NIM : 5150211235
1.
a. Yang cocok untuk mengatasi masalah konflik PT Pertamina adalah gaya kepemimpinan.
Pemimpin transformasional mampu memotivasi dan menginspirasi pengikut serta
mengarahkan perubahan positif dalam kelompok. Para pemimpin ini cenderung cerdas
secara emosional, energik, dan penuh gairah. Mereka tidak hanya berkomitmen untuk
membantu organisasi mencapai tujuannya, tetapi juga membantu anggota kelompok
memenuhi potensi mereka.
b. Peran pemimpin visioner dalam hal ini tentu saja merespon positif karena pada dasarnya
pemimpin visioner lebih memperhatikan keberlangsungan perusahaan di masa yang akan
datang. Pemimpin akan mengawal proses perubahan tersebut hingga selesai.
Changing
Unfreezing Freezing
2.
a.
Ringkasan:
Seorang pemimpin akan diuji kepiawaiannya ketika menghadapi situasi yang
tidak familiar. Perubahan situasi ini akan membuat pemimpin ‘beranjak’ dari zona
nyaman dan ‘dipaksa’ untuk menghadapi perubahan yang tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan. Tantangan ini menimbulkan permasalahan dan bahkan bisa mengancam
posisi pemimpin. Namun satu hal yang pasti, semua orang pasti bergantung pada
pemimpinnya dan seorang pemimpin harus mencari cara agar memenuhi banyaknya
ekspektasi terhadap dirinya. Termasuk ketika mengalami permasalahan seperti pandemi
COVID-19.
- Integrasi Nilai – Nilai Adaptive Leadership dan Adaptive Governance dalam Mitigasi Covid
– 19
Sebagai seorang pemimpin di tengah uncertainty, cara pandang ‘helikopter’
dibutuhkan untuk melihat permasalahan dalam scope yang lebih holistik. Hal ini
penting karena adanya hubungan sebab-akibat dari tiap komponen masalah tersebut.
Selain itu, pemimpin juga harus bisa membedakan peran dirinya sebagai ‘otoritas’
dan ‘leader’ yang menurut Heifetz berbeda. Peran ‘otoritas’ cenderung politis karena
adanya tuntutan-tuntutan politik yang berhubungan dengan status quo, sedangkan
seorang leader dibutuhkan untuk mendorong perubahan yang tidak bisa memenuhi
kepentingan semua stakeholder (Hooijberg, 1996). Namun, ketika
seorang leader memiliki otoritas, maka cakupan kepemimpinannya akan lebih luas
karena dia memiliki kuasa politik.
Melalui kuasanya, seorang leader harus mendengarkan dan menggunakan data
saintifik dan ilmu pengetahuan dalam proses perumusan kebijakan. Meskipun pada
kenyataannya sains dan realita politik atau kebijakan publik adalah dua kutub yang
berbeda, tetapi jurang antara keduanya harus didekatkan. Salah satu caranya adalah
dengan pemilihan bahasa dan narasi sebab-akibat dalam proses policy making yang
politis (Stone, 1989 dalam Edi dan Alfirdaus, 2020). Pada intinya, pemimpin atau
pejabat pemerintah harus mau mendengarkan temuan para ilmuwan dan ilmuwan
harus mau menyediakan dukungan data kepada politisi (Nugroho, 2020).
Kebijakan dalam menghadapi pandemi harus dijelaskan melalui penjelasan yang
rasional, evidence-based yang dijustifikasi dengan kaidah ilmu pengetahuan, serta
diinformasikan secara transparan. Pejabat pemerintah harus melandaskan alasan
rasional di balik keputusan yang diambil, bukan sekadar ‘apa’ melainkan ‘mengapa’
keputusan tersebut ditempuh.
Dengan implementasi kebijakan yang holistik, maka friksi antar-
stakeholder mampu diredam dengan penjelasan yang logis dan sulit dibantah karena
kekayaan data dan ilmu pengetahuan yang absah. Pemerintah harus konsisten dalam
penerapannya. Tanpa konsistensi pemerintah, akan susah untuk menjustifikasi suatu
keputusan. Dengan konsistensi itu pula, social trust masyarakat yang sebelumnya
rusak akan kembali pulih secara bertahap.
Sudah seharusnya dari dalam pribadi seorang leader, kemampuan merumuskan
kebijakan yang berbasis data dan ilmu pengetahuan adalah hal yang tidak bisa
ditawar. Selain itu, internalisasi nilai-nilai adaptif ke dalam institusi pemerintahan
juga sangat diperlukan untuk efektivitas mitigasi COVID-19.
Opini:
Menurut saya adaptasi seorang pemimpin dalam mengambil suatu kebijakan itu
sangat vital karena, sekalinya seorang pemimpin salah mengambil keputusan bisa
berakibat fatal pada praktiknya. Seperti yang terjadi di Indonesia akibat lambatnya
pengambilan keputusan yang mengakibatkan Indonesia, merupakan peringkat tinggi
dalam death rate disbanding dengan negara lain.
Maka dari itu dalam artikel pun juga dibahas bagaimana cara menerapkan
kepemimpinan secara tepat. Tentu saja kepemimpinan adaptif akan berjalan apabila
mengakar pada setiap institusi agar mencakup lebih luas tentang kebijakan yang telah
diambil.
Setelah tahun itu, Soekarno menjadi pemimpin yang tak lagi punya visi
transformatif. Dalam tingkat tertentu, Soeharto juga merupakan tipe
pemimpin transformatif yang berusaha mengubah kondisi Indonesia lewat
proyek pembangunan dan modernisasi yang dipimpinnya.
- Mahatma Gandhi
Menurut saya Mahatma Gandhi secara khusus merupakan gambaran ideal dari
seorang pemimpin transformasional. Kepemimpinan Gandhi mengedepankan nilai
“non-kekerasan” dan nilai-nilai lainnya yang bersifat egalitarian, nilai-nilai mana
sungguh memberikan dampak perubahan dalam diri orang-orang dan lembaga-
lembaga di India.