Anda di halaman 1dari 24

MANAJEMEN STRATEGI KEBIJAKAN

ANALISA KEPEMIMPINAN STRATEGIS

Dosen Koordinator : Dr. Iin Inayah, S.Kp., M.Kep

GUGUN GUNAWAN AHMAD


215118014

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL AHMAD YANI CIMAHI
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kepemimpinan telah menjadi suatu faktor penting dalam kehidupan manusia,
terutama dalam kehidupan organisasi. Sering organisasi dikatakan akan berhasil atau
bahkan gagal sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan. Suatu ungkapan lain
mengatakan bahwa pemimpinlah yang bertanggung jawab atas kegagalan
pelaksanaan suatu pekerjaan, dan juga menjadi faktor utama penentu keberhasilan
dari suatu pekerjaan. Apabila kepemimpinan dibatasi oleh tata krama birokrasi atau
dikaitkan terjadinya dalam suatu organisasi tertentu, maka dinamakan manajemen.
Kepemimpinan dapat terjadi dimana saja asalkan seseorang menunjukkan
kemampuannya mempengaruhi perilaku orang-orang lain kearah tercapainya suatu
tujuan tertentu. Dapat terjadi seorang manajer berperilaku sebagai seorang
pemimpin, asalkan dia mampu mempengaruhi perilaku orang-orang lain untuk
mencapai tujuan tertentu. Tetapi seorang pemimpin belum tentu harus menyandang
jabatan manajer untuk mempengaruhi perilaku orang-orang lain. Dengan kata lain
seorang leader atau pemimpin belum tentu seorang manajer, tetapi seorang manajer
bisa berperilaku sebagai seorang leader atau pemimpin. Seorang manajer belum
tentu dapat menjadi seorang pemimpin, tetapi seorang pemimpin dituntut untuk
dapat berperan sebagai manajer (berfungsi mengatur). Agar mampu bertahan di era
perubahan dan persaingan global sekarang ini, organisasi atau perusahaan
memerlukan seorang pemimpin, bukan lagi manajer
B. TUJUAN
1. Bagaimanakah peranan kepemimpinan strategis dalam proses manajemen
strategis?
2. Bagaimanakah pelaksanaan kepemimpinan strategis yang efektif?
3. Bagaimanakah bentuk kontrol organisasi yang seimbang
C. MANFAAT
1. Untuk mengetahui peranan kepemimpinan strategis dalam proses manajemen
strategis.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan kepemimpinan strategis yang efektif
3. Untuk mengetahui bentuk kontrol organisasi yang seimbang
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEPEMIMPINAN STRATEGIS DAN PROSES MANAJEMEN STRATEGIS


1. Kepemimpinan Strategis
Kepemimpinan strategis adalah kemampuan mengantisipasi, memiliki visi,
mempertahankan fleksibilitas, dan member kuasa kepada orang-orang lain untuk
menciptakan perubahan strategis yang perlu. Kepemimpinan strategis bersifat
multifungsional, terutama melibatkan pengelolaan melalui orang lain, dan
membantu organisasi untuk menghadapi perubahan yang tampaknya
berkembang secara eksponensial dalam lingkungan global.
Untuk menjadi pemimpin-pemimpin strategis yang efektif pada abad ke-21,
manajer harus bersedia mengubah kerangka acuannya,sebagaimana mestinya,
untuk menangani perubahan-perubahan cepat dalam ruang lingkup global.
Kerangka acuan manajerial ialah perangkat asumsi, premis, dan kebijaksanaan
yang diterima umum yang membatasi atau merangkai pemahaman manjer
tentang perusahaan, industry tempatnya bersaing, dan kompetensi inti yang
digunakan untuk meraih keunggulan bersaing yang berkesinambungan. Bagi
beberapa manajer tingkat puncak, merubah kerangka acuan adalah sulit, bahkan
saat kondisi internal dan eksternal menunjukkan perubahan seperti tu diperlukan.
Para pemimpin strategis yang efektif mau membuat keputusan-keputusan yang
jelas dan berani, namun tetap ragmatis, keputusan-keputusan yang mungkin
sulit,tetapi diperlakukan untuk mengatasi kondisi internal dan eksternal yang
dihadapimereka. Tanggung jawab utama dari pemimpin strategis yang efektif
terletak dibagian puncak,khususnya CEO. Pemimpin strategis lainnya adalah
anggota dewan direktur, tim manajemen tingkat ats, dan para general manager
divisi. Lepas dari tanggung jawab dan fungsiorganisasinya, para pemimpin
strategis memiliki tanggung jawab pengambilan keputusan yang tidak dapat di
delegasikan.
Kepemimpinan strategis merupakan kepemimpinan yang bersifat sangat
kompleks, tetapi menentukan. Strategi tidak dapat dirumuskan dan diterapkan
untuk menghasilkan laba diatas rata-rata tanpa para pemimpin stategis yang
efektif. Oleh karena itu, kepemimpinan strategis merupakan persyaratan
untukmkeberhasilan strategis, dank arena ada kemungkinan suatu organisasi
dipimpin dan dikelola dengan buruk, perusahaan-oerusahaan yang bersaing
dalam lingkungan persaingan abad ke-21 ditantang untuk mengembangkan
pemimpin strategis yang efektif.
2. Manajer Sebagai Sumber Daya Organisasi
Para manajer sering menggunakan penilaian mereka ketika mengambil
keputusan-keputusan yang berkaitan dengan implementasi strategi yang efektif.
Penilaian manajerial berbeda secara signifikan antar-industri. Faktor-faktor yang
yang menentukan jumlah penilaian pengambil keputusan manajer (khususnya
keputusan daripara manajer tingkat atas) adalah
a. Sumber daya lingkungan eksternal (misalnya struktur indy=ustri, tingkat
pertumbuhan pasar dalam industry primer perusahaan, dan tingkat suatu
produk dapat didiferensiasi)
b. Karakteristik organisasi (misalnya ukuran, usia, sumber daya, dan budaya)
c. Karakteristik manajer (misalnya komitmen terhadap perusahaan dan hasil
strateginya,c toleransi untuk kemenduaan, keahlian dalam bekerja sama
dengan orang-orang yang berbeda, dan tingkat aspirasi).

Karena itu, keputusan para pemimpin strategis bertujuan untuk membantu


perusahaan mendapatkan keunggulan kompetitif, para manajer melakukan
penilaian ketika menentukan tindakan strategis yang tepat sangat menentukan
keberhasilan. Selain menentukan inisiatif baru,para manajer tibgkat atas
mengembvangkan system penghargaan organisasi yang tepat bagiperusahaan.

3. Tim Manajemen Puncak


Tim manajemen puncak terdiri dari para manjer kunci yang bertanggung jawab
untuk merumuskan dan menerapkan strategi-strategi perusahaan. Biasanya, tim
manjemn tingkat atas terdiri dari para pejabatperusahaan, seperti yang dijabat
oleh wakil direktur dan diatasnya atau sebagai anggota dewan direktur.
4. Kinerja Perusahaan dan Perubahan Strategis
Tugas top eksekutif rumit dan menuntut pengetahuan luas tentang opersi
perusahaan, termasuk ketiga aspek kunci lingkungan eksternal perusahaan
(umum, industry, dan pesaing). Oleh karena itu, perusahaan mencoba mencoba
membentuk tim manajemen puncak yang memiliki pengetahuan dan keahlian
yang tepat untuk menjalankan organisasi internal,dan juga menghadapi pihak-
pihak eksternal penting yang terkait. Biasanya hal ini menunutut tim manajemen
puncak heterogen. Manajemen punvcak heterogen terdiri dari individu-individu
dengan latarbelakang, pengalaman, dan pendidikanj fungsional yang berbeda-
beda. Sebuah tim manajemen puncak yang lebih heterogen, dengan keahlian dan
pengetahuan bervariasi, memiliki kemampuan menyediakan kepemimpinan
sstrategis yang lebih efektif.
5. Kekuasaan CEO dan Tim Manajemen Puncak
Dewan direktur berperan penting dalam memantau arah perusahaan dan
mewakili kepentingan pemegang saham. Kenyataannya, kinerja yeng lebih
tinggi biasanya tercapai kalau dewan direktur lebih langsung terlibat dalam
membentuk arah strategis perusahaan. Namun demikian, dewan direktur
mungkin akan merasa sulit untuk mengarahkan tindakan strategis dari CEO dan
tim manajemen tingkat atas yang berpengaruh. Biasanya bagi seorang CEO
menunjnuk sejumlah anggota dewan direktur luar yang simpatik atau memiliki
anggota dewan yang termasuk dalam tim manajemen puncak dan member
laporan pada CEO. Dalam kasus lainnya, CEO memiliki control yang signifikan
terhadap tindakan-tindakan dewan. Para CEO dan anggota tim manajemen
tingkat atas juga dapat meraih kekuasaan dengan cara lain. Memangku jabatan
sebagai ketua dewan sekaligus ketua eksekutif biasanya memberikan kekuasaan
yang lebih kepada CEO daripadea mereka yang pada saat bersamaan tidak
menjadi ketua dewan direktur perusahaan. Walaupun praktik peran rangkap
CEO ini (yaitu ketika CEO dan ketua dewan direktur merupakan orang yang
sama) telah menjadi hal yang biasa dalam bisnis-bisnis AS, praktik ini juga
mendapat kritik tajam: persm rsngksp ini dituduh menjadi penyebab utama dari
buruknya dan lambatnya tanggapan untuk melakukan perubahan di sejumlah
perusahaan. Anggota-anggota dari tim tingkat atas dan CEO yang memiliki
masa jabatan panjang- di dalam tim dan organisasi- memiliki pengaruh yang
lebih besar terhadapkeputusan dewan direktur. Masa jabatan yang lama
diketahui akan membatasi jangkauan basis pengetahuan.
B. PELAKSANAAN KEPEMIMIMPINAN SRATEGIS YANG EFEKTIF
1. Mendayagunakan dan Memelihara Kompetensi Inti
Kompetensi inti merupakan sumber daya dan kapabilitas yang menjadi sumber
keunggulan kompetitif bagi perusahaan, mengatasi para pesaingnya. Biasanya
kompetensi inti-kompetensi inti berkaitan dengan keahlian fungsional organisasi
seperti pabrikasi, keuangan, pemasaran, dan riset pengembangan. Perusahaan
mengembangkan dan mendayagunakan kompetensi ini dalam banyak bidang
fungsional yang berbeda untuk menerapkan strategi-strategi mereka. Para
pemimpin strategis harus melakukan verifikasi bahwa kompetensi perusahaan
telah diterapkan dalam upaya-upaya implementasi strategi. Intel, misalnya,
memiliki ketangkasan dalam bersaing (yaitu suatu kemampuan untuk bertindak
dalam berbagai cara kompetitif yang relevan) juga kecepatan (yaitu kemampuan
untuk bertindak dengan cepat ketika menghadapi tekanan lingkungan dan
persaingannya).
Dalam banyak perusahaan besar, dan tentunya dalam perusahaan yang
didervisikasikan secara berkaitan, kompetensi inti didayagunakan secara efektif
ketika dikembangkan dan diterapkan dalam unit-unit organisasi yang berbeda.
Dalam melakukan sejumlah akuisisi, para manajer di GE Capital, salah satu unit
bisnis General Electric yang besar, manjadi semakin ahli dalam menyatukan
bisnis-bisnis baru dengan kultur operasional perusahaan. Dalam prosesnya,
mereka telah mengembangkan sebuah posisi manajemen baru, yaitu manajer
penyatuan. Namun demikian, kompetensi inti tidak dapat dikembangkan atau
didayagunakan secara efektif tanpa mengembangkan kemampuan sumber daya
manusianya.

2. Mengembangkan Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia adalah pengetahuan dan keahlian dari seluruh satuan
perusahaan. dari perspektif sumber daya manusia, para pegawai adalah sumber
modal yang memerlukan investasi. Kebanyakan pengembangan industri di AS
ditentukan oleh efektivitas sumber daya manusianya. Dalam mendukung
keputusan ini, dinyatakan bahwa ‘ketika dinamika persaingan semakin berjalan
semakin cepat, para karyawan mungkin merupakan satu-satunya sumber
keunggulan kompetitif yang dapat bertahan. Pertanyaan ini menunjukkan
semakin pentingnya peran SDM yang efektif, yaitu terhadap semua karyawan
manajerial maupun bukan manajerial, mungkin merupakan penentu utama bagi
keberhasilan perusahaan dalam merumuskan dan menerapkan strategi.
Menemukan sumber daya manusia diperlukan untuk menjalankan sebuah
organisasi yang efektif merupakan masalah sulit sehingga banyak perusahaan
berusaha memecahkan masalah ini dengan menggunakan karyawan sementara.
Perusahaan lain berusaha untuk memperbaiki tekhnik perekrutan dan seleksi
mereka. Perbaikan ini juga memerlukan berbagai komitmen yang efektif dengan
tujuan organisasi. Mempekerjakan pamain-pemain berbakat saja tidak cukup,
melainkan seorang pemimpin strategis harus membangun sebuah tim
organisasional yang efektif, yang memiliki komitmen untuk mewujudkan visi
dan tujuan perusahaan seperti ditujukan dalam fokus strategies.

3. Mempertahankan Kultur Organisasi Yang Efektif


Kultur organisasi terdiri dari serangkaian ideologi, simbol, dan nilai-nilai inti
yang bersifat kompleks dan diyakini bersama oleh seluruh perusahaan dan
mempengaruhi cara mereka melakukan bisnis. Bukti-bukti menunjukkan bahwa
sebuah perusahaan dapat mengembangkan kompetensi inti, baik dalam bentuk
kapabilitas yang dimilikinya dan cara kapabilitas itu digunakan, untuk
memproduksi tindakan-tindakan strategies. Dengan kata lain, karena kultur
organisasi itu mempengaruhi cara perusahaan melakukan bisnisnya dan
membantunya mengatur dan mengontrol perilaku pegawai, kultur organisasi
dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif . Oleh karena itu, membentuk
lingkungan yang manjadi tempat perusahaan merumuskan dan
mengimplementasikan strategi-strateginya yaitu membentuk kultur organisasi
merupakan tugas utama dari seorang pemimpin strategis.

4. Orientasi
Kultur organisasi kali mendukung usaha untuk mengejar peluang-peluang
kewirausahaan, khususnya dalam perusahaan-perusahaan besar. Keberhasilan
yang didapat melalui usaha para karyawan mendapatkan peluang-peluang
kewirausahaan merupakan sumber utama pertumbuhan dan inovasi bagi
perusahaan. Ada lima dimensi yang menandai orientasi kewirausahaan
perusahaan. Dalam suatu kombinasi, dimensi-dimensi ini mempengaruhi
kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk bersikap inovatif dan untuk
meluncurkan usaha-usaha baru. Salah satu meluncurkan usaha baru dalam
perusahaan besar adalah melalui kewirausahaan perusahaan. Secara khusus bagi
perusahaan yang ingin mendapatkan keunggulan sebagai penggerak pertama,
orientasi kewirausahaan di antara para karyawan menjadi penting.
a. Otonomi adalah orientasi pertama dari lima dimensi orientasi
kewirausahaan. Sebagai bagian yang aktif dari kultur perusahaan, otonomi
memungkinkan para karyawan untuk bertindak secara bebas, tidak
dihambat oleh batasan-batasan organisasi dan memungkinkan individu dan
kelompok untuk mandiri.
b. Inovatif adalah mencerminkan kecenderungan perusahaan untuk terlibat
dan mendukung gagasan-gagasan baru, percobaan serta proses kreatif yang
memungkinkan menghasilkan produk,jasa, atau proses tekhnologibaru.
Kultur dan kecenderungan untuk bersikap inovatif akan mendorong para
karyawannya untuk berpikir di luar jangkauan pengetahuan, tekhnologi, dan
tolak ukur yang ada, dalam menemukan cara kreatif yang menambah nilai.
c. Bersedia mengambil resiko adalah mencerminkan kemauan karyawan dan
perusahaan mereka untuk menerimarisiko dalam usahanya mendapatkan
peluang-peluang pasar. Termasuk dalam risiko ini adalah tingkat utang
yang signifikan dan pengalokasian sejumlah sumber daya (misalkan para
karyawan) untuk proyek-proyek yang mungkin tidak bisa diselesaikan.
Sering kali perusahaan menerima risiko untuk mengukur peluang pasar
yang dapat meningkatkan daya saing strategies dan laba perusahaan secara
substansial.
d. Proaktif, menjelaskan kemampuan perusahaan untuk menjadi seorang
pemimpin pasar, bukan sebagai pengikut. Kultur organisasi yang proaktif
secara konstan akan menggunakan proses-proses yang mengantisipasi
kebutuhan pasar masa depan dan memuaskan mereka sebelum pesaing
belajar melakukannya. Akhirnya, masa depan dan memuaskan mereka
sebelum para pesaing belajar melakukannya.
e. Bersikap agresif dalam bersaing merupakn kecenderungan perusahaan
untuk mengambil tindakan yang akan menungguli para pesaingnya secara
konsisten dan mendasar. Tindakan yang akan mengungguli para pesaingnya
secara konsisten dan mendasar. Ringkasnya, dimensi-dimensi kunci yang
menandai suatu orientasi kewirausahaan adalah otonomi, kemauan untuk
melakukan inovasi dan mengambil resiko, dan kecenderungan untuk
bersikap agresif terhadap para pesaing dan proaktif terhadap peluang-
peluang pasar.
5. Mengubah Kultur Organisasi dan Rekayasa Teknologi Bisnis
Mengubah kultur organisasi lebih sulit daruipada memeliharanya, tetapi para
pemimpin strategis yang efektif mengetahui kapan perubahan itu diperlukan.
Biasanya kultur perusahaan diubah untuk mengimplentasikan strategi. Namun
demikian, perubahan yang lebih signifikan dan kadang-kadang radikal terhadap
kultur organisasi dirancang untuk mendukung pemilihan strategi baru. Apa pun
alasan perubahan itu, pembentukan dan pembudayaan kultur baru memerlukan
komunikasi dan pemecahan masalah yang efektif, selain pemilihan orang-orang
yang tepat(yaitu mereka yang meyakini nilai yang diinginkan organisasi),
penilaian kinerja yang efektif (menetapkan tujuan dan mengukur kinerja
individual yang sesuai dengan nilai-nilai utama dari kultur baru), dan system
penghargaan yang tepat (member penghargaan bagi perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai utama dari kultur baru).
Bukti-bukti menunjukkan bahwa perubahan budaya akan berhasil hanya jika
didukung secara aktif oleh CEO perusahaan, para anggota tim manajemen
tingkat atas lainnya, dan para manajer tingkat menengah. Pada kenyataannya,
untuk perubahan skala besar, kurang lebih sepertiga dari manajer tingkat
menengah harus menjadi agen perubahan yang efektif dan memiliki
keseimbangan kapabilitas yang baik. Mereka secara tekhnis merupakan orang-
orang yang ahli di bidang relasi antar-pribadi. Mereka merupakan suatu
kombinasi yang aneh. Di sisi lain, mereka adalah pengambil keputusan yang
tangguh dan berdisiplin tinggi terhadap hasil kinerja. Akan tetapi, mereka juga
tahu bagaimana memotivasi orang-orang dan menyatukan mereka pada tujuan
yang sama.

C. PEMBENTUKAN KONTROL ORGANISASI YANG SEIMBANG


Kontrol organisasi telah lama dianggap sebagai bahan enting dari proses
implementasi strategi. Kontrol ini diperlukan untuk memastikan bahwa perusahaan
mencapai hasil yang mereka inginkan dari daya saing strategies dan laba diatas rata-
rata. Didefinisikan sebagai prosedur formal, berdasarkan informasi yang dilakukan
oleh para manajer untuk mengubah pola kegiatan organisasi, kontrol menyediakan
parameter di dalam strategi yang akan diimplementasikan, juga tindakan-tindakan
koreksi yang harus dilakukan, ketika penyesuaian yang berkaitan dengan
implementasi diperlukan.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa, walaupun penting bagi keberhasilan perusahaan,
kontrol-kontrol organisasi itu pada dasarnya tidak sempurna. Kontrol-kontrol
keuangan sering terjadi pada perusahaan besar. Kontrol keuangan memusatkan
perhatiannya pada hasil keuangan jangka pendek. Sebaliknya kontrol strategis
terpusat pada isi tindakan strategis, bukan hasilnya. Sebagian tindakan strategies
dapat diperbaiki, tetapi hasil keuangan yang buruk mungkin akan terus terjadi
karena kondisi-kondisi eksternal atau bencana alam. Oleh karena itu, penekanan
pada kontrol keuangan sering kali menghasilkan keputusan dengan tingkat resiko
yang lebih moderat dan dapat diterima karena semua hasil ditanggung bersama oleh
para eksekutif bisnis yang mengajukan proposal dan para eksekutif yang
mengevakuasi mereka.
Keberhasilan para pemimpin strategis dalam menyeimbangkan kontrol strategis dan
kontrol keuangan (mereka tidak menghilangkan kontrol keuangan), dengan tujuan
untuk mendapatkan laba jangka panjang yang lebih positif, pada kenyataannya,
sebagian besar rekstrukturisasi perusahaan dirancang dengan memusatkan kembali
perhatian perusahaan pada bisnis intinya, sehingga mememungkinkan eksekutif
tingkat atas untuk membangun kembali kontrol-kontrol strategis dari unit-unit bisnis
mereka yang terpisah. Oleh karena itu kedua jenis kontrol itu sama pentingnya.
Penggunaan kontrol strategis yang efektif oleh eksekutif tingkat atas secara berskala
diintgrasikan dengan otonomi dari sub unit yang berbeda sehingga mereka
mendaoatkan keunggulan kompetitif dalam pasar-pasar mereka. Kontrol strategis
dapat digunakan untuk mempromosikan penggunaan bersama sumber daya
berwujud dan tidak berwujud diantara bisnis-bisnis yang saling tergantung dalam
portofolio perusahaan. Selain itu otonomi memberikan fleksibilitas. Akibatnya,
kepemimpinan strategis mempromosikan digunakannya kontrol strategis sekaligus
otonomi.
Perusahaan yang memiliki diversifikasi bisnis sering kali mengalami kesulitan
dalam menyeimbangkan kedua jenis kontorl itu. Oleh karena perusahaan
diversifikasi besar sering kali tidak memperhatikan kedua jenis kontrol itu. Oleh
karena perusahaan diversifikasi besar sering kali tidk memperhatikan keseimbangan
ini, banyak perusahaan diseluruh dunia merekstrukturisasi kegiatan operasinya.
Kontrol organisasi membangun serangkaian analisis dan tindakan yang integratif
dan saling mempengaruhi. Melalui penggunaan kontrol strategis yang efektif, para
pemimpin strategis meningkatkn kemungkinan bahwa perusahaan mereka akan
mendapatkan manfaat dari strategi-strategi yang dirumuskan dengan hati-hati, tetapi
tidak merugikan kontrol keuangan yang merupakan bagian penting dari proses
penerapan strategi. Kontrol organisasi yang efektif menyediakan logika yang
mendasari kepemimpinan strategis, memusatkan perhatian pada masalah-masalah
strategis yang penting, mendukung kultur kompetitif, dan menyediakan forum yang
menbangun komitmen tujuan strategis perusahaan.

BAB III

PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA SAAT INI


Kepemimpinan klinis bukan merupakan konsep baru dalam dunia layanan kesehatan. Ia
bahkan merupakan sebuah kebutuhan untuk mengoptimalkan potensi seluruh profesi
dibidang layanan kesehatan. Tujuannya adalah untuk memberi pelayanan kesehatan
yang sempurna dan meningkatkan keluaran pasien. Dalam jurnal yang disusun oleh Tim
Swanwick dan Judy McKimm, dipaparkan bahwa, saat ini, dorongan bagi klinisi untuk
jadi pemimpin dan manajer semakin meningkat diseluruh dunia. Kondisi ini mendorong
upaya agar tema kepemimpinan klinis dapat dikembangkan dan didukung oleh agenda
kebijakan seperti tema keselamatan pasien dan peningkatan kualitas. Terkait
kepemimpinan klinis, para pendidik di sekolah kedokteran memiliki peran kunci untuk
mengembangkan potensi kepemimpinan anak didiknya. Para pendidik tidak hanya
mengajar dan melakukan praktek klinis tapi juga harus mampu memberi contoh sebagai
pimpinan yang baik. Sebagai perumpamaan, kepemimpinan dapat ditunjukkan sebagai
manusia salju buruk rupa yang jejak kakinya tersebar dimana-mana tetapi wujudnya tak
pernah terlihat. Untuk lebih mudah memahami tentang kepemimpinan, dapat dimulai
dari perbandingan antara manajemen dan kepemimpinan. Teori saat ini menunjukkan
bahwa manajemen dan kepemimpinan adalah hal berbeda namun saling melengkapi.
Kedunya sangat penting untuk kesuksesan seseorang. Manajemen tanpa kepemimpinan
dan kepemimpinan tanpa manajemen adalah hal yang kurang optimal. Untuk
mengembangkan budaya kepemimpinan dikalangan klinisi, di Inggris mulai
dikembangkan kerangka kepemimpinan. Kerangka kepemimpinan ini dapat berguna
untuk meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya kepemimpinan pada diri seseorang
maupun organisasi. Kerangka kepemimpinan menyediakan pendekatan konsisten
terhadap perkembangan kepemimpinan pada seluruh klinisi tanpa mempedulikan latar
belakang, peran, fungsi atau senioritas. Kerangka kepemimpinan ini juga mewakili
standar perilaku pemimpin yang harus menjadi aspirasi seluruh klinisi. Dasar
pengembangan Kerangka kepemimpinan adalah hasrat untuk menciptakan kerangka
tunggal yang melingkupi semua profesi dibidang layanan kesehatan. Selain itu,
pengembangan kerangka ini juga didasari untuk membangun standar praktek terbaik
untuk pengembangan kepemimpinan. Sebagai bukti, kerangka kepemimpinan yang ada
saat ini sudah digunakan oleh kelompok profesi yang berbeda.
Gambar 1 Kerangka Kepemimpinan Klinis

Kerangka kepemimpinan dibentuk melalui riset dan konsultasi sehingga dapat


menyesuaikan kebutuhan dan lingkungan yang spesifik pada bidang layanan kesehatan.
Kerangka ini juga dapat diaplikasikan kepada semua klinisi pada berbagai tahapan karir
mereka. Dalam kerangka kepemimpinan terdapat 7 domain yang ditunjukkan untuk
proses pengembangan kepemimpinan klinis (gambar 1). Dalam masing-masing domain,
terdapat 4 aspek pengembangan yang harus dimiliki. Dalam tiap aspek tersebut terdapat
juga 4 tahapan yang membantu proses pengembangan kepemimpinan yaitu tahapan
pribadi/ internal tim, tahapan seluruh pelayanan/ lintas tim, tahapan lintas pelayanan/
organisasi yang lebih luas dan tahapan seluruh organisasi/ sistem layanan kesehatan
yang lebih luas. Adapun tujuh domain yang terdapat dalam kerangka kepemimpinan
yaitu :

1. Menunjukkan Kualitas Pribadi


Dalam domain ini, ada 4 aspek yang harus diperhatikan, yaitu: mengembangkan
kesadaran diri, mengelola diri sendiri, pengembangan pribadi berkelanjutan dan
bertindak dengan integritas.

2. Bekerja dengan Orang Lain


Dalam domain ini, 4 aspek yang harus diperhatikan, yaitu: pengembangan
jejaring, membangun dan memelihara hubungan, mendorong kontribusi dan
bekerja di dalam tim.
3. Mengelola Pelayanan
Empat aspek yang harus diperhatikan dalam domain ini, yaitu: perencanaan,
mengelola sumber daya, mengelola orang dan mengelola kinerja.
4. Meningkatkan Pelayanan
Dalam domain ini, ada 4 aspek yang harus diperhatikan, yaitu: menjamin
keselamatan pasien, evaluasi kritis, mendorong inovasi dan memfasilitasi
transformasi
5. Menetapkan Arah
Dalam domain ini, 4 aspek yang harus diperhatikan, yaitu: pengembangan
jejaring, membangun dan memelihara hubungan, mendorong kontribusi serta
bekerja didalam tim.
6. Membentuk Visi
Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam domain ini, yaitu: mengembangkan
visi organisasi, mempengaruhi visi pada sistem kesehatan yang lebih luas,
mengkomunikasikan visi dan menempelkan visi.
7. Menyampaikan Strategi
Dalam domain ini, 4 aspek yang harus diperhatikan, yaitu: membingkai strategi,
mengembangkan strategi, implementasi strategi dan menempelkan strategi.
Mengikutsertakan aspek kepemimpinan dan manajemen dalam sistem pelayanan
kesehatan – dalam skala tim, departemen, rumah sakit atau pemerintah dibidang
kesehatan – bukanlah merupakan sebuah pilihan, namun kewajiban bagi semua
klinisi. Dalam aspek pendidikan klinis dan medis, kata Tim Swanwick dan Judy
McKimm, pendidik memiliki kewajiban untuk menjamin bahwa klinisi pada generasi
mendatang cukup terlibat dan memiliki pengetahuan, kemampuan dan perilaku
organisasi yang memadai untuk meningkatkan sistem pelayanan kesehatan. Karena,
upaya untuk meingkatkan pelayanan kesehatan sangat bergantung pada perubahan
sistem, bukan hanya perubahan di dalam tim.
Perubahan masalah kesehatan ditandai dengan terjadinya berbagai macam transisi
kesehatan berupa transisi demografi, transisi epidemiologi, transisi gizi dan transisi
perilaku. Transisi kesehatan ini padadasarnya telah menciptakan bebab ganda
(double burden) masalah kesehatan.
1. Transisi demografi, misalnya mendorong peningkatan usia harapan hidup yang
meningkatkan proporsi kelompok usia lanjut
2. Transisi epidemiologi, menyebabkan beban ganda atas penyakit menular yang
belum pupus ditambah dengan penyakit tidak menular yang meningkat dengan
drastis.
3. Transisi gizi, ditandai dengan gizi kurang dibarengi dengan gizi lebih.
4. Transisi perilaku, membawa masyarakat beralih dari perilaku tradisional menjadi
modern yang cenderung membawa risiko. Masalah kesehatan tidak hanya
ditandai dengan keberadaan penyakit, tetapi gangguan kesehatan yang ditandai
dengan adanya perasaaan terganggu fisik, mental dan spiritual. Gangguan pada
lingkungan juga merupakan masalah kesehatan karena dapat memberikan
gangguan kesehatan atau sakit . Paradigma berkembang sebagai hasil sintesa
dalam kesadaran manusia terhadap informasi-informasi yang diperoleh baik dari
pengalaman ataupun dari penelitian.

Dalam perkembangan kebijaksanaan pembangunan kesehatan maka memasuki era


reformasi untuk Indonesia baru telah terjadi perubahan pola pikirdan konsep dasar
strategispembangunan kesehatan dal;am bentuk paradigma sehat. Sebelumnya
pembangunan kesehatan cenderung menggunakan paradigma sakit dengan
menekankan upaya-upaya pengobatan (kuratif) terhadap masyarakat Indonesia.
Perubahan paradigma kesehatan dan pengalaman kita dalam menangani masalah
kesehatan di waktu yang lalu, memaksa kita untuk melihat kembali prioritas dn
penekanan program dalam upaya meningkatkan kesehatan penduduk yang akan
menjadi pelaku utama dan mempertahankan kesinambungan pembangunan.

Untuk membentuk manusia, Indonesia menjadi sumber daya manusia sehat-


produktif-kreatif, kita harus berfikir dan agak berbeda dengan apa yang kita lakukan
sekarang. Kita perlu re-orientasi dalam strategi dan pendekatan. Kualitas pelayanan
dapat diartikan sebagai perbedaan antara pelayanan yang diterima secara nyata
dengan harapan pelanggan. Di industri perawatan kesehatan, terdapat jenis-jenis
pelayanan yang sama yang disediakan oleh rumah sakit, namun kualitas
pelayanannya belum tentu sama. Pasien adalah pelanggan sehingga menjadi bagian
yang sangat penting dalam perkembangan industri kesehatan (Setyaningsih, 2013).
Penyebab mutu pelayanan yang rendah di antaranya faktor input (peralatan, dana,
kurangnya fasilitas, tenaga dokter ahli, dan sebagainya). Selain itu, terdapat faktor
pendukung lain yang menyebabkan mutu pelayanan rendah di rumah sakit, yakni
kuantitas dan kualitas perawat, jumlah dokter spesialis, dan alokasi pendanaan masih
terfokus pada fisik dan peralatan. Alokasi dana yang kecil ini merupakan salah satu
alasan terhambatnya peningkatan mutu pelayanan (Arifin dkk., 2011)

BAB IV
PEMBAHASAN

Selama beberapa tahun ini perkembangan rumah sakit sangatlah banyak dan
berkembang pesat , disamping itu juga munculnya layanan kesehatan swasta baru dan
terdapat pelayanan kesehatan swasta (terutama klinik dan laboratorium klinik) ditutup
karena tidak mampu bersaing dalam industri ini. Hal yang umum terjadi adalah
ketidakmampuan manajemen mengelola organisasi pelayanan kesehatan menjadi
organisasi yang profit. Oleh karen aitu pentingnya ada perencanaan strategis
atau strategic planning merupakan salah satu tugas utama administrator pelayanan
kesehatan (health care administrator). Cynthia Haddock et al (2002) menyatakan
setidaknya ada tiga tugas utama health care administrator yakni:

1. Bertanggung jawab terhadap aspek bisnis dan keuangan dari rumah sakit, klinik
dan organisasi pelayanan kesehatan, sehingga seorang administrator pelayanan
kesehatan berusaha meningkatkan efisiensi dan menjaga stabilitas keuangan,
menggunakan fungsi manajemen SDM, manajemen keuangan, akuntansi biaya,
pengumpulan dan pengolahan data, perencanaan strategis, pemasaran, dan
fungsi pemeliharaan organisasi lainnya
2. Bertanggung jawab menciptakan kepedulian terhadap orang-orang sekitar
organisasi pelayanan kesehatan
3. Bertanggung jawab memelihara kebutuhan moral dan sosial organisasi,
melayani dan memberi masukan kepada pasien, menjadi penengah saat terjadi
pertentangan nilai, dan menjadi mediator di antara kelompok profesional dalam
organisasi

Beberapa isu penting dan mejadi perhatian bagi perencanaan strategis di pelayanan
kesehatan yang dihimpun dari pengalaman penulis dan beberapa literatur adalah sebagai
berikut :

1. Lingkungan dinamis industri pelayanan kesehatan menuntut para administrator


pelayanan kesehatan lebih peduli terhadap perencanaan strategis. Paradigma
“sambil jalan” atau “sambil lalu” sebaiknya ditinggalkan. Setiap usulan proyek
atau pekerjaan harus dibicarakan dan direncanakan dengan baik dari segala
aspek, baik itu SDM, pendanaan, sarana, dan pedoman kerjanya
2. Perencanaan strategis sebaiknya melibatkan seluruh departemen dalam
organisasi (bukan seluruh kayawan). Perencanaan strategis bukan pekerjaan
individual namun merupakan pekerjaan kolektif, untuk itu manajemen bisa
membuat komite yang bertugas menyusun ini. Menurut Allen (1995),
keterlibatan karyawan dalam membuat perencanaan strategis adalah satu
keuntungan tersendiri bagi penerapan visi dan misi organisasi. Implikasi dari hal
tersebut adalah pekerjaan membuat perencanaan strategis bukan
pekerjaan sistem kebut semalam melainkan butuh pemikiran yang dalam dan
waktu yang cukup.
3. Dalam menyusun perencanaan strategis bukan hanya membuat program
berdasarkan persepsi kita terhadap perubahan di masa depan, namun juga
membuat program yang merupakan antisipasi dari perubahan yang akan terjadi.
Artinya selalu ada plan A dan plan B. Menurut Greenwald (2010), perencanaan
strategis yang efektif dalam organisasi pelayanan kesehatan bukan hanya
membutuhkan persepsi akan perubahan tetapi juga antisipasi terhadap
perubahan.
4. Banyak sekali tools manajemen yang digunakan untuk merancang perencaaan
strategis pelayanan kesehatan dan sebaiknya disesuaikan dengan fase organisasi.
Karena itu perlu diidentifikasi terlebih dahulu posisi organisasi kita, apakah
dalam fase awal, pertumbuhan, kematangan, atau penurunan. Salah satu alat
yang sering dipakai untuk melakukan perencanaan strategis dalam pelayanan
kesehatan adalah analisa SWOT yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan
(strength), kelemahan (weakness), kesempatan (opportunity), dan tantangan
(threat) yang mempengaruhi bisnis atau proyek. SWOT bisa digunakan dalam
segala jenis fase organisasi dan akan menetukan arah strategis pelayanan
kesehatan.
5. Perencanaan strategis harus terukur, terarah, dan mampu dilaksanakan. Sering
terjadi sebuah perencaan akhirnya menjadi tumpukan kertas di lemari karena
sifatnya yang abstrak (tidak terukur), melebar kemana-mana (tidak terarah), dan
sulit dilaksanakan. Akhirnya organisasi pelayanan kesehatan beroperasi tanpa
kendali dan tanpa arah.
6. Perencanaan strategis termasuk salah satu topik pelatihan yang sering dilupakan
atau tidak diberikan dalam pelatihan medis kepada tenaga kesehatan (dalam hal
ini dokter). Padahal perencanaan strategis merupakan kemampuan teknis yang
harus dimiliki pengelola pelayanan kesehatan, bersama dengan teknik mengelola
keuangan, akuntansi, kebijakan publik, dan pemasaran (Greenwald, 2010). Peran
dokter dalam pelayanan kesehatan sangat vital, bukan saja sebagai profesional
medis akan tetapi sebagai profesional manajemen. Untuk itulah dokter sebaiknya
sedikit banyak mengetahui aspek manajemen pelayanan kesehatan.

Dapat digambarkan bahwa Manajemen Strategis Pelayanan Kesehatan


Keberhasilan pengembangan bidang public health (kesehatan masyarakat) sampai saat
ini masih menjadi sorotan masyarakat dan praktisi kesehatan dunia. Selain banyak
ditemukan penerapan strategi multidisipliner untuk memahami dan menyelesaikan
permasalahan kesehatan dari perspektif promotif dan preventif, public health saat ini
menghadapi tantangan dalam mempertahankan keberhasilan program secara
berkelanjutan akibat berbagai keterbatasan yang dihadapi. Paradigma keberlanjutan
untuk outcome kesehatan di dalam masyarakat (kelompok sasaran) seperti perubahan
perilaku, rate penyakit dan partisipatif menjadi riskan manakala para pengambil
kebijakan dan praktisi public health dihadapkan pada persoalan yang mengharuskan
mereka mengembangkan konsep baru pemecahan masalah, berani mengambil resiko
dan mengembangkan kemitraan yang bersifat multi dimensi. Kondisi tersebut pada
akhirnya mengharuskan pembuat kebijakan dan praktisi public health menyusun dan
mengembangkan best practice atau model perencanaan yang kompatibel. Namun,
tuntutan tersebut tidak didukung dengan kemampuan dan kreativitas yang memadai dari
pembuat kebijakan dan praktisi bidang public health.

Model perencanaan yang kompatibel adalah  model yang didesain untuk memenuhi
kebutuhan spesifik dari sasaran atau masyarakat. Untuk menghasilkan model
perencanaan yang kompatibel maka sangat diperlukan inovasi. Inovasi bukan berarti
selalu baru tetapi merupakan terobosan untuk mengembangkan dan menerapkan strategi
sesuai dengan kebutuhan sasaran. Inovasi menjadi solusi yang cukup efektif manakala
hasil dari pelaksanaan inovasi mampu menghindarkan program dari kegagalan dan
memberikan dampak positif ketika program berakhir. Alasan mendasar perlunya model
perencanaan yang kompatibel dalam public health didasari oleh pertimbangan bahwa
model perencanaan klasik (tradisional) memang masih dapat digunakan tetapi pembuat
kebijakan dan praktisi perlu melakukan akselerasi melalui pengembangan inovasi.
Selain itu, model perencanaan klasik masih belum mampu mengatasi  penghambat
efektivitas program yaitu 1) proses perencanaan yang berjalan linear sehingga solusi
yang diberikan dipaksakan untuk diimplementasikan pada semua keadaan dan situasi; 2)
sumber pendanaan sangat terbatas dan tidak stabil karena sangat bergantung pada
pemerintah; serta 3) alokasi pendanaan tidak mampu menjamin outcomes program yang
dilaksanakan.

Untuk memudahkan pembuat kebijakan dan praktisi melakukan perencanaan yang


inovatif (kompatibel) dalam bidangpublic health maka Lister et al. (2017) telah
mengembangkan model inovasi dalam bidang kesehatan yang dikenal dengan Public
Health Innovation Model (PHIM). Model PHIM mengkombinasikan dan
mengintegrasikan desain model berpikir sektor swasta dengan model perencanaan
klasik (tradisional) dan berfokus lebih dekat pada outcomes program. Inovasi yang
dimaksudkan dalam model PHIM adalah inovasi yang mampu menyeimbangkan antara
peran pemerintah, swasta dan masyarakat dengan membandingkan model perencanaan
di sektor pemerintah dan swasta.

Dua hal yang bisa diadopsi dari perencanaan sektor swasta (bisnis) adalah 

1. Pembuat kebijakan harus mengembangkan solusi yang inovatif. Hal ini dapat


dilakukan melalui pengembangan pola pikir dalam pemecahan masalah yang
dimulai dari konsumen dan berfokus pada sisi demand manusia, berdasarkan
hasil penelitian, kolaboratif dan iterasi. 
2. Pembuat kebijakan dan praktisi harus berupaya mengakses sumber pendanaan
swasta yang bisa digunakan melalui CSR untuk menjamin keberlangsungan
dukungan pendanaan program.
Selain itu, model PHIM juga memberikan beberapa strategi yang harus diperhatikan
oleh pembuat kebijakan dan praktisi ketika mengimplementasikan dan mengadopsi
model ke dalam kegiatan atau program sehari-hari. Untuk mencapai keberhasilan
inovasi maka strategi yang harus dilakukan adalah kerja sama lintas sektor,
menumbuhkan community buy-in, otonomi (kemandirian) dan kreativitas. Kerja sama
lintas sektor (cross-collaboration) bertujuan untuk membangun kemitraan dan sharing
risk dan sumber daya sehingga dapat mengatasi keterbatasan sumber daya suatu
program.

1. Community buy-in menekankan dua prinsip yang harus diperhatikan yakni


menciptakan kebutuhan masyarakat akan program atau kegiatan dan yang kedua
mampu membaca level inovasi dan momentum yang tepat untuk mentransfer
inovasi ke dalam sasaran program. 
2. Otonomi menekankan pada kemandirian dan kemampuan untuk melaksanakan
inovasi. 
3. Kreativitas mengarah pada kemampuan untuk menciptakan ide dan inovasi
melalui kegiatan yang bersifat sharing ide
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
1. Manajemen strategi merupakan suatu cara berpikir dan cara mengelola
organisasi. Manajemen strategis tidak terbatas pada bagaimana mengelola
pelaksanaan kegiatan di dalam organisasi, tetapi juga bagaimana
mengembangkan sikap baru berkaitan dengan perubahan eksternal. Pemahaman
mengenai makna manajemen strategis tidak hanya terbatas pada aspek
pelaksanaan rencana, teapi lebih jauh lagi ke aspek visi, misi, dan tujuan
kelembagaan.
2. Konsep pengembangan manajemen strategis diambil dari pengalaman
pengembangan lembaga yang bersifat for profit. Keadaan ini sebenarnya
menunjukkan kekurangan lembaga non profitdalam menjalankan usahanya, dan
nampaknya sistem yang berjalan sering berjalan tidak efisien dan kurang
memuaskan konsumen. Hal ini dapat membahayakan kelangssungan /
keberlanjutan eksistensi lembaga non profit, khususnya yang harus bersaing
dengan pelayanan serupa tetapi memiliki orientasi usaha for profit.

B. SARAN
1. Rumah sakit mampu mengembangkan struktur organisasi sesuai dengan tuntutan
perubahan dan kebutuhan yang spesifik
2. Dapat menerapkan manajemen strategis secara konkrit
3. Mendayagunakan dan mengembangkan pengetahuan dan kemampuan
tenaganya, termasuk tenaga keperawatan (perawat dan bidan)
4. Memanfaatkan pendapatan sendiri untuk memperoleh kemandirian dan
kesinambungan (sustainability)

Anda mungkin juga menyukai