Anda di halaman 1dari 19

Globalisasi dan Dinamika Lokal: Kondisi Keamanan Insani

Pedagang Lokal di Sekitar Hipermarket Giant


di Kota Malang

Dian Mutmainah5

Abstract

This article is part of a research that applied human security as a concept in a


local situation. The research investigated whether the presence of Giant hypermart as a
representation of foreign actor affects the human security of local traders around it. It
is an important question because global interaction has been reducing the capability of
the state to provide security to its citizen. In this case, the presence of Giant at one
urban area in Malang City has inevitably put local traders into global economic
competition.
The findings of the research demonstrate that the locals’ understanding is
insufficient to build solidarity in order to create collective mechanism to survive the
competition. One of the main reasons was because they merely saw the competition as a
normal consequence of government policies. Indeed, it can be concluded that the
guarantee of the fulfillment of locals’ human security also requires their understanding
over their political rights to question government policies.

Keywords: globalization, human security, economic security

Pendahuluan

Perdagangan internasional telah mendorong interaksi antara berbagai


aktor dan kepentingan yang ada di tingkat global dengan mereka yang berada di
tingkat lokal. Konsekuensinya, ketahanan ekonomi sebagai bagian dari human
security (keamanan insani) suatu masyarakat atau negara tidak bisa dijamin
dengan hanya memperhitungkan faktor-faktor yang bisa dikendalikan oleh
negara. Investasi asing dalam berbagai bentuknya menghadirkan secara langsung
para aktor global dalam transaksi ekonomi di tingkat lokal. Artinya, interaksi
ekonomi global memiliki kemampuan untuk mempengaruhi ketahanan ekonomi
sampai pada level yang paling bawah, termasuk di Kota Malang.
Kota Malang memiliki posisi yang strategis baik secara ekonomi, politik,
maupun budaya. Selain dikenal sebagai kota yang memiliki banyak institusi
pendidikan, Kota Malang juga dikenal sebagai kota wisata dan juga kota
perdagangan (Kompas:16/03/2001). Khusus di sektor perdagangan, terjadi

5
Penulis adalah Staf Pengajar pada Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 71


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

perubahan yang cukup signifikan terkait ekspansi para pemodal lokal maupun
asing untuk mendirikan pasar modern. Kota Malang sudah sejak lama memiliki
tempat belanja modern berupa mal, seperti Sarinah, Malang Plaza, dan Gadjah
Mada Plaza. Fenomena pembangunan pasar modern semacam ini kembali terjadi
memasuki tahun 2000-an. Dimana Proyek pertama pembangunan pasar modern
di era 2000-an berupa mal yang kemudian dikenal dengan Malang Town Square
(MATOS) dan sempat menimbulkan kontroversi karena dibangun di kawasan
pendidikan. Proyek besar selanjutnya adalah pembangunan Malang Olympic
Garden (MOG) yang dibangun tepat di lokasi Stadion Gajayana yang merupakan
kebanggaan warga Malang yang terkenal loyal dengan klub-klub sepakbolanya.
Proyek kedua ini juga tidak lepas dari kontroversi karena sebagian warga
beranggapan bahwa pembangunan MOG akan membuat Kota Malang menjadi
semakin metropolitan; dua mal baru terlalu banyak untuk ukuran kota Malang.
Namun, akhirnya MATOS dan MOG diterima sebagai bagian dari kegiatan
perdagangan di Kota Malang. Bagian terpenting dari mal yang dianggap
menghadirkan ancaman bagi pedagang lokal adalah supermarket-nya yang
memperjualbelikan bahan makanan pokok yang merupakan komoditi andalan
dalam transaksi di pasar tradisional.
Ekspansi pasar modern selanjutnya berlangsung secara berbeda.
Beberapa waralaba hipermarket memilih untuk mengakuisisi bagian supermarket
dari mal lama seperti hipermarket dan Carrefour yang menggantikan
supermarket lama Plaza Mitra di kawasan alun-alun Kota Malang.yang telah ada
sebelumnya atau mencari lahan baru dan beroperasi sendiri tanpa menjadi
bagian dari mal. Sebagai contoh, hipermarket Giant di kawasan Kawi Atas atau
minimarket-minimarket Alfamart dan Indomaret yang tersebar di seluruh
pelosok Kota Malang. Ekspansi yang terakhir ini kemudian dianggap lebih
mengancam daripada ketika waralaba semacam itu berada dalam komplek mal
yang umumnya lebih berjarak dengan pasar tradisional.
Liberalisasi perdagangan telah memungkinkan semua itu terjadi.
Transaksi berskala kecil, harga murah, dan keakraban bukan lagi menjadi
pertimbangan utama bagi konsumen untuk datang ke toko-toko kecil.
Hipermarket yang juga melayani transaksi kecil setara toko kelontong (ritel),

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 72


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

bersih, dan menarik menghadirkan pertimbangan-pertimbangan baru bagi para


konsumen untuk berbelanja. Hal inilah yang menempatkan hipermarket secara
potensial menjadi ancaman bagi pedagang lokal. Sejauh ini, kehadiran pasar
modern di Kota Malang tidak menimbulkan krisis yang berakhir dalam bentuk
konflik social. Namun demikian, hal itu tidak dengan sendirinya menjamin
bahwa tidak ada dampak negatif dari situasi ini, terutama yang melibatkan
permodalan asing.
Salah satu hipermarket yang beroperasi di Kota Malang adalah Giant.
Hipermarket ini merupakan usaha waralaba ritel yang merupakan bagian dari
grup Dairy Farm International asal Hong Kong. Terdapat beberapa hal menarik
yang perlu dicatat terkait fakta tersebut. Pertama, lokasi pembangunan
hipermarket Giant adalah Kawi Atas. Lokasi padat penduduk sekaligus
merupakan sentra perdagangan. Artinya, permodalan asing sudah tidak lagi
hanya berada dalam sektor ekonomi atau perdagangan dalam skala yang sangat
besar atau makro. Kedua, keberadaan kompetitor asing dalam ekonomi skala
kecil menciptakan kompetisi yang tidak seimbang. Waralaba asing yang sudah
lama berkembang selama ini, terutama waralaba makanan, bisa diterima karena
faktor kekhasan produk. Namun, hipermarket justru menjadi pesaing tanpa
kekhasan produk. Ketiga, hipermarket Giant termasuk pemain dalam kategori
retail berskala besar yang menyediakan kebutuhan dari hulu sampai hilir.
Dengan demikian, menjadi penting untuk melihat upaya pedagang lokal dalam
mempertahankan tingkat transaksi maupun jumlah konsumen di lokasi tersebut
akibat munculnya pesaing berlevel global.
Dalam kajian Ilmu Hubungan Internasional, masalah ini menjadi
perhatian karena berpotensi mempengaruhi ketahanan ekonomi para pedagang
lokal. Dalam konteks ini, jaminan terhadap keberlangsungan hidup pedagang
lokal dan keluarga mereka, termasuk penyediaan akses-akses sosial ekonomi,
termasuk pendidikan, tergantung pada besarnya transaksi usaha mereka.
Hadirnya hipermarket Giant di kawasan Dinoyo, menghadirkan potensi ancaman
bagi ketahanan ekonomi para pedagang lokal. Penelitian ini bermaksud melihat
lebih jauh keterkaitan tersebut dengan mempertimbangkan potensi positif
ekspansi ekonomi global dan terjaminnya keamanan ekonomi masyarakat lokal,

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 73


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

yang dalam penelitian ini dikhususkan pada para pedagang di sekitar


hipermarket Giant.
Tulisan ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana kondisi
keamanan insani pedagang lokal terhadap kehadiran hipermarket Giant sebagai
kompetitor global di Kota Malang yang berimplikasi terhadap ketahanan
ekonomi.

Keamanan Insani dan Ketahanan Ekonomi


Keamanan insani (human security) adalah konsep keamanan non-
tradisional yang berkembang pasca Perang Dingin. Ia menggeser konsep
keamanan tradisional yang awalnya berkonsentrasi pada ancaman-ancaman yang
sifatnya militer menjadi persoalan-persoalan yang berfokus pada keamanan
manusia dan komunitas. Obyek dari keamanan insani adalah kondisi manusia
yang bukan saja terjamin keamanan dan keselamatannya dari ancaman-ancaman
yang sifatnya fisik, tapi juga bagaimana manusia dapat bertahan hidup serta
memperoleh hidup yang layak dan bermartabat. Dengan kata lain, ancaman
dalam keamanan insani adalah ancaman atas martabat manusia. Konsep
keamanan insani pertama kali secara resmi disebutkan dalam Human
Development Report tahun 1993 dan dijelaskan secara sistematik dalam Human
Development Report 1994. Menurut laporan terakhir ini, keamanan insani harus
menitikberatkan pada empat karakteristik dasar, yaitu universal, interdependen,
preventif, dan people-centered (Human Development Report, 1994: 22).
Universal dalam karakterisistik keamnan insani berarti keamanan insani berlaku
untuk seluruh umat manusia di mana saja, baik di negara kaya maupun miskin;
interdependen atau melibatkan semua bangsa; preventif, di mana usaha
pencegahan terhadap ancaman keamanan insani lebih efisien dan hemat biaya
daripada upaya penanganannya;dan people-centered, yaitu bahwa keamanan
insani lebih menitikberatkan pada bagaimana manusia hidup di masyarakat,
bagaimana mereka bisa bebas melakukan pilihan, sebesar apa akses mereka pada
peluang pasar dan sosial, dan apakah mereka bisa hidup dalam konflik atau
dalam damai. 6

6
Lihat Human Development Report 1994, (New York: Oxford University Press, 1994), p. 22.

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 74


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

Pendekatan keamanan insani menawarkan konsep yang mendasarkan diri


pada pertanyaan-pertanyaan baru terkait masalah keamanan. Pergeseran dari
keamanan yang berbasis negara menjadi keamanan yang berbasis individu
memunculkan tiga pertanyaan baru, yaitu “Security of Whom,”“Security from
What,”dan“Security by What Means.” Dalam hal “Security of Whom,” keamanan
insani menawarkan fokus pada individu dan kelompok individu yang lebih luas
konteksnya yang mencakup nilai-nilai seperti martabat, kesetaraan dan
solidaritas. Keamanan insani melihatkeamananatas individu sebagai manusia,
bukan hanya sekedar sebagai warga negara. Individu menjadi aktor vital yang
harus diperhitungkan paling utama, keamanannya menjadi tujuan akhir,
sementara instrumen atau aktor lain adalah subordinat (Human Development
Report, 1994: 22).
Ancaman atau “Security from What” bagi keamanan insani bisa datang
dari mana saja, mulai dari negara dan negara lain akibat perang atau kekerasan
fisik, kekerasan dari kelompok lain, dari individu yang lain dan bahkan dari diri
sendiri. Salah satu prinsip keamanan insani adalah melihat tidak ada satu pun
ancaman dan kekerasan terhadap manusia atau individu yang bentuknya tunggal.
Semua ancaman, aktor, instrumen, dan solusi potensial terhadap tantangan-
tantangan keamanan insani berhubungan dan sangat tergantung satu sama lain
dalam konteks global, dimana batas nasional dan kedaulatan dipandang
relevansinya semakin berkurang. Sementara itu, “Security by What Means”
dimaknai tidak hanya mulai dari bagaimana mendorong kebijakan publik yang
tidak memicu insecurity (ketidakamanan) sejak awal, namun juga menjadikan
individu sebagai basis fundamental bagi keamanan. Individu menjadi ‘agen’
yang secara aktif mengidentifikasi ancaman potensial terhadap keamanannya
dan berpartisipasi aktif untuk memitigasinya. Negara dan institusi lain hanyalah
alat untuk mencapai tujuan utama, yaitu keberadaan dan harga diri dari manusia
sendiri.
Selanjutnya, aspek keamanan insani dikaitkan dengan dimensi yang lebih
spesifik dalam konteks ketahanan ekonomi (economic security). Ketahanan
ekonomi menekankan bahwa kondisi struktural globalisasi ekonomi tidak dapat
dipisahkan dari realitas kehidupan saat ini. Banyak pakar globalisasi sepakat

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 75


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

bahwa selain mendatangkan kemakmuran, globalisasi ekonomi kontemporer


juga memicu munculnya periode ekonomi yang rentan dan tidak pasti, yang
membawa implikasi pada seberapa besar rasa aman yang dimiliki negara,
komunitas, dan terutama individu (Helen E.S. Nesadurai : 2005). Para pakar
Studi Pembangunan dan Ekonomi Politik Internasional berargumen bahwa
ketidaktahanan ekonomi dilihat sebagai rentannya negara, masyarakat, dan
individu terhadap persitiwa-peristiwa ekonomi, khususnya krisis-krisis yang
menggangggu keberadaan material. Sementara itu, pakar kebijakan publik
melihat ketahanan ekonomi secara lebih komprehensif dalam kerangka
keamanan insani, dimana ketahanan ekonomi dilihat sebagai upaya
mengamankan individu dari hilangnya pendapatan dan konsumsi secara tiba-
tiba, misalnya melalui penjaminan keamanan sosial (Nesadurai, 2005). Ancaman
utama terhadap ketahanan ekonomi adalah kemiskinan. Dalam konteks ini,
setiap orang membutuhkan jaminan atas penghasilan dasar, baik yang diperoleh
dari kerja produktif atau renumerator, baik di sektor publik maupun privat,
ataupun yang diperoleh dari gaji atau pendapatan sendiri melalui usaha mandiri.
Tulisan ini dihasilkan dari penelitian yang menggunakan metode
kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan dalam bentuk survei
untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang persepsi pedagang lokal
tentang Giant. Metode kualitatif digunakan untuk melakukan analisis terhadap
struktur, perilaku, dan tindakan sosial dalam rangka menjawab pertanyaan
penelitian melalui pemahaman mendalam terhadap fakta-fakta sosial (Moleong,
1985). Penelitian dilaksanakan di wilayah Kota Malang, tepatnya di sekitar
lokasi hipermarket Giant Dinoyo. Data primer dikumpulkan melalui survei dan
wawancara terhadap 45 orang pedagang di sekitar lokasi. Bagian tulisan setelah
ini menguraikan hasil penelitian yang dibagi dalam tiga bagian sesuai dengan
tiga pertanyaan inti keamanan insani sebagaimana yang telah dijelaskan.

Posisi Ekonomi Pedagang Lokal terkait Keberadaan Giant (Security


of Whom)
‘Security of Whom’meliputi aspek terkait nilai-nilai seperti martabat,
kesetaraan dan solidaritas. Pendekatan keamanan insanibertujuan melihat lebih

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 76


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

jauh kepada aspek tidak adanya gangguan yang berasal dari kehadiran
hipermarket Giant terhadap kegiatan ekonomi masyarakat di sekitar lokasi ia
berada. Lebih dari sekedar perhitungan untung-rugi, pendekatan keamanan
insanimenekankan pada ada tidaknya keterlibatan warga secara sadar dalam
menentukan perubahan (rekayasa) atas lingkungannya.Keterlibatan ini akan
dilihat dari empat karakteristik dasar keamanan insani, yaitu universal,
interdependen, preventif, dan people-centered. Dalam konteks ini, akan dilihat
apakah keberadaan Giant bertentangan dengan nilai-nilai universal, dalam kasus
ini pelanggaran hak asasi manusia warga sekitar; apakah perubahan situasi
terkait dengan peristiwa atau aktor dari negara lain; apakah ada upaya
pencegahan terhadap dampak negatif atas keberadaan Giant; dan apakah
keputusan atas pendirian Giant dilakukan dengan melibatkan masyarakat.
Beberapa kriteria digunakan untuk menampilkan posisi penting kegiatan
ekonomi bagi pelakunya, antara lain status kepemilikan lokasi, status usaha,
omset, jenis usaha, dan jarak dengan Giant. Masing-masing kriteria mewakili
aspek tertentu: martabat atau pengaruh usaha terhadap status sosial ekonomi
(status kepemilikan lokasi dan status usaha); kesetaraan atau level transaksi
(omset); dan solidaritas atau kesamaan kondisi (jenis usaha). Hasil survei
ditampilkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Profil Responden

N Jumlah
Persentase
No. Kategori
1 Status
a. Sendiri 22 48,9
Kepemilikan Lokasi
b. Sewa/ Kontrak 23 51,1
2 Status Usaha
a. Utama 30 66,7
b. Sampingan 13 28,9
c. TidakTahu 2 4,44
3 Omset
a. <100 2 4,44
b. 100-500 25 55,56
c. >500-2 jt 13 28,89
d. > 2 jt 5 11,10
4 Jenis Usaha
a. Kelontong 5 11,10
b. Lainnya 40 88,89

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 77


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

Kriteria pertama akan melihat bagaimana pengaruh usaha terhadap


kondisi sosial ekonomi para pedagang. Jika dilihat dari kepemilikan lokasi,
distribusi responden terbagi menjadi 48,9% (22) lokasi usaha adalah milik
sendiri dan 51,1% (23) merupakan usaha yang lokasinya disewa atau dikontrak.
Dari temuan ini dapat dilihat bahwa terdapat komposisi yang relatif seimbang
antara usaha yang lokasinya milik sendiri dan yang lokasinya sewaan. Dalam
aspek ini, ditemukan bahwa lokasi usaha milik sendiri tidak selalu
mengindikasikan posisi ekonomi yang relatif lebih stabil dibanding dengan
usaha yang lokasinya disewa. Kriteria ini masih perlu dikaitkan dengan kriteria
omset karena ternyata lokasi usaha milik sendiri bisa jadi sebuah upaya
pertahanan terakhir aktivitas ekonomi yang hanya bisa dilakukan dalam skala
yang sangat kecil (omset rendah).
Berdasarkan kriteria status usaha, responden terdistribusi sebagai
berikut: 66,7% (30) merupakan usaha utama; 28,9% (13) merupakan usaha
sampingan; dan 4,44% (2) menyatakan tidak tahu status usaha tersebut karena
mereka hanya karyawan. Komposisi persentase ini menunjukkan bahwa
mayoritas pedagang di sekitar Giant menempatkan usaha mereka sebagai sumber
pendapatan utama. Sementara itu, dari kriteria omset atau skala usaha (tanpa
melihat struktur permodalan usaha tersebut), terdapat 4,44% (2) responden
beromset kurang dari Rp100.000 per hari; 55,56% (25) beromset antara
Rp100.000-500.000 per hari; 28,89 % (13) beromset antara lebih dari Rp500.000
hingga Rp2.000.000 per hari; dan 11,1% (5) beromset lebih dari Rp2.000.000
per hari. Dari data ini dapat dilihat bahwa sebagian besar responden merupakan
pelaku usaha skala kecil dan menengah.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar usaha di
sekitar hipermarket Giant merupakan sumber pendapatan utama bagi
pemiliknya. Di samping itu, usaha yang mayoritas merupakan usaha skala kecil
dan menengah juga memberi gambaran bahwa perdagangan di kawasan itu
sangat mempengaruhi kemampuan para pedagang dalam memenuhi nafkah
keluarga mereka. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa usaha yang terdapat
di sekitar Giant berkontribusi penting dalam menentukan kondisi sosial ekonomi
para pedagang dan keluarga mereka.

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 78


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

Ditemukan juga bahwa tidak ada usaha di sekitar Giant yang setara
dengan level transaksi hipermarket tersebut. Seperti yang sudah disampaikan,
sebagian besar usaha di kawasan tersebut merupakan usaha kecil dan menengah.
Dalam konteks perdagangan terjadi persaingan yang tidak seimbang antara
Giantdengan usaha-usaha yang ada di sekitarnya. Terakhir, dalam aspek
solidaritas ditemukan bahwa potensi terbangunnya solidaritas antar pedagang
sangat rendah karena jenis usaha di sekitar Giant sangat beragam. Berdasarkan
data, dapat dilihat bahwa usaha kelontong sebagai jenis usaha yang memiliki
kesamaan komoditi dengan Giant ternyata hanya berjumlah lima buah atau
11,1% dari seluruh responden. Artinya, jika kelima usaha ini menjadi kelompok
yang paling dirugikan sekalipun, maka akan cukup sulit menciptakan solidaritas
penolakan di antara mereka.
Dari ketiga aspek keamanan insani, bisa disimpulkan bahwa sebagian
besar usaha para pedagang di sekitar Giant Dinoyo menjadi sumber pendapatan
utama bagi pemiliknya. Dengan sebagian besar usaha dalam skala kecil dan
menengah, artinya mereka memainkan peranan penting dalam memenuhi
kondisi keamanan insani para pedagang secara ekonomi. Namun demikian,
berdasarkan fakta terkait jenis usaha, hanya sebagian kecil usaha di kawasan
tersebut yang terancam oleh keberadaan Giant karena alasan kesamaan
komoditi. Secara umum respon para responden terhadap keberadaan Giantsangat
bervariasi.

Cara Pandang tentang Giant sebagai Potensi Ancaman (Security


from What)
Cara pandang tentang Giantmeliputi pengetahuan dan sikap pedagang
atas keberadaan hipermarket ini. Enam pertanyaan yang diajukan untuk
menggali informasi terkait bagaimana responden melihat Giant sebagai potensi
ancaman meliputi pemahaman tentang Giant, rencana pembangunannya, pihak
yang memberi informasi, sikap responden, reaksi responden, dan bentuk reaksi.
Deskripsi singkatnya dirangkum dalam tabel berikut ini:

Tabel 2. Pemahaman tentang Potensi Ancaman Giant

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 79


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

No. Pertanyaan Jawaban Jumla Persentase


h
1 Apa itu Giant? a. Tahu 36 80
b.Tidak tahu 9 20
2 Tahu rencana pembangunan a. Ya 26 57,8
Giant? b. Tidak 19 42,2
3 Sumber informasi (dari total a. Lurah 1 3,9
(2a) 26) b.Sesama 3 11,5
pedagang
c. Lainnya 22 84,6
4 Setuju dengan pembangunan a. Setuju 30 66,7
Giant? b.Tidak setuju 10 22,2
c. Abstain 5 11,1
5 Reaksi a. Khawatir 7 15,5
b.Tidak khawatir 17 37,8
c. Biasa saja 17 37,8
d. Tidak peduli 4 8,9
6 (5a) Reaksi kekhawatiran a. Ada 0 0
b. Tidak ada 7 100

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar responden (80%
atau 36 orang) menyatakan tahu tentang ‘apa itu Giant’. Sebagian besar juga
mengetahui rencana pembangunannya (57,8%) dari berbagai sumber. Dari total
36 responden yang menyatakan paham tentang Giant, seluruhnya mengetahui ia
sebagai ‘supermarket atau swalayan tempat belanja kebutuhan sehari-hari’. Dari
jumlah tersebut 32 responden menyatakan tidak tahu dari mana Giant berasal, 2
responden menyatakan asalnya dari Malaysia dan 2 orang lagi menyatakan
asalnya dari Indonesia. Yang menarik, ada 9 orang responden yang sama sekali
tidak mengetahui tentang apa itu Giant. Walaupun secara kuantitas tidak
dominan, kelompok ini menjadi indikasi bahwa tidak semua pedagang di sekitar
hipermarket Giant menaruh perhatian khusus pada kompetitor dari level global.
Mereka cenderung menganggap Giant sebagai pesaing biasa seperti halnya
pesaing lain di tingkat lokal.
Pemahaman tentang rencana pembangunan Giant semakin rendah atau
dengan kata lain semakin banyak yang tidak mengetahui rencana tersebut, yaitu
sebanyak 42,2% (19). Total ada 26 responden yang mengetahui rencana
pembangunan Giant. Menariknya, hanya satu orang yang menyatakan
mengetahuinya dari pihak aparat. Sebanyak 22 orang lainnya mengetahui dari
berbagai pihak seperti media dan pihak non-pedagang, serta hanya tiga orang

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 80


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

yang mengetahui dari pedagang lainnya. Artinya, pembentukan pemahaman dan


distribusi informasi secara kolektif tentang Giant sangat minim. Ini
menunjukkan bahwa solidaritas antarpedagang lokal di sekitar Giant dalam
merespon keberadaan Giant (termasuk pada tahap pendirian) sangat rendah.
Fakta ini merefleksikan bahwa pedagang lokal tidak melihat Giant sebagai
potensi ancaman yang serius.
Berkaitan dengan sikap responden terhadap rencana pembangunan
Giant,sebanyak 66,7% (30) responden menyatakan setuju; 22,2% (10)
menyatakan tidak setuju; dan 11,1% (5) responden menyatakan abstain. Yang
menarik, dari sekian alasan kelompok yang setuju, alasan terkuat (dinyatakan
oleh 10 responden) adalah ‘meramaikan persaingan’. Sementara bagi kelompok
yang tidak setuju, hampir semuanya khawatir bahwa keberadaan Giant akan
mematikan usaha kecil di sekitarnya. Sebagaian besar dari kelompok yang
abstain (4) melihat kehadiran Giant sebagai ‘biasa saja’ dan satu orang berada
pada situasi dilematis karena ‘di satu sisi belanja dekat, tapi kasihan pedagang
kecil’. Namun demikian, reaksi kekhawatiran hanya ditunjukkan oleh 15,5% (7)
responden. Sebanyak 37,8% (17) menyatakan ‘tidak khawatir’; 37,8% (17)
responden ‘biasa saja’; dan 8,9 % responden ‘tidak peduli’. Jika dibandingkan
dengan poin sebelumnya, terdapat tiga responden yang ‘tidak setuju’ terhadap
pembangunan Giant yang tidak menyatakan khawatir terhadap keberadaan
hipermarket ini. Artinya, ekspresi ketidaksetujuan menjadi bagian yang paling
dilihat konsistensinya.
Temuan di atas didukung oleh jawaban atas poin terakhir dalam tabel.
Dari 7 orang yang menyatakan ‘khawatir’, tidak satu pun bisa menyebutkan
bentuk reaksi yang mereka berikan atas kekhawatiran mereka. Seluruhnya
menyatakan bahwa tidak ada yang bisa dilakukan dan tidak terpikir apa yang
bisa dilakukan. Satu catatan di sini, seorang responden yang merasa lebih
terganggu oleh minimarket di sebelah tempat usahanya menyatakan bahwa
karena pemerintah yang bersangkutan setuju, maka yang dilakukan adalah
menelepon kantor retailer tersebut untuk menunjukkan penolakan saya. Namun
demikian, pada akhirnya minimarket tersebut berdiri juga.

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 81


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dalam aspek ‘Security from


What’, para pedagang lokal tidak melihat Giant sebagai ancaman. Hal ini terkait
dengan cara pandang para pedagang yang tidak membedakan Giant dengan
pesaing lokal lainnya. Konsekuensinya, hanya sedikit pedagang yang kemudian
mampu memberikan reaksi yang proporsional terkait kehadiran hipermarket
Giant. Hanya terdapat sebagian kecil pedagang yang cukup mampu
mengekspresikan ‘kekhawatiran’ mereka atas kehadiran pesaing global ini,
sekalipun pada akhirnya tidak tahu apa yang harus dilakukan. Hasilnya, tidak
ada aksi nyata yang mereka lakukan untuk menunjukkan ‘ketidaksetujuan’
tersebut. Fakta ini mempengaruhi cara pandang responden tentang mekanisme
perlindungan diri atau ‘Security by What Means’ yang akan dijelaskan berikut
ini.

Cara Pandang tentang Mekanisme Perlindungan Diri (Security by


What Means)
Tabel 3. Pandangan atas Dampak dari Giant
dan Mekanisme Perlindungan Diri (Security by What Means)

Pertanyaan
N Jawaban Jumlah Perse
No. ntase
Omset
7 usaha setelah a. Berkurang 11 24,4
adanya Giant b. Meningkat 8 17,8
c. Tetap 26 57,8
Jika
8 berkurang, ada a. Ya 3 27,3
hubungannya
( dengan b. Tidak 3 27,3
7a) Giant? c. Tidak tahu 5 45,4
Siapa
9 yang a. Pemerintah pusat 0 0
bertanggung
( jawab? b. Pemerintah daerah 6 53,3
7a) (jika berkurang)  11 c. Warga sekitar 0 2,2
responden d. Lainnya 1 6,7
e. Tidak ada yang 4 35,6
bertanggung jawab
f. Abstain 0 2,2
Apa
1 yang harus Harus ada pengaturan jarak 1
0 dilakukan oleh antara toko tradisional
pemerintah
( daerah? dengan pemodal besar
9b) (reaksi 6 responden)

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 82


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

Harus melindungi usaha kecil 3


dan mengatur keberadaan
usaha besar

Melakukan penelitian 1
mendalam pada masyarakat
sekitar sebelum memberikan
izin usaha retailer

Pembatasan retailer asing 1


karena ‘membunuh’
kemampuan masyarakat

Merasa
1 terlindungi a. Ya 5 11,1
1 oleh pemerintah?
b. Tidak 35 (11) 77,8
c. Tidak tahu 5 11,1
Siapa
1 yang paling a. Giant 16 35,6
2 diuntungkan?
b. Pemerintah pusat 0 0
c. Pemerintah daerah 2 4,4
d. Masyarakat 11 24,4
e. Pemda dan masyarakat 1 2,2
f. Giant, pemda, dan 2 4,4
masyarakat
g. Giantdan pemda 9 20
h. Giant dan masyarakat 2 4,4
i. Semua (a,b,c, & d) 2 4,4
Upaya
1 Pencegahan a. Tidak ada 25 55,6
3 Rugi
b. Ada 20 44,4
Berpengaruh
1 terhadap a. Ya 18 40
4 nafkah keluarga?
b. Tidak 27 60
Ada
1 perubahan a. Ya 18 40
5 standar hidup?
b. Tidak 26 57,8
c. Abstain 1 2,2

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 83


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

Sektor
1 yang a. Konsumsi 11 61,1
6 disesuaikan (15a)
b. Pendidikan 5 27,8
c. Rekreasi 2 11,1
Ada
1 perubahan a. Tidak 10 55,6
7 terhadap rencana
masa depan? (15a) b. Ada 7 38,9
c. Tidak tahu 1 5,5
Ada
1 upaya alternatif? a. Tidak ada 5 71,4
8 (17b)
b. Ada 2 28,6

Berdasarkan data yang ditampilkan dalam tabel di atas dapat dilihat


bahwa lebih dari setengah responden (57,8%) tidak merasakan dampak (baik
positif maupun negatif) dari kehadiran Giant Dinoyo. Sementara itu, 11
responden (24,4%) menyatakan bahwa omset mereka berkurang setelah Giant
beroperasi dan 8 responden (17,8%) menyatakan bahwa omset mereka justru
meningkat dengan kehadian Giant. Dari 11 responden yang merasakan dampak
negatif dari kehadiran Giant, hanya tiga orang yang memastikan bahwa
penyebabnya adalah keberadaan Giant, tiga responden lainnya menyatakan tidak
ada hubungannya dengan Giant, dan lima sisanya menyatakan “tidak tahu.”
Tujuan dari dua pertanyaan ini adalah untuk mengetahui seberapa besar
kehadiran Giant mempengaruhi kondisi perekonomian pedagang lokal yang
sebelumnya sudah beraktivitas di kawasan tersebut. Dari data yang diperoleh
dapat disimpulkan bahwa dari sebagian kecil responden yang menyatakan bahwa
ada penurunan omset usaha setelah adanya Giant sekalipun, tidak bisa
didapatkan konfirmasi yang kuat melalui pertanyaan kedua bahwa kehadiran
Giantberdampak negatif buat mereka. Ini menunjukkan bahwa hanya sebagian
kecil dari responden, khususnya yang mengalami penurunan omset, yang
menyebutkan adanya keterkaitan antara kehadiran Giant dengan kondisi yang
mereka hadapi.
Bagaimanapun, dari jawaban atas pertanyaan kesembilan terlihat bahwa
sebenarnya para pedagang ini mengharapkan pihak lain untuk bertanggung
jawab atas kondisi yang mereka hadapi. Dari 11 responden yang mengalami
penurunan omset, sebanyak enam orang menunjuk pemerintah daerah sebagai
pihak yang seharusnya bertanggung jawab dan satu orang menyatakan pihak lain

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 84


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

di luar pemerintah yang harus bertanggung jawab. Yang menarik, empat orang
menyatakan bahwa ‘tidak ada yang bertanggung jawab’. Jawaban terakhir ini
menampilkan satu profil responden yang paling ‘apatis’ dibanding jawaban
lainnya. Jadi, sebenarnya terdapat lebih dari tiga responden (mereka yang
merasa dirugikan oleh Giant) yang menuntut pertanggungjawaban pemerintah
daerah. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang tidak menyebutkan secara
langsung bahwa mereka dirugikan oleh kehadiran Giant sebenarnya berpendapat
serupa, hanya tidak mengekspresikannya secara terbuka.
Dari enam responden yang menyebutkan bahwa ‘Pemerintah daerah
yang harus bertanggung jawab’, sebanyak tiga orang berpendapat bahwa
pemerintah daerah seharusnya ‘melindungi usaha kecil dan mengatur
keberadaan usaha besar’, satu orang mengatakan, ‘harus ada pengaturan jarak
antara toko tradisional dengan pemodal besar’, seorang lagi mengatakan bahwa
pemerintah daerah seharusnya ‘melakukan penelitian mendalam pada
masyarakat sekitar sebelum memberikan izin usaha retailer’, dan responden
terakhir mengatakan bahwa pemerintah daerah seharusnya melakukan
‘pembatasan retailer asing karena membunuh kemampuan masyarakat’. Dari
serangkaian pernyataan tersebut dapat dibaca bahwa sebenarnya beberapa
responden melihat Giantsebagai ancaman. Hanya saja, cara pandang itu tidak
sejalan dengan pilihan tindakan sebagai reaksi atas ancaman tersebut,
sebagaimana bisa dilihat dari inkonsistensi atas jawaban-jawaban untuk
pertanyaan nomor 8, 9, dan 10. Inkonsistensi terlihat lebih jelas dalam jawaban
atas pertanyaan nomor 11 yang disampaikan ke seluruh responden. Menariknya,
sebanyak 77,8 % responden (35 orang) menyatakan merasa tidak terlindungi
oleh pemerintah, hanya 11,1% (5) responden yang menyatakan merasa
terlindungi oleh pemerintah, dan 11,1 % lainnya menyatakan ‘tidak tahu’.
Berdasarkan pengamatan pada pola jawaban sebelumnya, responden yang
menjawab ‘tidak tahu’ adalah mereka yang enggan menjelaskan lebih jauh
ketika (sebenarnya ingin) memutuskan menjawab ‘ya’.
Pertanyaan nomor 12 tentang ‘siapa yang diuntungkan’ dimaksudkan
untuk melihat cara pandang responden tentang pesaing atau ‘oposisi’. Jawaban
terbanyak atas pertanyaan ini adalah ‘Giant’ (16 responden), ‘masyarakat’ (11

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 85


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

responden), dan ‘Giant dan pemda’ (9 responden). Dari uraian tersebut bisa
dilihat bahwa responden cenderung melihat berdasarkan logika ekonomi
daripada logika kepentingan (politis). Hanya 9 responden yang melihat adanya
keterkaitan antara kedua ranah tersebut. Namun demikian, jumlah ini juga tidak
konsisten dengan jumlah responden yang menyatakan secara terbuka tentang
‘kekhawatiran’ mereka seperti yang terlihat dalam jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan sebelumnya.
Pertanyaan nomor 13 tentang ‘Upaya Pencegahan dari Kerugian’
disampaikan kepada semua responden dengan pertimbangan bahwa pertanyaan
‘tidak langsung’ semacam ini justru mewakili apa yang sesungguhnya ingin
disampaikan responden. Dari 45 responden, 55,6 % (25) orang menyatakan
‘tidak ada’ atau tidak melakukan upaya pencegahan dan 20 orang menyatakan
melakukan upaya pencegahan. Bentuk dari upaya pencegahan yang dilakukan
secara umum bisa dibagi menjadi tiga, yaitu memperbaiki kualitas layanan,
mengurangi skala usaha, atau membuat usaha alternatif. Kelompok yang
mewakili bentuk pencegahan dengan memperbaiki kualitas layanan meliputi
upaya ‘mencari supplier yang setara dengan Giant, survei harga di Giant,
meningkatkan jumlah produk dan survei harga, menambah produk pelengkap,
menyebar brosur ke instansi untuk menjalin kerja sama, membuka cabang, jam
buka lebih awal dan jam tutup lebih malam, membuat brosur promosi dan papan
reklame, menambah stok barang, meningkatkan manajemen dan SDM, dan
mengirim barang ke luar’. Bentuk upaya yang kedua berupa mengurangi jumlah
karyawan, sementara bentuk upaya dalam kategori ketiga termasuk membuka
usaha kontrakan rumah atau kos-kosan, mengubah jenis usaha, menekuni usaha
lain (jahitan), dan tidak mempekerjakan karyawan.
Pertanyaan nomor 14 berkaitan dengan pengaruh perubahan kondisi
usaha terhadap nafkah keluarga. Sebanyak 40% (18) responden menjawab ‘Ya’
dan 60% (27) responden menjawab ‘Tidak’. Dari 18 orang tersebut, hanya tiga
orang yang menyatakan terpengaruh secara negatif, sementara 15 responden
lainnya justru mengungkapkan adanya perubahan kondisi usaha secara positif
yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan karyawan. Bentuk pengaruh
negatif tersebut di antaranya adalah ‘penggunaan omset usaha untuk memenuhi

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 86


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

kebutuhan sehari-hari’, ‘membuat prioritas kebutuhan rumah tangga’ dan


‘menurunnya omset yang mengharuskan mencari cara lain untuk survive’. Dari
18 responden yang menyatakan terpengaruh, semuanya menyatakan bahwa
terdapat perubahan standar hidup pada beberapa sektor kehidupan. Yang
menarik, jumlah responden yang menyatakan ‘menyesuaikan dengan standar
hidup yang lebih rendah’ lebih tinggi dari jumlah yang menyatakan
mendapatkan pengaruh negatif pada pertanyaan sebelumnya (tiga orang).
Beberapa bentuk penyesuaian yang dilakukan adalah lebih hemat dan cerdik
mengatur keuangan, menyesuaikan pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari,
pemangkasan gaji karyawan, dan menghemat pengeluaran untuk kebutuhan
tersier. Responden lainnya mengalami kenaikan standar hidup sesuai dengan
besarnya pengaruh positif yang didapatkan.
Sebanyak 11 responden (61,1%) melakukan penyesuaian pada sektor
konsumsi, 5 (27,8%) responden melakukan penyesuaian pada sektor pendidikan,
dan 2 (11,1%) responden melakukan penyesuaian pada sektor kehidupan yang
tersier (rekreasi). Fakta ini menunjukkan bahwa sektor konsumsi adalah sektor
yang paling rentan berubah sesuai dengan perubahan standar hidup mereka. Pada
saat yang sama, hal ini menjadi indikasi bahwa kebanyakan responden yang
terpengaruh masih berada pada level ekonomi yang berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan dasar (konsumsi). Oleh karena itu, menjadi wajar ketika
pertanyaan nomor 17 tentang ‘perubahan rencana masa depan’ disampaikan,
sebanyak 55,6% (10) responden menyatakan ‘tidak ada’. Hanya tujuh orang
yang menyatakan ‘Ada’, sementara satu orang menyatakan ‘tidak tahu’. Dari
ketujuh orang yang menyatakan ada perubahan rencana masa depan, hanya lima
yang melakukan upaya alternatif seperti membuka usaha laundry dan katering di
rumah; menjual usaha lain (pakan burung); menekuni usaha jahit; menambah
variasi produk dan mengontrakkan rumah; serta menambah usaha lain.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa terkait aspek ketiga
(Security by What Means), pemahaman responden terkait dampak yang dihadapi
dari keberadaan Giant relatif rendah. Namun demikian, penjelasannya tidak
sederhana. Responden sering tidak konsisten antara jawaban dengan sikapnya.
Responden menjawab ‘tidak’ atau ‘tidak masalah’ pada satu pertanyaan terkait

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 87


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

isu tertentu, namun ketika sampai pada pertanyaan tentang pihak yang harus
bertangggung jawab, banyak responden yang kemudian menguraikan secara
panjang lebar tentang hal tersebut. Ini menunjukkan bahwa terdapat faktor lain
yang menghambat para pedagang untuk secara terbuka menyampaikan
(mengekspresikan) apa yang mereka rasakan. Sebagai konsekuensinya, reaksi
terhadap dampak itu pun relatif ambigu. Pada akhirnya, sangat sedikit kesan
negatif yang tertangkap terkait kehadiran Giant di kawasan Dinoyo, walaupun
uraian tentang kekecewaan disampaikan secara panjang lebar. Yang terpenting
adalah pemahaman bahwa para responden bukanlah pihak yang bisa melakukan
upaya perlindungan diri. Jika suatu hal sudah diputuskan pemerintah, maka
itulah yang harus dilakukan. Apabila itu terkait dengan masalah ekonomi, maka
persaingan dianggap sebagai hal yang wajar walaupun sangpesaing adalah aktor
global.

Penutup
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa ketahanan ekonomi pedagang
lokal di sekitar GiantDinoyo relatif baik menurut para pedagang. Namun
demikian, jika dilihat lebih jauh beberapa karakteristik ketahanan ekonomi tidak
terpenuhi secara baik. Kelemahan terbesar dari kondisi tersebut justru berada
pada level masyarakat yang tidak terlalu memahami posisi pesaing global.
Akibatnya, solidaritas yang terbangun tidak dibentuk melalui pemahaman
tentang pesaing global tersebut. Di sinilah alasan mengapa isu global-lokal tidak
terlalu menjadi pertimbangan bagi para pedagang dalam melihat posisi Giant.
Pemahaman yang rendah terkait dampak dari kompetisi ekonomi global
berimplikasi pada pemahaman tentang hak politik untuk bersikap kritis pada
kebijakan pemerintah. Ambiguitas perilaku responden mewakili keinginan agar
pihak lain yang menyampaikan keluhan mereka untuk mendorong perubahan
kondisi agar menjadi lebih baik.
Secara keseluruhan, penelitian yang penulis lakukan ini masih memiliki
banyak kelemahan. Bagian tersulitnya adalah mempertemukan level kajian pada
tingkat global dengan isu lokal. Hal ini menjadi tantangan dalam kajian ilmu
Hubungan Internasional yang selama ini cenderung melihat permasalahan pada

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 88


Dian Mutmainah : Globalisasi dan Dinamika Global “Kondisi Keamanan Insani Pedagang
Lokal di Sekitar Hipermarket Giant di Kota Malang

level makro. Padahal, interaksi internasional justru semakin dalam memasuki


segala aspek kehidupan masyarakat di tingkat lokal. Oleh karena itu,
pemahaman global bagi segala lapisan masyarakat menjadi isu penting sekaligus
tantangan bagi semua pihak yang terlibat dalam interaksi internasional.

REFERENSI

Buku
Moleong, J. Lexy. 1985.Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya
Offset , 1985
Nesaduri, Helen ES. 2005.Conceptualising Economic Security in an Era of
Globalisation: What Does the East Asian Experience Reveal?. CSGR Working
Paper No. 157/05

Jurnal
Human Development Report 1994, New York: Oxford University Press, 1994

Website
www.ilo.org/public/english/protection/ses/download/docs/definition.pdf

Surat Kabar
Kompas, Kompas Edisi 16 Maret 2001

Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 89

Anda mungkin juga menyukai