Anda di halaman 1dari 6

MODUL 3.

2
3.2.a.4. Eksplorasi Konsep - Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya Pembelajaran 2.1

Durasi: 3 JP
Moda: Mandiri
Tujuan Pembelajaran Khusus:
 CGP dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi ekosistem sekolah.
 CGP dapat mengidentifikasi peran pemimpin dalam pengelolaan sumber daya.
 CGP memahami pengelolaan sumber daya yang ada di sekolahnya dengan menggunakan pendekatan
Pengembangan Komunitas berbasis Aset (Asset-Based Community Development/ABCD) 
 CGP dapat memahami potensi sumber daya yang dimiliki lingkungan sekolahnya.
 CGP dapat mengevaluasi hasil pemetaan potensi sumber daya sekolahnya yang dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran murid.
Pertanyaan Pemantik
Sebelum melakukan telaah materi, silakan Anda mempelajari terlebih dahulu pertanyaan
pemantik berikut ini :
1. Apabila kita menganggap sebuah sekolah adalah sebuah ekosistem dengan faktor biotik dan abiotik
yang ada di dalamnya, maka  faktor-faktor apa saja yang termasuk dalam kelompok biotik dan
abiotik?
2. Bagaimanakah seharusnya seorang kepala sekolah berperan?
3. Kemampuan apa saja yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah sebagai pemimpin ekosistem
sekolah? 
4. Apa yang harus dilakukan oleh seorang kepala sekolah dalam mengelola sumber daya sekolah secara
efektif dan efisien?
5. Seberapa besar dampak sumber daya (fasilitas) yang sekolah miliki untuk memfasilitasi proses
pembelajaran murid saat ini?. Jelaskan!
6. Seberapa efektif sumber daya sekolah yang kita miliki dalam mendukung kualitas pembelajaran di
sekolah?. Jelaskan!
7. Adakah cara alternatif yang bisa kita lakukan untuk memaksimalkan sumber daya yang sudah ada
demi meningkatkan kualitas pembelajaran murid?
8. Sudahkah sekolah memanfaatkan apa yang ada di lingkungan sekitar? Bagaimana pemanfaatannya?
Sekolah Sebagai Ekosistem
Sebelum  mempelajari tentang sekolah sebagai ekosistem silahkan menyimak tayangan Video Sekolah
Sebagai ekosistem berikut. 
Eksosistem merupakan sebuah tata interaksi antara makhluk hidup dan unsur yang tidak hidup dalam
sebuah lingkungan. Sebuah ekosistem mencirikan satu pola hubungan yang saling menunjang pada sebuah
teritorial atau lingkungan tertentu.
JIka diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik
(unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama
lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah,
faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya. Faktor-
faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antaranya adalah:
 Murid
 Kepala Sekolah
 Guru
 Staf/Tenaga Kependidikan
 Pengawas Sekolah
 Orang Tua
 Masyarakat sekitar sekolah
Selain faktor-faktor biotik yang sudah disebutkan, faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif dalam
menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya adalah:

 Keuangan
 Sarana dan prasarana
Pendekatan Berbasis Kekurangan/Masalah (Deficit-Based Thinking) dan Pendekatan Berbasis Aset/Kekuatan
(Asset-Based Thingking)
Sebelum mempelajari tentang Pendekatan Berbasis Kekurangan/Masalah (Deficit-Based Thinking)
dan Pendekatan Berbasis Aset/Kekuatan (Asset-Based Thingking) silahkan menyimak tayangan Video
berikut.
Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking)  akan memusatkan perhatian kita
pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja.  Segala sesuatunya akan dilihat
dengan cara pandang negatif.  Kita harus bisa mengatasi semua kekurangan atau yang menghalangi
tercapainya kesuksesan yang ingin diraih.  Semakin lama, secara tidak sadar kita menjadi seseorang yang
terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga yang ternyata dapat menjadikan kita buta terhadap potensi
dan peluang yang ada di sekitar.
Pendekatan  berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Dr.
Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri.  
Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan,
dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa
yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.
Perbedaan antara pendekatan berbasis kekurangan dengan pendekatan berbasis aset dapat dilihat dari tabel
di bawah ini.
Berbasis pada kekurangan/masalah/hambatan Berbasis pada aset
Fokus pada masalah dan isu Fokus pada aset dan kekuatan
Berkutat pada masalah utama Membayangkan masa depan
Mengidentifikasi kebutuhan dan kekurangan – selalu Berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih dan
bertanya apa yang kurang? kekuatan untuk mencapai kesuksesan tersebut.
Mengorganisasikan kompetensi dan sumber daya (aset
Fokus mencari bantuan dari sponsor atau institusi lain
dan kekuatan)
Merancang program atau proyek untuk menyelesaikan Merancang sebuah rencana berdasarkan visi dan
masalah kekuatan
Mengatur kelompok yang dapat melaksanakan proyek Melaksanakan rencana aksi yang sudah diprogramkan
(Green & Haines, 2010)
Sejarah singkat pendekatan ABCD (Asset-Based Community Development
Asset-Based Community Development (ABCD) yang selanjutnya akan kita sebut dengan Pengembangan
Komunitas Berbasis Aset (PKBA) merupakan suatu kerangka kerja yang dikembangkan oleh John McKnight
dan Jody Kretzmann, di mana keduanya adalah pendiri dari ABCD Institute di Northwestern University.
ABCD dibangun dari kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan hasrat yang dimiliki oleh anggota
komunitas, kekuatan perkumpulan lokal, dan dukungan positif dari lembaga lokal untuk menciptakan
kehidupan komunitas yang berkelanjutan (Kretzman, 2010).  
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) muncul sebagai kritik terhadap pendekatan
konvensional atau tradisional yang menekankan pada masalah, kebutuhan, dan kekurangan yang ada pada
suatu komunitas. Pendekatan tradisional tersebut menempatkan komunitas sebagai penerima bantuan, dengan
demikian dapat menyebabkan anggota komunitas menjadi tidak berdaya, pasif, dan selalu merasa bergantung
dengan pihak lain.
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) menekankan pada nilai, prinsip dan cara
berpikir mengenai dunia. Pendekatan ini memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan,
jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Dengan demikian pendekatan ini melihat komunitas
sebagai pencipta dari kesehatan dan kesejahteraan, bukan sebagai sekedar penerima bantuan. Pendekatan
PKBA menekankan dan mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta
membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna. Kedua peran yang penting
ini menurut Kretzman (2010) adalah jalan untuk menciptakan warga yang produktif.
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset  menekankan kepada kemandirian dari suatu
komunitas untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi
yang ada di dalam diri mereka sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan.
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset  berfokus pada potensi aset/sumber daya yang
dimiliki oleh sebuah komunitas.  Selama ini komunitas sibuk pada strategi mencari pemecahan pada masalah
yang sedang dihadapi. 
PKBA sebagai Pendekatan yang Dibantu oleh Pihak Luar
Pendekatan PKBA merupakan pendekatan yang digerakkan oleh seluruh pihak yang ada di dalam sebuah
komunitas atau disebut sebagai community-driven development. Di dalam buku ‘Participant Manual of
Mobilizing Assets for Community-driven Development’ (Cunningham, 2012) menuliskan perbedaannya
dengan pendekatan yang dibantu oleh pihak luar.  Penjelasan yang ada sebetulnya ditujukan untuk
pengembangan masyarakat, namun tetap bisa kita implementasikan pada lingkungan sekolah karena
sebetulnya adalah miniatur sebuah tatanan masyarakat di suatu daerah.
1. Perubahan masyarakat yang signifikan karena warga lokal dalam masyarakat tersebut yang
mengupayakan perubahan. Apabila kita aplikasikan ke lingkungan sekolah dan seluruh warga
sekolah berupaya melakukan perubahan maka perubahan tersebut pasti akan terjadi.
2. Warga masyarakat akan bertanggung jawab pada yang sudah mereka mulai.  Dengan demikian setiap
warga sekolah akan bertanggung jawab atas apa yang sudah dimulai.
3. Membangun dan membina hubungan merupakan inti dari membangun masyarakat inklusif yang
sehat.  Membangun dan membina hubungan antar warga sekolah, seperti hubungan guru-guru, guru
– kepala sekolah, guru – murid – guru, guru – staf sekolah – guru, staf sekolah – murid – staf
sekolah, ataupun kepala sekolah – murid – kepala sekolah menjadi sangat penting untuk membangun
sekolah yang sehat dan inklusif.
4. Masyarakat tidak pernah dibangun dengan berfokus terus pada kekurangan, kebutuhan dan masalah.
Masyarakat merespons secara kreatif ketika fokus pembangunan pada sumber daya- sumber yang
tersedia, kapasitas yang dimiliki, kekuatan dan aspirasi yang ada.   Sekolah harus dibangun dengan
melihat pada kekuatan, potensi, dan tantangan, kita harus bisa fokus pada pembangunan sumber daya
yang tersedia, kapasitas yang kita miliki, serta kekuatan dan aspirasi yang sudah ada.
5. Kekuatan sekolah berbanding lurus dengan tingkat keberagaman keinginan unsur sekolah yang ada,
dan pada tingkat kemampuan mereka untuk menyumbangkan kemampuan yang ada pada mereka dan
aset yang ada untuk sekolah yang lebih baik. 
6. Dalam setiap unsur sekolah, pasti ada sesuatu yang berhasil. Dari pada menanyakan “ada masalah
apa?” dan “bagaimana memperbaikinya?”, lebih baik bertanya “apa yang telah berhasil dilakukan?”
dan “bagaimana mengupayakan lebih banyak hasil lagi?” Cara bertanya ini mendorong energi dan
kreativitas. 
7. Menciptakan perubahan yang positif mulai dari sebuah perbincangan sederhana. Hal ini merupakan
cara bagaimana manusia selalu berpikir bersama dan mencetuskan/memulai suatu tindakan.  
8. Suasana yang menyenangkan harus merupakan salah satu prioritas tinggi dalam setiap upaya
membangun sekolah. 
9. Faktor utama dalam perubahan yang berkelanjutan adalah kepemimpinan lokal dan pengembangan
dan pembaharuan kepemimpinan itu secara terus menerus. 
10. Titik awal perubahan selalu pada perubahan pola pikir (mindset) dan sikap yang positif. 
Aset – aset dalam sebuah komunitas
Dalam mengatasi tantangan pada pendekatan tradisional yang digunakan untuk mengatasi permasalahan
perkotaan, di mana penyedia jasa dan lembaga donor lebih menekankan pada kebutuhan dan kekurangan
yang terdapat pada komunitas, Kretzmann dan McKnight menunjukkan bahwa aset yang dimiliki oleh
komunitas adalah kunci dari usaha perbaikan kehidupan pada komunitas perkotaan dan pedesaan  .
Menurut Green dan Haines (2002) dalam Asset building and community development, ada 7 aset utama
atau di dalam buku ini disebut sebagai modal utama, yaitu:
1. Modal Manusia
o Sumber daya manusia yang berkualitas, investasi pada sumber daya manusia menjadi sangat
penting yang berhubungan dengan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan harga diri
seseorang.
o Pemetaan modal atau aset individu merupakan kegiatan menginventaris pengetahuan,
kecerdasan, dan keterampilan yang dimiliki setiap warganya dalam sebuah komunitas, atau
dengan kata lain, inventarisasi perorangan dapat dikelompokkan berdasarkan sesuatu yang
berhubungan dengan hati, tangan, dan kepala.
o Pendekatan lain mengelompokkan aset atau modal ini dengan melihat kecakapan seseorang
yang berhubungan dengan kemasyarakatan, contohnya kecakapan memimpin sekelompok
orang, dan kecakapan seseorang berkomunikasi dengan berbagai kelompok.  Kecakapan
yang berhubungan dengan kewirausahaan, contohnya kecakapan dalam mengelola usaha,
pemasaran, yang negosiasi.  Kecakapan yang berhubungan dengan seni dan budaya,
contohnya kerajinan tangan, menari, bermain teater, dan bermain musik.
 2. Modal Sosial
o Norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat yang ada di dalamnya dan mengatur
pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan (trust) dan jaringan ( networking) antara unsur
yang ada di dalam komunitas/masyarakat.
o Investasi yang berdampak pada bagaimana manusia, kelompok, dan organisasi dalam
komunitas berdampingan, contohnya kepemimpinan, bekerjasama, saling percaya, dan
punya rasa memiliki masa depan yang sama.
o Contoh-contoh yang termasuk dalam modal sosial antara lain adalah asosiasi. Asosiasi
adalah suatu kelompok yang ada di dalam komunitas masyarakat yang terdiri atas   dua
orang atau lebih yang bekerja bersama dengan suatu tujuan yang sama dan saling berbagi
untuk suatu tujuan yang sama. Asosiasi terdiri atas kegiatan yang bersifat formal maupun
nonformal. Beberapa contoh tipe asosiasi adalah berdasarkan keyakinan, kesamaan profesi,
kesamaan hobi, dan sebagainya. Terdapat beberapa macam bentuk modal sosial, yaitu fisik
(lembaga), misalnya asosiasi dan institusi. Institusi adalah suatu lembaga yang mempunyai
struktur organisasi yang jelas dan biasanya sebagai salah satu faktor utama dalam proses
pengembangan komunitas masyarakat.
 3. Modal Fisik
Terdiri atas dua kelompok utama, yaitu:
o Bangunan yang bisa digunakan untuk kelas atau lokasi melakukan proses pembelajaran,
laboratorium, pertemuan, ataupun pelatihan.
o Infrastruktur atau sarana prasarana, mulai dari saluran pembuangan, sistem air, mesin, jalan,
jalur komunikasi, sarana pendukung pembelajaran, alat transportasi, dan lain-lain.
 4. Modal Lingkungan/alam
o Bisa berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam
upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup.  Modal lingkungan terdiri dari bumi,
udara yang bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan sebagainya.
o Tanah untuk berkebun, danau atau empang untuk berternak, semua hasil dari pohon seperti
kayu, buah, bambu, atau material bangunan yang bisa digunakan kembali untuk menenun,
dan sebagainya.
 5. Modal Finansial
o Dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas yang dapat digunakan untuk
membiayai proses pembangunan dan kegiatan sebuah komunitas.
o Modal finansial termasuk tabungan, hutan, investasi, pengurangan dan pendapatan pajak,
hibah, gaji, serta sumber pendapatan internal dan eksternal.
o Modal finansial juga termasuk pengetahuan tentang bagaimana menanam dan menjual sayur
di pasar, bagaimana menghasilkan uang dan membuat produk-produk yang bisa dijual,
bagaimana menjalankan usaha kecil, bagaimana memperbaiki cara penjualan menjadi lebih
baik, dan juga bagaimana melakukan pembukuan.
 6. Modal Politik
o Modal politik adalah ukuran keterlibatan sosial. Semua lapisan atau kelompok memiliki
peluang atau kesempatan yang sama dalam kepemimpinan, serta memiliki suara dalam
masalah umum yang terjadi dalam komunitas.
o Lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas,
seperti komunitas sekolah, komite pelayan kesehatan, pelayanan listrik atau air.
 7. Modal Agama dan budaya
o Upaya pemberian bantuan empati dan perhatian, kasih sayang, dan unsur dari kebijakan
praktis (dorongan utama pada kegiatan pelayanan). Termasuk juga kepercayaan, nilai,
sejarah, makanan, warisan budaya, seni, dan lain-lain.
o Kebudayaan yang unik di setiap daerah masing-masing merupakan serangkaian ide,
gagasan, norma, perlakuan, serta benda yang merupakan hasil karya manusia yang hidup
berkembang dalam sebuah ruang geografis.
o Agama merupakan suatu sistem berperilaku yang mendasar, dan berfungsi untuk
mengintegrasikan perilaku individu di dalam sebuah komunitas, baik perilaku lahiriah
maupun simbolik.  Agama menuntut terbentuknya moral sosial yang bukan hanya
kepercayaan, tetapi juga perilaku atau amalan.
o Identifikasi dan pemetaan modal budaya agama merupakan langkah yang sangat penting
untuk melihat keberadaan kegiatan dan ritual kebudayaan dan keagamaan dalam suatu
komunitas, termasuk kelembagaan dan tokoh-tokoh penting yang berperan langsung atau
tidak langsung di dalamnya.
o Sangat penting kita mengetahui sejauh mana keberadaan ritual keagamaan dan kebudayaan
yang ada di masyarakat serta pola relasi yang tercipta di antaranya dan selanjutnya bisa
dimanfaatkan sebagai peluang untuk menunjang pengembangan perencanaan dan kegiatan
bersama.

3.2.a.4.1. Eksplorasi Konsep - Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

Durasi : 2 JP (90 menit)


Moda: Mandiri
Tujuan Pembelajaran Khusus: 
1. CGP dapat memahami potensi sumber daya yang dimiliki lingkungan sekolahnya.
2. CGP dapat mengevaluasi hasil pemetaan potensi sumber daya sekolahnya yang dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran murid.
3. CGP dapat memahami cara berpikir dengan pendekatan asset-based thinking

3.2.a.4.2. Forum Diskusi Eksplorasi Konsep - Pemimpin dalam Pembelajaran


Selain menjawab pertanyaan pada kegiatan sebelumnya, Anda juga diminta untuk mengerjakan studi kasus di
bawah ini. Hubungkan dengan materi pendekatan berbasis masalah dan pendekatan berbasis aset, serta
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset.
Studi kasus di bawah ini merupakan kejadian yang diambil dari pengalaman guru yang sebenarnya, namun kami
mengganti nama guru, sekolah, atau daerah mana kasus ini terjadi.
Studi Kasus 1
Ibu Lilin adalah salah satu guru di SMP favorit yang selalu diincar oleh para orang tua.  Sekolah tersebut juga
selalu menduduki peringkat I rerata perolehan nilai UN. Murid-murid begitu kompetitif memperoleh nilai
ulangan dan prestasi lainnya, dan dalam keseharian proses belajar mengajar, murid terlihat sangat patuh dan
tertib. Bahkan, ada yang bergurau bahwa murid di sekolah favorit tersebut tetap antusias belajar meskipun jam
kosong. 
Keadaan berubah semenjak regulasi PPDB Zonasi digulirkan.  Ibu Lilin mulai sering marah-marah di kelas
karena karakter dan tingkat kepandaian murid-muridnya yang heterogen.  Sering terdengar, meja guru digebrak
oleh Ibu Lilin karena kondisi kelas yang susah dikendalikan. Apalagi, jika murid-murid tidak kunjung paham
terhadap materi pelajaran yang Ibu Lilin jelaskan.  Seringkali, begitu keluar dari kelas, raut muka Ibu Lilin
merah padam dan kelelahan.  Suatu hari, ada laporan berupa foto dari layar telepon genggam yang menunjukkan
tulisan tentang Ibu Lilin menjadi bulan-bulanan murid-murid di grup WhatsApp. 
Beberapa murid dipanggil oleh Guru BK.  Ibu Lilin juga berada di ruang konseling saat itu, beliau marah besar
dan tidak terima penghinaan yang dilontarkan lewat pesan WA murid-muridnya. Bahkan, beliau memboikot,
tidak akan mengajar jika murid-murid yang terlibat pembicaraan tersebut tidak dikeluarkan dari sekolah. Kasus
tersebut terdengar pula oleh guru-guru sekolah non favorit. “Saya mah sudah biasa menghadapi murid nakal dan
bebal.” Kata Bu Siti, yang mengajar di sekolah non favorit. 

Pertanyaan
Bagaimana Anda melihat kasus Ibu Lilin ini?
Hubungkan dengan segala aspek yang bisa didiskusikan dari materi modul ini, apa yang akan Anda lakukan
apabila Anda sebagai Kepala Sekolah.
Jawaban Studi Kasus 1 : Saya melihat kasus Ibu Lilin lebih dikarenakan kondisi psikologi ibu Lilin yang
sebelumnya menghadapi siswa dengan karakter yang homogen yaitu peraih nilai UN tinggi, setelah kebijakan
PPDB zonasi mau tidak mau Ibu Lilin harus menerima mengajar menghadapi siswa yang heterogen kemampuan
akademik nya. Kasus seperti ini merupakan kasus yang lumrah yang terjadi disetiap sekolah favorit setelah
kebijakan PPDB Zonasi. Jika saya sebagai kepala sekolah, maka saya akan mengidentifikasi kekuatan biotik
(terutama guru dan siswa serta orang tua siswa) dan abiotik (terutama sarana dan prasarana) dengan pendekatan
berbasis masalah jelas terlihat bahwa anak anak sekarang kemampuan akademiknya heterogen (setelah
kebijakan PPDB Zonasi), tetapi bukan berarti bahwa heterogen tidak ada anak yang pintar, pasti ada yang pintar
maka kita identifikasi kekuatan peserta didik baru ini. Kemudian dengan pendekatan berbasis aset terutama guru
dan sarana perpustakaan. Guru harus mampu beradaptasi dengan kondisi yang ada, artinya guru harus
menguasai pedagogik dan harus kreatif dan inovatif dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Perpustakaan harus
dioptimalkan fungsi nya, artinya setiap peserta didi baru harus memiliki buku paket dari perpustakaan dengan
tujuan memperkecil gap kemampuan akademik antara siswa. Selanjutnya pendekatan pengembangan komunitas
berbasis aset, bapak ibu guru di sekolah harus memajukan dan memaksimalkan peran MGMP untuk membahas
permasalahan kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Studi Kasus 2
Pak Pupur, guru yang dicintai para muridnya. Cara mengajarnya hebat, ramah, dan menyayangi murid layaknya
anak sendiri.  Suatu ketika, Dinas Pendidikan daerah membuka lowongan pengawas sekolah. Kepala Sekolah
merekomendasi Pak Pupur untuk mendaftar seleksi calon pengawas sekolah. Kepala sekolah memilih Pak Pupur
untuk mengikuti seleksi karena selain berkualitas, dewan gurupun begitu antusias mendukung Pak Pupur
mengikuti seleksi calon pengawas sekolah. 
Secara portofolio, penghargaan kejuaraan perlombaan guru, karya alat peraga berbahan limbah yang Pak Pupur
ikuti selalu bisa sampai mendapatkan penghargaan lomba tingkat nasional. Kecerdasannya pun juga luar biasa di
mana nilai Uji Kompetensi Gurunya (UKG) bisa mencapai nilai 90, Namun, Pak Pupur justru merasa sedih
direkomendasikan kepala sekolahnya mengikuti seleksi calon pengawas sekolah.

Pertanyaan
Bagaimana pendapat Anda mengenai sikap Pupur?
Apabila Anda sebagai Kepala Sekolah, apa yang bisa Anda lakukan?
Jawaban Studi Kasus 2 : Menurut Saya, Pak Pupur seharusnya dapat mengambil kesepatan menjadi pengawas
sekolah, dengan posisinya di atas guru ini, maka pak Pupus bisa menularkan ilmu nya, bisa memberikan
pelatihan dan bisa menginspirasi guru – guru di sekolah binaannya agar bisa menjadi seperti pak Pupus saat
menjadi guru. Jika saya menjadi kepala sekolah saya akan meyakinkan pak pupus bahwa menjadi pengawas
sekolah adalah salah satu bentuk penghargaan yang di berikan dinas pendidikan kepada Pak Pupus. Karena Pak
Pupus guru teladan guru yang berkualitas. Sehingga dengan pak Pupus menjadi pengawas sekolah Pak Pupus
bisa membina bapak ibu guru di sekolah binaan Pak Pupus saat jadi pengawas sekolah nanti.

Anda mungkin juga menyukai