Anda di halaman 1dari 93

PROYEK AKHIR

DESAIN DAN IMPLEMENTASI MATRIX


CONVERTER MENGGUNAKAN METODE
VENTURINI SEBAGAI KONTROL KECEPATAN
MOTOR INDUKSI 3 FASA

Gamar Basuki
NRP. 1310151002

Dosen Pembimbing :
Dr.Ir. Era Purwanto, M.Eng
NIP. 19610601.198701.1.001

Lucky Pradigta S.R. , S.ST, MT


NIP. 19880703.201903.1.008

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK ELEKTRO INDUSTRI


DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2019

1
PROYEK AKHIR

DESAIN DAN IMPLEMENTASI MATRIX


CONVERTER MENGGUNAKAN METODE
VENTURINI SEBAGAI KONTROL KECEPATAN
MOTOR INDUKSI 3 FASA

Gamar Basuki
NRP. 1310151002

Dosen Pembimbing :
Dr. Ir. Era Purwanto, M.Eng
NIP. 19610601.198701.1.001

Lucky Pradigta S.R. , S.ST, MT


NIP. 19880703.201903.1.008

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK ELEKTRO INDUSTRI


DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2019
ABSTRAK

Motor induksi merupakan motor listrik AC yang paling banyak


digunakan di dunia industri maupun lingkungan rumah tangga.
Pengendalian kecepatan motor induksi dapat dilakukan dengan beberapa
jenis konverter. Namun tidak semua jenis konverter bisa menghasilkan
efisiensi yang bagus. Dari segi efisiensi, lifetime, dan power factor
correction, matrix converter lebih baik daripada jenis konverter
konvensional. Metode venturini pada matrix converter dapat menjadi
pilihan yang cocok untuk pengaturan kecepatan yang efisien dengan
teknik kontrol skalar. Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan simulasi
software dan pembuatan hardware untuk menguji penggunaan dari
modulasi switching venturini pada matrix converter. Dengan modulasi
switching venturini yang sudah di uji dengan frekuensi output sebesar 50
Hz pada matrix converter, motor induksi dapat berputar mendekati nilai
kecepatan nominal meskipun nilai tegangannya belum bisa nominal.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan pengaturan kecepatan motor
induksi dapat lebih efisien dalam penerapannya di berbagai bidang.

Kata kunci: Matrix converter, metode venturini, motor induksi

iii
ABSTRACT

Induction motor is an AC electric motor that is most widely used in


the industrial world and household environment. Speed control of an
induction motor can be done with several types of converters. But not all
types of converters can produce good efficiency. In terms of efficiency,
lifetime, and power factor correction, matrix converters are better than
conventional types of converters. The venturini method on the matrix
converter can be a suitable choice for efficient speed regulation with scalar
control techniques. For this reason, in this study software simulation and
hardware were made to test the use of venturini switching modulation on
the matrix converter. With modulation of venturini switching that has been
tested with an output frequency of 50 Hz on the matrix converter, the
induction motor can rotate close to the nominal speed value even though
the voltage value cannot be nominal. With this research, it is expected that
the speed regulation of induction motors can be more efficient in its
application in various fields.

Keywords: Matrix converter, venturini method, induction motor

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur hanya kepada Allah SWT atas berkat rahmat, karunia,
petunjuk, serta bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
proyek akhir ini yang berjudul :

DESAIN DAN IMPLEMENTASI MATRIX CONVERTER


MENGGUNAKAN METODE VENTURINI SEBAGAI KONTROL
KECEPATAN MOTOR INDUKSI 3 FASA

Dengan selesainya buku laporan Proyek Akhir ini, penulis


berharap semoga buku ini dapat membawa manfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis pada khususnya serta semua pihak yang
berkepentingan. Penulis juga berharap agar Proyek Akhir ini dapat
dikembangkan sehingga dapat digunakan untuk mendukung
perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada proyek akhir
ini. Untuk itu, penulis meminta maaf sebesar-besarnya atas kekurangan
dan kesalahan yang terdapat dalam buku ini. Tidak lupa penulis
mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang dapat membangun
untuk kesempurnaannya.
Dan akhirnya, berterima kasih berterima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Proyek Akhir ini.

Surabaya, 5 Juli 2019

Penulis

v
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Syukur hanya kepada Allah SWT dan tanpa menghilangkan


rasa hormat yang mendalam penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis untuk
menyelesaikan Proyek Akhir ini, terutama kepada :

1. Allah SWT karena perlindungan, pertolongan dan ridho-Nya penulis


mampu menyelesaikan Proyek Akhir ini.
2. Nabi Muhammad SAW yang seantiasa memberikan petunjuk dan juga
Syafaatnya.
3. Kedua orang tua saya. Ucapan maaf dan terimakasih atas semua yang telah
diberikan.
4. Bapak Ir. Sutedjo, MT. selaku Ketua Program Studi D3 Teknik Elektro
Industri Politeknik Elektronika Negeri Surabaya.
5. Bapak Epyk Sunarno, S.ST. MT. selaku Ketua Program Studi D4 Teknik
Elektro Industri Politeknik Elektronika Negeri Surabaya.
6. Bapak Bapak Dr.Ir. Era Purwanto , M.Eng dan Lucky Pradigta S.R. , S.ST,
MT selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas bimbingannya sehingga
proyek akhir ini dapat terselesaikan.
7. Seluruh bapak dan ibu dosen Teknik Elektro Industri yang telah
membimbing dan membekali ilmu selama penulis menempuh pendidikan
dikampus PENS.
8. Teman-teman seperjuangan kelas 4 D4 Elektro Industri A angkatan 2015
yang telah memberikan dukungan secara langsung dan tidak langsung atas
terselesainya proyek akhir.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya proyek
akhir ini

Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian semua dengan


balasan yang setimpal. Amin yarobbal’alamin.

vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. ii
ABSTRAK ............................................................................................ iii
ABSTRACT .......................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .......................................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................ vi
DAFTAR ISI ....................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1


1.1. Latar belakang ..................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................. 1
1.2.1. Tujuan Umum .............................................................. 2
1.2.1. Tujuan Khusus ............................................................. 2
1.3. Rumusan Masalah ............................................................... 2
1.4. Batasan masalah .................................................................. 2
1.5. Metodologi .......................................................................... 2
1.5.1. Studi Literatur ............................................................ 2
1.5.2. Perancangan Sistem ................................................... 3
1.5.3. Perancangan Hardware dan Software Sistem ............. 3
1.5.4. Pengujian Sistem Secara Partisi dan integrasi .............. 4
1.5.5. Pembuatan Laporan Proyek Akhir ............................... 4
1.6. Sistematika penulisan ......................................................... 4
1.7. Tinjauan Pustaka ................................................................. 5
BAB II TEORI PENUNJANG ........................................................... 7
2.1. Matrix Converter ................................................................. 7
2.2. Metode Kontrol venturini ................................................. 10
2.2.1. Dasar metode Kontrol Venturini .............................. 10
2.2.2. Algoritma Venturini yang ditingkatkan ..................... 13
2.3. Motor Induksi 3 Fasa ........................................................ 16
2.3.1 Bagian - Bagian Motor 3 Fasa.................................... 16
2.3.2 Perbandingan Motor Listrik ...................................... 18
2.3.3 Prinsip Kerja Motor 3 Fasa ....................................... 19
2.3.4 Pengaturan Putaran Motor ......................................... 20
2.4. Pulse Width Modulation (PWM) ...................................... 23
BAB III PERENCANAAN DAN PEMBUATAN ALAT ............... 29
3.1. Blok Diagram Sistem ........................................................ 29
3.2. Perencanaan Motor Induksi 3 Fasa ................................... 30
3.3. Perencanaan Matrix Converter .......................................... 30
3.4. Simulasi MATLAB............................................................ 30
vii
3.5. Pembuatan Hardware Matrix Converter ........................... 35
3.6.Perencanaan dan Pembuatan Driver PWM ......................... 38
Matrix Converter ...................................................................... 40
3.7. Perencanaan dan Pembuatan Sensor Tegangan ................ 41
3.8. perencanaan Sensor Arus.................................................. 44
3.9. Perencanaan Sensor Kecepatan ........................................ 48
BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA ........................................... 49
4.1. Pengujian motor Induksi 3 Fasa ....................................... 49
4.1.1 DC Test ..................................................................... 49
4.1.2. No Load Test ............................................................. 52
4.1.3. Block Rotor Test ........................................................ 55
4.2. Pengujian Bidirectional Switch ........................................ 57
4.3. Pengujian PWM ARM STM32F7 dan Driver MOSFET
TLP521 ............................................................................. 60
4.4. pengujian Sensor Tegangan AC ....................................... 62
4.5. Pengujian Senor Kecepatan ............................................... 67
4.6. Pengujian Zero Crossing Detector dan Sensor Arus.......... 69
4.7. Pengujian Sistem Integrasi Secara Open Loop ................... 71
4.7.1. Pengujian Modulasi Switching Metode Venturini ..... 71
4.7.2. Pengujian Matrix Converter dengan Beban Lampu ... 75
4.7.3. Pengujian Matrix Converter dengan Beban Motor .... 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 83
5.1. Kesimpulan ......................................................................... 83
5.2. Saran ................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 85

viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Perbedaan dari AC – AC Power Converter .................................. 7
2.2. Rangkaian Matrix Converter 3 Fasa ............................................... 8
2.3. Modulasi Venturini dengan 0,5 Rasio Tegangan ........................ 13
2.4. Mdulasi venturini dengan 0,75 Rasio Tegangan .......................... 14
2.5. Modulasi Venturini dengan 0,866 rasio Tegangan ..................... 15
2.6. Klasifikasi Motor Listrik ............................................................ 16
2.7. Konstruksi Motor Asingkron 3 Fasa ........................................... 16
2.8. Stator pada Motor Asingkron 3 Fasa .......................................... 17
2.9. Rotor Belit .................................................................................. 17
2.10. Bagian – Bagian Rotor Sangkar .................................................. 18
2.11. Proses Rotor Berputar karena Induksi dari Stator ...................... 20
2.12. Contoh perbandingan kecepatan motor dengan frekuensi 1 Hz dan
2 Hz pada waktu t1 dan t2 ........................................................... 21
2.13.Pataran dengan 2 Kutub ............................................................... 23
2.14.Putaran dengan 4 Kutub .............................................................. 23
2.15.Rangkaian PWM ........................................................................ 23
2.16. Sinyal Output PWM ................................................................... 24
2.17. Pulsa PWM pada Duty Cycyle yang Berbeda – beda .................. 24
3.1. Blok Diagram Sistem ................................................................... 29
3.2. Simulasi Rangkaian Matrix Converter ........................................ 31
3.3. Metode Venturini ........................................................................ 31
3.4. Timig sequence untuk switching metode venturini ..................... 36
3.5. Switching metode venturini S11,S12, dan S13 ........................................ 32
3.6. Switching metode venturini S21,S22, dan S23 ........................................ 32
3.7. Switching metode venturini S31,S32, dan S33 ........................................ 33
3.8. Rangkaian bidirectional switch dari matrix converter ................. 33
3.9. Gelombang Vin 3 fasa dari matrix converter .............................. 34
3.10. gelombang Vout 3 fasa dari matrix converter .............................. 34
3.11. Speed motor induksi 3 phasa dengan matrix converter ............. 34
3.12. Skematik rangkaian matrix converter ......................................... 35
3.13. Board rangkaian matrix converter ............................................... 37
3.14. Hardware/rangkaian matrix converter ......................................... 37
3.15. Skematik rangkaian Driver MOSFET ......................................... 38
3.16. Board rangkaian driver MOSFET................................................ 40
3.17. Harware rangkaian driver PWM ................................................. 40
3.18. Rangkaian bidirectional switch dari matrix converter ................ 41
3.19. Board sensor tegangan pada software EAGLE ............................ 41
3.20. Rangkaian sensor tegangan pada software PSIM ........................ 43
3.21. Hasil Simulasi sensor tegangan pada software PSIM. ................. 43
3.22. Hardware sensor tegangan. .......................................................... 43
3.23. Diagram blok dari IC ACS712. .................................................... 44
ix
3.24. Konfigurasi pin dari IC ACS712. ................................................ 44
3.25. Kemasan dari IC ACS712............................................................ 45
3.26. Grafik tegangan keluaran sensor ACS712 terhadap arus listrik yang
terukur. ......................................................................................... 46
3.27. Hardware sensor kecepatan ......................................................... 46
3.28. Piringan dengan 10 lubang .......................................................... 47
4.1. Rangkaian pengujian DC Test motor induksi 3 Fasa ................... 50
4.2. Rangkaian percobaan DC Test motor induksi 3 fasa................... 50
4.3. Rangkaian ekivalen motor induksi 3 Fasa ................................... 53
4.4. Rangkaian percobaan no load test motor induksi 3 fasa .............. 54
4.5. Rangkaian percobaan block rotor test motor induksi 3 fasa ........ 57
4.6. Rangkaian pengujian bidirectional switch ................................... 58
4.7. Rangkaian pengujian bidirectional switch 3 phas ....................... 59
4.8. Pengujian Driver MOSFET TLP521 ........................................... 61
4.9. Blok diagram pengujian Sensor Tegangan AC ........................... 62
4.10. Pengujian Sensor Tegangan AC (voltage devider) ...................... 63
4.11. Grafik sensor tegangan input dan output terhadap ADC ............ 66
4.12. Grafik Linearisasi sensor tegangan input dan output .................. 66
4.13. Pengujian sensor kecepatan pada motor induksi ........................ 67
4.14. Grafik hubungan tegangan terhdap kecepatan ............................. 68
4.15. Grafik Linearisasi sensor kecepatan ............................................ 69
4.16. Pengujian sensor ars AC dengan modul ACS712 ....................... 70
4.17. Zero crossing gelombang arus AC .............................................. 70
4.18. Blok diagram pengujian driver MOSFET dengan metode venturini ....... 72
4.19. Pengujian gelombang keluaran driver MOSFET metode venturini .......... 73
4.20. Modulasi switching .................................................................................. 74
4.21. Pengujian metode venturini pada matrix converter dengan nilai q = 0,5 .. 75
4.22. Gelombang output matrix converter metode venturini q = 0,5 ................. 77
4.23. Bentuk gelomban keluaran driver yang terhubung ke MOSFET .............. 77
4.24. Pengujian metode venturini pada matrix converter dengan
nilai q = 0,866 ........................................................................................... 78
4.25. Gelombang output matrix converter metode venturini q = 0,866 ............. 80
4.26. Pengujian matrix converter dengan beban motor ..................................... 81

x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Perbandingan motor listrik 1 fasa dengan 3 fasa .......................... 18
2.2 Kelebihan dan Kekurangan Motor Asinkron 3 Phase................... 18
3.1 Tipe-tipe IC ACS712. ................................................................... 45
4.1. Data hasil pengujian DC test motor induksi 3 fasa ...................... 50
4.2. Data hasil pengujian no load test motor induksi3 fasa ................ 55
4.3. Data hasil pengujian block rotor test motor induksi 3 Fasa ......... 57
4.4. Test Bidirectional Switch 3 phase ............................................... 59
4.5. Data pengujian driver MOSFET TLP521 .................................... 61
4.6. Hasil Pengujian Sensor Tegangan AC (Voltage Devider)
Sensor tegangan input.................................................................. 63
4.7. Hasil Pengujian Sensor Tegangan AC (Voltage Devider)
Sensor tegangan output ............................................................... 64
4.8. Data pengujian sensor kecepatan ........................................................... 67
4.9. Data pengujian sensor arus ...................................................................... 70
4.10. Pengujian matrix converter nilai q = 0,5 .................................................. 76
4.11. Pengujian matrix converter nilai q = 0,866 .............................................. 79
4.12. Pengujian matrix converter dengan beban motor..................................... 82

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Motor induksi merupakan motor listrik arus bolak balik (AC) yang
paling banyak penggunaannya. Motor induksi yang umum dipakai adalah
motor induksi 3 fasa dan motor induksi 1 fasa. Motor induksi 3 fasa
dioperasikan pada sistem tenaga 3 fasa dan banyak digunakan di berbagai
bidang di industri dengan kapasitas yang besar. Sedangkan motor induksi
1 fasa dioperasikan pada sistem tenaga 1 fasa dan banyak digunakan di
lingkungan rumah tangga dengan daya keluaran yang rendah.
Untuk mengatur kecepatan motor induksi 3 fasa dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu mengubah tegangan masukan maupun mengubah
frekuensi masukan. Dalam pengaturan kecepatan motor induksi 3 fasa
pada umumnya menggunakan inverter 3 fasa. Penggunaan inverter 3 fasa
pada proses pengaturan kecepatan motor induksi 3 fasa membutuhkan
tegangan input DC untuk merubah menjadi tegangan output AC 3 fasa
dengan frekuensi yang bisa diatur melalui kecepatan pensaklarannya.
Akan tetapi kekurangan dari penggunaan inverter 3 fasa adalah tegangan
output yang dihasilkan tidak sinusoidal murni dan mengandung
harmonisa diluar frekuensi fundamentalnya yang membuat Total
Harmonic Distortion (THD) cukup besar sehingga efisiensinya rendah.
Dengan mempertimbangkan beberapa hal diatas, maka pada Tugas
Akhir ini dirancang sebuah sistem untuk proses pengaturan kecepatan
motor induksi 3 fasa menggunakan matrix converter dengan metode
venturini. Matrix converter merupakan konverter dengan tegangan
masukan AC dan menghasilkan tegangan keluaran AC. Dimana
penggunaan matrix converter ini diharapkan bisa menghasilkan tegangan
keluaran sinusoidal murni dan memperkecil nilai Total Harmonic
Distortion (THD) sehingga motor induksi 3 fasa akan beroperasi lebih
efisien.

1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan proyek akhir ini dapat dibedakan atas
tujuan umum dan tujuan khusus,yaitu :

1.2.1 Tujuan Umum


Sebagai persyaratan akademis menyelesaikan studi pada Program
Studi Teknik Elektro Industri Program D4 di Politeknik Elektronika
Negeri Surabaya.

1
2

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan proyek akhir ini adalah untuk mendesain matrix converter
sebagai penggerak motor induksi 3 fasa menggunakan metode venturini
dengan harapan memperoleh efisiensi yang lebih bagus daripada
konverter konvensional seperti inverter 3 fasa .

1.3. Rumusan Masalah


Dalam proyek akhir ini ada beberapa hal yang menjadi rumusan
masalah diantaranya:
1. Bagaimana merancang dan mendesain matrix converter untuk
pengaturan kecepatan motor induksi 3 fasa tanpa beban?
2. Bagaimana merancang dan mendesain matrix converter dengan
algoritma venturini?

1.4. Batasan Masalah


Pada proyek akhir ini permasalahan mengenai desain matrix
converter akan dibatasi pada:
1. Perancangan matrix converter hanya untuk pengaturan kecepatan
motor induksi 3 fasa tanpa beban
2. Sumber tegangan yang digunakan adalah sumber jala – jala PLN AC
3 fasa menggunakan variac AC 3 fasa
3. Menggunakan metode venturini sebagai modulasi switching matrix
converter
4. Tidak membahas filter arus dan filter tegangan pada sisi input.
1.5. Metodologi
Dalam pengerjaan proyek akhir ini diperlukan suatu metodologi
untuk mendapatkan hasil yang maksimal, diantaranya adalah :

1.5.1. Studi Literatur


Pengambilan dan pengumpulan data–data serta dasar teori yang
digunakan sebagai acuan dalam penyelesaian proyek akhir ini sebagai
pendukung pembuatan hardware dan software. Hal tersebut diperoleh
dari jurnal-jurnal, buku–buku teks, dan beberapa sumber dari internet
yang sesuai dengan bahasan proyek akhir. Pada studi literatur dipelajari
mengenai gambaran umum alat yang dibuat dan dasar teori penunjang
yang dipakai untuk merealisasikan alat.

1.5.2. Perancangan Sistem


Setelah memahami literature yang tersedia, maka dapat dimulai
dengan menganalisa pengaturan kecepatan putar motor induksi 3 fasa
tanpa beban, pembuatan matrix converter, pembuatan driver bi-
3

directional switch dari matrix converter, serta desain algotritma venturini


sebagai penggerak motor dengan sensor kecepatan sebagai referensinya.

1.5.3. Pembuatan Hardware dan Software Sistem


Setelah perancangan sistem selesai, pembuatan software dan
hardware dimulai dan akan dilakukan pengujian agar menghasilkan
sistem yang sesuai dengan perancangan yang diajukan. Dan pada tahap
pembuatan hardware sistem, dilakukan pengerjaan berupa:
1. Matrix converter
Dalam merancang Matrix converter, dibutuhkan beberapa rangkaian
dan komponen yaitu MOSFET yang dibuat sebagai bi-directonal
switch.
2. PWM dan Driver Mosfet
Dalam merancang PWM digital dibutuhkan mikrokontroler
menggunakan ARM STM32F7 untuk mengahsilkan pulsa sebagai
trigger mosfet pada rangkaian Matrix converter. Selain itu
dibutuhkan driver mosfet menggunakan FOD3182 untuk
mengisolasi antara mikrokontroler dengan rangkaian matrix
converter.
3. Sensor Tegangan
Dalam merancang sensor tegangan AC, dibutuhkan beberapa
komponen yaitu trafo, diode rectifier, kapasitor sebagai filter dan
resistor sebagi pembagi tegangan sebelum masuk ke ADC
mikrokontroller.
4. Sensor Arus
Sensor arus yang digunakan dalam proyek akhir ini adalah sensor
arus AC dengan rating sebesar 5A.
5. Sensor Kecepatan
Dalam merancang sensor kecepatan, dibutuhkan rotary encoder
untuk memonitoring posisi anguler pada suatu poros yang berputar.
Setelah perancangan hardware selesai maka pembuatan software
sistem dimulai. Software yang akan dikerjakan berupa program mengenai
pembangkitan sinyal PWM, Pembacaan sensor tegangan,arus dan
kecepatan oleh ADC, serta program mengenai metode venturini untuk
pengaturan kecepatan motor induksi 3 fasa dengan teknik scalar control.
Bahasa pemrograman yang digunakan adalah bahasa C dengan
menggunakan software KeilV5 untuk tampilan sensor – sensor dan
Waijung MATLAB-ARM untuk modulasi switching venturini pada
matrix converter.

1.5.4. Pengujian Sistem secara Partisi dan Integrasi


Pada tahap ini dilakukan pengujian masing-masing hardware dan
software secara parsial, seperti pada pengujian karakteristik motor induksi
4

3 fasa, rangkaian matrix converter , rangkaian sensor tegangan, modul


sensor arus, rangkaian sensor kecepatan, dan program metode venturini.
Setelah pengujian parsial telah berhasil maka dilakukan suatu integrasi
sistem yang saling terkoneksi. Pada tahapan ini juga dilakukan
pengambilan data yang dibutuhkan untuk penyusunan laporan proyek
akhir.

1.5.5. Pembuatan Laporan Proyek Akhir


Pada tahap ini dilakukan pembuatan atau penulisan laporan Proyek
Akhir. Pada laporan tersebut dijelaskan mengenai semua hal yang
berkaitan tentang pengerjaan Proyek Akhir, seperti penjelasan tentang
komponen yang dipakai, proses pembuatan alat, sistem kerja alat, data –
data hasil pengujian alat, dan lain sebagainya. Diharapkan penulisan
laporan tersebut dapat bermanfaat sebagai bahan acuan didalam
pembuatan alat serupa pada waktu yang akan datang.

1.6. Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dalam penyusunan buku proyek akhir ini
adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang pembuatan proyek akhir, tujuan proyek
akhir, rumusan masalah, batasan masalah, sistematika penulisan, dan
tinjauan pustaka.

Bab II : Teori Penunjang


Bab ini berisi tentang teori dasar yang berhubungan dengan Proyek Akhir
yang akan dikerjakan.

Bab III : Perencanaan Dan Pembuatan


Pada bab ini berisi perencanan berdasarkan cara kerja dari rangkaian
yang diinginkan dan pembuatan peralatan yang dilakukan berdasarkan
perencanaan yang telah dibuat.

Bab IV : Pengujian dan Analisa


Pada bab ini membahas tentang pengujian perpartisi atau perbagian,
pengujian secara terintegrasi, dan analisa data hasil pengujian secara
terintegrasi.

Bab V : Penutup
Kesimpulan dari hasil analisa data yang telah dilakukan dan berisi saran-
saran apabila dilakukan perbaikan dan dilanjutkan pada judul yang
berhubungan proyek akhir ini.
5

1.7. Tinjauan Pustaka


Penelitian yang pernah dilakukan sebegai referensi pengerjaan
proyek akhir ini :
1. Jurnal IEEE “Fuzzy Logic Based Matrix converter Controlled
Induction Motor Drive” yang ditulis oleh Rajib Baran Roy1,
Jerome Cros2, Enamul Basher3, dan Shaiyek Md. Buland Taslim4
yang menjelaskan tentang cara mengontrol kecepatan motor
induksi 3 fasa menggunakan matrix converter dengan efisiensi
yang lebih bagus daripada jenis konverter konvensional yang lain.
2. Skripsi “Matriks Konverter untuk Aplikasi Pembangkit Listrik
Tenaga Angin” yang disusun oleh Wuri Listyarini mahasiswa
Universitas Indonesia yang menjelaskan tentang penggunaan dan
pemanfaatan salah satu konverter daya yaitu matriks konverter
pada pembangkit listrik tenaga angin.
3. Jurnal IEE “Comparative Analysis of PWM Strategies of
Venturini and Roy for the Control of a [3x3] Matrix converter
for Renewable Energies Applications” yang ditulis oleh M.
Mounir REZAOUI1,2 ,Abdallah KOUZOU2, Lazhari NEZLI1, M.
Oulhadj MAHMOUDI1, yang membahas tentang perbandingan
metode venturini dan roy sebagai pegontrol matrix converter pada
aplikasi energi terbarukan.
4. Dalam paper yang berjudul “COMPARISON OF MATRIX
CONVERTER INDUCTION MOTOR DRIVE CONTROL
METHODS” yang ditulis oleh Jiri Lettl, Dragan Kuzmanovic,
Stanislav Fligl. Menjelaskan tentang implementasi dari Field
Oriented Control dan Direct Torque Control dan dibandingkan
dengan Voltage Source Inverter.
5. Dalam paper yang berjudul “MATRIX CONVERTER INDUCTION
MOTOR DRIVE” yang ditulis oleh Jiri Lettl. Menjelaskan secara
simulasi tentang penggunaan matrix converter dalam pengaturan
kecepatan motor induksi 3 fasa serta menjelaskan tentang
kelebihan dan kekurangan matrix converter.
6

*Halaman ini sengaja dikosongkan*


BAB II
TEORI PENUNJANG

2.1. Matrix converter


Pada matrix converter terdapat 3 topologi dasar yang paling banyak
digunakan. Topologi dasar tersebut adalah direct matrix converter, indiret
matrix converter dan sparse matrix converter. Perbedaan pada masing –
masing tipe AC – AC Converter di tunjukkan pada gambar 2.1

Gambar 2.1.Perbedaan dari AC – AC Power Converter

Matrix converter merupakan konverter single state yang memiliki


susunan m oleh n saklar bi-directional yang secara langsung
menghubungkan sumber tegangan fase input m ke beban n-fase.
Konverter ini adalah single state, konverter AC-AC langsung tanpa
membutuhkan elemen penyimpanan energi di sisi konversi daya. Gambar
dari matrix converter ditunjukkan pada gambar 2.2.

7
8

Gambar 2.2.Rangkaian matrix converter 3 fasa

Konverter jenis ini dicirikan oleh topologi matriks 9 saklar (matriks


[3x3]) pada gambar 2.2, seperti input tiga fasa yang saling terhubung
dengan output tiga fase melalui saklar daya dua arah , dimana output
dihubungkan dengan beban 3 fasa. Hal ini memungkinkan aliran daya
dua arah dan arus input sinusoidal dengan menghubungkan langsung
sistem input dan tegangan output melaui saklar dua arah. Setiap saklar
yang digunakan pada matrix converter dapat di modelkan oleh dua dioda
dan dua transistor.
Pada gambar 2.2 menunjukkan matrix converter dengan saklar dua
arah, simbol Sij (i = a,b,c dan j =A,B,C) adalah saklar dua arah yang ideal.
Dimana i menunjukkan indek tegangan output dan j menunjukkan index
tegangan input. Vi1, Vi2, dan Vi3 merepresentasikan tiga input tegangan
dengan frekuensi tetap dan amplitudo tetap, sedangkan ii1, ii2, dan ii3 adalah
arus input (Sumber arus AC). Topologi 9 saklar dua arah pada matrix
converter dapat difungsikan pada frekuensi tinggi, sedangkan tujuan
utama dari konverter ini adalah menghasilkan tegangan output 3 fasa
sinus murni.
Persamaan matematika dari vektor tegangan input ditunjukkan di bawah
ini :
⎡ 2 ⎤
⎢cos( − )⎥
| |= ⎢ 3 ⎥
⎢ 4 ⎥
⎣cos( −
3
)⎦
9

Sedangkan persamaan mathematic vektor tegangan output adalah sebagai


berikut:
⎡ 2 ⎤
⎢cos( − )⎥
| |= ⎢ 3 ⎥
⎢ 4 ⎥
⎣cos( − )⎦
3
Hubungan antara tegangan output dan tegangan input
[ ] = [ ][ ]
Sementara hubungan antara arus input dan arus output sebagai berikut :
[ ]=[ ] [ ]
Dimana [M]T adalah transpose matrik dari [M]. Ketika arus input dan arus
output terhubung selama proses peralihan, saklar dua arah harus berfungsi
sesuai aturan :
1. Input hubung singkat harus dihindari dengan tidak
menghubungkan jalur input ke jalur output yang sama
2. Output hubung singkat harus dihindari dengan menghubungkan
seidaknya satu dari fase input ke sisi output.
Fungsi peralihan dari setiap switch bi-directional sebagai berikut :
1,
( )= ℎ , ∈ { , , }, ∈ { , , }
0,

Persamaan di atas dapat di ekspresikan sebagai :


+ + = 1; ∈ { , , }
Dengan batasan - batasan ini, matrix converter 3x3 memungkinkan hanya
27 kondisi switching dari yang mungkin 512 kombinasi switching. Pada
setiap waktu t, hanya satu saklar Sij(i = a,b,c) yang berfungsi untuk
menghindari short ciruit antar fase. Pada setiap waktu t, paling sedikit 2
saklar Sij(j = A,B,C) berfungsi untuk memastikan arus beban loop
tertutup. Frekuensi switching fs = harus mempunyai nilai 20 kali lebih
tinggi dari maksimum fif0 (fs>>20x Max (fif0) ). Selama periode Ts yang
dikenal dengan periode sekuensial yang sama dengan 1/fs , jumlah waktu
konduksi yang digunakan untuk mengsintesis fase output yang sama
harus sama dengan Ts. Sekarang waktu tij yang disebut dengan waktu
modulasi di definisikan sebagai tij = mij. Ts.

2.2. Metode Kontrol Venturini


Umumnya teknik switching pada frekuensi tinggi untuk matrix cinverter
telah diperkenalkan oleh Venturini pada tahun 1980. Metode ini telah
dimodifikasi lebih lanjut untuk meningkatkan rasio transfer tegangan
output ke input dari 0,5 ke 0.866. Sebagai tambahan, hal tersebut bisa
10

menghasilkan arus input sinusoidal saat power faktor sama dengan unity
terlepas dari faktor daya beban.

2.2.1. Dasar Metode Kontrol Venturini


Dalam metode venturini , satu set tegangan output 3 fasa yang
dikehendaki dapat disintesis dari satu set tegangan input sinusoidal 3 fasa
oleh sekuen piecewise sampling. Bentuk gelombang output oleh karena
itu tersusun dari potongan bentuk gelombang input. Panjang setiap
potongan ditentukan secara matematis untuk memastikan bahwa nilai rata
– rata dari bentuk gelombang aktual output dalam setiap periode sampling
mendeteksi gelombang output yang dibutuhkan. Laju sampling diatur
jauh lebih tinggi dari kedua input dan frekuensi output, maka dihasilkan
gelombang yang disintesis menampilkan spektrum frekuensi rendah yang
sama dari bentuk gelombang yang di inginkan.
Venturini dan Alesina (1980) mengemukakan sebuah metode
modulasi lebar pulsa untuk matrix converter yang dikenal dengan metode
venturini. Pada metode ini, untuk satu set tertentu dari tegangan input tiga
fasa , ditentukan dari satu set tegangan output tiga fasa yang dapat
disintesis oleh sequential piecewise sampling pada gelombang input.
Durasi setiap sample diperoleh secara persamaan matematis untuk
memastikan bahwa nilai rata – rata dari gelombang output aktual dalam
siklus sampling yang mendeteksi bentuk gelombang output yang
dibutuhkan. Metode ini juga digunakan untuk mengontrol arus input tiga
fasa. Vektor tegangan iput dan output didefiniskan dan ditulis sebagai,

( ) ( )
⃗= ( ) ⃗= ( )
( ) ( )
⃗ = ⃗. ⃗

( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) = ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( )

Dimana,
( ) ( ) ( )
⃗= ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
11

⃗ adalah fungsi transfer matrik sesaat. Dari keseimbangan daya input –


output (Pin=Pout), hubungan berikut ini berlaku untuk arus input dan arus
output,

( ) ( )
⃗= ( ) ⃗= ( )
( ) ( )

⃗= ⃗. ⃗

( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) = ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( )

Dimana,
( ) ( ) ( )
⃗= ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
⃗ adalah transpose dari matrik ⃗.
Setiap kesatuan dari fungsi transfer matrik sesaat, mij(t) (i,j =
1,2,3), merepresentasikan fungsi duty cycle dari setiap saklar bi-
dicrectional selama periode switching. Fungsi duty cycyle di batasi oleh
aturan ,
0≤ ( ) ≤ ( , = 1,2,3)
Dan pembatasan yang di bebankan pada saklar matrix converter sebagai
berikut,

( ) = 1( , = 1,2,3)

Rasio transfer tegangan maksimum dari input ke tegangan output


dibatasi sebesar 0,5 dari pendekatan metode venturini. Kemudian, metode
ini dimodifikasi lebih lanjut untuk meningkatkan rasio transfer tegangan
maksimum menjadi 0,866.
Fungsi transfer matrik ⃗ tersusun dari fungsi duty cycyle pada 9
saklar bi-directional. Untuk menentukan sumber tegangan input 3 fasa,
12

( )
( ) ⎡ ⎤
2
⎢ − ⎥
[ ( )] = ( ) = ⎢ 3 ⎥
( ) ⎢ 2 ⎥
⎣ +
3 ⎦
Dimana Vim adalah amplitude tegangan input dan adalah sudut
frekuensi input. Tegangan output dihasilkan oleh nilai rata – rata dari
piecewise sampling bentuk sumber gelombang input oleh 3 urutan
switching degan durasi waktu Ts.
Tegangan output 3 fasa berhubungan dengan sumber tegangan
input dengan fungsi transfer matrik sebagai berikut,

( + )
( ) ⎡ ⎤
2
⎢ + − ⎥
[ ( )] = ( ) = ⎢ 3 ⎥
( ) ⎢ 2 ⎥
⎣ + + ⎦
3
Dimana,
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) = ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
Dari penyelesaian persamaan diatas, persamaan matematika berikut :
1 2
( )= = + ( − )
3 3
1 2 2
( )= = + ( − ) −
3 3 3
1 2 2
( )= = + ( − ) +
3 3 3
Dimana Q adalah rasio transfer tegangan = . Fungsi modulasi ini
digunakan untuk mengontrol switching matrix converter untuk
mendapatkan input sinusoidal serta arus output sinusoidal. Untuk
menghasilkan bentuk gelombang tegangan output dengan frekuensi
output variabel, tegangan output yang diinginkan harus sepenuhnya
terkandung dalam siklus kontinyu yang dibentuk oleh tegangan input.
Jelas bahwa batasan ini membatasi rasio transfer tegangan maksimum
yang tersedia menjadi 0,5 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3
13

Gambar 2.3. Modulasi venturini dengan 0,5 rasio transfer


tegangan

2.2.2. Algoritma Venturini yang ditingkatkan


Tegangan output yang terbatas pada setengah dari tegangan input
dengan skema kontrol tanpa modifikasi. Dalam skema kontrol yang
disempurnakan, rasio transfer tegangan dinaikkan menjadi 0,866. Dalam
skema baru ini, mode umum harmonisa ketiga dari frekuensi input
diinjeksi dari tegangan input untuk meningkatkan rasio tegangan output.
Amplitudo optimal dari harmonisa ketiga dari frekuensi input dirumuskan
menjadi Vim / 4, yang memungkinkan untuk rasio transfer tegangan
maksimum 0,75. Perhatikan bahwa pengurangan ini setara dengan
menambahkan frekuensi harmonisa ketiga dari frekuensi masukan ke
tegangan fasa keluaran, yang ditunjukkan secara gambar pada Gambar 2.4
14

Gambar 2.4. Modulasi venturini dengan 0,75 rasio transfer


tegangan

Lebih lanjut untuk meningkatkan rasio transfer tegangan dapat


diperoleh dengan menginjeksi harmonisa ketiga dari frekuensi output
pada tegangan output yang diinginkan. Dengan menurunkan nilai peak to
peak tegangan fasa output, rasio transfer tegangan 0,866 dapat diperoleh,
yang merupakan penguatan tegangan maksimum yang dapat dihasilkan
oleh matrix converter. Amplitudo optimal dari harmonisa ketiga dari
frekuensi input dirumuskan menjadi Vom/6. Gambar 2.5 menunjukkan
nilai maksimum pada tegangan output.
15

Gambar 2.5. Modulasi venturini dengan 0,866 rasio transfer


tegangan

() +
( ) ⎡ ⎤ (3 )
2
⎢ − ⎥
( ) = ⎢ 3 ⎥− (3 )
6
( ) ⎢ 2 ⎥ (3 )
⎣ +
3 ⎦
(3 )
+ (3 )
4
(3 )
( ) ( ) ( ) ( )
= ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )

Dengan pendekatan matematis, fungsi switching yang diperlukan untuk


mendapatkan tegangan output yang diinginkan dapat di rumuskan dengan
:
( )= + − 2( − 1) − 2( − 1) −
cos( )+ cos(3 ) − cos 4 − 2( −
√ √
1) − 2 − 2( − 1)
16

2.3. Motor Induksi 3 Fasa


Motor induksi atau disebut dengan motor asinkron, pada prinsipnya
adalah jenis motor listrik AC yang bekerja berdasarkan induksi pada
medan magnet yang berada di antara rotor dan stator. Motor listrik 3 fasa
adalah motor yang bekerja dengan memanfaatkan perbedaan fasa pada
sumber untuk menimbulkan gaya putar pada bagian rotornya. Perbedaan
fasa pada motor 3 phase didapat langsung dari sumber. Pada gambar 2.6
merupakan bagan klasifikasi dari motor listrik.

Gambar 2.6. Klasifikasi Motor Listrik

Dikatakan sebagai motor induksi karena motor baru bisa bekerja


bila konduktor rotor terinduksi oleh medan putar magnet pada stator.
Dikatakan motor asinkron karena motor ini bekerja berdasarkan adanya
perbedaan antara putaran medan stator (Ns) dan putaran rotor (Nr). Motor
dikatakan mengalami slip karena pada motor asinkron 3 phase Ns > Nr,
slip sendiri adalah besarnya perbedaan antara Ns dan Nr. Motor induksi /
motor asinkron 3 phase di-supply dengan tegangan 3 fase ( R, S, T).

2.4.1Bagian – Bagian Motor 3 Fasa


Konstruksi motor asinkron 3 fasa terdiri atas dua bagian yaitu
bagian rotor dan bagian stator. Stator adalah bagian motor yang diam,
sedangkan rotor adalah bagian motor yang bergerak atau berputar.

Gambar 2.7.Konstruksi Motor Asinkron 3 Fasa


17

1. Stator
Stator adalah bagian dari mesin yang tidak berputar dan biasanya
terletak mengelilingi rotor. Dibuat dari besi bundar berlaminasi dan
mempunyai alur – alur sebagai tempat meletakkan kumparan. Stator bisa
berupa gulungan kawat tembaga yang berinteraksi dengan jangkar dan
membentuk medan magnet untuk mengatur perputaran rotor. Stator inilah
yang dihubungkan langsung ke sumber tegangan 3 fase.

Gambar 2.8.Stator pada motor asinkron 3 fasa

2.Rotor
Rotor adalah bagian dari motor listrik yang berputar pada sumbu
rotor. Bagian ini terdiri dari inti rotor, kumparan rotor dan alur rotor.
Perputaran rotor di sebabkan karena adanya medan magnet dan lilitan
kawat email pada rotor. Sedangkan torsi dari perputaran rotor di tentukan
oleh banyaknya lilitan kawat dan juga diameternya. Rotor pada motor AC
dibagi menjadi 2, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.9 dan gambar
.10.

Gambar 2.9. Rotor Belit


18

Gambar 2.10. Bagian-Bagian Rotor Sangkar

Pada gambar 2.9 merupakan jenis rotor belit sedangkan pada


gambar 2.10 merupakan jenis rotor sangkar. Yang umum digunakan
adalah jenis rotor sangkar.

2.4.2.Perbandingan Motor Listrik


Tabel 2.1. Perbandingan motor listrik 1 fasa dengan 3 phase
Motor 1 Phase Motor 3 Phase
1. Sumber arus bolak balik 1 fasa 1. Sumber arus bolak balik 3 fasa
2. Menggunakan 2 kabel 2. Menggunakan 3 kabel
3. Starting motor menggunakan 3. Starting motor tidak
sistem lain menggunakan sistem lain
4. Daya yang dihasilkan kecil 4. Daya yang dihasilkan besar
5. Umumnya digunakan untuk 5. Umumnya digunakan untuk
keperluan rumah tangga industri dan perhotelan
6. Memerlukan kapasitor untuk 6. Tidak memerlukan kapasitor
starting motor untuk starting motor
7. Putaran motor cenderung lebih 7. Putaran motor tidak sehalus motor
halus 1 fasa
8. Bisa digunakan pada peralatan 3 8. Tidak bisa digunakan pada
fasa peralatan 1 fasa

Tabel 2.2. Kelebihan dan kekurangan motor asinkron 3 phase


Kelebihan Kekurangan
1. Tidak memerlukan kapasitor 1. Kemampuan kontrol kecepatan
untuk starting motor. kurang.
2. Harga lebih murah. 2. Arus start tinggi.
3. Untuk rotor sangkar, 3. putaran kurang halus.
konstruksi lebih kuat dan 4. Terjadi slip.
tahan lama. 5. Pada beban rendah, power
4. Perawatan minim. factor menjadi sangat rendah.

Pada tabel 2.1 menjelaskan tentang perbedaan antara jenis motor


asinkron 1 phase dan motor asinkron 3 phase. Sementara itu pada tabel
2.2menjelaskan tentang kelebihan dan kekurangan dari motor asingkron
3 phase.
19

2.4.3. Prinsip Kerja Motor 3 Fasa


Motor asinkron 3 phase biasa juga disebut dengan motor induksi
3 phase, berfungsi mengubah energi listrik 3 phase menjadi sebuah energi
mekanik. Ada beberapa prinsip kerja motor asinkron antara lain:
1. Apabila sumber tegangan tiga fase dipasang pada kumparan stator,
maka akan timbul medan putar dengan kecepatan ns = 120 f/p.
2. Medan putar stator tersebut akan memotong batang konduktor
pada rotor, akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan
induksi (ggl).
3. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian yang tertutup, maka
ggl (E) akan menghasilkan arus ( I ).
4. Adanya arus ( I ) di dalam medan magnet menimbulkan gaya ( F )
pada rotor.
5. Bila torsi mula yang dihasilkan oleh gaya ( F ) pada rotor yang
cukup besar untuk mengikuti torsi beban, maka rotor akan berputar
searah dengan medan putar stator.
6. Seperti dijelaskan pada no. 2 bahwa tegangan induksi timbul
karena terpotongnya batang konduktor rotor oleh medan putar
stator. Maksudnya agar tegangan terinduksi diperlukan adanya
perbedaan relatif antara kecepatan medan putar stator (ns) dengan
kecepatan berputar rotor (nr).
7. Perbedaan kecepatan antara ns dan nr disebut dengan slip (S).
Dapat dinyatakan dengan persamaan :
S = ( ns – nr ) / ns x 100%
8. Bila nr = ns, maka tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak
mengalir pada kumparan jangkar rotor. Dengan demikian tidak
dihasilkan torsi. Torsi motor akan ditimbulkan apabila nr lebih
kecil dari ns.
9. Dilihat dari cara kerjanya, motor asinkron disebut juga dengan
motor induksi.

Mengenai prinsip rotor bisa berputar karena adanya induksi dari stator
diperjelas pada gambar 2.11.
20

Gambar 2.11. Proses rotor berputarkarena induksi dari stator

 Ketika waktu t1, kabel dari R bernilai negatif begitu juga R’


merupakan kebalikannya yaitu bernilai positif. Begitu juga dengan
kabel S dan T.(lihat gambar) ( nilai positif dan negatif dilihat dari
grafik sinus cosinus kabel R S T )
 Ketika waktu t2, kabel R bernilai negatif dan seterusnya (lihat
gambar)
 Ketika waktu t3, kabel R bernilai negatif dan seterusnya (lihat
gambar)
 Kita bisa lihat dari t1 hingga t3 medan kutub berputar kearah kanan
( searah jarum jam )
Inilah prinsip dasar rotor pada motor 3 fase bisa berputar karena
adanya induksi dari stator yang diberi sumber tegangan 3 fase ( kabel R S
dan T )

2.4.4. Pengaturan Putaran Motor


Pengaturan kecepatan putaran motor dapat dihitung dengan rumus :
=
Keterangan : Ns = Kecepatan Putar
f = Frekuensi Sumber
P = Jumlah Kutub motor
Dari persamaan di atas, maka jika kita ingin merubah-rubah nilai
Ns, dapat dilakukan dengan mengubah nilai frekuensi dari sumber (f) atau
mengubah jumlah kutub motor (p). Semakin besar frekuensi maka
21

semakin besar pula kecepatan putaran motor (Ns) yang kita dapatkan,
begitu juga sebaliknya. Sedangkan semakin banyak jumlah kutub, maka
semakin kecil pula kecepatan motor yang dihasilkan, dan berlaku juga
sebaliknya.

a. Pengaruh Frekuensi Terhadap Kecepatan Putaran Motor


Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa semakin besar
frekuensi maka semakin besar pula kecepatan motor yang dihasilkan.
Untuk lebih jelasnya mengapa hal ini bisa terjadi perhatikan pada gambar
2.12 dibawah ini :

Gambar 2.12. Contoh perbandingan kecepatan motor dengan


frekuensi 1 Hz dan 2 Hz pada waktu t1 dan t2

Dari skema diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk frekuensi


2 Hz , putaran motor lebih cepat dari pada untuk frekuensi 1 Hz dalam
waktu t1 dan t
22

b. Pengaruh Kutub Terhadap Kecepatan Putaran Motor


Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa semakin besar jumlah
kutub maka semakin kecil pula kecepatan motor yang dihasilkan. Untuk
lebih jelasnya mengapa hal ini bisa terjadi perhatikan pada gambar 2.13
dan 2.14.

Gambar 2.13. Putaran dengan 2 kutub

Gambar 2.14. Putaran dengan 4 kutub

Berdasarkan skema diatas dapat ditarik kesimpulan ,jika


menggunakan 2 kutub maka putaran motor akan lebih cepat ( 2 kali )
daripada menggunakan 4 kutub.
23

2.5 Pulse Width Modulation (PWM)


Pulse Width Modulation (PWM) secara umum adalah sebuah cara
memanipulasi lebar sinyal yang dinyatakan dengan pulsa dalam satu
periode, untuk mendapatkan tegangan rata-rata yang berbeda. Bebarapa
contoh aplikasi PWM adalah pemodulasian data untuk telekomunikasi,
pengontrolan daya atau tegangan yang masuk ke beban, regulator
tegangan, audio effect dan penguatan, serta aplikasi-aplikasi lainnya.
Sinyal PWM pada umumnya memiliki amplitudo dan frekuensi
dasar yang tetap, namun memiliki lebar pulsa yang bervariasi. Lebar pulsa
PWM berbanding lurus dengan amplitudo sinyal asli yang belum
termodulasi. Artinya, sinyal PWM memiliki frekuensi gelombang yang
tetap namun duty cycle bervariasi antara 0% hingga 100%. Gambar 2.15
menunjukkan rangkaian dasar PWM.

Gambar 2.15. Rangkaian PWM

Dari Gambar 2.15 menunjukkan bahwa sebuah op-amp


mengkomparasi antara input sinyal ramp dan sinyal dc. Ketika sinyal DC
lebih tinggi daripada sinyal ramp, maka akan menghasilkan pulsa low dan
sebaliknya. Gambar 2.16 menunjukkan sinyal output dari PWM.

Gambar 2.16.Sinyal output PWM

Tegangan output dari PWM diturunkan dari persamaan berikut:


Ttotal = Ton + Toff. ………………….................................... (2.1)
24
Ton
D= …………………………....................................... (2.2)
Ttotal
Vout =D x Vin ………………………….............................. (2.3)

Keterangan:
 Ton = Waktu pulsa “High”
 Toff = Waktu pulsa “Low”
 Vin = Tegangan Input
 Vout= Tegangan Output
 D = Duty cycle adalah lamanya pulsa high dalam satu periode

Dari persamaan diatas, diketahui bahwa perubahan duty cycle akan


merngubah tegangan output atau tegangan rata-rata seperti Gambar 2.17
yaitu menunjukkan Pulsa PWM pada duty cycle yang berbeda-beda.

Gambar 2.17.Pulsa PWM pada duty cycle yang berbeda-beda

PWM merupakan salah satu teknik untuk mendapatkan sinyal


analog dari sebuah piranti digital. Sebenarnya sinyal PWM dapat
dibangkitkan dengan banyak cara, secara analog menggunakan IC op-
amp atau secara digital.
Secara analog setiap perubahan PWM-nya sangat halus, sedangkan
secara digital setiap perubahan PWM dipengaruhi oleh resolusi PWM itu
sendiri. Resolusi adalah jumlah variasi perubahan nilai dalam PWM
tersebut. Misalkan suatu PWM memiliki resolusi 8 bit, berarti PWM ini
memiliki variasi perubahan nilai sebanyak 256 variasi mulai dari 0 – 225
perubahan nilai yang mewakili duty cycle 0% – 100% dari keluaran PWM
tersebut.
BAB III
PERENCANAAN DAN PEMBUATAN ALAT

3.1. Blok Diagram Sistem


Blok diagram system utama :

Gambar 3.1.Blok Diagram Sistem

Pada blok diagram diatas dijelaskan bahwa sumber AC 3 fasa


digunakan sebagai sumber untuk matrix conveter. Pada sisi sumber
digunakan sebuah variac AC 3 fasa untuk mengatur tegangan input yang
digunakan. Tegangan input diatur mulai dari tegangan 100 V sampai 220
V untuk supply motor induksi 3 fasa dengan menggunakan matrix
converter. Matrix converter adalah AC to AC converter dimana fase
tegangan input terhubung langsung ke fase tegangan output melalui saklar
daya dua arah.Matrix converter menggunakan saklar bidirectional
(IGBT) sebagai komponen switchingnya dan terdapat 9 saklar IGBT
dimana setiap saklar bisa mengalirkan arus secara dua arah. Pada proses
pengaturan kecepatan motor induksi 3 fasa ini menggunakan matrix
converter dengan metode venturini, dimana pada metode venturini untuk
pengaturan switchingnya menggunakan perbandingan rasio tegangan
output dan input. Pada metode ini nilai rasio yang bisa dihasilkan antara
0,5 sampai dengan 0,866. Dari nilai rasio tersebut akan dibandingkan
dengan comparator untuk menghasilkan switching duty cycle mengatur
kecepatan motor induksi 3 fasa.

3.2. Perencanaan Motor Induksi 3 Fasa


Pada pembuatan tugas akhir ini digunakan motor induksi 3 fasa
sebagai beban dari matrix converter, untuk itu harus ditentukan
25
26

spesifikasi motor induksi 3 fasa yang akan digunakan. Penentuan daya


motor indkusi 3 fasa dapat dilakukan dengan melakukan perhitungan daya
motor sesuai dengan daya pada beban yang digunakan pada plant. Untuk
plant ini, karena motor induksi 3 fasa hanya dioperasikan tanpa beban,
maka ditentukan spesifikasi motor induksi yang akan digunakan sebagai
berikut:
Daya = 375 Watt
Tegangan nominal = 220/380 Volt ∆/Y
Arus maksimum = 1,9 A/1,1 A

3.3. Perencanaan Matrix converter


Rangkaian matrix converter digunakan untuk mengkonversikan
tegangan AC ke AC dengan input sinusoidal dan output dari rangkaian
konverter jenis ini akan menghasilkan output sinusoidal juga., yang mana
nilai tegangan output dari rangkaian matrix converter ini akan digunakan
sebagai supply dari motor induksi 3 fasa. Sementara teknik kontrol
kecepatan pada motor induksi yang digunakan adalah teknik kontrol
skalar dimana pada pengaturan ini menggunakan pengaturan frekuensi di
sisi output dari matrix converter. Dalam rangkaian matrix converter ini
terdapat komponen mosfet sebagai komponen utamanya yang
digunakan sebagai bidirectional switch untuk proses konversi daya.
Dalam perancangannya terdapat penggunaan jenis metode yang
digunakan pada teknik kontrol skalar yaitu metode venturini untuk
mengatur rasio tegangan input dan output.

3.4. Simulasi MATLAB


Sebelum melakukan perencanaan matrix converter dengan metode
venturrini, perlu dibuat flowhchart dari metode venturini yang akan
dikerjakan. Pada gambar 3.2 bmerupakan flowchart dari metode venturini
:
27

Gambar 3.2. Flowchart modulasi venturini


28

Sementara itu untuk proses pembuatan simulasi dari matrix


converter akan dikerjakan menggunakan simulasi simulink MATLAB.
Berikut ini adalah simulasi rangkaian matrix converter:

Gambar 3.3.Simulasi rangkaian matrix converter

Gambar 3.4. metode venturini


29

Gambar 3.5. Switching metode venturini s11, s21, dan s31

Pada gambar 3.5 merupakan gambar dari modulasi switching


metode venturini yang sudah dicoba pada simulasi, dimana s11 adalah
modulasi di fase RU, s21 adalah modulasi di fase SU dan s31 adalah
modulasi di fase TU.

Gambar 3.6. switching metode venturini s12, S22, dan S32

Sementara itu pada gambar 3.6 merupakan gambar dari modulasi


switching metode venturini yang sudah dicoba pada simulasi, dimana s12
adalah modulasi di fase RV, s22 adalah modulasi di fase SV dan s32
adalah modulasi di fase TV.
30

Gambar 3.7. switching metode venturini s13, s23, dan s33

Pada gambar 3.7 merupakan gambar dari modulasi switching metode


venturini yang sudah dicoba pada simulasi, dimana s13 adalah modulasi
di fase RW, s23 adalah modulasi di fase SW dan s33 adalah modulasi di
fase TW.

Gambar 3.8. Rangkaian bidirectional switch dari matrix


converter

Gambar 3.8 merupakan rangkaian dari matrix converter dimana


pada ke 9 switch yang digunakan dibuat menjadi saklar dua arah. Saklar
dua arah tersebut akan dapat mengalirkan arus secara dua arah, sehingnga
31

konverter ini disebut dengan AC to AC converter. Sembilan saklar dua


arah digunakan sebagai proses untuk konversi daya dari AC ke AC.

Gambar 3.9. Gelombang Vin 3 fasa dari matrix converter

Gambar 3.9 merupakan bentuk gelombang 3 fasa pada tegangan


sumber. Pada tegangan sumber terjadi beda fasa antara ke 3 fasa nya,
sehingga bisa digunakan sebagai supply dari matrix converter.

Gambar 3.10. Gelombang Vout 3 fasa dari matrix converter

Sementara itu pada gambar 3.10 menujukkan bentuk gelombang


keluaran dari matrix converter menggunakan metode venturini.
Padabentuk gelombang tersebut juga terjadi beda fasa antar masing –
masing fasa, sehingga apabila digunakan sebagai supply dari motor
induksi 3 fasa, maka motor induksi 3 fasa akan berputar sesuai dengan
32

nilai frekuensi masukan yang diterima oleh motor.


Rpm

Tegangan
Gambar 3.11. Speed motor induksi 3 phasa dengan matrix
converter

Dari hasil simulasi, rangkaian matrix converter ketika diberi input


tegangan AC dari sumber jala – jala PLN sebesar 220 Volt dan frekuensi
switching 6 KHz akan menghasilkan tegangan output sebesar Vout =
0,866 x Vin (Volt) pada rangkaian matrix converter metode venturini.
Tabel switching yang digunakan mengikuti pattern switching dari matrix
converter. Dengan hasil simulasi ini, maka berikutnya bisa dilakukan
pengerjaan hardware.

3.5. Pembuatan Hardware Matrix converter


Setelah perencanaan dan simulasi dilakukan maka langkah
selanjutnya bisa dilakukan dengan mendesain board untuk converter.
Pendesainan ini dilakukan menggunakan sofware eagle. Gambar 3.12 dan
3.13 menunjukkan rangkaian skematik dan board dari matrix converter
sedangkan Gambar 3.14 menunjukkan hardware dari matrix converter
yang sudah jadi.
33

Gambar 3.12. Skematik rangkain matrix converter

Pada proses pembuatan board untuk main circuit dari matix


converter seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.12 mengikuti dari
rangkaian hasil simulasi yang sudah dibuat sebelumnya, sehingga
kesalahan dalam mendesain main circuit bisa dihindari.

(a)
34

(b)

(c)
Gambar 3.13. Board rangkain matrix converter converter
(a) Tampilan tampak bawah pcb
(b) Tampilan tampak atas pcb
(c) Tampilan letak komponen pcb

Gambar 3.13 (a), (b) dan (c) adalah bentuk desain dari board
tampilan tampak bawah, tampak atas dan tampilan tata letak komponen
yang akan dipasang setelah pembuatan board selesai dilakukan.
35

Gambar 3.14. Hardware\rangkaian matrix converter

Sementara itu pada gambar yang ditunjukkan seperti pada gambar


3.14 diatas merupakan bentuk akhir dari main circuit dari matrix
converter yang akan diuji. Pada main circuit tersebut dipasang heatsink
untuk meredam panas dari mosfet untuk penggunaan dalam jangka waktu
yang cukup lama.

3.6. Perencanaan dan Pembuatan Driver PWM Matrix converter


Rangkaian driver PWM adalah rangkaian yang berfungsi memisah
sinyal antara sinyal yang dikontrol dengan sinyal controller. Dalam hal
ini sinyal yang dikontrol adalah output mikrokontroller yang tersambung
dengan matrix converter. Sedangkan sinyal yang mengontrol adalah
sinyal yang berasal dari mikrokontroller STM32F746VG. Sehingga
apabila terjadi gangguan dalam converter yang menimbulkan arus balik,
mikrokontroller tetap terlindungi karena telah terisolasi dengan adanya
rangkaian optocoupler. Penggunaan optocoupler ini juga berfungsi untuk
mengubah besar tegangan switching pada converter dari 3 volt menjadi
12 volt. Pada proyek akhir ini dibuat9 rangkaian driver PWM. Hal tersebut
dikarenakan pengontrolan menggunakan 9 switching pada masing –
masing bidirectional switchnya.
Untuk Pembuatan hardware rangkain driver PWM dilakukan
dengan menggunakan sofware eagle. Gambar 3.15 dan 3.16 menunjukkan
rangkaian skematik dan board dari driver PWM sedangkan Gambar 3.17
menunjukkan hardware dari driver PWMyang telah jadi.
36

Gambar 3.15. Skematik rangkain driver MOSFET

Driver mosfet yang digunakan untuk mendrive mosfet menggunakan IC


FOD 3182 seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.15. IC FOD 3182 dipilih
karena bisa digunakan untuk frekuensi rendah maupun frekuensi tinggi. Selain itu
IC FOD 3182 juga menghasilkan bentuk gelombang keluaran PWM yang lebih
bagus daripada jenis IC driver seperti TLP521 pada frekuensi tinggi.
37

(a)

(b)
Gambar 3.16. Board rangkain driver MOSFET
(a) Tampilan tampak atas pcb
(b) Tampilan tampak bawah pcb
38

Untuk gambar 3.16 (a) dan (b) merupakan desain dari tampilan tampak
atas dan tampak bawah PCB driver mosfet. Pada desain ini menggunakan
fasilitas double layer pada PCB yang akan dibuat.

Gambar 3.17. Hardware rangkaian Driver PWM


Pembuatan driver MOSFET ini membutuhkan suplai tegangan
sendiri-sendiri pada setiap drivernya, hal ini dikarenkan masing-masing
saklar bi-directional pada matrix converter membutuhkan tegangan gate-
source (VGS) yang isolated, sehingga pada saat saklar bekerja pada
tegangan tiga fasa tidak saling mempengaruhi antar saklar bi-directional
yang dapat menyebabkan hubung singkat antar fasa.

3.7. Perencanaan dan Pembuatan Sensor Tegangan


Sensor tegangan yang digunakan yaitu pembagi tegangan (voltage
divider). Sensor ini digunakan untuk membaca tegangan masukan
maupun keluaran dari matrix converter. Sensor ini dirancang untuk
tegangan keluran yang disambungkan pada ADC mikrokontroller ARM
STM32F7 yang memiliki tegangan referensi sebesar 3,3 V. Desain
rangkaian dapat dilihat pada gambar 3.18. Pada rangkaian sensor
tegangan ini, terdapat Trafo yang digunakan untuk menurunkan tegangan
output generator dari 380 V menuju 24 V. Lalu tegangan akan
disearahkan oleh diode bridge dan di filter oleh kapasitor yang selanjutnya
masuk ke resistor pembagi tegangan.
39

Berikut adalah rangkaian sensor tegangan yang digunakan dalam


proyek akhir ini seperti pada gambar 3.18.

Gambar 3. 18. Rangkaian schematic sensor tegangan


padasoftware EAGLE

Gambar 3. 19. Board sensor tegangan pada software EAGLE

Pada proyek akhir ini, sensor tegangan didesain dapat membaca


tegangan hinga 380V maka dari itu dengan trafo yang memiliki tegangan
primer sebesar 220V harus dipasang seri sebanyak 2 buah.
Dengan menggunakan trafo dengan nilai transformasi (220:12)
yang berfungsi untuk menurunkan tegangan AC yang kemudian
disearahkan menggunakan dioda bridge dengan filter kapasitor sangat
besar maka nilai tegangan DC setelah rectifier adalah:
 Mencari tegangan sekunder trafo
= × ..................................................................(3.1)
12
= × 380
220
= 20,73
 Mencari tegangan DC hasil penyearah
= = √2 × ...............................................(3.2)
= = √2 × 20,73
= 29,31
Kemudian tegangan DC tersebut dibagi untuk memenuhi tegangan
masukan ADC sebesar 3V menggunakan rangkaian pembagi tegangan
dengan rumus:
= × ..................................................................(3.3)
Jika nilai R1 ditetapkan 10KΩ, maka nilai R2 adalah:
40

3 = × 29,31
10 +
= 1,153KΩ. ≈ 1,1KΩ
Maka nilai R2 yang digunakan adalah 1,1KΩ.
Maka tahanan yang digunakan sebagai sensor tegangan pada
proyek akhir ini adalah R1 = 10 kΩ dan R2 = 1,1 kΩ. Untuk daya dari
tahanan tersebut dapat dihitung sebagai berikut:
= +
= 10 + 1,1
= 11,1 Ω
,
= = = 0,078 Watt
,
Dari perhitungan daya tersebut, maka pemilihan daya tahanan
harus lebih besar dari 0,078 W. Pada proyek akhir ini nilai daya dari
tahanan menggunakan resistor 0,5 Watt.
Hasil simulasi dari sensor tegangan yang digunakan dengan
software PSIM dapat dilihat pada gambar 3.20.

Gambar 3. 20. Rangkaian sensor tegangan pada software PSIM

Gambar 3. 21. Hasil Simulasi sensor tegangan pada software PSIM


41

Gambar 3. 22. Hardware sensor tegangan

Hardware dari sensor tegangan yang sudah dibuat ditunjukkan


pada gambar 3.22. Sensor tegangan AC ini menggunakan sebuah
rangkaian penyearah fullbridge dan sebuah rangkaian pembagi tegangan.
Output dari rangkaian pembagi tegangan akan digunakan sebagai input
yang masuk ke ADC mikrokontroller.

3.8. Perencanaan Sensor Arus


Sensor arus pada proyek ahir ini menggunakan sensor arus ACS712,
dimana sensor arus ACS712 menyediakan solusi ekonomis dan tepat
untuk pengukuran arus AC atau DC di dunia industri, komersial, dan
sistem komunikasi. Perangkat terdiri dari rangkaian sensor efek-hall yang
linier, low-offset, dan presisi. Saat arus mengalir di jalur tembaga pada
bagian pin 1-4, maka rangkaian sensor efek-hall akan mendeteksinya dan
mengubahnya menjadi tegangan yang proporsional seperti yang dapat
dilihat pada digram blok fungsi berikut.

Gambar 3.23. Diagram blok dari IC ACS712.


42

Gambar 3.24. Konfigurasi pin dari IC ACS712.

Karakteristik ACS712
 Memiliki sinyal analog dengan sinyal-ganguan rendah (low-noise)
 Ber-bandwidth 80 kHz
 Total output error 1.5% pada Ta = 25 °C
 Memiliki resistansi dalam 1.2 mΩ
 Tegangan sumber operasi tunggal 5.0 V
 Sensitivitas keluaran 66 sd 185 mV/A
 Tegangan keluaran proporsional terhadap arus AC ataupun DC
 Fabrikasi kalibrasi
 Tegangan offset keluaran yang sangat stabil
 Hysterisis akibat medan magnet mendekati nol
 Rasio keluaran sesuai tegangan sumbe

Varian & Kemasan ACS712


ACS712 dibuat dalam satu bentuk kemasan saja:

Gambar 3.25. Kemasan dari IC ACS712.

ACS712 produksi Allegro ini diproduksi dengan tiga varian maksimal


pembacaan arus:
Tabel 3.1. Tipe-tipe IC ACS712.
Part Number Ta (°C) Jangkauan (A) Sensitivas
( mV/A)
ACS712ELCTR-05B- –40 s.d. +85 ±5 185
T
ACS712ELCTR-20A- –40 s.d. +85 ±20 100
T
ACS712ELCTR-30A- –40 s.d. +85 ±30 66
T
43

Grafik Kerja ACS712


Sensor ACS712 ini pada saat tidak ada arus yang terdeteksi, maka
keluaran sensor adalah 2,5 V. Dan saat arus mengalir dari IP+ ke IP-,
maka keluaran akan >2,5 V. Sedangkan ketika arus listrik mengalir
terbalik dari IP- ke IP+, maka keluaran akan <2,5 V:

Gambar 3.26. Grafik tegangan keluaran sensor ACS712


terhadap arus listrik yang terukur.

3.9. Perencanaan Sensor Kecepatan


Sensor kecepatan yang digunakan pada proyek akhir ini adalah
adalah LM393 Speed Sensor Photoelectric Infrared. Sensor ini digunakan
untuk mendeteksi kecepatan motor. Sensor ini adalah sensor opto-coupler
yang akan menghasilkan sinyal output High TTL ketika objek terdeteksi
pada celah. Sensor ini bekerja pada tegangan 3.3 – 5 V dengan lebar celah
5mm dan format output Digital( 0 dan 1 ). Bentuk fisik sensor kecepatan
dapat dilihat pada gambar 3.27 berikut ini

Gambar 3. 27. Hardware sensor kecepatan


Pada sisi motor dipasang sebuah piringan dengan jumlah 10 lubang
agar sensor kecepatan dapat membaca jumlah lubang - lubang tersebut
kemudian dibaca oleh mikrokontroler. Berikut ada Gambar 3.28 adalah
gambar piringan sensor kecepatan yang digunakan.
44

Gambar 3.28.piringan dengan 10 lubang

Prinsip kerja dari sensor kecepatan ini yaitu ketika optocoupler


terhalangi oleh piringan atau benda maka LED indikator output dari
sensor akan mati dan logika sensor akan bernilai “0”. Saat Optocoupler
tidak terhalangi oleh benda atau tepat pada lubang piringan maka LED
indikator output dari sensor akan menyala dan logika sensor akan bernilai
“1”. Pada saat berlogika 1 maka sensor akan memberikan output berupa
pulsa yang kemudian akan dibaca oleh mikrokontroler melalui external
interrupt, dan saat berlogika 0 sensor tidak akan memberikan pulsa
apapun sehingga mikrokontroller tidak akan membacanya. Hitungan
pulsa– pulsa tersebut dapat dikonversi menjadi satuan RPM berdasarkan
rumus pada persamaan 3.4.
( )
= ............................................................... (3.4)
Dengan :
Counter = jumlah pulsa yang terbaca mikrokontroler tiap detik
n = jumlah lubang piringan yang digunakan
BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISA

Pada bab ini, yang akan dibahas adalah hasil pengujian per bagian
ataupun pengujian integrasi sistem secara keseluruhan. Pada bab ini juga
dilakukan anailisa di setiap bagian yang sudah mendapatkan hasil.
Bab ini berfungsi untuk mengetahui kerja dari setiap komponen
yang dibuat. Pengujian yang dilakukan pada bab ini antara lain sebagai
berikut :
1. Pengambilan Parameter Motor Induksi 3 Fasa
2. Pengujian Bi-directional Switch
3. Pengujian PWM ARM STM32F7 dan Driver Mosfet TLP521
4. Pengujian Sensor Tegangan
5. Pengujian Zero Crossing Detector dan Sensor Arus
6. Pengujian Sensor Kecepatan
7. Pengujian integrasi open loop
Pengujian pada proyek akhir ini dilakukan untuk mengetahui
rancangan sistem yang telah dibuat dapat bekerja dengan baik sesuai
perencanaan. Pengujian ini juga dilakukan untuk mengetahui kekurangan
setiap partisi yang dibuat agar pada saat melakukan integrasi dapat
mengetahui apakah hasil pengujian keseluruhan dari partisi tersebut
berjalan sesuai dengan perencanaan atau tidak.
4.1 Pengambilan Parameter Motor Induksi 3 Fasa
Pengambilan parameter pada motor induksi 3 fasa ini bertujuan
untuk mengetahui rangkaian ekivalen dari motor induksi yang digunakan.
Hal ini dilakukan karena dalam pengaturan kecepatan motor induksi 3
fasa harus mengetahui parameter dari motor induksi tersebut terlebih
dahulu.
Pengambilan parameter ini dilakukan dengan cara DC Test, AC
Test, No Load Test, dan Blocked Rotor Test.

4.1.1 DC Test
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui parameter resistansi
stator R1. Pada pengujian ini kumparan stator dialiri arus searah, sehingga
dengan melihat parameter tegangan dan arus yang mengalir pada
kumparan tersebut maka dapat ditentukan besarnya nilai resistansi pada
belitan stator. Tabel 4.1 merupakan hasil pengujian dari DC Test motor
induksi 3 fasa dan gambar 4.1 merupakan rangkaian pengujian DC test
motor induksi 3 fasa.

45
46

Gambar 4.1.Rangkaian pengujian DC Test motor induksi


3 fasa

Gambar 4.2.Rangkaian percobaan DC Test motor


induksi3 fasa

Pada pengujian DC test motor induksi 3 fasa ini menggunakan DC


Power supply sebagai sumber untuk mengetahui nilai dari tahanan pada
kumparan stator motor induksi 3 fasa. DC volt meter dan DC ampere
meter digunakan sebagai parameter untuk mengukur tegangan dan arus
yang mengalir pada kumparan stator. Dari hasil pengujian tersebut
diperoleh nilai V dan I yang digunakan untuk mencari nilai tahanan pada
belitan stator. Pada tabel 4.1 dibawah ini merupakan tabel data hasil
pengujian DC test motor induksi 3 fasa.

Tabel 4.1. Data hasil pengujian DC test motor induksi 3 fasa


No Tegangan (v) Arus (A) Tahanan (Ω) Belitan
1 2 0,09 22,2
2 4 0,18 22,2
3 6 0,27 22,2 U
4 8 0,36 22,2
5 10 0,45 22,2
47

No Tegangan (v) Arus (A) Tahanan (Ω) Belitan


6 2 0,09 22,2 V
7 4 0,18 22,2
8 6 0,27 22,2
9 8 0,36 22,2
10 10 0,45 22,2
11 2 0,09 22,2 W
12 4 0,18 22,2
13 6 0,27 22,2
14 8 0,36 22,2
15 10 0,45 22,2

Dari hasil tersebut dapat dicari nilai tahanan pada belitan stator
yaitu dengan rumus :
= .................................................................................... (4.1)
Nilai tahanan pada belitan U :
 ( ) = = 22,2 Ω
,
 ( ) = = 22,2 Ω
,
 ( ) = = 22,2 Ω
,
 ( ) = = 22,2 Ω
,
 ( ) = = 22,2 Ω
,

Nilai tahanan pada belitan V :


 ( ) = = 22,2 Ω
,
 ( ) = = 22,2 Ω
,
 ( ) = = 22,2 Ω
,
 ( ) = = 22,2 Ω
,
 ( ) = = 22,2 Ω
,

Nilai tahanan pada belitan W :


 ( ) = = 22,2 Ω
,
 ( ) = = 22,2 Ω
,
 ( ) = = 22,2 Ω
,
 ( ) = = 22,2 Ω
,
48

 ( ) = = 22,2 Ω
,

Untuk memperoleh harga R1 dilakukan dengan pengukuran DC yaitu


dengan menghubungkan sumber tegangan DC (VDC) pada dua terminal
input dan arus DC nya (IDC) lalu diukur. Disini tidak mengalir arus rotor
karena tidak ada tegangan yang terinduksi. Dari hasil tersebut diperoleh
hasil niali tahanan pada belitan U adalah 22,2 Ω, nilai tahanan pada
belitan V adalah 22,2 Ω dan nilai tahanan pada belitan W adalah 22,2 Ω.

4.1.2 No Load Test


Motor induksi dalam keadaan beban nol dibuat dalam keadaan
berputar tanpa memikul beban pada rating tegangan dan frekuensinya.
Besar tegangan yang digunakan ke belitan stator perfasanya adalah V1
(tegangan nominal), arus masukan sebesar I0 dan dayanya P0. Nilai ini
semua di dapatkan dengan melihat alat ukur pada saat percobaan beban
nol.
Dalam percobaan beban nol, kecepatan motor induksi mendekati
kecpatan sinkronnya. Diaman besar s → 0, sehingga → ~ sehinngga
besar impedansi total bernilai tak berhingga yang menyebabkan arus I2
pada Gambar 3(a) bernilai nol sehingga rangkaian ekivalen motor induksi
pada pengukuran beban nol ditunjukan pada Gambar 3(b). Namun karena
pada umumnya nilai kecepatan motor pada pengukuran ini nr0yang
diperoleh tidak sama dengan ns maka slip tidak sama dengan nol sehingga
ada arus I2 yang sangat kecil mengalir pada rangkaian rotor, arus I2tidak
diabaikan tetapi digunakan untuk menghitung rugi-rugi gesek + angin dan
rugi-rugi inti pada percobaan beban nol. Pada pengukuran ini di dapat
data-data antar lain: arus input (I1 = I0), tegangan input (V1 = Vo), daya
input perfasa (P0) dan kecpatan poros motor (nr0). Frekuensi yang
digunakan untuk eksitasi adalah frekuensi sumber ʄ , maka rangkaian pada
saat beban nol adalah seperti pada gambar 4.3 di bawah ini,

(a)
49
R1 X1 I2' X2' R2'

Io
I1

Xm Rc
V1 E1
Im
Ic

(b)
Gambar 4.3.Rangkaian ekivalen motor induksi 3 Fasa

Dengan tidak adanya beban mekanis yang terhubung ke rotor dan


tegangan normal diberikan ke terminal, dari gambar 3 didapat besar sudut
fasa antara arus antara I0dan V0 adalah :
=
Dimana: Po = Pn1 = daya saat beban nol perfasa
Vo = V1 = tegangan masukan saat beban nol
I0 = In1 = arus beban nol
Dengan P0 adalah daya input perfasa. Sehingga besar E1 dapat dinyatakan
dengan
= <0 − < ( + )( )
nro adalah kecepatan rotor pada saat beban nol. Daya yang didissipasikan
oleh Rcdinyatakan dengan:
= − ( )
R1 didapat pada saat percobaan dengan tegangan DC.
Harga Rc dapat ditentukan dengan
= ( ℎ )
Dalam keadaan yang sebenarnya R1 lebih kecil jika dibandingkan
dengan Xm dan juga Rc jauh lebih besar dari Xm , sehingga impendansi
yang didapat dari percobaan beban nol dianggap jX1 dan jXm yang
diserikan.
| |= = ( + )( ℎ )
√3
Sehingga didapat
= − ( ℎ )
√3
Pada pengujian No Load test motor induksi 3 fasa dibutuhkan alat
ukur seperti ampere meter AC, volt meter AC, Watt meter AC 3 fasa dan
cos phi meter 3 fasa untuk mengetahui nilai tegangan,arus,daya dan cos
phi pada motor induksi 3 fasa saat di operasikan pada keadaan tanpa
50

beban. Pada saat no load test, motor induksi 3 fasa dihubung delta. Pada
gambar 4.4 merupakan rangkaian dari pengujian no load test motor
induksi 3 fasa,

(a)

(b)

Gambar 4.4. (a) Rangkaian percobaan no load test motor


induksi 3 fasa
(b) Rangkaian pengujian no load test motor
induksi 3 fasa

Pada pengujian no load pada motor induksi 3 fasa ini, motor di


running sampai mencapai tegangan nominal dari motor tanpa dibebani,
dari hasil running motor dengan no load test ini diperoleh beberapa
parameter berupa tegangan, arus, daya output dan power faktor pada
motor. Dari pengujian no load ini juga bisa diperoleh nilai Xm dari motor
induksi 3 fasa tersebut sehingga akan diketahui nilai – nilai dari parameter
rangkaian ekuivalen motor induksi 3 fasa. Pada tabel 4.2 berikut
merupakan tabel data hasil pengujian no load test motor induksi 3 fasa:

Tabel 4.2. Data hasil pengujian no load test motor induksi


3 fasa
No V (volt) I (ampere) P (watt) Cos θ
1 220 1,35 100 0,3
51

Dari hasil pengujian yang sudah dilakukan pada tes beban nol motor
induksi 3 fasa, didapatkan parameter nilai Xm seperti dibawah ini :
Perhitungan :
 Tes Beban Nol
220
= = = 94,08 Ω
√3 √3 × 1,35

4.1.3 Block Rotor Test


Pada percobaan ini, rotor ditahan sehingga tidak dapat berputar.
Pada Gambar 4.5 menunjukan pengawatan untuk percobaan hubung
singkat (rotor tertahan). Untuk melakukan percobaan rotor ditahan ini,
tegangan AC dihubungkan ke stator, dan arus yang mengalir diatur
mendekati nilai beban penuh. Apabila arus pada kondisi nilai beban
penuh, selanjutnya ukur tegangan, arus, dan daya yang mengalir ke motor.
Rangkaian pengujian untuk percobaan ini diperlihatkan pada Gambar 4.7
(a) dan (b).
Setelah catu daya dihubungkan ke motor, secepatnya atur besarnya
arus yang mengalir ke motor kira-kira pada nilai nominalnya, kemudian
ukur daya masuk, tegangan, dan arus sebelum rotor mengalami banyak
pemanasan. Daya masuk ke motor diberikan melalui persamaan berikut :
= √3 cos
Jadi faktor daya rotor ditahan dapat diperoleh melalui persamaan berikut
:
cos ∅ =

Pada saat pengetesan juga dilakukan pencatatan nilai arus yang terukur.
= ×
IhsN = Arus hubung singkat diperoleh saat tegangan normal
diberikan.
Ihs = Arus hubung singkat diperoleh saat tegangan pengujian
diberikan.
Rugi tembaga total = Whs – Winti
3. . = −
=
.

= −
52

(a)

(b)
Gambar 4.5. (a) Rangkaian percobaan block rotor test
motor induksi 3 fasa
(b) Rangkaian pengujian block rotor test
motor induksi 3 fasa

Dari hasil pengujian block rotor test motor induksi 3 fasa ini diproleh hasil
seperti pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Data hasil pengujian block rotor test motor induksi 3
fasa
No V (volt) I (ampere) P (watt) Cos θ
1 106 0,9 120 0,7

Dari data hasil pengujian yang telah dilakukan, maka dapat di


cari beberapa parameter diantaranya seperti dibawah ini :
 Block rotor test
120
= = = 49,4 Ω
3× 3 × 0,9

106
= = = 68 Ω
√3 × √3 × 0,9
= − = 68 – 49,4 = 46,02 Ω
53

4.2 Pengujian Bi-directional Switch


Bi-directonal switch merupakan saklar dua arah dimana saklar ini
bisa mengalirkan arus secara dua arah atau juga sebagai proses konversi
energi dalam konteks matrix converter ini. Bi-directional switch pada
matrix converter bertujuan untuk proses konversi daya dari AC ke AC,
dimana tegangan output yang dihasilkan pada bidirectional switch ini
akan sama dengan nilai dari tegangan input. Pembuatan bi-directonal
switch pada matrix converter ini menggunakan 2 buah MOSFET yang
dihubung saling berkebalikan antara MOSFET 1 dengan MOSFET
lainnya. Penggunaan MOSFET sebagai bi-directional switch ini adalah
menggunakan jenis MOSFET tipe N-Channel (common emitter)
IXFH50N60 (600 V; 50 A). Pada saat pengujian kaki Source dari
MOSFET terhubung menjadi satu begitu juga dengan kaki gate dari
MOSFET. Sementara kaki Drain dari 2 MOSFET yang dihubung
berkebalikan akan menjadi Vin dan Vout pada matrix converter ini.

(a) (b)
Gambar 4.6.(a) Rangkaian percobaan bidirectional
switch
(b) Rangkaian pengujian bidirectional
switch

Pada percobaan bi-directional tersebut menggunakan 2 buah


MOSFET yang dihubung berkebalikan dengan sebuah LED sebagai
indikator apakah bidirectional tersebut bisa di drive pada kaki gatenya dan
tidak saling mempengaruhi antar MOSFET yg lainnya. Kaki gate pada
masing – masing MOSFET saat di drive secara bergantian tidak saling
54

mempengaruhi antar MOSFET yang satu dengan yang lainnya ditandai


dengan LED yang menyala bergantian saat salah satu dari MOSFET di
drive dengan tegnagn 12 volt DC.
Sedangkan gambar 4.7 merupakan rangkaian pengujian test 3 bi-
directional switch dengan sumber variac AC 3 phase dengan beban motor
induksi 3 phase

(a)

(b)
Gambar 4.7.(a) Rangkaian percobaan bidirectional switch
3 phase
(b)Rangkaian pengujian bidirectional switch
3 phase

Dari hasil pengujian bidirectional switch 3 phase diperoleh


data hasil pengujian adalah pada tabel 4.4.
55

Tabel 4.4Test Bidirectional Switch 3 phase


No Vin Vout Drop(V) Drop(%)
1 10,02 9,9 0,12 1,1976048
2 20,04 19,93 0,11 0,5489022
3 30,02 29,92 0,1 0,3331113
4 40 39,88 0,12 0,3
5 50,01 49,89 0,12 0,239952
6 60 59,87 0,13 0,2166667
7 70,05 69,93 0,12 0,1713062
8 80,1 79,98 0,12 0,1498127
9 90,07 89,94 0,13 0,1443322
10 100,1 99,9 0,2 0,1998002
11 110,1 110 0,1 0,0908265
12 120,1 120 0,1 0,0832639
13 130,1 130 0,1 0,076864
14 140 139,9 0,1 0,0714286
15 150 149,9 0,1 0,0666667
16 160 159,8 0,2 0,125
17 170,1 169,9 0,2 0,1175779
18 180 179,8 0,2 0,1111111
19 190 189,8 0,2 0,1052632
20 200,1 199,9 0,2 0,09995
21 210 209,8 0,2 0,0952381
22 220,1 219,9 0,2 0,0908678

Dari hasil tersebut terlihat bahwa dengan sistem switch yang dapat
mengalirkan arus secara 2 arah, maka nilai dari tegangan output nilainya
akan mendekati dari nilai tegangan pada sisi input. Dari data tersebut
diperoleh hasil dengan error yang cukup kecil.

4.3 Pengujian PWM ARM STM32F7 dan Driver Mosfet FOD3812


Rangkaian driver PWM (optocoupler) adalah rangkaian yang
berfungsi memisah sinyal antara sinyal yang dikontrol dengan sinyal
controller. Dalam hal ini sinyal yang dikontrol adalah output
mikrokontroller yang tersambung dengan matrix converter. Sedangkan
56

sinyal yang mengontrol adalah sinyal yang berasal dari mikrokontroller


STM32F746VG. Sehingga apabila terjadi gangguan dalam converter
yang menimbulkan arus balik, mikrokontroller tetap terlindungi karena
telah terisolasi dengan adanya rangkaian optocoupler. Penggunaan
optocoupler ini juga berfungsi untuk mengubah besar tegangan switching
pada converter dari 3 volt menjadi 12 volt. Pada proyek akhir ini dibuat 9
rangkaian driver PWM. Hal tersebut dikarenakan pengontrolan
menggunakan 9 switching pada masing – masing bi-directional
switchnya. Pada gambar 4.8 merupakan hasil dari pengujian driver pwm
menggunakan IC FOD 3812 .

Gambar 4.8. Pengujian Driver MOSFET FOD 3182

Tabel 4.5. Datapengujian driver MOSFET FOD 3182


No Fs (KHz) Duty Gelombang output Gelombang output
(%) mikro driver MOSFET
1 2 KHz 20 %

2 2 KHz 50 %
57

No Fs (KHz) Duty Gelombang output Gelombang output


(%) mikro driver MOSFET
3 2 KHz 80 %

Pengujian ini dilakukan agar MOSFET bisa di drive dengan benar


dan untuk mengetahui kemampuan driver bisa dioperasikan sampai
maksimum frekuensi switching dari jenis IC yang digunakan untuk drive
MOSFET.

4.4 Pengujian Sensor Tegangan AC


Pengujian ini dilakukan mengetahui kepresisian pembacaan dari
nilai Tegangan yang dihasilkan dari pembacaan sensor tagangan AC yang
kemudian dibandingkan dengan pembacaan Voltmeter. Pada gambar 4.10
dan tabel 4.6 Dapat dilihat hasil pengujian sensor Tegangan AC yang di
bandingkan dengan pembacaan untuk mengetahui kepresisian nilai
tegangan yang dibaca oleh sensor.

Rangakaian Vcc
Variac Inp GND
ADC ARM
Sensor

Voltmeter AC Voltmeter DC

Gambar 4.9.Blok diagram pengujian Sensor Tegangan AC

(a)
58

(b)
Gambar 4.10.(a) dan (b) Pengujian Sensor Tegangan
AC (voltage devider)

Dari hasil pengujian yang sudah dilakukan untuk pengujian sensor


tegangan di sisi input maupun disisi output, digunakan sebuah rectifier 1
fasa mode full bridge untuk membaca nilai tegangan di sisi input dan
output pada matrix converter. Output dari rectifier akan dihubungkan ke
ADC pada mikrokontroller untuk selanjutnya dilakukan kalibrasi
sebelum sensor tegangan tersebut mensensing nilai tegangan pada
konverter. Adapaun data hasil pengujian pada sensor tegangan ini dapat
dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6. Hasil Pengujian Sensor Tegangan AC (Voltage Devider)


sensor tegangan input
No ADC Voltage Voltmete Vo LCD Error
r
1 5 10 10,2 10,5 2,94117647
1
2 87 20 20,12 20,9 3,87673956
3
3 188 30 30,3 30,1 0,66006600
7
4 293 40 40,6 40,3 0,73891625
6
5 399 50 50,6 50,4 0,39525691
7
59

No ADC Voltage Voltmete Vo LCD Error


r
6 507 60 60,4 59,9 0,82781457
7 615 70 70,3 69,8 0,71123755
3
8 723 80 80,7 80,1 0,74349442
4
9 833 90 90,1 89,1 1,10987791
3
10 944 100 100 99,9 0,1
11 1055 110 110,1 109,7 0,36330608
5
12 1166 120 120,6 119,8 0,66334991
7
13 1276 130 130,5 129,2 0,99616858
2
14 1387 140 140,2 139,9 0,21398002
9
15 1498 150 150,3 150,1 0,13306719
9
16 1609 160 160,1 160,2 0,06246096
2
17 1719 170 170,3 170,8 0,29359953
18 1833 180 180,4 179,6 0,44345898
19 1945 190 190,1 189,9 0,10520778
5
20 2058 200 200,5 200,3 0,09975062
3
21 2169 210 210,3 210,4 0,04755111
7
22 2281 220 220,1 221 0,40890504
3

Tabel 4.7. Hasil Pengujian Sensor Tegangan AC (Voltage Devider)


sensor tegangan output
No ADC Voltage Voltmeter Vo LCD Error
1 9 10 10,2 10,6 3,9215686
2 89 20 20,12 20,7 2,8827038
3 189 30 30,3 30,2 0,330033
4 293 40 40,6 40,2 0,9852217
5 398 50 50,6 50,3 0,5928854
60

No ADC Voltage Voltmeter Vo LCD Error


6 507 60 60,4 59,8 0,9933775
7 614 70 70,3 69,9 0,56899
8 722 80 80,7 80,3 0,4956629
9 833 90 90,1 89,5 0,6659267
10 944 100 100 99,5 0,5
11 1056 110 110,1 109,8 0,2724796
12 1166 120 120,6 119,6 0,8291874
13 1276 130 130,5 129,6 0,6896552
14 1387 140 140,2 139,6 0,4279601
15 1498 150 150,3 149,8 0,332668
16 1609 160 160,1 159,9 0,1249219
17 1719 170 170,3 170,5 0,1174398
18 1832 180 180,4 179,6 0,443459
19 1944 190 190,1 189,7 0,2104156
20 2057 200 200,5 200,4 0,0498753
21 2169 210 210,3 209,8 0,2377556
22 2281 220 220,1 221 0,408905

Dari hasil pengujian yang sudah dilakukan untuk pengujian sensor


tegangan di sisi input maupun disisi output, yang menggunakan sebuah
rectifier 1 fasa mode full bridge untuk membaca nilai tegangan di sisi
input dan output pada matrix converter, hasil yang diperoleh dengan nilai
prosentase error yang kecil.
61

Grafik Vin terhadap ADC


300
250 y = 0,0908x + 13,364
200
Vinput

150
100
50
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Nilai ADC

(a)
Grafik Vout terhadap ADC
300
250 y = 0,0909x + 13,289
Voutput

200
150
100
50
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Nilai ADC

(b)
Gambar 4.11. (a) Grafik sensor tegangan input terhadap
ADC
(b)Grafik sensor tegangan output terhadap
ADC

Pada gambar 4.11 merupakan grafik linearisasi sensor tegangan


input dan sensor tegangan output. Dari hasil grafik tersebut terlihat bahwa
nilai persamaan antara kedua sensor tegangan input dan output nilainya
hampir sama.
62

Grafik Linearisasi Sensor Tegangan Input


250
y = 1,0007x - 0,3011
200
Vo LCD

150

100

50

0
0 50 100 150 200 250
Voltmeter

(a)

Grafik Linearisasi Sensor tegangan Output


250
y = 0,9995x - 0,2398
200
Vo LCD

150

100

50

0
0 50 100 150 200 250
Voltmeter

(b)
Gambar 4.12. (a) Grafik Linearisasi sensor tegangan
input
(b) Grafik Linearisasi sensor tegangan
Output

Dari hasil pengujian yang sudah dilakukan dibuat grafik linearisasi antara
pembacaan yang terbaca pada alat ukur dan pembacaan yang terbaca pad LCD.
Hasil yang diperoleh pembacaannya linear dengan yang tampil pada LCD.
63

4.5 Pengujian Sensor Kecepatan


Sensor kecepatan yang digunakan pada proyek akhir ini adalah
adalah LM393 Speed Sensor Photoelectric Infrared. Sensor ini digunakan
untuk mendeteksi kecepatan motor. Sensor ini adalah sensor opto-coupler
yang akan menghasilkan sinyal output High TTL ketika objek terdeteksi
pada celah. Pada pengujian sensor kecepatan yang telah dilakukan, yaitu
menggunakan fungsi pembacaan digital output pada sensor yang nilai dari
kecepatan motor tersebut juga ditampilkan pada LCD mikro, dan hasilnya
dibandingkan dengan pembacaan pada Tacho meter utuk memperoleh
hasil yang lebih presisi.

Gambar 4.13. Pengujian sensor kecepatan pada


Motor induksi

Tabel 4.8. Data pengujian sensor kecepatan


No Volt RPM Rpm error
Tacho LCD
1 10 0 0 0
2 20 1183 1100 7,016061
3 30 1410 1385 1,77305
4 40 1457 1397 4,118051
5 50 1476 1405 4,810298
6 60 1483 1409 4,989885
7 70 1489 1412 5,171256
8 80 1495 1417 5,217391
64

No Volt RPM Rpm error


Tacho LCD
9 90 1497 1420 5,143621
10 100 1497 1420 5,143621
11 110 1497 1420 5,143621
12 120 1498 1422 5,073431
13 130 1498 1422 5,073431
14 140 1498 1422 5,073431
15 150 1499 1424 5,003336
16 160 1499 1424 5,003336
17 170 1500 1427 4,866667
18 180 1500 1433 4,466667
19 190 1500 1435 4,333333
20 200 1500 1436 4,266667
21 210 1500 1440 4
22 220 1500 1441 3,933333
Berdasarkan data hasil pengujian sensor kecepatan yang
dibandingkan nilai pembacaan pada LCD dengan pembacaan pada tacho
meter, diperoleh nilai prosentase error yang kecil.

Grafik Tegangan terhadap kecepatan motor


1600
1400
Kecepatan (rpm)

1200
1000
800
600
400
200
0
0 50 100 150 200 250
tegangan (volt)

Gambar 4.14. Grafik hubungan tegangan terhdap kecepatan


65

Gambar 4.14 menunjukkan garfik karakteristik respon tegangan terhadap


kecepatan motor induksi 3 fasa atau bisa juga disebut grafik karakteristik
time respon kecepatan motor induksi 3 fasa.

Grafik Linearisasi Sensor kecepatan


2000
1500 y = 0,9549x - 3,0669
RPM Sensor

1000
500
0
0 500 1000 1500 2000
-500
RPM Tacho

Gambar 4.15.Grafik Linearisasi sensor kecepatan

Dari data hasil pengujian tersebut dengan design rotary pada motor
untuk membaca sensor kecepatan diperoleh error yang tidak terlalu besar
antara pembacaan nilai kecepatan pada tacho meter dengan pembacaan
kecepatan pada LCD. Dari grafik hubungan tegangan terhadap perubahan
keceptan motor induksi 3 fasa diatas juga dapat dilihat bahwa dengan
perubahan tegangan semakin naik, maka kecepatan motor sama dengan
kecepatan nominal dari motor induksi tersebut yaitu 1500 rpm sesuai
dengan nameplate pada motor induksi tersebut.

4.6 Pengujian Zero Crossing Detector dan Sensor Arus


Metode zero crossing detector adalah metode paling umum untuk
mengetahui frekuensi/ periode suatu gelombang. Metode ini berfungsi
untuk menentukan frekuensi suatu gelombang dengan cara mendeteksi
banyaknya zero point pada suatu rentang waktu.. Dengan menggunakan
rangkaian zero crossing detector ini, maka dapat mendeteksi zero point
sekaligus mengubah suatu sinyal sinusoidal ( sine wave) menjadi sinyal
kotak ( square wave). Perpotongan titik nol yang dideteksi adalah pada
saat peralihan dari siklus positif menuju siklus negatif dan peralihan dari
siklus negatif menuju siklus positif.
Pengujian ini dilakukan mengetahui kepresisian pembacaan dari
nilai arus yang dihasilkan dari pembacaan sensor arus AC dari modul
ACS712 yang kemudian dibandingkan dengan pembacaan Ampere meter.
Pada gambar 4.16 dan gambar 4.17. Dapat dilihat hasil pengujian sensor
66

arus AC yang di bandingkan dengan pembacaan untuk mengetahui


kepresisian nilai arus yang dibaca oleh sensor.

Gambar 4.16. Pengujian sensor arus AC dengan modul


ACS712

Gambar 4.17. Zero crossing gelombag arus AC

Dari gambar 4.16 dan gambar 4.17 merupakan hasil dari


pengujian sensor arus menggunakan zero crossing detector untuk
kalibrasi sensor arus AC nya. Gambar 4.17 adalah bentuk gelombang
hasil zero crossing dari sensor arus ACS712.

Tabel 4.9. Data pengujian sensor arus


Arus Ia Error Ib Error Ic LCD Error
LCD (%) LCD (%) (A) (%)
(A) (A)
0,6 0,6 0 0,6 0 0,59 1,67
0,7 0,71 1,43 0,71 1,43 0,7 0
0,8 0,81 1,25 0,81 1,25 0,81 1,25
0,9 0,91 1,11 0,91 1,11 0,91 1,11
1 1,01 1 1 0 0,99 1
1,1 1,1 0 1,11 0,91 1,11 0,91
1,2 1,22 1,67 1,21 0,83 1,19 0,83
1,3 1,31 0,77 1,3 0 1,3 0
1,4 1,42 1,43 1,42 1,43 1,41 0,71
67

Arus Ia Error Ib Error Ic LCD Error


LCD (%) LCD (%) (A) (%)
(A) (A)
1,5 1,52 1,33 1,51 0,67 1,51 0,67
1,6 1,62 1,25 1,61 0,63 1,6 0
1,7 1,71 0,59 1,71 0,59 1,71 0,59
1,8 1,81 0,56 1,8 0 1,79 0,56
1,9 1,91 0,53 1,91 0,53 1,9 0,53
2 2,02 1 2,01 0,5 2 0

Dari data hasil pengujian sensor arus di atas, dapat dilihat bahwa
ketiga sensor arus yang digunakan memilik error pembacaan yang
berbeda – beda pada setiap step- nya, hal ini di karenakan masing –
masing sensor arus yang digunakan memiliki karakteristik masing –
masing. Namun pada proyek akhir ini sensor arus sudah dikatakan valid
karena memiliki error di bawah 5%.

4.7. Pengujian Sistem Integrasi Secara Open Loop


Pada pengujian ini yaitu pengujian matrix converter secara open
loop menggunakan modulasi switching venturini. Hardware dari matrix
converter yang sudah di desain sebelumnya akan diuji menggunakan
metode venturini. Pada metode ini nilai tegangan keluaran bisa diatur dari
nilai q (rasio tegangan input dan output) mulai dari yang paling minimum
nilai q = 0,5 ; q = 0,75 ; q = 0,866, sehingga dengan rumus = atau
= maka nilai tegangan keluaran pada pengujian ini akan
dibandingkan secara teori nilai Voutnya. Pada matrix converter yang
merupakan konverter AC to AC tidak hanya nilai amplitudenya yang bisa
diatur, nilai frekuensi output dari matrix converter juga bisa di atur
nilainya. Sehingga dengan perubahan frekuensi output jika menggunakan
beban motor induksi maka nilai kecepatan dari motor induksi dapat
berubah sesuai nilai frekuensi output dari matrix converter. Pengujian
open loop ini berdasarkan dari blok diagram yang sudah dibuat
sebelumnya. Pengujian secara open loop ini akan dibagai menjadi
beberapa pengujian diantranya adalah :
1. Pengujain modulasi switching metode venturini
2. Pengujian matrix converter menggunakan beban lampu
3. Pengujian matrix converter menggunakan beban motor

4.7.1. Pengujian Modulasi Switching Metode Venturini


Pada pengujian modulasi switching metode venturini ini
dilakukan dengan melakukan perbandingan antara hasil switching pada
simulasi dengan hasil switching pada pengujian menggunakan driver
MOSFET yang sudah di downloadkan program metode venturini. Input
68

driver MOSFET diperoleh dari program ARM melalui fasilitas Waijung


MATLAB, dimana pada fasilitas waijung ini simulasi yang sudah dibuat
bisa langsung di download ke mikrokontroller. Metode ventuini yang
digunakan mempunyai nilai q = 0,5 dan q = 0,866 , dimana nilai q ini
adalah nilai rasio antara tegangan input dan ouput. Nilai q pada metode
venturini ini dibatasi antara 0,5 , 0,75 dan 0,866. Pada meode ini
digunakan nilai q = 0,5 dan q = 0,866. Berikut ini merupakan blok
diagram pengujian driver MOSFET dengan metode venturini :

Gambar 4.18. Blok diagram pengujian driver MOSFET


dengan metode venturini

Dari blok diagram diatas dapat di jelaskan bahwa dalam pengujian


yang akan dilakukan perlu langkah – langkah pengujian seperti berikut
ini:
1. Simulasi yang telah dibuat di simulink MATLAB dilakukan
pengamatan gelombang keluaran switching mulai dari
S11,S12,S13,S21,S22,S23,S31,S32 dan S33.
2. Di simulasi menggunakan fasilitas waijung dan workspace pada
MATLAB. Waijung digunakan untuk mendownload hasil simulasi
pada mikrokontroller, sementara fasilitas workspace digunakan untuk
menyimpan sebuah variabel di workspace, dan bisa mengirim
variabel tersebut ke workspace lain. Workspace disini digunakan
untuk menyimpan variabel untuk switching modulasi venturini
(format variabel boolean) dan dikirim ke workspace yang untuk
mendownload program hasil simulasi ke mikrokontroller. Digunakan
workspace agar nilai frekuensi switching dari modulasi venturini
sesuai dengan frekeunsi switching yang digunakan. Karena apabila
menggunakan waijung saja, Fs yang di MATLAB tidak sesuai dengan
Fs yang di mikrokontroller.
3. Kemudian langkah selanjutnya, bentuk gelombang switching hasil
dari keluaran driver di cocokkan dengan hasil simulasi sebelum driver
dihubungkan ke matrix converter.
Berikut ini merupakan bentuk gelombang switching hasil pengujian
driver dengan metode venturini yang akan di cocokkan dengan hasil
simulasi :
69

Gambar 4.19. Pengujian gelombang keluaran driver


MOSFET metode venturini

Dari pengujian ini dilakukan tanpa ada sumber 3 fasa, jadi yang
aktif hanya sumber 1 fasa untuk suplai driver. Gambar 4.20 dibawah ini
merupakan bentuk gelombang keluaran dirver MOSFET metode
venturini:

(a)
70

(b)

(c)
Gambar 4.20. (a) Modulasi switching S11,S12, dan S13
(b) Modulasi switching S21,S22, dan S23
(c) Modulasi switching S31,S32, dan S33

Pada modulasi hasil keluaran dari driver MOSFET terlihat bahwa


pada gambar (a) adalah modulasi switching S11,S12, dan S13 atau
modulasi di fase RU, RV dan RW. Pada gambar (b) adalah modulasi
switching S21,S22, dan S23 atau modulasi di fase SU,SV dan SW.
Sementara pada gambar (c) adalah modulasi switching S31,32 dan S33
atau modulasi pada fase TU, TV dan TW. Pada modulasi di fase RU, SV
dan TW memiliki tingkat waktu logika high low PWM nya lebih cepat
daripada fase di modulasi yang lain, akan tetapi antar ke 3 fase tidak ada
yang saling bersamaan on atau off PWM nya untuk menghindari short
circuit antar fase.
71

4.7.2. Pengujian Matrix converter dengan Beban Lampu


Pada pengujian ini, hardware matrix converter akan diberi beban
dengan 3 buah lampu yang terhubung delta dengan masing – masing daya
pada lampu sebesar 100 watt. Pengujian metode venturini pada matrix
converter ini akan dilakukan percobaan dengan pengujian nilai q = 0,5
dan nilai q = 0,866 yang akan dibahas seperti dibawah ini :

(a) Pengujian Matrix converter dengan Nilai q = 0,5


Pengujian nilai q = 0,5 dilakukan dengan menggunakan 3 buah
beban lampu, 3 buah ampere meter AC, 1 buah volt meter AC, 3 buah
MCB sebagai pengaman apabila terjadi lonjakan arus berlebih di sisi
input, variac AC 3 fasa dan hardware matrix converter itu sendiri. Untuk
program modulasi switching metode venturini pada pengujian ini
menggunakan WAIJUNG MATLAB – ARM yang terhubung ke
STM32F429ZI sebagai program modulasi switching nya dan ARM
STM32F7 Discovery sebagai tampilan untuk membaca nilai sensor
tegangan, sensor arus dan sensor kecepatan. Pengujian dengan nilai q =
0,5 menggunakan beban lampu terlihat pada gambar 4.21.

Gambar 4.21. Pengujian metode venturini pada matrix


Converter dengan nilai q = 0,5

Pengujian tersebut dilakukan dengan memberi tegangan suplai


kepada matrix converter tidak lebih dari 100 volt AC dikarenakan
tegangan diatas 100 volt pada pengujian sebelumnya komponen
MOSFET yang dibuat bi-directional tidak kuat dan mengalami
kerusakan. Dari hasil pengujian yang sudah di dapatkan data hasil
pengujian seperti terlihat pada tabel 4.10.
72

Tabel 4.10. Pengujian matrix converter nilai q = 0,5


No Vin IR (A) IS (A) IT (A) Vo Vo
(volt) praktek teori % error
(Volt) (Volt)
1 0 0 0 0 0 0 0
2 10 0,13 0,13 0,13 1,89 5 62,2 %
3 20 0,15 0,15 0,15 3,5 10 65 %
4 30 0,2 0,2 0,2 6,38 15 57,46 %
5 40 0,22 0,22 0,22 8,86 20 55,7 %
6 50 0,25 0,25 0,25 11,2 25 55,2 %
7 60 0,28 0,28 0,28 13,97 30 53,43 %
8 70 0,3 0,3 0,3 16,98 35 51,48 %
9 80 0,3 0,3 0,3 18,55 40 53,63 %

Dari hasil percobaan yang sudah dilakukan pada pengujian matrix


converter dengan metode venturini seperti tabel 4.10 di atas didapatkan
hasil prosentase error yang cukup besar pada saat nilai q di setting
0,5.Untuk perhitungan secara teori akan di jabarkan di bawah ini :
= .

1) = 0,5. 0 = 0
2) = 0,5. 10 = 5
3) = 0,5. 20 = 10
4) = 0,5. 30 = 15
5) = 0,5. 40 = 20
6) = 0,5. 50 = 25
7) = 0,5. 60 = 30
8) = 0,5. 70 = 35
9) = 0,5. 80 = 40

Error tegangan output yang terjadi cukup besar untuk nilai q =


0,5, hal ini bisa disebabkan karena salah satunya adalah sinyal untuk
gelombang switching modulasi venturini yang dikirim menggunakan
fasilitas waijung MATLAB – ARM tidak sepenuhnya bisa di terima di
sisi penerima yaitu pada mikrokontroller ARM. Sementara untuk hasil
bentuk gelombang output metode venturini pada matrix converter dapat
di lihat pada gambar 4.23.
73

Gambar 4.22. Gelombang output matrix converter


metode venturini q = 0,5

Bentuk gelombang keluaran hasil pengujian tersebut di atas hampir


mendekati dengan bentuk gelombang keluaran hasil simulasi, meskipun
masih ada yang kurang pas dari segi bentuk gelombang yang dihasilkan.
Salah satu faktor penyebabnya adalah bentuk gelombang switching
metode venturini dari driver MOSFET masih belum sempurna, karena
pada bentuk gelombang keluarannya masih ada waktu untuk on/off dari
MOSFET yang nilai amplitudenya tidak sama, hal ini berpengaruh pada
bentuk gelombang keluaran dari matrix converter itu sendiri. Seperti
yang terlihat pada gambar 4.23.

Gambar. 4.23. Bentuk gelombang keluaran driver


yang terhubung ke MOSFET

Bentuk gelombang keluaran seperti yang terlihat pada gambar 4.23 di atas
berpengaruh pada bentuk gelombang keluaran dari matrix converter,
74

sehingga faktor jenis komponen MOSFET juga sangat berpengaruh


kepada bentuk gelombang keluaran matrix converter.

(b) Pengujian Matrix converter dengan Nilai q = 0,866


Pengujian nilai q = 0,866 dilakukan dengan menggunakan 3 buah
beban lampu, 3 buah ampere meter AC, 1 buah volt meter AC, 3 buah
MCB sebagai pengaman apabila terjadi lonjakan arus berlebih di sisi
input, variac AC 3 fasa dan hardware matrix converter itu sendiri. Untuk
program modulasi switching metode venturini pada pengujian ini
menggunakan WAIJUNG MATLAB – ARM yang terhubung ke
STM32F429ZI sebagai program modulasi switching nya dan ARM
STM32F7 Discovery sebagai tampilan untuk membaca nilai sensor
tegangan, sensor arus dan sensor kecepatan. Pengujian dengan nilai q =
0,866 menggunakan beban lampu terlihat pada gambar dibawah ini :

(a)

(b)
Gambar 4.24. (a) Pengujian metode venturini pada
matrix converter dengan nilai q = 0,866
(b) Nilai tegangan output matrix converter
75

Pengujian tersebut dilakukan dengan memberi tegangan suplai


kepada matrix converter tidak lebih dari 100 volt AC dikarenakan
tegangan diatas 100 volt pada pengujian sebelumnya komponen
MOSFET yang dibuat bi-directional tidak kuat dan mengalami
kerusakan. Dari hasil pengujian yang sudah di dapatkan data hasil
pengujian seperti terlihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11. Pengujian matrix converter nilai q = 0,866


No Vin IR (A) IS (A) IT (A) Vo Vo
(volt) praktek teori % error
(Volt) (Volt)
1 0 0 0 0 0 0 0
2 10 0,2 0,2 0,2 3,57 8,66 58,77 %
3 20 0,25 0,25 0,25 11,87 17,32 31,46 %
4 30 0,34 0,34 0,34 19,68 25,98 24,24 %
5 40 0,34 0,34 0,34 25,54 34,64 26,27 %
6 50 0,4 0,4 0,4 34,98 43,3 19,21 %
7 60 0,4 0,4 0,4 43,4 51,96 16,47 %
8 70 0,4 0,4 0,4 52,9 60,62 12,73 %
9 80 0,42 0,42 0,42 67,8 69,28 2,136 %

Dari hasil percobaan yang sudah dilakukan pada pengujian matrix


converter dengan metode venturini seperti tabel 4.11 didapatkan hasil
prosentase error yang lebih baik daripada saat nilai q di setting 0,5. Untuk
perhitungan secara teori akan di jabarkan di bawah ini :
= .

10) = 0,866. 0 = 0
11) = 0,866. 10 = 8,66
12) = 0,866. 20 = 17,32
13) = 0,866. 30 = 25,98
14) = 0,866. 40 = 34,64
15) = 0,866. 50 = 43,3
16) = 0,866. 60 = 51,96
17) = 0,866. 70 = 60,62
18) = 0,866. 80 = 69,28

Error tegangan output yang terjadi cukup besar untuk nilai q =


0,5, hal ini bisa disebabkan karena salah satunya adalah sinyal untuk
gelombang switching modulasi venturini yang dikirim menggunakan
fasilitas waijung MATLAB – ARM tidak sepenuhnya bisa di terima di
sisi penerima yaitu pada mikrokontroller ARM. Sementara untuk hasil
76

bentuk gelombang output metode venturini pada matrix converter dapat


di lihat pada gambar 4.25.

Gambar 4.25. Gelombang output matrix converter


metode venturini q = 0,866

Bentuk gelombang keluaran hasil pengujian tersebut di atas hampir


mendekati dengan bentuk gelombang keluaran hasil simulasi, meskipun
masih ada yang kurang pas dari segi bentuk gelombang yang dihasilkan.
Salah satu faktor penyebabnya adalah bentuk gelombang switching
metode venturini dari driver MOSFET masih belum sempurna, karena
pada bentuk gelombang keluarannya masih ada waktu untuk on/off dari
MOSFET yang nilai amplitudenya tidak sama, hal ini berpengaruh pada
bentuk gelombang keluaran dari matrix converter itu sendiri.

4.7.3. Pengujian Matrix converter dengan Beban Motor


Pada pengujian ini matrix converter diuji dengan menggunakan
beban motor induksi 3 fasa dan dilihat nilai kecepatan dari motor induksi
tersebut. Pengaturan kecepatan pada motor induksi dilakukan melalui
perubahan nilai frekuensi input dari motor induksi. Perubahan nilai
frekuensi dihasilkan dari matrix converter. Adapun gambar pengujian
dari matrix converter menggunakan beban motor induksi dapat dilihat
seperi gambar 4.26.
77

(a)

(b)
Gambar 4.26. (a) Pengujian matrix converter dengan beban
motor
(b) Gelombang output matrix converter

Pada pengujian ini matrix converter belum mampu di operasikan


sampai tegangan nominal sesuai dengan hubungan motor induksi yang di
gunakan, dimana hubungan motor induksi yang digunakan adalah
hubungan delta yang memiliki tegangan nominal 220 volt. Belum
mampunya di operasikan sampai tegangan nominal bisa dikarenakan
karena masih terjadi short circuit pada modulasi switching yang
digunakan yang ditandai dengan masih adanya floating arus di sisi input.
Adapun data hasil percobaan dapat dilihat pada tabel 4.12

Tabel 4.12. Pengujian matrix vonverter dengan bebab motor


Vin (Volt) Iin (A) Vout (Volt) Iout (A) n (rpm)
0 0 0 0 0
10 0,15 0 0,12 0
20 0,15 11,8 0,12 0
30 0,7 19,65 0,65 346
40 0,75 26,67 0,65 1311
50 0,9 32,2 0,8 1367
78

Pada pengujian ini yang akan diubah untuk pengaturan kecepatan motor
adalah nilai frekuensi input dari motor induksi tersebut. Pada tabel 4.12
diatas pengaturan motor induksi dilakukan dengan frekuensi output dari
matrix converter f = 50 Hz. Pada pengujian karakteristik motor induksi
yang telah dilakukan sebelumnya dan yang telah dijelaskan pada
pengujain sebelumnya, motor induksi yang digunakan mulai berputar
pada saat motor induksi menerima tegangan input sebesar 20 volt dan
mulai mencapai nilai kecepatan nominal pada saat tegangan 30 volt.
Sementara itu pada pengujian dengan menggunakan matrix coverter
motor induksi mulai berputar pada tegangan input matrix converter 30
volt dengan tegangan output matrix converter sebesar 19,65 volt. Pada
pengujian yang telah dilakukan matrix converter yang digunakan sebagi
supply motor belum mampu mencapai nilai kecepatan nominal dari
motor dikarenakan masih terjadi floating arus pada sisi input. Sementara
itu pada nilai fekuensi yang berubah belum berhasil dilakukan, karena
pada saat di downloadkan program baru dengan nilai frekuensi berbeda,
nilai frekuensi output sudah dibawah frekuensi nominal tetapi terjadi
floating arus kembali.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
Dari semua perencangan, pembuatan, dan pengujian yang
dilakukan per bagian ataupun yang dilakukan dengan sistem secara
integrasi dan dilakukan analisa , dapat di simpulkan beberapa hal yaitu
antara lain :
1. Matrix converter yang desain menggunakan metode venturini sebagai
teknik modulasinya belum bisa mencapai tegngan nominal karena
masih terjadi floating arus pada sisi input.
2. Matrix converter adalah salah satu jenis AC – AC konverter yang
sangat rawan terjadi short circuit, sehingga kesalahan sedikit saja
dalam proses modulasi switchingnya dapat menyebabkan kerusakan
pada 9 saklar bi-directionanyal.
3. Nilai frekuensi output dari matrix converter bisa berubah selain nilai
frekuensi fundamentalnya, akan tetapi pada saat frekuensi diturunkan
terjadi floating arus pada sisi input matrix converter.

5.2. SARAN
Pada proses pengerjaan proyek ahir ini masih banyak mengalami
kekurangan baik pada per bagian maupun ketika dilakukan integrasi
sitem. Sehingga diperlukan beberapa hal untuk mengurangi kesalahan
yang akan terjadi kedepannya. Saran – saran yang diperlukan diantaranya
adalah :
1. Perlu dilakukan desain per bagian dari yang dbutuhkan pada matrix
converter dengan melakukan pengujian dan dibandingkan dengan
hasil simulasi
2. Pemrograman yang dilakukan untuk metode yang digunakan
menggunakan cara waijung MATLAB – ARM untuk mempermudah
program modulasi switchingnya.
3. Perlu dilakukan test short circuit sebelum matrix converter di
operasikan, karena matrix converter rentan terhadap short circuit.
4. Untuk proses pengerjaan tugas akhir selanjutnhya bagi setiap
mahasiswa yang ingin melanjutkan tugas akhir ini, perlu dilakukan
perencanaan yang matang untuk bagian – bagian utama dari matrix
converter, seperti pada rangkaian driver MOSFET untuk 9 buah saklar
bi-directional, jenis MOSFET yang digunakan untuk saklar bi-
directional dan main circuit dari matrix converter itu sendiri.
5. Untuk mengamankan over voltage protection antara sisi input dan sisi
output akibat short circuit, maka pada proses pengerjaan tugas akhir

79
80

selanjutnya perlu sebuah rangkaian pengaman over voltage antara sisi


input dan sisi output seperti rangkaian clamping circuit.
6. Perlu penambahan diode eksternal yang di paralel dengan MOSFET
untuk menaga ketahanan dan kemampuan diode internal MOSFET
dalam mengalirkan arus secara dua arah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dasgupta, Anindya dan Parthasarathi Sensarma. 2017. “Design and


Control of Matrix converters”. Singapore : Springer Nature .
2. Szczes´niak, Paweł. 2013.“Three-Phase AC-AC Power Converters
Based on Matrix converter Topology”. London : Springer-Verlag.
3. Shepherd, William dan Li Zhang. 2004.“Power Converter Circuits”.
New York : Marcel Dekker, Inc.
4. H. Rashid, Muhammad. 2001. “Power Electronic”. London :
Academic Press.
5. Trzynadlowski , A.M. 2001.“Control of Induction Motors”. London
: Academic Press.
6. Rodriguez, Jose dan Patricio Cortes. 2012.“Predictive Control of
Power Converters and Electrical Drives”. United Kingdom : Jhon
Wiley dan Sons, Ltd.
7. J. Chapman, Stephen. 2005. “Electric Machinery Fundamentals”.
New York : McGraw-Hill Companies, inc.

81

Anda mungkin juga menyukai