Oleh
M. FACHRUR ROZI
NIM 0102514060
b. Merumuskan dan menerapkan strategi kepada middle leader dan low leader.
4
management),
dikenal
pula
dengan
istilah
manajemen
dalam
proses
produksi.
Mereka
sering
disebut
penyelia
perusahaan
secara
umum
dan
mengarahkan
jalannya
directing/actuating
dan
controlling
daripada
ke
fungsi
operasional
yang
langsung
memimpin
para
pekerja
M.
P
H.
S
M.
M
M.
R
T. S
T. S
H.
S
T. S
TENAGA PELAKSANA
Keterangan : M. P
M. M
M. R
H. S
T. S
:
:
:
:
:
6
Manajemen Puncak
Manajemen Madya
Manajemen Rendah
Human Skills
Technical Skills
T. S
perlu
dimiliki
oleh
setiap orang
manajerial, meskipun tidak dalam skala yang persis terlihat pada bagan
tersebut. Dari bagan tersebut terlihat bahwa semakin tinggi kedudukan
seseorang dalam jenjang kepemimpinan dalam suatu organisasi,
keterampilan teknisnya semakin tidak relevan dan sebaliknya human
skillsnya semakin dominan.
Bagan kedua Cara Berpikir Para Manajerial
Holistik
M.
P
M.
M
M.
R
Atomi
k
Atomik
H.
S
Atomik
H.
S
Atomik
T. P
Keterangan : M. P
M. M
M. R
T. P
:
:
:
:
Manajemen Puncak
Manajemen Madya
Manajemen Rendah
Tenaga Pelaksana
M.
P
M.
M
M.
R
Tekni
s
Taktik
Tekni
s
Teknis
Operasiona
l
Operasional
T. P
Keterangan : M. P
M. M
M. R
T. S
:
:
:
:
Manajemen Puncak
Manajemen Madya
Manajemen Rendah
Tenaga Pelaksana
yang
diharapkan
padanya
menyangkut
hal-hal
yang
yang
diperlukan.
Pada
manajerial
rendah,
kerangka
lebih
mengarah
pada
pelaksanaan
berbagai
operasional.
Generalis
M.
P
M.
M
M.
R
Spesial
is
Generalis
Spesialis
Generali
s
Spesialis
T. P
Teknis
Keterangan : M. P
M. M
M. R
T. P
:
:
:
:
Manajemen Puncak
Manajemen Madya
Manajemen Rendah
Tenaga Pelaksana
kegiatan
Kepala sekolah memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai educator, manajer,
administrator, supervisor, leader, inovator, motivator. Fungsi pemimpin educator
bisa disebut juga sebagai instructional leader (kepemimpinan pembelajaran).
Kepemimpinan pembelajaran masih sangat minim dilaksanakan di sekolah-sekolah.
Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa kepala sekolah yang memfokuskan
kepemimpinan pembelajaran menghasilkan prestasi belajar siswa yang lebih baik
daripada kepala sekolah yang kurang memfokuskan pada kepemimpinan
pembelajaran. Kepala Sekolah yang berperan sebagai educator harus mampu
melaksanakan kepemimpinan pembelajaran. Sekolah memiliki misi utama yaitu
mendidik semua siswa dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk
memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk
menjadi orang dewasa yang sukses dan mampu menghadapi masa depan yang sarat
dengan tantangan-tantangan.
Pentingnya kepemimpinan pembelajaran yang kuat agar sekolah menjadi efektif,
diulas oleh Hallinger dan Heck (1993). Mereka mereview mengenai beberapa
penelitian empirik peran kepemimpinan pembelajaran dalam menghasilkan capaian
lulusan yang baik, menyimpulkan bahwa meskipun kepemimpinan pembelajaran
tidak secara langsung berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, namun
pengaruhnya kepada pencapaian hasil dapat terjadi secara tidak langsung.
Kepemimpinan pembelajaran mencakup perilaku-perilaku kepala sekolah dalam
10
12
Model Hallinger dan Murphy terdiri empat dimensi dan 11 deskriptor yang dapat
diringkas seperti tabel berikut sebagai berikut.
Tabel 1. Dimensi dan Deskriptor
Dimensi
Merumuskan misi
Mengelola Program
pembelajaran
Membangun iklim sekolah
Deskriptor
Merumuskan tujuan sekolah
Mengkomunikasikan tujuan sekolah
Mensupervisi dan mengevaluasi pembelajaran
Mengkoordinasikan kurikulum
Memonitor kemajuan pembelajaran siswa
Mengkontrol alokasi waktu pembelajaran
Mendorong pengembangan profesi
Memfokuskan pencapaian visi
Menyediakan insentif bagi guru
Menetapkan standar akademi
Memberikan insentif bagi siswa
Mengembangkan lingkungan
kerja yang mendukung
kemahiran untuk menstimulasikan intelek dalam kalangan guru-guru dan staf yang
dipimpinnya,
menjadi
agen
perubahan,
melibatkan
warga
sekolah
dalam
14
Imam Gojali yaitu Kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan peran vital dalam
manajerial sekolah. Dengan adanya peran yang sangat vital tersebut maka seorang kepala
sekolah harus mempunyai kemampuan untuk memimpin dan mempunyai model
kepemimpinan sesuai dengan situasi yang dibutuhkan saat ini. Yang dimana model tersebut
harus mempunyai efek positif terhadap anggotanya yang akan bekerja untuk organisasi
atau lembaga didalamnya sehingga anggota yang mengikutinya dapat bekerja secara
maksimal dan sinergis.
Permasalahan model kepemimpinan kepala sekolah dapat dijawab oleh Model
Kepemimpinan Transformasional. Menurut Burns dalam Yukl (1998:130) kepemimpinan
transformasional diartikan sebagai: transformational leadership as a process where
leader and followers engage in a mutual process of raising one another to higher levels of
morality and motivation. Yang berarti kepemimpinan transformasional merupakan suatu
proses dimana pemimpin dan pengikutnya bersama-sama saling meningkatkan dan
mengembangkan
moralitas
dan
motivasinya.
Melalui
model
kepemimpinan
transformasional, kepala sekolah dapat dengan mudah menjalankan fungsi, tugas, dan
perannya sebagai pemimpin sekolah. Dengan model kepemimpinan transformasional
kepala sekolah dapat mengimbangi penerapan TQM yang mana seorang pemimpin harus
mampu menerjemahkan kebijakan yang jelas dan tujuan yang spesifik sehingga dapat
membangun excellent school secara efektif dan efisien.
16
b. Penerapan Heart-Head-Hand
Globalisasi membuat banyak orang terbuai dengan teknologi yang canggih,
sehingga melupakan aspek-aspek lain dalam kehidupannya, seperti pentingnya
membangun relasi dengan orang lain, perlunya melakukan aktivitas sosial di dalam
masyarakat, pentingnya menghargai sesama lebih daripada apa yang berhasil
dibuatnya, dan lain-lain.
Seringkali teknologi yang dibuat manusia untuk membantu manusia tidak lagi
dikuasai oleh manusia tetapi sebaliknya manusia yang terkuasai oleh kemajuan
teknologi. Manusia tidak lagi bebas menumbuhkembangkan dirinya menjadi
manusia seutuhnya dengan segala aspeknya. Keberadaan manusia pada zaman ini
seringkali diukur dari to have (apa saja materi yang dimilikinya) dan to do (apa
saja yang telah berhasil/tidak berhasil dilakukannya) daripada keberadaan pribadi
yang bersangkutan (to be atau beingnya). Dalam pendidikan perlu ditanamkan
sejak dini bahwa keberadaan seorang pribadi, jauh lebih penting dan tentu tidak
persis sama dengan apa yang menjadi miliknya dan apa yang telah dilakukannya.
Sebab manusia tidak sekedar pemilik kekayaan dan juga menjalankan suatu fungsi
tertentu. Pendidikan yang humanis menekankan pentingnya pelestarian eksistensi
manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya, sebagai
manusia yang utuh berkembang (menurut Ki Hajar Dewantara menyangkut daya
cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif)). Singkatnya, educate
the head, the heart, and the hand !
Di tengah-tengah maraknya globalisasi komunikasi dan teknologi, manusia
makin bersikap individualis. Mereka gandrung teknologi, asyik dan terpesona
dengan penemuan-penemuan/barang-barang baru dalam bidang iptek yang serba
canggih, sehingga cenderung melupakan kesejahteraan dirinya sendiri sebagai
pribadi manusia dan semakin melupakan aspek sosialitas dirinya. Oleh karena itu,
pendidikan dan pembelajaran hendaknya diperbaiki sehingga memberi
keseimbangan pada aspek individualitas ke aspek sosialitas atau kehidupan
kebersamaan sebagai masyarakat manusia. Pendidikan dan pembelajaran
17
keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan di
bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial
kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan
dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang
merupakan perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita
juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.
Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa. Merdeka baik secara
fisik, mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh tertib
damainya kehidupan bersama dan ini mendukung sikap-sikap seperti keselarasan,
kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggungjawab dan
disiplin. Sedangkan maksud pendirian Taman Siswa adalah membangun budayanya
sendiri, jalan hidup sendiri dengan mengembangkan rasa merdeka dalam hati setiap
orang melalui media pendidikan yang berlandaskan pada aspek-aspek nasional.
Landasan filosofisnya adalah nasionalistik dan universalistik. Nasionalistik
maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik
secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada
hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak
Tuhan. Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta,
kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia. Suasana
yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada
kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masingmasing anggotanya. Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan
hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara
fisik, mental dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan
aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan
hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing
pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa
percaya diri, mengembangkan hara diri; setiap orang harus hidup sederhana dan
guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi
kebahagiaan para peserta didiknya. Peserta didik yang dihasilkan adalah peserta
didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi
anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya
dan kesejahteraan orang lain. Metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan
19
ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan
pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Yang dimaksud
dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh
dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan
menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara
pepatah ini sangat tepat yaitu educate the head, the heart, and the hand.
Guru yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar (fasilitator); dalam
hubungan (relasi dan komunikasi) dengan peserta didik dan anggota komunitas
sekolah; dan juga relasi dan komunikasinya dengan pihak lain (orang tua, komite
sekolah, pihak terkait); segi administrasi sebagai guru; dan sikap
profesionalitasnya. Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain: keinginan
untuk memperbaiki diri dan keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman.
Maka penting pula membangun suatu etos kerja yang positif yaitu: menjunjung
tinggi pekerjaan; menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan
untuk melayani masyarakat. Dalam kaitan dengan ini penting juga
performance/penampilan seorang profesional: secara fisik, intelektual, relasi sosial,
kepribadian, nilai-nilai dan kerohanian serta mampu menjadi motivator. Singkatnya
perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif dan kolaboratif
demi pemanusiaan secara utuh setiap peserta didik.
Akhirnya kita perlu menyadari bahwa tujuan pendidikan adalah memanusiakan
manusia muda. Pendidikan hendaknya menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih
manusiawi, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab
atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan berkeahlian.
20
kepemimpinan itu merupakan suatu proses kaderisasi dan seleksi alam yang
cukup panjang, karena sangat erat dengan peristiwa sosial-politik yang sedang
terjadi. Pemimpin yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah para
pemimpin bangsa dan negara pada segenap strata kehidupan nasional dalam
bidang/sektor profesi di suprastruktur, infrastruktur dan substruktur, baik formal
maupun informal yang memiliki kewenangan (authority) atau pengaruh
(influence) untuk mengarahkan kehidupan berbangsa dan bernegara guna
terwujudnya masyarakat madani dalam rangka menjamin keutuhan negara. Secara
struktural para pemimpin dimaksud terdiri dari pejabat yang berada didalam
lembaga-lembaga pemerintahan negara dan pimpinan lembagalembaga yang
berkembang dalam masyarakat, yang secara fungsional berperan dan berkewajiban
memimpin orang dan atau lembaga yang dipimpinnya dalam upaya mewujudkan
cita-cita dan tujuan bernegara. Oleh karenanya baik secara individual maupun
institusional para pemimpin tersebut harus senantiasa menjaga komitmennya
dengan nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan bangsa dan negara. Dengan demikian
selain kepala negara/eksekutif beserta kabinet/pemerintahannya, elemen
kepemimpinan lain seperti legislatif dan yudikatif juga ikut termasuk dalam
menentukan kinerja institusi kepemimpinan
tersebut.
22
pada saat harus mengambil keputusan kepada atasannya, akan mengadakan olah batin
seakan-akan dialah atasan tersebut. Pemimpin junior yang mampu melatih olah batin
yang mendalam, diharakan pada gilirannya akan mampu menduduki jabatan yang lebih
tinggi sebagai senior leader. Di dalam manajemen, ada paradigma klasik yakni empat
fungsi pokok yang harus dikelola secara optimal untuk menjamin suatu keberhasilan suatu
perusahaan, meliputi: planning, organizing, leading dan controlling. Dari empat fungsi di
atas ada fungsi tersembunyi yaitu kepemimpinan. Selalu harus ada individu yang
memimpin perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian. Untuk
mencapai tujuan organisasi, maka dalam memimpin seseorang akan mempunyai gaya yang
bebeda-beda dengan pemimpin lainnya. Dengan kata lain, ada kecenderungan seorang
pemimpin untuk menggunakan gaya kemimpinan yang berbeda dalam menghadapi
bawahan yang memiliki beraneka ragam tingkat kedewasaannya. Kepemimpinan adalah
suatu nilai yang dimiliki oleh setiap orang. Kepemimpinan bukanlah sebuah kekuasaan,
melainkan suatu tugas, tanggung jawab, dan pengorbanan.
Dalam buku ini dirumuskan 13 konsep yang dapat dipakai oleh pemimipn
untuk dapat melaksanakan tugas kepemimpinannya secara efektif
(Djokosantoso, 2011).
1.
Kepemimpinan Nabi
Ciri kepemimpinan Nabi Muhammad adalah :
a. Siddiq artinya jujur, benar, berintegritas tinggi, dan terjaga dari
kesalahan.
b. Fathonah artinya cerdas, memiliki intelektualitas tinggi, dan
profesional.
c. Amanah artinya dapat dipercaya dan akuntabel.
d. Tabligh
artinya
senantisa
menyampaikan
risalah
kebenaran.
2. Ajaran Kepemimpinan Jawa
Pada umumnya, filosofi Kepemimpinan Jawa diturunkan dengan
cara tutur tinular. Misalnya ajaran Hasto Broto (8 sifat dari Tuhan),
ajaran kepemimpinan Mahapatih Gadjah Mada
dikenal dengan Pustaka Hasta Dasa Parateming Prabhu,
Kepemimipnan KGPAA Mangkunegara I dengan ajaran Tri Dharma,
Ajaran Ki Hajar Dewantara dengan Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing
Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri HAndayani, ajaran bangsawan
Widiyatmo Santodipuro dengan Ba Lima Laku, dan masih banyak
ajaran yang lain.
3. Menghindari Kesempitan Wawasan
Dalam era informasi, tanpa disadari kita gagal dalam memanfaatkan
informasi karena kesalahan kita sendiri, yaitu membatasi dan menutup
24
4.
5.
6.
7.
8.
diri dari masukan informasi. Kalau kita membatasi diri sendiri, maka
secara abstrak, sebenarnya kita tidak lebih dari bayi dalam guci.
Pemimpin besar adalah pemimpin yang mengetahui ada guci-guci
dalam kehidupan, tetapi guci itu harus berukuran besar sehingga tidak
mengungkungnya dan setiap saat bisa keluar dari guci dan masuk ke
guci yang lain.
Keseimbangan Interaksi
Dalam suatu organisasi, selalu ada interkasi antara atasan, bawahan,
dan rekan sejawat (peers), dimana dalam berinteraksi perlu dijaga
keseimbangan sehingga tidak kecenderungan lebih dominan dalam
berhubungan dengan atasan, bawahan, maupun peers.
Konsep Jari Tangan
Urutan jari menggambarkan mengenai tingkat kematangan manusia
dikaitkan dengan usia fisiknya. Dimulai dari jari kelingking (< 10
tahun) sampai ibu jari (> 45 tahun). Manfaat dari mempelajari konsep
tersebut adalah sebagai seorang Manajer pada tataran (level) manapun,
akan lebih bermanfaat untuk memahami perilaku manusiawi seseorang,
sehingga dalam berkomunikasi untuk mencapai tujuan kita
secara objektif mengerti apa yang melatarbelakangi perilaku
seseorang.
Konsep 3-H
Konsep ini dikemukakan oleh A.R. Tahrir (Direktur Bank
EKSIM), menyampaikan istilah 3-H, yaitu:
a. Human (manusia)
Bersikap manusiawi dalam kehidupan sehari-hari.
b. Humble (rendah hati)
Umumnya sifat rendah hati akan mengundang simpati, terlepas dia
seorang atasan atau bawahan.
c. Humor (kelakar)
Seorang yang punya
selera
humor tinggi, biasanya
diterima oleh kalangannya dengan terbuka. Dalam saat- saat kritis,
kalau seorang bersikap manusiawi sekaligus rendah hati dan
mempunyai selera humor tinggi, seringkali dapat keluar dari krisis
dengan biaya relatif murah.
Kesendirian Seorang Pemimpin
Pesan singkat Raja Philips II If you want to be a king, learn how to be
alone. King has no friends. Makna dari pesan tersebut adalah
keharusan pemimpin untuk berani dalam kesendirianya dalam artian
kemampuannya untuk secara tenang, tegar dan manatap menahan diri
untuk tidak mudah mengeluh atas persoalan yang dihadapi.
Positioning
Konsep positioning (pengambilan posisi) ini memberikan tuntunan
secara praktis bagaimana kita sebaiknya bersikap. Sebagai contoh
adalah dalam mengambil keputusan. Sejak awal kita harus yakin
25
bahwa putusan kita itu benar dan didukung oleh sistem yang ada.
Selanjutnya konsisten dan disiplin pada putusan tersebut, serta
berserah diri kepada Tuhan YME.
9. Analisis Kemungkinan
Sebelum memulai sesuatu ada baiknya masalah dilihat maknanya dari
segala sudut secara lengkap, sehingga sedapat mungkin tidak ada data
informasi yang terlewat. Seorang pemipin harus selalu bisa menemukan
alternatif pemecahan masalah, melainkan bahkan alternatif yang beyond
horizon.
10. Titik Pusat Keseimbangan
Konsep ini diistilahkan pemimpin sebagai The Center gravity of Power.
Sesungguhnya kata kuncinya adalah ada pemimpin yang membuat
orang-orang yang dipimpinnya bangga dipimpin oleh pemimpin
tersebut. Kebanggaan menciptakan kecintaan dan keyakinan. Dua
unsur ini akan menciptakan kepatuhan kepada pemimpin.
11. Kepemimpinan Utuh
Seorang yang ingin menjadi pemimpin berhasil, sebaiknya mempelajari
kiat-kiat agar siap menjadi pemimpin unggul, melalui kepemipinan
utuh. Untuk mampu menjadi pemimpin yang utuh diperlukan
pengetahuan maupun ketrampilan, yang meliputi ketajaman visi,
memilik nilai-nilai luhur dan keberanian, yang semuanya dilkitasi oleh
kompetensi dan didukung oleh kematangan karakter.
12. Etika dan Hukum
Etika adalah pedoman moralitas yang mengacu pada penghargaan yang
tinggi terhadap kemanusiaan. Kepemimpinan professional adalah
kepemimpinan yang mempunyai nilai etika didalamnya. Ketika sebuah
keputusan diambil, maka leadership judgement tidak berhenti di dalam
kompetensi pengambilan keputusan, namun juga di dalam tingkat
kebenaran etis dari suatu putusan. Jika etika dalah value, maka
hukum adalah parktik dari value tersebut. Organisasi yang excellence
adalah organisasi yang dipimpin
oleh CEO yang hands-on to detail, artinya memahami
praktek sampai ke detail, meski tidak usah melakukan
praktik hingga ke detail. Apabila tidak hands-on to detail,
maka dimungkinkan terjadi penyimpangan antara visi dan
praktek di dalam organisasi tersebut.
13. Disiplin dan Kehormatan
Dua aspek yang mempengaruhi keberhasilan sebagai
profesional, adalah aspek disiplin dan kehormatan.
Penerapan disiplin dan kehormatan dalam keseharian
akan sangat membantu dalam pembentukan karakter.
Karakter merupakan pegangan manusia secara universal.
b. Kualitas kepemimpinan yang relevan
26
yang mengatakan supervisi adalah suatu program inservice education dan usaha
memperkembangkan kelompok (group) secara bersama dan beberapa pendapat pakar
lainnya, sampai pada suatu kesimpulan bahwa supervisi itu paling tidak memiliki unsurunsur pokok, yakni tujuan, situasi belajar-mengajar dan supervisor.
Dari beberapa pendapat tentang definisi supervisi tersebut dapatlah dijelaskan bahwa
situasi belajar-mengajar di sekolah akan lebih baik tergantung kepada keterampilan
supervisor sebagai pemimpin. Seorang supervisor yang baik harus memiliki lima
keterampilan dasar , yaitu:(a)Keterampilan dalam hubungan-hubungan
kemanusiaan(b)Keterampilan dalam proses kelompok(c)Keterampilan dalam
kepemimpinan pendidikan(d)Keterampilan dan mengatur personalia sekolah;
dan(e)Keterampilan dalam evaluasi.
Dari pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa supervisi tidak lain dari usaha
memberikan layanan kepada guru-guru, baik secara individual maupun secara kelompok
dalam usaha memperbaiki pengajaran. Kata kunci dari pemberi supervisi pada akhirnya
ialah memberikan layanan dan bantuan.
Berkaitan dengan gaya-gaya kepemimpinan yang pokok, ada tiga yaitu (1) otokratis, (2)
laissez faire, dan (3) demokratis.
Dalam kaitan peran kepemimpinan supervisor, banyak hasil-hasil studi yang
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang terdapat dalam setiap organisasi merupakan
faktor yang berhubungan dengan produktifitas dan efektifitas organisasi. Sutermeister
mengemukakan ada beberapa faktor determinan terhadap produktivitas kerja antara lain
iklim kepemimpinan (leadership elimate), tipe kepemimpinan (type of leadership), dan
pemimpin (leaders).
Dalam kaitannya dengan peranan gaya kepemimpinan supervisor dalam
meningkatkan motivasi guru, perlu dipahami bahwa setiap pemimpin bertanggung jawab
mengarahkan apa yang baik bagi bawahannya, dan dia sendiri harus berbuat baik.
Pemimpin juga harus menjadi contoh, sabar, dan penuh pengertian. Fungsi pemimpin
hendaknya diartikan seperti motto Ki Hajar Dewantoro; Ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karso, tut wuri Handayani. Di sini seorang supervisor harus mampu
menempatkan dirinya menjadi pemimpin yang demokratis dengan mengambil peran
sebagaimana diungkapkan Ki Hajar Dewantoro di atas, sehingga mampu membengkitkan
motivasi bawahannya.
28
pendidikan
Merujuk kepada kebijakan Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas
dalam buku Panduan Manajemen Sekolah, berikut ini akan diuraikan secara ringkas
tentang bidang-bidang kegiatan pendidikan di sekolah, yang mencakup :
Manajemen kurikulum
Manajemen kurikulum merupakan subtansi manajemen yang utama di sekolah.
Prinsip dasar manajemen kurikulum ini adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong
guru untuk menyusun dan terus menerus menyempurnakan strategi pembelajarannya.
Tahapan manajemen kurikulum di sekolah dilakukan melalui empat tahap :
Perencanaan;
Pengorganisasian dan koordinasi;
Pelaksanaan; dan
Pengendalian.
Dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Tita Lestari (2006)
mengemukakan tentang siklus manajemen kurikulum yang terdiri dari empat tahap :
Tahap perencanaan; meliputi langkah-langkah sebagai : (1) analisis kebutuhan; (2)
merumuskan dan menjawab pertanyaan filosofis; (3) menentukan disain kurikulum; dan
(4) membuat rencana induk (master plan): pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian.
Tahap pengembangan; meliputi langkah-langkah : (1) perumusan rasional atau dasar
pemikiran; (2) perumusan visi, misi, dan tujuan; (3) penentuan struktur dan isi program;
(4) pemilihan dan pengorganisasian materi; (5) pengorganisasian kegiatan pembelajaran;
(6) pemilihan sumber, alat, dan sarana belajar; dan (7) penentuan cara mengukur hasil
belajar.
Tahap implementasi atau pelaksanaan; meliputi langkah-langkah: (1) penyusunan
rencana dan program pembelajaran (Silabus, RPP: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran);
(2) penjabaran materi (kedalaman dan keluasan); (3) penentuan strategi dan metode
pembelajaran; (4) penyediaan sumber, alat, dan sarana pembelajaran; (5) penentuan cara
29
dan alat penilaian proses dan hasil belajar; dan (6) setting lingkungan pembelajaran
Tahap penilaian; terutama dilakukan untuk melihat sejauhmana kekuatan dan kelemahan
dari kurikulum yang dikembangkan, baik bentuk penilaian formatif maupun sumatif.
Penilailain kurikulum dapat mencakup Konteks, input, proses, produk (CIPP) : Penilaian
konteks: memfokuskan pada pendekatan sistem dan tujuan, kondisi aktual, masalahmasalah dan peluang. Penilaian Input: memfokuskan pada kemampuan sistem, strategi
pencapaian tujuan, implementasi design dan cost benefit dari rancangan. Penilaian proses
memiliki fokus yaitu pada penyediaan informasi untuk pembuatan keputusan dalam
melaksanakan program. Penilaian product berfokus pada mengukur pencapaian proses dan
pada akhir program (identik dengan evaluasi sumatif)
Manajemen Kesiswaan
Dalam manajemen kesiswaan terdapat empat prinsip dasar, yaitu :
1. Siswa harus diperlakukan sebagai subyek dan bukan obyek, sehingga harus didorong
untuk berperan serta dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan yang terkait
dengan kegiatan mereka;
2. Kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi fisik, kemampuan intelektual, sosial
ekonomi, minat dan seterusnya. Oleh karena itu diperlukan wahana kegiatan yang
beragam, sehingga setiap siswa memiliki wahana untuk berkembang secara optimal;
3. Siswa hanya termotivasi belajar, jika mereka menyenangi apa yang diajarkan; dan
4. Pengembangan potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah
afektif, dan psikomotor.
Manajemen personalia
Terdapat empat prinsip dasar manajemen personalia yaitu :
1. dalam mengembangkan sekolah, sumber daya manusia adalah komponen paling
berharga;
2. Sumber daya manusia akan berperan secara optimal jika dikelola dengan baik, sehingga
mendukung tujuan institusional;
3. Kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta perilaku manajerial sekolah sangat
berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pengembangan sekolah; dan
4. Manajemen personalia di sekolah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap warga
dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekolah.
30
Disamping faktor ketersediaan sumber daya manusia, hal yang amat penting dalam
manajamen personalia adalah berkenaan penguasaan kompetensi dari para personil di
sekolah. Oleh karena itu, upaya pengembangan kompetensi dari setiap personil sekolah
menjadi mutlak diperlukan.
Manajemen keuangan
Manajemen keuangan di sekolah terutama berkenaan dengan kiat sekolah dalam
menggali dana, kiat sekolah dalam mengelola dana, pengelolaan keuangan dikaitkan
dengan program tahunan sekolah, cara mengadministrasikan dana sekolah, dan cara
melakukan pengawasan, pengendalian serta pemeriksaan.
Inti dari manajemen keuangan adalah pencapaian efisiensi dan efektivitas. Oleh karena itu,
disamping mengupayakan ketersediaan dana yang memadai untuk kebutuhan
pembangunan maupun kegiatan rutin operasional di sekolah, juga perlu diperhatikan faktor
akuntabilitas dan transparansi setiap penggunaan keuangan baik yang bersumber
pemerintah, masyarakat dan sumber-sumber lainnya.
Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah
Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah merupakan tindakan
yang dilakukan secara periodik dan terencana untuk merawat fasilitas fisik, seperti gedung,
mebeler, dan peralatan sekolah lainnya, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja,
memperpanjang usia pakai, menurunkan biaya perbaikan dan menetapkan biaya efektif
perawatan sarana dan pra sarana sekolah.
Dalam manajemen ini perlu dibuat program perawatan preventif di sekolah dengan cara
pembentukan tim pelaksana, membuat daftar sarana dan pra saran, menyiapkan jadwal
kegiatan perawatan, menyiapkan lembar evaluasi untuk menilai hasil kerja perawatan pada
masing-masing bagian dan memberikan penghargaan bagi mereka yang berhasil
meningkatkan kinerja peralatan sekolah dalam rangka meningkatkan kesadaran merawat
sarana dan prasarana sekolah.
Sedangkan untuk pelaksanaannya dilakukan : pengarahan kepada tim pelaksana,
mengupayakan pemantauan bulanan ke lokasi tempat sarana dan prasarana,
menyebarluaskan informasi tentang program perawatan preventif untuk seluruh warga
sekolah, dan membuat program lomba perawatan terhadap sarana dan fasilitas sekolah
untuk memotivasi warga sekolah.
31
32
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan
melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam
melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.
Dalam rangka pencapaian tujuan ada lima kombinasi fungsi fundamental yang
paling umum. Kombinasi tersebut dibaca dari atas ke bawah akan terlihat A terdiri
dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), memberi dorongan
(actuating), dan pengawasan (controlling). B terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, memberi motivasi (motivating), dan pengawasan. C terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, staffing, memberi pengarahan
(directing) dan pengawasan. D terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, staffing, memberi pengarahan, pengawasan,
inovasi dan memberi peranan. E terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, memberi motivasi, pengawasan dan koordinasi.
(R. George Terry, 2000 : 16)
Untuk lebih jelasnya lihat gambar di bawah ini :
33
Manajer
A
Perencanaan
Pengorganisasian
Penempata
n
Dorongan
Penempata
n
Motivasi
Motivasi
Pengaraha
n
Pengaraha
n
Pengawasan
Inovasi
Koordinasi
Representi
ng
Tujuan
Suatu hal yang menarik perhatian bahwa tiap kombinasi ada tiga
fungsi yang sama, yakni (a) perencanaan, (b) pengorganisasian,
dan (c) pengawasan. Ada perbedaan tentang fungsi-fungsi
lainnya. Misalnya, apakah harus memsukkan actuating atau
motivating ke dalam kombinasi tersebut atau dikeluarkan sama
sekali dan justru memasukkan fungsi staffingdan directing ke
dalamnya? Ada yang berpendapat bahwa staffing sudah
merupakan bagian dari organizing dan directing adalah bagian
dari actuating atau motivating, dan seperti dipelihatkan dalam
gambar di atas, ada juga yang berkeyakinan bahwa innovating,
34
sama.
Untuk
bahan
perbandingan
tentang
fungsi-fungsi
G. R. Terry
Louis A.
John F. Mee
MC. Namara
Allen
1. Planning
Planning
Leading
Planning
2. Organizing
Organizing
Planning
Programming
3. Actuating
Motivating
Organizing
Budgeting
4. Controling
Controling
Controlling
System
Henry Fayol
Harold Koontz
dan Cyril
ODonnel
Dr. S. P.
Siagian
1. Planning
Planning
Planning
Perencanaan
2. Organizing
Organizing
Organizing
Pengorganisasia
3. Commanding
Staffing
Motivating
4. Coordinating
Directing
Controlling
Pengarahan
5. Controlling
Controlling
Evaluating
Pengkordinasiaa
W. H. Newman
Luther Gullick
Lyndall F.
Urwick
1. Planning
Planning
Forecasting
2. Organizing
Organizing
Planning
3. Assembling
Staffing
Organizing
4. Directing
Directing
Commanding
5. Controlling
Coordinating
6. _________
Reporting
Controlling
7. _________
Budgeting
__________
Resources
35 Coordinating
n
John D. Millet
Directing
Facilitating
sebagainya
secara ilmiah.
4. Untuk pengembangan ilmu baru dan bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat atau Perguruan Tinggi yang mendorong mahasiswa
melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat).
Tradisi Akademik
Pemahaman mayoritas responden mengenai Tradisi Akademik adalah
tradisi yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat akademik dengan
menjalankan proses belajar-mengajar antara dosen dan mahasiswa,
menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
serta mengembangkan cara-cara berpikir kritis-analitis, rasional dan
inovatif di lingkungan akademik.
Tradisi menyelenggarakan proses belajar-mengajar antara guru dan
murid, antara pandito dan cantrik, antara kiai dan santri sudah
mengakar sejak ratusan tahun yang lalu, melalui lembaga-lembaga
pendidikan seperti padepokan dan pesantren. Akan tetapi tradisi-tradisi
lain seperti menyelenggarakan penelitian adalah tradisi baru. Demikian
pula, tradisi berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif adalah
kemewahan yang tidak terjangkau tanpa terjadinya perubahan dan
pembaharuan sikap mental dan tingkah laku yang harus terus-menerus
diinternalisasikan dan disosialisasikan dengan menggerus sikap mental
paternalistik dan ewuh-pakewuh yang berlebih-lebihan pada sebagian
masyarakat akademik yang mengidap tradisi lama, terutama dalam
paradigma patron-client relationship yang mendarah daging.
3) Kebebasan Akademik
Pengertian tentang Kebebasan Akademik yang dipilih oleh 144 orang
responden adalah Kebebasan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi anggota
sivitas akademika (mahasiswa dan dosen) untuk bertanggungjawab dan
mandiri yang berkaitan dengan upaya penguasaan dan pengembangan
Iptek dan seni yang mendukung pembangunan nasional. Kebebasan
akademik meliputi kebebasan menulis, meneliti, menghasilkan karya
keilmuan, menyampaikan pendapat, pikiran, gagasan sesuai dengan
39
a.
Visi dan misi Perguruan Tinggi yang khas spesifik sampai eksklusif.
3.
42
menggerakkan melalui keteladanan, pelayanan, kasih sayang dan implementasi nilai dan
sifat-sifat ketuhanan lainnya dalam tujuan, proses, budaya dan perilaku kepemimpinan.
Dalam perspektif sejarah, kepemimpinan spiritual telah dicontohkan dengan sangat
sempurna oleh Muhammad SAW. Dengan integritasnya yang luar biasa dan mendapatkan
gelar sebagai al-amin (terpercaya), Muhammad SAW mampu mengembangkan
kepemimpinan yang paling ideal dan paling sukses dalam sejarah peradaban umat
manusia[xiv]. Sifat-sifatnya yang utama yaitu siddiq (integrity), amanah (trust), fathanah
(smart) dan tabligh (openly) mampu mempengaruhi orang lain dengan cara mengilhami
tanpa mengindoktrinasi, menyadarkan tanpa menyakiti, membangkitkan tanpa memaksa
dan mengajak tanpa memerintah.
Uraian di atas menggambarkan bahwa persoalan spiritualitas semakin diterima
dalam abad 21 yang oleh para futurolog seperti Aburdene dan Fukuyama dikatakan sebagai
abad nilai (the new age). Dalam perspektif sejarah Islam, spiritualitas telah terbukti
menjadi kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan individu-individu yang suci,
memiliki integritas dan akhlakul karimah yang keberadaannya bermanfaat (membawa
kegembiraan) kepada yang lain. Secara sosial, spiritualitas mampu membangun
masyarakat Islam mencapai puncak peradaban, mampu mencapai predikat khaira ummat
dan keberadaannya membawa kebahagiaan untuk semua (rahmatan lillamin).
Kepemimpinan spiritual diyakini sebagai solusi terhadap krisis kepemimpinan saat
ini. Kepemimpinan spiritual merupakan puncak evolusi model atau pendekatan
kepemimpinan karena berangkat dari paradigma manusia sebagai makhluk yang rasional,
emosional dan spiritual atau makhluk yang struktur kepribadiannya terdiri dari jasad,
nafsu, akal, kalbu dan ruh. Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang sejati dan
pemimpin yang sesungguhnya. Dia memimpin dengan etika religius yang mampu
membentuk karakter, integritas dan keteladanan yang luar biasa. Ia bukan seorang
pemimpin karena pangkat, kedudukan, jabatan, keturunan, kekuasaan dan kekayaan.
Kepemimpinan spiritual bukan berarti kepemimpinan yang anti intelektual.
Kepemimpinan spiritual bukan hanya sangat rasional, melainkan justru menjernihkan
rasionalitas dengan bimbingan hati nuraninya. Kepemimpinan spiritual juga tidak berarti
kepemimpinan dengan kekuatan gaib sebagaimana terkandung dalam istilah tokoh
spiritual atau penasehat spiritual, melainkan kepemimpinan dengan menggunakan
kecerdasan spiritual, ketajaman mata batin atau indera keenam. Kepemimpinan spiritual
juga tidak bisa disamakan dengan yang serba esoteris (batin) yang dilawankan dengan
44
yang serba eksoteris (lahir, formal), melainkan berupaya membawa dan memberi nilai dan
makna yang lahir menuju rumah batin (spiritual) atau memberi muatan spiritualitas dan
kesucian terhadap segala yang profan.
Kajian dan penelitian tentang kepemimpinan spiritual dengan berbagai variasi
peristilahannya semakin menarik dan semakin banyak dilakukan akhir-akhir ini. Demikian
juga pelatihan dan buku-buku atau majalah-majalah tentang spiritualitas termasuk di
dalamnya kecerdasan spiritual semakin banyak bermunculan dengan tiras yang tinggi.
Kajian tentang kepemimpinan spiritual dalam berbagai bidang telah dilakukan oleh
para peneliti terdahulu antara lain oleh beberapa peneliti sebagaimana dikemukakan di atas
dan terbukti sangat efektif. Dalam konteks pendidikan Islam dengan berbagai persoalan
yang menyertainya, kepemimpinan spiritual adalah salah satu solusi paling efektif untuk
melakukan perubahan.
Pada dasarnya kepemimpinan itu tidak ditentukan oleh pangkat, jabatan dan
kedudukan seseorang. Kepemimpinan muncul bukan dari kondisi eksternal dari keindahan
seseorang (other beauty of human being), melainkan dari keindahann jiwanya (inner
beauty of spiritual human being). Kepemimpinan muncul dari sebuah proses panjang dan
sebuah keputusan untuk menjadi pemimpin. Ketika seseorang menemukan keyakinan dasar
(core belief) dan nilai-nilai dasar (core values) yang dijadikan pegangan hidupnya, ketika
seseorang menetapkan visi dan misi hidupnya, ketika seseorang merasa damai dalam
dirinya (inner peace), memiliki karakter yang kokoh (integritas), ketika ucapan dan
tindakannya mampu memberikan pengaruh kepada orang lain secara suka rela, ketika
keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang
menjadi pemimpin yang sesungguhnya.
Terdapat dua model kepemimpinan apabila dilihat sumber tindakan kepemimpinan
yaitu kepemimpinan konvensional dan kepemimpinan spiritual. Yang dimaksud
kepemimpinan konvensional adalah kepemimpinan yang lazim diterapkan dalam berbagai
lembaga formal dan sebagaimana dikemukakan dalam literatur-literatur ilmiah selama ini.
Kepemimpinan konvensional menggunakan paradigma positivistik atau paradigma ilmiah
dalam perilaku kepemimpinannya. Blanchard dalam hal ini mengatakan, kalau
kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang muncul dari dalam diri keluar untuk
melayani mereka yang dipimpinnya (leadership from inside out), kepemimpinan
konvensional sebaliknya, muncul dari luar ke dalam (leadership from outside in) lewat
penghormatan dan pujian (honor and praise).
45
Kepemimpinan spiritual dalam tulisan ini bukan berarti kepemimpinan yang tidak
rasional atau yang serba supra rasional. Kepemimpinan spiritual yang dimaksud di sini
adalah kepemimpinan yang lebih banyak mengandalkan kecerdasan spiritual (ruhani, soul,
ruh, hati nurani) dalam kegiatan kepemimpinan. Sinetar mendefinisikan kecerdasan
spiritual sebagai pemikiran yang terilhami yaitu ketajaman pemikiran yang tinggi yang
sering kita katakan menghasilkan sifat-sifat supernatural: intuisi, petunjuk moral yang
kokoh, kekuasaan atau otoritas batin, kemampuan membedakan yang salah dan yang benar
dan kebijaksanaan.( Marsha Sinetar, 2001)
Kepemimpinan spiritual juga bisa diartikan sebagai kepemimpinan yang sangat
menjaga nilai-nilai etis dan menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual. Mereka melakukan
pekerjaan dengan cara yang memuaskan hati lewat pemberdayan, memulihkan dan
menguntungkan siapa saja yang berhubungan dengannya. Mereka tidak hanya mampu
menghadirkan uang, tetapi juga hati dan jiwa mereka dalam bekerja. Mereka terlibat
sepenuhnya (involve) dalam aktivitas organisasi (bisnis) yang dipimpinnya sebagai bentuk
komitmennya yang paling dalam yaitu komitmen spiritualitas. Percy dalam hal ini
mengatakan :"dan ketika anda bermukim di rumah spiritualitas, tidak ada lagi jurang
menganga dan daerah perbatasan antara keyakinan dan tindakan. Jurang itu diisi dengan
esensi dan selaku manusia yang utuh. Anda dan obyek komitmen anda telah menyatu
sempurna".( Ian Percy, 1997)
Kepemimpinan spiritual oleh Tjahjono disebut sebagai kepemimpinan dimensi
keempat, yaitu kepemimpinan yang lebih mendasarkan pada iman dan hati nurani dalam
kualitas kepemimpinannya atau kepemimpinan yang membersihkan hati, memberi,
melayani, mencerahkan dan memenangkan jiwa berdasarkan semangat syukur dan kasih.
( Hrry Tjahjono, 2003)
Barangkali, kepemimpinan spiritual identik dengan kepemimpinan profetik,
meminjam istilahnya kuntowijoyo, yaitu kepemimpinan yang mengemban visi dan misi
suci sebagai sebuah panggilan kedalaman religius (ketuhanan) mengandung tiga
komponen: humanisasi/emansipasi, liberalisasi dan transendensi atau pencerahan,
pembebasan dan spiritualisasi.
Kepemimpinan spiritual yang dimaksud dalam tulisan ini berparadigma pada etika
religius dalam setiap perilaku dan proses kepemimpinannya. Etika religius yang dimaksud
di sini tidak semata-mata etika yang dieksplorasi dari keyakinan religius, melainkan juga
etika yang lahir dari pengalaman spiritual seorang pemimpin, spiritualitas yang hidup
46
Pendidikan sebagai ilmu merupakan cabang dari filsafat dalam aplikasinya. Dalam
filsafat pendidikan terdapat beberapa aliran yang saling merekonstruksi masing-masing
paradigma pendidikan tersebut. Berangkat dari aliran-aliran filsafat tersebut kemudian
membentuk paradigma yang berbeda-beda. Paradigma yang dimaksud di sini adalah
sebagai salah satu perspektif filosofis dalam membaca persoalan mengenai pendidikan.
Dalam filsafat kontemporer terdapat jenis aliran filsafat diantaranya aliran progresivisme,
esensialisme, perenialisme, eksistensialisme, dan rekonstruksialisme.
Aliran progresivisme memiliki ciri utama yaitu memberi kebebasan penuh terhadap
manusia untuk menentukan hidupnya. Hal ini didasari kepercayaaan bahwa manusia
memiliki kemampuan atau dengan kata lain potensi-potensi alamiah yang dapat digunakan
untuk menyelesaikan masalah-masalah hidupnya (problem solving) yang bersifat menekan
atau mengancam adanya manusia itu sendiri. Oleh karena itu, manusia harus dapat
memfungsikan jiwanya untuk membina hidup yang penuh dengan rintangan. Lingkungan
dan pengalaman menjadi hal yang penting dalam aliran ini. Masalah atau problem yang
dihadapi manusia biasanya berasal dari lingkungan dan dengan pengalaman-pengalaman
yang dialaminya pada lingkungan dimana dia berada, manusia menjadi semakin mudah
dan bijak dalam menyelesaikan problem hidup. Serta dengan makin seringnya manusia
menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalaman yang didapat, maka
makin matang persiapan seseorang dalam menghadapi tantangan atau tuntutan masa depan.
Filsafat progresivisme merupakan aliran yang anti kemapanan sehingga
bertentangan dengan esensialisme. Maksudnya, progresivisme berpandangan berpikir ke
arah ke depan (adanya kemajuan), secara terus-menerus merekonstruksi pengetahuanpengetahua menuju sebuah kesempurnaan.
Dalam perspektif progresivisme, pendidikan bukanlah sekadar memberikan
pengetahuan, lebih dari itu pendidikan melatih kemampuan berpikir (aspek kognitif).
48
Manusia memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding makhluk lain, yaitu dianugerahi
akal dan kecerdasan. Sehingga dengan akal dan kecerdasan tersebut diharapkan manusia
atau seseorang dapat mengetahui, memahami, dan mengembangkan potensi-potensi yang
telah ada pada dirinya sejak dilahirkan. Akal membuat seseorang bersifat kreatif dan
dinamis sebagai bekal dalam menghadapi dan menyelesaikan problem yang dihadapi
sekarang maupun masa depan.
Aliran inilah yang menjadi dasar atau landasan terbentuknya pendidikan karakter.
Pandangan yang mengatakan bahwa manusia memiliki potensi-potensi dan kemampuan
untuk mengatasi masalah-masalah. Progresivisme yang juga menaruh kepercayaan
terhadap kebebasan manusia dalam menentukan hidupnya, serta lingkungan hidup yang
dapat mempengaruhi kepribadiannnya. Beberapa hal yang terkandung dalam aliran
progresivisme ini kemudian secara mendalam dipikirkan untuk kemudian memunculkan
sebuah paradigma pendidikan yang sedang menjadi primadona paradigma pendidikan
dewasa ini, yang tidak lain adalah pendidikan karakter.
Pada ranah Islam kita mengenal istilah filsafat akhlak. Fisafat akhlak ini sangat
dekat dengan tasawuf, karena tasawuf sebagai akar dari filsafat akhlak yang memberikan
pengaruh terhadap pembentukan karakter. Pemikir akhlak salah satunya adalah Al-Ghazali
dengan karyanya Ihya Ulum al-Din. Pengalaman spiritual para sufi yang membawa
implikasi kesucian akhlak merupakan pokok pemikiran akhlak. Dari peneladanan terhadap
para sufi tersebut, akan melahirkan sebuah kebiasaan (habit) yang senantiasa berbuat
kebajikan. Pendidikan akhlak yang dipraktekkan secara terus menerus akan membentuk
sebuah karakter seseorang. Pendidikan akhlak pada konteks ini menginspirasi terbentuknya
pendidikan karakter dan penerapannya.
DAFTAR PUSTAKA
49
50