Menurut Chron, kepemimpinan strategis adalah cara seorang pemimpin di sebuah perusahaan
menyusun strategi untuk mewujudkan tujuan tertentu. Strategi tersebut harus memetakan langkah-
langkah yang perlu diambil perusahaan untuk beralih dari kondisi saat ini ke kondisi yang diinginkan.
Beberapa cara problem solving yang dapat dilakukan untuk itu bisa termasuk merombak atau
menciptakan struktur organisasi baru, hingga mengalokasikan sumber daya. Namun, strategi yang
dibuat tidak boleh hanya didasarkan keputusan “untuk sekarang ini”. Pemimpin juga harus
mempertimbangkan tujuan jangka panjang perusahaan. Sederhananya, tujuan kepemimpinan strategis
adalah untuk mempersiapkan organisasi menghadapi apa pun yang mungkin terjadi di masa depan.
Baik itu berupa risiko yang benar-benar baru ataupun tantangan dari masa lalu yang mungkin terulang
kembali.
Selanjutnya, untuk dapat menjalankan kepemimpinan dengan sukses, ada beberapa faktor kunci
kepemimpinan strategis (John D. Millet) yaitu: Kemampuan melihat organisasi sebagai satu
keseluruhan, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan mendelegasikan wewenang, dan
kemampuan menanamkan kesetiaan.
Selain itu, berikut adalah enam kompetensi penting lainnya yang harus dimiliki seorang pemimpin
strategis berdasarkan kompilasi dari Harvard Business Review
1. Antisipatif
Pemimpin strategis harus senantiasa waspada dalam mengamati kondisi industri untuk bisa
mendeteksi ancaman, tantangan, dan peluang yang ambigu di hadapan bisnis mereka. Pemimpin
strategis juga selalu mengasah kemampuan mereka untuk mengantisipasi dan mencari tanda-tanda
perubahan di lingkungan sekitar.
2. Pikiran terbuka.
Pemimpin strategis mampu untuk melihat suatu masalah dari banyak sudut pandang untuk
memahami penyebab dasarnya. Dalam melakukannya, mereka juga selalu mempertanyakan keadaan
saat ini (status quo), bahkan sampai pemikiran diri sendiri dan pendapat orang lain. Namun, ini bukan
berarti buruk. Mereka terkesan skeptis karena ingin mencoba memahami gambaran besar dari akar
masalah tersebut.
3. Banyak akal.
Setiap masalah pasti butuh solusi. Pemimpin strategis harus menghasilkan ide untuk itu dan
menyajikannya. Namun, titik terang itu mungkin tidak langsung bisa terlihat. Maka, ia harus menguji
semua opsi dan skenario yang dimiliki untuk mendapatkan hasil terbaik. Meski begitu, bukan berarti
ia memutuskannya dengan gegabah.
Seorang pemimpin strategis harus mampu membuat keputusan yang sulit sekalipun dengan cepat
ketika dibutuhkan. Bahkan jika data yang ia miliki tidak cukup lengkap atau konkret. Dalam
proses decision making, pemimpin di posisi strategis sudah harus lebih dulu memperhitungkan segala
manfaat, pengorbanan, dan risikonya, serta juga tujuan jangka pendek dan jangka panjangnya.
5. Keterampilam diplomasi
Pemimpin strategis harus mahir dalam menemukan titik temu ketika mendiskusikan rencana kerja
yang sudah diputuskannya bersama stakeholders. Bukan cuma itu. Pemimpin strategis juga mampu
meyakinkan dan membangun kepercayaan di antara mereka untuk mencapai kesepakatan. Bahkan jika
masing-masing stakeholder mungkin memiliki pandangan dan agenda yang berbeda. Terlebih lagi,
pemimpin strategis juga harus mampu menghubungkan ide-ide mereka dengan nilai serta visi misi
perusahaan. Ini membutuhkan keterampilan diplomasi dan komunikasi yang proaktif.
Segala keputusan punya konsekuensinya masing-masing. Seorang pemimpin yang andal harus bisa
menerima kegagalan, bahkan mengakui kegagalannya sejak dini. Namun, mengakui kegagalan bukan
berarti juga cepat menyerah. Mengusung kepemimpinan strategis artinya seorang leader harus bisa
belajar dari kesalahan untuk mengubah kegagalan menjadi kesuksesan. Mereka pun pada akhirnya
bisa mengenali tipe-tipe kegagalan seperti apa yang bisa diubah menjadi kesuksesan.
Diketahui bahwa perubahan sifat dasar kepemimpinan dapat menetapkan tujuan secara
menyeluruh serta memiliki visi yang dapat dikomunikasikan dengan baik oleh seluruh
anggota organisasi. Selain itu, mempunyai gambaran bagaimana cara untuk meraih
keberhasilan dan menetapkan prioritas berdasarkan nilai-nilai inti perusahaan. Oleh karena
itu Di tingkat kepemimpinan perlu segera dilakukan perubahan mendasar:
1. Membuat visi sebagai arah strategis yang jelas tentang arah perbaikan yang akan dilakukan
berupa perbaikan atas komplain pelanggan, perbaikan sarana yang tidak memadai, dan
memperbaiki komunikasi dengan stakeholder belum berjalan baik.
2. Memperbaiki pola kerja pemimpin dari semula bekerja normative, terlalu fokus pada hal-hal
yang bersifat administrative. Perbaikan dilakukan dengan ice break dan mengubah menjadi
lebih banyak berinteraksi dengan anggota/bawahan dan lebih banyak mendengarkan keluhan
dan persoalan yang dihadapi bawahan dan keluarganya.
3. Memperbaiki komunikasi dengan bawahan dengan melakukan pendekatan pribadi dari hati ke
hati, sehingga penerapan kebijakan baru yang semula selalu saja ditanggapi dingin oleh staff
menjadi lebih cair.
4. Membentuk tim manajemen yang konstruktif dan dapat berkolaborasi untuk menumbuhkan
budaya kerja korporat yang efektif.
5. Melakukan rotasi bawahan sesuai dengan kompetensi masing-masing untuk pemanfaatan dan
pemeliharaan kompetensi inti dari masing-masing personel.
6. Melakukan pengembangan modal manusia sesuai dengan bakat kompetensinya masing-
masing untuk menjalin komunikasi yang terbaik dengan pelanggan.
7. Mengatasi persoalan bawahan yang kemungkinan melakukan penolakan atas kebijakan baru.
Isu-isu yang berkembang dalam kepemimpinan tidak selalu secara spesifik dikatakan oleh satu
orang atau satu sumber tertentu. Mereka sering kali muncul sebagai respons terhadap perubahan
sosial, ekonomi, teknologi, dan lingkungan yang terus berubah. Namun demikian, berbagai ahli dan
pakar dalam bidang kepemimpinan, manajemen, dan sumber daya manusia telah memberikan
pandangan mereka tentang isu-isu terkini yang mempengaruhi praktik kepemimpinan.
Ada beberapa isu yang berkembang dalam konteks kepemimpinan yang bisa menjadi sorotan saat
ini. Beberapa di antaranya meliputi:
Kepemimpinan transformasional: Pemimpin saat ini diharapkan untuk menjadi lebih dari
sekadar manajer. Kepemimpinan yang menginspirasi, memotivasi, dan memengaruhi
perubahan positif di lingkungan kerja menjadi fokus.
Kepemimpinan teknologi: Dalam era digital, pemimpin harus memahami dan mengikuti
perubahan teknologi untuk mengelola tim dan organisasi dengan lebih efisien.
8. MANAJEMAN , KEPEMIMPINAN
Manajemen Kepemimpinan berasal dari 2 kata, manajemen dan kepemimpinan. Dalam setiap lini,
kedua kata ini memiliki makna yang mendalam dan pengaruh yang kuat. Berikut ini beberapa definisi
Manajemen menurut para ahli :
Manajemen adalah suatu seni, setiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan orang lain. Dengan kata
lain, seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan
organisasi.
George R. Terry
Manajemen adalah proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan: perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai
sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-
sumber lain. Manajemen adalah sebuah wadah di dalam ilmu pengetahuan, sehingga manajemen
bisa dibuktikan secara umum kebenarannya.
Henry Fayol
Manajemen adalah ilmu yang mengandung gagasan atau ide 5 fungsi utama yaitu merancang,
memerintah, mengorganisasi, mengendalikan dan mengkoordinasi
Kepemimpinan adalah proses usaha untuk mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan
anggota kelompok.
Kepemimpinan adalah proses memberi arti terhadap usaha kolektif dan mengakibatkan kesediaan
untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.
Manajemen kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu seni untuk mengelola kemampuan seseorang
dalam memimpin, mengarahkan dan mengajak orang lain menuju tujuan dengan cara yang efisien
dan efektif. Tentunya manajemen yang baik juga perlu diterapkan dalam mengelola suatu hal yang
dapat mengembangkan organisasi atau perusahaan tersebut. Dalam manajemen, ada 5 fungsi yang
menjadi komponen di dalamnya, yaitu sebagai berikut:
1. Planning (Perencanaan)
Perencanaan adalah sebuah aktivitas untuk menyusun dan merencanakan setiap tujuan sebuah
perusahaan atau organisasi, termasuk berbagai cara yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan
tersebut.
Perencanaan menjadi sebuah tonggak yang sangat penting untuk menentukan sebuah tujuan yang
esensi dari awal. Dengan penetapan tujuan yang jelas, maka dapat dipastikan bahwa setiap proses
lainnya akan bergerak dengan progresivitas sesuai yang diinginkan.
Dalam proses fungsi perencanaan, ada 4 aktivitas yang dilakukan, sebagai berikut :
Dalam proses perencanaan juga ada yang namanya tingkatan atau hierarki dalam pembuatan
perencanaan, sebagai berikut:
Tingkat menengah dalam aktivitas perencanaan ini lebih bersifat administratif, lebih mendetail
kepada cara penentuan tujuan yang telah ditentukan.
Pada tingkat bawah, perencanaan akan lebih memfokuskan pada sisi operasional atau sebuah
pelaksanaan dari tujuan dan strategi yang telah digambarkan dan diarahkah sebelumnya.
2. Organizing (Pengorganisasian)
Fungsi kedua dari perputaran sebuah manajemen kepemimpinan adalah fungsi pengorganisasian.
Kembali pada inti pembahasan manajemen, sebuah perusahaan adalah sebuah objek yang harus
diatur agar mudah dalam pencapaian tujuan yang telah direncanakan di awal.
Fungsi pengorganisasian ini mengatur setiap sumber daya yang diperlukan, baik itu sumber daya
manusia ataupun sumber daya lainnya yang terkait untuk tujuan pencapaian target yang diinginkan.
Singkatnya, dengan adanya pengorganisasian, maka setiap sumber daya akan mampu
mengoptimalkan potensi mereka karena fungsi dari pengorganisasian adalah untuk menolong
manager dalam mengelola organisasi, dan ini akan memudahkan juga dalam proses pengawasan
dalam fungsi berikutnya. Setidaknya ada 4 aktivitas yang terjadi dalam sebuah proses
pengorganisasian :
Penyusunan, pengadaan dan pengalokasian setiap sumber daya yang diperlukan menurut
peran dan tugas, serta prosedur yang harus dilakukan sesuai kebutuhan.
Penetapan secara jelas struktur organisasi dan mendefinisikan hal serta kewajiban dari
setiap bagian secara jelas agar tidak saling tumpang tindih.
Perekrutan karyawan baru sesuai dengan prosedur dan standar yang diinginkan.
Mengakomodasi setiap tenaga kerja dengan setiap posisi yang tepat sesuai kemampuan
sehingga potensi mereka dan dioptimalkan.
Dengan adanya pengorganisasian, maka beberapa manfaat di bawah ini akan tercapai: Adanya
pembagian tugas yang efektif dari setiap bagian. Contoh terjadinya spesialisasi dalam setiap bagian.
Tidak adanya tumpang tindih antara hak dan kewajiban dari setiap bagian termasuk
kejelasan akan tanggung jawab serta tugas dari setiap divisi.
Adanya pendelegasian wewenang yang jelas dan terarah dari atas ke bawah.
Meminimalisasi kesalahpahaman dalam sebuah pekerjaan.
Target organisasi akan tercapai dengan mudah karena keteraturan dan kejelasan
3. Staffing (Penempatan)
Tidak jauh berbeda dari fungsi pengorganisasian, namun fungsi penempatan di sini lebih
menitikberatkan pada proses penempatan dari setiap karyawan pada tempat atau bagian yang tepat
sesuai dengan kemampuan.
Tidak hanya mengenai tenaga kerja atau karyawan, tetapi setiap sumber daya yang ada hingga
inventarisasi dari setiap peralatan yang mendukung pencapaian tujuan dari organisasi juga menjadi
bagian yang perlu diatur dalam proses penempatan ini. Beberapa fungsi dari penempatan
atau staffing ini diantaranya adalah:
4. Coordinating (Pengarahan)
Fungsi pengarahan ini tidak lain adalah bertujuan untuk meningkatkan keefisiensian dan keefektifan
dari kinerja setiap bagian agar semakin tetap pada kondisi yang optimal. Beberapa aktivitas yang
dilakukan dalam proses pengarahan, diantaranya sebagai berikut:
Proses pengarahan memerlukan seorang pemimpin atau manajer yang mumpuni yang mampu
mengayomi dan memberikan solusi dari setiap permasalahan yang terjadi di dalam tubuh organisasi,
terutama kepada para karyawan yang mengalami masalah.
5. Controlling (Pengendalian)
Fungsi terakhir dalam sebuah manajemen adalah fungsi pengendalian atau controlling yang memiliki
fungsi untuk memberikan penilaian tentang pekerjaan yang dilakukan dan pencapaian target dari
sumber daya tertentu. Dengan adanya standar khusus yang telah ditetapkan pada awal
perencanaan, maka fungsi pengendalian akan lebih mudah dalam melakukan fungsinya.
Beberapa aktivitas yang terjadi dalam pelaksanaan fungsi pengendalian, diantaranya adalah:
Adanya evaluasi dari sebuah hasil pekerjaan dengan adanya indikator penilaian berupa
standar tertentu yang telah ditetapkan pada tahap perencanaan.
Pencapaian target akan dapat dievaluasi secara mendalam melalui indikator keberhasilan
yang telah ditetapkan dan di sepakati bersama sebelumnya dalam tahap perencanaan.
Perbaikan atau koreksi akan bisa segera dilakukan jika terjadi kesalahan atau penurunan,
misalnya penurunan hasil penjualan.
Adanya solusi yang segera dapat dieksekusi untuk menanggulangi dampak dari penurunan
atau kegagalan.
Ada 5 aspek yang mendukung proses pengawasan ini bisa berhasil dengan baik dan efektif,
diantaranya adalah:
Routing (jalur): pemimpin harus tegas dalam menetapkan jalur atau cara yang digunakan secara
efektif dalam meminimalisasi kesalahan.
Scheduling (penjadwalan): penetapan jadwal atau deadline waktu yang masuk akal (tidak terlalu
cepat atau tidak terlalu lama). Dengan demikian setiap divisi dapat bekerja dan bersinergi dengan
efektif dengan acuan deadline waktu yang telah diberikan.
Dispatching (perintah untuk Pelaksanaan): Pemimpin atau atasan akan melakukan pengawasan
berupa perintah kepada karyawan agar setiap tugas dapat terselesaikan tepat waktu. Pekerjaan yang
menggantung bisa diminimalkan dengan segera dengan adanya pengawasan dalam hal ini.
Follow up (tindak lanjut): Pemimpin mencari solusi yang tepat dengan segera ketika dalam tahap
pengawasan ia menemukan masalah, solusi secara konkret dapat dieksekusi segera dengan petunjuk
secara jelas dari pemimpin.
Selain itu, fungsi manajemen kepemimpinan ini tentunya juga dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari dalam me-manage berbagai aspek kehidupan seseorang.
Jika seseorang belum mempunyai bisnis dan ingin memulai bisnis namun bingung apa saja yang
harus dipersiapkan, Seseorang tersebut harus memikirkan sesuatu hal yang mana bisa dipersiapkan
dengan lebih matang.
Sumber :
Rauch, C.F., & Behling, O. 1984. Functionalism : Basis for alternate approach to the study of
leadership. New York: Pengamon Press.
Jacobs, T.O., & Jaques E, (1990). Militery executive leadership, K.E. Clark M.B. Clark (Dds), Measures
of Leadership, NJ, Leadership Libarary of America.
Millet, J.D. 1954. Management in the Public Service. Pp. xi, 417. New York: McGraw-Hill Company.