Anda di halaman 1dari 16

ETIKA KEPEMIMPINAN PENYELENGGARA NEGARA

DALAM PENANGANAN COVID-19 DI INDONESIA


UNTUK MELENGKAPI TUGAS
MATA KULIAH ETIKA KEPEMIMPINAN DAN PEMERINTAHAN

OLEH
MUHAMMAD IQBAL N
NIM: 2010247599

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU POLITIK


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
ABSTRAK
Pandemi COVID-19 saat ini sedang menguji para pemimpin politik dan sistem
Pelayanan di seluruh dunia, memperlihatkan defisit dalam krisis komunikasi, kepemimpinan,
kesiapan dan fleksibilitas. Situasi harian yang luar biasa berlimpah, dengan rantai pasokan
global tiba-tiba gagal, media mengomunikasikan informasi yang kontradiktif, dan politik
memainkan peran yang semakin besar dalam membentuk respons setiap negara terhadap
krisis. Pandemi tidak hanya mengancam kita kesehatan tetapi juga ekonomi, kebebasan, dan
privasi kita. Ini menantang kecepatan dalam bekerja, kualitas penelitian, dan efektivitas
komunikasi dalam komunitas ilmiah. Dia dapat memaksakan dilema etika dan tekanan
emosional pada pekerja kesehatan. Meski demikian, pandemi juga memberikan peluang
untuk organisasi kesehatan, pemimpin, dan peneliti untuk belajar dari kesalahan mereka dan
untuk menempatkan negara dan institusi mereka di posisi yang lebih baik untuk menghadapi
tantangan masa depan.
Keputusan dan sikap yang baik dari seorang pemimpin adalah aset yang tak ternilai.
Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk memperluas arus pemahaman tentang etika
kepemimpinan dalam menghadapi situasi pandemi covid-19. Artikel ini meninjau literatur
tentang etika politik, serta kasus empiris, untuk menjelaskan keberhasilan reputasi faktor
pemimpin politik. Secara praktis dapat bermanfaat bagi kepemimpinan politik. Teori-teori
yang digambarkan dalam literatur tentang kepemimpinan politik digunakan untuk
membangun tipologi yang berisi konstruksi untuk: menganalisis reputasi politik. Artikel ini
mengungkapkan bahwa elemen kunci dari perilaku, simbolik, dan konstruksi etis adalah
penting dan harus bertindak bersama untuk membangun reputasi yang baik. Dalam sistem
dengan terbatasnya kekuatan politik formal, diperlukan upaya untuk membangun jaringan
soft power yang memberikan kapasitas untuk bertindak. Politisi dapat mempelajari cara untuk
mengamankan dukungan mereka dan meningkatkan basis kekuatan mereka dari Etika
kepemimpinan yang teridentifikasi faktor keberhasilannya.

Kata Kunci:
Covid-19, Etika Kepemimpinan, Penyelenggara Negara
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pentingnya etika dalam administrasi publik telah lama diabaikan sampai saat ini.
Yang memburuk situasi etika di bidang ini – di seluruh dunia – telah membuatnya menjadi
isu yang membara. Skandal etika baru-baru ini baik di sektor publik dan swasta telah
mempengaruhi cendekiawan, organisasi nasional dan internasional untuk menaruh minat
yang mendalam pada masalah ini. Upaya telah dilakukan untuk mempromosikan standar
etika pegawai negeri. Di antara berbagai lainnya pendekatan, meningkatkan keterampilan
kepemimpinan terbukti efektif dalam mempromosikan etika dalam pelayanan publik. Hart
(2001) percaya bahwa etika tidak dapat efektif tanpa kepemimpinan yang tepat. Dengan
semakin kompetitifnya sifat global ekonomi dan tekanan sekitarnya lainnya, berbagai
keterampilan kepemimpinan yang dibutuhkan juga telah berkembang (Montgomery, 2003).
Pemimpin membimbing anggota organisasi menuju tujuan organisasi. Ini adalah salah satu
yang utama tanggung jawab pemimpin yang baik untuk memastikan bahwa fungsi organisasi
dilakukan dengan cara yang etis. Makalah ini membahas konsep etika, kepemimpinan dan
keterampilan kepemimpinan dan upaya untuk menyajikan peran kepemimpinan dalam
meningkatkan etika dalam pelayanan publik. 1
Pemimpin politik tertentu memiliki reputasi yang luar biasa baik dan ketenaran yang
melampaui pendukung langsung. Reputasi ini adalah berharga dalam politik, karena
memberikan keunggulan kompetitif dalam pemilu dan proses pengambilan keputusan sambil
meningkatkan kelangsungan agenda perubahan.
American Heritage Dictionary mendefinisikan 'reputasi' sebagai 'estimasi umum di
mana seseorang dipegang oleh publik' (Davies, 1970: 600). Karenanya, kesan apa pun
tentang atribut atau disposisi perilaku berdasarkan perilaku masa lalu disebut sebagai
'reputasi' (Dafoe et al., 2014). Politisi cenderung membangun reputasi yang baik karena
transaksi di masa depan lebih mudahdifasilitasi dengan orang-orang di sekitar mereka.
Meskipun 'sumber kehebatan' dari perdana menteri dan presiden telah dibahas (Berkah dan
Murray, 1994; Murray dan Berkat, 1983; Needham, 2005), reputasi pemimpin politik dengan
kekuasaan formal yang terbatas kurang dipahami. Pengabaian ini membingungkan, karena
reputasi ditempa dalam sistem dengan sedikit kekuasaan formal mungkin akan berbeda
dengan mereka yang memiliki kekuasaanterkait dengan hierarki, subordinasi, dan hubungan
asimetris. Selain itu, sedikit yang diketahui tentang bagaimana para pemimpin politik lokal
memperoleh reputasi. 2
Artikel ini berusaha untuk menggambarkan secara holistik aspek inti dari reputasi
pemimpin politik lokal yang baik melalui studi individu yang lokal, regional, dan bahkan
terkenal secara nasional (yaitu, terpanjang di Norwegia walikota tetap). Sedangkan literatur
tentang politik dan administrasi kepemimpinan menawarkan wawasan yang kaya ke dalam
gaya yang berbeda, seperti 'transformasional', 'transaksional' dan 'birokratis' (Elcock, 2001;
Hart, 2014; Jones, 1989), bukti mengenai pemimpin politik nasional menunjukkan bahwa
sumber utama dari reputasi individu adalah kemampuan mereka untuk memastikan
'transformasi' yang sukses melalui proyek-proyek yang berani dan inovatif (Bailey, 1978;
1
Sonia, H. (2011). Ethic And Leadership Skills In The Public Service. Visual Post a Journal: Procedia Social
and Behavioral Sciences 15, 2792-2796
2
Bjorna, Hilde. (2021). Reputational Assets For Local Political Leadership. Visual Post a Journal: UIT-
The Arctic University Of Norwey, Norwey, Heliyon 7. E07800
Emrich et al., 2001; Murray dan Blessing, 1983; Musim dingin, 1987). Bagaimana ini dan
faktor keberhasilan reputasi lainnya berfungsi sebagai basis kekuatan bagi para pemimpin
politik sebagian besar masih belum dijelajahi. Reputasi seseorang memberi tahu kita
bagaimana mereka dipersepsikan oleh publik. Sebagai pemimpin politik bergantung pada
pengikut, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki reputasi beberapa walikota Norwegia
yang berprestasi dan sangat dikagumi untuk mengidentifikasi penentu inti keberhasilan
reputasi untuk lokal pemimpin politik yang beroperasi dalam sistem yang menyediakan
sedikit kekuasaan. 3
Henry L. Sisk mendefinisikan manajemen sebagai koordinasi dari semua sumber
(tenaga manusia, dana, material, waktu, metode kerja, dan tempat) melalui proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian supaya dapat mencapai
sasaran yang diinginkan. Stoner mendefinisikan manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan
pengunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan. Manajemen merupakan koordinasi semua sumber daya melalui proses
perencanaan, pengorganisasian, penetapan tenaga kerja, pengarahan, dan pengawasan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.4
Strategi organisasi yang tepat untuk melakukan penyesuaian dengan
lingkungan yang berubah sangat penting bagi keberhasilan pencapaian tujuan
organisasi. Menurut Ibrahim (2008: 24) manajemen strategis pada prinsipnya adalah
kemampuan manajemen organisasi untuk mengadaptasi masa depan yang umumnya
bersifat jangka pendek serta menengah. Menurut Steiner dan Miner ( 1997: 30),
proses manajemen strategis meliputi beberapa hal sebagai berikut: 5
1. Pengawasan perubahan lingkungan
2. Identifikasi lingkungan peluang dan ancaman untuk dihindarkan
3. Evaulasi kekuatan dan kelemahan organisasi
4. Perumusan misi dan sasaran
5. Identifikasi strategi untuk untuk pencapaian tujuan organisasi
6. Evaulasi strategi dan pilihan strategi yang akan diimplementasikan
7. Penetapan dan pemantauan proses strategi diimplementasikan tepat.

Nutt dan Backoff (1992) dalam Salusu (2006: 496-498), mengemukakan


beberapa alasan perlunya perubahan strategis yang sekaligus memberikan petunjuk
tentang bagaimana manfaat manajemen strategis bagi organisasi publik maupun
organisasi nonprofit sebagai berikut: 6
1. Organisasi baru atau yang sedang berkembang harus memikirkan langkah
tujuan dan sasaran yang diprioritaskan
2. Kebutuhan mempertahankan stabilitas pembiayaan yang memerlukan
strategi-strategi baru untuk mencari sumber pembiayaan baru
3. Keinginan mengembangkan pelayanan, seiring makin tersedianya sumber
daya yang dimiliki, mendorong manajer melakukan perubahan kebijakan,
prosedur, bahkan mungkin prioritas konsumen yang dilayani
4. Perluasan peranan karena desakan publik, untuk menjawab kebutuhan
3
Bjorna, Hilde. (2021). Reputational Assets For Local Political Leadership. Visual Post a Journal: UIT-
The Arctic University Of Norwey, Norwey, Heliyon 7. E07800
4
Zaidan Nawawi. Manajemen Pemerintahan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2015., hlm 14
5
Taufiqurohkman. Manajemen Strategik. (Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 2016), hlm 102
6
Taufiqurohkman. Manajemen Strategik. (Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 2016), hlm 103
mereka Perubahan kepemimpinan biasanya diikuti dengan visi baru yang
menuntut para eksekutif memahami kebijakan baru
5. Tuntutan yuridis dalam perencanaan yang memungkinkan perubahan
prosedur bila ada desakan pemerintah untuk memperoleh bantuan yang
diperlukan
6. Tuntutan akan integrasi antar departemen, biro, bidang, bagian, seksi dan
lain-lain sangat sering terjadi dalam organisasi pemerintahan yang
menuntut penyesuaian misi, tujuan, serta berbagai prosedur
7. Koordinasi tindakan yang menuntut adanya perubahan dalam
kebijaksanaan internal
8. Ancaman politik yang menuntut para eksekutif menyesuaikan
kebijaksanaan organisasinya dengan tuntutan tersebut.
Korten dalam Tarigan (2008) mengatakan bahwa suatu program akan berhasil
dilaksanakan jika terdapat kesesuaian dari tiga unsur implementasi atau pelaksanaan
program. Pertama, kesesuaian antara program dengan pemanfaat, yakni kesesuaian antara hal
yang ditawarkan oleh program dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran. Kedua,
kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana, yakni kesesuaian antara tugas yang
disyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga, kesesuaian
antara kelompok sasaran dengan organisasi pelaksana, yakni kesesuaian antara syarat yang
diputuskan organisasi untuk dapat memperoleh output program dengan apa yang dapat
dilakukan oleh kelompok sasaran program. 7

7
Taufiqurohkman. Manajemen Strategik. (Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 2016), hlm 103
METODE
A. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah studi literatur. Metode studi literatur
adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,
membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian.
Melakukan studi literatur ini dilakukan oleh penulis setelah menentukan topik
penelitian dan ditetapkannya rumusan permasalahan.
B. Pengumpulan Data
Data yang digunakan berasal dari textbook, journal, artikel ilmiah, literature review
yang berisikan tentang konsep yang diteliti D. Analisa Memulai dengan materi hasil
penelitian yang secara sekuensi diperhatikan dari yang paling relevan, relevan, dan cukup
relevan. Cara lain dapat juga, misalnya dengan melihat tahun penelitian diawali dari yang
paling mutakhir, dan berangsung – angsur mundur ke tahun yang lebih lama.
Membaca abstrak dari setiap penelitian lebih dahulu untuk memberikan penilaian
apakah permasalahan yang dibahas sesuai dengan yang hendak dipecahkan dalam penelitian.
Mencatat bagian – bagian penting dan relevan dengan permasalahan penelitian, Untuk
menjaga tidak terjebak dalam unsur plagiat, para peneliti hendaknya juga mencatat sumber –
sumber informasi dan mencantumkan daftar pustaka. Jika memang informasi berasal dari ide
atau hasil penelitian orang lain.
Membuat catatan, kutipan, atau informasi yang disusun secara sistematis sehingga
penelitian dengan mudah dapat mencari kembali jika sewaktu - waktu diperlukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. ETIKA DALAM PELAYANAN PUBLIK
Etika adalah suatu keharusan bagi administrator publik. Kebijakan publik memiliki
efek langsung pada warga negara. Oleh karena itu memastikan etika dalam pelayanan publik
merupakan hal yang krusial. Menurut Rosenbloom (1989) etika dapat dianggap sebagai suatu
bentuk akuntabilitas diri atau "pemeriksaan batin" dari perilaku administrator publik. Etika
adalah pernyataan, tertulis atau lisan, yang meresepkan atau melarang perilaku tertentu dalam
kondisi tertentu (Nigro & Nigro, 1989, p.37). Publik Etika pelayanan mencakup prinsip dan
nilai yang luas dan meluas. Menurut PBB Departemen Ekonomi dan Sosial (1999) ini
termasuk objektivitas, ketidakberpihakan, keadilan, kepekaan, kasih sayang, daya tanggap,
integritas, akuntabilitas, transparansi, pengabdian tanpa pamrih pada tugas, perlindungan
publik minat. Dilema etika umumnya terjadi di sekitar kebijaksanaan administratif, korupsi,
akuntabilitas, nepotisme, tekanan kelompok kepentingan, kerahasiaan informasi, kerumitan
kebijakan, dll. Pemimpin yang terampil dapat berperan sebagai peran penting dalam
memperkenalkan dan memelihara nilai-nilai etika dan menyelesaikan kesulitan terkait etika
ini.

B. KETERAMPILAN KEPEMIMPINAN DAN KEPEMIMPINAN


Secara umum, kepemimpinan adalah proses dimana seseorang membujuk dan
membimbing anggota kelompok atau organisasi menuju pencapaian tujuannya (Yukl, 1989;
Greenburg dan Baron, 1997). Norma dan nilai-nilai dimulai dari pemimpin, yang kemudian
dikembangkan dan dipelihara juga oleh pemimpin (Grosenick & Gibson, 2001). Pemimpin
memberikan contoh perilaku ideal yang diikuti oleh organisasi. Mereka adalah penentu tren
dan pendiri budaya organisasi. Keberhasilan program etika di organisasi mana pun terletak
pada kepemimpinan yang berkomitmen (Lewis, 1999; Hejka-Ekins, 2001). Keterampilan
kepemimpinan, seiring dengan peningkatan efektivitas administrasi pemimpin, juga
cenderung mengedepankan etika. Menurut Katz (2009), keterampilan bukanlah bawaan tetapi
dapat dipelajari, dikembangkan dan terbukti dalam kinerja. 8

a. Keterampilan teknis:
Keterampilan teknis melibatkan metode, proses, prosedur, atau teknik yang
mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang dan keahlian pada suatu hal tertentu
(Katz, 2009). Keterampilan ini meliputi pengetahuan faktual mengenai aturan, struktur,
sistem manajemen, dan karakteristik karyawan organisasi. Ini juga mencakup
pengetahuan tentang produk dan layanan organisasi seperti spesifikasi teknis, kekuatan,
dan keterbatasan. Keterampilan teknis adalah diperoleh dari penggabungan pendidikan
formal, pelatihan dan pengalaman kerja. Memori yang baik dan kemampuan untuk belajar
membantu manajer yang efektif untuk memperoleh keterampilan teknis dengan cepat dari
berbagai sumber organisasi. Untuk menginstruksikan dan membimbing bawahan dan
mengarahkan organisasi secara terencana, pengetahuan tentang produk dan prosedur
adalah persyaratan utama (Yukl, 2001; Cook, 1998). Keterampilan ini meletakkan dasar
untuk inspirasi, inovasi dan perencanaan strategis.
b. Keterampilan Konseptual:
Keterampilan konseptual meliputi kemampuan analitis, berpikir logis,
pembentukan konsep, analisis induktif dan deduktif. Menurut Yukl (2001) keterampilan
konseptual melibatkan penilaian yang baik, kehati-hatian, wawasan, kreativitas dan
8
Sonia, H. (2011). Ethic And Leadership Skills In The Public Service. Visual Post a Journal: Procedia Social
and Behavioral Sciences 15, 2792-2796
kemampuan untuk membuat keputusan dalam situasi yang kompleks. Keterampilan
konseptual telah diukur dengan berbagai metode yang berbeda, termasuk tes bakat, tes
situasional, wawancara dan insiden kritis. Keterampilan konseptual diperlukan untuk
perencanaan, pengorganisasian, dan pemecahan masalah yang efektif. Untuk mencapai
koordinasi yang tepat, administrator perlu memahami fungsi berbagai bagian
organisasi dan bagaimana mereka saling berhubungan dan berinteraksi satu sama lain.
"Kompleksitas kognitif" (Yukl, 2001) - kemampuan untuk mengidentifikasi kompleks
pola hubungan dan ramalan peristiwa masa depan dari perkembangan saat ini- diperlukan
dalam kasus ini. Manajer juga membutuhkan keterampilan untuk memprediksi pengaruh
perubahan lingkungan eksternal pada organisasi. Pemimpin administrasi yang efektif
mengandalkan kombinasi intuisi dan penalaran sadar dalam menghadapi berbagai
masalah pengambilan keputusan organisasi. Kemampuan untuk belajar dan beradaptasi
dengan perubahan adalah yang utama persyaratan untuk mencapai keterampilan
konseptual. 'Metakognisi' (Flavell, 1979; Yukl, 2001) sangat membantu dalam kasus ini.
Dia mengacu pada kemampuan untuk secara tidak memihak dan secara rumit
menganalisis proses kognitif seseorang dan menemukan cara untuk meningkatkannya
mereka. Kemampuan ini memungkinkan para pemimpin untuk belajar dari kesalahan dan
mengubah asumsi dan keyakinan mereka.
c. Kemampuan interpesonal:
Keterampilan interpersonal meliputi pengetahuan tentang perilaku manusia dan
proses kelompok, kemampuan untuk memahami perasaan, sikap dan niat orang lain, dan
kemampuan untuk berkorespondensi dengan jelas dan dapat dipercaya. Kategori ini
keterampilan kepemimpinan juga mencakup 'keterampilan yang diperlukan untuk
koordinasi tindakan diri sendiri dan orang lain (Gillen & Carroll, 1985; Mumford, Marks
et al., 2000), dan keterampilan negosiasi untuk mendamaikan perbedaan di antara
perspektif karyawan dan membangun hubungan yang saling memuaskan (Copeman,
1971; Mahoney, Jerdee, & Carroll, 1963; Mahoney et al., 1965; Mintzberg, 1973), dan
keterampilan persuasi untuk mempengaruhi orang lain agar lebih efektif menyelesaikan
organisasi tujuan (Katz, 1974; Mintzberg, 1973; Yukl, 1989)' (seperti dikutip dalam
Mumford et al 2007 hal, 157). Keterampilan ini membantu untuk mempengaruhi orang
dan dengan demikian membuat penyebaran pandangan dan informasi menjadi mudah
(Northouse, 2009). Ini memungkinkan pemimpin untuk memecahkan masalah secara
konstruktif dan efektif.
d. Kecerdasan emosional:
Emosi adalah perasaan kuat yang bahkan setelah intensitasnya memudar,
kemungkinan akan bertahan sebagai positif atau negatif suasana hati. Ini kadang-kadang
dapat mempengaruhi perilaku kepemimpinan. Kecerdasan Emosional (EI) dapat
membantu menyelesaikan ini situasi. EI dapat didefinisikan sebagai sejauh mana orang
terbiasa dengan perasaan mereka sendiri dan perasaan lainnya (Yukl, 2001). Ini mengacu
pada kemampuan untuk menyatukan emosi dan alasan sedemikian rupa sehingga emosi
digunakan untuk membantu proses kognitif dan emosi dikelola secara rasional. EI
mencakup keterampilan seperti kesadaran diri, keterampilan komunikasi, empati dan
pengaturan diri melalui mana sifat kepemimpinan dapat dipelajari (Goleman, McKee, dan
Boyatzis, 2002).
Emosi membantu peran kepemimpinan dalam memecahkan masalah yang
kompleks, pengambilan keputusan yang lebih baik, manajemen waktu dan krisis
pengelolaan. Kesadaran diri memungkinkan pemimpin untuk menyadari tuntutan dan
reaksinya sendiri terhadap situasi tertentu. Oleh karena itu membantu dalam evaluasi
solusi alternatif. Pengaturan diri membantu mempertahankan antusiasme dan optimisme.
Keterampilan sosial yang kuat yang diperlukan untuk mengembangkan hubungan
interpersonal yang kooperatif dianggap sebagai: empati. Misalnya, kemampuan untuk
mendengarkan dengan penuh perhatian menghasilkan komunikasi yang efektif dan
menyampaikan penghargaan dan penghargaan positif.
e. Intelegensi sosial:
Kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk menentukan persyaratan
kepemimpinan dalam situasi tertentu dan memilih respon yang sesuai. Ini terdiri dari
persepsi dan fleksibilitas perilaku (Yukl, 2001). Kepekaan sosial berarti kemampuan
untuk memahami kebutuhan, masalah dan bukaan organisasi. Ini juga termasuk
kemampuan untuk memahami karakteristik anggota, hubungan sosial dan proses kolektif
yang cenderung mempengaruhi organisasi (Northouse, 2009). Fleksibilitas perilaku
adalah kemampuan dan semangat untuk mengubah perilaku seseorang menjadi
menyesuaikan persyaratan keadaan baru.

C. Keterampilan Kepemimpinan dan Peningkatan Etika dalam Pelayanan Publik


Pegawai negeri harus menjalankan diskresi administratif dalam menjalankan
tugasnya. Kepercayaan publik pada pemerintah tergantung pada cara melalui mana tugas-
tugas ini dilakukan. Oleh karena itu sangat penting untuk mempertahankan standar etika
dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan. Kepemimpinan dapat memiliki efek yang cukup
besar pada peningkatan etika secara keseluruhan dalam pelayanan publik. Para pemimpin
administrasi harus dengan teguh mengambil bagian dalam semua tahapan program etik -
mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan - dengan sungguh-sungguh mematuhi kode etik
dan mendorong perilaku etis dalam organisasi dengan menjadi panutan (Hejka-Ekins, 2001).
Keterampilan kepemimpinan yang berbeda dapat meningkatkan kekuatan pemimpin dalam
mencapai tujuan tersebut. Beberapa keterampilan ini saling terkait dan oleh karena itu
cenderung memiliki hasil yang tumpang tindih. Misalnya, keterampilan sosial sangat penting
untuk mengembangkan empati, yang merupakan bagian integral bagian dari kecerdasan
emosional. Gambar ini mengilustrasikan bagaimana keterampilan kepemimpinan dapat
meningkatkan baik individu maupun standar etika organisasi.

Gambar 1: Keterampilan Kepemimpinan Menuju Peningkatan Etika dalam Pelayanan Publik


Keterampilan teknis membantu pemimpin menjadi lebih efisien dan responsif.
Keterampilan ini memungkinkan para pemimpin untuk secara independen mengambil
keputusan teknis dan dengan demikian mendeteksi segala upaya penipuan yang terkait
dengan masalah teknis. Pengetahuan dan perhatian terhadap peraturan-peraturan membantu
menegakkan supremasi hukum, akuntabilitas dan transparansi. Dengan pemahaman yang
baik tentang aturan dan peraturan pemimpin lebih mungkin untuk bekerja dalam lingkup
hukum. Ini mengurangi risiko perilaku tidak etis.
Keterampilan konseptual mendukung para pemimpin dalam perencanaan,
pengorganisasian, dan pemecahan masalah yang efektif. Keterampilan ini adalah sangat
penting untuk menghadapi dilema etika dan konflik kepentingan. Keterampilan seperti ini
mempersiapkan pemimpin dengan baik penilaian dan memungkinkan pemimpin untuk
memahami konsekuensi dari setiap tindakan sebelumnya. Jadi kontroversial keputusan dapat
dihindari. Keterampilan ini mengarah pada keputusan etis dan keandalan.
Keterampilan interpersonal dan kecerdasan sosial membuat transmisi nilai-nilai etika
dalam organisasi lebih lancar. Mereka menimbulkan belas kasih dan kepekaan yang
menguntungkan bagi peningkatan etika. Pemimpin yang memiliki keterampilan ini dapat
dengan mudah menyebarkan nilai-nilai etika inti di antara anggota organisasi. Pemimpin juga
bisa memotivasi para pejabat untuk sungguh-sungguh mengambil nilai-nilai tersebut
sehingga menjadi tertanam dalam budaya organisasi. Praktek berbagai keterampilan
interpersonal dan sosial menciptakan lingkungan yang terbuka dan ramah yang memotivasi
karyawan untuk mengekspos perbuatan salah tanpa rasa takut.
Kecerdasan emosional mencegah eksekutif mengambil keputusan tidak etis yang bias
secara emosional. Oleh karena itu memfasilitasi dalam menjaga ketidakberpihakan dan
perlindungan kepentingan publik. Integritas dapat ditingkatkan melalui diri sendiri regulasi
dan kesadaran diri. Seorang pemimpin dengan kecerdasan emosional dan sosial yang tinggi
dapat secara kompeten memilih keputusan yang tepat dan rasional dalam situasi kritis.
Keterampilan ini memungkinkan pemimpin administrasi untuk segera menanggapi isu-isu
etika baru dan beragam9
Ada beberapa perilaku khusus yang harus dimiliki seorang pemimpin yang efektif, yaitu. 10
1. Perilaku Berorientasi Tugas, termasuk kemampuan untuk merencanakan,
mengklarifikasi, pemantauan, dan pemecahan masalah,
2. Perilaku Berorientasi Hubungan, termasuk kemampuan untuk mendukung,
mengembangkan, mengenali, dan memberdayakan,
3. Perilaku Berorientasi Perubahan, termasuk kemampuan untuk mengadvokasi
perubahan, membayangkan perubahan, mendorong inovasi, dan memfasilitasi
pengumpulan pembelajaran

9
Sonia, H. (2011). Ethic And Leadership Skills In The Public Service. Visual Post a Journal: Procedia Social
and Behavioral Sciences 15, 2792-2796
10
Ferine dkk. (2021). An Empirical Study Of Leadership, Organizational Culture, Conflict, And Work Ethic In
Determining Work Performance In Indonesia's Education Authority. Visual Post: a Journal For CellPress
Heliyon, 7, e07698
4. Perilaku Kepemimpinan Eksternal, termasuk keterampilan berjejaring, eksternal
memantau, dan mewakili.
Elemen kunci dari perilaku, keunikan/ ke-khasan, dan sikap etis baik / perilaku moral
sangat penting dan harus bertindak bersama untuk membangun reputasi yang baik. Dalam
sistem dengan terbatasnya kekuatan politik formal, diperlukan upaya untuk membangun
jaringan soft power/ pendekatan persuasif biasanya melibatkan penggunaan pengaruh
ekonomi atau budaya. Tentu yang memberikan kapasitas untuk bertindak. Politisi dapat
mempelajari cara untuk mengamankan dukungan mereka dan meningkatkan basis kekuatan
mereka dari reputasi/citra baik yang teridentifikasi faktor keberhasilan.
D. Keputusan dan Kebijakan Politik di Masa Kritis Covid-19
Perilaku atau etika kepemimpin dalam sistem dengan sedikit kekuasaan formal adalah:
 Pengembangan dan keberhasilan tujuan yang terkait dengan proyek yang berani atau
baik kinerja layanan;
 Pengembangan jaringan soft power (pendekatan persuasif biasanya melibatkan
penggunaan pengaruh ekonomi atau budaya) di seluruh jaringan tradisional batasan;
 Komunikasi dan pengembangan nilai-nilai yang sensitif terhadap identitas lokal;
 Penciptaan narasi tentang keunikan kepribadian;
 Pengembangan hubungan dekat dengan warga negara;
 Kerja keras untuk masyarakat.
Pengetahuan dan pemahaman tentang etika kepemimpinan adalah penting. Untuk
seorang pemimpin reputasi yang baik adalah aset yang kuat di dunia politik. Selain itu,
reputasi baik walikota meluas ke lokal lembaga pemerintah. Walikota yang sangat dihormati
dan berprestasi memastikan reputasi yang baik bagi pemerintah daerah dalam politik yang
lebih luas sistem, membuka jalan bagi peningkatan otonomi, wewenang, dan tanggung jawab
(Carpenter dan Krause, 2012). 11
Penularan COVID-19 yang begitu cepat telah menjangkiti seluruh negara di dunia.
penularan virus yang begitu cepat dan belum ada vaksinasi membuat kekhawatiran seluruh
masyarakat terhadap keamanan dan keselamatannya. Dalam waktu yang begitu singkat, virus
COVID-19 sudah menjadi sebuah ancaman global, dimana virus tersebut meruntuhkan
ekonomi dunia seperti Perang Dunia II.
Dalam skala global, kepanikan media sosial berjalan lebih cepat daripada penyebaran
Covid-19 sendiri, yang mengarah ke ketidak percayaan yang luas dan ledakan rasisme.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menegaskan bahwa salah satu yang
harus diatasi selain epidemi coronavirus Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
mendefinisikan infodemi sebagai “An overabundance of information – some accurate and
some not – that makes it hard for people to find trustworthy sources and reliable guidance
when they need it.” Wabah Informasi ini adalah respon yang tidak tepat dan meningkatnya
kebingungan publik tentang siapa dan sumber informasi apa yang dipercaya. Tedros
menyebut ini pertarungan melawan "teori troll dan konspirasi" menyebut informasi yang
salah menyebabkan kebingungan dan menyebarkan ketakutan, sehingga menghambat respon
terhadap wabah. Di belahan Eropa, penduduk berpenampilan Cina yang tidak pernah
menginjakkan kaki di Tiongkok adalah salah satu korban pertama rasisme virus tersebut.
Infodemi ini menimbulkan ketakutan dan kepanikan karena rumor yang tidak terverifikasi

11
Bjorna, Hilde. (2021). Reputational Assets For Local Political Leadership. Visual Post a Journal: UIT-
The Arctic University Of Norwey, Norwey, Heliyon 7. E07800
dan klaim berlebihan; dan mempromosikan bentuk-bentuk vigilantisme, xenophobia dan
rasisme. Dalam konteks kasus Covid-19, bencana ini menjadi semakin membesar mengarah
pada negatifitas perilaku manusia, yang diperparah dengan berbagai perilaku khas netizen di
dunia maya; Twitter dipenuhi dengan informasi yang salah dari influencer atau buzzer, meme
satir, dan semacamnya.
Inti dari kepemimpinan dimasa krisis pandemi covid 19 adalah pengambilan keputusan.
Pemimpin harus membuat keputusan yang tepat diwaktu yang singkat dan mampu
meyakinkan tenaga kerja atau konstituen mereka bahwa mereka telah melakukannya, bahkan
jika keputusan tidak populer dan terkait dengan pembatasan besar. Tujuan yang ditetapkan
harus didukung dengan optimalisasi dari komunikasi dan ditindak lanjuti dengan kemajuan
dalam arah yang direncanakan. Keputusan tepat waktu dibuat dalam keadaan ketidak pastian
berisiko tetapi berpotensi menawarkan satu-satunya peluang di jendela peluang. 12
Untuk membuat keputusan yang tepat, suatu masalah harus dikenali dan dinilai dengan
benar. Ini mungkin melibatkan penggunaan alat manajemen risiko seperti matriks
kemungkinan/ keparahan konsekuensi. Penting untuk memasukkan bukti terbaik yang
tersedia ke dalam pengambilan keputusan Pemimpin. Manusia memiliki kecenderungan
alami untuk menunda keputusan dan meremehkan besarnya masalah (misalnya, bias
kognitif). Di dalam Selain itu, dinamika kelompok yang disfungsional dan tekanan organisasi
atau ekonomi seringkali di bawah perkiraan dan mengancam kemampuan seorang pemimpin
untuk mencapai kesadaran situasional.
Dengan situasi yang berubah dengan cepat, setiap keputusan harus sering ditantang.
Situasional kesadaran dibangun melalui proses berulang menganalisis lingkungan dan
keadaan. Dalam kata-kata yang dikaitkan dengan Helmuth von Moltke (1800-1891), seorang
Jenderal Rusia Marshall: “Tidak ada rencana pertempuran yang bertahan dari kontak dengan
musuh”; itu membutuhkan pembaruan terus-menerus dan mengarahkan. Dalam istilah
modern, ini disebut 'kepemimpinan adaptif'. Itu dapat diingat melalui perangkat mnemonic,
empat A: “Antisipasi kemungkinan kebutuhan, tren, dan opsi di masa depan; Artikulasi dari
kebutuhan ini untuk membangun pemahaman kolektif dan dukungan untuk tindakan;
Adaptasi sehingga ada pembelajaran berkelanjutan dan penyesuaian tanggapan seperlunya,
dan Akuntabilitas, termasuk transparansi maksimum dalam proses pengambilan keputusan
dan keterbukaan terhadap perubahan dan umpan balik.”.
Dalam proses ini, kesalahan tidak dapat dihindari dan harus dilihat sebagai peluang
untuk tindakan produktif. Pemimpin harus menghindari kesalahan dan tetap fokus pada
tujuan. Pemimpin dan analisis situasional mereka berbeda, begitu pula waktu tindakan yang
mereka dukung. di satu Di sisi lain, tindakan Korea Selatan lebih awal dan efektif, dengan
jumlah infeksi ulang yang kecil dan terkendali, membangun pengalamannya dengan epidemi
Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS) pada tahun 2015. In perbandingan, negara-
negara seperti Amerika Serikat dan Brasil bertindak terlambat dan kurang ketat, mungkin
memimpin untuk lebih banyak infeksi dan kematian. Konsistensi dan gaya komunikasi yang
dipilih oleh masing-masing para pemimpin politik mungkin berkontribusi terhadap hal ini,
seperti yang terjadi di AS dalam perbandingan Seattle dan NewYork. Kurangnya
kepercayaan pada pejabat dan pernyataan mereka tampaknya menjadi denominator umum
kegagalan.

12
Beilstein dkk. (2021). Leadership In A Time Of Crisis: Lessons Learned From A Pandemic. Visual Post a Journal:
Best Practice & Research Clinical Anaesthesiology. 35-405-414
Ketika gelombang pertama pandemi akhirnya merata dan implikasi ekonomi dari
penguncian menjadi tak tertahankan, negara-negara harus membuka kembali ke masa depan
yang tidak pasti berdasarkan keterbatasan pengetahuan ilmiah tentang kemanjuran tindakan
perlindungan. Dari perspektif warga negara, hak-hak sipil, perlindungan data dan kebebasan
individu harus seimbang terhadap pembatasan karena kebutuhan untuk pelacakan dan
penahanan wabah. Hukum darurat harus diikuti oleh proses legislatif. Semua langkah-
langkah ini harus didasarkan pada analisis situasional yang memadai dengan
mempertimbangkan bukti ilmiah terbaru. Menyeimbangkan persyaratan yang kontradiktif ini
dan memilih waktu yang tepat untuk diterapkanmereka adalah tantangan besar dan
membutuhkan keterampilan kepemimpinan yang mendalam.

Kepemimpinan yang dibutuhkan selama fase yang berbeda ini dapat dibandingkan
dengan kepemimpinan yang dibutuhkan di start-up, yang mengikuti apa yang disebut Tabel
diatas. Selama fase awal, perjuangan start-up sangat dan bereksperimen dengan penuh
semangat untuk menentukan apa yang berhasil dan bagaimana merampingkan proses. Butuh
beberapa saat bagi mereka untuk menemukan formula sukses. Mendekati pekerjaan mereka
secara sistematis dengan mendokumentasikan proses yang mereka gunakan membantu dalam
mencapai fase dua, di mana sebuah institusi dapat mengatasinya meningkatnya permintaan
karena efisiensi yang dioptimalkan. Setelah beberapa saat, situasinya akan berubah lagi (mis.,
dimulainya kembali layanan bedah elektif, permulaan gelombang pandemi kedua) dan inisial
Rencana atau strategi sukses akan menjadi usang, karena tidak memenuhi kebutuhan baru.
Untuk menguasai transisi ke fase ketiga ini berhasil, Anda harus terus-menerus menilai
kembali dan menganalisis situasi. 13

13
Beilstein dkk. (2021). Leadership In A Time Of Crisis: Lessons Learned From A Pandemic. Visual Post a Journal:
Best Practice & Research Clinical Anaesthesiology. 35-405-414
KESIMPULAN
Keterampilan kepemimpinan memfasilitasi pemimpin administrasi untuk
membedakan antara tindakan etis dan tidak etis. Efek dari beberapa keterampilan tumpang
tindih dengan yang lain. Keterampilan teknis, konseptual, interpersonal bersama dengan
kecerdasan emosional dan sosial berkontribusi pada pemahaman yang tepat tentang dilema
etika, pengambilan keputusan etis dan diseminasi dan pembentukan nilai-nilai etika.
Pemimpin yang diperkaya dengan keterampilan ini dapat menunjukkan jalan menuju
peningkatan etika berorientasi pelayanan publik.
Dengan situasi yang berubah dengan cepat, setiap keputusan harus berlandaskan
pemahaman tentang dampak negatif bagi masyarakat yang akan menerimanya. Untuk
membuat keputusan yang tepat, suatu masalah harus dikenali dan dinilai dengan benar. Ini
mungkin melibatkan penggunaan alat manajemen risiko seperti matriks kemungkinan/
keparahan konsekuensi. Penting untuk memasukkan bukti terbaik yang tersedia ke dalam
pengambilan keputusan Pemimpin. Manusia memiliki kecenderungan alami untuk menunda
keputusan dan meremehkan besarnya masalah (misalnya, bias kognitif). Di dalam Selain itu,
dinamika kelompok yang disfungsional dan tekanan organisasi atau ekonomi seringkali di
bawah perkiraan dan mengancam kemampuan seorang pemimpin untuk mencapai kesadaran
situasional.
Daftar Pustaka
Sumber Bacaan
Adiwilaga, Rendy. (2018). Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia (Teori dan Prakteknya).
Yogyakarta. Penerbit CV Budi Utama
Nurdin, Dr Ismail. (2017). Etika Pemerintahan “Norma, Konsep, dan Praktek Bagi
Penyelenggara Pemerintahan”. Batanghari, Lampung Timur. Diterbitkan Lintang
Rasi Aksara Books
Bertens, K. (2020). Etika Profesi. Jakarta. Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Franz & Suseno. (1987). Etika Politik “Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern.
Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama
Patarai, Dr M Idris. (2010). Desentralisasi Pemerintahan Dalam Perspektif Pembangunan
Politik di Indonesia. Makassar. Penerbit De La Macca
Taufiqurohkman. Manajemen Strategik. (Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
2016),
Zaidan Nawawi. Manajemen Pemerintahan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2015

Jurnal
Anang & Erinda. (2019). Etika Kepemimpinan Politik Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Indonesia. JPK Jurnal Pemerintaha dan Kebijakan Volume 1 No 1
Basna, Frengky. (2016). Analisis Gaya Kepemimpinan, Kepuasan Kerja, Komitmen
Organisasi dan Kompetensi Terhadap Kinerja Pegawai. Jurnal Riset Bisnis dan
Manajemen 4(3) 319-334
Beilstein dkk. (2021). Leadership In A Time Of Crisis: Lessons Learned From A Pandemic.
Visual Post a Journal: Best Practice & Research Clinical Anaesthesiology. 35-405-
414
Bjorna, Hilde. (2021). Reputational Assets For Local Political Leadership. Visual Post a
Journal: UIT- The Arctic University Of Norwey, Norwey, Heliyon 7. E07800
Boas dkk. (2020). The role of social medialed and governmental information in Chinas
Urban Disaster Risk Response: The Case Of Xiamen. Visual Post a Journal:
International Journal of Disaster Risk Reduction 51-101905
Fachrudin, M.A. (2015). Inovasi Kepemimpinan Kepala Daerah (Studi Kasus Walikota
Surabaya Ir. Tri Rismaharini, MT. Visual Post: a Journal For Department Of Political
and Government Science Diponegoro University
Ferine dkk. (2021). An Empirical Study Of Leadership, Organizational Culture, Conflict,
And Work Ethic In Determining Work Performance In Indonesia's Education
Authority. Visual Post: a Journal For CellPress Heliyon, 7, e07698
Hanafi dkk. (2021). The New Identity Of Indonesian Islamic Boarding Schools , The
Education Leadership Response To COVID-19. Visual Post a Journal: Heliyon 7,
Indonesia. E06549
Hashemi dkk. (2019). The relationship between ENGOs and Government in Iran. Visual Post
a Journal: Heliyon 5, Tarbiat Modares University, Iran. E02844
Kusdarini dkk. (2016). Pengembangan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Melalui
Local Wisdom Keraton Yogyakarta. Jurnal Penelitian Humaniora, 21(1). 22-32
Maskan, AF. (2020). Kepemimpinan Pemerintah Daerah Dalam Perspektif Etika Publik.
Jurnal Dedikasi 21(1). 2528-0538
Mishra, Nirbhay K. (2020). Social Distancing As Social Engineering And Health
Management Applied Ethics Perspectif To Global Management And Stategic
Leadership. Visual Post a Journal: Institute of Applied Sciences & Humaniora, GLA
University, India. Research in Globalization 2. 100032
Mukrodi, Wahyudi. (2018). Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap
Motivasi Kerja Serta Implikasinya Pada Komitmen Pegawai Dikantor Kantor
Kementrian Agama Se-Provinsi Banten. Jurnal Ekonomi Efektif 1 (1) 272-282
Nugroho, Iwan. (2014). Mengembangkan Etika Kepemimpinan Fenomena Pada Jabatan
Publik. Jurnal Universitas WIdyagama Malang, Indonesia
Schindler dkk. (2020). Covid-19, China and the Future Of Global Development. Visual Post
a Journal: Elsevier Research In Globalization Science Direct, 2, 100020
Setiawan, A. & Fauzi, E. A. (2019) Etika Kepemimpinan Politik Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Indonesia. Jurnal Pemerintahan dan Kebijakan, 1(1)
Sonia, H. (2011). Ethic And Leadership Skills In The Public Service. Visual Post a Journal:
Procedia Social and Behavioral Sciences 15, 2792-2796
Suwetha & Ernawati. (2018). Implementasi “Kesayan Ikang Papa Nahan Prayojana” Dalam
Etika Kepemimpinan Pemerintahan Di Bali. Jurnal Ilmiah Wahana Bhakti Praja. 8
(1). 27 – 42
Turner, R. (2020). Investigating How Governmentality And Governance Influence Decision
Making On Projects. Visual Post a Journal: Project Leadership and Society 1. 100003
Widana, KDK. (2017). Konsepsi Kepemimpinan Nasional Guna Pemberantasan Korupsi
Dalam Rangka Membangun NKRI Pada Masa Mendatang. Jurnal Kepemimpinan
Strategik Prodi MB FMP Universitas Pertahanan Kampus Sentul, Bogor.
Yekti, Sundoro. (2020). Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi Dan Disiplin Kerja
Terhadap Kinerja Pegawai Di Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur.
Jurnal Paradigma 1(3). 12:336-356
Zulueta, P. D. (2021). How Do We Sustain Compassionate Healthcare? Compassionate
Leadership In The Time Of The COVID-19 Pandemic. Visual Post a Journal: Clinics
in Integrated Care, S2666-8696(21)00037-3

Anda mungkin juga menyukai