Anda di halaman 1dari 8

REVIEW KULIAH

ILMU ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN TM 10

KINANTI SETYASTUTI
293231019

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2023

1
A. Definisi Leadership
Menjadi seorang pemimpin berarti memotivasi, mempengaruhi, dan mengarahkan.

Memotivasi orang lain untuk memberikan upaya terbaik mereka untuk mencapai tujuan

adalah proses kepemimpinan. Hal ini mencakup menciptakan dan berbagi visi yang

berfokus pada masa depan, menginspirasi orang lain, dan mendapatkan dukungan

mereka. Berikut adalah beberapa definisi Leadership menurut para ahli , seperti:

(Armstrong & Stephens, 2009)

 Ivancevich - dkk (2008): Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain

untuk memungkinkan pencapaian tujuan yang relevan.

 Goleman (2000): Pekerjaan tunggal seorang pemimpin adalah untuk

mendapatkan hasil. -

 House - et al (2004): Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memotivasi,

mempengaruhi dan memungkinkan individu-individu untuk berkontribusi pada

tujuan organisasi di mana mereka menjadi anggotanya.

 Stogdill (1974): Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi yang bertujuan

untuk mencapai tujuan.

 Dixon (1994) Kepemimpinan tidak lebih dari sekedar memberikan pengaruh

kepada orang lain sehingga mereka cenderung bertindak bersama menuju

pencapaian tujuan yang mungkin tidak akan mereka capai dengan mudah apabila

mereka bekerja sendiri.

Menurut Goleman (2000), Hay McBer menemukan bahwa kepemimpinan secara

langsung memengaruhi iklim organisasi, yang pada gilirannya menjelaskan hampir

sepertiga dari kinerja keuangan organisasi.

penelitian yang lebih baru tentang kepemimpinan telah mulai mengidentifikasi

kepemimpinan sebagai sesuatu yang lebih dari itu, yaitu kemampuan untuk

2
menginspirasi dan memotivasi orang lain untuk bekerja di atas dan di luar kapasitas

mereka yang biasa. Organisasi saat ini harus segera mengubah arah agar dapat mengikuti

lingkungan yang bergejolak. Banyak pemimpin organisasi harus benar-benar

memikirkan kembali cara mereka menjalankan bisnis untuk memenuhi kebutuhan klien

yang semakin menuntut, mempertahankan motivasi dan kepuasan karyawan, dan tetap

kompetitif di dunia yang berubah dengan cepat.

B. Teori Kepemimpinan
Seorang pemimpin harus memahami teori kepemimpinan sebagai acuan dalam sebuah

organisasi. Robbins (2003), membagi teori mengenai kepemimpinan kedalam empat

kategori yaitu: (Tewal et al., 2017)

1) Teori sifat kepemimpinan (trait theories) mengidentifikasikan enam ciri yang

membedakan pemimpin dan bukan pemimpin berfokus pada berbagai sifat dan

karakteristik pribadi dikaitkan secara konsisten dengan kepemimpinan yaitu

ambisi dan energi, hasrat untuk memimpin, kejujuran dan integritas (keutuhan),

percaya diri, kecerdasan, dan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan.

2) Teori Perilaku Kepemimpinan (behavioral theories) merupakan teori-teori

yang mengemukakan bahwa perilaku spesifik membedakan pemimpin dari bukan

pemimpin. Teori perilaku kepemimpinan yang paling komprehensif dan replikatif

muncul dari penelitian yang dirintis di universitas Ohio State pada akhir tahun

1940-an. Studi ini mengidentifikasikan dua dimensi yang menjelaskan perilaku

kepemimpinan sebagaimana dideskripsikan para karyawan yakni struktur awal

(initiating structure) dan tenggang rasa (consideration). Struktur awal merujuk

pada tingkat sejauh mana seorang pemimpin menentukan dan menstruktur

perannya sendiri dan peran dari para bawahan kearah pencapaian tujuan-tujuan

formal kelompok. Termasuk didalamnya perilaku yang mencoba untuk mengatur

3
pekerjaan, hubungan kerja, dan tujuan. Tenggang rasa digambarkan sebagai

tingkat sejauh mana seorang cenderung memiliki hubungan kerja yang

dikarakteristikkan dengan saling percaya, menghormati gagasan bawahan, dan

menghargai perasaan bawahan.

3) Teori Kontingensi (Contingency Theory) mengatakan bahwa keefektifan

kepemimpinan tergantung pada situasi dan lainnya untuk dapat mengisolasi

kondisi situasional tersebut. Teori Kontingensi (Contingency Theory)

mengatakan bahwa keefektifan kepemimpinan tergantung pada situasi dan

lainnya untuk dapat mengisolasi kondisi situasional tersebut. Model Fiedler (The

Fiedler Model) mengemukakakan bahwa kinerja kelompok yang efektif

bergantung pada padanan yang tepat antara gaya pemimpin dalam berinteraksi

dengan bawahan dan tingkat dimana situasi memberikan kendali dan pengaruh

kepada pemimpin. Fiedler menciptakan instrument, yang disebutnya LPC (Least

Preffered Co-Worker) yang bermaksud mengukur apakah seseorang itu

berorientasi tugas atau berorientasi hubungan. Setelah gaya kepemimpinan dasar

individu dinilai melalui LPC kemudian penting untuk mencocokkan pemimpin

dengan situasi tersebut. Tiga faktor situasional atau dimensi kontingensi yang

diidentifikasi oleh Fiedler : (1) hubungan pemimpin-anggota yaitu tingkat

kepatuhan, kepercayaan dan rasa hormat anggota terhadap pemimpin ; (2)

struktur tugas yaitu tingkat sejauh mana penempatan pekerjaan anggota

terstruktur atau tidak terstruktur ; dan (3) posisi kekuasaan yaitu tingkat pengaruh

seorang pemimpin pada variabel kekuasaan seperti perekrutan, pemecatan,

disiplin, promosi dan kenaikan gaji.

C. Channge Management

4
Kunci keberhasilan mengelola perubahan adalah memahami alasan di balik

perubahan, merencanakan proyek, menugaskan sumber daya yang tepat,

mengidentifikasi individu yang tepat untuk berperan sebagai agen perubahan, dan

meramalkan serta mengatasi masalah, terutama resistensi terhadap perubahan. Penelitian

Pettigrew dan Whipp (1991), menyatakan bahwa perubahan memerlukan aliran aktivitas

dari waktu ke waktu dan "mungkin memerlukan pembangunan fase-fase penyesuaian

yang lambat" atau upaya yang sia-sia.

Lingkungan yang mendorong inovasi sering kali diperlukan agar manajemen

perubahan berhasil. "Perubahan selalu memberikan kesempatan untuk hal yang baru dan

berbeda," seperti yang dikatakan oleh Drucker (1985). Dia melanjutkan dengan

mengatakan bahwa "inovasi yang sukses mengeksploitasi perubahan" dan bahwa

"inovasi yang sistematis terdiri dari pencarian perubahan yang terorganisir dan terarah,

serta analisis sistematis terhadap peluang yang dihasilkan dari perubahan tersebut untuk

inovasi ekonomi atau sosial." Namun, inovasi mengandung risiko, dan inovator yang

sukses mengidentifikasi dan mengelola risiko.

Pada akhirnya, manajemen sumber daya manusia yang efektif menentukan

keberhasilan perubahan. Sangatlah penting untuk memahami dan menunjukkan empati

terhadap kebutuhan, emosi, dan motivasi orang lain. Adapun beberapa cara untuk

mengelola perubahan secara efektif diuraikan dalam pedoman berikut ini:

1) Dedikasi yang kuat dan kepemimpinan yang menginspirasi diperlukan untuk

implementasi perubahan yang berkelanjutan di tingkat atas.

2) Penting untuk memahami budaya organisasi dan strategi manajemen perubahan

yang paling mungkin berhasil dalam budaya tersebut.

5
3) Alat yang paling efektif untuk mencapai perubahan adalah data dan bukti yang

kuat, namun menentukan bagaimana cara mengatasi kebutuhan akan perubahan

lebih sulit daripada membuktikan bahwa perubahan itu ada.

4) Alasan yang kuat untuk perubahan, adalah perubahan memiliki peluang yang

lebih tinggi untuk berhasil.

5) Mereka yang bertanggung jawab untuk mengawasi perubahan di semua

tingkatan harus memiliki temperamen dan kemampuan kepemimpinan yang

sesuai dengan kebutuhan organisasi dan rencana manajemen perubahan.

6) Menciptakan lingkungan kerja yang terbuka terhadap perubahan sangatlah

penting.

7) Perubahan idealnya dilaksanakan secara bertahap, meskipun mungkin ada

rencana yang lebih besar (kecuali dalam kondisi krisis). Program perubahan

harus dibagi menjadi bagian-bagian yang dapat dikelola dan setiap individu

dapat bertanggung jawab.

8) Orang-orang mendukung hal-hal yang mereka kontribusikan. Mengizinkan

individu yang akan terkena dampak perubahan untuk terlibat sebanyak mungkin

dalam konsepsi dan pelaksanaannya akan meningkatkan komitmen mereka

terhadap perubahan tersebut. Membuat mereka "memiliki" perubahan sebagai

sesuatu yang mereka inginkan dan akan dengan senang hati menjalaninya harus

menjadi tujuan.

9) Akan selalu ada kegagalan dan keberhasilan dalam proses perubahan. Penting

untuk mengantisipasi kegagalan dan belajar dari kegagalan tersebut.

10) Memodifikasi sistem, prosedur, dan struktur organisasi dapat mengubah

perilaku dengan lebih mudah daripada mengubah sikap karyawan atau budaya

perusahaan.

6
11) Untuk melakukan perubahan, diperlukan koalisi pendukung.

12) Organisasi tidak akan pernah berjalan tanpa adanya individu yang dapat

berperan sebagai agen perubahan. Mereka akan terbuka terhadap peluang dan

tantangan yang datang dengan perubahan. Tergantung pada mereka untuk

dipilih sebagai agen perubahan.

13) Perubahan yang tidak dikelola dengan baik pasti akan mengalami penolakan.

14) Kita harus melakukan segala upaya untuk melindungi kepentingan mereka yang

terkena dampak perubahan.

D. Budaya Kinerja Organisasi


Budaya berkinerja tinggi adalah budaya yang mengupayakan peningkatan kinerja sebagai

cara hidup yang cara hidup yang terorganisir. Karakteristik organisasi yang memiliki budaya

kinerja yang tinggi adalah sebagai berikut:

1) Individu memahami yang diharapkan dari mereka - mereka jelas tentang tujuan dan

akuntabilitas;

2) Individu memiliki keterampilan dan kompetensi untuk mencapai tujuan mereka,

3) Kinerja yang tinggi diakui dan dihargai.

4) Individu merasa bahwa pekerjaan mereka layak dilakukan, dan bahwa ada hubungan

yang kuat antara pekerjaan dan kemampuan mereka;

5) Manajer bertindak sebagai pemimpin dan pelatih yang mendukung, memberikan

umpan balik secara teratur, tinjauan dan pengembangan kinerja;

6) Bagian personalia memastikan adanya pasokan karyawan yang berkinerja tinggi

secara terus menerus dalam peran-peran kunci;

7) ada iklim kepercayaan dan kerja sama tim, yang bertujuan untuk memberikan layanan

yang berbeda kepada pelanggan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, M., & Stephens, T. (2009). A handbook of management and leadership: A guide

to managing for results 2nd edition. Kogan Page Publishers.

Daft, R. L. (2008). Management. Vanderbilt University. Thomson Higher Education.

Tewal, B., Adolfina, Pandowo, M., & Hendra, T. (2017). Perilaku Organisasi. Patra Media

Grafindo.

Anda mungkin juga menyukai