24-Article Text-114-1-10-20170816
24-Article Text-114-1-10-20170816
Dian Mutmainah5
Abstract
Pendahuluan
5
Penulis adalah Staf Pengajar pada Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya
perubahan yang cukup signifikan terkait ekspansi para pemodal lokal maupun
asing untuk mendirikan pasar modern. Kota Malang sudah sejak lama memiliki
tempat belanja modern berupa mal, seperti Sarinah, Malang Plaza, dan Gadjah
Mada Plaza. Fenomena pembangunan pasar modern semacam ini kembali terjadi
memasuki tahun 2000-an. Dimana Proyek pertama pembangunan pasar modern
di era 2000-an berupa mal yang kemudian dikenal dengan Malang Town Square
(MATOS) dan sempat menimbulkan kontroversi karena dibangun di kawasan
pendidikan. Proyek besar selanjutnya adalah pembangunan Malang Olympic
Garden (MOG) yang dibangun tepat di lokasi Stadion Gajayana yang merupakan
kebanggaan warga Malang yang terkenal loyal dengan klub-klub sepakbolanya.
Proyek kedua ini juga tidak lepas dari kontroversi karena sebagian warga
beranggapan bahwa pembangunan MOG akan membuat Kota Malang menjadi
semakin metropolitan; dua mal baru terlalu banyak untuk ukuran kota Malang.
Namun, akhirnya MATOS dan MOG diterima sebagai bagian dari kegiatan
perdagangan di Kota Malang. Bagian terpenting dari mal yang dianggap
menghadirkan ancaman bagi pedagang lokal adalah supermarket-nya yang
memperjualbelikan bahan makanan pokok yang merupakan komoditi andalan
dalam transaksi di pasar tradisional.
Ekspansi pasar modern selanjutnya berlangsung secara berbeda.
Beberapa waralaba hipermarket memilih untuk mengakuisisi bagian supermarket
dari mal lama seperti hipermarket dan Carrefour yang menggantikan
supermarket lama Plaza Mitra di kawasan alun-alun Kota Malang.yang telah ada
sebelumnya atau mencari lahan baru dan beroperasi sendiri tanpa menjadi
bagian dari mal. Sebagai contoh, hipermarket Giant di kawasan Kawi Atas atau
minimarket-minimarket Alfamart dan Indomaret yang tersebar di seluruh
pelosok Kota Malang. Ekspansi yang terakhir ini kemudian dianggap lebih
mengancam daripada ketika waralaba semacam itu berada dalam komplek mal
yang umumnya lebih berjarak dengan pasar tradisional.
Liberalisasi perdagangan telah memungkinkan semua itu terjadi.
Transaksi berskala kecil, harga murah, dan keakraban bukan lagi menjadi
pertimbangan utama bagi konsumen untuk datang ke toko-toko kecil.
Hipermarket yang juga melayani transaksi kecil setara toko kelontong (ritel),
6
Lihat Human Development Report 1994, (New York: Oxford University Press, 1994), p. 22.
jauh kepada aspek tidak adanya gangguan yang berasal dari kehadiran
hipermarket Giant terhadap kegiatan ekonomi masyarakat di sekitar lokasi ia
berada. Lebih dari sekedar perhitungan untung-rugi, pendekatan keamanan
insanimenekankan pada ada tidaknya keterlibatan warga secara sadar dalam
menentukan perubahan (rekayasa) atas lingkungannya.Keterlibatan ini akan
dilihat dari empat karakteristik dasar keamanan insani, yaitu universal,
interdependen, preventif, dan people-centered. Dalam konteks ini, akan dilihat
apakah keberadaan Giant bertentangan dengan nilai-nilai universal, dalam kasus
ini pelanggaran hak asasi manusia warga sekitar; apakah perubahan situasi
terkait dengan peristiwa atau aktor dari negara lain; apakah ada upaya
pencegahan terhadap dampak negatif atas keberadaan Giant; dan apakah
keputusan atas pendirian Giant dilakukan dengan melibatkan masyarakat.
Beberapa kriteria digunakan untuk menampilkan posisi penting kegiatan
ekonomi bagi pelakunya, antara lain status kepemilikan lokasi, status usaha,
omset, jenis usaha, dan jarak dengan Giant. Masing-masing kriteria mewakili
aspek tertentu: martabat atau pengaruh usaha terhadap status sosial ekonomi
(status kepemilikan lokasi dan status usaha); kesetaraan atau level transaksi
(omset); dan solidaritas atau kesamaan kondisi (jenis usaha). Hasil survei
ditampilkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Profil Responden
N Jumlah
Persentase
No. Kategori
1 Status
a. Sendiri 22 48,9
Kepemilikan Lokasi
b. Sewa/ Kontrak 23 51,1
2 Status Usaha
a. Utama 30 66,7
b. Sampingan 13 28,9
c. TidakTahu 2 4,44
3 Omset
a. <100 2 4,44
b. 100-500 25 55,56
c. >500-2 jt 13 28,89
d. > 2 jt 5 11,10
4 Jenis Usaha
a. Kelontong 5 11,10
b. Lainnya 40 88,89
Ditemukan juga bahwa tidak ada usaha di sekitar Giant yang setara
dengan level transaksi hipermarket tersebut. Seperti yang sudah disampaikan,
sebagian besar usaha di kawasan tersebut merupakan usaha kecil dan menengah.
Dalam konteks perdagangan terjadi persaingan yang tidak seimbang antara
Giantdengan usaha-usaha yang ada di sekitarnya. Terakhir, dalam aspek
solidaritas ditemukan bahwa potensi terbangunnya solidaritas antar pedagang
sangat rendah karena jenis usaha di sekitar Giant sangat beragam. Berdasarkan
data, dapat dilihat bahwa usaha kelontong sebagai jenis usaha yang memiliki
kesamaan komoditi dengan Giant ternyata hanya berjumlah lima buah atau
11,1% dari seluruh responden. Artinya, jika kelima usaha ini menjadi kelompok
yang paling dirugikan sekalipun, maka akan cukup sulit menciptakan solidaritas
penolakan di antara mereka.
Dari ketiga aspek keamanan insani, bisa disimpulkan bahwa sebagian
besar usaha para pedagang di sekitar Giant Dinoyo menjadi sumber pendapatan
utama bagi pemiliknya. Dengan sebagian besar usaha dalam skala kecil dan
menengah, artinya mereka memainkan peranan penting dalam memenuhi
kondisi keamanan insani para pedagang secara ekonomi. Namun demikian,
berdasarkan fakta terkait jenis usaha, hanya sebagian kecil usaha di kawasan
tersebut yang terancam oleh keberadaan Giant karena alasan kesamaan
komoditi. Secara umum respon para responden terhadap keberadaan Giantsangat
bervariasi.
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar responden (80%
atau 36 orang) menyatakan tahu tentang ‘apa itu Giant’. Sebagian besar juga
mengetahui rencana pembangunannya (57,8%) dari berbagai sumber. Dari total
36 responden yang menyatakan paham tentang Giant, seluruhnya mengetahui ia
sebagai ‘supermarket atau swalayan tempat belanja kebutuhan sehari-hari’. Dari
jumlah tersebut 32 responden menyatakan tidak tahu dari mana Giant berasal, 2
responden menyatakan asalnya dari Malaysia dan 2 orang lagi menyatakan
asalnya dari Indonesia. Yang menarik, ada 9 orang responden yang sama sekali
tidak mengetahui tentang apa itu Giant. Walaupun secara kuantitas tidak
dominan, kelompok ini menjadi indikasi bahwa tidak semua pedagang di sekitar
hipermarket Giant menaruh perhatian khusus pada kompetitor dari level global.
Mereka cenderung menganggap Giant sebagai pesaing biasa seperti halnya
pesaing lain di tingkat lokal.
Pemahaman tentang rencana pembangunan Giant semakin rendah atau
dengan kata lain semakin banyak yang tidak mengetahui rencana tersebut, yaitu
sebanyak 42,2% (19). Total ada 26 responden yang mengetahui rencana
pembangunan Giant. Menariknya, hanya satu orang yang menyatakan
mengetahuinya dari pihak aparat. Sebanyak 22 orang lainnya mengetahui dari
berbagai pihak seperti media dan pihak non-pedagang, serta hanya tiga orang
Pertanyaan
N Jawaban Jumlah Perse
No. ntase
Omset
7 usaha setelah a. Berkurang 11 24,4
adanya Giant b. Meningkat 8 17,8
c. Tetap 26 57,8
Jika
8 berkurang, ada a. Ya 3 27,3
hubungannya
( dengan b. Tidak 3 27,3
7a) Giant? c. Tidak tahu 5 45,4
Siapa
9 yang a. Pemerintah pusat 0 0
bertanggung
( jawab? b. Pemerintah daerah 6 53,3
7a) (jika berkurang) 11 c. Warga sekitar 0 2,2
responden d. Lainnya 1 6,7
e. Tidak ada yang 4 35,6
bertanggung jawab
f. Abstain 0 2,2
Apa
1 yang harus Harus ada pengaturan jarak 1
0 dilakukan oleh antara toko tradisional
pemerintah
( daerah? dengan pemodal besar
9b) (reaksi 6 responden)
Melakukan penelitian 1
mendalam pada masyarakat
sekitar sebelum memberikan
izin usaha retailer
Merasa
1 terlindungi a. Ya 5 11,1
1 oleh pemerintah?
b. Tidak 35 (11) 77,8
c. Tidak tahu 5 11,1
Siapa
1 yang paling a. Giant 16 35,6
2 diuntungkan?
b. Pemerintah pusat 0 0
c. Pemerintah daerah 2 4,4
d. Masyarakat 11 24,4
e. Pemda dan masyarakat 1 2,2
f. Giant, pemda, dan 2 4,4
masyarakat
g. Giantdan pemda 9 20
h. Giant dan masyarakat 2 4,4
i. Semua (a,b,c, & d) 2 4,4
Upaya
1 Pencegahan a. Tidak ada 25 55,6
3 Rugi
b. Ada 20 44,4
Berpengaruh
1 terhadap a. Ya 18 40
4 nafkah keluarga?
b. Tidak 27 60
Ada
1 perubahan a. Ya 18 40
5 standar hidup?
b. Tidak 26 57,8
c. Abstain 1 2,2
Sektor
1 yang a. Konsumsi 11 61,1
6 disesuaikan (15a)
b. Pendidikan 5 27,8
c. Rekreasi 2 11,1
Ada
1 perubahan a. Tidak 10 55,6
7 terhadap rencana
masa depan? (15a) b. Ada 7 38,9
c. Tidak tahu 1 5,5
Ada
1 upaya alternatif? a. Tidak ada 5 71,4
8 (17b)
b. Ada 2 28,6
di luar pemerintah yang harus bertanggung jawab. Yang menarik, empat orang
menyatakan bahwa ‘tidak ada yang bertanggung jawab’. Jawaban terakhir ini
menampilkan satu profil responden yang paling ‘apatis’ dibanding jawaban
lainnya. Jadi, sebenarnya terdapat lebih dari tiga responden (mereka yang
merasa dirugikan oleh Giant) yang menuntut pertanggungjawaban pemerintah
daerah. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang tidak menyebutkan secara
langsung bahwa mereka dirugikan oleh kehadiran Giant sebenarnya berpendapat
serupa, hanya tidak mengekspresikannya secara terbuka.
Dari enam responden yang menyebutkan bahwa ‘Pemerintah daerah
yang harus bertanggung jawab’, sebanyak tiga orang berpendapat bahwa
pemerintah daerah seharusnya ‘melindungi usaha kecil dan mengatur
keberadaan usaha besar’, satu orang mengatakan, ‘harus ada pengaturan jarak
antara toko tradisional dengan pemodal besar’, seorang lagi mengatakan bahwa
pemerintah daerah seharusnya ‘melakukan penelitian mendalam pada
masyarakat sekitar sebelum memberikan izin usaha retailer’, dan responden
terakhir mengatakan bahwa pemerintah daerah seharusnya melakukan
‘pembatasan retailer asing karena membunuh kemampuan masyarakat’. Dari
serangkaian pernyataan tersebut dapat dibaca bahwa sebenarnya beberapa
responden melihat Giantsebagai ancaman. Hanya saja, cara pandang itu tidak
sejalan dengan pilihan tindakan sebagai reaksi atas ancaman tersebut,
sebagaimana bisa dilihat dari inkonsistensi atas jawaban-jawaban untuk
pertanyaan nomor 8, 9, dan 10. Inkonsistensi terlihat lebih jelas dalam jawaban
atas pertanyaan nomor 11 yang disampaikan ke seluruh responden. Menariknya,
sebanyak 77,8 % responden (35 orang) menyatakan merasa tidak terlindungi
oleh pemerintah, hanya 11,1% (5) responden yang menyatakan merasa
terlindungi oleh pemerintah, dan 11,1 % lainnya menyatakan ‘tidak tahu’.
Berdasarkan pengamatan pada pola jawaban sebelumnya, responden yang
menjawab ‘tidak tahu’ adalah mereka yang enggan menjelaskan lebih jauh
ketika (sebenarnya ingin) memutuskan menjawab ‘ya’.
Pertanyaan nomor 12 tentang ‘siapa yang diuntungkan’ dimaksudkan
untuk melihat cara pandang responden tentang pesaing atau ‘oposisi’. Jawaban
terbanyak atas pertanyaan ini adalah ‘Giant’ (16 responden), ‘masyarakat’ (11
responden), dan ‘Giant dan pemda’ (9 responden). Dari uraian tersebut bisa
dilihat bahwa responden cenderung melihat berdasarkan logika ekonomi
daripada logika kepentingan (politis). Hanya 9 responden yang melihat adanya
keterkaitan antara kedua ranah tersebut. Namun demikian, jumlah ini juga tidak
konsisten dengan jumlah responden yang menyatakan secara terbuka tentang
‘kekhawatiran’ mereka seperti yang terlihat dalam jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan sebelumnya.
Pertanyaan nomor 13 tentang ‘Upaya Pencegahan dari Kerugian’
disampaikan kepada semua responden dengan pertimbangan bahwa pertanyaan
‘tidak langsung’ semacam ini justru mewakili apa yang sesungguhnya ingin
disampaikan responden. Dari 45 responden, 55,6 % (25) orang menyatakan
‘tidak ada’ atau tidak melakukan upaya pencegahan dan 20 orang menyatakan
melakukan upaya pencegahan. Bentuk dari upaya pencegahan yang dilakukan
secara umum bisa dibagi menjadi tiga, yaitu memperbaiki kualitas layanan,
mengurangi skala usaha, atau membuat usaha alternatif. Kelompok yang
mewakili bentuk pencegahan dengan memperbaiki kualitas layanan meliputi
upaya ‘mencari supplier yang setara dengan Giant, survei harga di Giant,
meningkatkan jumlah produk dan survei harga, menambah produk pelengkap,
menyebar brosur ke instansi untuk menjalin kerja sama, membuka cabang, jam
buka lebih awal dan jam tutup lebih malam, membuat brosur promosi dan papan
reklame, menambah stok barang, meningkatkan manajemen dan SDM, dan
mengirim barang ke luar’. Bentuk upaya yang kedua berupa mengurangi jumlah
karyawan, sementara bentuk upaya dalam kategori ketiga termasuk membuka
usaha kontrakan rumah atau kos-kosan, mengubah jenis usaha, menekuni usaha
lain (jahitan), dan tidak mempekerjakan karyawan.
Pertanyaan nomor 14 berkaitan dengan pengaruh perubahan kondisi
usaha terhadap nafkah keluarga. Sebanyak 40% (18) responden menjawab ‘Ya’
dan 60% (27) responden menjawab ‘Tidak’. Dari 18 orang tersebut, hanya tiga
orang yang menyatakan terpengaruh secara negatif, sementara 15 responden
lainnya justru mengungkapkan adanya perubahan kondisi usaha secara positif
yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan karyawan. Bentuk pengaruh
negatif tersebut di antaranya adalah ‘penggunaan omset usaha untuk memenuhi
isu tertentu, namun ketika sampai pada pertanyaan tentang pihak yang harus
bertangggung jawab, banyak responden yang kemudian menguraikan secara
panjang lebar tentang hal tersebut. Ini menunjukkan bahwa terdapat faktor lain
yang menghambat para pedagang untuk secara terbuka menyampaikan
(mengekspresikan) apa yang mereka rasakan. Sebagai konsekuensinya, reaksi
terhadap dampak itu pun relatif ambigu. Pada akhirnya, sangat sedikit kesan
negatif yang tertangkap terkait kehadiran Giant di kawasan Dinoyo, walaupun
uraian tentang kekecewaan disampaikan secara panjang lebar. Yang terpenting
adalah pemahaman bahwa para responden bukanlah pihak yang bisa melakukan
upaya perlindungan diri. Jika suatu hal sudah diputuskan pemerintah, maka
itulah yang harus dilakukan. Apabila itu terkait dengan masalah ekonomi, maka
persaingan dianggap sebagai hal yang wajar walaupun sangpesaing adalah aktor
global.
Penutup
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa ketahanan ekonomi pedagang
lokal di sekitar GiantDinoyo relatif baik menurut para pedagang. Namun
demikian, jika dilihat lebih jauh beberapa karakteristik ketahanan ekonomi tidak
terpenuhi secara baik. Kelemahan terbesar dari kondisi tersebut justru berada
pada level masyarakat yang tidak terlalu memahami posisi pesaing global.
Akibatnya, solidaritas yang terbangun tidak dibentuk melalui pemahaman
tentang pesaing global tersebut. Di sinilah alasan mengapa isu global-lokal tidak
terlalu menjadi pertimbangan bagi para pedagang dalam melihat posisi Giant.
Pemahaman yang rendah terkait dampak dari kompetisi ekonomi global
berimplikasi pada pemahaman tentang hak politik untuk bersikap kritis pada
kebijakan pemerintah. Ambiguitas perilaku responden mewakili keinginan agar
pihak lain yang menyampaikan keluhan mereka untuk mendorong perubahan
kondisi agar menjadi lebih baik.
Secara keseluruhan, penelitian yang penulis lakukan ini masih memiliki
banyak kelemahan. Bagian tersulitnya adalah mempertemukan level kajian pada
tingkat global dengan isu lokal. Hal ini menjadi tantangan dalam kajian ilmu
Hubungan Internasional yang selama ini cenderung melihat permasalahan pada
REFERENSI
Buku
Moleong, J. Lexy. 1985.Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya
Offset , 1985
Nesaduri, Helen ES. 2005.Conceptualising Economic Security in an Era of
Globalisation: What Does the East Asian Experience Reveal?. CSGR Working
Paper No. 157/05
Jurnal
Human Development Report 1994, New York: Oxford University Press, 1994
Website
www.ilo.org/public/english/protection/ses/download/docs/definition.pdf
Surat Kabar
Kompas, Kompas Edisi 16 Maret 2001