Anda di halaman 1dari 50

JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER

Disusun guna memenuhi Ujian Akhir Semester mata kuliah:


Manajemen dan Kepemimpinan
Dosen Pengampu: Prof. Joko Widodo

Oleh
M. FACHRUR ROZI
NIM 0102514060

PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
KONSENTRASI KEPENGAWASAN
2014

1) Sebagai seorang pemimipin mempunyai kewajiban membangun kemampuan


organisasi guna mewujudkan keunggulan organisasi baik secara komparatif
maupun kompetitif. Di sinilah seorang pemimpin wajib menerapkan strategi
yang efektif dalam mengawal proses manajemen organisasi.
a. Menerapkan strategi lebih sulit daripada merumuskan strategi
Perumusan dan penerapan strategi erat hubungannya dengan manajemen strategi.
Yang dimaksud dengan manajemen strategi adalah serangkaian keputusan dan
tindakan yang digunakan untuk merumuskan dan menerapkan strategi yang
memungkinkan kesesuaian sangat kompetitif antara perusahaan dan lingkungannya,
sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan. Manajemen strategi dapat menentukan
perusahaan mana yang sukses dan perusahaan mana yang berjuang keras.
Langkah pertama manajemen strategis adalah mendefinisikan strategi secara
eksplisit, yakni rencana tindakan yang menerangkan tentang alokasi sumber daya
serta berbagai aktivitas untuk menghadapi lingkungan, memperoleh keunggulan
bersaing, dan mencapai tujuan perusahaan. Keunggulan bersaing adalah hal yang
membedakan suatu perusahaan dari perusahaan lain dan member cirri khas bagi
perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pasar konsumen. Agar perusahaan tetap
kompetitif, mereka harus berfokus pada tiga hal, yaitu kompetensi dasar,
mengembangkan sinergi, dan menciptakan nilai bagi pelanggan.
1. Memanfaatkan kompetensi dasar. Kompetensi dasar adalah sesuatu yang
dilakukan perusahaan dengan sangat baik disbanding pesaingnya.
Kompetensi dasar merupakan keunggulan bersaing, karena perusahaan
memiliki keahlian yang tidak dimiliki oleh pesaingnya. Kompetensi dasar
bisa berupa keunggulan di bidang penelitian dan pengembangan, teknologi,
efisiensi proses, maupun layanan pelanggan yang unggul.
2. Mengembangkan sinergi. Sinergi adalah kondisi yang timbul ketika
bagoan-bagian perusahaan berinteraksi untuk menghasilkan dampak
bersama yang lebih besar daripada jumlah semua bagian yang bertindak
sendiri-sendiri.
3. Menciptakan nilai bagi pelanggan. Memberikan nilai bagi pelanggan
merupakan inti dari strategi. Nilai dapat didefinisikan sebagai gabungan
keuntungan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan.
Strategi juga mempunyai tingkatan, yakni:
2

1. Strategi tingkat-perusahaan, yaitu tingkat strategi yang berhubungan dengan


pertanyaan, Bagaimana cara kita bersaing?. Tingkat ini berkaitan dengan unit
bisnisatau lini produk perusahaan.
2. Strategi tingkat-usaha, yaitu berkaitan dengan setiap unit bisnis atau lini produk.
3. Strategi tingkat-fungsi, yakni tingkat strategi yang berhubungan dengan
departemen-departemen fungsional utama di unit usaha.
Ada beberapa langkah dalam proses manajemen strategis, yaitu sebagai berikut:
1. Mengevaluasi misi, tujuan, dan strategi yang ada.
2. Memindai lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal meliputi nasional
dan global, sementara lingkungan eksternal meliputi kemampuan dasar, sinergi, dan
nilai kreasi.
3. Mengenali faktor-faktor strategis yang perlu diubah. Melalui pemindaian internal,
kita mengenali faktor peluang dan kesempatan. Dan melalui pemindaian eksternal,
kita mengenali faktor kekuatan dan kelemahan. Langkah kedua dan ketiga ini
didasarkan pada analisis SWOT, yaitu analisis mengenai kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman yang menentukan kinerja perusahaan.
4. Merumuskan misi, tujuan, dan strategi besar baru.
5. Merumuskan strategi (perusahaan, usaha, fungsional).
6. Menerapkan strategi lewat perubahan kepemimpinan/budaya struktur, sumber daya
manusia, sistem informasi dan kontrol.
Perumusan strategi mencakup perencanaan dan pengambilan keputusan untuk mencapai
tujuan perusahaan, serta membuat rencana strategis spesifik. Perumusan strategi mencakup
evaluasi masalah-masalah di lingkungan internal maupun eksternal dan integrasi hasil
evaluasi tersebut ke dalam tujuan dan strategi. Sementara pelaksanaan strategi adalah
suatu kegiatan penggunaan sarana manajerial dan organisasional untuk mengarahkan
berbagai sumber daya agar dapat mencapai tujuan strategis.
Perbedaan kekuatan dan kelemahan internal dengan kekuatan dan ancaman eksternal:
1. Kekuatan dan kelemahan internal. Kekuatan adalah karakteristik internal positif
yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan kinerja
strategisnya, sedangkan kelemahan adalah karakteristik internal yang dapat
menghambat atau membatasi kinerja perusahaan.

2. Kekuatan dan ancaman eksternal. Kekuatan adalah karakteristik lingkungan


eksternal yang berpotensi membantu perusahaan mencapai atau melampaui tujuan
strategisnya. Ancaman adalah karakteristik lingkungan eksternal yang
menghambat perusahaan mencapai tujuan strategisnya.
Langkah terakhir dalam manajemen strategis adalah menerapkan strategi, yaitu
bagaimana strategi diterapkan atau dilaksanakan. Ada sejumlah sarana untuk menerapkan
strategi, yaitu:
1. Kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan kunci penting penerapan strategi yang
berhasil. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar
menunjukkan perilaku baru yang diperlukan dalam menerapkan strategi. Para
pemimpin menggunakan persuasi, teknik motivasi, dan nilai-nilai budaya untuk
mendukun strategi baru. Mereka dapat member ceramah kepada
karyawan,membangun koalisi dengan pihak-pihak yang mendukung arah strategi
baru, dan membujuk para manajer menengah untuk bekerja sama dengan visi
mereka tentang perusahaan.
2. Rancangan struktural. Rancangan struktural terkait dengan tanggung jawab para
manajer, tingkat kewenangan, serta konsolidasi dari berbagai fasilitas, departemen,
dan divisi. Struktur juga terkait masalah-masalah seperti sentralisasi versus
desentralisasi dan rancangan tugas kerja.
3. Sistem informasi dan kendali. Sistem informasi dan kendali mencakup sistem
imbalan, gaji, anggaran alokasi sumber daya, sistem teknologi informasi, serta
peraturan, kebijakan, dan prosedur perusahaan.perubahan sistem-sistem ini menjadi
sarana utama dalam menerapkan strategi.
4. Sumber daya manusia. Sumber daya perusahaan adalah pegawainya. Sumber
daya manusia bertugas untuk merekrut, menyeleksi, melatih, memindahkan,
mempromosikan, dan memecat pegawai dalam upaya mencapai tujuan strategis.

b. Merumuskan dan menerapkan strategi kepada middle leader dan low leader.
4

Pada organisasi berstruktur tradisional, manajer sering dikelompokkan menjadi


manajer puncak, manajer tingkat menengah, dan manajer lini pertama (biasanya
digambarkan dengan bentuk piramida, di mana jumlah karyawan lebih
besar di bagian bawah daripada di puncak). Manajemen lini pertama
(first-line

management),

dikenal

pula

dengan

istilah

manajemen

operasional, merupakan manajemen tingkatan paling rendah yang


bertugas memimpin dan mengawasi karyawan non-manajerial yang
terlibat

dalam

proses

produksi.

Mereka

sering

disebut

penyelia

(supervisor), manajer shift, manajer area, manajer kantor, manajer


departemen, atau bahkan mandor (foreman). Satu tingkat di atasnya
adalah middle management atau manajemen tingkat menengah.
Manajer menengah mencakup semua manajemen yang berada di
antara manajer lini pertama dan manajemen puncak dan bertugas
sebagai penghubung antara keduanya. Jabatan yang termasuk manajer
menengah di antaranya kepala bagian, pemimpin proyek, manajer
pabrik, atau manajer divisi. Di bagian puncak pimpinan organisasi
terdapat manajemen puncak yang sering disebut dengan executive
officer atau top management. Bertugas merencanakan kegiatan dan
strategi

perusahaan

secara

umum

dan

mengarahkan

jalannya

perusahaan. Contoh top manajemen adalah CEO (chief executive


officer) dan CFO (chief financial officer).
Dalam prakteknya pembagian fungsi dalam manajemen secara
fundamental tidak dapat dibedakan secara tajam dan tegas, karena
setiap manajer

(top manager, middle manager, dan lower

manager ), dalam usaha untuk mencapai tujuan, seorang menejer


harus melaksanakan semua fungsi menejerial, hanya saja skop dan
penekanannya yang berbeda.( H. Malayu S. P. Hasibuan)
Gambaran mengenai tingkatan tugas manejerial adalah sebagai
berikut :
5

Top manager (TM), tugas-tugasnya lebih banyak pada fungsi


planning dan organizing, karena sifat pekerjaannya adalah kerja pikir
yaitu
1. merencanakan, mengambil keputusan, dan mengorganisir. Walaupun
TM kelihatan santai sebetulnya dia selalu memikirkan keputusan,
kebijakan apa yang ditempuh untuk mencapai tujuan.
2. Middle manager (MM), tugasnya terhadap planning dan organizing
seimbang dengan kerja fisiknya. Karena itu MM harus mampu
menjabarkan keputusan TM, tetapi juga harus bisa mengerjakan
serta menjelaskan kepada LM. MM merupakan manajer dua alam
artinya harus bisa untuk planning dan organizing serta dapat pula
untuk directing dan controlling. Jadi PO = DC.
3. Lower manager (LM), tugas dan aktivitasnya lebih banyak pada
fungsi

directing/actuating

dan

controlling

daripada

ke

fungsi

planning dan organizing (DC PO). Hal ini disebabkan LM merupakan


manejer

operasional

yang

langsung

memimpin

para

pekerja

operasional. Keterampilan LM lebih diutamakan kemampuan teknis


(spesialisasinya), daripada kecakapan manajerialnya.
Prof. Dr. Sondang Siagian, MPA menjelaskan disertai dengan
bagan, pertama, kebutuhan manajerial dari sisi human skills dan
keterampilan teknis, kedua, cara berfikir para manajer, ketiga kerangka
koseptual manajer, dan keempat sifat pengetahuan yang diperlukan.
Bagan yang pertama Keterampilan Manajerial
H.
S

M.
P
H.
S

M.
M
M.
R

T. S
T. S

H.
S

T. S

TENAGA PELAKSANA
Keterangan : M. P
M. M
M. R
H. S
T. S

:
:
:
:
:

6
Manajemen Puncak
Manajemen Madya
Manajemen Rendah
Human Skills
Technical Skills

T. S

Bagan di atas menunjukkan perbandingan dua jenis keterampilan


yang

perlu

dimiliki

oleh

setiap orang

yang menduduki jabatan

manajerial, meskipun tidak dalam skala yang persis terlihat pada bagan
tersebut. Dari bagan tersebut terlihat bahwa semakin tinggi kedudukan
seseorang dalam jenjang kepemimpinan dalam suatu organisasi,
keterampilan teknisnya semakin tidak relevan dan sebaliknya human
skillsnya semakin dominan.
Bagan kedua Cara Berpikir Para Manajerial

Holistik

M.
P
M.
M
M.
R

Atomi
k
Atomik

H.
S

Atomik

H.
S

Atomik

T. P

Keterangan : M. P
M. M
M. R
T. P

:
:
:
:

Manajemen Puncak
Manajemen Madya
Manajemen Rendah
Tenaga Pelaksana

Bagan di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi kedudukan


manajerial yang dipangku oleh seseorang dalam organisasi, cara
berpikir yang dituntut padanya ialah yang bersifat holistic dan
integralistik. Sebaliknya semakin rendah kedudukan seseorang, ia
semakin terlibat dalam hal-hal yang bersifat departemental atau
inkremental, dalam arti pemikirannya pada dasarnya terbatas hanya
7

pada bagian-bagian tertentu dalam organisasi meskipun keterikatannya


pada organisasi sebagai keseluruhan tetap dipertahankan. Pada tingkat
pelaksana cara berpikir yang diperlukan cukup bersifat atomik, yaitu
terbatas hanya pada tugas yang harus dilaksanakannya.

Bagan ketiga, Kerangka Konseptual yang digunakan dalam berfikir


dan bertindak.
Strategik

M.
P
M.
M
M.
R

Tekni
s

Taktik

Tekni
s

Teknis

Operasiona
l
Operasional

T. P

Keterangan : M. P
M. M
M. R
T. S

:
:
:
:

Manajemen Puncak
Manajemen Madya
Manajemen Rendah
Tenaga Pelaksana

Bagan di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi kedudukan


manajerial seseorang secara hirarki jabatan dalam organisasi, kerangka
konseptual

yang

diharapkan

padanya

menyangkut

hal-hal

yang

strategik. Pada manajerial tingkat madya memusatkan perhatian pada


taktik-taktik

yang

diperlukan.

Pada

manajerial

rendah,

kerangka

konseptualnya terletak pada hal-hal yang bersifat teknis dan kegiatan


oprasional.
Bagan keempat, Sifat Pengetahuan yang diperlukan oleh para
manajer dalam mengemudikan organisasi ialah dengan mengetahui
8

sifat pengetahuan yang dituntut. Secara umum dapat dikatakan bahwa


semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi, pengetahuan
yang dituntut padanya adalah cara berfikir generalis. Sebaliknya
semakin rendah kedudukan manajerial seseorang, pengetahuan yang
diharapkan diterapkannya semakin bersifat spesialistik dan teknis
karena

lebih

mengarah

pada

pelaksanaan

berbagai

operasional.

Bagannya sebagai berikut.

Generalis

M.
P
M.
M
M.
R

Spesial
is

Generalis

Spesialis

Generali
s

Spesialis

T. P

Teknis

Keterangan : M. P
M. M
M. R
T. P

:
:
:
:

Manajemen Puncak
Manajemen Madya
Manajemen Rendah
Tenaga Pelaksana

kegiatan

2) Kepemimpinan akademik bagi seorang pemimpin pendidikan sangat penting


karena akan sangat menentukan keberhasislan sekolah (succesfull school).
a. Konsep dan praktek Kepemimpinan akademik dalam institusi pendidikan

Kepala sekolah memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai educator, manajer,
administrator, supervisor, leader, inovator, motivator. Fungsi pemimpin educator
bisa disebut juga sebagai instructional leader (kepemimpinan pembelajaran).
Kepemimpinan pembelajaran masih sangat minim dilaksanakan di sekolah-sekolah.
Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa kepala sekolah yang memfokuskan
kepemimpinan pembelajaran menghasilkan prestasi belajar siswa yang lebih baik
daripada kepala sekolah yang kurang memfokuskan pada kepemimpinan
pembelajaran. Kepala Sekolah yang berperan sebagai educator harus mampu
melaksanakan kepemimpinan pembelajaran. Sekolah memiliki misi utama yaitu
mendidik semua siswa dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk
memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk
menjadi orang dewasa yang sukses dan mampu menghadapi masa depan yang sarat
dengan tantangan-tantangan.
Pentingnya kepemimpinan pembelajaran yang kuat agar sekolah menjadi efektif,
diulas oleh Hallinger dan Heck (1993). Mereka mereview mengenai beberapa
penelitian empirik peran kepemimpinan pembelajaran dalam menghasilkan capaian
lulusan yang baik, menyimpulkan bahwa meskipun kepemimpinan pembelajaran
tidak secara langsung berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, namun
pengaruhnya kepada pencapaian hasil dapat terjadi secara tidak langsung.
Kepemimpinan pembelajaran mencakup perilaku-perilaku kepala sekolah dalam
10

merumuskan dan mengkomunikasikan tujuan sekolah, memantau, mendampingi,


dan memberikan umpan balik dalam pembelajaran, membangun iklim akademik,
dan memfasilitasi terjadinya komunikasi antar staf.
Pengaruh kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership) terhadap
peningkatan hasil belajar siswa sudah tidak diragukan lagi. Sejumlah ahli
pendidikan telah melakukan penelitian tentang pengaruh kepemimpinan
pembelajaran terhadap peningkatan hasil belajar.
Artinya, jika hasil belajar siswa ingin dinaikkan, maka kepemimpinan yang
menekankan pada pembelajaran harus diterapkan. Untuk lebih jelasnya, berikut
dibahas tentang arti, tujuan, pentingnya kepemimpinan pembelajaran, butir-butir
penting kepemimpinan pembelajaran, dan kontribusi kepemimpinan pembelajaran
terhadap hasil belajar.
1. Arti Kepemimpinan Pembelajaran
Kepemimpinan pembelajaran sebagai upaya memimpin para guru agar mengajar
lebih baik yang pada gilirannya dapat memperbaiki prestasi anak didiknya (Daresh
dan Playco,1995).
Patterson (1993) mendefinisikan kepemimpinan pembelajaran yang efektif adalah
meliputi : a). kepala sekolah mensosialisasikan dan menanamkan isi dan makna visi
sekolahnya dengan baik; b).kepala sekolah melibatkan para pemangku kepentingan
dalam pengelolaan manajemen sekolah; c).kepala sekolah memberikan dukungan
terhadap pembelajaran;d).kepala sekolah melakukan pemantauan terhadap proses
pembelajaran sehingga lebih memahami dan menyadari apa yang terjadi di sekolah;
e).kepala sekolah berperan sebagai fasilitator sehingga kepala sekolah mengetahui
dan dapat membantu mengatasi masalah pembelajaran.
Secara umum makna kepemimpinan pembelajaran adalah kepemimpinan yang
memfokuskan/menekankan pada pembelajaran yang komponen-komponennya meliputi
kurikulum, proses belajar mengajar, asesmen, penilaian, pengembangan guru, layanan
prima dalam pembelajaran, dan pembangunan komunitas belajar di sekolah.
2. Tujuan Kepemimpinan Pembelajaran
Tujuan utama kepemimpinan pembelajaran adalah memberikan layanan prima
kepada semua siswa agar mereka mampu mengembangkan potensinya untuk
menghadapi masa depan yang belum diketahui dan sarat dengan tantangantantangan yang sangat turbulen.
11

Dengan kata-kata lain, tujuan kepemimpinan pembelajaran adalah untuk


memfasilitasi pembelajaran agar siswanya meningkat: prestasi belajarnya, kepuasan
belajarnya, motivasi belajarnya, keingintahuannya, kreativitasnya, inovasinya, jiwa
kewirausahaannya, dan kesadarannya untuk belajar sepanjang hayat karena ilmu
pengetahuan dan teknologi serta seni berkembang dengan pesat.
3. Pentingnya Kepemimpinan Pembelajaran
Kepemimpinan pembelajaran sangat penting untuk diterapkan disekolah karena
mampu: (1)meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan; (2) memberikan
dorongan dan arahan terhadap warga sekolah untuk meningkatkan prestasi belajar
siswanya; (3) memfokuskan kegiatan-kegiatan warganya untuk menuju pencapaian
visi, misi, dan tujuan sekolah; dan (4) membangun komunitas belajar warganya dan
bahkan mampu menjadikan sekolahnya sebagai sekolah belajar (learning school).
Sekolah belajar memiliki perilaku-perilaku sebagai berikut: memberdayakan warga
sekolah seoptimal mungkin, memfasilitasi warga sekolah untuk belajar terus dan
belajar ulang, mendorong kemandirian setiap warga sekolahnya, memberi
kewenangan dan tanggungjawab kepada warga sekolahnya, mendorong warga
sekolah untuk akuntabilitas terhadap proses dan hasil kerjanya, mendorong
teamwork yang (kompak, cerdas, dinamis, harmonis, dan lincah/cepat tanggap
terhadap pelanggan utama yaitu siswa), mengajak warga sekolahnya untuk
menjadikan sekolahnya berfokus pada layanan siswa, mengajak warga sekolahnya
untuk siap dan akrab menghadapi perubahan, mengajak warga sekolahnya untuk
berpikir sistem, mengajak warga sekolahnya untuk komitmen terhadap keunggulan
mutu, dan mengajak warga sekolahnya untuk melakukan perbaikan secara terusmenerus.

12

b. Perbandingan model kepemimpinan akademik

Model Hallinger dan Murphy terdiri empat dimensi dan 11 deskriptor yang dapat
diringkas seperti tabel berikut sebagai berikut.
Tabel 1. Dimensi dan Deskriptor
Dimensi
Merumuskan misi
Mengelola Program
pembelajaran
Membangun iklim sekolah

Deskriptor
Merumuskan tujuan sekolah
Mengkomunikasikan tujuan sekolah
Mensupervisi dan mengevaluasi pembelajaran
Mengkoordinasikan kurikulum
Memonitor kemajuan pembelajaran siswa
Mengkontrol alokasi waktu pembelajaran
Mendorong pengembangan profesi
Memfokuskan pencapaian visi
Menyediakan insentif bagi guru
Menetapkan standar akademi
Memberikan insentif bagi siswa

Model Murphy (1990)


Murphy mengembangkan empat dimensi kepemimpinan yang selanjutnya diurai menjadi
14 peran atau perilaku. Kerangka kerja (model) tersebut diringkas sebagai berikut.
Tabel 2. Dimensi dan Peran atau Perilaku
Dimensi
Mengembangkan misi
tujuan
Mengembangkan fungsi
produksi pendidikan

Peran atau Perilaku


dan Merumuskan tujuan sekolah
Mengkomunikasikan tujuan sekolah
Mendorong pembelajaran bermutu
Mensupervisi pembelajaran
Mengontrol alokasi waktu pembelajaran
Mengkoordinasikan kurikulum
Memonitor kemajuan pembelajaran siswa
Mendorong iklim pembelajaran Membangun standardan harapan positif
akademis
Memfokuskan pencapaian visi
Menyediakan insentif bagi guru dan siswa
Mendorong pengembangan profesi
13

Mengembangkan lingkungan
kerja yang mendukung

Menciptakan lingkungan kerja yang tertib dan


aman
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
terlibat secara bermakna
Mengembangkan kolaborasi dan ikatan kohesif
diantara staf
Menjamin siumber-sumber dari luar mendukung
pencapaian tujuan sekolah
Membangun ikatan antara sekolah dengan
keluarga siswa

Model Weber (1996)


Weber mengidentifikasi lima domain utama kepemimpinan pembelajaran tanpa
menguraikannya lagi secara lebih detil. Kelima domain utama tadi adalah :
1. Merumuskan misi sekolah,
2. Mengelola kurikulum dan pembelajaran,
3. Mendorong terciptanya iklim belajar yang positif,
4. Mengobservasi dan memperbaiki pembelajaran, dan
5. Melakukan penilaian program pembelajaran.
Waters, Marzano, & Mc Nulty (2003)
McNulty, Waters and Marzano (2005) emphasizes that a head teachers duties in school is
not only limited to routine administrative work but he / she is also required to utilise all
the sources and human capital under his administration, especially teachers so that they are
able to contribute effectively and are committed in their work.
Berpendapat bahwa

pemimpin akademik haruslah peka terhadap situasi, mempunyai

kemahiran untuk menstimulasikan intelek dalam kalangan guru-guru dan staf yang
dipimpinnya,

menjadi

agen

perubahan,

melibatkan

warga

sekolah

dalam

mengimplementasikan sesuatu kebijakan dan keputusan, sentiasa memastikan wujud


budaya yang srhat, sentiasa mengawal dan menilai keberkesanan amalan-amalan di
sekolah dan kesannya kepada pembelajaran murid.

14

3) Dalam konsep kepemimpinan transformasional, indikator keberhasilan


pemimpin ditentukan oleh kemampuannya dalam mengubah paradigma
bawahan dari mutu tradisional menjadi mutu modern.
a. Mutu tradisional dan mutu modern
Upaya perbaikan pengelolaan sekolah haruslah sangat diperhatikan dan menjadi
program utama sekolah, demi mencapai peningkatan mutu sekolah yang lebih berkualitas
dan unggul. Upaya upaya yang dilakukan sekolah sekolah dalam peningkatan mutu
sekolah agar mencapai menjadi sebuah excellent school maka tolok ukur yang ada adalah
dimuai dari bagaimana programprogram yang ada disekolah, baik input, proses, outpun
(lulusan disekoah tersebut), maupun outcome.
Selanjutnya, perkembangan masyarakat di era globalisasi sangat kompetitif
sehingga setiap individu dalam berkehidupan sosial harus memiliki kapasitas lebih dan
berkwlitas tinggi. Demikian halnnya dengan penempuhan jenjang pendidikan, masyarakat
sekarang telah cerdas untuk memilih dan menilai sebuah lembaga pendidikan yang unggul.
Dengan adanya hal tersebut, maka telah menjadi sebuah tuntutan besar dan kewajiban
masing masing sekolah mencapai kwalitas yang tinggi untuk menyatakan diri sebagai
excellent school.
Kemudian, guna untuk menyelaraskan keinginan sekolah dan kebutuhan
masyarakat maka TQM akan menjawab semua kebutuhan masyarakat yang ada. Menurut
Edward Sallis TQM mempunyai filosofi perbaikan secara terus menerus, hal tersebut
kemudian dikembangka oleh Hadari Nawawi dalam Umiarso, TQM adalah manajemen
fungsional dengan pendekatan secara terus menerus difokuskan pada peningkatan kualitas
dari masyarakat yang dilayani dengan pelaksanaan tugas pelayanan umum (public service)
dan pembangunan masyarakat (community development). Adanya pengertian tersebut dapat
secara langsung kita artikan bahwa TQM merupakan unit pelayanan pendidikan yang
mengacu pada Need of Costumers Education. Sehingga tujuan sekolah dan kebutuhan
sekolah dapat berjalan berdampingan membentuk dan membangun sebuah excellent
school.
Selain itu, Kepemimpinan Kepala sekolah sangat berperan besar untuk mencapai
sebuah excellent school (Sekolah unggul) hal ini sesuai dengan pernyataan Umiarso dan
15

Imam Gojali yaitu Kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan peran vital dalam
manajerial sekolah. Dengan adanya peran yang sangat vital tersebut maka seorang kepala
sekolah harus mempunyai kemampuan untuk memimpin dan mempunyai model
kepemimpinan sesuai dengan situasi yang dibutuhkan saat ini. Yang dimana model tersebut
harus mempunyai efek positif terhadap anggotanya yang akan bekerja untuk organisasi
atau lembaga didalamnya sehingga anggota yang mengikutinya dapat bekerja secara
maksimal dan sinergis.
Permasalahan model kepemimpinan kepala sekolah dapat dijawab oleh Model
Kepemimpinan Transformasional. Menurut Burns dalam Yukl (1998:130) kepemimpinan
transformasional diartikan sebagai: transformational leadership as a process where
leader and followers engage in a mutual process of raising one another to higher levels of
morality and motivation. Yang berarti kepemimpinan transformasional merupakan suatu
proses dimana pemimpin dan pengikutnya bersama-sama saling meningkatkan dan
mengembangkan

moralitas

dan

motivasinya.

Melalui

model

kepemimpinan

transformasional, kepala sekolah dapat dengan mudah menjalankan fungsi, tugas, dan
perannya sebagai pemimpin sekolah. Dengan model kepemimpinan transformasional
kepala sekolah dapat mengimbangi penerapan TQM yang mana seorang pemimpin harus
mampu menerjemahkan kebijakan yang jelas dan tujuan yang spesifik sehingga dapat
membangun excellent school secara efektif dan efisien.

16

b. Penerapan Heart-Head-Hand
Globalisasi membuat banyak orang terbuai dengan teknologi yang canggih,
sehingga melupakan aspek-aspek lain dalam kehidupannya, seperti pentingnya
membangun relasi dengan orang lain, perlunya melakukan aktivitas sosial di dalam
masyarakat, pentingnya menghargai sesama lebih daripada apa yang berhasil
dibuatnya, dan lain-lain.
Seringkali teknologi yang dibuat manusia untuk membantu manusia tidak lagi
dikuasai oleh manusia tetapi sebaliknya manusia yang terkuasai oleh kemajuan
teknologi. Manusia tidak lagi bebas menumbuhkembangkan dirinya menjadi
manusia seutuhnya dengan segala aspeknya. Keberadaan manusia pada zaman ini
seringkali diukur dari to have (apa saja materi yang dimilikinya) dan to do (apa
saja yang telah berhasil/tidak berhasil dilakukannya) daripada keberadaan pribadi
yang bersangkutan (to be atau beingnya). Dalam pendidikan perlu ditanamkan
sejak dini bahwa keberadaan seorang pribadi, jauh lebih penting dan tentu tidak
persis sama dengan apa yang menjadi miliknya dan apa yang telah dilakukannya.
Sebab manusia tidak sekedar pemilik kekayaan dan juga menjalankan suatu fungsi
tertentu. Pendidikan yang humanis menekankan pentingnya pelestarian eksistensi
manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya, sebagai
manusia yang utuh berkembang (menurut Ki Hajar Dewantara menyangkut daya
cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif)). Singkatnya, educate
the head, the heart, and the hand !
Di tengah-tengah maraknya globalisasi komunikasi dan teknologi, manusia
makin bersikap individualis. Mereka gandrung teknologi, asyik dan terpesona
dengan penemuan-penemuan/barang-barang baru dalam bidang iptek yang serba
canggih, sehingga cenderung melupakan kesejahteraan dirinya sendiri sebagai
pribadi manusia dan semakin melupakan aspek sosialitas dirinya. Oleh karena itu,
pendidikan dan pembelajaran hendaknya diperbaiki sehingga memberi
keseimbangan pada aspek individualitas ke aspek sosialitas atau kehidupan
kebersamaan sebagai masyarakat manusia. Pendidikan dan pembelajaran

17

hendaknya juga dikembalikan kepada aspek-aspek kemanusiaan yang perlu


ditumbuhkembangkan pada diri peserta didik.
Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia, melihat manusia lebih pada sisi
kehidupan psikologiknya. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta,
karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan
semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada
satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia.
Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual
belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan ternyata
pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta,
dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus
akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi.
Dari titik pandang sosio-anthropologis, kekhasan manusia yang
membedakannya dengan makhluk lain adalah bahwa manusia itu berbudaya,
sedangkan makhluk lainnya tidak berbudaya. Maka salah satu cara yang efektif
untuk menjadikan manusia lebih manusiawi adalah dengan mengembangkan
kebudayaannya. Persoalannya budaya dalam masyarakat itu berbeda-beda. Dalam
masalah kebudayaan berlaku pepatah:Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain
ikannya. Manusia akan benar-benar menjadi manusia kalau ia hidup dalam
budayanya sendiri. Manusia yang seutuhnya antara lain dimengerti sebagai manusia
itu sendiri ditambah dengan budaya masyarakat yang melingkupinya.
Ki Hajar Dewantara sendiri dengan mengubah namanya ingin menunjukkan
perubahan sikapnya dalam melaksanakan pendidikan yaitu dari satria pinandita ke
pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual
yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi
bangsa dan negara. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi
yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri
untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi
pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik
pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru
kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh karena itu, nama Hajar Dewantara
sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran,
18

keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan di
bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial
kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan
dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang
merupakan perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita
juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.
Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa. Merdeka baik secara
fisik, mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh tertib
damainya kehidupan bersama dan ini mendukung sikap-sikap seperti keselarasan,
kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggungjawab dan
disiplin. Sedangkan maksud pendirian Taman Siswa adalah membangun budayanya
sendiri, jalan hidup sendiri dengan mengembangkan rasa merdeka dalam hati setiap
orang melalui media pendidikan yang berlandaskan pada aspek-aspek nasional.
Landasan filosofisnya adalah nasionalistik dan universalistik. Nasionalistik
maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik
secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada
hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak
Tuhan. Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta,
kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia. Suasana
yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada
kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masingmasing anggotanya. Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan
hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara
fisik, mental dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan
aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan
hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing
pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa
percaya diri, mengembangkan hara diri; setiap orang harus hidup sederhana dan
guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi
kebahagiaan para peserta didiknya. Peserta didik yang dihasilkan adalah peserta
didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi
anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya
dan kesejahteraan orang lain. Metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan
19

ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan
pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Yang dimaksud
dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh
dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan
menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara
pepatah ini sangat tepat yaitu educate the head, the heart, and the hand.
Guru yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar (fasilitator); dalam
hubungan (relasi dan komunikasi) dengan peserta didik dan anggota komunitas
sekolah; dan juga relasi dan komunikasinya dengan pihak lain (orang tua, komite
sekolah, pihak terkait); segi administrasi sebagai guru; dan sikap
profesionalitasnya. Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain: keinginan
untuk memperbaiki diri dan keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman.
Maka penting pula membangun suatu etos kerja yang positif yaitu: menjunjung
tinggi pekerjaan; menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan
untuk melayani masyarakat. Dalam kaitan dengan ini penting juga
performance/penampilan seorang profesional: secara fisik, intelektual, relasi sosial,
kepribadian, nilai-nilai dan kerohanian serta mampu menjadi motivator. Singkatnya
perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif dan kolaboratif
demi pemanusiaan secara utuh setiap peserta didik.
Akhirnya kita perlu menyadari bahwa tujuan pendidikan adalah memanusiakan
manusia muda. Pendidikan hendaknya menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih
manusiawi, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab
atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan berkeahlian.

20

c. Moral authority adalah pondasi utama seorang pemimpin


Dalam Collins Cobuild Dictionary (1990: 987) dijelaskan tentang moral
yakni: 1) Morality is the idea that some forms of behaviour are right, proper,
acceptable and that other forms of behaviour are bad or wrong, either in your
own opinion or society; 2) Morality is the quality or state of being right, proper, or
acceptable in particular situation. Dibalik kedua istilah ini, tersirat nuansa dua
tradisi pemikiran filsafat moral yang berbeda (Haryatmoko, 2011). Makna ethos
adalah suatu cara berfikir dan merasakan, cara bertindak dan bertingkah laku
yang memberi ciri khas kepemilikan seseorang terhadap kelompok. Menurut
Haryatmoko (2011), moral merupakan wacana normatif dan imperatif yang
diungkapkan dalam kerangka baik/buruk, benar/salah yang dianggap nilai mutlak
atau transeden, sedangkan etika difahami sebagai refleksi filosofis tentang
moral, dan lebih merupakan wacana normatif. Etika dipandang sebagai seni
hidup yang mengarahkan kepada kebahagian dan kebijaksanaan. Perilaku
bermoral menurut Elizabeth Harlock (1982) adalah perilaku yang dapat diterima
oleh kelompok sosial dimana kita berada. Oleh karena itu, perilaku yang
dianggap bermoral dalam komunitas tertentu, belum tentu dianggap bermoral
juga dalam kelompok atau komunitas lainnya. Perilaku yang dianggap bermoral
di negara-negara barat seringkali dianggap tidak bermoral bila perilaku yang
sama dilakukan di Indonesia atau di negara-negara timur lainnya. Perilaku yang
dianggap bermoral dilakukan oleh suku tertentu di Indonesia, belum tentu
perilaku yang sama dianggap bermoral apabila dilakukan di wilayah suku
lainnya. Atau perilaku tertentu dianggap bermoral apabila dilakukan dalam
tempat dan situasi tertentu, tapi dianggap tidak bermoral kalau perilaku yang
sama dilakukan pada tempat dan situasi yang berbeda.
Tidak sedikit masyarakat maupun organisasi yang menganggap bahwa
kepemimpinan adalah given (pemberian/anugerah) semata, tidak perlu upaya
dan proses panjang. Sang satria piningit (pemimpin) sudah ada dengan
sendirinya, terlahir dengan sendirinya tinggal ditunggu kemunculannya. Padahal
kondisi yang kita amati dalam berbangsa dan bernegara, pembentukkan
21

kepemimpinan itu merupakan suatu proses kaderisasi dan seleksi alam yang
cukup panjang, karena sangat erat dengan peristiwa sosial-politik yang sedang
terjadi. Pemimpin yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah para
pemimpin bangsa dan negara pada segenap strata kehidupan nasional dalam
bidang/sektor profesi di suprastruktur, infrastruktur dan substruktur, baik formal
maupun informal yang memiliki kewenangan (authority) atau pengaruh
(influence) untuk mengarahkan kehidupan berbangsa dan bernegara guna
terwujudnya masyarakat madani dalam rangka menjamin keutuhan negara. Secara
struktural para pemimpin dimaksud terdiri dari pejabat yang berada didalam
lembaga-lembaga pemerintahan negara dan pimpinan lembagalembaga yang
berkembang dalam masyarakat, yang secara fungsional berperan dan berkewajiban
memimpin orang dan atau lembaga yang dipimpinnya dalam upaya mewujudkan
cita-cita dan tujuan bernegara. Oleh karenanya baik secara individual maupun
institusional para pemimpin tersebut harus senantiasa menjaga komitmennya
dengan nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan bangsa dan negara. Dengan demikian
selain kepala negara/eksekutif beserta kabinet/pemerintahannya, elemen
kepemimpinan lain seperti legislatif dan yudikatif juga ikut termasuk dalam
menentukan kinerja institusi kepemimpinan
tersebut.

22

4) Tatkala menjadi pemimpin yang terutama adalah bagaimana kita memiliki


kualitas trianguler yakni intelectual quality, emotional quality dan spiritual
quality yang dilandasi oleh disiplin dan kehormatan yang tinggi (Djokosantoso
Moeljono, 2011).
a. Tiga konsep dalam implementasi memimpin pendidikan
Leadership cant be taught, but can only be learned adalah memang benar.
Kepemimpinan berbeda dengan keilmuan dan manajemen. Kepemimpinan adalah praktek
dan bukan teori saja. Ketika menjadi pemimpin yang utama adalah, bagaiman kita
memiliki kualitas triangular: intellectual quality, emotional quality, dan spiritual
quality, yang dilkitasi oleh sikap disiplin dan kehormatan yang tinggi. Memimpin adalah
amanah, kewajiban, dan bukan hak. (Djokosantoso, 2011)
Pepatah Ing Ngarsa Sun Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani
adalah benar adanya. Dan itu bukan bermakna a professional leader namun juga a
compassionate leader. Compassionate leadership disini bermakna bahwa pemimipin yang
memimpin dengan kasih sayang. Seorang pemimpin unggul tidak hanya profesional, tetapi
harus juga mempunyai rasa kasih sayang. Seorang pemimpin juga harus mampu harus
mampu bersikap tegas. Dia harus bisa marah, akan tetapi kemarahannya harus terukur dan
terstruktur. Jadi haruslah selalu dijaga, apabila terjadi kesalahan seorang bawahan, maka
marahilah kesalahannya, jangan dimarahi individu pribadinya.
Berpikir adalah kegiatan manusia yang paling utama. Setiap perilaku manusia yang
bertujuan, pasti diawali dari proses berpikir. Seorang pemimpin perlu untuk mengetahui
dan memperkirakan perilaku atasan (superior), bawahan (subordinate), maupun rekan
sederajat (peer) dalam usaha untuk mencapai tujuan perusahaan. Perilaku yang bertujuan
digerakkan oleh motivasi. Motivasi dasar manusia adalah untuk mencapai prestasi,
sehingga dibalik motivasi adalah kebutuhan untuk berprestasi. Selain itu, hal yang
mempengaruhi tingkah laku seseorang adalah tingkat kematangan dan kedewasaannya.
Kematangan diartikan kemampuan dan kemauan seseorang untuk bertanggung jawab atas
tingkah lakunya sendiri. Salah satu ciri seorang yang matang adalah menempatkan diri
sama atau menjadi atasan. Seseorang yang menempatkan diri atau sama dengan atasan
23

pada saat harus mengambil keputusan kepada atasannya, akan mengadakan olah batin
seakan-akan dialah atasan tersebut. Pemimpin junior yang mampu melatih olah batin
yang mendalam, diharakan pada gilirannya akan mampu menduduki jabatan yang lebih
tinggi sebagai senior leader. Di dalam manajemen, ada paradigma klasik yakni empat
fungsi pokok yang harus dikelola secara optimal untuk menjamin suatu keberhasilan suatu
perusahaan, meliputi: planning, organizing, leading dan controlling. Dari empat fungsi di
atas ada fungsi tersembunyi yaitu kepemimpinan. Selalu harus ada individu yang
memimpin perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian. Untuk
mencapai tujuan organisasi, maka dalam memimpin seseorang akan mempunyai gaya yang
bebeda-beda dengan pemimpin lainnya. Dengan kata lain, ada kecenderungan seorang
pemimpin untuk menggunakan gaya kemimpinan yang berbeda dalam menghadapi
bawahan yang memiliki beraneka ragam tingkat kedewasaannya. Kepemimpinan adalah
suatu nilai yang dimiliki oleh setiap orang. Kepemimpinan bukanlah sebuah kekuasaan,
melainkan suatu tugas, tanggung jawab, dan pengorbanan.
Dalam buku ini dirumuskan 13 konsep yang dapat dipakai oleh pemimipn
untuk dapat melaksanakan tugas kepemimpinannya secara efektif
(Djokosantoso, 2011).
1.

Kepemimpinan Nabi
Ciri kepemimpinan Nabi Muhammad adalah :
a. Siddiq artinya jujur, benar, berintegritas tinggi, dan terjaga dari
kesalahan.
b. Fathonah artinya cerdas, memiliki intelektualitas tinggi, dan
profesional.
c. Amanah artinya dapat dipercaya dan akuntabel.
d. Tabligh
artinya
senantisa
menyampaikan
risalah
kebenaran.
2. Ajaran Kepemimpinan Jawa
Pada umumnya, filosofi Kepemimpinan Jawa diturunkan dengan
cara tutur tinular. Misalnya ajaran Hasto Broto (8 sifat dari Tuhan),
ajaran kepemimpinan Mahapatih Gadjah Mada
dikenal dengan Pustaka Hasta Dasa Parateming Prabhu,
Kepemimipnan KGPAA Mangkunegara I dengan ajaran Tri Dharma,
Ajaran Ki Hajar Dewantara dengan Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing
Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri HAndayani, ajaran bangsawan
Widiyatmo Santodipuro dengan Ba Lima Laku, dan masih banyak
ajaran yang lain.
3. Menghindari Kesempitan Wawasan
Dalam era informasi, tanpa disadari kita gagal dalam memanfaatkan
informasi karena kesalahan kita sendiri, yaitu membatasi dan menutup
24

4.

5.

6.

7.

8.

diri dari masukan informasi. Kalau kita membatasi diri sendiri, maka
secara abstrak, sebenarnya kita tidak lebih dari bayi dalam guci.
Pemimpin besar adalah pemimpin yang mengetahui ada guci-guci
dalam kehidupan, tetapi guci itu harus berukuran besar sehingga tidak
mengungkungnya dan setiap saat bisa keluar dari guci dan masuk ke
guci yang lain.
Keseimbangan Interaksi
Dalam suatu organisasi, selalu ada interkasi antara atasan, bawahan,
dan rekan sejawat (peers), dimana dalam berinteraksi perlu dijaga
keseimbangan sehingga tidak kecenderungan lebih dominan dalam
berhubungan dengan atasan, bawahan, maupun peers.
Konsep Jari Tangan
Urutan jari menggambarkan mengenai tingkat kematangan manusia
dikaitkan dengan usia fisiknya. Dimulai dari jari kelingking (< 10
tahun) sampai ibu jari (> 45 tahun). Manfaat dari mempelajari konsep
tersebut adalah sebagai seorang Manajer pada tataran (level) manapun,
akan lebih bermanfaat untuk memahami perilaku manusiawi seseorang,
sehingga dalam berkomunikasi untuk mencapai tujuan kita
secara objektif mengerti apa yang melatarbelakangi perilaku
seseorang.
Konsep 3-H
Konsep ini dikemukakan oleh A.R. Tahrir (Direktur Bank
EKSIM), menyampaikan istilah 3-H, yaitu:
a. Human (manusia)
Bersikap manusiawi dalam kehidupan sehari-hari.
b. Humble (rendah hati)
Umumnya sifat rendah hati akan mengundang simpati, terlepas dia
seorang atasan atau bawahan.
c. Humor (kelakar)
Seorang yang punya
selera
humor tinggi, biasanya
diterima oleh kalangannya dengan terbuka. Dalam saat- saat kritis,
kalau seorang bersikap manusiawi sekaligus rendah hati dan
mempunyai selera humor tinggi, seringkali dapat keluar dari krisis
dengan biaya relatif murah.
Kesendirian Seorang Pemimpin
Pesan singkat Raja Philips II If you want to be a king, learn how to be
alone. King has no friends. Makna dari pesan tersebut adalah
keharusan pemimpin untuk berani dalam kesendirianya dalam artian
kemampuannya untuk secara tenang, tegar dan manatap menahan diri
untuk tidak mudah mengeluh atas persoalan yang dihadapi.
Positioning
Konsep positioning (pengambilan posisi) ini memberikan tuntunan
secara praktis bagaimana kita sebaiknya bersikap. Sebagai contoh
adalah dalam mengambil keputusan. Sejak awal kita harus yakin
25

bahwa putusan kita itu benar dan didukung oleh sistem yang ada.
Selanjutnya konsisten dan disiplin pada putusan tersebut, serta
berserah diri kepada Tuhan YME.
9. Analisis Kemungkinan
Sebelum memulai sesuatu ada baiknya masalah dilihat maknanya dari
segala sudut secara lengkap, sehingga sedapat mungkin tidak ada data
informasi yang terlewat. Seorang pemipin harus selalu bisa menemukan
alternatif pemecahan masalah, melainkan bahkan alternatif yang beyond
horizon.
10. Titik Pusat Keseimbangan
Konsep ini diistilahkan pemimpin sebagai The Center gravity of Power.
Sesungguhnya kata kuncinya adalah ada pemimpin yang membuat
orang-orang yang dipimpinnya bangga dipimpin oleh pemimpin
tersebut. Kebanggaan menciptakan kecintaan dan keyakinan. Dua
unsur ini akan menciptakan kepatuhan kepada pemimpin.
11. Kepemimpinan Utuh
Seorang yang ingin menjadi pemimpin berhasil, sebaiknya mempelajari
kiat-kiat agar siap menjadi pemimpin unggul, melalui kepemipinan
utuh. Untuk mampu menjadi pemimpin yang utuh diperlukan
pengetahuan maupun ketrampilan, yang meliputi ketajaman visi,
memilik nilai-nilai luhur dan keberanian, yang semuanya dilkitasi oleh
kompetensi dan didukung oleh kematangan karakter.
12. Etika dan Hukum
Etika adalah pedoman moralitas yang mengacu pada penghargaan yang
tinggi terhadap kemanusiaan. Kepemimpinan professional adalah
kepemimpinan yang mempunyai nilai etika didalamnya. Ketika sebuah
keputusan diambil, maka leadership judgement tidak berhenti di dalam
kompetensi pengambilan keputusan, namun juga di dalam tingkat
kebenaran etis dari suatu putusan. Jika etika dalah value, maka
hukum adalah parktik dari value tersebut. Organisasi yang excellence
adalah organisasi yang dipimpin
oleh CEO yang hands-on to detail, artinya memahami
praktek sampai ke detail, meski tidak usah melakukan
praktik hingga ke detail. Apabila tidak hands-on to detail,
maka dimungkinkan terjadi penyimpangan antara visi dan
praktek di dalam organisasi tersebut.
13. Disiplin dan Kehormatan
Dua aspek yang mempengaruhi keberhasilan sebagai
profesional, adalah aspek disiplin dan kehormatan.
Penerapan disiplin dan kehormatan dalam keseharian
akan sangat membantu dalam pembentukan karakter.
Karakter merupakan pegangan manusia secara universal.
b. Kualitas kepemimpinan yang relevan
26

Kepemimpinan merupakan inti manajemen, sedangkan manajemen adalah inti dari


administrasi. Pada umumnya kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu proses
mempengaruhi aktivitas dari individu maupun kelompok untuk mencapai tujuan dalam
situasi tertentu. Sedangkan Ordway Tead dikutip oleh Kartini Kartono, Kepemipinan
adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Hal senada juga dikemukakan oleh E. Mulyasa bahwa
kepemimpinan sebagai suatu kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan
terhadap pencapaian tujuan. Dalam tulisan lain Sondang P. Siagian mendefinisikan
kepemimpinan adalah Kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan
sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain, terutama
bawahannya, untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang
positif ia memberikan sumbangan nyata dalam pencapaian tujuan organisasi.
Dari beberapa definisi tersebut dapat terlihat beberapa hal , yaitu:
Pertama, Bahwa yang menjadi dasar utama dalam efektifitas kepemimpinan seseorang
bukan pengangkatan atau penunjukannya selaku kepala, akan tetapi penerimaan orang
lain terhadap kepemimpinan yang bersangkutan. Kedua,Efektifitas kepemimpinan
seseorang tercermin dari kemampuan untuk bertumbuh dalam jabatannya.
Ketiga,Efektifitas kepemimpinan itu menuntut adanya kemahiran untuk membaca
situasi. Keempat, Bahwa perilaku seseorang tidak serta merta terbentuk begitu saja tetapi
berproses yang dipengaruhi oleh antara lain faktor genetik, pendidikan dan
pengalaman serta lingkungan.Kelima, Kehidupan organisasional yang dinamis dan serasi
hanya dapat tercipta apabila setiap anggota mau untuk menyesuaikan cara berpikir dan
bertindak dengan kepentingan bersama.
Dalam bahasa lain dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan sedikitnya mencakup
tiga hal yang saling berhubungan, yaitu adanya pemimpin dan karakteristiknya; adanya
pengikut; serta adanya situasi kelompok tempat pemimpin dan pengikut berintegrasi.
Sedangkan definisi supervisi adalah suatu teknik pelayanan yang tujuan utamanya
mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Supervisi adalah suatu aktifitas pembinaan yang
direncanakan untuk membantu para gurudan pegawai sekolah lainya dalam melakukan
pekerjaan mereka secara efektif. Sementara itu H.M. Daryanto setelah mengutip beberapa
pendapat misalnya dari P. Adams dan Frank G. Dickey yang mengatakan Supervision is a
planned program for the improvement of instruction, kemudian Alexander dan Saylor,
27

yang mengatakan supervisi adalah suatu program inservice education dan usaha
memperkembangkan kelompok (group) secara bersama dan beberapa pendapat pakar
lainnya, sampai pada suatu kesimpulan bahwa supervisi itu paling tidak memiliki unsurunsur pokok, yakni tujuan, situasi belajar-mengajar dan supervisor.
Dari beberapa pendapat tentang definisi supervisi tersebut dapatlah dijelaskan bahwa
situasi belajar-mengajar di sekolah akan lebih baik tergantung kepada keterampilan
supervisor sebagai pemimpin. Seorang supervisor yang baik harus memiliki lima
keterampilan dasar , yaitu:(a)Keterampilan dalam hubungan-hubungan
kemanusiaan(b)Keterampilan dalam proses kelompok(c)Keterampilan dalam
kepemimpinan pendidikan(d)Keterampilan dan mengatur personalia sekolah;
dan(e)Keterampilan dalam evaluasi.
Dari pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa supervisi tidak lain dari usaha
memberikan layanan kepada guru-guru, baik secara individual maupun secara kelompok
dalam usaha memperbaiki pengajaran. Kata kunci dari pemberi supervisi pada akhirnya
ialah memberikan layanan dan bantuan.
Berkaitan dengan gaya-gaya kepemimpinan yang pokok, ada tiga yaitu (1) otokratis, (2)
laissez faire, dan (3) demokratis.
Dalam kaitan peran kepemimpinan supervisor, banyak hasil-hasil studi yang
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang terdapat dalam setiap organisasi merupakan
faktor yang berhubungan dengan produktifitas dan efektifitas organisasi. Sutermeister
mengemukakan ada beberapa faktor determinan terhadap produktivitas kerja antara lain
iklim kepemimpinan (leadership elimate), tipe kepemimpinan (type of leadership), dan
pemimpin (leaders).
Dalam kaitannya dengan peranan gaya kepemimpinan supervisor dalam
meningkatkan motivasi guru, perlu dipahami bahwa setiap pemimpin bertanggung jawab
mengarahkan apa yang baik bagi bawahannya, dan dia sendiri harus berbuat baik.
Pemimpin juga harus menjadi contoh, sabar, dan penuh pengertian. Fungsi pemimpin
hendaknya diartikan seperti motto Ki Hajar Dewantoro; Ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karso, tut wuri Handayani. Di sini seorang supervisor harus mampu
menempatkan dirinya menjadi pemimpin yang demokratis dengan mengambil peran
sebagaimana diungkapkan Ki Hajar Dewantoro di atas, sehingga mampu membengkitkan
motivasi bawahannya.

28

5) Iklim akademik akan tumbuh baik di sebuah satuan pendidikan manakala


fungsi-fungsi manajemen terselenggara dengan baik. Budaya akademikpun
secara otomatis akan terbentuk melalui prilaku para personil yang terlibat di
dalamnya.
a. Kriteria terlaksananya fungsi manajemen yang efektif dalam satuan

pendidikan
Merujuk kepada kebijakan Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas
dalam buku Panduan Manajemen Sekolah, berikut ini akan diuraikan secara ringkas
tentang bidang-bidang kegiatan pendidikan di sekolah, yang mencakup :
Manajemen kurikulum
Manajemen kurikulum merupakan subtansi manajemen yang utama di sekolah.
Prinsip dasar manajemen kurikulum ini adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong
guru untuk menyusun dan terus menerus menyempurnakan strategi pembelajarannya.
Tahapan manajemen kurikulum di sekolah dilakukan melalui empat tahap :
Perencanaan;
Pengorganisasian dan koordinasi;
Pelaksanaan; dan
Pengendalian.
Dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Tita Lestari (2006)
mengemukakan tentang siklus manajemen kurikulum yang terdiri dari empat tahap :
Tahap perencanaan; meliputi langkah-langkah sebagai : (1) analisis kebutuhan; (2)
merumuskan dan menjawab pertanyaan filosofis; (3) menentukan disain kurikulum; dan
(4) membuat rencana induk (master plan): pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian.
Tahap pengembangan; meliputi langkah-langkah : (1) perumusan rasional atau dasar
pemikiran; (2) perumusan visi, misi, dan tujuan; (3) penentuan struktur dan isi program;
(4) pemilihan dan pengorganisasian materi; (5) pengorganisasian kegiatan pembelajaran;
(6) pemilihan sumber, alat, dan sarana belajar; dan (7) penentuan cara mengukur hasil
belajar.
Tahap implementasi atau pelaksanaan; meliputi langkah-langkah: (1) penyusunan
rencana dan program pembelajaran (Silabus, RPP: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran);
(2) penjabaran materi (kedalaman dan keluasan); (3) penentuan strategi dan metode
pembelajaran; (4) penyediaan sumber, alat, dan sarana pembelajaran; (5) penentuan cara
29

dan alat penilaian proses dan hasil belajar; dan (6) setting lingkungan pembelajaran
Tahap penilaian; terutama dilakukan untuk melihat sejauhmana kekuatan dan kelemahan
dari kurikulum yang dikembangkan, baik bentuk penilaian formatif maupun sumatif.
Penilailain kurikulum dapat mencakup Konteks, input, proses, produk (CIPP) : Penilaian
konteks: memfokuskan pada pendekatan sistem dan tujuan, kondisi aktual, masalahmasalah dan peluang. Penilaian Input: memfokuskan pada kemampuan sistem, strategi
pencapaian tujuan, implementasi design dan cost benefit dari rancangan. Penilaian proses
memiliki fokus yaitu pada penyediaan informasi untuk pembuatan keputusan dalam
melaksanakan program. Penilaian product berfokus pada mengukur pencapaian proses dan
pada akhir program (identik dengan evaluasi sumatif)
Manajemen Kesiswaan
Dalam manajemen kesiswaan terdapat empat prinsip dasar, yaitu :
1. Siswa harus diperlakukan sebagai subyek dan bukan obyek, sehingga harus didorong
untuk berperan serta dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan yang terkait
dengan kegiatan mereka;
2. Kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi fisik, kemampuan intelektual, sosial
ekonomi, minat dan seterusnya. Oleh karena itu diperlukan wahana kegiatan yang
beragam, sehingga setiap siswa memiliki wahana untuk berkembang secara optimal;
3. Siswa hanya termotivasi belajar, jika mereka menyenangi apa yang diajarkan; dan
4. Pengembangan potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah
afektif, dan psikomotor.
Manajemen personalia
Terdapat empat prinsip dasar manajemen personalia yaitu :
1. dalam mengembangkan sekolah, sumber daya manusia adalah komponen paling
berharga;
2. Sumber daya manusia akan berperan secara optimal jika dikelola dengan baik, sehingga
mendukung tujuan institusional;
3. Kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta perilaku manajerial sekolah sangat
berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pengembangan sekolah; dan
4. Manajemen personalia di sekolah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap warga
dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekolah.
30

Disamping faktor ketersediaan sumber daya manusia, hal yang amat penting dalam
manajamen personalia adalah berkenaan penguasaan kompetensi dari para personil di
sekolah. Oleh karena itu, upaya pengembangan kompetensi dari setiap personil sekolah
menjadi mutlak diperlukan.
Manajemen keuangan
Manajemen keuangan di sekolah terutama berkenaan dengan kiat sekolah dalam
menggali dana, kiat sekolah dalam mengelola dana, pengelolaan keuangan dikaitkan
dengan program tahunan sekolah, cara mengadministrasikan dana sekolah, dan cara
melakukan pengawasan, pengendalian serta pemeriksaan.
Inti dari manajemen keuangan adalah pencapaian efisiensi dan efektivitas. Oleh karena itu,
disamping mengupayakan ketersediaan dana yang memadai untuk kebutuhan
pembangunan maupun kegiatan rutin operasional di sekolah, juga perlu diperhatikan faktor
akuntabilitas dan transparansi setiap penggunaan keuangan baik yang bersumber
pemerintah, masyarakat dan sumber-sumber lainnya.
Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah
Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah merupakan tindakan
yang dilakukan secara periodik dan terencana untuk merawat fasilitas fisik, seperti gedung,
mebeler, dan peralatan sekolah lainnya, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja,
memperpanjang usia pakai, menurunkan biaya perbaikan dan menetapkan biaya efektif
perawatan sarana dan pra sarana sekolah.
Dalam manajemen ini perlu dibuat program perawatan preventif di sekolah dengan cara
pembentukan tim pelaksana, membuat daftar sarana dan pra saran, menyiapkan jadwal
kegiatan perawatan, menyiapkan lembar evaluasi untuk menilai hasil kerja perawatan pada
masing-masing bagian dan memberikan penghargaan bagi mereka yang berhasil
meningkatkan kinerja peralatan sekolah dalam rangka meningkatkan kesadaran merawat
sarana dan prasarana sekolah.
Sedangkan untuk pelaksanaannya dilakukan : pengarahan kepada tim pelaksana,
mengupayakan pemantauan bulanan ke lokasi tempat sarana dan prasarana,
menyebarluaskan informasi tentang program perawatan preventif untuk seluruh warga
sekolah, dan membuat program lomba perawatan terhadap sarana dan fasilitas sekolah
untuk memotivasi warga sekolah.
31

Manajemen Kinerja Guru


Dalam perspektif manajemen, agar kinerja guru dapat selalu ditingkatkan dan
mencapai standar tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance
management). Dengan mengacu pada pemikiran Robert Bacal (2001) dalam bukunya
Performance Management di bawah ini akan dibicarakan tentang manajemen kinerja guru.
Robert Bacal mengemukakan bahwa manajemen kinerja, sebagai : sebuah proses
komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara seorang
karyawan dan penyelia langsungnya. Proses ini meliputi kegiatan membangun harapan
yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Ini merupakan
sebuah sistem. Artinya, ia memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus diikut sertakan,
kalau sistem manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi organisasi,
manajer dan karyawan.
Dari ungkapan di atas, maka manajemen kinerja guru terutama berkaitan erat
dengan tugas kepala sekolah untuk selalu melakukan komunikasi yang berkesinambungan,
melalui jalinan kemitraan dengan seluruh guru di sekolahnya. Dalam mengembangkan
manajemen kinerja guru, didalamnya harus dapat membangun harapan yang jelas serta
pemahaman tentang :
Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para guru.
1. Seberapa besar kontribusi pekerjaan guru bagi pencapaian tujuan pendidikan di
sekolah.melakukan pekerjaan dengan baik
2. Bagaimana guru dan kepala sekolah bekerja sama untuk mempertahankan,
memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja guru yang sudah ada sekarang.
3. Bagaimana prestasi kerja akan diukur.
4. Mengenali berbagai hambatan kinerja dan berupaya menyingkirkannya.
Selanjutnya, Robert Bacal mengemukakan pula bahwa dalam manajemen kinerja
diantaranya meliputi perencanaan kinerja, komunikasi kinerja yang berkesinambungan dan
evaluasi kinerja.
Perencanaan kinerja merupakan suatu proses di mana guru dan kepala sekolah
bekerja sama merencanakan apa yang harus dikerjakan guru pada tahun mendatang,
menentukan bagaimana kinerja harus diukur, mengenali dan merencanakan cara mengatasi
kendala, serta mencapai pemahaman bersama tentang pekerjaan itu.

32

Komunikasi yang berkesinambungan merupakan proses di mana kepala sekolah


dan guru bekerja sama untuk saling berbagi informasi mengenai perkembangan kerja,
hambatan dan permasalahan yang mungkin timbul, solusi yang dapat digunakan untuk
mengatasi berbagai masalah, dan bagaimana kepala sekolah dapat membantu guru. Arti
pentingnya terletak pada kemampuannya mengidentifikasi dan menanggulangi kesulitan
atau persoalan sebelum itu menjadi besar.
Evaluasi kinerja adalah salah satu bagian dari manajemen kinerja, yang merupakan
proses di mana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab
pertanyaan, Seberapa baikkah kinerja seorang guru pada suatu periode tertentu ?.
Metode apapun yang dipergunakan untuk menilai kinerja, penting sekali bagi kita untuk
menghindari dua perangkap. Pertama, tidak mengasumsikan masalah kinerja terjadi secara
terpisah satu sama lain, atau selalu salahnya guru. Kedua, tiada satu pun taksiran yang
dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang apa yang terjadi dan mengapa. Penilaian
kinerja hanyalah sebuah titik awal bagi diskusi serta diagnosis lebih lanjut.
Sementara itu, Karen Seeker dan Joe B. Wilson (2000) memberikan gambaran tentang
proses manajemen kinerja dengan apa yang disebut dengan siklus manajemen kinerja, yang
terdiri dari tiga fase yakni perencanaan, pembinaan, dan evaluasi.
b. Keseluruhan fungsi manajemen merupakan kesatuan yang sistemik

Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan
melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam
melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.
Dalam rangka pencapaian tujuan ada lima kombinasi fungsi fundamental yang
paling umum. Kombinasi tersebut dibaca dari atas ke bawah akan terlihat A terdiri
dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), memberi dorongan
(actuating), dan pengawasan (controlling). B terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, memberi motivasi (motivating), dan pengawasan. C terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, staffing, memberi pengarahan
(directing) dan pengawasan. D terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, staffing, memberi pengarahan, pengawasan,
inovasi dan memberi peranan. E terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, memberi motivasi, pengawasan dan koordinasi.
(R. George Terry, 2000 : 16)
Untuk lebih jelasnya lihat gambar di bawah ini :
33

Manajer
A

Perencanaan
Pengorganisasian
Penempata
n
Dorongan

Penempata
n
Motivasi

Motivasi

Pengaraha
n

Pengaraha
n

Pengawasan

Inovasi

Koordinasi

Representi
ng

Tujuan
Suatu hal yang menarik perhatian bahwa tiap kombinasi ada tiga
fungsi yang sama, yakni (a) perencanaan, (b) pengorganisasian,
dan (c) pengawasan. Ada perbedaan tentang fungsi-fungsi
lainnya. Misalnya, apakah harus memsukkan actuating atau
motivating ke dalam kombinasi tersebut atau dikeluarkan sama
sekali dan justru memasukkan fungsi staffingdan directing ke
dalamnya? Ada yang berpendapat bahwa staffing sudah
merupakan bagian dari organizing dan directing adalah bagian
dari actuating atau motivating, dan seperti dipelihatkan dalam
gambar di atas, ada juga yang berkeyakinan bahwa innovating,
34

refresenting dan coordinating merupakan fungsi-fungsi yang


fundamental (R. George Terry, 2000 : 16-17)
Fungsi manajemen yang dikemukakan oleh para ahli tidak sama.
Hal ini disebabkan latar belakang mereka, pendekatan yang dilakukan
tidak

sama.

Untuk

bahan

perbandingan

tentang

fungsi-fungsi

manajemen menurut ahli manajemen sebagai berikut (H. Malayu S. P.


Hasibuan, 2004 :8)

G. R. Terry

Louis A.

John F. Mee

MC. Namara

Allen

1. Planning

Planning

Leading

Planning

2. Organizing

Organizing

Planning

Programming

3. Actuating

Motivating

Organizing

Budgeting

4. Controling

Controling

Controlling

System

Henry Fayol

Harold Koontz
dan Cyril
ODonnel

Dr. S. P.
Siagian

Prof. Drs. Oey


Liang Lee

1. Planning

Planning

Planning

Perencanaan

2. Organizing

Organizing

Organizing

Pengorganisasia

3. Commanding

Staffing

Motivating

4. Coordinating

Directing

Controlling

Pengarahan

5. Controlling

Controlling

Evaluating

Pengkordinasiaa

W. H. Newman

Luther Gullick

Lyndall F.
Urwick

1. Planning

Planning

Forecasting

2. Organizing

Organizing

Planning

3. Assembling

Staffing

Organizing

4. Directing

Directing

Commanding

5. Controlling

Coordinating

6. _________

Reporting

Controlling

7. _________

Budgeting

__________

Resources
35 Coordinating

n
John D. Millet
Directing

Facilitating

c. Perbedaan iklim akademik dengan budaya akademik

Budaya Akademik (Academic Culture) dapat dipahami sebagai


suatu totalitas dari kehidupan dan kegiatan akademik yang dihayati,
dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat akademik, di lembaga
pendidikan tinggi dan lembaga penelitian.
Kehidupan dan kegiatan akademik diharapkan selalu berkembang,
bergerak maju bersama dinamika perubahan dan pembaharuan sesuai
tuntutan zaman. Perubahan dan pembaharuan dalam kehidupan dan
kegiatan akademik menuju kondisi yang ideal senantiasa menjadi
harapan dan dambaan setiap insan yang mengabdikan dan
mengaktualisasikan diri melalui dunia pendidikan tinggi dan penelitian,
terutama mereka yang menggenggam idealisme dan gagasan tentang
kemajuan. Perubahan dan pembaharuan ini hanya dapat terjadi apabila
digerakkan dan didukung oleh pihak-pihak yang saling terkait, memiliki
komitmen dan rasa tanggung-jawab yang tinggi terhadap
perkembangan dan kemajuan budaya akademik.
Budaya akademik sebenarnya adalah budaya universal. Artinya, dimiliki
oleh setiap orang yang melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik.
Membangun budaya akademik bukan perkara yang mudah. Diperlukan
upaya sosialisasi terhadap kegiatan akademik, sehingga terjadi
kebiasaan di kalangan akademisi untuk melakukan norma-norma
kegiatan akademik tersebut.
Pemilikan budaya akademik ini seharusnya menjadi idola semua
insan akademisi perguruaan tinggi, yakni dosen dan mahasiswa. Derajat
akademik tertinggi bagi seorang dosen adalah dicapainya kemampuan
akademik pada tingkat guru besar (profesor). Sedangkan bagi
mahasiswa adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik yang
setinggi-tingginya.
Khusus bagi mahasiswa, faktor-faktor yang dapat menghasilkan prestasi
36

akademik tersebut ialah terprogramnya kegiatan belajar, kiat untuk


berburu referensi aktual dan mutakhir, diskusi substansial akademik,
dsb. Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan dapat
dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap
dapat menjadi kebiasaan dalam perilaku tenaga akademik dan
mahasiswa dalam proses pendidikan di perguruaan tinggi.
Oleh karena itu, tanpa melakukan kegiatan-kegiatan akademik,
mustahil seorang akademisi akan memperoleh nilai-nilai normative
akademik. Bisa saja ia mampu berbicara tentang norma dan nilai-nilai
akademik tersebut didepan forum namun tanpa proses belajar dan
latihan, norma-norma tersebut tidak akan pernah terwujud dalam
praktik kehidupan sehari-hari. Bahkan sebaliknya, ia tidak segan-segan
melakukan pelanggaran dalam wilayah tertentu, baik disadari ataupun
tidak.
Kiranya, dengan mudah disadari bahwa perguruan tinggi berperan
dalam mewujudkan upaya dan pencapaian budaya akademik tersebut.
Perguruan tinggi merupakan wadah pembinaan intelektualitas dan
moralitas yang mendasari kemampuan penguasaan IPTEK dan budaya
dalam pengertian luas disamping dirinya sendirilah yang berperan
untuk perubahan tersebut.
Berarti budaya akademik :
1. Mahasiswa yang terlibat dalam berbagai bidang studi dan keahlian
(disiplin ilmu).
2. Bernaung dibawah Institusi Educative (Perguruan Tinggi) yaitu:
- Akademi
- Universitas
- Sekolah Tinggi
- Institut, dll
3. Memfokuskan diri pada kajian Ilmu, Penelitian, Penemuan dan
37

sebagainya
secara ilmiah.
4. Untuk pengembangan ilmu baru dan bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat atau Perguruan Tinggi yang mendorong mahasiswa
melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat).

Dari berbagai Forum terbuka tentang pembahasan Budaya Akademik


yang berkembang di Indonesia, menegaskan tentang berbagai macam
pendapat di antaranya :
1) Konsep dan Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik
Dalam situasi yang sarat idealisme, rumusan konsep dan pengertian
tentang Budaya Akademik yang disepakati oleh sebagian besar
responden adalah budaya atau sikap hidup yang selalu mencari
kebenaran ilmiah melalui kegiatan akademik dalam masyarakat
akademik, yang mengembangkan kebebasan berpikir, keterbukaan,
pikiran kritis-analitis, rasional dan obyektif oleh warga masyarakat yang
akademik.
Konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik tersebut didukung
perumusan karakteristik perkembangannya yang disebut Ciri-Ciri
Perkembangan Budaya Akademik yang meliputi berkembangnya :
(1) penghargaan terhadap pendapat orang lain secara obyektif
(2) pemikiran rasional dan kritis-analitis dengan tanggungjawab moral
(3) kebiasaan membaca
(4) penambahan ilmu dan wawasan
(5) kebiasaan meneliti dan mengabdi kepada masyarakat
(6) penulisan artikel, makalah, buku
(7) diskusi ilmiah
(8) proses belajar-mengajar, dan
38

(9) manajemen perguruan tinggi yang baik

Tradisi Akademik
Pemahaman mayoritas responden mengenai Tradisi Akademik adalah
tradisi yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat akademik dengan
menjalankan proses belajar-mengajar antara dosen dan mahasiswa,
menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
serta mengembangkan cara-cara berpikir kritis-analitis, rasional dan
inovatif di lingkungan akademik.
Tradisi menyelenggarakan proses belajar-mengajar antara guru dan
murid, antara pandito dan cantrik, antara kiai dan santri sudah
mengakar sejak ratusan tahun yang lalu, melalui lembaga-lembaga
pendidikan seperti padepokan dan pesantren. Akan tetapi tradisi-tradisi
lain seperti menyelenggarakan penelitian adalah tradisi baru. Demikian
pula, tradisi berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif adalah
kemewahan yang tidak terjangkau tanpa terjadinya perubahan dan
pembaharuan sikap mental dan tingkah laku yang harus terus-menerus
diinternalisasikan dan disosialisasikan dengan menggerus sikap mental
paternalistik dan ewuh-pakewuh yang berlebih-lebihan pada sebagian
masyarakat akademik yang mengidap tradisi lama, terutama dalam
paradigma patron-client relationship yang mendarah daging.
3) Kebebasan Akademik
Pengertian tentang Kebebasan Akademik yang dipilih oleh 144 orang
responden adalah Kebebasan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi anggota
sivitas akademika (mahasiswa dan dosen) untuk bertanggungjawab dan
mandiri yang berkaitan dengan upaya penguasaan dan pengembangan
Iptek dan seni yang mendukung pembangunan nasional. Kebebasan
akademik meliputi kebebasan menulis, meneliti, menghasilkan karya
keilmuan, menyampaikan pendapat, pikiran, gagasan sesuai dengan
39

bidang ilmu yang ditekuni, dalam kerangka akademis.


Kebebasan Akademik mengiringi tradisi intelektual masyarakat
akademik, tetapi kehidupan dan kebijakan politik acapkali
mempengaruhi dinamika dan perkembangannya. Dalam rezim
pemerintahan yang otoriter, kiranya kebebasan akademik akan sulit
berkembang. Dalam kepustakaan internasional kebebasan akademik
dipandang sebagai inti dari budaya akademik dan berkaitan dengan
kebebasan.
Dalam masyarakat akademik di Indonesia, kebebasan akademik yang
berkaitan dengan kebebasan berpendapat telah mengalami penderitaan
yang panjang, selama puluhan tahun diwarnai oleh pelarangan dan
pembatasan kegiatan akademik di era pemerintahan Suharto. Kini
kebebasan akademik telah berkembang seiring terjadinya pergeseran
pemerintahan dari Suharto kepada Habibie, dan makin berkembang
begitu bebas pada pemerintahan Abdurrahman Wahid, bahkan hampir
tak terbatas dan tak bertanggungjawab, sampai pada pemerintahan
Megawati, yang makin sulit mengendalikan perkembangan kebebasan
berpendapat.
Selain itu, kebebasan akademik kadangkala juga berkaitan dengan
sikap-sikap dalam kehidupan beragama yang pada era dan pandangan
keagamaan tertentu menimbulkan hambatan dalam perkembangan
kebebasan akademik, khususnya kebebasan berpendapat. Dapat
dikatakan bahwa kebebasan akademik suatu masyarakat-bangsa sangat
tergantung dan berkaitan dengan situasi politik dan pemerintahan yang
dikembangkan oleh para penguasa. Pelarangan dan pembatasan
kehidupan dan kegiatan akademik yang menghambat perkembangan
kebebasan akademik pada lazimnya meliputi
(1) penerbitan buku tertentu
(2) pengembangan studi tentang ideologi tertentu, dan
40

(3) pengembangan kegiatan kampus, terutama demonstrasi dan diskusi


yang bertentangan dengan ideologi dan kebijakan pemerintah atau
Negara

Prinsip Dasar Budaya Akademik atau Standar Suasana


Akademik Yang Kondusif.
1. Prinsip kebebasan berfikir (kebebasan dalam ilmiah)
2. Prinsip kebebasan berpendapat
Prinsip kebebasan mimbar akademik yang dinamis, terbuka dan ilmiah,
sesuai
dengan yang diamanatkan dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan
Nasional.
Dalam implementasinya :
1.

Harus dibangun suasana akademik dengan prinsip :

a.

Interaksi mahasiswa dengan dosen harus dalam bentuk mitra bukan

dalam bentuk in-loco parentis (Dosen otoritas, superior, Mahasiswa


kerdil dan tidak ada apa-apa).
b.

Secara bersama-sama dosen dan mahasiswa punya hak yang sama

dalam keilmuan dan penelitian, diciptakan secara terencana, sistematis,


kontinu, terbuka, objektif, ilmiah.
c.

Harus diciptakan suasana Perguruan Tinggi yang kondusif yang

dapat memberikan ketenangan, kenyamanan, keamanan dalam proses


belajar mengajar (kegiatan akademik).
2.

Visi dan misi Perguruan Tinggi yang khas spesifik sampai eksklusif.

3.

Mengarah kepada prinsip-prinsip good govermance sesuai dengan

kebutuhan use, stakeholders.


Iklim akademik, seperti halnya komponen-komponen masukan
dan proses lainnya, merupakan salah satu komponen yang akan
41

memberi pengaruh signifikan di dalam menghasilkan kualitas keluaran


(lulusan, dll). Suasana
akademik merupakan komponen evaluasi diri yang harus selalu
diperbaiki dan ditingkatkan secara sistematis, berkelanjutan serta
dipergunakan sebagai salah satu komponen penjamin mutu.

Suasana akademik memang bukan sebuah komponen fisik yang


memiliki dimensi yang bisa diukur dengan suatu tolok ukur yang jelas,
namun suasana akademik yang berkualitas akan mampu dikenali dan
dirasakan. Identifikasi serta daya upaya untuk melakukan perubahan
dan perbaikan dari komponen pendukung terbentuknya suasana
akademik yang kondusif akan menghasilkan proses pembelajaran
(transformasi-produktif) yang berkualitas.
Suasana akademik atau sering juga disebut sebagai academic
atmosphere merupakan kondisi yang harus mampu diciptakan untuk
membuat proses pembelajaran di Perguruan Tinggi (PT) berjalan sesuai
dengan visi, misi, dan tujuannya. Suasana akademik menciptakan iklim
yang kondusif bagi kegiatan akademik, interaksi antara dosen dan
mahasiswa, antara sesama mahasiswa, maupun antara sesama dosen
untuk mengoptimalkan proses pembelajaran

42

6) Dalam kepemimpinan berbasis spiritual dijelaskan bahwa seorang pemimpin


akan menjadikan Allah dan Rasulnya sebagai pusat segala tindakan yang
dilakukan, yang bergerak terus menerus memperbaiki dan meningkatkan
keikhsanan pribadinya.
a. Konsep berdasar kitab suci dan keyakinan
Istilah kepemimpinan telah banyak kita kenal, baik secara akademik maupun
sosiologik. Akan tetapi ketika kata kepemimpinan dirangkai dengan konsep SQ kemudian
menjadi leadership SQ menjadi ambigu. Dalam tulisan ini selanjutnya, konsep Leadership
SQ akan diterjemahkan sebagai kepemimpinan spiritual. Istilah spiritual adalah
bahasa Inggris berasal dari kata dasar spirit. Dalam Oxford Advanced Learners
Dictionary misalnya, istilah spirit antara lain memiliki cakupan makna: jiwa, arwah / roh,
semangat, hantu, moral dan tujuan atau makna yang hakiki (Ian Percy. 1997). Sedangkan
dalam Bahasa Arab, istilah spiritual terkait dengan yang ruhani dan manawi dari segala
sesuatu.
Makna inti dari kata spirit berikut kata jadiannya seperti spiritual dan spiritualitas
(spirituality) adalah bermuara kepada kehakikian, keabadian dan ruh; bukan yang sifatnya
sementara dan tiruan. Dalam perspektif Islam, dimensi spiritualitas senantiasa berkaitan
secara langsung dengan realitas Ilahi, Tuhan Yang Maha Esa (tauhid). Spiritualitas bukan
sesuatu yang asing bagi manusia, karena merupakan inti (core) kemanusiaan itu sendiri.
Manusia terdisi dari unsur material dan spiritual atau unsur jasmani dan ruhani. Perilaku
manusia merupakan produk tarik-menarik antara energi spiritual dan material atau antara
dimensi ruhaniah dan jasmaniah. Dorongan spiritual senantiasa membuat kemungkinan
membawa dimensi material manusia kepada dimensi spiritualnya (ruh, keilahian). Caranya
adalah dengan memahami dan menginternalisasi sifat-sifat-Nya, menjalani kehidupan
sesuai dengan petunjuk-Nya dan meneladani Rasul-Nya Tujuannya adalah memperoleh
ridlo-Nya, menjadi sahabat Allah, kekasih (wali) Allah. Inilah manusia yang suci, yang
beberadaannya membawa kegembiraan bagi manusia-manusia lainnya.
Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang membawa dimensi
keduniawian kepada dimensi spiritual (keilahian). Tuhan adalah pemimpin sejati yang
mengilhami, mempengaruhi, melayani dan menggerakkan hati nurani hamba-Nya dengan
cara yang sangat bijaksana melalui pendekatan etis dan keteladanan. Karena itu
kepemimpinan spiritual disebut juga sebagai kepemimpinan yang berdasarkan etika
religius. Kepemimpinan yang mampu mengilhami, membangkitkan, mempengaruhi dan
43

menggerakkan melalui keteladanan, pelayanan, kasih sayang dan implementasi nilai dan
sifat-sifat ketuhanan lainnya dalam tujuan, proses, budaya dan perilaku kepemimpinan.
Dalam perspektif sejarah, kepemimpinan spiritual telah dicontohkan dengan sangat
sempurna oleh Muhammad SAW. Dengan integritasnya yang luar biasa dan mendapatkan
gelar sebagai al-amin (terpercaya), Muhammad SAW mampu mengembangkan
kepemimpinan yang paling ideal dan paling sukses dalam sejarah peradaban umat
manusia[xiv]. Sifat-sifatnya yang utama yaitu siddiq (integrity), amanah (trust), fathanah
(smart) dan tabligh (openly) mampu mempengaruhi orang lain dengan cara mengilhami
tanpa mengindoktrinasi, menyadarkan tanpa menyakiti, membangkitkan tanpa memaksa
dan mengajak tanpa memerintah.
Uraian di atas menggambarkan bahwa persoalan spiritualitas semakin diterima
dalam abad 21 yang oleh para futurolog seperti Aburdene dan Fukuyama dikatakan sebagai
abad nilai (the new age). Dalam perspektif sejarah Islam, spiritualitas telah terbukti
menjadi kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan individu-individu yang suci,
memiliki integritas dan akhlakul karimah yang keberadaannya bermanfaat (membawa
kegembiraan) kepada yang lain. Secara sosial, spiritualitas mampu membangun
masyarakat Islam mencapai puncak peradaban, mampu mencapai predikat khaira ummat
dan keberadaannya membawa kebahagiaan untuk semua (rahmatan lillamin).
Kepemimpinan spiritual diyakini sebagai solusi terhadap krisis kepemimpinan saat
ini. Kepemimpinan spiritual merupakan puncak evolusi model atau pendekatan
kepemimpinan karena berangkat dari paradigma manusia sebagai makhluk yang rasional,
emosional dan spiritual atau makhluk yang struktur kepribadiannya terdiri dari jasad,
nafsu, akal, kalbu dan ruh. Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang sejati dan
pemimpin yang sesungguhnya. Dia memimpin dengan etika religius yang mampu
membentuk karakter, integritas dan keteladanan yang luar biasa. Ia bukan seorang
pemimpin karena pangkat, kedudukan, jabatan, keturunan, kekuasaan dan kekayaan.
Kepemimpinan spiritual bukan berarti kepemimpinan yang anti intelektual.
Kepemimpinan spiritual bukan hanya sangat rasional, melainkan justru menjernihkan
rasionalitas dengan bimbingan hati nuraninya. Kepemimpinan spiritual juga tidak berarti
kepemimpinan dengan kekuatan gaib sebagaimana terkandung dalam istilah tokoh
spiritual atau penasehat spiritual, melainkan kepemimpinan dengan menggunakan
kecerdasan spiritual, ketajaman mata batin atau indera keenam. Kepemimpinan spiritual
juga tidak bisa disamakan dengan yang serba esoteris (batin) yang dilawankan dengan
44

yang serba eksoteris (lahir, formal), melainkan berupaya membawa dan memberi nilai dan
makna yang lahir menuju rumah batin (spiritual) atau memberi muatan spiritualitas dan
kesucian terhadap segala yang profan.
Kajian dan penelitian tentang kepemimpinan spiritual dengan berbagai variasi
peristilahannya semakin menarik dan semakin banyak dilakukan akhir-akhir ini. Demikian
juga pelatihan dan buku-buku atau majalah-majalah tentang spiritualitas termasuk di
dalamnya kecerdasan spiritual semakin banyak bermunculan dengan tiras yang tinggi.
Kajian tentang kepemimpinan spiritual dalam berbagai bidang telah dilakukan oleh
para peneliti terdahulu antara lain oleh beberapa peneliti sebagaimana dikemukakan di atas
dan terbukti sangat efektif. Dalam konteks pendidikan Islam dengan berbagai persoalan
yang menyertainya, kepemimpinan spiritual adalah salah satu solusi paling efektif untuk
melakukan perubahan.
Pada dasarnya kepemimpinan itu tidak ditentukan oleh pangkat, jabatan dan
kedudukan seseorang. Kepemimpinan muncul bukan dari kondisi eksternal dari keindahan
seseorang (other beauty of human being), melainkan dari keindahann jiwanya (inner
beauty of spiritual human being). Kepemimpinan muncul dari sebuah proses panjang dan
sebuah keputusan untuk menjadi pemimpin. Ketika seseorang menemukan keyakinan dasar
(core belief) dan nilai-nilai dasar (core values) yang dijadikan pegangan hidupnya, ketika
seseorang menetapkan visi dan misi hidupnya, ketika seseorang merasa damai dalam
dirinya (inner peace), memiliki karakter yang kokoh (integritas), ketika ucapan dan
tindakannya mampu memberikan pengaruh kepada orang lain secara suka rela, ketika
keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang
menjadi pemimpin yang sesungguhnya.
Terdapat dua model kepemimpinan apabila dilihat sumber tindakan kepemimpinan
yaitu kepemimpinan konvensional dan kepemimpinan spiritual. Yang dimaksud
kepemimpinan konvensional adalah kepemimpinan yang lazim diterapkan dalam berbagai
lembaga formal dan sebagaimana dikemukakan dalam literatur-literatur ilmiah selama ini.
Kepemimpinan konvensional menggunakan paradigma positivistik atau paradigma ilmiah
dalam perilaku kepemimpinannya. Blanchard dalam hal ini mengatakan, kalau
kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang muncul dari dalam diri keluar untuk
melayani mereka yang dipimpinnya (leadership from inside out), kepemimpinan
konvensional sebaliknya, muncul dari luar ke dalam (leadership from outside in) lewat
penghormatan dan pujian (honor and praise).
45

Kepemimpinan spiritual dalam tulisan ini bukan berarti kepemimpinan yang tidak
rasional atau yang serba supra rasional. Kepemimpinan spiritual yang dimaksud di sini
adalah kepemimpinan yang lebih banyak mengandalkan kecerdasan spiritual (ruhani, soul,
ruh, hati nurani) dalam kegiatan kepemimpinan. Sinetar mendefinisikan kecerdasan
spiritual sebagai pemikiran yang terilhami yaitu ketajaman pemikiran yang tinggi yang
sering kita katakan menghasilkan sifat-sifat supernatural: intuisi, petunjuk moral yang
kokoh, kekuasaan atau otoritas batin, kemampuan membedakan yang salah dan yang benar
dan kebijaksanaan.( Marsha Sinetar, 2001)
Kepemimpinan spiritual juga bisa diartikan sebagai kepemimpinan yang sangat
menjaga nilai-nilai etis dan menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual. Mereka melakukan
pekerjaan dengan cara yang memuaskan hati lewat pemberdayan, memulihkan dan
menguntungkan siapa saja yang berhubungan dengannya. Mereka tidak hanya mampu
menghadirkan uang, tetapi juga hati dan jiwa mereka dalam bekerja. Mereka terlibat
sepenuhnya (involve) dalam aktivitas organisasi (bisnis) yang dipimpinnya sebagai bentuk
komitmennya yang paling dalam yaitu komitmen spiritualitas. Percy dalam hal ini
mengatakan :"dan ketika anda bermukim di rumah spiritualitas, tidak ada lagi jurang
menganga dan daerah perbatasan antara keyakinan dan tindakan. Jurang itu diisi dengan
esensi dan selaku manusia yang utuh. Anda dan obyek komitmen anda telah menyatu
sempurna".( Ian Percy, 1997)
Kepemimpinan spiritual oleh Tjahjono disebut sebagai kepemimpinan dimensi
keempat, yaitu kepemimpinan yang lebih mendasarkan pada iman dan hati nurani dalam
kualitas kepemimpinannya atau kepemimpinan yang membersihkan hati, memberi,
melayani, mencerahkan dan memenangkan jiwa berdasarkan semangat syukur dan kasih.
( Hrry Tjahjono, 2003)
Barangkali, kepemimpinan spiritual identik dengan kepemimpinan profetik,
meminjam istilahnya kuntowijoyo, yaitu kepemimpinan yang mengemban visi dan misi
suci sebagai sebuah panggilan kedalaman religius (ketuhanan) mengandung tiga
komponen: humanisasi/emansipasi, liberalisasi dan transendensi atau pencerahan,
pembebasan dan spiritualisasi.
Kepemimpinan spiritual yang dimaksud dalam tulisan ini berparadigma pada etika
religius dalam setiap perilaku dan proses kepemimpinannya. Etika religius yang dimaksud
di sini tidak semata-mata etika yang dieksplorasi dari keyakinan religius, melainkan juga
etika yang lahir dari pengalaman spiritual seorang pemimpin, spiritualitas yang hidup
46

dalam aktivitas keseharian. Sebab agama terutama agama terorganisasi (organized


religion) biasanya terkait dengan aspek-aspek spiritualitas yang terorganisasi yang
meliputi seperangkan peraturan, iman, dan tradisi. Kepemimpinan spiritual dan beberapa
istilah lain seperti kepemimpinan atas nama Tuhan, kepemimpinan dengan ESQ
(emotional spiritual quotient), kepemimpinan dimensi keempat, kepemimpinan yang
mencontoh Tuhan dan kepemimpinan profetik merupakan kepemimpinan yang
mendasarkan diri pada etika religius atau cara hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
Etika religius adalah prinsip-prinsip moral-etis yang diderivasi dari perilaku etis Tuhan
terhadap hamba-Nya (manusia), perilaku etis manusia terhadap Tuhannya dan perilaku etis
manusia terhadap sesamanya. Nilai-nilai etis itu dalam kadar yang sempurna telah
dicontohkan oleh Nabi dengan bantuan dan anugerah yang datang dalam bentuk wahyu alQuran.
Demikianlah karakteristik kepemimpinan spiritual: kejujuran sejati, fairness,
pengenalan diri sendiri, fokus pada amal saleh, spiritualisme yang tidak dogmatis, bekerja
lebih efisien, membangkitkan yang terbaik dalam diri sendiri dan orang lain, keterbukaan
menerima perubahan, think globally act locally, disiplin tetapi tetap fleksibel, santai dan
cerdas, dan kerendahan hati. Karakteristik ini merupakan rangkuman dari tipe ideal dari
sejumlah pemimpin spiritual berdasarkan hasil penelitian. Mungkin tidak ada seorang
pemimpin spiritual yang memiliki semua karakteristik tersebut dengan sempurna walaupun
dia telah berusaha dengan sungguh-sungguh. Sebab bagaimanapun juga manusia itu
tempatnya salah dan lupa (al-insnu mahallu khata' wa al-niyn). Tetapi sekiranya Dzat
Yang Maha sempurna menghendaki dan memanggil hambaNya untuk mengemban karunia
kepemimpinan-Nya, semua yang tidak mungkin akan menjadi kenyataan

b. Aliran filsafat yang mendasari pentingnya kepemimpinan berbasis


spiritual
47

Pendidikan sebagai ilmu merupakan cabang dari filsafat dalam aplikasinya. Dalam
filsafat pendidikan terdapat beberapa aliran yang saling merekonstruksi masing-masing
paradigma pendidikan tersebut. Berangkat dari aliran-aliran filsafat tersebut kemudian
membentuk paradigma yang berbeda-beda. Paradigma yang dimaksud di sini adalah
sebagai salah satu perspektif filosofis dalam membaca persoalan mengenai pendidikan.
Dalam filsafat kontemporer terdapat jenis aliran filsafat diantaranya aliran progresivisme,
esensialisme, perenialisme, eksistensialisme, dan rekonstruksialisme.
Aliran progresivisme memiliki ciri utama yaitu memberi kebebasan penuh terhadap
manusia untuk menentukan hidupnya. Hal ini didasari kepercayaaan bahwa manusia
memiliki kemampuan atau dengan kata lain potensi-potensi alamiah yang dapat digunakan
untuk menyelesaikan masalah-masalah hidupnya (problem solving) yang bersifat menekan
atau mengancam adanya manusia itu sendiri. Oleh karena itu, manusia harus dapat
memfungsikan jiwanya untuk membina hidup yang penuh dengan rintangan. Lingkungan
dan pengalaman menjadi hal yang penting dalam aliran ini. Masalah atau problem yang
dihadapi manusia biasanya berasal dari lingkungan dan dengan pengalaman-pengalaman
yang dialaminya pada lingkungan dimana dia berada, manusia menjadi semakin mudah
dan bijak dalam menyelesaikan problem hidup. Serta dengan makin seringnya manusia
menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalaman yang didapat, maka
makin matang persiapan seseorang dalam menghadapi tantangan atau tuntutan masa depan.
Filsafat progresivisme merupakan aliran yang anti kemapanan sehingga
bertentangan dengan esensialisme. Maksudnya, progresivisme berpandangan berpikir ke
arah ke depan (adanya kemajuan), secara terus-menerus merekonstruksi pengetahuanpengetahua menuju sebuah kesempurnaan.
Dalam perspektif progresivisme, pendidikan bukanlah sekadar memberikan
pengetahuan, lebih dari itu pendidikan melatih kemampuan berpikir (aspek kognitif).
48

Manusia memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding makhluk lain, yaitu dianugerahi
akal dan kecerdasan. Sehingga dengan akal dan kecerdasan tersebut diharapkan manusia
atau seseorang dapat mengetahui, memahami, dan mengembangkan potensi-potensi yang
telah ada pada dirinya sejak dilahirkan. Akal membuat seseorang bersifat kreatif dan
dinamis sebagai bekal dalam menghadapi dan menyelesaikan problem yang dihadapi
sekarang maupun masa depan.
Aliran inilah yang menjadi dasar atau landasan terbentuknya pendidikan karakter.
Pandangan yang mengatakan bahwa manusia memiliki potensi-potensi dan kemampuan
untuk mengatasi masalah-masalah. Progresivisme yang juga menaruh kepercayaan
terhadap kebebasan manusia dalam menentukan hidupnya, serta lingkungan hidup yang
dapat mempengaruhi kepribadiannnya. Beberapa hal yang terkandung dalam aliran
progresivisme ini kemudian secara mendalam dipikirkan untuk kemudian memunculkan
sebuah paradigma pendidikan yang sedang menjadi primadona paradigma pendidikan
dewasa ini, yang tidak lain adalah pendidikan karakter.
Pada ranah Islam kita mengenal istilah filsafat akhlak. Fisafat akhlak ini sangat
dekat dengan tasawuf, karena tasawuf sebagai akar dari filsafat akhlak yang memberikan
pengaruh terhadap pembentukan karakter. Pemikir akhlak salah satunya adalah Al-Ghazali
dengan karyanya Ihya Ulum al-Din. Pengalaman spiritual para sufi yang membawa
implikasi kesucian akhlak merupakan pokok pemikiran akhlak. Dari peneladanan terhadap
para sufi tersebut, akan melahirkan sebuah kebiasaan (habit) yang senantiasa berbuat
kebajikan. Pendidikan akhlak yang dipraktekkan secara terus menerus akan membentuk
sebuah karakter seseorang. Pendidikan akhlak pada konteks ini menginspirasi terbentuknya
pendidikan karakter dan penerapannya.
DAFTAR PUSTAKA

49

E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implementasi, (Bandung:


PT. Remaja Rosda Karya, 2004), Cet. Ke-6, h. 107
H.M. Daryanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), h. 169-171
H. Malayu S. P. Hasibuan. 2004. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah, Edisi Revisi
(Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara).
Hallinger, P., & Heck, R.H. 1998. Exploring the Principals Contribution to School
Effectiveness: 1980 1995. School Effectiveness and Social Improvement, vol 9. p.
157 191
Hallinger, P., & Murphy, J. 1985. Assessing the instructional leadership behavior of
principals. Elementary School Journal, 86(2), 217-248
Haryatmoko, 2011, Etika Publik, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Hrry Tjahjono, 2003. Kepemimpinan Dimensi keempat' Selamat Tinggal Krisis
kepemimpinan. Jakarta: Elek Media Komputindo, hal 99-100.
Ian Percy. 1997. Going Deep: Exploring Spirituality in Life and Leadership. Arizona USA:
Buckskin Trail.
Marzano, R., Waters, T., & McNulty, B. 2005. School leadership that works.
Alexandria, VA : Association for Supervision and Curriculum Development.
H.M. Daryanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), h. 169-171
R. George Terry. 2000. Guide to Menagement (Prinsip-prinsip Manajemen), terj. J. Smith
D.E.M (Cet. VI; Jakarta: Bumi Aksara).
Pemerintah Republik Indonesia, (2003), Undang-Undang Republik Indonesia No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta.
Umiarso & Imam Gojali.2010. Manajemen Mutu Sekolah.Jogjakarta: Ircisod.
Yukl, Gary. 2010. Leadership in Organization. Prentice-Hall : New Jersey.

50

Anda mungkin juga menyukai