Anda di halaman 1dari 8

TUGAS AKHIR

MATA KULIAH KEPEMIMPINAN

KEPEMIMPINAN DITENGAH KETIDAK PASTIAN :

PERAN ADAPTIVE LEADERSHIP & ADAPTIVE GOVERNANCE

DISUSUN OLEH :

DWINANDA TAUFIQ B. 5150211235


PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS BISNIS PSIKOLOGI & KOMUNIKASI

UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA

2020 – 2021
a. Ringkasan Artikel
Seorang pemimpin akan diuji kepiawaiannya ketika menghadapi situasi yang
tidak familiar. Perubahan situasi ini akan membuat pemimpin ‘beranjak’ dari zona
nyaman dan ‘dipaksa’ untuk menghadapi perubahan yang tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan. Tantangan ini menimbulkan permasalahan dan bahkan bisa
mengancam posisi pemimpin. Namun satu hal yang pasti, semua orang pasti
bergantung pada pemimpinnya dan seorang pemimpin harus mencari cara agar
memenuhi banyaknya ekspektasi terhadap dirinya. Termasuk ketika mengalami
permasalahan seperti pandemi COVID-19.

- Memahami Adaptive Leadership


Adaptive leadership dirumuskan oleh Ronald Heifetz (1994) dalam bukunya
yang berjudul Leadership Without Easy Answers. Menurut Heifetz,
kepemimpinan adalah sebuah aktivitas simultan untuk menggerakkan masyarakat
agar beradaptasi dengan realita atau masalah yang menantang. Dalam
perjalanannya, seorang pemimpin akan menghadapi berbagai macam masalah
yang dapat dikategorikan ke dalam dua tipologi, yaitu masalah teknis dan adaptif
(Heifetz et al, 2009). 
Oleh karena itu, COVID-19 merupakan ancaman tersendiri bagi pemerintah
Indonesia karena tidak dapat menyeimbangkan antara mendorong aktivitas
perekonomian (kepentingan politik) dan kesehatan publik (keadaan mendesak).
Ini bisa kita lihat dari respon pemerintah terhadap penanganan virus yang memilih
pendekatan-pendekatan teknis layaknya terlibat dalam sebuah peperangan fisik.
Ambil contoh misalnya dengan membentuk sebuah tim percepatan penanganan
virus yang ditangani oleh Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi.
Menurut Heifetz, mengaktualisasikan adaptive leadership tidaklah mudah.
Apabila dipetakan, terdapat dua tantangan dari kepemimpinan adaptif, yakni
permasalahan yang dihadapi (eksternal) dan keadaan dari dalam diri pemimpin
(internal).
Dengan permasalahan yang kompleks tersebut, Heifetz memberikan lima
‘resep’ prinsip-prinsip strategis untuk menerapkan kepemimpinan adaptif.
Pertama, mengidentifikasi masalah. Kedua, menjaga tingkat masalah yang
kompleks tersebut melalui kerja-kerja adaptif. Ketiga, memfokuskan perhatian
untuk mematangkan masalah, bukan untuk mengurangi stres. Keempat,
memberikan pekerjaan yang sesuai dengan kapabilitas masing-masing individu.
Kelima, meski kritik sangat diperlukan, namun perlu dijaga agar tidak membuat
problem semakin kompleks (Hooijberg, 1996).  

- Adaptive Governance sebagai Alternatif Tata Kelola Pemerintahan


Secara ringkas, Janssen dan Van der Voort (2016) dalam “Adaptive
Governance: Towards a Stable, Accountable and Responsive Government”
mengartikan adaptive governance sebagai tata telola pemerintahan yang
mendahulukan kepentingan publik melalui respons cepat terhadap perubahan
lingkungan. Konsep dari adaptive governance muncul dari ketidaksesuaian antara
karakteristik lingkungan dan cara organisasi yang diatur. Kunci utama
dari adaptive governance adalah pengambilan keputusan secara desentralisasi
dengan melibatkan berbagai stakeholders dari grassroot. Bahkan penelitian ini
juga melihat penerapan desentralisasi dalam pengambilan keputusan
secara bottom-up merupakan syarat penting untuk tata kelola adaptif.
Dalam konteks wabah COVID-19, konsep adaptive governance berkelindan
dengan harapan dari masyarakat serta berbagai pemangku kepentingan.
Ketidakpastian yang dihadapi menuntut kemampuan pemerintah untuk
menyeimbangkan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat dan menentukan
kebijakan berdasarkan pengamatan yang cermat. Kepentingan satu kelompok
masyarakat, bisa jadi, beririsan dengan kepentingan kelompok lain atau
kepentingan nasional (Brunner et al, 2005). Disinilah pentingnya integrasi
kebijakan.

- Krisis Kepemimpinan di Indonesia ditengah Pandemi Covid – 19


Penelitian yang dilakukan oleh Burhanuddin Muhtadi dan Seth Soderberg (2020)
menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap respons pemimpin (dalam hal
ini Presiden dan Menteri Kesehatan) hanya berada di kisaran 0,50 dengan Menteri
Kesehatan yang paling buruk di bawah 0,25 dari skala 1,0. Meskipun sudah enam bulan
sejak kemunculan kasus pertama COVID-19, serangkaian penyangkalan, miskoordinasi,
dan pendekatan yang anti-sains masih menghambat upaya menekan penyebaran virus.
Tentu hal ini menjadi pertanda bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja. 
Seperti diungkap Ben Bland (2020) dalam Man of Contradictions: Jokowi and the
Struggle to Remake Indonesia, COVID-19 telah menguak keretakan dalam
kepemimpinan Presiden Joko Widodo. COVID-19 juga sukses memperlihatkan buruknya
kapasitas negara dalam bidang kesehatan. Ketidakpercayaan terhadap data saintifik, peran
militer yang terlalu besar dalam manajemen krisis, dan perebutan kekuasaan antar-elite
politik, sukses mengaburkan angan-angan pemerintah untuk menyeimbangkan ekonomi
dan kesehatan publik (Jeffrey, 2020).
Presiden Joko Widodo dianggap terlalu berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan
dan terlalu menekankan pada output yang cepat dengan menegasikan proses mitigasi
virus. Ambil contoh, ultimatum dari Presiden untuk menyelesaikan uji klinis vaksin
dalam tiga bulan merupakan suatu tindakan yang bertentangan dengan prinsip hati-hati
dan cermat dalam sains.
Alhasil, alih-alih ingin terbebas dari COVID-19 dalam waktu cepat, Indonesia justru
menjadi negara dengan tingkat kematian akibat COVID-19 terparah di Asia Tenggara
dengan korban tenaga medis meninggal hampir 200 jiwa, fasilitas kesehatan tidak
memadai, dan ekonomi Indonesia diprediksi mengalami kontraksi 1,0% (Wicklein, 2020).

- Integrasi Nilai – Nilai Adaptive Leadership dan Adaptive Governance dalam Mitigasi
Covid – 19
Sebagai seorang pemimpin di tengah uncertainty, cara pandang ‘helikopter’
dibutuhkan untuk melihat permasalahan dalam scope yang lebih holistik. Hal ini
penting karena adanya hubungan sebab-akibat dari tiap komponen masalah
tersebut. Selain itu, pemimpin juga harus bisa membedakan peran dirinya sebagai
‘otoritas’ dan ‘leader’ yang menurut Heifetz berbeda. Peran ‘otoritas’ cenderung
politis karena adanya tuntutan-tuntutan politik yang berhubungan dengan status
quo, sedangkan seorang leader dibutuhkan untuk mendorong perubahan yang
tidak bisa memenuhi kepentingan semua stakeholder (Hooijberg, 1996). Namun,
ketika seorang leader memiliki otoritas, maka cakupan kepemimpinannya akan
lebih luas karena dia memiliki kuasa politik.
Melalui kuasanya, seorang leader harus mendengarkan dan menggunakan data
saintifik dan ilmu pengetahuan dalam proses perumusan kebijakan. Meskipun
pada kenyataannya sains dan realita politik atau kebijakan publik adalah dua
kutub yang berbeda, tetapi jurang antara keduanya harus didekatkan. Salah satu
caranya adalah dengan pemilihan bahasa dan narasi sebab-akibat dalam
proses policy making yang politis (Stone, 1989 dalam Edi dan Alfirdaus, 2020).
Pada intinya, pemimpin atau pejabat pemerintah harus mau mendengarkan temuan
para ilmuwan dan ilmuwan harus mau menyediakan dukungan data kepada
politisi (Nugroho, 2020).
Kebijakan dalam menghadapi pandemi harus dijelaskan melalui penjelasan
yang rasional, evidence-based yang dijustifikasi dengan kaidah ilmu pengetahuan,
serta diinformasikan secara transparan. Pejabat pemerintah harus melandaskan
alasan rasional di balik keputusan yang diambil, bukan sekadar ‘apa’ melainkan
‘mengapa’ keputusan tersebut ditempuh.
Dengan implementasi kebijakan yang holistik, maka friksi antar-
stakeholder mampu diredam dengan penjelasan yang logis dan sulit dibantah
karena kekayaan data dan ilmu pengetahuan yang absah. Pemerintah harus
konsisten dalam penerapannya. Tanpa konsistensi pemerintah, akan susah untuk
menjustifikasi suatu keputusan. Dengan konsistensi itu pula, social
trust masyarakat yang sebelumnya rusak akan kembali pulih secara bertahap.
Sudah seharusnya dari dalam pribadi seorang leader, kemampuan
merumuskan kebijakan yang berbasis data dan ilmu pengetahuan adalah hal yang
tidak bisa ditawar. Selain itu, internalisasi nilai-nilai adaptif ke dalam institusi
pemerintahan juga sangat diperlukan untuk efektivitas mitigasi COVID-19.

b. Analisis Teori
Antara artikel dengan materi yang disampaikan saat perkuliahan tentu saja ada
keterkaitannya secara garis besar dalam artikel dibahas tentang pemimpin yang
adaptif atau bisa disebut transformasional dalam materi perkuliahan. Seorang
pemimpin yang mampu beradaptasi dengan keadaan yang terjadi pada saat itu juga.
Persamaannya, dalam artikel maupun materi pada dasarnya seorang pemimpin
mampu mengambil keputusan yang tepat untuk melewati situasi kondisi yang tidak
diperkirakan sebelumnya. Agar perusahaan ataupun organisasi yang dipimpin mampu
bertahan melewati kondisi permasalahan tersebut.
Perbedaanya, dalam artikel dikaitkan dengan sains walaupun sains dan politik
berbeda kutub namun jurang antara keduanya harus didekatkan. Sedangkan yang
diajarkan dalam perkuliahan tentang kepemimpinan transformasional dan bagaimana
cara memotivasi seseorang guna meningkatkan kinerjanya.
c. Pendapat Pribadi
Menurut saya adaptasi seorang pemimpin dalam mengambil suatu kebijakan
itu sangat vital karena, sekalinya seorang pemimpin salah mengambil keputusan bisa
berakibat fatal pada praktiknya. Seperti yang terjadi di Indonesia akibat lambatnya
pengambilan keputusan yang mengakibatkan Indonesia, merupakan peringkat tinggi
dalam death rate disbanding dengan negara lain.
Maka dari itu dalam artikel pun juga dibahas bagaimana cara menerapkan
kepemimpinan secara tepat. Tentu saja kepemimpinan adaptif akan berjalan apabila
mengakar pada setiap institusi agar mencakup lebih luas tentang kebijakan yang telah
diambil.

d. Contoh Perusahaan
Sebenarnya semua perusahaan yang berjalan pada saat pandemic seperti ini
bisa menggunakan kepemimpinan adaptif, saya akan menunjuk salah satu perusahaan
yang cocok menggunakan kepemimpinan seperti ini yaitu PT Angkasa Pura. Kenapa
saya memilih perusahaan tersebut, karena menurut saya dengan banyaknya peraturan
yang membatasi pergerakan seluruh lapisan masyarakat mengakibatkan anjloknya
pendapatan dari penerbangan yang ada. Dengan melakukan adaptasi maka perusahaan
ini mampu melewati pandemic sehingga perusahaan mampu bertahan.
DAFTAR PUSTAKA

Kepemimpinan di Tengah Ketidakpastian: Peran Adaptive Leadership dan Adaptive Governance


(lipi.go.id)

Anda mungkin juga menyukai