Anda di halaman 1dari 25

PENGANTAR KEBIJAKAN KESEHATAN (NILAI&KEDUDUKAN

KESEHATAN, PERMASALAHAN&HIRARKI KEBIJAKAN)

MAKALAH

Tugas Pada Mata Kuliah Manajemen Administrasi Kebijakan Kesehatan

Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Semester I

Dosen Pengampu :

Martawan Madari, SKM, MKM

Disusun oleh :

Aam Abdul Muhyan NPM : 22.13101.10.40

PROGRAM STUDI MEGISTER KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA

PALEMBANG 2022/2023

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Pengantar Kebijakan Kesehatan” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Manajemen/Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Pengantar
Kebijakan Kesehatan” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 18 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian................................................................................................................................3
2.2 Contoh Kebijakan....................................................................................................................5
2.3 Langkah-Langkah Kebijakan...................................................................................................5
2.4 Macam-Macam Kebijakan.......................................................................................................6
2.5 Sistem dan Komponen Kebijakan.........................................................................................11
2.6 Hirarki Kebijakan Kesehatan.................................................................................................15
2.7 Masalah Kebijakan Kesehatan...............................................................................................17
2.8 Ciri-ciri Kebijakan Kesehatan...............................................................................................19

SUMBER

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan masalah-
masalah kesehatan yang berkembang dimasyarakat, menentukan kebutuhan
dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling
pokok dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Perencanaan akan menjadi efektif jika perumusan masalah
sudah dilakukan berdasarkan fakta-fakta dan bukan berdasarkan emosi atau
angan-angan saja. Fakta-fakta diungkap dengan menggunakan data untuk
menunjang perumusan masalah. Perencanaan juga merupakan proses
pemilihan alternatif tindakan yang terbaik untuk mencapai tujuan.
Perencanaan juga merupakan suatu keputusan untuk mengerjakan sesuatu
dimasa yang akan datang, yaitu suatu tindakan yang diproyeksikan dimasa
yang akan datang.
Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal
organisasi, yang bersifa mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan
untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan akan menjadi
rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam
berperilaku. Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif.
Berbeda dengan hokum (Law) dan peraturan (Regulations).
Contoh kebijakan adalah undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan
presiden, keputusan menteri, peraturan daerah, keputusan bupati, dan
keputusan direktur.
Setiap kebijakan yang dicontohkan disini adalah bersifat mengikat dan
wajib dilaksanakan oleh objek kebijakan. Contoh diatas juga memberi
pengetahuan pada kita semua bahwa ruang lingkup kebijakan data bersifat
makro, meso, dan mikro. Analisis kebijakan adalah suatu aktifitas intelektual

1
dan praktis yang ditunjukkan untuk menciptakan, menerapkan, secara kritis
menilai, dan mengkomunikasikan substansi kebijakan.

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Menurut WHO (1946), definisi sehat adalah sebagai keadaan sejahtera dari
aspek fisik, mental dan sosial, dan tidak hanya terbebasnya seseorang dari
penyakit ataupun kecacatan. The Universal Declaration of Human Right
(UNO-1948) sbb: – Everyone has the right to a standard of living adequate
for health and welbeing of himself and his family, in cluding food,clothing,
housing and medical care and necessary , social services and the right to
security in the even of unemployment, sickness, disability, widowhood, old age
or other lack of livelihood in circumctance beyond his control.
Diperkuat dalam The International Covenant of Economic, Social and
Cultural Rights(ICESCR) – Every human being has right to an environment
with minimum health risk, and has access to health service that can prevent or
alleviate their suffering, treat disease, and help maintain and promote good
health throughout the individual’s life. WHO di Alma Ata tahun 1978 dengan
ikrar health for aLl by 2000. Pernyataan yang kemudian dikenal sebagai
Deklarasi Alma Ata juga menetapkan pelayanan kesehatan primer (primary
heakth care) sebagai strategi kes internasional. •
Dalam dokumen WHO 1978 pasal V menyatakan “Pemerintah memiliki
tanggung jawab untuk kesehatan rakyatnya yang bisa dipenuhi hanya dengan
adanya ketetapan mengenai ukuran-ukurannya yang dalam hal Kesehatan dan
sosial.
Maka dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Kesehatan adalah hak
penting yangg berhak diperoleh setiap individu serta menjadi kewajiban bagi
negara untuk menjaminnya agar setiap warganegaranya mau dan mampu
hidup sehat dan memanfaatkan pelayanan Kesehatan. Selain itu kesehatan
merupakan salah satu bagian dari Indek Pembanguanan Manusia (IPM) atau
Human Development Index (HDI) yang merupakan indikator dalam
menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat.

3
Berkaitan dengan pembangunan Kesehatan tak kurang dari 189 Negara
anggota PBB Tahun 2000 hadir dlam pencanganan Deklarasi Tujuan
Pembangunan Millenium (Millenium Devlopment Goals 2015) di New York
dihadiri 189 Negara nanggota PBB. Meningkatakan kehidupan manusia
melalaui pembangunan Pendidikan, ekonomi, dan Kesehatan. Pada bidang
kesehatan, penurunan angka kematian Ibu dan bayi sebagai bagian dari
perlindungan kelompok rentan, selain terkait dengan strategi penurunan angka
kemiskinan (Poverty reduction Strategy). Penting dan kritisnya bidang
kesehatan ini antara lain terlihat dari fakta-fakta bahwa:
a) Kebijakan kesehatan tumbuh cepat, termasuk diwilayah yangg sering
menjadi bahan perdebatan.
b) Selama lebih 20 tahun terakhir, pembahasan kebijakan kes berkembang
pesat dalam literatur akademik, demikian pula dg area lain terkait
kesehatan dan pengobatan dalam konteks ilmu sosial. Kebijakan kesehatan
bahkan tidak hanya dibahas oleh kalangan akademisi mapun proesional
kesehatan dan medis, tapi juga oleh para politisi, kelompok masyarakat
serta media dan umum. Pelayanan kesehatan semakin berkembang sejalan
dengan pertumbuhan atau perkembangan kehudpan sosial yang semakin
kompleks dan penuh ketidakpastina. Situasi tersebut bahkan dimanfaatkan
sebagai bahasan penting dalam perdebatan politik.
c) Pada negara-negara industri, biaya pelayanan kesehatan sudah meningkat
sekitar 10% dari aktivitas ekonomi keseluruhan.negara-negara non industri
juga memperlihatkan gambaran serupa.
d) Aspek penting pembiayaan kesehatan yang mengokohkan posisi strategis
sektor kesehatan. Tahun 1990, pengeluaran kesehatan secara global
diestimasi mencapai 1.700 Triliun dolar, atau sekitar 8% dari pendapatan.
Pada Negara Industri, biaya Kesehatan sudah meningkat hingga lebih 10%
GDP (Gross Domestic Product), dengan kata lain biaya untuk kesehatan
sekitar 10% dari seluruh aktivitas ekonomi.
e) Sektor kesehatan sudah menjadi bagian dari industri yangg memberikan
lapangan pekerjaan luas. Ungkapan bahwa kesehatan adalah area padat

4
karya menunjukkan bahwa banyak orang yg bekerja dalam sektor
kesehatan. Contoh di AS, tahun 1990 terdapat profesi dr, dokter gigi,
farmasi dan perawat; dan 1,3% dari seluruh orang yg bekerja di sector
pelayanan Kesehatan. Saat ini terdapat 700 kategori pekerjaan dalam
sektor pelayanan Kesehatan. Hal ini menyebabkan sektor kesehatan
sebagai industri individual terbesar yang memberi pekerjaan ( di AS) juga
Negara-negara Eropa sehingga organisasi pelayan kesehatan atau industri
kesehatan disebut-sebut sebagai industry-individual terbesar yg memberi
pekerjaan (The largest single industrial employer) (Barker, 1996).

2.2 Contoh Kebijakan


Contoh kebijakan adalah undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan presiden, keputusan menteri, peraturan daerah, keputusan bupati,
dan keputusan direktur.
Setiap kebijakan yang dicontohkan disini adalah bersifat mengikat dan
wajib dilaksanakan oleh objek kebijakan. Contoh diatas juga memberi
pengetahuan pada kita semua bahwa ruang lingkup kebijakan data bersifat
makro, meso, dan mikro. Analisis kebijakan adalah suatu aktifitas intelektual
dan praktis yang ditunjukkan untuk menciptakan, menerapkan, secara kritis
menilai, dan mengkomunikasikan substansi kebijakan.

2.3 Langkah-Langkah Kebijakan


Menurut Pressman dan Wildavsky (1973), M. Howlett dan Ramesh (1995)
dan Gordon (1986), pelaksanaan kebijakan publik memiliki prasyarat, yaitu:

a. Pelaksanaan kebijakan publik berisi tujuan;


b. Dalam kebijakan publik ada sesuatu yang mendasari munculnya ide
kebijakan;
c. Kebijakan publik berisi serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
realisasi program;

5
d. Dalam realisasi program, itu adalah tugas dari administrator pemerintah
(birokrasi) untuk menafsirkan, mengatur dan melaksanakan kebijakan;
e. Menerapkan kebijakan membutuhkan berbagai instrumen dan sumber
daya.

Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan administrasi kebijakan, di mana


berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja sama kebijakan
berjalan untuk mencapai efek yang diinginkan atau tujuan. Keberhasilan
pencapaian tujuan kebijakan tergantung pada aktor yang berpartisipasi dalam
pelaksanaan kebijakan tersebut.

2.4 Macam-Macam Kebijakan


a) Kebijakan Publik
Kebijakan Publik pada dasarnya adalah suatu keputusan yg
dimaksud untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan
kegiatan tertentu atau mencapai tujuan tertentu yg dilakukan oleh lembaga
pemerintah yang berwenang dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintahan negara dan pembangunan bangsa. Batasan “Kebijakan
Publik adalah apapun yg dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau
tidak dilakukan (Whatever government choose to do or not to do) (Thomas
R Dye (1975) dalam Winarno (2007). Kebijakan merupakan sebuah
konsep, bukan fenomena spesifik maupun konkret, sehingga
pendefisniannya akan menghadapi banyak kendala tidak mudah (Crinson,
2009). Crinson juga membenarkan bahwa kebijakan akan jauh lebih baik
bermanfaat apabila dilihat sbg petunjuk untuk bertindak atau serangkaian
keputusan atau keputusan yg saling berhubungan satu sama lain.
Kebijakan publik meliputi kebijakan yang berasal dari pemerintah,
seperti kebijakan ekonomi, komunikasi, perahanan dan keamanan
(militer), serta fasilitas fasilitas umum lainnya (Air berih, listrik (Suharno
(2005). Beberapa konsep kunci yg dpt digunakan utk memahami kebijakan
public sebagaimana yg dikemukakan oleh Young dan Quinn dalam Dye
(1975), dalam Winarno (2007) antara lain:

6
1. Kebijakan publik adalah tindakan yg dibuat dan diimplementasikan
oleh badan pemerintah dan perwakilan lembaga pemerintah yang
mempunyai kewenangan hukum, politis, dan finansial untuk
melakukannya.
2. Kebijakan publik merupakan sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan
masalah dunia nyata. Kebijakan publik berupaya merespons masalah
atau kebutuhan konkret yg berkembang di masyarakat . Oleh karena
itu pada umumnya kebijakan publik merupakan tindakan kolektif
untuk memecahkan masalah sosial.
3. Merupakan seperangkat tindakan yang beorientasi pada tujuan.
kebijakan publik biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal,
melainkan atas beberapa pilihan tindakan atau strategi yg dibuat untuk
mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak.
4. Juga merupakan sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu. • Batasan Kebijakan menurut Knoepfel et all
(2007) dalam Solichin (2012) yaitu: – A series of decisions or
activities resulting from structured and recurrent interaction between
different actors, both public and private, who are involved in various
different ways in the emergence, identification and resolution pf
problem defined politically as a public issues (serangkain Tindakan
atau keputusan sebagai akibat dari interaksi terstuktur dan berulang
diantara berbagai aktor, pihak publik/pemerintah, swasta, private yang
terlibat berbagai cara merespon, mengidentifikasi dan memecahkan
masalah yang secara politik didefinisikan sebagai masalah public).

Dari uaraian diatas pengertian kebiajakan Publik cukup luas,


Simpulan Ayuningtyas, kebijakan public adalah suatu arahan untuk
melakukan atau tidak melakukan Tindakan tertentu sehingga
menggerakkan seluruh sektor atau perangkat pemerintahan dan
mencipatkan perubahan pada kehidupan yg terkena dampak dari
kebijakan tersebut. Pembuat kebijakan difokuskan pada pemerintah

7
sebagai pembuat kebijakan secara formal dan legal di Indonesia. Pada
kesimpulannya,kebijakan publik adalah suatu ”guide for action” yang
berarti satu pedoman untuk melakukan satu kegiatan atau aksi dalam
upaya mencapai tujuan tertentu.

b) Kebijakan kesehatan

Kebijakan publik akan bertransformasi menjadi kebijakan kesehatan


ketika pedoman yang ditetapkan bertujuan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Kebijakan kesehatan sebagai pengalokasian sumber daya
yang terbatas dibidang Kesehatan (allocation of scare resources)
(Perencana kesehatan dengan latar belakang ekonomi dari Bank Dunia) •
Yang lain lebih melihat proses dan kekuasaan, termasuk didalamnya siapa
mempengaruhi siapa pada pembuatan kebijakan kesehatan dan bagaimana
kebijakan itu akhirnya terjadi (Health policy is about the process and the
power. It is concerned wihit who influences whom in the making of policy
and how that happens).

Perencanaan kesehatan Uganda lebih fokus pada upaya


mempengaruhi determinan kesehatan untuk memperbaiki kesehatan
masyarakat. Misalnya Seorang dokter di Inggeris lebih melihatnya sebagai
kebijakan formal pemerintah untuk pelayanan kesehatan. Pandangan
menarik dikemukan oleh praktisi bidang kesehatan yang memaknai
kebijakan kesehatan sebagai politik kesehatan, mengacu pada kata politica
dalam bahasa Brazil berarti sama untuk kebijakan atau politik (policy or
politic).

Walt (1994) merangkum pengertian diatas dalam pemaknaan yang


lebih luas. Kebijakan kesehatan melingkupi berbagai upaya dan tindakan
pengambilan keputusan yang meliputi aspek teknis medis dan pelayanan
kesehatan, serta keterlibatan pelaku/aktor baik pada skala individu maupun
organisasi atau institusi dari pemerintah , swasta, LSM dan representasi
masyarakat lainnya yg membawa dampak pada kesehatan.

8
Secara sederhana, kebijakan kesehatan dipahami persis sebagai
kebijakan publik yang berlaku untuk bidang kesehatan. Urgensi kebijakan
kesehatan sebagai bagian dari kebijakan publik semakin menguat
mengingat karakteristik yang unik yang ada pada sektor kesehatan sebagai
berikut :

1. Sektor kesehatan amat komplek karena menyangkut hajat hidup orang


banyak dan kepentingan masyarakat luas. Kesehatan menjadi hak
dasar setiap individu yang membutuhkannnya secara adil dan setara..
Artinya, setiap individu tanpa terkecuali berhak mendapatkan akses
dan pelayanan kesehatan yang layak apapun kondisi dan status
finansialnya.
2. Consumer ignorance, keawaman masyarakat membuat posisi dan
relasi “masyarakat tenaga medis” menjadi tidak sejajar dan cenderung
berpola paternalistic. Artinya masyarakat, atau dalam hal ini pasien,
tidak memiliki poisisi tawar yang baik, bahkan hampir tanpa daya
tawar ataupun daya pilih.
3. Kesehatan memiliki sifat ”uncertainty” atau ketidak pastian.
kebutuhan akan pelayanan kesehatan sama sekali tidak berkait dengan
kemampuan ekonomi rakyat. Siapapun baik ia dari kalangan berpunya
maupun miskin ketika jatuh sakit tentu akan membutuhkan pelayanan
keehatans. Ditambah lagi, seseorang tidak akan pernah tahu kapan ia
akan sakit dan berapa biaya yang akan ia keluarkan. Disinilah
pemerintah harus berperan utk menjamin setiap warga negara
mendapatkan pelayahan kesenhata ketika membutuhkan, terutama
bagi masyarakat miskin. Kewajiban ini tentu bukan hal yang ringan dg
mengingat ungkapan seorang ahli ekonomi social dan Kesehatan
Gunnar Myrdal : “People become sick becauses they are poor, and
become poorer because they ara sick, and become sick because they
are poorer (Orang menjadi sakit karena mereka miskin, dan mereka

9
bertambah miskin karena mereka sakit serta menjadi lebih sakit
karena mereka lebih miskin).
4. Adanya eksternalitas yaitu keuntungan yg dinikmati atau kerugian yg
diderita oleh sebagian masyarakat karena tindakan kelompok
masyarakat lainnya. Dalam hal kes , dpt berbentuk eksternalita positif
atau negative. Contoh, jika di suatu lingkungan RW sebagian besar
warga tidak menerapkan pola hidup sehat sehingga terdpt sarang
nyamuk Aedes Aigepty, maka dampaknya kemungkinan tidak hanya
mengenai sebagian masyarakat tersebut, melainkan diderta pula oleh
kelompkm masyarakat lain yang telah menerapkan perilaku hidup
bersih.
WHO menetapkan delapan elemen yang harus tercakup dan
menentukan kualitas dari sebuah kebijakan Kesehatan yaitu:
1. Pendekatan holistic, Kesehatan sesuatu yang dinamis dan lengkap dari
dimensi fisik, mental, social dan spiritual. Artinya Pendekatan
Kebijakan Kesehatan tidak semata mengandalkan kuratif saja, tetapi
memperrtimabngkan upaya preventif, promotive dan rehabilitative.
2. Partisipatori, Partisipasi masyarakat meningkatkan efisien dan
efektifitas, karena melalaui partisipmamsy dapat dibangun aksi
Bersama masyarakat (collective action ) yang akan menjadi kekuatan
pendorong dalam mengimpelementasikan kebijakan dan penyelesaian
masalah kes.
3. Kebijakan publik yang sehat., yaitu setiap kebijakan harus diarahkan
untuk mendukung terciptanya pembangunan kesehatan yang kondusif
dan beroreientasi kepada masyrakat.
4. Ekuitas, yaitu harus terdapat diustribusi yang merata dari layanana
Kesehatan, Ini berarti neagara wajib menjamin pelayanan kesehatan
setiap warga negara tanpa memandang status ekonomi/astatuis
sosialnya karena kes merupakan hak azasi manusia dan merupakan
peran negara yg paling minimal dlm melindungi warganya.

10
5. Efisiensi, yaitu layanan kesehatan harus beroriantasi proaktif dengan
mengoptimalkan biaya dan teknologi
6. Kualitas, artinya pemerintah harus menyediakan pelayanan kesehatan
yang berkualitas bagi seluruh warga negara. Disamping itu dalam
menghadapi persaingan pasar bebas dan menekan pengaruh
globalisasi dalam sektor kesehatan, pemerintah perlu meningkatkan
kualitas yankes setara dengan yankes bertaraf internasional
7. Pemberdayaan masyarakat, terutama di daerah terpencil. Dan daerah
perbatasan untuk mengoptimalkan kapasitas seberapa daya yang
dimiliki. Pemberdayaan masyarakat ini dilakukan dengan
mengoptimalkan social capital.
8. Self-reliant, kebijakan kes yg ditetapkan sebisa mungkin dpt
memenuhi keyakinan dan kepercayaan masyarakat akan kapaista
kesehatan di wilayah sendiri. Pengembangan teknologi dan riset
bertujuan utk membantu memberdayakan masyarakat dan otoritas
nasional dalam mencapai standar kesehatan yang ditetapkan dimasing-
masing negara.

2.5 Sistem dan Komponen Kebijakan


Sistem dan Komponen Kebijakan Pembuatan kebijakan juga merupakan
sebuah sistem, karena dalam pembuatan kebijakan ada beberapa komponen
yang saling terkait. Menurut Dunn (1994), sistem kebijakan (policy system)
merupakan keterkaitan antara komponen pelaku kebijakan (actors of policy),
kebijakan itu sendiri (health policy) dan lingkungan kebijakan (environment of
policy). Para ahli kebijakan kesehatan lainnya ada yang membagi kebijakan ke
dalam empat komponen yaitu konten, proses, konteks dan aktor (Dachi, 2014).
a) Komponen Kebijakan
Komponen kebijakan ini akan mengacu pada empat komponen
yang dikemukakan oleh Walt and Gibson (1994) yaitu: konten (isi

11
kebijakan), proses (pembuatan kebijakan), konteks (lingkungan) serta
aktor (pembuat kebijakan (Ayuningtyas, 2015; Dachi, 2014).
1. Konten
(Isi Kebijakan) Konten atau isi kebijakan merupakan sejumlah
daftar pilihan keputusan tentang urusan publik yang dibuat oleh
lembaga dan pejabat pemerintah. Isi sebuah kebijakan merespons
berbagai masalah publik (public issues) yang mencakup berbagai
bidang kehidupan seperti pendidikan, keamanan, sosial, dan berbagai
aspek lainnya termasuk kesehatan. Konten kebijakan berhubungan
dengan teknis dan institusi. Contoh aspek teknis adalah penyakit diare,
malaria, typus, promosi kesehatan. Aspek insitusi adalah organisasi
publik dan swasta (Massie, 2012).
2. Proses
Proses dalam kebijakan adalah suatu agenda yang teratur melalui
suatu proses rancang dan implementasi. Sebagai suatu kebijakan
publik, kebijakan kesehatan juga mengikuti proses yang secara
sederhana terdiri dari identifikas masalah kesehatan, agenda setting,
formulasi kebijakan kesehatan, adopsi kebijakan kesehatan,
implementasi kebijakan kesehatan dan evaluasi kebijakan kesehatan.
Proses kebijakan adalah cara dari kebijakan itu diinisiasi,
dikembangkan atau diformulasikan, dinegosiasikan, dikomunikasikan,
diimplementasi dan dievaluasi (Court, 2006).
3. Konteks
Konteks kebijakan adalah lingkungan atau setting di mana
kebijakan itu dibuat dan diiplementasikan (Kitson A, Ahmed LB,
Harvey G, Seers K, 1996). Faktor-faktor yang berada di dalamnya
antara lain politik, ekonomi, sosial dan kultur di mana hal-hal tersebut
sangat berpengaruh terhadap formulasi dari proses kebijakan (Walt,
1994).
4. Aktor

12
Aktor adalah mereka yang berada pada pusat kerangka kebijakan
kesehatan. Aktor-aktor ini biasanya memengaruhi proses pada tingkat
pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Hubungan dari aktor dan
peranannya (kekuasaannya) sebagai pengambil keputusan adalah
sangat tergantung kepada kompromi politik, daripada dengan hal-hal
dalam debat-debat kebijakan yang masuk akal. Aktor tidak hanya
individu seperti Presiden, Menteri, Gubernur sampai pada perangkat
pemerintahan yang paling rendah. Aktor juga bisa anggota legislatif
(DPR/DPRD), organisasi internasional (WHO), organisasi non
pemerintah/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), bahkan organisasi
profesi, juga bisa menjadi aktor lahirnya sebuah kebijakan kesehatan
(Ayuningtyas, 2015).
b) Keterkaitan antar Komponen
William Dunn (1994) yang dikutip Ayuningtyas, D. (2015)
menggambarkan keterkaitan komponen- komponen kebijakan kesehatan
tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut ini (Ayuningtyas, 2015).
Berdasarkan gambar di bawah, dapat dilihat keterkaitan antara
pelaku kebijakan, kebijakan itu sendiri dan juga lingkungannya. Ketiga
komponen ini sesungguhnya saling terakit satu sama lain. Meskipun
komponen yang dikemukakan oleh William Dunn tidak secara spesifik
menyebut proses sebagai salah satu komponen, akan tetapi dari gambar
tesebut dapat dipahami bahwa keterkaitan ketiga komponen tersebut
terjadi karena ada sebuah proses. Keterkaitan komponen yang hampir
sama juga digambarkan oleh Walt and Gibson (1994), di mana komponen
yang ada tidak hanya isi kebijakan, lingkungan dan aktor, akan tetapi ada
juga komponen proses. Keterkaitan keempat komponen tersebut, sering
disebut dengan “Segitiga Analisis Kebijakan”.

13
Dari kedua skema tersebut dapat disimpulkan bawa sebuah
kebijakan pastilah ada pelaku yang mengeluarkan sebuah kebijakan, dan
proses mengeluarkan kebijakan tersebut juga sangat dipengaruhi oleh
lingkungannya. Contohnya adalah peristiwa reformasi pada tahun 1997-
1998, di mana publik begitu menginginkan perubahan dari sistem
pemerintahan yang sentralistik menuju desentralistik. Hal ini
mengakibatkan lahirnya kebijakan desentralisasi yang ditandai dengan
ditetapkannnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, UU
No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan
diikuti dengan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Pembagian Kewenangan
Pemerintah dan Daerah. Keberadaan kebijakan ini juga berdampak pada
desentralisasi dalam bidang kesehatan. Jika kita aplikasikan dengan sistem
dan komponen kebijakan diatas, maka kebijakannya adalah UU No. 22
dan 25 tahun 2009. Pelaku/aktor kebijakan tentunya sesuai dengan jenis
kebijakan yang dikeluarkan. Pelaku/aktor yang mengeluarkan kebijakan

14
dalam bentuk undang-undang adalah DPR dan Presiden, sedangkan untuk
PP aktornya adalah Presiden. Ada proses demonstrasi, advokasi sampai
pada legislasi dalam peristiwa reformasi tersebut. Lingkungan kebijakan
adalah tekanan publik terhadap perubahan sistem pemerintahan sentralistik
menuju desentralistik

2.6 Hirarki Kebijakan Kesehatan


Setiap kebijakan harus memiliki konsistensi dan koherensi dengan
kebijakan pada tingkat kewenangan yang luas. Dengan begitu tidak akan
terjadi benturan kebijakan yang dapat menyebabkan sebuah kebijakan tidak
dapat dieksekusi.
Hirarki kebijakan kesehatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu sebagai
berikut.
a) Berdasarkan system politik
Menurut konsep Trias politica, hierarki dalam kebijakan meliputi:
1. Kebijakan publik yang tertinggi yang dibuat oleh legislatif sebagai
representasu dari publik, contoh pembuatan UUD
2. Kebijakan publik yang dibuat dalam bentuk Kerjasama antara
legislative dengan eksekutif. Contoh: Perda ditingkat Daerah.
3. Kebijakan yang dibuat oleh eksekutif, yaitu kebijakan yang dibuat
untuk melaksanakan kebijakan publik yang bersifat umum yg dibuat
oleh legislative (UUD) dan yg melalui Kerjasama dengan eksekutif
(UU).
Indonesia memiliki hierarki dasar hukum yg harus ditaati dan
menjadi landasan dalam penyususan kebijakan public di Indonesia,
mengacu pada UU no 12 tahun 2011 mengenai Pembentukan
Perundangan-undangan RI.
Produk Perundangan
1. Undang-undang, dibentuk oleh DPRD dg persetujuan Presiden
2. Peraruran Pemerintah Pengganti UU (Perppu), dutetapkan Presiden dl
hal ikhwal kegentingan yg memaksa

15
3. Perarturan Pemerintah (PP) ditetapkan Presiden utk menjalankan UU
4. Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Perundang-undangan yang
dibuat Presiden
5. Peraturan Daerah (Perda) Peraturan perundang-undangan yang
disusun DPRD dengan persetujuan Bersama Kepala Daerah.
b) Berdasarkan wilayah Geografis Otoritas Pembuat Kebijakan
Contoh: Kebijakan Nasional yang berarti berlaku untuk seluruh
penduduk dan system pemerintahan dibawah pemerintahan pusat
negara Kebijakan Provinsi yang harus diimpelemntasikan pada seluruh
pemerintahan di provinsi terkait, kota/kab serta level pemerintahan
yang lebih rednah berikutnya.
c) Berdasarkan isi, waktu, dan prioritas Penetapan kebijakan.
Dalam mementukan hierarki kebijakan dapat dibedakan melalui isi
kebijakan tersebut:
1. Kebijakan utama, kebijakan dasar yg belum diturunkan
2. Kebijakan turunan, yg telah dirunkan dari sebuah
kebihajkan utama. Misalnya, kebijakan penanggulangan
AKI dapat diturunkan menjadi Kebijakan peningkatan Gizi
dan Ibu hamil.
3. Kebijakan jangka Panjang. Berdurasi lebih 5 tahun.
Misalnya 25 tahun, biasanya dibuat ditingkat nasional,
misalnya RPJP bidang kesehatan.
4. Kebijakan jangka pendek, durasi sekitar 1 tahun. Biasanya
berupa program yg menjadi implemetasi dari kebijakan pd
hierarki lebih tinggi.
Adapun Kebijakan Kesehatan ditentukan dari Prioritasnya
berdasarkan ketersediaan dan alokasi anggaran serta sumber daya
lainnya. Pada umumnya, sebuah kebijakan ditetapkan sebagai prirotas
antara lain dengan mempertimbangkan kemungkinan dampak besar yg
dapat terjadi. Dengan demikian, kebijakan dapat menjadi kebijakan
prioritas utama dan kebijakan yang bukan prioritas.

16
Berdasarkan isi, waktu, dan prioritas , sebuah kebijakan dapat terus
berlangsung/menghilang dan tergantikan oleh kebijakan lainnya.
Misalnya, kebijakan revitalisasi posyandu yg diterapkan pada masa
sebekum otonomi daerag ditiadakan pada pemerintahan selanjutnya
menyebabkan banyak kasus gizi buruk, AKI dan AKB semakin
meningkat. Aplikasi pemahaman dan konsep dasar kebijakan public,
kebijakan kesehatan dan penerapan hierarki dapat terlihat pada contoh
implementasi kebijakan kesehatan dibeberapa negara dan Indonesia.

2.7 Masalah Kebijakan Kesehatan


Masalah kebijakan, adalah nilai, kebutuhan atau kesempatan yang
belumterpenuhi, tetapi dapat diindentifikasikan dan dicapai melalui tindakan
publik. Tingkat kepelikan masalah tergantung pada nilai dan kebutuhan apa
yang dipandang paling panting.
Staf puskesmas yang kuat orientasi materialnya (gaji tidak
memenuhikebutuhan), cenderung memandang aspek imbalan dari puskesmas
sebagai masalah mandasar dari pada orang yang punya komitmen pada
kualitas pelayanan kesehatan.
Menurut Dunn (1988) beberapa karakteristik masalah pokok dari masalah
kebijakan, adalah sebagai berikut.
a) Interdepensi (saling tergantung), yaitu kebijakan suatu bidang (energi)
sering kali memengaruhi masalah kebijakan lainnya (pelayanan
kesehatan). Kondisi ini menunjukkan adanya sistem masalah. Sistem
masalah ini membutuhkan pendekatan Holistik, satu masalah dengan yang
lain tidak dapat dipisahkan dan diukur sendirian.
b) Subjektif, yaitu kondisi eksternal yang menimbulkan masalah
diindentifikasi, diklasifikasi dan dievaluasi secara selektif. Contoh:
Populasi udara secara objektif dapat diukur (data). Data ini menimbulkan
penafsiran yang beragam (a.l. gangguan kesehatan, lingkungan, iklim,
dll.). Muncul situasi problematis, bukan problem itu sendiri.

17
c) Artifisial, yaitu pada saat diperlukan perubahan situasi problematis,
sehingga dapat menimbulkan masalah kebijakan.
d) Dinamis, yaitu masalah dan pemecahannya berada pada suasana
perubahan yang terus-menerus. Pemecahan masalah justru dapat
memunculkan masalah baru, yang membutuhkan pemecahan masalah
lanjutan.
e) Tidak terduga, yaitu masalah yang muncul di luar jangkauan kebijakan dan
sistem masalah kebijakan.
Pandapat Dunn tersebut memberikan penafsiran lebih konkret
bahwa kebijakan dibuat atas dasar ketergantungan (interdepensi) antara
kebijakan yang satu dengan kepentingan atau kebijakan lainnya. Dalam
hal subjektif, dipengaruhi oleh kondisi sebelum dan sesudahnya, sehingga
mendorong untuk membuat kebijakan baru.
Sedangkan artifisial, memberikan pemahaman bahwa suatu situasi
atau keadaan yang di mana situasi tersebut membutuhkan kebijakan yang
berdasarkan apa yang terjadi, sehingga pandangan ini memberikan dua
versi yaitu kebijakan mendukung situasi atau mengarah pada hal
antisipasi, sehingga tidak terjadi hal-hal yang bisa berakibat fatal terhadap
publik dari situasi tersebut.
Dinamis, suatu kebijakan baru dilakukan berdasarkan apa yang
terjadi, jika itu membutuhkan solusi atau kontribusi dalam hal untuk
mengatasinya. Kebijakan dibuat berdasarkan hal itu, karena dalam setiap
kebijakan menghasilkan sesuatu yang bisa saja tidak sesuai dengan yang
diinginkan, sehingga kedinamisan menjadi dasar untuk kebijakan tersebut.
Dalam ini juga untuk suatu kebijakan selalu terjadi dengan apa
yang disebut tidak terduga. Sesuatu yang sifatnya tidak terduga itu terjadi
di luar analisis atau kajian kebijakan, sehingga kebijakan yang baik juga
adanya alternatif-alternatif untuk mengatasi masalah hal yang tidak
terduga tersebut. Dalam konteks ini sangat dibutuhkan keahlian aktor
kebijakan dalam memahami akan hal-hal yang tidak terduga.

18
Ketidakterdugaan memengaruhi keberlakuan kebijakan, sehingga lebih
pada membuat kebijakan itu tidak berlaku atas ketidakterdugaan itu.
Dari itu, pembuatan suatu kebijakan selalu memiliki dasar yang
hakiki atau dasar yang kuat bisa berupa suatu landasan yuridis atau
landasan hukum di mana, landasan yuridis sebagai tempat berpijak dari
kebijakan kesehatan tersebut.

2.8 Ciri-ciri Kebijakan Kesehatan


Konsep dari kebijakan publik dapat diartikan sebagai adanya suatu negara
yang kokoh dan memiliki kewenangan serta legistimasi, di mana mewakili
suatu masyarakat dengan menggunakan administrasi dan teknik yang
berkompeten terhadap keuangan dan implementasi dalam mengatur kebijakan.
Kebijakan adalah suatu konsensus atau kesepakatan terhadap suatu persoalan,
di mana sasaran dan tujuannya diarahkan pada suatu prioritas yang bertujuan,
dan memiliki petunjuk utama untuk mencapainya (Evans & Manning, 2003).
Kebijakan kesehatan didefinisikan sebagai suatu cara atau tindakan yang
berpengaruh terhadap perangkat institusi, organisasi, pelayanan kesehatan dan
pengaturan keuangan dari sistem kesehatan (Walt, 1994).
Pengembangan kebijakan biasanya Top-up di mana Departemen
Kesehatan memeiliki kewenangan dalam pencapaian kebijakan Implementasi
dan strateginya adalah bottom-up. Kebijakan kesehatan harus berdasarkan
pembuktian yang menggunakan pendekatan problem solving secara linear.
Tujuan dari kebijakan kesehatan adalah untuk menyediakan pola pencegahan,
pelayanan yang terfokus pada pemeliharaan kesehatan, pengobatan penyakit
dan perlindungan terhadap kaum rentan (Gormley, 1999).
Kebijakan kesehatan juga peduli terhadap dampak dari lingkungan dan
sosial ekonomi terhadap kesehatan (Poter, ogden and Pronyk, 1999).
Contohnya, pembiayaan kesehatan dari pemerintash dan swasta atau kebijakan
dalam hal pemantapan pelayanan kesehatan ibu dan anak (Walt, 1994).
Kebijakan kesehatan berpihak pada hal-hal yang dianggap penting dalam

19
suatu institusi dan masyarakat, bertujuan jangka panjang untuk mencapai
sasaran, menyediakan rekomendasi yang praktis untuk keputusan-keputusan
penting (WHO, 2000). Kebijakan kesehatan tidak saja terdiri dari dokumen-
dokumen strategi dalam suatu negara, tetapi juga bagaimana kebijakan itu
diimplementasi oleh pengambil keputusan dan pemegang program kesehatan,
dan bagaimana melakukannya secara praktis pada masing-masing tingkatan
pemerintahan.

20
SUMBER

Abdurrahman. (2012). Kebijakan Pemerintah Daerah Dalama Pelayanan


Kesehatan Masyarakat di Kecamatan Bacan Tengah kabupaten
Halmahera Selatan. Universitas hassanudin Makassar. Tersedia
pada : <https://www.slideshare.net/selvyytjahbalet/kebijakan-
pelayanan-kesehatan> (diakses 14 Oktober 2022).
Amelia, Rizki. (2018). Pengantar Administrasi dan kebijakan kesehatan : PT.
Sahabat Alter Indonesia
Ayuningtyas, D. (2015). Kebijakan Kesehatan: Prinsip dan Praktik. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Ayuningtyas, D. 2018. Analisis Kebijakan Kesehatan, Prinsip dan aplikasi,
Jakarta, PT RajaGrafindo Persada.
Dunn, William N., 2000. Public Policy Analysis An Introduction. Diterjemahkan
oleh Wibawa, S., dkk. Pegantar Analisis Kebijakan Publik, Edisi
kedua, Gajahmada Universitas Pres.
Dunn (1988). Masalah kebijakan kesehatan. Tersedia pada :
https://www.academia.edu/35309013/Makalah_Kebijakan_Kesehat
an (diakses 14 oktober 2022).
Kent Buse, Nicholas Mays & Gill Walt, 2013. Making Health
Policy ,Understanding public health. UGM. Jaringan Kebijakan
kesehatan Indonesia, 2019.
Nurpaida, (2015). Analisis Kebijakan Kesehatan. Tersedia pada
https://www.academia.edu/19018926/KEBIJAKAN_KESEHATA
N (diakses 14 Oktober 2022).

21
22

Anda mungkin juga menyukai