Anda di halaman 1dari 23

KASUS INFEKSI TROPIS

LAPORAN KASUS
HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)

Disusun oleh:

AMALINA IZATI NUR IBRAHIM C111 14 868

NUR SYAHIDATUL NADIA BINTI MOHD ITA C111 14 863

SITI AISHAH MAZLI HISHMAN C111 14 826

SUPERVISOR
DR. RISNA HALIM MUBIN SP. PD

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


KEPANITERAAN KLINIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
DAFTAR ISI

1
Halaman Sampul................................................................................................. i
Daftar Isi................................................................................................................. ii
Ringkasan Kasus................................................................................................ 3
Catatan riwayat penyakit................................................................................ 3
Subjektif......................................................................................................... 3
Objektif........................................................................................................... 4
Assessment..................................................................................................... 7
Planning.......................................................................................................... 7
Prognosis........................................................................................................ 7
Tinjauan Pustaka................................................................................................. 8
Pendahuluan................................................................................................... 8
Definisi........................................................................................................... 8
Epidemiologi.................................................................................................. 9
Siklus hidup virus........................................................................................... 10
Mekanisme pathogenesis infeksi HIV............................................................ 12
Gejala klinis.................................................................................................... 13
Diagnosis........................................................................................................ 14
Terapi.............................................................................................................. 18
Komplikasi..................................................................................................... 20
Prognosis........................................................................................................ 21
Edukasi........................................................................................................... 21
Daftar Pustaka..................................................................................................... 22

2
BAB I
STATUS PASIEN

CATATAN RIWAYAT PENYAKIT


Nama penderita: Octovianus
Jenis kelamin: Laki-laki
Tanggal lahir: 1/12/1994
Alamat: Jl. Biring Romang No. 28C
No. Rekam Medik: 687201
Tanggal pemeriksaan: 8/5/2018
Dokter yang memeriksa: dr. Sudirman, Sp.PD, KTI

I. SUBJEKTIF
Anamnesis
Keluhan Utama: lemas, cepat lelah
Anamnesis Terpimpin: Pasien seorang laki-laki berumur 23 tahun datang ke Poli Metadon
dengan keluhan lemas dan cepat lelah. Pasien merupakan pasien kontrol berobat ARV sejak
awal 2018. Pasien pernah di rawat di RS Wahidin dengan keluhan Demam Tifoid pada tahun
2014, dan Demam Malaria pada tahun 2016. Pada bulan November 2011, pasien masuk ke
RS Daya dengan keluhan muntah darah. Awalnya pasien hanya batuk-batuk. Diagnosis dari
doktor di sana adalah infeksi jamur di paru-paru. Setelah diberi pengobatan tetapi pasien
masih tidak sembuh-sembuh, maka dilakukan test HIV dan hasilnya positif HIV. Pasien
diberikan terapi ARV, tetapi pasien tidak minum obatnya karena masih belum bisa terima
bahawa dia HIV. Pasien juga pernah berak berdarah kira-kira 1 tahun yang lalu, dan hasil
pemeriksaan didapati pasien Hepatopathy dan sekarang rutin minum obat fungsi hati sejak 1
bulan yang lalu. Setelah ditanyakan riwayat kehidupannya, ternyata pasien LSL dengan
kenalan di Facebook. Pertama kali LSL pada tahun 2014, dan sejak itu pasien pernah sifilis 3
kali. Ada riwayat perlecehan oleh Om nya sendiri pada umur 3 tahun. Sejak itu pasien lebih
tertarik pada laki-laki dibanding perempuan. Riwayat penggunaan jarum suntik (-), riwayat
transfusi darah (-), riwayat penggunaan narkoba (-).

3
II. OBJEKTIF
Status Present
 Sakit sedang
 Gizi kurang (BB: 38kg, TB: 155cm, BMI: 15,81)
 Kesadaran : compos mentis

Tanda vital
 Tensi : 106/82 mmHg
 Nadi : 120 kali/menit
 Pernapasan : 40 kali/menit
 Suhu : 37,1 C

Kepala
 Ekspresi: Datar
 Simetris: N
 Deformitas: N
 Rambut: N

Mata
 Eksoptalmus/enoptalmus: N
 Tekanan bola mata: Tn/Tn
 Kelopak mata: N
 Konjungtiva: Anemi (-)
 Sclera: Ikterus (+)
 Kornea: N
 Pupil: Isokor

Telinga
 Pendengaran: N
 Tophi (-)
 Nyeri tekan di prosesus mastoideus (-)

Hidung
 Pendarahan (-)
 Sekret (-)

4
Mulut
 Bibir: Mukosa kering
 Gigi geligi: N
 Gusi: N
 Tonsil: N
 Farings: N
 Lidah: N

Leher
 Kelenjar getah bening: tidak teraba
 Kelenjar gondok: tidak teraba
 DVS: tidak
 Pembuluh darah: (-)

Dada (Inspeksi)
 Bentuk : Simetris
 Pembuluh darah : N
 Buah dada : N
 Sela iga : N

Paru
 Palpasi:
 Fremitus raba: (-)
 Nyeri tekan: (-)
 Perkusi:
 Paru kiri: bunyi sonor
 Paru kanan: bunyi sonor
 Batas paru hepar : ICS 6
 Batas paru belakang kanan:
 Batas paru belakang kiri:

5
Jantung
 Inspeksi : N
 Palpasi : tidak teraba
 Perkusi : pekak
 Auskultasi: BJ I/II (N), Bunyi tambahan (-)

Perut
 Inspeksi: perut kelihatan distensi
 Palpasi: nyeri tekan pada regio epigastrium dan iliaca sinistra
 Hati: terdapat pembesaran hati
 Limpa: Schuffner II-III
 Ginjal: N
 Perkusi: N

Alat kelamin: dbn


Anus dan rectum: dbn
Punggung:
 Palpasi : N
 Nyeri ketok : (-)
 Auskultasi : N
 Gerakan : N

Ekstremitas: dbn
Laboratorium:
WBC 5,300
RBC 4,24
HGB 13,0
HCT 40
MCV 93
PLT 221
PT 13,4
APTT: 29,8
SGOT : 225
SGPT : 136

6
CD4 : 15
Pemeriksaan penunjang lain: (-)
RESUME:
Pasien seorang laki-laki berumur 23 tahun datang ke Poli Metadon dengan keluhan lemas dan
cepat lelah. Pasien ada riwayat infeksi jamur pada tahun lalu. Pasien juga pernah berak
berdarah kira-kira 1 tahun yang lalu, dan hasil pemeriksaan didapati Hepatopathy. Pasien
pernah 3 kali sifilis. Riwayat kehidupan: LSL sejak tahun 2014. Ada riwayat pelecehan oleh
Om nya sendiri pada usia 3 tahun. Riwayat penggunaan jarum suntik (-), riwayat transfusi
darah (-), riwayat penggunaan narkoba (-).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan inspeksi perut: kelihatan distensi, palpasi: nyeri tekan pada
regio epigastrium dan iliaca sinistra, hati: terdapat pembesaran hati, limpa: Schuffner II-III,
ginjal: dalam batas normal, perkusi: bunyi sonor pada paru, bunyi pekak pada hepar, bunyi
timpani pada daerah lambung.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC: 5,300, RBC: 4,24, SGOT: 225, SGPT: 136,
CD4: 15, HGB: 13,0, HCT: 40, MCV: 93, PLT: 221, PT: 13,4, APTT: 29,8

III. ASSESSMENT
- Human Imunodeficiency Virus (HIV)
- Hepatopathy
- Dispepsia

IV. PLANNING
Pengobatan:
- NaCl 0,9%
- Omeprazole
- Paracetamol
- Triple Adult
- Maxillin
Rencana Pemeriksaan: (-)

V. PROGNOSIS
Ad Vitam (hidup): malam
Ad Functionam (fungsi): malam
Ad Sanationam (sembuh): malam

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)

PENDAHULUAN
Perkembangan epidemi HIV-AIDS di dunia telah menjadi masalah global
termasuk di Indonesia. Laporan kasus baru terus meningkat setiap tahunnya, namun sulit
untuk mengetahui jumlah infeksi HIV yang sebenarnya ada. Pemahaman tentang mekanisme
pasti bagaimana faktor-faktor mempengaruhi pathogenesis HIV penting untuk pengembangan
strategi yang efektif untuk mencegah infeksi tersebut. Infeksi HIV dimulai tanpa gejala atau
perasaan tidak enak dan disertai dengan sedikit perubahan sistem kekebalan tubuh. Tahap ini
akan berlanjutan hingga ke tiga bulan setelah infeksi sehingga antibodi spesifik HIV dapat
dideteksi pada individu yang baru terkena virus tersebut. Hasil infeksi dan lamanya untuk
perkembangan penyakit sehingga tampak gejala klinis dapat bervariasi antar individu tetapi
sering berjalan progresif. Ini membutuhkan beberapa tahun dari infeksi primer untuk
berkembang ke penyakit HIV yang lanjut dan immunosupresi.

DEFINISI
Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC), Human
Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebar melalui cairan tubuh tertentu
dan menyerang sistem kekebalan tubuh khususnya sel CD4, yang sering disebut sebagai sel
T. Seiring waktu, HIV menghancurkan kebanyakkan sel-sel imun sehingga system imun
tubuh tidak dapat melawan infeksi dan penyakit sekunder yang lain. Sel CD4 khusus dalam
membantu system kekebalan tubuh untuk melawan infeksi, jika tidak diobati HIV, maka akan
berkurang jumlah CD4 di dalam tubuh dan mempersulitkan tubuh untuk melawan infeksi dan
beberapa penyakit lainnya. Apabila infeksi oportunistik mengambil keuntungan dari
kelemahan sistem kekebalan tubuh yang sangat lemah, ini menandakan orang tersebut
mengidap Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).
HIV adalah retrovirus yang ada enveloped dan tambak berbentuk bola dengan
terdapat sejumlah paku di permukaannya. Inti virus terdiri dari protein kapsid yang disebut
p24, dua molekul RNA linier dan tiga enzim yang disebut “reverse transcriptase, integrase,
dan protease”. Pada envelop bilayer virus, terdapat paku seperti knob yang diperbuat dari

8
glikoprotein eksternal gp120 dan glikoprotein transmembrane gp41 dan lapisan yang
mendasarinya yang disebut matriks, protein p17, berasal dari selaput sel host sebelumnya
yang dibawa oleh virus. Setelah terpapar ke HIV, keberhasilan penularan infeksi melibatkan
serangkaian langkah dan interaksi antara virus, gen pengatur dan sistem kekebalan inang.
Tahapan infeksi HIV terdiri dari pengikatan virus dan masuk, replikasi RNA HIV dan
integrasi, viral assembly, tunas (budding) dan pelepasan virion baru.

EPIDEMIOLOGI
Epidemi HIV muncul setelah infeksi zoonotik Simian Immunodeficiency Virus (SIV)
dari Afrika primata; pemburu hewan merupakan yang pertama kelompok yang terinfeksi
HIV. HIV-1 ditularkan dari kera dan HIV-2 dari monyet-monyet mangabey. Terdapat empat
kelompok HIV-1 dan mewakili tiga peristiwa transmisi yang berbeda dari simpanse (M, N,
dan O), dan satu dari gorila (P). Grup N, O, dan P adalah terbatas ke Afrika barat. Grup M,
yang merupakan penyebab pandemi HIV global, dimulai sekitar 100 tahun yang lalu dan
terdiri dari sembilan subtipe: A – D, F – H, J, dan K. Subtipe C mendominasi di Afrika dan
India, dan menyumbang 48% kasus HIV-1 pada tahun 2007 di seluruh dunia. Subtipe B
mendominasi di Eropa Barat, Amerika, dan Australia. Yang ditandai keragaman genetik
HIV-1 adalah konsekuensi dari kesalahan itu fungsi reverse transcriptase, yang menghasilkan
tingkat mutasi yang tinggi. HIV-2 sebagian besar terkonfirmasi ke barat Afrika dan
menyebabkan penyakit yang serupa dengan HIV-1, tetapi imunodefisiensi berkembang lebih
lambat dan HIV-2 adalah kurang menular.
Pada tahun 2012, sekitar 35.3 juta orang hidup dengan HIV. Sub-Sahara Afrika,
terutama di selatan Afrika, memiliki beban global HIV tertinggi (70.8%). Epidemiologi
global infeksi HIV berubah secara nyata sebagai hasil dari perluasan akses ke terapi
antiretroviral; pada 2012, 9.7 juta orang di rendahan dan negara-negara berpenghasilan
menengah telah dimulai antiretroviral therapy. Prevalensi global HIV meningkat dari 31.0
juta pada tahun 2002, menjadi 35.3 juta di tahun 2012, karena orang-orang yang
menggunakan terapi antiretroviral hidup lebih lama, sedangkan insiden global telah menurun
dari 3.3 juta pada tahun 2002, menjadi 2.3 juta pada tahun 2012. Pengurangan dalam kejadian
HIV global sebagian besar disebabkan oleh penurunan transmisi heteroseksual. Sikap
menghina terhadap orang yang menyuntikkan narkoba (terutama di Eropa Timur) membatasi
implementasi substitusi opioid program perawatan dan jarum suntik, adalah strategi
pencegahan yang efektif yang mengurangi transmisi HI. Di daerah di mana rute utama
transmisi adalah laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (misalnya, barat dan Eropa

9
tengah dan Amerika), insiden stabil meskipun cakupan terapi antiretroviral yang tinggi
(misalnya, 75% dalam Amerika Latin pada 2012, dan 80% di United Kingdom pada tahun
2010). Yang utama dari epidemi HIV pada pria yang berhubungan seks dengan pria itu
kompleks, dan termasuk meningkatkan perilaku berisiko sejak diperkenalkannya terapi
antiretroviral yang efektif, tinggi risiko penularan hubungan seks anal reseptif, seksual
jaringan, dan stigma yang membatasi akses ke perawatan.

Gambaran siklus hidup virus

SIKLUS HIDUP HIV


Siklus replikasi HIV sangat komplek dan tidak sepenuhnya dipahami. Siklus hidup
HIV-1 dikategorikan menjadi dua fasa yaitu; tahap awal apabila virus masuk ke sel inang dan
integrasi ke dalam genomnya, dan fasa kedua terjadi dari keadaan provirus terintegrasi ke
replikasi virus penuh. Siklus hidup HIV mempunyai interaksi yang berganda-ganda antara
protein virus dan sel inang yang membantudalam replikasi virus atau pertahan tubuh sel
inang untuk menentang virus.
Sala satu protein HIV yang terbukti penting dalam replikasi virus dan menjadi AIDS adalah

10
Nef. Nef adalah proteinpengatur yang hadir pada pada lentivirus primate HIV-1, HIV-2, dan
SIV. Fungsi protein Nef adalah menghambat transkrispi dan pada tahap awal replikasi virus,
digunakan dengan banyak selama interaksi sel yang terinfeksi HIV dan sel CD4. Seiring
waktu, replikasi virus tersebut menyebabkan secara perlahan-lahan dan progresif
penghancuran sistem kekebalan tubuh.
Siklus hidup HIV melibatkan enam tahap: binding dan fusion, reversed transcription,
integration, transcription, translation or assembly dan budding. Semua tahapan ini terlibat
dalam replikasi virus di sel inang.

 Binding dan Fusion


 HIV berikatan dengan reseptor CD4 + di luar sel CD4 menggunakan gp120
yang ditemukan di permukaan virus dan makrofag, yang memungkinkan
masuknya HIV ke dalam sel inang. Sekali HIV berikatan pada reseptor,
protein lain seperti CCR5 dan CXCR4 diaktifkan untuk menyelesaikan fusi
dengan sel. Pada dasarnya ada empat langkah cara masuk virus yaitu, lampiran
(attachment), pengikatan CD4, pengikatan reseptor, dan fusi membrane.
Setelah fusi, virus melepaskan RNA, materi genetiknya, ke dalam sel inang.
 Transkripsi Terbalik
 RNA HIV tunggal untai ditukar menjadi DNA HIV beruntai ganda oleh enzim
yang disebut reverse transcriptase. Sebelum RNA HIV dapat dimasukkan ke
dalam DNA sel CD4 +, sel harus dikonversi menjadi DNA. Transkripsi
terbalik dapat diblokir oleh Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors
(NRTIs) dan Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTIs).
 Integrasi
 Setelah transkripsi terbalik terjadi, DNA virus dapat memasuki inti sel CD4 +.
Enzim virus 'Integrase' kemudian menggabungkan DNA virus ke dalam DNA
sel CD4 +. Integrase HIV-1 adalah protein viral dengan beberapa peran.
Setelah transkripsi reverse genom RNA virus menjadi DNA, tampaknya
sebagian bertanggung jawab atas mengangkut dan memasukkan DNA virus ke
dalam inti sel, di mana ia memiliki kemampuan untuk berhubungan erat salah
satu kromosom dari sel inang. Integrasi dapat diblokir oleh integrase inhibitor.

11
 Replikasi
 DNA baru yang dibentuk oleh integrasi menyebabkan produksi DNA
pembawa pesan yang memulai sintesis HIV protein. Vpr adalah protein yang
terkait virus dan multifungsi, terlokalisir di sitoplasma serta inti dari infeksi
sel, yang berfungsi dalam pengaturan replikasi virus, kejadian seluler seperti
transkripsi berperantara NF-kB, produksi apoptosis dan sitokin. Sangat
penting untuk replikasi virus di sel T tetapi sangat diperlukan dalam makrofag.
 Transkripsi dan Terjemahan
 Transkripsi melibatkan pembentukan untaian baru RNA virus, kadang-kadang
disebut messenger RNA (mRNA), dari pembagian dua untai DNA.
 Assembly dan maturasi
 Pembuatan dan pematangan virus diblokir oleh inhibitor Protease.
 Budding
 Viral budding diblokir oleh Interferon.

MEKANISME PATOGENESIS INFEKSI HIV


Patogenesis infeksi HIV adalah fungsi dari siklus hidup virus, lingkungan seluler host,
dan kuantitas virus pada individu yang terinfeksi. Patogenesis HIV pada dasarnya adalah
persaingan antara replikasi HIV dan tanggapan imun pasien melalui reaksi yang diperantarai
sel dan dimediasi kekebalan. Setelah menetapkan bahwa target utama HIV adalah
mengaktifkan limfosit T CD4 melalui penipisan total sel CD4 + sel-sel T host, melalui
interaksi dengan CD4 dan kookin co-reseptor, CCR5 atau CXCR4 yang menyebabkan
imunodefisiensi seseorang.
Mekanisme infeksi HIV-1 dapat dijelaskan sehubungan dengan tingkat infeksi pada
inang; infeksi HIV primer, fase kronis, infeksi HIV tanpa gejala dan penyakit HIV yang
terlambat. Probabilitas infeksi adalah fungsi dari kedua jumlah virion HIV infektif dalam
cairan tubuh yang menghubungi tuan rumah serta jumlah sel yang tersedia di tempat kontak
yang memiliki reseptor CD4 yang sesuai. Infeksi HIV-1 primer diwujudkan oleh puncak
viraemic terkait dengan penurunan sementara CD4 + Tcells. Infeksi HIV asimptomatik kronis
dikaitkan dengan replikasi virus yang sangat dinamis dan persisten, dengan produksi sekitar
108 virion per hari. Replikasi virus menyebabkan hilangnya sel T CD4 +, yang meningkatkan
kematian sel, atau untuk mengurangi ion produk, atau keduanya. Peningkatan kematian dari
CD4 + dan CD8 + Tcells pada orang yang terinfeksi HIV-1 dibandingkan dengan kontrol

12
mendukung pembunuhan sel yang terinfeksi virus oleh HIV-spesifik CTL sebagai hipotesis
utama untuk penurunan CD4 + sel T pada infeksi HIV. Namun, hubungan langsung antara
viral load dan tingkat penurunan CD4 menunjukkan bahwa replikasi virus juga berkontribusi,
secara langsung atau tidak langsung, ke Kehilangan CD4. Infeksi HIV-1 tahap akhir
menunjukkan peningkatan tingkat kehilangan CD4 melalui ekspansi atau perluasan virus
tropisme dimediasi oleh susi dalam penggunaan co-reseptor dari CCR5 ke CXCR4. Dengan
demikian, hilangnya kekebalan seluler hasil regulasi pada AIDS yang menekan regulasi
varian SI / CXCR4.

GEJALA KLINIK
 Pembesaran kelenjar getah bening
 Penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan
 Infeksi saluran napas atau berulang
 Kelainan kulit
 Keluhan di rongga mulut dan saluran makan atas
 Keluhan di gigi geligi
 Infeksi jamur di kuku
 Diare kronik lebih dari satu bulan
 Demam berkepanjangan
 Nafsu makan menurun
 Gejala infeksi tuberculosis paru dan ekstra paru
 Infeksi berat
 Kelainan darah
 Jamur paru
 Infeksi menular seksual
 Sarcoma karposi
 Infeksi jamur sistemik
 Gangguan penglihatan
 Infeksi intracranial
 Kebas atau kesemutan pada tangan dan kaki
 Kelemahan otot

13
DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan fisis bertujuan untuk menilai infeksi HIV dan keadaan yang
bersangkutan. Berikut adalah pertanyaan yang harus ditanyakan secara terperinci:
 Tanggal didiagnosa dengan infeksi HIV dan mengestimasi tanggal infeksi HIV yang
inisial.
 Mengidentifikasi faktor resiko terkait HIV yang didapat
 Komplikasi terkait dengan HIV dan komorbid, termasuk infeksi opportunistik,
malignansi dan keadaan HIV lain yang bersangkutan.
 Riwayat operasi bedah sebelumnya
 Riwayat psikiatri terutama depresi, gangguan bipolar, post traumatic stress disorder
(PTSD)
 Riwayat pemergian dan tempat tinggal untuk mengetahui penyakit endemik.
 Riwayat alergi dan hipersensitifitas terhadap antibiotik dan antiretroviral
 Riwayat sosial seperti penggunaan narkoba dan rokok, perilaku seks (penggunaan
kondom dan kontraseptif), riwayat pasangannya yang berkemungkinan adalah pasien
HIV dan kemungkinan pasien telah menularkan HIV melalui ke orang lain.
 Dukungan sosial, strategi untuk pasien untuk menghadapi penyakitnya, status
pekerjaan , status keuangan, status menikah dan rencana untuk mempunyai keluarga.

Pemeriksaan fisis diarahkan terhadap tanda-tanda immuncompromise dan kesan


immunocompromise. Ini termasuk inspeksi terhadap kulit, sinus, mata, kavitas oral,
limfonodus, dada, abdomen, pelvis dan sistem saraf pusat dan sentral.
 Kulit
Pemeriksaan kulit dilakukan karena kulit merupakan organ yang sering terkena infeksi
HIV. Kaposi sarcoma, molluscum kontagiosum, psoriasis, seborrheic dermatitis dan
infeksi jamur pada kulit dan kuku paling sering ditemukan. Lesi keunguan yang bersifat
persisten, tidak nyeri, mungkin dapat diduga Kaposi sarcoma dan memerlukan biopsi.
Seboroik wajah yang parah, bekas dari infeksi herpes yang rekuren merupakan tanda
immunocompromise.
 Kepala, mata, telinga, hidung dan tenggorokan
Pada sinus didapatkan tenderness, tidak transiluminasi dan cairan purulent. Pada
pemeriksaan fundoskopi didapatkan eksudat pada retina, hemoragik atau cotton-wool
spots yang menunjukkan infeksi CMV. Eksudat biasanya pucat dan berkait perdarahan.
Pada pemeriksaan kavitas oral, ditemukan hairy leukoplakia, thrush, peteki mucosal,

14
stomatitis, gingivitis dan Kaposi sarcoma. Thrush adalah indikator penting dalam
mengetahui progresifitas penyakit. Bentuk yang paling biasa didapatkan adalah
pseudomembranous candidiasis, plak putih pada mana mana permukaan mukosa oral
yang bias terangkat sendiri. Atrophic oral candidiasis berbentuk permukaan licin, red
patches pada palatum durum palatum molle, mukosa bukal atau dorsal lidah. Bentuk
kandidiasis ini ini susah dibedakan dengan oral hairy leukoplakia dan cuma dapat
dibedakan selepas berespon dengan terapi.
Peteki mukosa dapat dijadikan bukti trombositopeni terkait HIV. Kaposi sarcoma sering
menmberikan gambaran lesi oral pada palatum durum dan palatum molle dan gingiva.
 Limfonodus
Pemeriksaan secara periodic diinidikasikan karena adenopati mungkin adalah tanda
penting pada progresifitas penyakit. Jika limfadenopati terjadi pada 2 atau lebih area
ekstrainguinal yang noncontagious, persisten lebih 3 bulan dan tidak ditemukan
penyebab selain HIV, ini dikatakan sebagai persisten generalized lymphadenopathy
(PGL). Kebiasaannya, splenomegaly ditemukan bersangkutan dengan PGL. Nodus yang
asimetris, besar, tenderness mungkin menandakan keganasan atau infeksi sekunder dan
memerlukan biopsy.
 Dada, abdomen, rektum & genitalia
Pemeriksaan paru ditemukan tanda konsolidasi, inflamasi pleura dan efusi. Pada jantung
dapat ditemukan murmur atau rubs. Pada abdomen didapatkan pembesaran hati dan limfa
serta localized tenderness. Pemeriksaan genital dan rektal penting pada semua pasien.
Limfoma ,squamous cell carcinoma, infeksi CMV dan herpes simpleks sudah resisten
dengan asiklovir adalah contoh kepada lesi anorektal yang memerlukan biopsy untuk
didiagnosa. Dilakukan juga anoskopi atau sigmoidoskopi untuk mendiagnosis lesi rektal
atau colon atau diare.
 Pemeriksaan neurologis
Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan iritasi menings, defisit neurologis bersifat fokal
dan perubahan status mental. Penting untuk mencari tanda neuropati perifer, mielopati
dan miopati agar bisa dirawat.

15
Tes diagnostik HIV merupakan bagian dari proses klinis untuk menentukan diagnosis.
Diagnosis HIV ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Jenis pemeriksaan
laboratorium HIV berupa:
 Tes serologi
Tes serologi terdiri atas:
 Tes cepat
Tes cepat dengan reagen yang sudah dievaluasi oleh institusi yang ditunjuk
Kementerian Kesehatan, dapat mendeteksi baik antibodi terhadap HIV-1
maupun HIV-2. Tes cepat dapat dijalankan pada jumlah sampel yang lebih
sedikit dan waktu tunggu untuk mengetahui hasil kurang dari 20 menit
bergantung pada jenis tesnya dan dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih.
 Tes Enzyme Immunoassay (EIA)
Tes ini mendeteksi antibodi untuk HIV-1 dan HIV-2. Reaksi antigen-antibodi
dapat dideteksi dengan perubahan warna.
 Tes Western Blot
Tes ini merupakan tes antibodi untuk konfirmasi pada kasus yang sulit

Tes untuk diagnosis HIV dilakukan dengan tes antibodi menggunakan strategi III
(pemeriksaan dengan menggunakan 3 jenis tes antibodi yang berbeda sensitivitas dan
spesifisitasnya).

16
Gambar : Alur diagnosis HIV

Keputusan klinis dari hasil pemeriksaan anti HIV dapat berupa positif, negatif, dan
indeterminate.

17
Berikut adalah interpretasi hasil dan tindak lanjut yang perlu dilakukan.

Tabel : Kriteria interpretasi tes anti-HIV dan tindak lanjutnya

TERAPI
Terdapat 6 jenis obat untuk terapi Antiretroviral (ARV) pada saat ini, yaitu
nucleoside/nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NRTI), non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitors (NNRTI), protease inhibitor (PI), fusion inhibitors, CCR5 co-receptor
antagonist (juga dikenali sebagai entry inhibitors), dan HIV integrase strand transfer
inhibitors (INSTI). Tetapi hanya obat NRTI, NNRTI, dan PI yang beredar di Indonesia.

 NRTI
 NRTI dikenali sebagai tulang belakang dari obat-obatan ARV yang dapat
digunakan secara langsung oleh NNRTI, PI atau integrase inhibitor. NRTI
biasanya diberikan (dua) sebagai koformulasi dalam mengurangi beban pil dan
meningkatkan kepatuhan. Namun, terdapat beberapa kombinasi NRTI yang
harus diucapkan oleh karena penggunaan obat-obatan seperti dwitricine +

18
tenofovir, resistansi lamivudine + emtricitabine atau toksisitas tumpang tindih
seperti stavudine + didanosine.
 NRTI bekerja sebagai inhibisi kompetitif dari HIV-1 reverse transcriptase,
penggabungan ke dalam rantai DNA virus yang berkembang menyebabkan
terminasi rantai prematur karena penghambatan pengikatan dengan nukleotida
yang masuk. Setiap agen membutuhkan aktivasi intracytoplasmic melalui
fosforilasi oleh enzim seluler ke bentuk trifosfat.
 Semua NRTI mungkin terkait dengan toksisitas mitokondria, mungkin karena
penghambatan DNA mitokondria polimerase gamma. Kurang umum, asidosis
laktat dengan steatosis hati dapat terjadi, yang dapat berakibat fatal. Perlakuan
NRTI harus ditunda dalam pengaturan tingkat aminotransferase yang
meningkat dengan cepat, hepatomegali progresif, atau asidosis metabolik yang
tidak diketahui penyebabnya. Timidin analog zidovudine dan stavudine
mungkin terutama terkait dengan dislipidemia dan resistensi insulin. Juga,
beberapa bukti menunjukkan peningkatan risiko infark miokard pada pasien
yang menerima abacavir; tetapi belum terbukti.

 NNRTI
 NNRTI mengikat langsung ke HIV-1 reverse transcriptase, menghasilkan
penghambatan allosteric dari RNA dan DNA-dependent DNA polymerase
activity. Situs pengikatan NNRTI dekat tetapi berbeda dari NRTI. Berbeda
dengan agen NRTI, NNRTI tidak bersaing dengan triphosphate nukleosida
atau membutuhkan fosforilasi untuk menjadi aktif. Tes genotipe awal
dianjurkan sebelum memulai pengobatan NNRTI karena tingkat resistansi
primer berubah sekitar 2% hingga 8%. Ketahanan NNRTI terjadi dengan cepat
dengan monoterapi dan dapat dihasilkan dari mutasi tunggal. Mutasi
memberikan resistansi terhadap NNRTI generasi pertama, tetapi tidak pada
agen terbaru (misalnya etravirine, rilpivirine). Mutasi lain juga dapat
memberikan resistansi silang di antara kelas NNRTI. Namun tidak ada
resistansi silang antara NNRTI dan NRTI, pada kenyataannya beberapa virus
yang resistan nukleosida menunjukkan hipersaneptibilitas terhadap NNRTI.
 

19
 PI
 Selama tahap selanjutnya dari siklus pertumbuhan HIV, produk gen gag dan
gag-pol diterjemahkan ke dalam poliprotein, dan ini menjadi partikel pemula
yang belum matang. Protease HIV bertanggung jawab untuk membelah
molekul prekursor ini untuk menghasilkan protein struktural akhir dari inti
virion dewasa. Dengan mencegah perpecahan translasi-pembelahan
poliprotein Gag-Pol, protease inhibitor (PI) mencegah pemrosesan protein
virus menjadi konfirmasi fungsional, yang menghasilkan produksi partikel
virus yang tidak menular. Tidak seperti NRTI, PI tidak memerlukan aktivasi
intraseluler.
 PI berhubungan dengan mual ringan, sedang, diare, dan dislipidemia. Sindrom
redistribusi dan akumulasi lemak tubuh yang menghasilkan obesitas sentral,
pembesaran lemak dorsocervical (punuk kerbau), pengecilan perifer dan
wajah, pembesaran payudara, dan penampilan cushingoid telah diamati,
mungkin kurang umum dengan atazanavir. Peningkatan bersamaan dalam
trigliserida dan tingkat lipoprotein densitas rendah, bersama dengan
hiperglikemia dan resistensi insulin, juga telah dicatat. Semua PI mungkin
berhubungan dengan kelainan konduksi jantung, termasuk PR atau interval
perpanjangan QT atau keduanya. Apakah agen PI berhubungan dengan
pengeroposan tulang dan osteoporosis setelah penggunaan jangka panjang
dalam penyelidikan. PI telah dikaitkan dengan peningkatan perdarahan
spontan pada pasien dengan hemofilia A atau B, peningkatan risiko
perdarahan intrakranial telah dilaporkan pada pasien yang menerima tipranavir
dengan retonavir

KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang bisa terjadi ialah infeksi opportunistik seperti
toksoplasmosis dan meningitis Cryptococcus, keganasan seperti Kaposi sarkoma, limfoma
dan kanker anal serta kondisi metabolic seperti lipodistrofi, hipertensi , diabetes,
hiperlipidemia dan osteoporosis.

20
PROGNOSIS
Prognosis penyakit HIV mempunyai korelasi tinggi dengan jumlah CD4 dan HIV
viral load. Pasien dengan HIV-seropositif yang asimptomatik denganjumlah CD4 yang lebih
500 sel/mm3 dan rendah viral load dikatakan tetap sehat untuk bertahun walaupun tanpa terapi
. Namun, dengan seiring berjalannya infeksi HIV, pasien akan mempunyai resiko tinggi
untuk pelbagai manifestasi klinis. Tanpa terapi, kematian kebiasaannya terkait dengan infeksi
opprtunistik atau keganasan. Kondisi komorbid seperti infeksi hepatitis C memainkan
peranan dalam mortalitas. Intervensi awal infeksi HIV dapat melambatkan onset terjadinya
AIDS dan jangka hayat pasien berserta quality of life.

EDUKASI
HIV masih menjadi penyakit yang tidak bisa sembuh dan pencegahan masih menjadi
strategi terbaik. Edukasi adalah komponen terpenting dalam mencegah dan mengontrol HIV.
Pendekatan yang berbeda digunakan tergantung latar belakang kehidupan pasien.
 Trasmisi seksual
Resiko transimisi infeksi HIV meningkat dengan banyaknya pasangan seksual dan
seks yang tidak menggunakan proteksi. Maka digalakkan untuk mempunyai pasangan
yang setia, meminimalkan pasangan seks dan penggunaan kondom berkualitas.
 Transmisi melalui injeksi
Tidak berkongsi jarum suntikan .
 Memastikan keamanan darah
Donor darah harus diskrining untuk HIV.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Aberg JA. 2014. Primary care guideline for the management if persons infected with
HIV :2013. Medicine Association of the Infection Diseases Society of America.
Clinical Infectious Disease 2014; 58 :e1-34
2. BJ Brew. 2018. HIV approach. The Neurology of HIV Infection. Elsevier. Page 2
3. Cambiano, V., Ford, D., Mabugu, T., Napierala Mavedzenge, S., Miners, A.,
Mugurungi, O., Nakagawa, F., Revill, P. and Phillips, A. (2015). Assessment of the
Potential Impact and Cost-effectiveness of Self-Testing for HIV in Low-Income
Countries. Journal of Infectious Diseases, 212(4), pp.570-577.
4. Goroll , Allan H. 2014. 7th Edition of Primary Care Medicine , Office Evaluation and
Management of the Adult Patient. Approach to the patient with HIV infection.
Lippincott Williams & Wilkins.
5. J Nelwan, Rudy Wisaksana, 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Hal 910
6. Jiang, H., Xie, N., Liu, J., Zhang, Z., Liu, L., Yao, Z., Wang, X. and Nie, S. (2015).
Late HIV Diagnosis. Medicine, 94(36), p.e1511.
7. Kementrian Kesehatan RI . 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengobatan Antiretroviral.
8. Maartens, G., Celum, C. and Lewin, S. (2014). HIV infection: epidemiology,
pathogenesis, treatment, and prevention. The Lancet, 384(9939), pp.258-271.
9. Marchetti, G., Tincati, C. and Silvestri, G. (2013). Microbial Translocation in the
Pathogenesis of HIV Infection and AIDS. Clinical Microbiology Reviews, 26(1),
pp.2-18.
10. Naif, H. (2013). Pathogenesis of HIV infection. Infectious Disease Reports, 5(1S),
p.6.
11. Oladipo, E. and Awoyelu, E. (2015). Pathogenesis of HIV: Pathway to eradication.
Advances in Applied Science Research, 6(5), pp.81-87.
12. Ronald H Goldschmidt. 2016. Initial Management of Patients with HIV Infection.
American Family Physicians 2016 Nov 1; 94 (9): 708-716.
13. Rutstein, S., Ananworanich, J., Fidler, S., Johnson, C., Sanders, E., Sued, O., Saez-
Cirion, A., Pilcher, C., Fraser, C., Cohen, M., Vitoria, M., Doherty, M. and Tucker, J.
(2017). Clinical and public health implications of acute and early HIV detection and
treatment: a scoping review. Journal of the International AIDS Society, 20(1),
p.21579.

22
14. Schaider . Jeffrey J. 2015. HIV/AIDS. Rosen & Barkins 5 Minute Emergency
Medicine Consultbook Text Excert Chater. Lippincott Willimas & Wilkins
15. Sharon Safrin, 2016. Basic & Clinical Pharmacology. Edisi ke-13. New York: Mc
Graw Hill Education. Bab 49 Antiviral Agents. Hal 842
16. Younai, F. (2013). Thirty years of the human immunodeficiency virus epidemic and
beyond. International Journal of Oral Science, 5(4), pp.191-199.

23

Anda mungkin juga menyukai