tidak hidup dalam sebuah lingkungan. Sebuah ekosistem mencirikan satu pola
hubungan yang saling menunjang pada sebuah teritorial atau lingkungan tertentu.
Murid
Kepala Sekolah
Guru
Staf/Tenaga Kependidikan
Pengawas Sekolah
Orang Tua
Masyarakat sekitar sekolah
Selain faktor-faktor biotik yang sudah disebutkan, faktor-faktor abiotik yang juga
berperan aktif dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya
adalah:
Keuangan
Sarana dan prasarana
Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking) akan
memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan
apa yang tidak bekerja. Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang
negatif. Kita harus bisa mengatasi semua kekurangan atau yang menghalangi
tercapainya kesuksesan yang ingin diraih. Semakin lama, secara tidak sadar
kita menjadi seseorang yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga
yang ternyata dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang
ada di sekitar.
Pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep
yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang
menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini
merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam
kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita
diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi
inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.
Perbedaan antara pendekatan berbasis kekurangan dengan pendekatan
berbasis aset dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Berbasis pada
Berbasis pada aset
kekurangan/masalah/hambatan
Fokus pada masalah dan isu Fokus pada aset dan kekuatan
Berkutat pada masalah utama Membayangkan masa depan
Mengidentifikasi kebutuhan dan Berpikir tentang kesuksesan yang telah
kekurangan – selalu bertanya apa yang diraih dan kekuatan untuk mencapai
kurang? kesuksesan tersebut.
Fokus mencari bantuan dari sponsor Mengorganisasikan kompetensi dan
atau institusi lain sumber daya (aset dan kekuatan)
Merancang program atau proyek untuk Merancang sebuah rencana
menyelesaikan masalah berdasarkan visi dan kekuatan
Mengatur kelompok yang dapat Melaksanakan rencana aksi yang sudah
melaksanakan proyek diprogramkan
(Green & Haines, 2010)
Sejarah singkat pendekatan ABCD (Asset-
Based Community Development
Asset-Based Community Development (ABCD) yang selanjutnya akan kita
sebut dengan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) merupakan
suatu kerangka kerja yang dikembangkan oleh John McKnight dan Jody
Kretzmann, di mana keduanya adalah pendiri dari ABCD Institute di
Northwestern University. ABCD dibangun dari kemampuan, pengalaman,
pengetahuan, dan hasrat yang dimiliki oleh anggota komunitas, kekuatan
perkumpulan lokal, dan dukungan positif dari lembaga lokal untuk menciptakan
kehidupan komunitas yang berkelanjutan (Kretzman, 2010).
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) muncul sebagai
kritik terhadap pendekatan konvensional atau tradisional yang menekankan
pada masalah, kebutuhan, dan kekurangan yang ada pada suatu komunitas.
Pendekatan tradisional tersebut menempatkan komunitas sebagai penerima
bantuan, dengan demikian dapat menyebabkan anggota komunitas menjadi
tidak berdaya, pasif, dan selalu merasa bergantung dengan pihak lain.
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) menekankan
pada nilai, prinsip dan cara berpikir mengenai dunia. Pendekatan ini
memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan,
dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Dengan demikian pendekatan ini
melihat komunitas sebagai pencipta dari kesehatan dan kesejahteraan, bukan
sebagai sekedar penerima bantuan. Pendekatan PKBA menekankan dan
mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta
membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya
guna. Kedua peran yang penting ini menurut Kretzman (2010) adalah jalan
untuk menciptakan warga yang produktif.
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset menekankan kepada
kemandirian dari suatu komunitas untuk dapat menyelesaikan tantangan yang
dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam diri
mereka sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih
berkelanjutan.
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset berfokus pada potensi
aset/sumber daya yang dimiliki oleh sebuah komunitas. Selama ini komunitas
sibuk pada strategi mencari pemecahan pada masalah yang sedang dihadapi.
1. Perubahan masyarakat yang signifikan karena warga lokal dalam masyarakat tersebut
yang mengupayakan perubahan. Apabila kita aplikasikan ke lingkungan sekolah dan
seluruh warga sekolah berupaya melakukan perubahan maka perubahan tersebut
pasti akan terjadi.
2. Warga masyarakat akan bertanggung jawab pada yang sudah mereka mulai. Dengan
demikian setiap warga sekolah akan bertanggung jawab atas apa yang sudah dimulai.
3. Membangun dan membina hubungan merupakan inti dari membangun masyarakat
inklusif yang sehat. Membangun dan membina hubungan antar warga sekolah, seperti
hubungan guru-guru, guru – kepala sekolah, guru – murid – guru, guru – staf sekolah
– guru, staf sekolah – murid – staf sekolah, ataupun kepala sekolah – murid – kepala
sekolah menjadi sangat penting untuk membangun sekolah yang sehat dan inklusif.
4. Masyarakat tidak pernah dibangun dengan berfokus terus pada kekurangan,
kebutuhan dan masalah. Masyarakat merespons secara kreatif ketika fokus
pembangunan pada sumber daya- sumber yang tersedia, kapasitas yang dimiliki,
kekuatan dan aspirasi yang ada. Sekolah harus dibangun dengan melihat pada
kekuatan, potensi, dan tantangan, kita harus bisa fokus pada pembangunan sumber
daya yang tersedia, kapasitas yang kita miliki, serta kekuatan dan aspirasi yang sudah
ada.
5. Kekuatan sekolah berbanding lurus dengan tingkat keberagaman keinginan unsur
sekolah yang ada, dan pada tingkat kemampuan mereka untuk menyumbangkan
kemampuan yang ada pada mereka dan aset yang ada untuk sekolah yang lebih baik.
6. Dalam setiap unsur sekolah, pasti ada sesuatu yang berhasil. Dari pada menanyakan
“ada masalah apa?” dan “bagaimana memperbaikinya?”, lebih baik bertanya “apa
yang telah berhasil dilakukan?” dan “bagaimana mengupayakan lebih banyak hasil
lagi?” Cara bertanya ini mendorong energi dan kreativitas.
7. Menciptakan perubahan yang positif mulai dari sebuah perbincangan sederhana. Hal
ini merupakan cara bagaimana manusia selalu berpikir bersama dan
mencetuskan/memulai suatu tindakan.
8. Suasana yang menyenangkan harus merupakan salah satu prioritas tinggi dalam
setiap upaya membangun sekolah.
9. Faktor utama dalam perubahan yang berkelanjutan adalah kepemimpinan lokal dan
pengembangan dan pembaharuan kepemimpinan itu secara terus menerus.
10. Titik awal perubahan selalu pada perubahan pola pikir (mindset) dan sikap yang
positif.
1. Modal Manusia
o Bisa berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi
yang tinggi dalam upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup.
Modal lingkungan terdiri dari bumi, udara yang bersih, laut, taman,
danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan sebagainya.
o Tanah untuk berkebun, danau atau empang untuk berternak, semua
hasil dari pohon seperti kayu, buah, bambu, atau material bangunan
yang bisa digunakan kembali untuk menenun, dan sebagainya.