaian Ekivalen Panel Surya2

Dari Gambar 2.2 bisa didapatkan persamaan ekivalen


photovoltaic sebagaimana persamaan 2.1 di bawah ini :
( )
( )
= − −1 − ………………………..(2.1)

Dengan keterangan:

I : arus keluaran PV (Ampere)


Iph : arus photocurrent yang terbangkit pada PV (Ampere)
Io : arus saturasi diode (Ampere)
q : muatan elektron = 1,6x10-19 (Coulomb)
K : konstanta Boltzman (Joule/Kelvin)
T : temperature sel (Kelvin)
Rs : resistansi seri sel (Ohm)
Rsh : resistansi paralel (Ohm)
V : tegangan keluaran PV (Volt)
a : faktor kualitas dioda yang bernilai antara 1 dan 2

Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa arus Iph dipengaruhi


oleh iradiasi matahari dan temperatur. Sehingga karakteristik besar daya
maksimum yang dikeluarkan oleh modul photovoltaic bergantung pada
besarnya intensitas cahaya atau nilai iradiasi yang mengenai permukaan
photovoltaic serta temperatur pada permukaan modul photovoltaic.
Gambar 2.3 menunjukkan pengaruh besar intensitas cahaya matahari
terhadap daya kelluaran panel surya.

2
Ibid., 9.
9

Gambar 2.3. Kurva karaktersistik panel surya Ipv-Vpv dan Ppv-Vpv, dengan
beberapa macam iradiasi3

Dari Gambar 2.3 menjelaskan tentang kurva karekteristik dari


panel surya yang terdiri dari 2 kurva yaitu kurva arus PV terhadap
tegangan PV atau disebut kurva Ipv-Vpv dan kurva daya PV terhadap
tegangan PV atau disebut kurva Ppv-Vpv yang masing-masing kurva
dipengaruhi 4 jenis iradiasi yaitu 1000 W/m2, 800 W/m2, 600 W/m2 dan
400 W/m2. Pada kurva Ipv-Vpv dengan warna hitam merupakan nilai arus
yang didapat saat iradiasi 1000 W/m2. Kurva Ipv-Vpv dengan warna
merah merupakan nilai arus yang didapat saat iradiasi 800 W/m2. Kurva
Ipv-Vpv dengan warna hijau merupakan nilai arus yang didapat saat
iradiasi 600 W/m2. Kurva Ipv-Vpv dengan warna biru merupakan nilai
arus yang didapat saat iradiasi 400 W/m2. Dapat diketahui bahwa nilai
iradiasi matahari berpengaruh signifikan terhadap nilai arus panel surya.
Semakin besar iradiasi yang didapatkan maka semakin besar nilai arus
yang dihasilkan oleh panel surya.
Kurva Ppv-Vpv menunjukkan hubungan antara besar iradiasi
matahari dan nilai daya yang dihasilkan. Kurva Ppv-Vpv dengan warna
hitam merupakan nilai daya yang didapat saat iradiasi 1000 W/m2. Kurva
Ppv-Vpv dengan warna merah merupakan nilai daya yang didapat saat
iradiasi 800 W/m2. Kurva Ppv-Vpv dengan warna hijau merupakan nilai
daya yang didapat saat iradiasi 600 W/m2. Kurva Ppv-Vpv dengan warna
biru merupakan nilai daya yang didapat saat iradiasi 400 W/m2.

3
Fuzzy Logic Based Based Adaptive P&O MPPT for Photovoltaic System, diakses dari
http:// https://www.researchgate.net/publication/304039382, pada 5 Januari 2020.
10

Dapat diketahui bahwa nilai iradiasi matahari berpengaruh


signifikan terhadap nilai daya panel surya. Semakin besar iradiasi yang
diterima maka semakin besar nilai daya yang dihasilkan oleh panel surya.
Karena itu panel surya beroperasi efektif menghasilkan daya pada jam-
jam tertentu dimana iradiasi matahari bernilai cukup tinggi sehingga panel
surya menghasilkan energi dengan optimal.

Gambar 2.4. Kurva karaktersistik P-V dengan beberapa jenis temperatur4

Pada Gambar 2.4 menjelaskan tentang kurva karekteristik P-V


pada panel surya dengan beberapa jenis suhu permukaan panel. Kurva
berwarna kuning menunjukkan nilai daya yang dihasilkan panel surya
pada saat suhu permukaan sebesar 25oC. Kurva berwarna merah
menunjukkan nilai daya yang dihasilkan panel surya pada saat suhu
permukaan sebesar 50oC. Kurva berwarna biru menunjukkan nilai daya
yang dihasilkan panel surya pada saat suhu permukaan sebesar 75 oC. Dari
sini dapat diketahui bahwa suhu permukaan berpengaruh signifikan
terhadap nilai tegangan panel surya. Semakin tinggi suhu panel surya
maka tegangan yang dihasilkan semakin kecil.
Agar panel surya dapat menghasilkan daya maksimal maka suhu
permukaan harus dijaga agar tidak terlalu panas. Pada nameplate panel
surya biasanya tertera suhu STC (Standard Test Condition) yang
menunjukkan suhu optimal panel surya dapat bekerja. Namun
pemasangan panel surya yang diletakkan di luar ruangan menyebabkan
suhu permukaan di atas 25oC. Karena itu diperlukan pendingin permukaan
panel agar daya dihasilkan panel surya tidak drop dari spesifikasi aslinya.

4
Ibrahim, Olamedji, “Matlab/Simulink Model of Solar PV Array with Perturb and Observe
MPPT for Maximising PV Array Efficiency”, jurnal CENCON, 2015, hal. 4.
11

2.2. Unilluminated Solar Panel (PV Simulator)


Riset dan pengembangan PV inverter sangat penting dalam hal
peningkatan efisiensi, kehandalan dan performa dari sistem panel surya.
Namun hal ini memakan waktu cukup banyak karena pemakaian panel
surya membutuhkan sinar matahari optimal yaitu pada pagi hingga siang
hari. Sedangkan untuk kebutuhan pengembangan PV inverter dan
algoritma yang digunakan juga harus dilakukan berulang-ulang dengan
tidak terbatas waktu tertentu. Selain itu pengujian dengan panel surya di
luar juga terpengaruh kondisi cuaca yang kadang tidak menentu sehingga
mempengaruhi proses pengujian alat PV invterter dan serta biaya
pemasangan/instalasi dan biaya maintenance yang cukup tinggi. Saat ini
berbagai simulator PV telah dikembangkan untuk mengganti panel surya
outdoor yang bisa digunakan untuk menguji PV inverter dan algoritma
kontrol, bahkan beberapa di antaranya sudah tersedia secara komersial

Gambar 2.5. Rangkaian Unilluminated Solar Panel5

Salah satu teknik pengujian panel surya tanpa cahaya


(unilluminated solar panel) adalah dengan menggunakan DC power
supply dengan mode constant current atau current source seperti pada
Gambar 2.5. Rangkaian ekivalen unilluminated solar panel terdiri dari
panel surya yang dihubung paralel dengan current source, dimana Ics
merepresentasikan nilai arus yang dihasilkan oleh power supply DC
eksternal, Ip adalah arus yang diinjeksi balik ke panel surya melalui

5
J.C. Teo, R.H.G. Tan, “Impact of Partial Shading on the P-V Characteristics and the
Maximum Power of a Photovoltaic String”, jurnal Elsevier, 2015, hal. 4.
12

internal resistance Rs dan Ipv adalah arus keluaran dari rangkaian


unilluminated solar panel ini.

2.3. Partial Shading Condition (PSC)


Kondisi partial shading adalah sebuah kejadian dimana beberapa
panel surya pada sebuah PV Array menerima iradiasi matahari yang tidak
sama (non-uniform irradiance) karena terbayangi sebagian oleh sebuah
benda. Daya yang dihasilkan dari panel yang terdapat partial shading
lebih rendah dibanding panel yang tidak terkena partial shading. Panel
surya yang terkena partial shading akan berubah fungsi seolah-olah
menjadi hambatan serta menyerap arus dalam jumlah yang cukup besar
dari panel surya yang tidak terbayangi. Hal tersebut dikarenakan sel surya
yang tidak terkena matahari menjadi bersifat resistif. Hal ini mampu
merusak panel tersebut karena panas yang berlebihan dari arus tersebut.
Untuk menghindari hal ini maka diperlukan pemasangan bypass diode
yang dirangkai paralel di setiap panel seperti pada Gambar 2.6. Bypass
diode ini menyediakan jalur sementara untuk proses konduksi arus saat
terjadi fenomena partial shading.

Gambar 2.6. Diode Bypass pada Panel Surya6

Namun ada efek samping dari pemasangan bypass diode ini. Saat
sebuah PV Array dalam keadaan iradiasi seragam (uniform irradiance),
terdapat 1 puncak pada kurva karakteristik P-V yang menunjukkan
puncak global atau global peak. Puncak ini menunjukkan daya maksimum
pada PV Array tersebut. Ketika partial shading terjadi, muncul beberapa

6
Bower, Ward, “Electrical and thermal finite element modeling of arc faults in photovoltaic
bypass diodes”, Conference: World Renewable Energy Forum, Denver, 2012, hal. 2.
13

kurva pada kurva P-V karena pemasangan bypass diode. Akibatnya daya
yang diserap oleh sistem komsumen tidak maksimal dan ada penurunan
efisiensi yang cukup mempengaruhi kualitas daya dari sistem panel surya
tersebut. Banyaknya puncak yang muncul tergantung dari konfigurasi PV
String serta seberapa besar efek partial shading. Gambar 2.6
menunjukkan kurva P-V saat terjadi partial shading.

Gambar 2.7. Kurva P-V pada PV String dengan kondisi partial shading7

Pada Gambar 2.7 merupakan ilustrasi bagaimana efek partial


shading pada kurva P-V. Puncak yang paling tinggi adalah global peak
yang menunjukkan daya maksimum yang dihasilkan oleh PV String,
sedangkan puncak lainnya adalah local peak. Hal ini bisa mengacaukan
sistem MPPT dengan algoritma sederhana seperti P&O karena puncak
yang dicari lebih dari 1.
Namun, waktu terjadinya partial shading tidaklah konstan. Hal ini
dikarenakan pola partial shading yang bisa berubah-ubah tergantung
kondisi cuaca saat itu. Dengan pola partial shading yang sama, daya
maksimum dari sistem PV menurun secara konstan dan berbanding
terbalik dengan tingkat partial shading. Semakin tinggi efek partial
shading maka daya maksimum panel surya yang dihasilkan semakin
rendah. Hal ini dikarenakan sistem photovoltaic tergantung dari besarnya

7
Li, Heng & Peng, “A Newton-Based Extremum Seeking MPPT Method for Photovoltaic
Systems with Stochastic Perturbation”, International Journal Photoenergy Hindawi, 2014,
hal. 7.
14

iradiasi matahari untuk menghasilkan daya listrik. Gambar 2.8


menunjukkan perbandingan antara panel surya kondisi normal dengan
panel surya kondisi partial shading.

2.4. DC-DC Boost Converter


Teknologi konverter elektronika daya telah banyak digunakan
pada kehidupan sehari-hari, contoh pengaplikasiannya, DC-DC Converter
ini digunakan pada sumber energi terbarukan, seperti fuel cell dan solar
cell. Dalam aplikasi sumber energi terbarukan, fuel cell dan solar cell
terkadang menghasilkan tegangan keluaran yang rendah dan hal ini
membutuhkan sebuah konverter untuk menaikan tegangan.
DC-DC Converter yang disebut Boost Converter yang berfungsi
menstabilkan tegangan dengan menaikkan tegangan dimana tegangan
keluaran lebih tinggi dari tegangan masukan tanpa harus menghilangkan
daya yang relatif besar sehingga dapat mengatasi kekurangan tegangan.
Konverter DC-DC hanya mengubah level tegangan dan level arus
keluaran DC, tanpa mengubah daya selama proses konversi bentuk energi
listriknya. Pada sebuah DC-DC Converter dengan tegangan input yang
ditentukan, besar tegangan output dikendalikan dengan durasi pensaklaran
(Ton dan Toff ). Pengendalian dilakukan dengan memberikan sinyal /
tegangan yang mengatur waktu ON dan waktu OFF switch. Sinyal
tegangan yang berfungsi untuk mengatur switch biasanya menggunakan
PWM (Pulse Width Modulation).

Gambar 2.8. Rangkaian DC-DC Boost Converter8

Analisa kondisi steady state pada rangkaian Boost Converter


dilakukan dengan asumsi semua komponen ideal, mode CCM, nilai
kapasitor sangat besar dan tegangan output konstan. Terdapat 2 jenis
analisa state pada boost converter yaitu analisa switch ON dan analisa
switch OFF:

8
W. Hart, Daniel, Power Electronics (New York : McGraw-Hill,2011), Boost Converter,
hal. 212.
15

 Analisa switch ON
Ketika dalam keadaan switch ON, diode berada dalam reverse
bias. Hukum tegangan Kirchoff yang berlaku terdapat pada jalur sumber,
induktor dan switch yang tertutup sebagaimana persamaan berikut.
diL
v L = VS = L ………………………………………………………..(2.2)
dt

Nilai perubahan arus adalah konstan, sehingga nilai arus akan naik
secara linear ketika switch ON, seperti pada Gambar 2.10. Nilai perubahan
arus induktor dapat dihitung dengan persamaan berikut.

(ΔiL )closed = …………………………………………………….(2.3)


L

Gambar 2.9. DC-DC Boost Converter Switch ON (Close) 9

Analisa switch OFF


Ketika switch dalam keadaan OFF, arus induktor tidak bisa turun
secara cepat dan drastis, sehingga megharuskan diode fast recovery
menjadi forward bias untuk menyediakan jalur bagi arus induktor saat
discharge. Dengan asumsi tegangan output Vo bernilai konstan, maka
tegangan induktor dapat dihitung:

= − =L ………………………………………………...(2.4)

Nilai perubahan arus adalah konstan, sehingga penurunan arus


induktor juga harus berubah secara linear ketika switch dalam keadaan
terbuka. Nilai perubahan arus induktor dapat dihitung dengan rumus
berikut.

( )( )
(ΔiL )open = …………………………………………….(2.5)
L

9
Ibid., 212.
16

Gambar 2.10 DC-DC Boost Converter Switch OFF (Open)10

Gambar 2.11 Gelombang arus induktor11

Gambar 2.12 Gelombang tegangan induktor12

Untuk keadaan steady-state, total nilai perubahan arus induktor


harus bernilai nol. Diambil dari persamaan pada (ΔiL )closed dan (ΔiL )open ,
maka persamaan tegangan output dapat dihitung dengan tegangan
induktor saat saklar tertutup dan saklar terbuka dengan penjumlahan
persamaan seperti di bawah:

10
Ibid., 212.
11
Ibid., 213.
12
Ibid., 213.
17

(ΔiL )closed + (ΔiL )open = 0…………………………………………..(2.6)

( )( )
+ = 0……………………………………......(2.7)

( +1− )− (1 − ) = 0.…………………………….…….(2.8)

Dari persamaan di atas dapat kita temukan hubungan antara


tegangan output dan nilai duty cycle dengan rumus:

= ………………………………………………….……… (2.9)

Nilai induktor pada kondisi boundary dapat dicari dengan


persamaan Lmin dimana pada Boost Converter merupakan kondisi antara
CCM dan DCM dengan rumus:

( )
L = …………………………………………………...(2.9)

Namun untuk kebutuhan Boost Converter dalam kondisi CCM


maka nilai induktor harus didesain lebih besar dari Lmin sehingga
digunakan persamaan berikut:

= ………………………………………………………… (2.10)
ΔiL

Pada prakteknya, tegangan keluaran konverter terdapat ripple atau


semacam osilasi. Hal ini dapat dihindari dengan pemasangan kapasitor
filter di sisi beban sehingga tegangan DC yang ripple dapat lebih halus
dan mendekati gelombang DC asli (lurus). Prosentase ripple pada
tegangan output dapat dihitung dengan rumus:

= ……………………………………………………….. (2.11)
RC

Sehingga nilai kapasitor filter dapat dihitung sebagai berikut:

= ………………………………………………….. (2.12)
R( / )
18

2.5. Sensor Tegangan


Untuk dapat mengetahui nilai tegangan pada sisi input dan output
konverter yang dijadikan sebagai umpan balik, maka kita perlu komponen
sensor tegangan. Metode pembuatan sensor tegangan yang paling umum
dan mudah adalah dengan rangkaian resistor pembagi tegangan.
Rangkaian ini menurunkan tegangan ukur ke tegangan sensor dengan cara
membuat rangkaian pembagi tegangan (voltage divider) yang terdiri dari
2 resistor sebagai berikut.

Gambar 2.13 Rangkaian pembagi tegangan13

Dari nilai tegangan input yang diukur merupakan output dari


tegangan panel surya dan tegangan output dari boost converter. Untuk
mendapatkan tegangan keluaran dari rangkaian voltage divider maka
dapat menggunakan rumus pembagi tegangan pada persamaan di bawah.

R2
Vout = Vin× ……………………………………………….. (2.13)
R1 +R2

Dengan keterangan:
Vout = Tegangan output sensor sebagai input ADC (Volt)
Vin = Tegangan input sensor (Volt)
R1 = Resistor 1 (Ohm)
R2 = Resistor 2 (Ohm)

2.6. Sensor Arus


ACS712 merupakan IC terpaket yang berguna untuk sensor arus
yang agar menggantikan trafo arus (CT) yang secara ukuran relative besar.
Pada prinsipnya, ACS712 sama dengan sensor Hall Effect lainnya yaitu
memanfaatkan medan magnetik di sekitar arus kemudian dikonversi
menjadi tegangan yang memiliki hubungan linier dengan nilai perubahan

13
Dokumentasi pribadi
19

arus. Nilai variabel dari sensor ini merupakan input ADC pada
mikrokontroler yang kemudian diolah agar dapat dikomputasi sebagai
variabel kontrol MPPT. Pada umumnya aplikasi sensor ini biasanya
digunakan untuk mengontrol motor, deteksi beban listrik, switched-mode
power supplies dan proteksi beban berlebih. Bentuk fisik dari sensor arus
ACS712 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.14 Bentuk fisik ACS71214

Sensor ini memiliki pembacaan dengan ketepatan yang tinggi,


karena didalamnya terdapat rangkaian low-offset linear Hall dengan satu
lintasan yang terbuat dari tembaga. Ketelitian dalam pembacaan sensor
dioptimalkan dengan cara pemasangan komponen yang ada didalamnya
antara penghantar yang menghasilkan medan magnet dengan hall
transducer secara berdekatan.

Gambar 2.15 Grafik linearitas ACS-712 20 A15

Pada datasheet ACS712 terdapat grafik linearitas IC ACS712 tipe


20A pada gambar 2.15. IC ini mempunyai sensitivitas sebesar 100 mV/A.
Saat arus yang mengalir 0 A, IC ini mempunyai output tegangan setengah
dari Vcc. Dalam datasheet tersebut Vcc yang terpasang sebesar 5 V
sehingga output tegangan sensor sebesar 2,5 V. Nilai tegangan akan
bertambah berbanding lurus dengan nilai arus yang terukur.

14
“Current Sensor ACS712 30A”, (http://www.senith.lk, diakses pada 19 November 2019).
15
ACS-712 datasheet, hal. 1.
20

Pada gambar x merupakan rangkaian pemasangan ACS712 pada


sebuah rangkaian catu daya dan beban. Dapat dilihat bahwa ACS712
dipasang secara seri pada jalur negatif setelah beban untuk mendeteksi
arus beban. Pada sisi kanan terdapat 3 pin pada mikrokontroler yaitu 5V
sebagai Vcc atau catu daya ACS712, ada analog pin sebagai masukan data
sensor dari ACS712 dan ground sebagai kaki ground.

Gambar 2.16 Pemasangan ACS-71216

2.7. Algoritma Differential Evolution (DE)


Algoritma Differential Evolution (DE) adalah algoritma
evolusioner yang diciptakan oleh R. Storn dan K. Price pada tahun 1995
untuk permasalahan optimisasi global. Differential Evolution merupakan
salah satu algoritma soft computing yang masuk ke sub-kategori algoritma
evolusioner. Struktur algoritma ini juga mirip dengan algoritma Genetic
Algorithm (GA).

Gambar 2.17 Klasterisasi metode soft-computing pada MPPT17

16
“ACS712”, (https://forum.arduino.cc/, diakses pada 19 November 2019).
17
Salam, Zainal, “The application of soft computing methods for MPPT for PV system:
a technological and status review”, jurnal Elsevier, 2013, hal. 138.
21

Algoritma DE bisa digunakan untuk mendapatkan solusi pada


masalah kompleks yang memiliki bentuk atau sifat yang non-linear, multi-
dimensional dan memiliki banyak local optima yang berbentuk acak/tidak
teratur. Karena itu algoritma DE cocok untuk diterapkan di sistem panel
surya karena kurva P-V yang berbentuk non-linear. Dasar dari optimasi
algoritma DE adalah meningkatkan kualitas semua individu atau vector
yang ada pada sebuah populasi hingga terdapat satu kandidat terbaik yang
digunakan untuk mengatasi permasalahan suatu sistem. Algoritma DE
cukup mudah untuk diimplementasikan karena hanya membutuhkan
beberapa parameter kontrol yang dituning yaitu Cr, F dan NP. Tahapan
pada algoritma DE ada 5 yaitu initialization, mutation, crossover dan
selection serta evaluation fitness.

Gambar 2.18 Tahapan utama pada algoritma DE18

18
Gangopadhyaya, Malay. “Design optimization of microstrip fed rectangular microstrip
antenna using differential evolution algorithm”. Jurnal ReTIS, 2015. hal. 2.
22

Pertama adalah tahap initialization, DE membutuhkan sebuah


populasi yang berisi kumpulan partikel atau kumpulan vector yaitu Xi,G
dengan jumlah yang ditentukan oleh variabel Np. Variabel Np merupakan
jumlah populasi total yang jumlahnya tetap dari awal proses hingga akhir
ditemukannya solusi terbaik pada masalah yang dicari. Variabel i adalah
indeks dari vector. Variabel G menunjukkan generasi dari populasi
tersebut. Generasi menentukan berapa kali algoritma DE berulang
melakukan proses optimasi hingga ditemukan partikel/vector terbaik.
Pada Gambar 2.18 menunjukkan penyebaran vector secara menyeluruh
pada daerah pencarian. Adapun model matematis tahap initialization
adalah sebagai berikut:

Xi,G; i = 1,2,…,Np ………………………………………………(2.14)

X = partikel/vector pada populasi


i = indeks tiap-tiap vector
G = jumlah generasi
Np = jumlah populasi dari vector

Gambar 2.19 Inisalisasi populasi pada algoritma DE19

Generasi pertama harus diatur secara tepat agar partikel/vector


yang diinisialisasi dapat tersebar secara merata. Setelah populasi pada
generasi pertama didapatkan, selanjutnya 3 partikel/vector dipilih secara
acak (random) dengan indeks yang berbeda yaitu r1, r2 dan r3. Kemudian

19
K. V. Price, R. M. Storn, Differential Evolution: A Practical Approach to Global
Optimization (Germany: Springer, 2006), hal. 31.
23

sebuah faktor mutation F akan digunakan untuk mengkalikan hasil


perbedaan (difference) antara 2 partikel/vector yang dipilih secara acak
yaitu indeks r2 dan r3 untuk ditambahkan ke partikel/vector dengan indeks
r1 karena indeks tersebut dipilih sebagai vector yang dirubah nilainya
(target vector). Proses ini menghasilkan partikel mutation atau mutant
vector Vi seperti pada persamaan di bawah ini. Tahap mutation ini bisa
diartikan seperti kompetisi diantara beberapa individu pada kehidupan
nyata. Setiap individu pada populasi belajar mengenai perbedaan
(difference) dari individu lain dan menghasilkan individu baru yang lebih
baik untuk memastikan perkembangan populasi tersebut ke arah yang
lebih baik.

Vi,G = Xr1,G + F * (Xr2,G - Xr3,G)……………………………………(2.15)

Dengan keterangan:
V = partikel mutation/mutant vector
Xr(n) = partikel yang dipilih secara acak/target vector
F = faktor mutation dipilih dari range 0 sampai 1
r = indeks dengan nilai acak dipilih dari populasi
G = urutan generasi

Gambar 2.20 mutation vector/partikel pada algoritma DE20

Dari tahap mutation, mutant vector yang telah dihasilkan sejumlah


Np akan disilangkan dengan target vector melalui proses yang disebut

20
Ibid., hal. 31.
24

crossover. Tahap crossover ini menghasilkan trial vector Ui. Syarat yang
digunakan pada tahap crossover dapat dilihat pada persamaan 2.16
dimana sebuah angka random dengan range 0 sampai 1 dibandingkan
dengan konstanta crossover rate (Cr) dengan yang dipilih dari range 0
hingga 1. Tahap crossover bertujuan untuk meningkatkan keragaman
partikel sehingga pada tahap ini mutant vector akan diterima berdasarkan
probabilitas stokastik (acak) jika nilai random lebih besar atau sama
dengan konstanta Cr.

V, if random ≥ Cr
Ui = …………………………………..(2.16)
X, else

Setelah tahap crossover, maka dilakukan tahap selection antara


trial vector dan target vector seperti pada Gambar 2.20 Tahap selection
ini tidak lain adalah evaluasi fungsi fitness sehingga dapat dilihat solusi
manakah yang terbaik. Jika nilai fitness milik trial vector Ui lebih baik
dari fitness milik vector Xi maka trial vector ini dijadikan target vector
selanjutnya pada iterasi yang baru. Kemudian proses algoritma DE akan
kembali ke tahap mutation hingga semua partikel/vector pada populasi
memiliki nilai yang terbaik. Algoritma akan berhenti apabila syarat fitness
telah terpenuhi atau generasi maksimum telah tercapai.

U, if f(U ) ≥ f(X )
Xi+1 = ……………………………...…(2.17)
X, else

Gambar 2.21 Tahap selection pada algoritma DE21

21
Ibid., hal. 32.
25

2.8. Penerapan Algoritma Differential Evolution pada MPPT


Pada kondisi partial shading, kurva P-V panel surya memiliki
beberapa puncak yang disebut local maximum power point (LMPP) dan
hanya ada 1 puncak yang memiliki daya paling tinggi yaitu global
maximum power point (GMPP). Algoritma konvensional seperti P&O
seringkali terjebak pada LMPP dan tidak bisa menemukan GMPP. Oleh
karena itu, algoritma Differential Evolution bisa digunakan untuk mencari
GMPP karena melakukan proses optimasi berbasis probabilitas acak yang
terarah pada solusi terbaik. Pada sistem MPPT secara umum, sebuah DC-
DC converter dipasang di antara PV array dan beban. Kemudian, duty
cycle DC-DC converter dimodulasi mengacu dari komputasi MPPT untuk
memastikan panel surya beroperasi pada GMPP. Karena itu, pada
algoritma DE, duty cycle dijadikan sebagai partikel/vector yang nilainya
diolah agar dapat ditemukan nilai terbaik atau best solution.
Pertama, inisialisasi duty cycle awal sebagai populasi Np yang
akan digunakan sebagai partikel/vector yaitu Di. Inisialisasi harus
mencakup semua daerah tracking pada kurva PV. Persamaan inisialisasi
adalah sebagai berikut:

Di,G ; i = [1,2,3,…Np]……………………………………………...(2.18)

Setelah inisialisasi, maka daya dari panel surya pada tiap duty cycle
disimpan pada variabel Pi. Selanjutnya, dicari daya yang paling besar
diantara Pi lalu disimpan pada variabel Pbest dan duty cycle terbaik pada
variabel Dbest. Kemudian masuk proses algoritma dimulai dari proses
mutation untuk mencari nilai duty cycle baru dengan variabel DVi
menggunakan persamaan 2.19. Nilai konstanta F dipilih antara range 0
hingga 1. Nilai F ditentukan oleh user berdasarkan proses tuning di awal
desain sistem MPPT karena nilanya bisa berbeda pada sistem yang lain.
Pada algoritma yang diajukan, terdapat modifikasi pada rumus mutation
yaitu hanya menggunakan 2 partikel acak untuk mencari perbedaan
partikel sehingga partikel yang akan dimutasi adalah partikel Dbest sebagai
target vector. Dari modifikasi ini dapat diharapkan proses tracking MPPT
akan selalu menuju nilai global optima sehingga waktu tracking dapat
dipercepat serta dapat menghindari local optima.

Dbest,G + F1 × |Dr1,G - Dr2,G|; if Dr1,G < Dbest,G


DVi,G= ……….....(2.19)
Dbest,G + F2 × |Dr1,G - Dr2,G|; else
26

Kemudian pada tahap crossover, mutant vector DVi disilangkan


dengan target vector yang tidak lain adalah Dbest untuk menghasilkan trial
vector DUi. Persamaan 2.20 menujukkan tahap crossover:

DV , if random < Cr
DUi = ……………………………………(2.20)
Dbest , else

Setelah mendapatakan trial vector, maka bisa dilakukan evaluasi


fungsi fitness yang dalam hal ini adalah rumus daya pada panel surya.
Duty cycle hasil hasil tahap crossover yaitu DU i dikirim ke konverter dan
diukur dayanya. Jika daya baru PUi lebih besar dari daya Pi maka duty
cycle DUi akan menggantikan duty cycle Di sehingga nilai Di pada iterasi
selanjutnya adalah nilai baru yang memiliki daya panel surya lebih tinggi
seperti ditunjukkan persamaan 2.21. Kemudian iterasi i akan mengulang
proses mutation, crossover dan selection sebanyak jumlah populasi Np,
lalu algoritma akan membuat generasi baru yaitu G++ untuk mencari duty
cycle dan daya terbaik dari populasi sebelumnya. Setelah menentukan
duty cycle terbaik lalu algoritma akan masuk ke populasi baru dimulai dari
mutation hingga selection. Jika konvergensi telah dicapai artinya, nilai
semua duty cycle/vector sama maka algoritma mengunci nilai duty cycle
terbaik dan daya maksimum panel surya didapatkan.

DU , if P(DU ) ≥ P(D ,)
Di+1 = ………….……………….…(2.21)
Dbest, else
27

Gambar 2.22 Flowchart MPPT algoritma differential evolution


28

Halaman ini sengaja dikosongkan


BAB III
PERANCANGAN DAN
PEMBUATAN SISTEM
BAB III
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

Dalam bab ini akan dibahas tentang perancangan dan pembuatan


alat yang meliputi desain sistem, perancangan sistem, pembuatan
perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) untuk
mengatasi dampak partial shading pada panel surya dengan pemodelan
algoritma MPPT yang dilakukan dengan simulasi sistem.

3.1 Gambaran Umum Sistem


Gambaran umum dari sistem yang dibuat dalam proyek akhir ini
ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Blok Diagram Sistem

Alat proyek akhir ini digunakan untuk mengoptimalkan daya yang


dihasilkan dari panel surya dalam keadaan partial shading. Prinsip kerja
alat ini secara sistem adalah :
1. Sistem panel surya terdiri dari 2 buah panel surya yang masing-masing
memiliki daya puncak 100 Wp. Rangkaian yang digunakan pada panel
surya adalah rangkaian seri. Untuk kondisi partial shading maka salah
satu panel surya diberikan iradiasi yang lebih rendah dari panel surya
yang lain sehingga daya puncak yang diukur ada 2 yaitu LMPP dan
GMPP.
2. Sensor tegangan dan sensor arus di sisi input konverter digunakan
sebagai pengukur nilai tegangan dan arus dari panel surya. Hasil

29
30

pengukuran 2 sensor ini juga menjadi masukan untuk mikrokontroler


STM32F103 sebagai data pengolahan komputasi MPPT Differential
Evolution. Kemudian, sensor tegangan dan sensor arus di sisi ouput
konverter sebagai fungsi monitoring untuk daya pada output
konverter.
3. Mikrokontroler STM32F103 terdapat program MPPT Differential
Evolution sebagai tracker daya maksimum dengan cara mengolah
hasil sensor tegangan dan sensor arus input kemudian dikomputasi dan
dihasilkan duty cycle yang dikirim ke boost converter sehingga daya
pada panel surya menjadi daya maksimum. Terdapat OLED 0,96 inch
sebagai antarmuka untuk menampilkan data tegangan, arus, daya dan
duty cycle. Terdapat bluetooth untuk mengirim data proses tracking
MPPT ke laptop untuk disimpan.
4. Driver MOSFET yang digunakan adalah IC FOD3182 sebagai
penguat sinyal PWM dari mikrokontroler serta sebagai isolasi antara
mikrokontroler dan konverter.
5. DC-DC boost converter digunakan untuk penaik tegangan dari panel
surya ke beban lampu. Selain itu juga berfungsi sebagai penunjang
kinerja MPPT Differential Evolution.

3.2 Perencanaan Perangkat Keras Sistem


Bagian – bagian perangkat keras dari sistem pada proyek akhir ini
adalah sebagai berikut.
3.2.1. Panel Surya
Pada proyek akhir ini digunakan panel surya 100 Wp yang
berjumlah 2 buah dihubungkan seri untuk mensuplai beban lampu
60V/200W yang terdiri dari 5 buah lampu 12V/20W yang diseri kemudian
diparalel 5 buah. Spesifikasi panel surya dapat dilihat pada Tabel 3.1
berikut.

Tabel 3.1. Spesifikasi Panel Surya


Polycristalline
Panel 1 Panel 2
Parameter
ICA Solar ST Solar
Rated Maximum Power (Pmax) 100 W 100 W
Voltage at Pmp (Vmp) 17,6 V 17,8 V
Current at Pmp ( Imp) 5,69 A 5,62 A
Open-circuit Voltage (Voc) 22,6 V 21,8 V
Short-circuit Current (Isc) 6,09 A 6,05 A
Standart test condition 1000W/m2, 25oC
31

3.2.2. DC-DC Boost Converter


Dari spesifikasi panel surya seperti pada Tabel 3.1 maka dapat
ditentukan nilai tegangan dan arus pada rangkaian seri 2 modul panel
surya:

Vmp = 35,4 volt


Imp = 5,69 volt
Voc = 44,4 volt
Isc = 6,09 volt

Dari data tegangan dan arus panel surya tersebut maka bisa
digunakan untuk mendesain boost converter untuk beban lampu
60V/200W. Perancangan perangkat keras dilakukan menggunakan
software Autodesk EAGLE. Adapun skematik konverter yang sudah
didesain adalah sebagai berikut:

Gambar 3.2. Skematik Boost Converter

Parameter boost converter:


Vs(min) = 30 volt
Vs(max) = 44,4 volt
Vo = 60 volt
Daya beban = 200 watt
Frekuensi switching = 40kHz
rΔ = 30 %
rΔ = 0,1 %
Vfdiode = 0.895 volt
32

3.2.2.1. Arus Output (Io)


Perhitungan arus output dari desain konverter adalah sebagai
berikut:

Pbeban 200
Iout = = = 3,33 A
Vout 60

3.2.2.2. Duty Cycle (D)


Perhitungan nilai duty cycle dari desain konverter adalah sebagai
berikut:
( )
D=1-
30
D=1-
60
D = 0,5

3.2.2.3. Nilai Induktor (L)


Perhitungan nilai induktor dari desain konverter adalah sebagai
berikut:
 Mencari resistansi beban
Vo 60
R= = = 18,018 Ω
Io 3,33

 Mencari nilai ( )

Vs(min)
( ) =
(1 − )
30
( ) =
18,018 (1 − 0,5)
( ) = 6,66 A

 Mencari nilai Δ :
Δ = 10% × ( )

Δ = 10% × 6,66
Δ = 1.99 A
33

Maka nilai induktor (L) adalah:

1 ( ) 1
L= × [ + ] × ×
f [ ]+ ( ) Δ
1 30 1
L= × [60 + 0,895] × ×
40k [60 + 0,895] + 30 1,99
L = 252,4 μH

Dari perhitungan yang dilakukan maka nilai induktor yang


digunakan sebesar 252,4 μH.

3.2.2.4. Kapasitor Output


Perhitungan nilai kapasitor output yang dipakai dalam desain
konverter adalah sebagai berikut:

Δ = ±0,1 % ×
Δ = 0,001 × 60
Δ = 0,06 V

VO × D
CO =
R×ΔVO ×f
60× 0,5
CO =
18,018×0,06×(40000)
CO = 693,7 μF

3.2.2.5. RCD Snubber


Perhitungan nilai RCD snubber yang dipakai dalam desain
konverter adalah sebagai berikut:

Voff = Vo = 60 Volt
D = 0,5
1
T= = 25 μs
40000

Vo
I = Io ×
Vs(min)
60
I = 3,33 ×
30
I = 6,66 A
34

nilai kapasitor snubber


ION × tfall
Cs ≈
2×VOff
6,66×54.10-9
Cs ≈
2×60
Cs ≈ 2,997 nF

nilai resistor snubber :


DT
Rs <
2×Cs
0,5×25 μ
Rs <
2×2,997 n
Rs < 2,085 Ω
Rs = 0,5 × 2,08 kΩ
Rs = 1,04 Ω

Setelah menghitung nilai komponen, maka dilakukan pemasangan


komponen pada board PCB yang telah dibuat menggunakan software
Autodesk Eagle. Luas papan PCB yang didesain adalah 10 x 10 cm untuk
mempermudah desain PCB komponen lain pada alat tugas akhir yang
disusun tingkat. Gambar 3.3 merupakan hardware dari boost converter.

Gambar 3.3. Tampilan dari boost converter


35

3.2.3. Sensor Tegangan


Pada proyek akhir ini dipakai sensor tegangan untuk mendeteksi
tegangan pada konverter, sensor tegangan dipasang pada sisi input dan sisi
output konverter. Jenis sensor tegangan yang dipakai adalah voltage
divider atau pembagi tegangan. Pembagi tegangan disisi input digunakan
untuk mendeteksi nilai tegangan dari panel surya dan pembagi tegangan
disisi output digunakan untuk mendeteksi nilai tegangan keluaran
konverter.

3.2.3.1. Sensor Tegangan Sisi Input


Sensor tegangan input digunakan untuk mendeteksi tegangan dari
panel suya yang digunakan untuk program MPPT. Sensor ini dirancang
untuk mengukur tegangan open-circuit panel surya yaitu 45,2 volt
sedangkan ADC mikrokontroler sebagai fitur sensor pada mikrokontroler
memiliki tegangan input maksimal 3 volt. Maka dirancang sebuah sensor
tegangan input yang bisa mengukur 50 volt yang diwakili tegangan 3 volt
pada ADC mikrokontroler. Dipilih nilai 50 volt sebagai antisipasi
terjadinya tegangan yang melebihi 45,2 volt.

Gambar 3.4. Skematik Sensor Tegangan Input

Perhitungan:

Vin = 50 Volt;
Vout = 3 Volt
R1 = 33000 Ω

R2
Vout = Vin×
R1 +R2
R2
3 = 50×
33000+R2
36

3(33000+R2 ) = 50R2
99000+3R2 = 50R2
99000 = 46,7R2
R2 = 2200 Ω

Dari perhitungan yang sudah dilakukan maka didapatkan nilai R1


= 33000 Ω dan nilai R2 = 2200 Ω. Komponen resistor yang dipilih
disesuaikan dengan yang ada di pasaran. Adapun bentuk hardware sensor
tegangan input yang telah dirancang diletakkan di sebelah sensor arus
input dapat dilihat pada gambar 3.5.

Gambar 3.5. Hardware sensor tegangan input

3.2.3.2. Sensor Tegangan Sisi Output


Sensor tegangan output digunakan untuk mendeteksi tegangan dari
keluaran konverter yang dipasang beban lampu. Sensor ini dirancang
untuk mengukur tegangan keluaran boost converter yaitu sebesar 60 volt
sedangkan ADC mikrokontroler sebagai fitur sensor pada mikrokontroler
memiliki tegangan input maksimal 3 volt. Maka dirancang sebuah sensor
tegangan input yang bisa mengukur 130 volt yang diwakili tegangan 3 volt
pada ADC mikrokontroler. Dipilih nilai 130 volt agar dapat dihindari jika
terjadi overvoltage pada output konverter sehingga lebih aman memberi
spare pada range pengukuran tegangan output.
37

Perhitungan:

Vin = 130 Volt;


Vout = 3 Volt
R1 = 33000 Ω

R2
Vout = Vin×
R1 +R2
R2
3 = 130×
33000+R2
3(33000+R2 ) = 130R2
99000+3R2 = 130R2
99000 = 147R2
R2 =779,5 Ω

Dari perhitungan yang sudah dilakukan maka didapatkan nilai R1


= 33000 Ω dan nilai R2 = 779,5 Ω. Komponen resistor yang dipilih
disesuaikan dengan yang ada di pasaran. Adapun bentuk hardware sensor
tegangan output yang telah dirancang dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.

Gambar 3.6. Skematik Sensor Tegangan Output

3.2.4. Sensor Arus


Sensor arus yang digunakan dalam proyek akhir ini ada 2 yaitu
pada sisi input dan output konverter. Nilai arus short circuit dari panel
surya adalah 6,09 A sehingga akan digunakan ACS712-20A. Nilai arus
ouput konverter adalah 2,916 A sehingga akan digunakan ACS712-5A.
Sensor ACS712 ini terhubung dengan ADC mikrokontroler dengan
tegangan referensi dari ACS712 adalah maksimal 5 volt. Sensor arus input
diletakkan disamping sensor tegangan input pada Gambar 3.5.
38

Gambar 3.7. Sensor arus output dan sensor tegangan ouput pada hadware

3.2.5. Rangkaian Driver MOSFET


MOSFET bisa diatur kecepatan pensaklarannya menggunakan
sinyal PWM dari mikrokontroler. Namun tegangan yang dihasilkan
mikrokontroler tidak cukup untuk mencapai threshold voltage pada
MOSFET sehingga diperlukan pengubah level tegangan sekaligus isolasi
antara mikrokontroler dan MOSFET. Optocoupler bekerja secara isolated
menggunakan LED dan phototransistor serta power supply yang
digunakan terpisah secara ground. Sinyal PWM dari mikrokontroler akan
diterima phototransistor kemudian digunakan untuk men-drive tegangan
gate-source pada MOSFET.

Gambar 3.8. Tampilan driver MOSFET (FOD3182)


39

Gambar 3.9. Tampilan alat tugas akhir secara keseluruhan

3.2.6. Rangkaian Unilluminated Solar PV

Gambar 3.10. Rangkaian pemodelan unilluminated solar PV

Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 2 bahwa rangkaian


simulator panel surya dengan teknik unilluminated solar PV
membutuhkan sebuah sumber arus konstan dari DC power supply.
Gambar 3.10 menunjukkan ilustrasi perencanaan rangkaian pengujian
karakteristik panel surya menggunakan unilluminated solar PV. Terdapat
panel surya 100 Wp dengan nama PV 1 dan PV 2 yang dirangkai seri
untuk menghasilkan daya total 200 Wp. Dua panel surya tersebut
dikondisikan partial shading secara bergantian. Pada sisi input panel
40

surya dihubung sebuah sumber arus dimana pada prakteknya nanti adalah
DC power supply yang dioperasikan pada mode constant current. Sumber
arus ini digunakan sebagai pengganti nilai iradiasi matahari sehingga
untuk jika kita menginginkan panel surya beroperasi pada iradiasi sekian,
maka kita harus mengubah nilai arus dari DC power supply tersebut. Lalu
pada sisi keluaran panel surya terdapat sebuah diode block yang dipasang
secara eksternal pada rangkaian seri panel surya agar tidak ada arus balik
yang menuju ke panel surya. Terdapat alat ukur ammeter DC untuk
mengukur arus keluaran panel surya serta terdapat voltmeter DC untuk
mengukur tegangan keluaran panel surya. Data pengukuran tegangan dan
arus ini akan digunakan untuk menghitung nilai daya panel surya yang
dihasilkan. Kemudian untuk mengambil kurva karakteristik panel surya
digunakan boost converter sebagai pengubah impedansi panel surya
sehingga titik kerja panel surya dapat berubah sesuai dengan kurva P-V.
Konverter diubah nilai duty cyclenya mulai dari 10% hingga 90% dengan
setiap kenaikan 2%. Selain itu juga diukur tegangan open circuit Voc dan
arus short circuit Isc. Pada sisi keluaran konverter dipasang beban lampu
200 Watt sesuai dengan desain perangkat keras. Selain itu juga terdapat
alat ukur ammeter DC dan voltmeter DC sebagai fungsi monitoring daya
output dari konverter.
Untuk kondisi partial shading, maka perlu ditentukan nilai iradiasi
pada masing-masing panel surya dimana terdapat 1 panel yang iradiasinya
lebih rendah sehingga perlu pengaturan nilai arus input pada power
supply. Hal ini dilakukan karena iradiasi matahari berpengaruh signifikan
pada nilai arus panel surya. Nilai arus yang diatur pada power supply
disebut Iscsetting yang dihitung dengan persamaan berikut:

Iradiasisetting
Iscsetting = x IscPV………………………………………….(3.1)
1000
Dengan keterangan:
Iscsetting = Arus yang diatur pada DC Power Supply (A)
Iradiasisetting = Iradiasi yang diinginkan (W/m2)
IscPV = Arus Isc pada nameplate panel surya (A)

Jika pengguna mengatur panel surya pada kondisi ideal/STC yang


artinya iradiasi 1000 W/m2 dan arus IscPV pada nameplate adalah 6,09
maka dapat dihitung:

1000
Iscsetting = x 6,09
1000
Iscsetting = 6,09 A
41

Kemudian DC power supply diatur tegangan inputnya sesuai


dengan tegangan Voc yaitu 22,6 volt dan arus maksimum diatur sesuai
hasil perhitungan Iscsetting yaitu 6,09 A. Jika kita mengatur pada iradiasi
pada iradiasi di bawah 1000 W/m2 maka arus maksimum harus diatur lagi
untuk menyesuaikan Iscsetting. Pada pengujian kurva karakteristik P-V
panel surya akan dilakukan pada 2 kondisi yaitu kondisi normal/tanpa
shading dan kondisi partial shading. Untuk kondisi normal maka kedua
panel surya diatur arus Iscsetting = 6,09 pada DC power supply sehingga
iradiasi pada panel surya bernilai 1000 W/m2. Untuk kondisi partial
shading ditentukan 3 pola shading dengan nilai iradiasi yang berbeda
antara PV 1 dan PV 2 yaitu:
 Pola partial shading 1: 900 W/m2 dan 700 W/m2
 Pola partial shading 2: 1000 W/m2 dan 500 W/m2
 Pola partial shading 3: 800 W/m2 dan 300 W/m2

Untuk menentukan nilai Iscsetting maka dihitung nilai masing-


masing iradiasi seperti persamaan 3.1 di atas:
900
Iradiasi 900 W/m2 : Iscsetting = x 6,09
1000
Iscsetting = 5,481 A

800
Iradiasi 800 W/m2 :
Iscsetting = x 6,09
1000
Iscsetting = 4,872 A

700
Iradiasi 700 W/m2 :
Iscsetting = x 6,09
1000
Iscsetting = 4,263 A

300
Iradiasi 300 W/m2 :
Iscsetting = x 6,09
1000
Iscsetting = 1,827 A

500
Iradiasi 500 W/m2 :
Iscsetting = x 6,09
1000
Iscsetting = 3,045 A

Hasil perhitungan Iscsetting akan diatur pada DC power supply di


awal pengujian bersamaan dengan mengatur tegangan pada DC supply
sesuai dengan nilai tegangan Voc panel surya pada nameplate.
42

3.3. Perencanaan Perangkat Lunak Sistem


Perencanaan perangkat lunak untuk sistem tugas akhir ini adalah
berupa perancangan program MPPT Differential Evolution (DE) yang
akan digunakan untuk mengatasi dampak partial shading pada panel
surya. MPPT merupakan teknik yang mengoptimalkan daya keluaran
panel surya dan sebagai daya input konverter. Oleh karena itu diperlukan
data feedback dari sensor berupa daya input panel surya. Untuk
mendapatkan nilai daya input panel surya maka diperlukan sensor
tegangan dan sensor arus input dipasang pada sisi input konverter.
Kemudian data ini akan diolah oleh MPPT untuk mencari daya paling
maksimum dari panel surya. Keluaran dari MPPT DE ini adalah nilai duty
cycle yang akan dikirim ke boost converter agar diubah nilainya menuju
ke duty cycle yang terdapat nilai daya maksimum. Proses ini
membandingkan antara daya input ukur yang lama dengan yang baru
hingga ditemukan daya maksimum terbaik.
Pada algoritma differetial evolution, kompleksitas struktur
pemrograman relatif lebih mudah karena parameter yang perlu di-tuning
atau trial and error ada 3 variabel. Parameter yang perlu di-tuning adalah
Cr (Crossover Rate), F (Mutation Factor) dan NP (Jumlah Populasi).

Keterangan variabel pada program MPPT DE:


Di = duty cycle pada populasi (vector)
Np = jumlah populasi
Genmax = iterasi maksimum algoritma
Pi = daya panel surya masing-masing duty cycle
Pbest = daya panel surya tertinggi
Dbest = duty cycle terbaik (target vector)
DVi = duty cycle hasil tahap mutation (mutant vector)
F = konstanta mutation factor
DUi = duty cycle hasil tahap crossover (trial vector)
PUi = daya panel surya hasil tahap crossover
Cr = kontanta Crossover Rate

Tahap pertama dari program MPPT differential evolution adalah,


inisialisasi duty cycle awal yang akan digunakan sebagai individu/vector
yaitu Di. Semua vector ini masuk pada suatu populasi yang disebut Np.
Jumlah Np pada initialization dipilih 5 agar proses MPPT tidak terlalu
lama. Adapun nilai duty cycle yang disebar adalah 5%, 20%, 30%, 50%
dan 90%. Iterasi maksimum dari algoritma MPPT DE ini adalah 10 iterasi.
43

F1 dan F2 adalah konstanta mutation factor. Cr adalah konstanta


crossover rate.
Setelah initialization, maka daya panel surya dari setiap duty
cycle/vector Di diukur dan disimpan nilainya pada variable Pi. Setelah
disimpan lalu algoritma menyeleksi dari beberapa nilai daya tersebut yang
paling tinggi untuk disimpan nilainya sebagai daya terbaik pada variabel
Pbest serta duty cycle terbaik dengan variabel Dbest. Kemudian algoritma
masuk ke proses mutation untuk mencari nilai duty cycle hasil mutation
yaitu DVi. Tahap mutation ini menggunakan Dbest sebagai target vector
agar arah pencarian duty cycle mengarah ke daya tertinggi/terbaik. Pada
algoritma ini terdapat modifikasi yaitu menggunakan 2 proses mutation
yang bekerja secara bergantian. Pertama, jika duty cycle acak dengan
indeks r1 lebih kecil daripada Dbest maka proses mutation menggunakan
konstanta mutation factor F1. Sebaliknya jika syarat diatas tidak terpenuhi
maka proses mutation menggunakan konstanta mutation factor F2. Indeks
r1 dan r2 adalah variabel dengan nilai yang diambil secara acak dari
jumlah populasi, Np. Selain itu, nilai konstanta F1 dan F2 adalah 0,7 dan
0,2. Angka ini didapat dari tuning parameter pada saat simulasi.
Kemudian pada tahap crossover, hasil dari proses mutation yaitu
mutant vector DVi lalu kita silangkan dengan target vector yang mana
adalah Dbest untuk menghasilkan trial vector yaitu DUi. Untuk
menghasilkan trial vector DUi diperlukan tuning konstanta CR (Crossover
Rate). Nilai konstanta CR berkisar antara 0 sampai 1. Untuk nilai CR yang
digunakan pada algoritma MPPT DE ini adalah 0,5. Karena tahap
crossover mengandalkan proses pemilihan secara acak, maka ada
kemungkinan mutant vector DVi tidak lolos jika variabel randomvalue
bernilai lebih kecil dari konstanta CR sehingga yang lolos tetap target
vector Dbest sehingga nilai trial vector DUi bisa jadi sama dengan nilai
target vector Dbest. Sebaliknya, jika mutant vector DVi lolos maka nilai
trial vector DUi merupakan nilai duty cycle baru yang akan dikirim ke
konverter.
Setelah mendapatakan trial vector DUi, maka bisa dilakukan
evaluasi fitness yaitu mengukur lagi daya panel surya yang baru untuk
dilakukan proses selection. Duty cycle hasil crossover yaitu DUi dikirim
ke konverter dan diukur daya panel surya yang disimpan pada variabel
PUi. Jika daya baru PUi lebih besar dari daya terbaik Pbest pada iterasi
sebelumnya maka trial vector DUi akan menggantikan nilai vector Di yang
ada di populasi. Selain itu nilai duty cyle terbaik Dbest juga di-update lagi
pada iterasi selanjutnya sebagai target vector. Proses diatas akan berulang
sebanyak jumlah populasi Np yaitu 5 kali. Setelah itu populasi akan
berpindah ke generasi baru, sampai batas iterasi genmax terpenuhi. Syarat
44

konvergensi MPPT terpenuhi jika semua vector pada populasi telah


bernilai sama atau iterasi genmax terpenuhi.
Untuk mengetahui hasil dari perancangan algoritma DE yang telah
dibuat, maka dilakukan simulasi pada software PSIM dengan rangkaian
sebagai berikut:

Gambar 3.11. Simulasi sistem MPPT DE pada software PSIM

Pada simulasi MPPT Differential Evolution, digunakan 2 panel


surya rangkaian seri yang masing-masing memiliki daya puncak sebesar
100 Wp pada kondisi STC sehingga nilai daya total panel surya adalah
200 W. Input dari panel surya terdapat 2 komponen yaitu iradiasi matahari
dan suhu. Nilai iradiasi terdapat 2 jenis yaitu iradiasi konstan dan iradiasi
berubah-ubah. Nilai suhu diatur konstan pada 25 oC. Untuk konverter
yang digunakan adalah boost converter dengan nilai komponen yang
sudah didesain pada perancangan hardware. Terdapat sensor tegangan
dan sensor arus pada sisi input konverter untuk mengambil nilai daya input
panel surya yang digunakan sebagai input kontrol MPPT pada C-Block.
Kemudian output dari C-Block adalah nilai referensi duty cycle hasil
MPPT yang akan digunakan untuk meregulasi tegangan kerja pada boost
converter sehingga daya input pada panel surya ikut berubah. Pada sisi
output boost converter terdapat sensor tegangan dan sensor arus untuk
mengamati daya output konverter. Untuk menguji performa algoritma
differential evolution, maka perlu dilakukan pengujian pada beberapa
kondisi panel surya yaitu panel surya tanpa partial shading, partial
shading konstan dan partial shading berubah-ubah. Selain itu metode
MPPT DE juga dikomparasi dengan metode lain yaitu MPPT PSO untuk
mengamati kecepatan tracking daya maksimum dari 2 metode tersebut.
BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISA
BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISA

Dalam bab ini akan dibahas tentang pengujian alat, baik hardware
maupun software yang berdasarkan atas perencanaan sistem. Pengujian
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui unjuk kerja dari sistem
serta untuk mengetahui apakah sudah sesuai dengan perencanaan yang
dibuat. Metode pengujian meliputi dua pengambilan data, yaitu pengujian
secara parsial yang merupakan pengujian setiap bagian sistem dan
pengujian integrasi yang merupakan pengujian gabungan dari sistem.
Sebagai catatan bahwa pengujian integrasi dilakukan berbasis simulasi
sesuai yang telah direncanakan pada Bab 3.

4.1. Pengujian Parsial


Adapun pengujian parsial dari sistem yang dilakukan meliputi
beberapa pengujian yaitu:
1. Pengujian karakteristik panel surya (unilluminated)
2. Pengujian driver MOSFET
3. Pengujian DC-DC Boost Converter
4. Pengujian sensor tegangan
5. Pengujian sensor arus ACS712

4.1.1. Pengujian Karakteristik Panel Surya (unilluminated)


Panel surya yang digunakan pada proyek akhir ini adalah 100 Wp
berjumlah 2 buah yang dipasang secara seri sehingga total daya yang
didapatkan adalah 200 Wp. Pengujian panel surya ini dimaksudkan untuk
mengetahui karakteristik dari panel surya yang digunakan. Adapun
karakteristik yang didapatkan adalah kurva hubungan daya terhadap
tegangan panel surya (kurva P-V) dan kurva hubungan arus terhadap
tegangan panel surya (kurva I-V). Teknik pengujian pada proyek akhir ini
menggunakan metode unilluminated solar panel. Teknik ini adalah
sebuah simulator panel surya yang tujuannya adalah untuk digunakan
pada pengujian-pengujian PV converter dan bermacam-macam algoritma
MPPT. Kelebihan dari teknik unilluminated solar panel ini adalah jika
terdapat kebutuhan eksperimen dan pengembangan alat seperti PV
inverter yang dilakukan berulang-ulang, maka tidak harus menguji di
panel surya di luar yang tergantung iradiasi yang berubah-ubah dan cuaca
yang sulit diprediksi. Pengujian karakteristik panel surya ini dilakukan
dengan menggunakan 2 buah DC power supply, 2 panel surya 100 Wp
dirangkai seri, boost converter dan beban lampu halogen 12V/20W yang
diseri 5 buah lalu diparalel 5 sehingga total beban adalah 60V/200W.

45
46
Diode block

Power Supply

PV 1 Boost Beban Lampu


Converter 60V/200W

Power Supply

PV 2

Gambar 4.1. Diagram rangkaian pengujian panel surya dengan teknik


unilluminated

Pada gambar 4.1 merupakan rangkaian pengujian karakteristik


panel surya dengan teknik unilluminated. Pada sisi sumber, terdapat 2
panel surya yang masing-masing terhubung dengan DC power supply
secara paralel. Fungsi DC power supply disini adalah untuk
mensimulasikan nilai iradiasi yang diterapkan ke masing-masing panel
surya. PV 1 adalah panel surya yang diatur dalam kondisi tanpa partial
shading atau kondisi normal. PV 2 adalah panel surya yang diatur dalam
kondisi partial shading. Lalu 2 panel surya tersebut dihubung seri dengan
cara kabel merah (kabel positif) pada PV 2 dihubung dengan kabel hitam
(kabel negative) pada PV 1. Pada kabel merah PV 1 dihubung dengan
diode block agar sebagai pengaman jika ada arus balik yang menuju ke
rangkaian panel surya. Kemudian, kedua panel surya dihubung dengan
DC-DC boost onverter pada sisi input konverter. Beban lampu dipasang
pada sisi output konverter.
Dari perhitungan nilai arus Iscsetting yang telah dilakukan maka
dilakukan pengujian karakteristik kurva P-V dengan 4 kondisi iradiasi
pada kedua panel surya dimana pola 1 merupakan kondisi normal/tanpa
shading dan 3 pola lainnya merupakan partial shading:
1. Tanpa partial shading : 1000 W/m2 dan 1000 W/m2
2. Pola partial shading 1 : 900 W/m2 dan 700 W/m2
3. Pola partial shading 2 : 1000 W/m2 dan 500 W/m2
4. Pola partial shading 3 : 800 W/m2 dan 300 W/m2
47

Tabel 4.1. Nilai iradiasi matahari dan arus Iscsetting pada pengujian unilluminated
solar PV
Kondisi panel surya Iradiasi matahari (W/m2) Arus Iscsetting (A)
Panel 1: 1000 6.09
Normal (tanpa shading)
Panel 2: 1000 6.09
Panel 1: 900 5.481
Partial shading 1
Panel 2: 700 4.263
Panel 1: 1000 6.09
Partial shading 2
Panel 2: 500 3.045
Panel 1: 800 4.872
Partial shading 3
Panel 2: 300 1.827

Tabel 4.1 menunjukkan data nilai arus Iscsetting yang diatur pada DC
power supply pada masing-masing panel surya dengan nilai iradiasi yang
sudah ditentukan. Nilai arus Iscsetting telah dihitung pada perencanaan Bab
3. Pola partial shading ditentukan dengan pertimbangan nilai daya pada
GMPP yang berbeda signifikan antar pola.

Gambar 4.2. Rangkaian pengujian kurva P-V unilluminated

Setelah menentukan pola kondisi partial shading, maka bisa


dilakukan pengambilan kurva karakteristik dengan menggunakan boost
converter dimana duty cycle diatur mulai 10% sampai 90%. Nilai
kenaikan duty cycle dipilih setiap 2%. Duty cycle diatur dengan menekan
pushbutton pada board mikrokontroler. Nilai duty cycle dapat dilihat pada
layer display OLED sehingga dapat dipantau berapa persen yang diatur.
Rangkaian pengujian dapat dilihat pada gambar 4.2. Terdapat 2 buah DC
48

power supply yang sebagai pengatur nilai iradiasi panel surya. Komponen
panel surya diletakkan di bawah meja. Tegangan panel surya sebagai input
konverter diukur dengan multimeter digital merk Fluke 116 sedangkan
untuk arus panel surya diukur dengan clamp-meter yang diatur pada
selector DC. Lalu pada sisi output konverter diukur dengan juga terdapat
multimeter digital untuk mengetahui tegangan keluaran dari konverter.

220
200
180
160
140
Daya (W)

120
100
80
60
40
20
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Tegangan (V)

Non-shading Partial shading 1 Partial shading 2 Partial shading 3

Gambar 4.3. Kurva karakteristik P-V pada beberapa pola iradiasi

6
5
4
Arus (A)

3
2
1
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Tegangan (V)

Non-shading Partial shading 1 Partial shading 2 Partial shading 3

Gambar 4.4. Kurva karakteristik I-V pada beberapa pola iradiasi


49

Gambar 4.3 merupakan kurva P-V panel surya dengan beberapa


pola kondisi iradiasi yang telah ditentukan. Pola pertama (garis biru)
adalah kondisi normal atau tanpa shading yaitu panel surya mampu
menghasilkan daya maksimum 200 Watt. Sedangkan terdapat 3 pola
partial shading terdapat 2 puncak yaitu puncak lokal (LMPP) dan puncak
global (GMPP). Pada tabel 4.2 merupakan nilai daya maksimum yang
dihasilkan pada masing-masing pola iradiasi. Terdapat nilai daya pada
puncak global dan daya pada puncak lokal yang berbeda-beda pada tiap
pola partial shading. Puncak GMPP adalah daya maksimum yang paling
tinggi pada saat panel surya terkenal partial shading. Puncak LMPP
adalah daya maksimum yang lebih rendah dari daya maksimum pada
GMPP.Dapat dilihat pada gambar 4.3 garis merah menunjukkan daya
maksimum pada GMPP terukur pada 151.6 Watt sedangkan daya
maksimum pada LMPP terukur sebesar 89.6 Watt. Begitu juga dengan
garis hijau dan ungu yang menunjukkan pola partial shading 2 dan pola
partial shading 3. Pada Gambar 4.4 merupakan kurva karakteristik I-V
dengan beberapa kondisi partial shading. Dapat dilihat bahwa nilai arus
short-circuit Isc berbeda secara signifikan antar pola partial shading. Hal
ini dikarenakan nilai iradiasi mempengaruhi besarnya arus yang
dihasilkan panel surya.

Tabel 4.2. Nilai daya GMPP dan LMPP pada keempat pola iradiasi
Pola iradiasi Daya GMPP (Watt) Daya LMPP (Watt)
Non shading 200.3 -
Pola partial shading 1 151.6 89.6
Pola partial shading 2 108.5 98.2
Pola partial shading 3 79.7 67.1

4.1.2. Pengujian PWM Driver MOSFET


Pengujian sinyal PWM pada proyek akhir ini bertujuan untuk
mengetahui apakah sinyal yang akan digunakan sebagai input rangkaian
driver MOSFET untuk meregulasi pensaklaran pada konverter dapat
menghasilkan frekuensi yang sesuai. Nilai frekuesi switching yang
digunakan pada proyek akhir ini adalah 70kHz. Pengujian sinyal PWM
dilakukan menggunakan osiloskop Agilent. Probe osiloskop diletakkan
pada kaki gate-source pada MOSFET karena pada kaki tersebut terhubung
dengan driver MOSFET. Untuk melihat nilai tegangan driver MOSFET
maka dilakukan pengukuran pada osiloskoop dan juga voltmeter untuk
melihat kecocokan nilai tegangan driver MOSFET tersebut. Gambar
sinyal PWM diambil 3 sampel data yaitu duty cycle 30%, 50% dan 70%.
50

Gambar 4.5. Rangkaian pengujian PWM driver

Gambar 4.5 merupakan rangkaian pengujian PWM driver.


Peralatan yang digunakan adalah 1 DC supply untuk catu daya dari
mikrokontroler, 1 osiloskop untuk mengamati bentuk gelombang PWM
dari kaki gate-source pada MOSFET dan 1 voltmeter untuk mengukur
nilai tegangan gate-source tersebut untuk dibandingkan dengan nilai
tegangan Avg yang ada pada layar osiloskop.

Gambar 4.6. Gelombang PWM duty 30%


51

Gambar 4.6 menujukkan hasil pengujian PWM dengan duty cycle


30%. Frekuensi yang diukur menunjukkan 69,9 kHZ dan tegangan Vgs
yang terukur adalah 3,656. Data ini sudah sesuai karena tegangan Vcc
pada driver adalah 12 Volt sehingga ketika diatur duty cycle 30% maka
tegangan dihitung secara teori adalah 30% x 12 V = 3,6 Volt dan ketika
diukur dengan voltmeter tegangannya adalah 3,58 Volt

Gambar 4.7. Gelombang PWM duty 50%

Gambar 4.7 menujukkan hasil pengujian PWM dengan duty cycle


50%. Frekuensi yang diukur menunjukkan 69,9 kHZ dan tegangan Vgs
yang terukur adalah 6,012. Data ini sudah sesuai karena tegangan Vcc
pada driver adalah 12 Volt sehingga ketika diatur duty cycle 50% maka
tegangan dihitung secara teori adalah 50% x 12 V = 6 Volt dan ketika
diukur dengan voltmeter teganganya adalah 5,9 Volt
Gambar 4.8 menujukkan hasil pengujian PWM dengan duty cycle
70%. Frekuensi yang diukur menunjukkan 70,2 kHZ dan tegangan Vgs
yang terukur adalah 8,374. Data ini sudah sesuai karena tegangan Vcc
pada driver adalah 12 Volt sehingga ketika diatur duty cycle 70% maka
tegangan dihitung secara teori adalah 50% x 12 V = 8,4 Volt dan ketika
diukur dengan voltmeter teganganya adalah 8,35 Volt
Dari hasil pengujian PWM dengan tiga setting duty cycle yaitu
30%, 50% dan 70% didapatkan nilai duty cycle yang terbaca sudah sangat
mendekati nilai perencanaan. Sehingga sinyal PWM ini layak digunakan
untuk mengatur pensaklaran pada DC-DC boost converter yang akan
digunakan nantinya.
52

Gambar 4.8. Gelombang PWM duty 70%

4.1.3. Pengujian DC-DC Boost Converter


Pengujian DC-DC boost converter digunakan untuk mendapatkan
data apakah konverter yang sudah dibuah sesuai dengan perencanaan atau
belum. Selain itu pengujian boost converter ini juga bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan dari konverter ini dalam fungsinya
sebagai penaik tegangan dari panel surya untuk mensuplai beban.
Pengujian konverter ini dibagi menjadi 2 pengujian yaitu pengujian
fungsional dan pengujian beban full load. Pengujian fungsional untuk
melihat performa konverter sebagai penaik tegangan sedangkan pengujian
full load untuk melihat kemampuan konverter ketika dipasang beban
penuh. Pengujian dilakukan di laboratorium renewable energy
pascasarjana lantai 1.

4.1.3.1 Pengujian Fungsional Boost Converter


Pengujian ini dilakukan untuk mengamati fungsi Boost Converter
sebagai konverter penaik tegangan. Pengujian dilakukan mulai dari duty
cycle 50% hingga 85%. Beban yang digunakan pada pengujian ini adalah
lampu pijar 220V/100W. Pengujian dilakukan dengan beberapa variasi
tegangan input yaitu 10 V, 20 V dan 30 V.

Tabel 4.3. Hasil pengujian fungsional boost converter


Vo Vo Arus Arus Error
Duty Vin Efisiensi
teori ukur Input Output Vo
Cycle (V) (%)
(V) (V) (A) (A) (%)
0.5 10 20 20.35 0.68 0.328 1.75 98.16
53
Lanjutan Tabel 4.3 Hasil pengujian fungsional boost converter
20 40 41.9 0.88 0.411 4.75 97.85
30 60 63.08 1.08 0.482 5.13 93.84
10 25 25.56 0.92 0.347 2.24 96.41
0.6 20 50 52.38 1.2 0.447 4.76 97.56
30 75 78.8 1.44 0.531 5.07 96.86
10 33.33 33.92 1.35 0.379 1.76 95.23
0.7 20 66.67 69.3 1.82 0.503 3.95 95.76
30 100 104 2.21 0.602 4 94.43
10 50 49.68 2.39 0.441 0.64 91.67
0.8 20 100 101.7 3.35 0.598 1.7 90.77
30 150 153.8 4.14 0.728 2.53 90.15
10 66.67 64.11 3.62 0.485 3.835 85.89
0.85 20 133.33 132.2 5.19 0.675 0.85 85.97
25 166.67 166.5 5.88 0.746 0.1 84.50
Rata-rata Error Vo dan Efisiensi 2.87% 93%

Gambar 4.9. Rangkaian pengujian fungsional Boost Converter


54

Dari data pada Tabel 4.3 dapat diamati pengujian dimulai dari duty
cycle 50% sampai 85% untuk melihat sejauh mana konverter mampu
menaikkan tegangan. Pada kolom error Vo menunjukkan boost converter
bisa menaikkan tegangan sesuai dengan tegangan output teori meskipun
ada sedikit error. Efisiensi konverter juga bisa dikatakan bagus dimana
efisiensi paling tinggi adalah 98,16% dan efisiensi terendah adalah 84,5%.
Rata-rata error tegangan output adalah 2,87% dan rata-rata nilai efisiensi
konverter adalah 93%. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa boost
converter yang telah dirancang telah bekerja cukup baik dengan duty cycle
tinggi sehingga bisa digunakan untuk pengujian integrasi nantinya.
Rangkaian pengujian fungsional boost converter dapat dilihat pada
Gambar 4.9 di atas.

4.1.3.2 Pengujian Full Load pada Boost Converter


Berdasarkan perancangan boost converter pada bab 3, tegangan
input minimum yang dihubungkan ke konverter adalah 30 Volt yang akan
dinaikkan tegangannya ke 60 Volt untuk mensuplai beban lampu halogen
dengan spesifikasi 12V/20W yang dirangkai dengan konfigurasi 5 seri
lalu diparalel 5 lagi sehingga tegangan output yang disupply adalah 60
volt dengan daya beban total 200 Watt. Diambil 2 sampel tegangan input
yaitu 25 volt dan 30 volt untuk melihat kemampuan konverter saat
beroperasi pada beban penuh.

Tabel 4.4. Hasil Pengujian Full Load pada boost converter


Arus Arus Input Output
Vin Vout Efisiensi
Input Out Power Power
(V) (V) (%)
(A) (A) (W) (W)
25 61,12 9,69 3,14 242,25 191,9 79,22
30 60,11 7,47 3,15 224,1 189,3 84,49

Berdasarkan data hasil pengujian yang tertera pada tabel 4.6


menunjukkan bahwa boost converter yang telah dibuat sudah dapat
bekerja cukup baik namun terdapat drop daya pada sisi output yaitu 191,9
Watt dan 189,3 Watt. Efisiensi yang terukur cukup baik dimana efisiensi
tertinggi adalah 84,49% sedangkan efisiensi terkecil adalah 79,22%.
Rangkaian pengujian ini dapat dilihat pada gambar 4.10. Terdapat 1 DC
power supply sebagai input boost converter dan supply mikrokontroler, 1
DC clamp-meter untuk mengukur nilai arus input dan arus output, 2
voltmeter untuk mengukur tegangan input dan tegangan output serta
beban lampu halogen dengan daya total sebesar 200 Watt.
55

Gambar 4.10. Rangkaian pengujian full load pada Boost Converter

4.1.4. Pengujian Sensor Tegangan


Pengujian sensor tegangan dilakukan dengan cara memberi
tegangan input pada sisi input sensor kemudian nilai tegangan output
sensor didapat dari rangkaian pembagi tegangan seperti pada Bab 3. ADC
dari mikrokontroler menggunakan 12-bit sehingga nilai ADC maksimal
adalah 4095. Sensor tegangan input didesain dengan nilai output
maksimum 3 Volt yang mewakili tegangan 50 Volt di sisi input sensor.
Dipilih 3 Volt karena batas tegangan input pada pin mikrokontroler adalah
3,2 Volt. Kemudian diambil 11 data tegangan input yaitu mulai 0 Volt –
50 Volt dengan kenaikan 5 Volt. Kemudian nilai ADC ditampilkan pada
OLED untuk grafik persamaan linier sensor tegangan input.

Tabel 4.5. Data sensor tegangan input


Tegangan Input Vin Pengukuran Vin LCD Error
Nilai ADC
(V) (V) (V) (%)
0 0 0 0 0
5 316 4.98 4.83 3.012
10 701 10.01 9.83 1.798
15 1091 14.98 14.9 0.534
20 1480 19.94 19.9 0.200
25 1866 24.97 24.9 0.280
30 2252 29.99 30 0.033
56
Lanjutan Tabel 4.5 Data sensor tegangan input
Tegangan Input Vin Pengukuran Vin LCD Error
Nilai ADC
(V) (V) (V) (%)
35 2643 34.96 35 0.114
40 3034 39.98 40.1 0.300
45 3426 44.95 45.1 0.333
50 3808 49.91 50.2 0.581

Pada tabel 4.5 merupakan data kalibrasi sensor tegangan input serta
nilai ADC. Nilai tegangan yang dikalibrasi sama dengan sesuai desain
awal yaitu tegangan maksimal 50 volt diwakilkan tegangan 3 volt sebagai
input ADC mikrokontroler untuk sensor tegangan input. Kolom nilai ADC
didapat dari nilai ADC yang ditampilkan di OLED. Untuk memvalidasi
nilai ADC yang muncul dari OLED maka dapat dihitung secara teori
menggunakan persamaan 4.1
VinADC
Nilai ADCteori = 2n-1× ………………………………..………(4.1)
VrefADC

Keterangan persamaan 4.1:


Nilai ADCteori = Nilai data digital dalam bentuk desimal
VrefADC = Tegangan referensi ADC (volt)
VinADC = Tegangan yang didapat dari keluaran sensor (volt)
*hasil dari rangkaian voltage divider
n = nilai bit dari mikrokontroler

Contoh perhitungan dari persamaan 4.1 adalah untuk nilai


tegangan input 45 volt (pada Tabel 4.5), setelah dimasukkan ke rangkaian
voltage divider akan menghasilkan tegangan bernilai 2,81 volt yang
merupakan VinADC. Untuk VrefADC adalah 3,3 volt serta nilai bit dari
mikrokontroler ARM STM32F1 adalah 12 bit. Maka nilai ADC secara
teori dapat dihitung berikut:
2,81
Nilai ADCteori = 4095× = 3486.95 = 3487 (pembulatan)
3,3

Selanjutnya dihitung persen error antara nilai ADCteori dengan nilai


ADC yang ada pada OLED, dengan rumus ditunjukkan pada Persamaan
4.2. berikut:
|ADCteori - ADCOLED |
Error VADC = × 100%............................................(4.2)
ADCOLED
|3487-3426|
Error VADC = × 100% = 1,78%
3426
57

Vin pengukuran didapat dari mengukur tegangan input dengan


voltmeter digital. Vin LCD merupakan nilai tegangan yang dihasilkan dari
konversi nilai ADC ke nilai tegangan secara digital dan ditampilkan di
OLED dengan satuan volt. Untuk melihat keakuratan sensor maka
dihitung perbedaan pada kolom error yaitu prosentase perbedaan nilai
tegangan saat diukur dan nilai tegangan yang ditampilkan OLED.
Gambar 4.11 menunjukkan grafik persamaan linier antara
tegangan input sensor pada sisi input konverter terhadap nilai ADC.
Grafik ini dibuat menggunakan software Excel dengan menampilkan
persamaan liniearitas yaitu y=0.013x + 0.6674, dimana y adalah nilai
tegangan input dan x adalah nilai ADC. Persamaan linearitas ini
dimasukkan ke program sensor pada mikrokontroler untuk mendapatkan
nilai tegangan ketika mengukur tegangan secara real. Dari grafik di bawah
dapat dikatakan sensor tegangan input bekerja dengan baik dengan
ditunjukkan semakin besar tegangan yang diukur maka nilai ADC juga
bertambah. Selain itu nilai regresi linier adalah 0,9998 yang mendekati 1.
Rata-rata nilai error antara alat ukur dengan tampilan pada LCD adalah
0,718%.
60
y = 0.013x + 0.6674
50
Tegangan Input (V)

R² = 0.9998
40

30

20

10

0
0 1000 2000 3000 4000
Nilai ADC

Gambar 4.11. Grafik liniearitas sensor tegangan input

Sensor tegangan output didesain dengan nilai output maksimum 3


Volt yang mewakili tegangan 130 Volt di sisi input sensor. Kemudian
diambil 45 data tegangan output yaitu mulai 0 Volt – 130 Volt dengan
kenaikan 3 Volt. Kemudian data nilai ADC dari mikrokontroler
ditampilkan pada OLED untuk membuat grafik persamaan linier sensor
tegangan input.
58
Tabel 4.6. Data sensor tegangan output
Tegangan Vout Vout Erro
Nilai
Output Pengukuran LCD r
ADC
(V) (V) (V) (%)
0 0 0 0 0
3 17 3.017 3.5 16
6 105 6.009 6.4 6.506
9 191 9 9.4 4.444
12 278 11.99 12.3 2.585
15 365 14.98 15.2 1.468
18 451 18.04 18.2 0.888
21 538 21.03 21.1 0.332
24 624 23.96 23.9 0.25
27 710 27.01 26.9 0.407
30 797 30.01 29.9 0.366
33 883 33 32.8 0.606
36 970 35.99 35.7 0.805
39 1057 38.98 38.7 0.718
42 1145 41.97 41.6 0.881
45 1233 45.03 44.6 0.954
48 1320 48.02 47.5 1.082
51 1408 50.95 50.4 1.07
54 1493 54 53.5 0.925
57 1581 56.93 56.4 0.93
60 1670 59.98 59.4 0.966
63 1758 62.98 62.4 0.92
66 1847 65.97 65.4 0.864
69 1935 69 68.3 1.014
72 2024 72 71.4 0.833
75 2113 75 74.4 0.8
78 2202 78 77.4 0.769
59
Lanjutan Tabel 4.6 Data sensor tegangan output
Tegangan Vout Vout Erro
Nilai
Output Pengukuran LCD r
ADC
(V) (V) (V) (%)
81 2290 80.9 80.3 0.741
84 2379 84 83.4 0.714
87 2470 87 86.4 0.689
90 2582 90 89.5 0.555
93 2652 92.9 92.5 0.43
96 2742 96 95.6 0.416
99 2834 98.9 98.6 0.303
102 2922 102 101.7 0.294
105 3016 104.9 104.8 0.095
108 3108 108 107.9 0.092
111 3199 110.9 111 0.09
114 3290 113.9 114.1 0.175
117 3385 116.9 117.2 0.256
120 3476 119.9 120.3 0.333
123 3568 122.9 123.5 0.488
126 3660 126 126.7 0.555
129 3756 128.9 129.9 0.775
130 3788 129.9 131 0.846

Pada Tabel 4.5 merupakan data kalibrasi sensor tegangan output


serta data ADC. Nilai tegangan yang dikalibrasi sama dengan sesuai
desain awal yaitu tegangan maksimal 130 Volt diwakilkan tegangan 3
Volt sebagai input ADC mikrokontroler untuk sensor tegangan output.
Kolom nilai ADC didapat dari nilai ADC yang ditampilkan di OLED.
Vout pengukuran didapat dari mengukur tegangan output dengan
voltmeter digital. Vout LCD merupakan nilai tegangan yang dihasilkan
dari konversi nilai ADC ke nilai tegangan secara digital dan ditampilkan
di OLED dengan satuan volt. Untuk melihat keakuratan sensor maka
dihitung perbedaan pada kolom error yaitu prosentase perbedaan nilai
tegangan saat diukur dan nilai tegangan yang ditampilkan OLED.
60

140 y = 0.0338x + 2.9115


Tegangan Output (V)
120 R² = 0.9997

100
80
60
40
20
0
0 1000 2000 3000 4000
Nilai ADC

Gambar 4.12. Grafik liniearitas sensor tegangan output

Gambar 4.12 menunjukkan grafik persamaan linier antar tegangan


input sensor pada sisi output konverter terhadap nilai ADC. Dari grafik di
atas dapat dikatakan sensor tegangan output bekerja dengan baik dengan
ditunjukkan semakin besar tegangan yang diukur maka nilai ADC juga
bertambah. Selain itu nilai regresi linier adalah 0,9997 yang mendekati 1.
Rata-rata nilai error antara alat ukur dengan tampilan pada LCD adalah
1,256%.

4.1.5. Pengujian Sensor Arus ACS712


Pada proyek akhir ini, sensor arus yang digunakan adalah ACS712
berjumlah 2 buah. Sensor arus yang pertama diletakkan pada sisi input
konverter atau output solar panel dan sensor arus yang kedua diletakkan
pada sisi output konverter untuk memonitoring arus yang mengalir ke
beban lampu halogen. Sensor pada sisi input digunakan sebagai masukan
untuk kontrol MPPT karena dibutuhkan data berupa daya input sehingga
tegangan input dan arus input sangat penting untuk diambil datanya.
Sensor arus pada sisi output tidak digunakan sebagai feedback melainkan
hanya fungsi monitoring daya output saja. Sensor arus yang digunakan
adalah sensor arus ACS712 - 20A. Tegangan supply yang digunakan
adalah 5 V yang berasal dari mikrokontroler dan juga DC-DC 5 Volt.
Pada Tabel 4.7 merupakan data sensor arus input dimana nilai arus
yang digunakan pada desain adalah 6 A sehingga diambil 13 data mulai
dari 0 A hingga 6 A dengan kenaikan 0,5 A. Lalu ditarik grafik persamaan
linier yaitu antara kenaikan arus input dan kenaikan nilai ADC yang
ditampilkan pada OLED. Pada gambar 4.12 merupakan grafik linearitas
61

sensor arus input yang bisa dikatakan cukup baik karena nilai regresi linier
adalah 0,9998 yang mendekati 1. Adapun untuk error rata-rata pembacaan
antara alat ukur dengan tampilan LCD adalah 2,06%

Tabel 4.7. Data sensor arus input


Arus Arus Input Arus Input
Nilai Error
Input Ukur pada LCD
ADC (%)
(A) (A) (A)
0 1956 0 0 0
0.5 1997 0.5 0.497 0.6
1 2039 1 1.001 0.1
1.5 2082 1.5 1.52 1.333
2 2125 2.01 2.03 0.995
2.5 2164 2.49 2.51 0.803
3 2205 3.01 3.03 0.664
3.5 2245 3.49 3.5 0.286
4 2284 4.07 3.9 4.176
4.5 2329 4.5 4.3 4.444
5 2366 5.02 4.8 4.382
5.5 2407 5.51 5.3 3.811
6 2453 5.99 5.8 3.171

7
6 y = 0.0124x - 24.357
R² = 0.9999
5
Arus Input (A)

4
3
2
1
0
1900 2000 2100 2200 2300 2400 2500
Nilai ADC
Gambar 4.13. Grafik Liniearitas sensor arus input
62
Tabel 4.8. Data sensor arus output
Arus Arus Output Arus Output
Nilai Error
Output Ukur pada LCD
ADC (%)
(A) (A) (A)
0 3047 0 0 0
0.5 3109 0.5 0.45 10
1 3173 1 0.92 8
1.5 3238 1.5 1.45 3.333
2 3304 2 1.95 2.5
2.5 3365 2.5 2.45 2
3 3429 3 2.93 2.333

Pada Tabel 4.8 merupakan data sensor arus output dimana nilai
arus yang digunakan pada desain adalah 3 A sehingga diambil 7 data
mulai dari 0 A hingga 3 A dengan kenaikan 0,5 A. Lalu ditarik grafik
persamaan linier yaitu antara kenaikan arus input dan kenaikan nilai ADC
yang ditampilkan pada OLED. Pada Gambar 4.13 merupakan grafik
linearitas sensor arus output yang bisa dikatakan cukup baik karena nilai
regresi linier adalah 0,9998 yang mendekati 1. Adapun untuk error rata-
rata pembacaan antara alat ukur dengan tampilan OLED adalah 4,01%.
Error ini cukup besar dikarenakan jalur sensor kurang baik karena
menggunakan jalur kabel serabut sehingga terdapat beberapa deviasi nilai
tegangan output saat dibandingkan antara alat ukur dan tampilan OLED.
3.5
3 y = 0.0078x - 23.836
R² = 0.9999
Arus Output (A)

2.5
2
1.5
1
0.5
0
3000 3100 3200 3300 3400 3500
Nilai ADC

Gambar 4.14. Grafik liniearitas sensor arus output


63

4.2. Pengujian Integrasi (berbasis simulasi)


Pada pengujian integrasi dari sistem tugas akhir ini dilakukan
berbasis simulasi dikarenakan tugas akhir dikerjakan pada saat di tengah
wabah pandemi COVID-19 sehingga penulis memiliki kendala tidak bisa
mengambil data MPPT secara implementasi alat di laboratorium kampus.
Simulasi integrasi dilakukan menggunakan software PSIM. Program
MPPT menggunakan c-block yang berfungsi melakukan komputasi
algoritma hingga dihasilkan referensi duty cycle yang dikirim ke boost
converter.
Pengujian integrasi ini bertujuan untuk melihat performa MPPT
menggunakan algoritma Differential Evolution (DE) untuk mencari daya
maksimum pada array panel surya yang terkenai dampak partial shading.
Nilai spesifikasi komponen pada simulasi disamakan dengan komponen
hardware yang telah didesain baik dari sisi panel surya, sensor tegangan,
sensor arus, boost converter dan resistansi beban. Untuk pengujian
integrasi MPPT ini dibagi menjadi beberapa bagian sesuai perencanaan
software yaitu:
1. Pengujian MPPT DE pada kondisi non-shading
2. Pengujian MPPT DE pada kondisi partial shading konstan
3. Pengujian MPPT DE pada kondisi partial shading fluktuatif
4. Perbandingan metode MPPT DE dengan MPPT PSO

Gambar 4.15. Rangkaian simulasi integrasi MPPT DE pada PSIM

Gambar 4.15 merupakan rangkaian simulasi integrasi MPPT DE


yang dilakukan dengan software PSIM. Dapat dilihat pada sisi input panel
surya terdapat kotak yang merupakan pemodelan nilai iradiasi konstan
dan sebuah sumber piecewise linear sebagai pemodelan nilai iradiasi yang
fluktuatif. Nilai iradiasi ini akan diatur nilainya sesuai dengan
perencanaan simulasi yaitu terdapat partial shading konstan dan partial
shading fluktuatif.
64

4.2.1 Pengujian MPPT DE pada kondisi normal (non-shading)


Pada tahap pengujian ini melihat bagaimana respon MPPT DE
pada saat array panel surya pada kondisi normal atau dikatakan tidak ada
bayangan/shading. Hal ini ditunjukkan bentuk kurva P-V pada panel surya
hanya ada 1 puncak yaitu daya maksimum 200.4 Watt pada gambar 4.16.
Kurva P-V
250
[Voltage, Power] [35.2532 , 200.449]
200
Power (W)

150
100
50
0
0 10 20 30 40 50
Voltage (V)
Gambar 4.16. Simulasi kurva P-V kondisi normal/non-shading
Pmpp_DE Pmax
200
[0.222132 , 200.007]
150
Power (W)

[Waktu, Daya]
100

50

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Time (s)
Gambar 4.17. Grafik MPPT DE untuk daya panel surya kondisi normal

Gambar 4.17 menunjukkan respon MPPT DE yaitu daya keluaran


panel surya atau sebagai daya input boost converter. Nilai yang diamati
pada tanda kurung adalah [time, input power] yang menunjukkan proses
tracking MPPT dalam waktu 1 detik. Dapat dilihat bahwa MPPT
menemukan daya maksimum panel surya pada kondisi non-shading yaitu
200 Watt dengan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konvergen
adalah 0,222 detik.
65

dutycycle_DE
1
[Waktu, Duty]
0.8
Duty cycle

0.6
[0.222133 , 0.414002]
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Time (s)
Gambar 4.18. Duty cycle MPPT DE pada panel surya kondisi normal
Poutput
200
[0.22133 , 199.135]
150
Power (W)

[Waktu, Daya]
100

50

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Time (s)
Gambar 4.19. Grafik daya output pada boost converter

Pada Gambar 4.18 menunjukkan perubahan nilai respon duty cycle


pada saat proses tracking MPPT DE dimana nilai duty cycle menyebar
nilai di awal yaitu 0,05; 0,2; 0,5; 0,7 dan 0,9. Lalu algoritma DE
melakukan proses komputasi untuk mencari duty cycle terbaik dimana
pada duty cycle tersebut terdapat nilai daya maksimum panel surya. Dapat
dilihat bahwa algoritma berhenti melakukan proses tracking dan duty
cycle berhenti berubah pada nilai 0,414 atau dalam prosentase yaitu 41,4
%. Nilai duty cycle ini dikunci agar tidak ada perubahan nilai daya
maksimum sehingga daya panel surya bisa dijaga stabil pada nilai 200
Watt dan menghindari osilasi. Pada Gambar 4.19 merupakan nilai daya
output dari boost converter yang didapat dari sensor tegangan dan sensor
arus output.
66

4.2.2 Pengujian MPPT DE pada kondisi partial shading konstan


Pada tahap pengujian ini melihat bagaimana respon MPPT DE
pada saat array panel surya pada kondisi partial shading atau terdapat
bayangan yang menghalangi permukaan panel surya dari iradiasi
matahari. Pada panel surya 1 diberi iradiasi 1000 W/m2 dan panel surya 2
diberi iradiasi sebesar 300 W/m2. Dilakukan simulasi kurva karakteristik
P-V untuk melihat nilai daya GMPP dan LMPP.

Kurva P-V
120 [Voltage, Power]
[17.6119 , 100.058]
100
Power (W)

80 (GMPP) [38.6299 , 67.8508]


60
40 (LMPP)
20
0
0 10 20 30 40 50
Voltage (V)
Gambar 4.20. Simulasi kurva P-V kondisi partial shading konstan

Pmpp_DE Pmax

100
[0.240007 , 100.058]
80
Power (W)

60 [Waktu, Daya]

40
20
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Time (s)
Gambar 4.21. Grafik MPPT DE daya panel surya partial shading konstan

Gambar 4.19 menunjukkan kurva karakteristik P-V pada kondisi


partial shading ditunjukkan dengan adanya 2 puncak kurva yatu GMPP
dan LMPP. Nilai daya paling tinggi pada puncak GMPP yaitu sebesar
100,05 Watt sedangkan nilai daya yang lebih rendah yaitu pada puncak
LMPP sebesar 67,8 Watt.
67

dutycycle_DE
1
[Waktu, Duty]
0.8
Duty cycle

0.6 [0.240009 , 0.584254]

0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Time (s)
Gambar 4.22. Duty cycle MPPT DE panel surya kondisi partial shading konstan

Kemudian pada Gambar 4.21 menunjukkan respon MPPT DE


dalam mencari daya maksimum yaitu pada puncak GMPP. Dapat dilihat
bahwa MPPT DE mampu menemukan daya maksimum yaitu 100,058
Watt dengan waktu tracking 0,24 detik. Data tersebut menunjukkan
MPPT DE tidak terjebak pada puncak LMPP sehingga bisa sistem panel
surya meningkatkan nilai daya input yang diserap oleh beban. Setelah
menemukan daya maksimum MPPT berada pada tahap konvergen dan
mengunci nilai duty cycle. Respon duty cycle dapat dilihat pada Gambar
4.22. Dapat dilihat bahwa pada awal proses tracking, duty cycle disebar
dari nilai 0,05; 0,2; 0,5; 0,7 dan 0,9. Kemudian algoritma MPPT DE mulai
bekerja mulai dari tahap mutation, crossover hingga selection dan
ditemukan nilai duty cycle terbaik atau solusi terbaik dan MPPT mencapai
konvergensi pada duty cycle 0,584 atau 58,4 %.
Untuk menguji ketahanan MPPT DE pada kondisi partial shading
maka diuji lagi pada beberapa iradiasi yang berbeda dengan nilai yang
konstan. Selain itu juga diamati beberapa aspek penting pada pengujian
ini seperti nilai akurasi hasil tracking MPPT dan waktu tracking. Akurasi
tracking didapat dari selisih antara daya MPP target yang dengan daya
MPP tracking; dimana daya MPP target merupakan nilai daya maksimum
pada puncak GMPP yang didapatkan dari kurva karakteristik P-V
sedangkan daya MPP tracking adalah nilai daya maksimum yang
dihasilkan oleh MPPT DE pada proses tracking.
68
Tabel 4.9. Tabel hasil MPPT DE pada variasi partial shading konstan
Iradiasi matahari Daya Daya Mpp Akurasi Waktu
W/m2 GMPP Tracking Tracking tracking
(Watt) (Watt) (%) (detik)
PV 1 PV 2
950 650 141.5 140.9 99.6 0.2
800 300 80.7 78 96.7 0.13
700 600 127.2 127.2 100.0 0.19
900 400 90.4 90.4 100.0 0.18
1000 850 179.3 178.6 99.6 0.22
500 200 50.6 50.6 100.0 0.2
350 750 77.8 75 96.4 0.19
250 650 65.8 64.3 97.7 0.25
550 1000 121.8 118.3 97.1 0.23
Rata-rata akurasi tracking & waktu tracking >> 98.6 0.19

Pada Tabel 4.9 menunjukkan data hasil tracking MPPT DE pada 9


variasi kondisi partial shading. Dari 9 pengujian yang dilakukan,
didapatkan akurasi tracking MPPT secara rata-rata dengan nilai 98,6 %.
Terdapat beberapa hasil pengujian yang masih ada selisih dengan daya
Mpp target seperti iradiasi 800 W/m2 dan 800 W/m2, 350 W/m2 dan 750
W/m2. Sedangkan waktu tracking rata-rata dari 9 pengujian yang
dilakukan adalah 0,19 detik. Hal ini menunjukkan MPPT DE mampu
menemukan daya maksimum pada kondisi partial shading cukup cepat
yaitu di bawah 0,5 detik.

4.2.3 Pengujian MPPT DE pada kondisi partial shading fluktuatif


Pada kondisi di lapangan, nilai iradiasi terkadang tidak tetap atau
memiliki nilai yang fluktuatif. Begitu juga pada kondisi partial shading
dimana objek yang menghalangi permukaan panel surya tidak selalu tetap
sehingga diperlukan kontrol MPPT yang mampu merespon perubahan
nilai daya maksimum pada panel surya agar sistem bisa mendapat daya
yang relatif stabil. Pada simulasi tahap ini dilakukan pengujian MPPT DE
pada kondisi partial shading dengan nilai fluktuatif selama 5 detik dimana
setiap 1 detik nilai iradiasi pada kedua panel surya dirubah.
69

Gambar 4.23 menunjukkan perubahan nilai iradiasi matahari pada


kedua panel surya yang terjadi pada periode 4 detik. Pada 1 detik pertama
nilai iradiasi pada panel surya 1 adalah 1000 W/m2 dan pada panel surya
2 adalah 300 W/m2. Pada detik ke-2 nilai iradiasi pada panel surya 1
adalah 700 W/m2 dan pada panel surya 2 adalah 400 W/m2. Pada detik ke-
3 nilai iradiasi pada panel surya 1 adalah 700 W/m2 dan pada panel surya
2 adalah 1000 W/m2. Pada detik ke-4 nilai iradiasi pada panel surya 1
adalah 900 W/m2 dan pada panel surya 2 adalah 600 W/m2. Pada detik ke-
4 nilai iradiasi pada panel surya 1 adalah 900 W/m2 dan pada panel surya
2 adalah 600 W/m2. Dari kelima jenis iradiasi di atas maka terdapat 5 pola
partial shading seperti pada Tabel 4.10. Untuk melihat berapa nilai daya
pada puncak GMPP dan puncak LMPP maka dilakukan simulasi kurva
karakteristik pada setiap pola partial shading tersebut.
Iradiasi_panel_1 Iradiasi_panel_2
1000
900
Irradiance (W/m2)

800
700
600
500
400
300
200
0 1 2 3 4 5
Time (s)

Gambar 4.23. Perubahan nilai iradiasi partial shading selama 5 detik

Tabel 4.10. Tabel pola partial shading selama 5 detik


Iradiasi matahari (W/m2)
Panel surya
Pola 1 Pola 2 Pola 3 Pola 4 Pola 5
1 1000 700 700 900 550
2 300 400 1000 600 1000
Detik (s) 1 2 3 4 5
70

Kurva P-V
120
[17.6143 , 100.085] [Voltage, Power]
100
Power (W)

80 (GMPP) [38.4181 , 67.9265]


60
(LMPP)
40
20
0
0 10 20 30 40 50
Voltage (V)
Gambar 4.24. Simulasi kurva P-V pola partial shading 1

Kurva P-V
100 [Voltage, Power] [37.3325 , 88.2101]
80 [17.8672 , 70.8045]
Power (W)

(GMPP)
60
(LMPP)
40
20
0
0 10 20 30 40 50
Voltage (V)
Gambar 4.25. Simulasi kurva P-V pola partial shading 2

Kurva P-V
200
[Voltage, Power] [36.9856 , 151.993]
Power (W)

150
[17.5847 , 100.041] (GMPP)
100
(LMPP)
50
0
0 10 20 30 40 50
Voltage (V)
Gambar 4.26. Simulasi kurva P-V pola partial shading 3
71

Kurva P-V
150
[Voltage, Power] [37.1006 , 131.091]

100 (GMPP)
Power (W)

[17.5117 , 90.4095]
(LMPP)
50

0
0 10 20 30 40 50
Voltage (V)
Gambar 4.27. Simulasi kurva P-V pola partial shading 4

Kurva P-V
[Voltage, Power]
150 [37.6026 , 121.893]
Power (W)

[17.6554 , 100.027] (GMPP)


100
(LMPP)
50

0
0 10 20 30 40 50
Voltage (V)
Gambar 4.28. Simulasi kurva P-V pola partial shading 5

Gambar 4.24 sampai 4.28 merupakan kurva karakteristik P-V


panel surya yang terkena partial shading fluktuatif selama 5 detik. Dapat
dilihat bahwa terdapat variasi nilai GMPP dan LMPP pada masing-masing
pola shading. Nilai daya pada puncak GMPP inilah yang merupakan daya
maksimum yang dapat diserap oleh beban ketika panel surya berada pada
kondisi partial shading. Oleh karena itu MPPT berfungsi untuk mencari
daya puncak GMPP agar sistem tidak mendapat daya yang lebih rendah
yaitu daya puncak LMPP.
Pada Gambar 4.29 merupakan respon MPPT DE pada proses
tracking daya maksimum selama 5 detik dalam kondisi partial shading
yang fluktuatif. Dapat dilihat bahwa MPPT DE mampu menemukan daya
maksimum di setiap kondisi partial shading dan mampu merespon
perubahan iradiasi dengan cepat.
72

Pmpp_DE GMPP
200
[Waktu, Daya]
[2.17812 , 150.771]
150 [3.22807 , 130.782]
[4.18817 , 121.619]
Power (W)

[0.24 , 100.058] [1.21606 , 87.8376]


100

50

0
0 1 2 3 4 5
Time (s)
Gambar 4.29. Grafik MPPT DE daya panel surya pada partial shading
fluktuatif selama 5 detik
dutycycle_DE

1 [4.18817 , 0.207379]
[0.24 , 0.58444] [1.21606 , 0.0785143] [2.17812 , 0.308584] [3.228 , 0.243912]

0.8
Duty cycle

0.6

0.4

0.2

0
[waktu, duty cycle]
0 1 2 3 4 5
Time (s)
Gambar 4.30. Duty cycle MPPT DE panel surya pada partial shading fluktuatif
selama 5 detik

Tabel 4.11. Tabel hasil MPPT DE pada partial shading fluktuatif 5 detik
Pola Daya Mpp Akurasi Waktu
GMPP LMPP
partial Tracking tracking tracking
(Watt) (Watt)
shading (Watt) (%) (detik)
1 100 67.9 100 100.0 0.24
2 88.2 70.8 87.8 99.5 0.216
3 151.9 100 150.7 99.2 0.178
4 131 90.4 130.7 99.8 0.228
5 121.8 100 121.6 99.8 0.188
rata-rata akurasi dan waktu tracking MPPT DE>> 99.7 0.21
73

Tabel 4.11 menunjukkan nilai daya GMPP dan daya LMPP, nilai
daya hasil tracking MPPT DE, akurasi tracking MPPT DE dan waktu
tracking untuk mencapai daya maksimum. Pada pola ke-1, dapat dilihat
nilai daya GMPP adalah 100 Watt sedangkan daya LMPP adalah 67,9
Watt. MPPT DE mampu menemukan daya paling maksimum yaitu 100
Watt dengan waktu yang dibutuhkan untuk tracking selama 0,24 detik.
Selain itu algoritma DE juga tidak terjebak di puncak LMPP yang
merupakan daya lebih rendah. Kemudian pada pola partial shading ke-2
terjadi perubahan iradiasi sehingga nilai daya GMPP turun menjadi 88,2
Watt dan daya LMPP menjadi 70,8 Watt. MPPT DE mampu melakukan
proses tracking ulang agar dapat ditemukan nilai daya maksimum yang
baru dimana hasil tracking adalah 87,8 Watt dengan waktu tracking
selama 0,216 detik setelah detik pertama. Begitu juga dengan pola partial
shading ke-3 nilai daya GMPP adalah 151,9 Watt dan daya LMPP sebesar
100 Watt. MPPT DE melakukan proses tracking ulang lagi untuk
menemukan daya maksimum yang baru yaitu sebesar 150,7 Watt dengan
waktu tracking 0,178 detik. Pada pola yang ke-4 nilai daya GMPP adalah
131 Watt dan daya LMPP sebesar 90 Watt. MPPT DE melakukan proses
tracking ulang dan bisa menemukan daya maksimum sebesar 130,7 Watt
dengan waktu tracking selama 0,228 detik. Pada pola yang ke-5 nilai daya
GMPP adalah 121,8 Watt dan daya LMPP sebesar 100 Watt. MPPT DE
melakukan proses tracking ulang dan bisa menemukan daya maksimum
sebesar 121,6 Watt dengan waktu tracking selama 0,188 detik. Rata-rata
akurasi MPPT DE ini adalah 99,7 % selama diuji pada kondisi partial
shading yang fluktuatif dengan waktu 5 detik. Rata-rata waktu tracking
yang dibutuhkan oleh MPPT DE adalah 0,21 detik pada 5 pola partial
shading tersebut. Dari tabel di atas diketahui bahwa MPPT DE cukup baik
merespon kondisi partial shading fluktuatif.

4.2.4 Perbandingan performa MPPT DE dengan MPPT PSO


Pada pengujian ini bertujuan untuk membandingkan algoritma DE
dengan algoritma PSO dalam performa MPPT untuk mengatasi kondisi
partial shading. Algoritma PSO meniru pergerakan burung atau
pergerakan ikan yang berkerumun dalam mencari makan. Beberapa
kelebihan algoritma PSO adalah struktur yang sederhana, implementasi
yang mudah. Namun terdapat 1 kelemahan PSO yaitu waktu konvergen
yang pelan sehingga mempengaruhi kecepatan tracking MPPT.
Perbandingan antara algorima DE dan algoritma PSO dilakukan
pada panel surya dengan kondisi iradiasi matahari fluktuatif selama 4
detik baik kondisi tanpa shading dan dengan shading. Kemudian dihitung
akurasi dan waktu tracking rata-rata.
74

Pmpp_DE GMPP
[0.20898 , 200.116]
200 [Waktu, Daya]
Power (W)

150 [3.2098 , 131.655]


[1.2049 , 126.759] [2.18122 , 121.294]
100

50

0
0 1 2 3 4
Time (s)
Gambar 4.31. Grafik MPPT DE daya panel surya pada iradiasi matahari
fluktuatif selama 4 detik
Pmpp_PSO GMPP
[0.382043 , 198.66]
200
[Waktu, Daya]
Power (W)

150 [1.39102 , 125.601] [3.37306 , 127.93]


[2.38367 , 121.303]

100

50

0
0 1 2 3 4
Time (s)
Gambar 4.32. Grafik MPPT PSO daya panel surya pada iradiasi matahari
fluktuatif selama 4 detik

Tabel 4.12. Tabel perbandingan MPPT DE dengan MPPT PSO


Daya Mpp Akurasi Waktu
Iradiasi Daya
Jenis Tracking tracking tracking
panel surya GMPP
iradiasi (Watt) (%) (detik)
(Watt)
PV 1 PV 2 DE PSO DE PSO DE PSO

Normal 1000 1000 200 200 198.6 100 99.3 0.208 0.382
Shading
700 600 127.2 126.7 125.6 99.6 98.7 0.204 0.391
1
Shading
950 550 121.4 121.2 121.3 99.8 99.9 0.181 0.383
2
Shading
1000 600 132 131.6 127.9 99.7 96.9 0.209 0.373
3
rata-rata akurasi tracking dan waktu tracking >> 99.8 98.7 0.2 0.382
75

Duty_Cycle_DE

1
0.8
Duty cycle

0.6
[0.208981 , 0.413387]
0.4
[1.2049 , 0.254157] [3.20989 , 0.242477]
[2.18122 , 0.203909]
0.2

0 1 2 3 4
Time (s)
Gambar 4.33. Duty cycle MPPT DE panel surya pada iradiasi matahari
fluktuatif selama 4 detik

Duty_cycle_PSO
1
0.8
Duty cycle

0.6 [0.38204 , 0.391942]


0.4 [1.39102 , 0.213394] [2.38367 , 0.205229] [3.37306 , 0.1864]
0.2
0
0 1 2 3 4
Time (s)
Gambar 4.34. Duty cycle MPPT PSO panel surya pada iradiasi matahari
fluktuatif selama 4 detik

Gambar 4.31 merupakan grafik respon MPPT DE daya panel surya


pada kondisi iradiasi matahari fluktuatif selama 4 detik. Nilai yang diamati
pada kalimat [Waktu, daya] menunjukkan waktu dimana MPPT mencapai
konvergen dan daya panel surya yang terukur. 4 kondisi iradiasi ini diatur
pada detik pertama merupakan panel surya kondisi normal/tanpa shading
lalu pada detik ke-2 hingga detik ke-4 merupakan kondisi partial shading.
Nilai iradiasi dapat dilihat pada Tabel 4.12. Pada kolom daya GMPP
merupakan daya maksimum yang bisa dihasilkan panel surya. Pada panel
surya kondisi normal daya GMPP adalah 200 Watt. Dapat dilihat pada
Gambar 4.31, MPPT DE mampu mencari daya maksimum yaitu 200 Watt
dengan 0,208 detik sedangkan pada Gambar 4.32, MPPT PSO mampu
mencari daya maksimum yaitu 198,6 Watt dengan waktu 0,382.
Kemudian pada panel surya kondisi partial shading 1 daya GMPP adalah
76

127,2 Watt. Dapat dilihat pada Gambar 4.31, MPPT DE mampu mencari
daya maksimum yaitu 126,7 Watt dengan 0,204 detik sedangkan pada
Gambar 4.32, MPPT PSO mampu mencari daya maksimum yaitu 125,6
Watt dengan waktu 0,391. Kemudian pada panel surya kondisi partial
shading 2 daya GMPP adalah 121,4 Watt. Dapat dilihat pada Gambar
4.31, MPPT DE mampu mencari daya maksimum yaitu 121,2 Watt
dengan 0,181 detik sedangkan pada Gambar 4.32, MPPT PSO mampu
mencari daya maksimum yaitu 125,3 Watt dengan waktu 0,383.
Kemudian pada panel surya kondisi partial shading 3 daya GMPP adalah
132 Watt. Dapat dilihat pada Gambar 4.31, MPPT DE mampu mencari
daya maksimum yaitu 131,6 Watt dengan 0,209 detik sedangkan pada
Gambar 4.32, MPPT PSO mampu mencari daya maksimum yaitu 127,9
Watt dengan waktu 0,373 detik. Perbandingan performa MPPT DE dan
MPPT PSO dirangkum pda Tabel 4.12 dan dihitung nilai akurasi tracking
dan waktu tracking selama 4 detik tersebut. Hasil yang didapatkan adalah
akurasi tracking MPPT DE adalah 99,8 % sedangkan akurasi tracking
MPPT PSO adalah 98,7 %. Akurasi MPPT PSO lebih rendah karena pada
kondisi partial shading ke-3, selisih antara daya GMPP dengan daya Mpp
yang didapatkan adalah 4,1 Watt. Waktu tracking MPPT PSO lebih lama
dari MPPT DE meskipun duty cycle penyebaran diatur pada nilai yang
sama yaitu 5%, 20%, 50%, 70% dan 90%. Respon duty cycle MPPT DE
dan MPPT PSO dapat dilihat pada Gambar 4.33 dan Gambar 4.34.
BAB V
PENUTUP
BAB V
PENUTUP
Pada bab V ini merupakan kesimpulan setelah melakukan
pengujian dan analisa pada proyek akhir.

5.1. Kesimpulan
Setelah melalui beberapa proses perencanaan, pembuatan, pengujian
alat dan pengambilan data yang didapat dari pengujian proyek akhir ini,
maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1. Pengujian fungsional boost converter menunjukkan performa
konverter sebagai penaik tegangan, dengan nilai error rata-rata
tegangan output 2,87% dan nilai rata-rata efisiensi konverter sebesar
93%.
2. Pengujian full load/beban penuh boost converter menunjukkan
performat konverter mampu bekerja dengan beban 200 Watt serta nilai
efisiensi konverter sebesar 79,22% dengan tegangan input 25 volt dan
84,49% dengan tegangan input 30 volt.
3. Pengujian sensor tegangan input memiliki nilai persen error sebesar
0,718%. Pengujjian sensor tegangan output memiliki nilai persen error
sebesar 1,25%. Pengujjian sensor arus input memiliki nilai persen
error sebesar 2,06%. Pengujjian sensor arus output memiliki nilai
persen error sebesar 4,01%
4. Simulasi MPPT dengan algoritma differential evolution (DE) dapat
menemukan nilai daya maksimum pada panel surya 200 Wp kondisi
normal dengan nilai daya terukur 200,1 Watt dengan waktu tracking
0,222 detik.
5. Simulasi MPPT dengan algoritma differential evolution (DE) dapat
menemukan nilai daya maksimum pada panel surya 200 Wp kondisi
partial shading konstan dimana nilai GMPP adalah 100 Watt dengan
nilai daya didapat adalah 100 Watt dengan waktu tracking 0,24 detik.
6. Simulasi MPPT dengan algoritma differential evolution (DE) diuji
pada 9 pola partial shading konstan yang berbeda dan didapatkan nilai
akurasi rata-rata tracking MPPT DE sebesar 98,6% dan nilai waktu
tracking rata-rata adalah 0,19 detik.
7. Simulasi MPPT dengan algoritma differential evolution (DE) diuji
pada kondisi partial shading yang fluktuatif cepat selama 5 detik,
mampu menemukan daya maksimum pada masing-masing pola partial
shading dengan nilai rata-rata akurasi tracking MPPT selama 5 detik
adalah 99,7% dan nilai waktu tracking rata-rata adalah 0,212 detik

77
78

8. Simulasi MPPT dengan algoritma differential evolution (DE)


dibandingkan dengan algoritma particle swarm optimization (PSO)
pada panel surya dengan iradiasi matahari yang fluktuatit selama 4
detik. Didapatkan nilai rata-rata akurasi tracking MPPT DE adalah
99,8% sedangkan MPPT PSO adalah 98,7%. Nilai rata-rata waktu
tracking MPPT DE adalah 0,2 detik sedangkan MPPT PSO adalah
0,382 detik.

5.2. Saran
Dalam pengerjaan dan penyelesaian proyek akhir ini tentu tidak
lepas dari berbagai kekurangan dan kesalahan, baik pada perancangan
sistem, pembuatan alat dan pengujian sistem. Untuk memperbaiki
kekurangan tersebut maka diperlukan saran dan masukan agar sistem
dapat dikembangkan lebih baik, maka perlu dilakukan hal-hal seperti
berikut:
1. Pemakaian jalur sensor harap diperhatikan, sebaiknya memakai jalur
board daripada memakai kabel untuk menghindari ketidakstabilan
pembacaan sensor.
2. Kalibrasi sensor harus akurat dengan prosentase error yang dibawah
1%.
3. MPPT dengan algoritma DE bisa dikembangkan dengan self-adaptive
parameter dimana pengguna tidak perlu tuning parameter di awal
mendesain sistem MPPT sehingga nilai konstanta F dan Cr dapat
secara adaptif menyesuaikan kondisi partial shading yang mengenai
panel surya.
4. Penyebaran duty cycle MPPT DE harus tepat berapa titik dan berapa
nilai duty cycle, karena jika kurang tepat maka algoritma bisa jadi
konvergensi terlalu cepat sehingga tidak menemukan daya maksimum.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

[1] Tey, Kok Soon dkk. 2014. “A Differential Evolution Based MPPT
Method for Photovoltaic Modules under Partial Shading
Conditions,”. Jurnal Internasional Photoenergy Hindawi. Vol. 2014.
[2] Windarko, Novie Ayub dkk. 2020. “Simulator Panel Surya
Ekonomis untuk Pengujian MPPT pada Kondisi Berbayang
Sebagian,”. Jurnal Nasional Teknik Elektro dan Teknologi
Informasi. Vol. 9. No. 1. Februari 2020.
[3] Habibi, Muhammad Nizar. 2018. “Maximum Power Point Tracker
Berbasis Algoritma Modified Grey Wolf Optimization Untuk
Sistem Panel Surya Dengan Kondisi Partial Shading,”. Buku
Tugas Akhir Lanjut Jenjang Jurusan Teknik Elektro Industri.
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya.
[4] S. Das dan P. N. Suganthan. 2011. "Differential Evolution: A
Survey of the State-of-the-Art,". Jurnal IEEE Transactions on
Evolutionary Computation, vol. 15, no. 1, hal. 4-31, Februari. 2011.
[5] Yuniar, Frediawan. 2017. “Pengendalian MPPT Berbasis Metode
P&O Menggunakan Boost Converter”. Jurnal Arus Elektro
Indonesia. Fakultas Teknik Universitas Jember, Jurusan Teknik
Elektro.
[6] Priananda, Ciptian Weried. 2017. “Desain Model MPPT Baru Pada
Topologi PV Farm Berbasis Cluster Yang Tertutup Bayangan
Sebagian”. Buku Tesis Teknik Elektro FTI-ITS. Institut Teknologi
Sepuluh November.
[7] Sameullah, Malik dkk. 2015. “Fuzzy Logic Based Based Adaptive
P&O MPPT for Photovoltaic System”. Paper pada konferensi:
Renewable Energy and Sustainable Development 2015, Bhutan.
[8] Ibrahim, Olamedji dkk. 2015. “Matlab/Simulink Model of Solar PV
Array with Perturb and Observe MPPT for Maximising PV Array
Efficiency”, paper pada konferensi: 2015 IEEE Conference on
Energy Conversion (CENCON).
[9] Teo, J.C. & Tan, Rodney & Mok, V.H. & Ramachandaramurthy,
Vigna & Tan, ChiaKwang. 2018. “Impact of Partial Shading on the
P-V Characteristics and the Maximum Power of a Photovoltaic
String”. Jurnal dari Energies.
[10] Bower, Ward. 2012. “Electrical and thermal finite element
modeling of arc faults in photovoltaic bypass diodes”, Paper pada
konferensi: World Renewable Energy Forum, Denver.
[11] Li, Heng & Peng. 2014. “A Newton-Based Extremum Seeking
MPPT Method for Photovoltaic Systems with Stochastic
Perturbation”, Jurnal internasional Photoenergy Hindawi, 2014.
[12] W. Hart, Daniel. 2011. Power Electronics. Boost Converter. New
York, USA: McGraw-Hill.

79
80

[13] Datasheet ACS-712. Fully Integrated, Hall Effect-Based Linear


Current Sensor with 2.2 kVRMS Voltage Isolation and a Low-
Resistance Current Inductor, www.alldatasheet.com/datasheet
pdf/pdf/168326/ALLEGRO/ACS712.
[14] Salam, Zainal & Ahmed, Jubaer & Merugu, Benny. 2013. “The
application of soft computing methods for MPPT of PV system: A
technological and status review”. Jurnal Elsevier: Applied Energy.
107. 135–148. 10.1016/j.apenergy.2013.02.008.
[15] M. Gangopadhyaya, P. Mukherjee, U. Sharma, B. Gupta and S.
Manna. 2015. "Design optimization of microstrip fed rectangular
microstrip antenna using differential evolution algorithm," Paper
pada IEEE 2nd International Conference on Recent Trends in
Information Systems (ReTIS), Kolkata, 2015, pp. 49-52.
[16] K. V. Price, R. M. Storn,. 2006. Differential Evolution: A Practical
Approach to Global Optimization. Germany: Springer.
[17] Nugraha, Syechu Dwitya dkk. 2017. “MPPT-Current Fed Push
Pull Converter for DC Bus Source on Solar Home Application”.
Paper pada konferensi internasional ICITISEE 2 nd. Tahun 2017.
[18] Windarko, Novie Ayub. 2015. “Maximum Power Point Tracking of
Photovoltaic System Using Adaptive Modified Firefly Algorithm”.
Paper pada konferensi International Electronics Symposium (IES).
Tahun 2015.
[19] Datasheet panel surya ICA-Solar 100 Wp. 2019. PV Module:
polycrystalline.50-310 Wp datasheet,
https://icasolar.com/products/halaman-sub-menu/polycrystalline/.
[20] M. N. Habibi, N. Ayub Windarko & A. Tjahjono. 2019. "Hybrid
Maximum Power Point Tracking Using Artificial Neural Network-
Incremental Conduction with Short Circuit Current of Solar
Panel," Paper pada konferensi International Electronics Symposium
(IES), Surabaya, Indonesia, pp. 63-69, 2019.
[21] A. Hidayat, A. B. Muhammad, N. Ayub Windarko and M. Z. Efendi.
2019. "Short Circuit Current Based ANN MPPT For Battery
Charging," Paper pada konferensi internasional: International
Electronics Symposium (IES), Surabaya, Indonesia, pp. 422-427,
2019.
LAMPIRAN
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 1 adalah bukti surat penerimaan paper penulis, dengan
judul Differential Evolution-based MPPT with Dual Mutation for PV
array under Partial Shading Condition pada conference EECCIS 2020
Universitas Brawijaya.

81
82

Lampiran 2
Lampiran 2 merupakan data lengkap pengujian karakteristik panel
surya dengan teknik unilluminated solar panel pada Bab 4, sub-bab 4.1.1.
Terdapat 4 tabel yaitu 1 tabel pengujian panel surya kondisi normal/tanpa
shading dan 3 tabel pengujian panel surya dengan partial shading. Tabel
7.1 adalah pengujian panel surya tanpa shading.

Tabel 7.1 Data pengujian karakteristik panel surya normal/tanpa shading


Iradiasi panel surya 1 1000 W/m2
Iradiasi panel surya 2 1000 W/m2
Tegangan PV Arus PV Daya PV
Duty cycle
(V) (A) (W)
0 (Voc) 44 0 0
10 43.5 1.23 53.505
12 43.26 1.26 54.5076
14 43.25 1.3 56.225
16 43.23 1.36 58.7928
18 43.22 1.4 60.508
20 43.2 1.46 63.072
22 43.18 1.51 65.2018
24 43.17 1.57 67.7769
26 43.15 1.64 70.766
28 43.13 1.7 73.321
30 43.11 1.77 76.3047
32 43.09 1.85 79.7165
34 43.07 1.93 83.1251
36 43.04 2.02 86.9408
38 43.02 2.11 90.7722
40 42.99 2.21 95.0079
42 42.96 2.33 100.0968
44 42.93 2.45 105.1785
46 42.89 2.59 111.0851
48 42.85 2.74 117.409
83
Lanjutan Tabel 7.1 Data pengujian karakteristik panel surya normal/tanpa shading
Tegangan PV Arus PV Daya PV
Duty cycle
(V) (A) (W)
50 42.81 2.91 124.5771
52 42.76 3.1 132.556
54 42.71 3.3 140.943
56 42.65 3.53 150.5545
58 42.59 3.7 157.583
60 42.37 3.9 165.243
62 41.93 4.3 180.299
64 41.2 4.6 189.52
66 40.18 4.9 196.882
68 38.52 5.2 200.304
70 35.51 5.6 198.856
72 29.9 5.85 174.915
74 24.44 5.86 143.2184
76 19.46 5.87 114.2302
78 15.21 5.87 89.2827
80 11.88 5.9 70.092
82 8.91 5.9 52.569
84 6.69 5.9 39.471
86 4.87 5.9 28.733
88 3.6 5.9 21.24
90 2.6 5.9 15.34
Isc 0 6 0
84
Tabel 7.2 Data pengujian karakteristik panel surya partial shading 1
Iradiasi panel surya 1 900 W/m2
Iradiasi panel surya 2 700 W/m2
Tegangan PV Arus PV Daya PV
Duty cycle
(V) (A) (W)
0 (Voc) 43.8 0 0
10 43.23 1.24 53.6052
12 43.21 1.27 54.8767
14 43.2 1.31 56.592
16 43.19 1.35 58.3065
18 43.17 1.4 60.438
20 43.16 1.45 62.582
22 43.14 1.51 65.1414
24 43.13 1.57 67.7141
26 43.11 1.63 70.2693
28 43.09 1.69 72.8221
30 43.07 1.76 75.8032
32 43.05 1.84 79.212
34 43.03 1.92 82.6176
36 43 2.01 86.43
38 42.91 2.1 90.111
40 42.81 2.2 94.182
42 42.7 2.32 99.064
44 42.58 2.44 103.8952
46 42.43 2.57 109.0451
48 42.27 2.71 114.5517
50 42.06 2.87 120.7122
52 41.73 3.05 127.2765
54 41.35 3.24 133.974
56 40.8 3.45 140.76
58 38.89 3.9 151.671
60 38 3.95 150.1
85
Lanjutan Tabel 7.2 Data pengujian karakteristik panel surya partial shading 1
Tegangan PV Arus PV Daya PV
Duty cycle
(V) (A) (W)
62 36.78 4.06 149.3268
64 31.85 4.1 130.585
66 27.2 4.1 111.52
68 22.78 4.1 93.398
70 19.76 4.19 82.7944
72 19.12 4.58 87.5696
74 18.08 4.96 89.6768
76 15.82 5.23 82.7386
78 12.59 5.29 66.6011
80 9.81 5.3 51.993
82 7.39 5.3 39.167
84 5.54 5.3 29.362
86 4 5.3 21.2
88 2.97 5.3 15.741
90 2.2 5.3 11.66
Isc 0 5.39 0
86
Tabel 7.3 Data pengujian karakteristik panel surya partial shading 2
Iradiasi panel surya 1 1000 W/m2
Iradiasi panel surya 2 500 W/m2
Tegangan PV Arus PV Daya PV
Duty cycle
(V) (A) (W)
0 (Voc) 43 0 0
10 42.83 1.19 50.9677
12 42.78 1.23 52.6194
14 42.74 1.26 53.8524
16 42.6 1.3 55.38
18 42.63 1.34 57.1242
20 42.57 1.39 59.1723
22 42.51 1.45 61.6395
24 42.44 1.57 66.6308
26 42.37 1.57 66.5209
28 42.29 1.63 68.9327
30 42.21 1.69 71.3349
32 42.11 1.76 74.1136
34 41.99 1.85 77.6815
36 41.87 1.93 80.8091
38 41.72 2.02 84.2744
40 41.57 2.11 87.7127
42 41.36 2.22 91.8192
44 41.12 2.33 95.8096
46 40.78 2.46 100.3188
48 40.34 2.58 104.0772
50 39.61 2.72 107.7392
52 38.1 2.85 108.585
54 34.85 2.9 101.065
56 30.77 2.91 89.5407
58 27.03 2.91 78.6573
60 23.45 2.91 68.2395
87
Lanjutan Tabel 7.3 Data pengujian karakteristik panel surya partial shading 2
Tegangan PV Arus PV Daya PV
Duty cycle
(V) (A) (W)
62 20.73 2.94 60.9462
64 20.66 3.19 65.9054
66 20.58 3.46 71.2068
68 20.49 3.8 77.862
70 20.19 4.15 83.7885
72 19.73 4.56 89.9688
74 19.09 5 95.45
76 17.93 5.48 98.2564
78 15.44 5.77 89.0888
80 12.2 5.82 71.004
82 9.3 5.83 54.219
84 6.97 5.83 40.6351
86 5.094 5.84 29.74896
88 3.791 5.84 22.13944
90 2.81 5.84 16.4104
Isc 0 5.89 0
88
Tabel 7.4 Data pengujian karakteristik panel surya partial shading 3
Iradiasi panel surya 1 800 W/m2
Iradiasi panel surya 2 300 W/m2
Tegangan PV Arus PV Daya PV
Duty cycle
(V) (A) (W)
0 (Voc) 42 0 0
10 41.64 1.22 50.8008
12 41.54 1.26 52.3404
14 41.44 1.29 53.4576
16 41.32 1.34 55.3688
18 41.19 1.38 56.8422
20 41.04 1.43 58.6872
22 40.86 1.48 60.4728
24 40.63 1.53 62.1639
26 40.33 1.59 64.1247
28 39.95 1.65 65.9175
30 39.36 1.69 66.5184
32 38.38 1.75 67.165
34 36.4 1.78 64.792
36 33.75 1.79 60.4125
38 30.78 1.79 55.0962
40 28.05 1.8 50.49
42 25.32 1.8 45.576
44 22.86 1.8 41.148
46 21 1.82 38.22
48 20.96 1.92 40.2432
50 20.93 2.04 42.6972
52 20.88 2.15 44.892
54 20.84 2.29 47.7236
56 20.79 2.45 50.9355
58 20.74 2.61 54.1314
60 20.68 2.81 58.1108
89
Lanjutan Tabel 7.4 Data pengujian karakteristik panel surya partial shading 3
Tegangan PV Arus PV Daya PV
Duty cycle
(V) (A) (W)
62 20.58 3.02 62.1516
64 20.32 3.26 66.2432
66 20.01 3.52 70.4352
68 19.57 3.81 74.5617
70 18.97 4.13 78.3461
72 17.89 4.46 79.7894
74 15.88 4.66 74.0008
76 12.9 4.72 60.888
78 10.12 4.73 47.8676
80 7.88 4.73 37.2724
82 5.93 4.73 28.0489
84 4.4 4.74 20.856
86 3.25 4.74 15.405
88 2.4 4.74 11.376
90 1.87 4.74 8.8638
Isc 0 4.8 0
90

Lampiran 3
Lampiran 3 merupakan program MPPT Differential Evolution
yang dibuat pada software Keil.

//------------------------------------INISIALISASI PROGRAM DE
int genmax=10,i=0,nC=5,C=0;
float
delD=0,Dmax=0.99,duty=0,D[200],DV1=0,DV2=0,DU=0,Dbest=0;
float par[5]={0.05,0.2, 0.5, 0.7, 0.9};
float Pbest=0,P[200],Ps=0;
float F1=0.7,F2=0.2,Cr=0.5,randomvalue=0;
float Vnew,Inew,Pnew,limitP;
int r1,r2;

void mppt_de()
//--------program MPPT DIFFERENTIAL EVOLUTION--------//
{
if(i==0) //////////////iterasi pertama/////////////
{
if(C<=nC)
{
if(C>=1)
{
P[C-1]=Pin; //----deteksi daya input dri sensor
Ps=P[C-1];
if(Ps>Pbest)
{
Pbest=Ps;
Dbest=D[C-1];
}
}
if(C<nC)
{
D[C]=par[C];
duty=D[C];
C++;
}
else
{
i++;
C=0;
91

}
}
}
else if(i<genmax) //////////////iterasi selanjutnya/////////////
{
if(C<=nC)
{
if(C>=1) ///////////selection daya terbaik///////////
{
P[C-1]=Pin;
Ps=P[C-1];
if(Ps>Pbest)
{
Pbest=Ps;
Dbest=D[C-1];
}
}
if(C<nC)
{
r1=rand()%nC; /////////mutation step//////////
r2=rand()%nC;

if(D[r1]<Dbest)
{
DV1=Dbest+F1*fabs(D[r1]-D[r2]);
D[C]=DV1;
}
else
{
DV2=Dbest+F2*fabs(D[r1]-D[r2]);
D[C]=DV2;
}

randomvalue=(rand()%10)/10; ///////crossover step//////


if(randomvalue<Cr)
{
DU=D[C];
duty=DU;
}
else duty=Dbest;
92

if(duty>Dmax)
{
duty=Dmax;
}
else if(duty<0)
{
duty=0;
}
C++;
}
else
{
i++;
C=0;
}
}
}
else //////////////iterasi utk reset iradiasi/////////////
{
duty=Dbest;
Pnew=Pin;
limitP=fabs(Pbest-Pnew);
if(limitP>5.0)
{
i=0;
C=0;
Dbest=0;
Pbest=0;
par[0]=0.05;
par[1]=0.2;
par[2]=0.5;
par[3]=0.7;
par[4]=0.9;
}
}
} //---end of void--//
PROFIL PENULIS
PROFIL PENULIS

Nama lengkap : Ade Pradana Firmanza


Tempat lahir : Surabaya
Tanggal lahir : 5 Januari 1998
Alamat : Jl. Babatan Pratama XIV, blok L-6, Wiyung,
Surabaya
No. telepon : 088806399175
Email : adepf98@gmail.com
Hobi : menonton anime, minum kopi
Motto : The key to success is to start before you are ready
Kerja praktek : PT. Len Industri, Bandung.

Riwayat pendidikan
PENS D4 Teknik Elektro Industri tahun 2016-2020
SMAN 2 Surabaya tahun 2013-2016
SMPN 22 Surabaya tahun 2010-2013
SDN Dr. Soetomo VII tahun 2004-2010

Pengalaman organisasi:
Staf muda Senat HIMA ELIN : periode 2017-2018
Staf muda UKM E2C : periode 2017-2018
Member Lab Renewable Energy : periode 2017-2020

Pengalaman conference:
International Conference EECCIS : tahun 2020
Universitas Brawijaya

93

Anda mungkin juga menyukai