MAKALAH
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
PALEMBANG 2022/2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Pengantar Kebijakan Kesehatan” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Manajemen/Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Pengantar
Kebijakan Kesehatan” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian................................................................................................................................3
2.2 Contoh Kebijakan....................................................................................................................5
2.3 Langkah-Langkah Kebijakan...................................................................................................5
2.4 Macam-Macam Kebijakan.......................................................................................................6
2.5 Sistem dan Komponen Kebijakan.........................................................................................11
2.6 Hirarki Kebijakan Kesehatan.................................................................................................15
2.7 Masalah Kebijakan Kesehatan...............................................................................................17
2.8 Ciri-ciri Kebijakan Kesehatan...............................................................................................19
SUMBER
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan masalah-
masalah kesehatan yang berkembang dimasyarakat, menentukan kebutuhan
dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling
pokok dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Perencanaan akan menjadi efektif jika perumusan masalah
sudah dilakukan berdasarkan fakta-fakta dan bukan berdasarkan emosi atau
angan-angan saja. Fakta-fakta diungkap dengan menggunakan data untuk
menunjang perumusan masalah. Perencanaan juga merupakan proses
pemilihan alternatif tindakan yang terbaik untuk mencapai tujuan.
Perencanaan juga merupakan suatu keputusan untuk mengerjakan sesuatu
dimasa yang akan datang, yaitu suatu tindakan yang diproyeksikan dimasa
yang akan datang.
Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal
organisasi, yang bersifa mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan
untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan akan menjadi
rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam
berperilaku. Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif.
Berbeda dengan hokum (Law) dan peraturan (Regulations).
Contoh kebijakan adalah undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan
presiden, keputusan menteri, peraturan daerah, keputusan bupati, dan
keputusan direktur.
Setiap kebijakan yang dicontohkan disini adalah bersifat mengikat dan
wajib dilaksanakan oleh objek kebijakan. Contoh diatas juga memberi
pengetahuan pada kita semua bahwa ruang lingkup kebijakan data bersifat
makro, meso, dan mikro. Analisis kebijakan adalah suatu aktifitas intelektual
1
dan praktis yang ditunjukkan untuk menciptakan, menerapkan, secara kritis
menilai, dan mengkomunikasikan substansi kebijakan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Menurut WHO (1946), definisi sehat adalah sebagai keadaan sejahtera dari
aspek fisik, mental dan sosial, dan tidak hanya terbebasnya seseorang dari
penyakit ataupun kecacatan. The Universal Declaration of Human Right
(UNO-1948) sbb: – Everyone has the right to a standard of living adequate
for health and welbeing of himself and his family, in cluding food,clothing,
housing and medical care and necessary , social services and the right to
security in the even of unemployment, sickness, disability, widowhood, old age
or other lack of livelihood in circumctance beyond his control.
Diperkuat dalam The International Covenant of Economic, Social and
Cultural Rights(ICESCR) – Every human being has right to an environment
with minimum health risk, and has access to health service that can prevent or
alleviate their suffering, treat disease, and help maintain and promote good
health throughout the individual’s life. WHO di Alma Ata tahun 1978 dengan
ikrar health for aLl by 2000. Pernyataan yang kemudian dikenal sebagai
Deklarasi Alma Ata juga menetapkan pelayanan kesehatan primer (primary
heakth care) sebagai strategi kes internasional. •
Dalam dokumen WHO 1978 pasal V menyatakan “Pemerintah memiliki
tanggung jawab untuk kesehatan rakyatnya yang bisa dipenuhi hanya dengan
adanya ketetapan mengenai ukuran-ukurannya yang dalam hal Kesehatan dan
sosial.
Maka dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Kesehatan adalah hak
penting yangg berhak diperoleh setiap individu serta menjadi kewajiban bagi
negara untuk menjaminnya agar setiap warganegaranya mau dan mampu
hidup sehat dan memanfaatkan pelayanan Kesehatan. Selain itu kesehatan
merupakan salah satu bagian dari Indek Pembanguanan Manusia (IPM) atau
Human Development Index (HDI) yang merupakan indikator dalam
menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat.
3
Berkaitan dengan pembangunan Kesehatan tak kurang dari 189 Negara
anggota PBB Tahun 2000 hadir dlam pencanganan Deklarasi Tujuan
Pembangunan Millenium (Millenium Devlopment Goals 2015) di New York
dihadiri 189 Negara nanggota PBB. Meningkatakan kehidupan manusia
melalaui pembangunan Pendidikan, ekonomi, dan Kesehatan. Pada bidang
kesehatan, penurunan angka kematian Ibu dan bayi sebagai bagian dari
perlindungan kelompok rentan, selain terkait dengan strategi penurunan angka
kemiskinan (Poverty reduction Strategy). Penting dan kritisnya bidang
kesehatan ini antara lain terlihat dari fakta-fakta bahwa:
a) Kebijakan kesehatan tumbuh cepat, termasuk diwilayah yangg sering
menjadi bahan perdebatan.
b) Selama lebih 20 tahun terakhir, pembahasan kebijakan kes berkembang
pesat dalam literatur akademik, demikian pula dg area lain terkait
kesehatan dan pengobatan dalam konteks ilmu sosial. Kebijakan kesehatan
bahkan tidak hanya dibahas oleh kalangan akademisi mapun proesional
kesehatan dan medis, tapi juga oleh para politisi, kelompok masyarakat
serta media dan umum. Pelayanan kesehatan semakin berkembang sejalan
dengan pertumbuhan atau perkembangan kehudpan sosial yang semakin
kompleks dan penuh ketidakpastina. Situasi tersebut bahkan dimanfaatkan
sebagai bahasan penting dalam perdebatan politik.
c) Pada negara-negara industri, biaya pelayanan kesehatan sudah meningkat
sekitar 10% dari aktivitas ekonomi keseluruhan.negara-negara non industri
juga memperlihatkan gambaran serupa.
d) Aspek penting pembiayaan kesehatan yang mengokohkan posisi strategis
sektor kesehatan. Tahun 1990, pengeluaran kesehatan secara global
diestimasi mencapai 1.700 Triliun dolar, atau sekitar 8% dari pendapatan.
Pada Negara Industri, biaya Kesehatan sudah meningkat hingga lebih 10%
GDP (Gross Domestic Product), dengan kata lain biaya untuk kesehatan
sekitar 10% dari seluruh aktivitas ekonomi.
e) Sektor kesehatan sudah menjadi bagian dari industri yangg memberikan
lapangan pekerjaan luas. Ungkapan bahwa kesehatan adalah area padat
4
karya menunjukkan bahwa banyak orang yg bekerja dalam sektor
kesehatan. Contoh di AS, tahun 1990 terdapat profesi dr, dokter gigi,
farmasi dan perawat; dan 1,3% dari seluruh orang yg bekerja di sector
pelayanan Kesehatan. Saat ini terdapat 700 kategori pekerjaan dalam
sektor pelayanan Kesehatan. Hal ini menyebabkan sektor kesehatan
sebagai industri individual terbesar yang memberi pekerjaan ( di AS) juga
Negara-negara Eropa sehingga organisasi pelayan kesehatan atau industri
kesehatan disebut-sebut sebagai industry-individual terbesar yg memberi
pekerjaan (The largest single industrial employer) (Barker, 1996).
5
d. Dalam realisasi program, itu adalah tugas dari administrator pemerintah
(birokrasi) untuk menafsirkan, mengatur dan melaksanakan kebijakan;
e. Menerapkan kebijakan membutuhkan berbagai instrumen dan sumber
daya.
6
1. Kebijakan publik adalah tindakan yg dibuat dan diimplementasikan
oleh badan pemerintah dan perwakilan lembaga pemerintah yang
mempunyai kewenangan hukum, politis, dan finansial untuk
melakukannya.
2. Kebijakan publik merupakan sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan
masalah dunia nyata. Kebijakan publik berupaya merespons masalah
atau kebutuhan konkret yg berkembang di masyarakat . Oleh karena
itu pada umumnya kebijakan publik merupakan tindakan kolektif
untuk memecahkan masalah sosial.
3. Merupakan seperangkat tindakan yang beorientasi pada tujuan.
kebijakan publik biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal,
melainkan atas beberapa pilihan tindakan atau strategi yg dibuat untuk
mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak.
4. Juga merupakan sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu. • Batasan Kebijakan menurut Knoepfel et all
(2007) dalam Solichin (2012) yaitu: – A series of decisions or
activities resulting from structured and recurrent interaction between
different actors, both public and private, who are involved in various
different ways in the emergence, identification and resolution pf
problem defined politically as a public issues (serangkain Tindakan
atau keputusan sebagai akibat dari interaksi terstuktur dan berulang
diantara berbagai aktor, pihak publik/pemerintah, swasta, private yang
terlibat berbagai cara merespon, mengidentifikasi dan memecahkan
masalah yang secara politik didefinisikan sebagai masalah public).
7
sebagai pembuat kebijakan secara formal dan legal di Indonesia. Pada
kesimpulannya,kebijakan publik adalah suatu ”guide for action” yang
berarti satu pedoman untuk melakukan satu kegiatan atau aksi dalam
upaya mencapai tujuan tertentu.
b) Kebijakan kesehatan
8
Secara sederhana, kebijakan kesehatan dipahami persis sebagai
kebijakan publik yang berlaku untuk bidang kesehatan. Urgensi kebijakan
kesehatan sebagai bagian dari kebijakan publik semakin menguat
mengingat karakteristik yang unik yang ada pada sektor kesehatan sebagai
berikut :
9
bertambah miskin karena mereka sakit serta menjadi lebih sakit
karena mereka lebih miskin).
4. Adanya eksternalitas yaitu keuntungan yg dinikmati atau kerugian yg
diderita oleh sebagian masyarakat karena tindakan kelompok
masyarakat lainnya. Dalam hal kes , dpt berbentuk eksternalita positif
atau negative. Contoh, jika di suatu lingkungan RW sebagian besar
warga tidak menerapkan pola hidup sehat sehingga terdpt sarang
nyamuk Aedes Aigepty, maka dampaknya kemungkinan tidak hanya
mengenai sebagian masyarakat tersebut, melainkan diderta pula oleh
kelompkm masyarakat lain yang telah menerapkan perilaku hidup
bersih.
WHO menetapkan delapan elemen yang harus tercakup dan
menentukan kualitas dari sebuah kebijakan Kesehatan yaitu:
1. Pendekatan holistic, Kesehatan sesuatu yang dinamis dan lengkap dari
dimensi fisik, mental, social dan spiritual. Artinya Pendekatan
Kebijakan Kesehatan tidak semata mengandalkan kuratif saja, tetapi
memperrtimabngkan upaya preventif, promotive dan rehabilitative.
2. Partisipatori, Partisipasi masyarakat meningkatkan efisien dan
efektifitas, karena melalaui partisipmamsy dapat dibangun aksi
Bersama masyarakat (collective action ) yang akan menjadi kekuatan
pendorong dalam mengimpelementasikan kebijakan dan penyelesaian
masalah kes.
3. Kebijakan publik yang sehat., yaitu setiap kebijakan harus diarahkan
untuk mendukung terciptanya pembangunan kesehatan yang kondusif
dan beroreientasi kepada masyrakat.
4. Ekuitas, yaitu harus terdapat diustribusi yang merata dari layanana
Kesehatan, Ini berarti neagara wajib menjamin pelayanan kesehatan
setiap warga negara tanpa memandang status ekonomi/astatuis
sosialnya karena kes merupakan hak azasi manusia dan merupakan
peran negara yg paling minimal dlm melindungi warganya.
10
5. Efisiensi, yaitu layanan kesehatan harus beroriantasi proaktif dengan
mengoptimalkan biaya dan teknologi
6. Kualitas, artinya pemerintah harus menyediakan pelayanan kesehatan
yang berkualitas bagi seluruh warga negara. Disamping itu dalam
menghadapi persaingan pasar bebas dan menekan pengaruh
globalisasi dalam sektor kesehatan, pemerintah perlu meningkatkan
kualitas yankes setara dengan yankes bertaraf internasional
7. Pemberdayaan masyarakat, terutama di daerah terpencil. Dan daerah
perbatasan untuk mengoptimalkan kapasitas seberapa daya yang
dimiliki. Pemberdayaan masyarakat ini dilakukan dengan
mengoptimalkan social capital.
8. Self-reliant, kebijakan kes yg ditetapkan sebisa mungkin dpt
memenuhi keyakinan dan kepercayaan masyarakat akan kapaista
kesehatan di wilayah sendiri. Pengembangan teknologi dan riset
bertujuan utk membantu memberdayakan masyarakat dan otoritas
nasional dalam mencapai standar kesehatan yang ditetapkan dimasing-
masing negara.
11
kebijakan), proses (pembuatan kebijakan), konteks (lingkungan) serta
aktor (pembuat kebijakan (Ayuningtyas, 2015; Dachi, 2014).
1. Konten
(Isi Kebijakan) Konten atau isi kebijakan merupakan sejumlah
daftar pilihan keputusan tentang urusan publik yang dibuat oleh
lembaga dan pejabat pemerintah. Isi sebuah kebijakan merespons
berbagai masalah publik (public issues) yang mencakup berbagai
bidang kehidupan seperti pendidikan, keamanan, sosial, dan berbagai
aspek lainnya termasuk kesehatan. Konten kebijakan berhubungan
dengan teknis dan institusi. Contoh aspek teknis adalah penyakit diare,
malaria, typus, promosi kesehatan. Aspek insitusi adalah organisasi
publik dan swasta (Massie, 2012).
2. Proses
Proses dalam kebijakan adalah suatu agenda yang teratur melalui
suatu proses rancang dan implementasi. Sebagai suatu kebijakan
publik, kebijakan kesehatan juga mengikuti proses yang secara
sederhana terdiri dari identifikas masalah kesehatan, agenda setting,
formulasi kebijakan kesehatan, adopsi kebijakan kesehatan,
implementasi kebijakan kesehatan dan evaluasi kebijakan kesehatan.
Proses kebijakan adalah cara dari kebijakan itu diinisiasi,
dikembangkan atau diformulasikan, dinegosiasikan, dikomunikasikan,
diimplementasi dan dievaluasi (Court, 2006).
3. Konteks
Konteks kebijakan adalah lingkungan atau setting di mana
kebijakan itu dibuat dan diiplementasikan (Kitson A, Ahmed LB,
Harvey G, Seers K, 1996). Faktor-faktor yang berada di dalamnya
antara lain politik, ekonomi, sosial dan kultur di mana hal-hal tersebut
sangat berpengaruh terhadap formulasi dari proses kebijakan (Walt,
1994).
4. Aktor
12
Aktor adalah mereka yang berada pada pusat kerangka kebijakan
kesehatan. Aktor-aktor ini biasanya memengaruhi proses pada tingkat
pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Hubungan dari aktor dan
peranannya (kekuasaannya) sebagai pengambil keputusan adalah
sangat tergantung kepada kompromi politik, daripada dengan hal-hal
dalam debat-debat kebijakan yang masuk akal. Aktor tidak hanya
individu seperti Presiden, Menteri, Gubernur sampai pada perangkat
pemerintahan yang paling rendah. Aktor juga bisa anggota legislatif
(DPR/DPRD), organisasi internasional (WHO), organisasi non
pemerintah/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), bahkan organisasi
profesi, juga bisa menjadi aktor lahirnya sebuah kebijakan kesehatan
(Ayuningtyas, 2015).
b) Keterkaitan antar Komponen
William Dunn (1994) yang dikutip Ayuningtyas, D. (2015)
menggambarkan keterkaitan komponen- komponen kebijakan kesehatan
tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut ini (Ayuningtyas, 2015).
Berdasarkan gambar di bawah, dapat dilihat keterkaitan antara
pelaku kebijakan, kebijakan itu sendiri dan juga lingkungannya. Ketiga
komponen ini sesungguhnya saling terakit satu sama lain. Meskipun
komponen yang dikemukakan oleh William Dunn tidak secara spesifik
menyebut proses sebagai salah satu komponen, akan tetapi dari gambar
tesebut dapat dipahami bahwa keterkaitan ketiga komponen tersebut
terjadi karena ada sebuah proses. Keterkaitan komponen yang hampir
sama juga digambarkan oleh Walt and Gibson (1994), di mana komponen
yang ada tidak hanya isi kebijakan, lingkungan dan aktor, akan tetapi ada
juga komponen proses. Keterkaitan keempat komponen tersebut, sering
disebut dengan “Segitiga Analisis Kebijakan”.
13
Dari kedua skema tersebut dapat disimpulkan bawa sebuah
kebijakan pastilah ada pelaku yang mengeluarkan sebuah kebijakan, dan
proses mengeluarkan kebijakan tersebut juga sangat dipengaruhi oleh
lingkungannya. Contohnya adalah peristiwa reformasi pada tahun 1997-
1998, di mana publik begitu menginginkan perubahan dari sistem
pemerintahan yang sentralistik menuju desentralistik. Hal ini
mengakibatkan lahirnya kebijakan desentralisasi yang ditandai dengan
ditetapkannnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, UU
No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan
diikuti dengan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Pembagian Kewenangan
Pemerintah dan Daerah. Keberadaan kebijakan ini juga berdampak pada
desentralisasi dalam bidang kesehatan. Jika kita aplikasikan dengan sistem
dan komponen kebijakan diatas, maka kebijakannya adalah UU No. 22
dan 25 tahun 2009. Pelaku/aktor kebijakan tentunya sesuai dengan jenis
kebijakan yang dikeluarkan. Pelaku/aktor yang mengeluarkan kebijakan
14
dalam bentuk undang-undang adalah DPR dan Presiden, sedangkan untuk
PP aktornya adalah Presiden. Ada proses demonstrasi, advokasi sampai
pada legislasi dalam peristiwa reformasi tersebut. Lingkungan kebijakan
adalah tekanan publik terhadap perubahan sistem pemerintahan sentralistik
menuju desentralistik
15
3. Perarturan Pemerintah (PP) ditetapkan Presiden utk menjalankan UU
4. Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Perundang-undangan yang
dibuat Presiden
5. Peraturan Daerah (Perda) Peraturan perundang-undangan yang
disusun DPRD dengan persetujuan Bersama Kepala Daerah.
b) Berdasarkan wilayah Geografis Otoritas Pembuat Kebijakan
Contoh: Kebijakan Nasional yang berarti berlaku untuk seluruh
penduduk dan system pemerintahan dibawah pemerintahan pusat
negara Kebijakan Provinsi yang harus diimpelemntasikan pada seluruh
pemerintahan di provinsi terkait, kota/kab serta level pemerintahan
yang lebih rednah berikutnya.
c) Berdasarkan isi, waktu, dan prioritas Penetapan kebijakan.
Dalam mementukan hierarki kebijakan dapat dibedakan melalui isi
kebijakan tersebut:
1. Kebijakan utama, kebijakan dasar yg belum diturunkan
2. Kebijakan turunan, yg telah dirunkan dari sebuah
kebihajkan utama. Misalnya, kebijakan penanggulangan
AKI dapat diturunkan menjadi Kebijakan peningkatan Gizi
dan Ibu hamil.
3. Kebijakan jangka Panjang. Berdurasi lebih 5 tahun.
Misalnya 25 tahun, biasanya dibuat ditingkat nasional,
misalnya RPJP bidang kesehatan.
4. Kebijakan jangka pendek, durasi sekitar 1 tahun. Biasanya
berupa program yg menjadi implemetasi dari kebijakan pd
hierarki lebih tinggi.
Adapun Kebijakan Kesehatan ditentukan dari Prioritasnya
berdasarkan ketersediaan dan alokasi anggaran serta sumber daya
lainnya. Pada umumnya, sebuah kebijakan ditetapkan sebagai prirotas
antara lain dengan mempertimbangkan kemungkinan dampak besar yg
dapat terjadi. Dengan demikian, kebijakan dapat menjadi kebijakan
prioritas utama dan kebijakan yang bukan prioritas.
16
Berdasarkan isi, waktu, dan prioritas , sebuah kebijakan dapat terus
berlangsung/menghilang dan tergantikan oleh kebijakan lainnya.
Misalnya, kebijakan revitalisasi posyandu yg diterapkan pada masa
sebekum otonomi daerag ditiadakan pada pemerintahan selanjutnya
menyebabkan banyak kasus gizi buruk, AKI dan AKB semakin
meningkat. Aplikasi pemahaman dan konsep dasar kebijakan public,
kebijakan kesehatan dan penerapan hierarki dapat terlihat pada contoh
implementasi kebijakan kesehatan dibeberapa negara dan Indonesia.
17
c) Artifisial, yaitu pada saat diperlukan perubahan situasi problematis,
sehingga dapat menimbulkan masalah kebijakan.
d) Dinamis, yaitu masalah dan pemecahannya berada pada suasana
perubahan yang terus-menerus. Pemecahan masalah justru dapat
memunculkan masalah baru, yang membutuhkan pemecahan masalah
lanjutan.
e) Tidak terduga, yaitu masalah yang muncul di luar jangkauan kebijakan dan
sistem masalah kebijakan.
Pandapat Dunn tersebut memberikan penafsiran lebih konkret
bahwa kebijakan dibuat atas dasar ketergantungan (interdepensi) antara
kebijakan yang satu dengan kepentingan atau kebijakan lainnya. Dalam
hal subjektif, dipengaruhi oleh kondisi sebelum dan sesudahnya, sehingga
mendorong untuk membuat kebijakan baru.
Sedangkan artifisial, memberikan pemahaman bahwa suatu situasi
atau keadaan yang di mana situasi tersebut membutuhkan kebijakan yang
berdasarkan apa yang terjadi, sehingga pandangan ini memberikan dua
versi yaitu kebijakan mendukung situasi atau mengarah pada hal
antisipasi, sehingga tidak terjadi hal-hal yang bisa berakibat fatal terhadap
publik dari situasi tersebut.
Dinamis, suatu kebijakan baru dilakukan berdasarkan apa yang
terjadi, jika itu membutuhkan solusi atau kontribusi dalam hal untuk
mengatasinya. Kebijakan dibuat berdasarkan hal itu, karena dalam setiap
kebijakan menghasilkan sesuatu yang bisa saja tidak sesuai dengan yang
diinginkan, sehingga kedinamisan menjadi dasar untuk kebijakan tersebut.
Dalam ini juga untuk suatu kebijakan selalu terjadi dengan apa
yang disebut tidak terduga. Sesuatu yang sifatnya tidak terduga itu terjadi
di luar analisis atau kajian kebijakan, sehingga kebijakan yang baik juga
adanya alternatif-alternatif untuk mengatasi masalah hal yang tidak
terduga tersebut. Dalam konteks ini sangat dibutuhkan keahlian aktor
kebijakan dalam memahami akan hal-hal yang tidak terduga.
18
Ketidakterdugaan memengaruhi keberlakuan kebijakan, sehingga lebih
pada membuat kebijakan itu tidak berlaku atas ketidakterdugaan itu.
Dari itu, pembuatan suatu kebijakan selalu memiliki dasar yang
hakiki atau dasar yang kuat bisa berupa suatu landasan yuridis atau
landasan hukum di mana, landasan yuridis sebagai tempat berpijak dari
kebijakan kesehatan tersebut.
19
suatu institusi dan masyarakat, bertujuan jangka panjang untuk mencapai
sasaran, menyediakan rekomendasi yang praktis untuk keputusan-keputusan
penting (WHO, 2000). Kebijakan kesehatan tidak saja terdiri dari dokumen-
dokumen strategi dalam suatu negara, tetapi juga bagaimana kebijakan itu
diimplementasi oleh pengambil keputusan dan pemegang program kesehatan,
dan bagaimana melakukannya secara praktis pada masing-masing tingkatan
pemerintahan.
20
SUMBER
21
22