LAPORAN KASUS
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TUBERKULOSIS PARU DENGAN EFUSI PLEURA
Oleh:
Joy Hendrawan Rumpa S.Ked
Pembimbing :
dr. Dwiraras , Sp.P
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmatNya sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
Tuberkulosis Paru Dengan Hemoptoe.
Penyusunan laporan kasus ini merupakan kegiatan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Sidoarjo, sekaligus sebagai salah satu persyaratan dan
merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan Pendidikan Dokter Muda di bidang
Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya/RSUD Sidoarjo. Ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan arahan dan saran dalam penyusunan referat ini khususnya kepada :
1. dr. Johannes V. Lucida, Sp.PD. FINASIM, selaku kepala SMF Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Sidoarjo.
2. dr. Dwiraras Sp.P , selaku Pembimbing Laporan Kasus dan Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Sidoarjo.
3. Para Perawat dan staf RSUD Sidoarjo yang telah membantu untuk
menyelesaikan Laporan Kasus ini.
4. Seluruh teman sejawat Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya / RSUD Sidoarjo.
Saya menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan.
Akhirnya, saya berharap semoga Laporan Kasus ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
2
COVER .1
KATA PENGANTAR .. 2
DAFTAR ISI 3
BAB I LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Penderita
1.2 Anamnesis
.................................................................... 5
.......................................................................... ..5
.................................................................... 7
........................................................ 9
............................................................................. .11
1.6 Diagnosis
.............................................................................. 12
1.7 Planning
.............................................................................. 12
1.8 Prognosis
............................................................................. 13
.................................................................................14
.....16
2.9 Diagnosis .. 23
2.10 Pengobatan .. ..26
2.11 Evaluasi Pengobatan . .30
2.12 Komplikasi Tuberkulosis .31
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
LAPORAN KASUS
4
: Tn TS
: 57 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Jawa
: Satpam
: SMA
: Menikah
: Simokidul 7B , Simoketawang Waru Sidoarjo
: 10 maret 2016
: 12 maret 2016
: 1737123
1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan terhadap pasien dan keluarga pasien
A. Keluhan Utama
:
Sesak Nafas
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sesak Nafas
Pasien datang ke IGD tanggal 10 maret 2016 pukul 02.20 dengan keluhan
Sesak nafas dan dada terasa beraat saat bernafas biasa dan di sertai batuk.
Sebelumnya tidak ada riwayat sesak yang muncul ketika beraktifitas
maupun beristirahat.
Batuk
Batuk dirasakan kurang lebih 1 bulan yang lalu di sertai lender, tidak ada
darah, dan sempat periksa ke dokter umum, dokter menduga ada infeksi
paru paru dan menyarankan pengobatan namun pasien tidak mau .
Demam
Demam muncul sejak tanggal 07 maret 2016 berturut turut selama 3 hari .
Keringat dingin
Pasien juga merasakan muncul keringat dingin, terutama malam hari.
Keringat dingin ini muncul bersamaan dengan demam.
Anoreksia
Akhir akhir ini pasien juga merasa badannya lemas, pusing, mual,
muntah serta nafsu makan yang menurun. Sehingga pasien mengalami
penurunan berat badan sekitar 3 kg .
Telinga
perdarahan
:Tidak ada sekret, tidak ada bau, tidak ada
Mulut
perdarahan
: Sianosis perioral , tidak ada gusi berdarah
6
e. Jantung
Inspeksi :
Iktus cordis : tak tampak
Pulsasi jantung : tak tampak
Palpasi :
Iktus cordis
: teraba ICS V mid clavicula sinistra
Pulsasi jantung : tak teraba
Suara yang teraba : tidak ada
Getaran (thrill)
: tidak ada
Perkusi :
Tidak dilakukan
Auskultasi :
f. Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
:
Wh:
e
si
k
+
+
g.
ul
er
Ves
iku
ler
Ves
iku
ler
o
r
S
S
o
n
Rh:
or
R
Abdomen
r
S
p
R
Inspeksi
: Flat (+)
Auskultasi :
Bising
usus
normal
Perkusi
Tympani
(+)
(+)
Palpasi
h. Ektremitas
Superior
: Akral hangat + / +
Edema - / -
Inferior
: Akral hangat + / +
Edema - / -
Hasil Laboratorium
Hasil laboratorium pada tanggal 26 27 Juli 2015
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Pemeriksaan tanggal
Normal
26 Juli 2015
Darah Lengkap
WBC (Leukosit)
RBC (Eritroit)
HGB (Hemoglobin)
HCT (Hematokrit)
PLT (Trombosit)
MCV
MCH
MCHC
RDW-SD
RDW-CV
PDW
MPV
P-LCR
PCT
EO%
BASO%
NEUT %
LYMPH%
MONO%
EO#
BASO#
MONO#
NEUT#
LYMPH#
10,63
5,03
13,9
41,5
253
82.5
27,6
33,5
46,1
15.4
10,5
9,5
21,3
0,24
2,0
0.2
82,6
11,1
4,1
0.21
0.02
0,44
8,78
1.18
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu
BUN
Kreatinin
106
13,9
0,9
<140 mg/dL
6 - 23 mg/dl
0.7 - 1.2 mg/dl
87
98
2,3
3.2
0.29
0.44
13
12
74-109 mg/dl
< 140 mg/dl
3.97 4.94 g/dL
2 3.6 g/dL
< 0.3 mg/dL
< 1.2 mg/dL
< 40 U/L
< 41U/L
139
4,1
107
+1
+1
+1
Negatif
Negatif
Negatif
Pemeriksaan Tanggal
27 Juli 2015
Gula darah puasa
Gula darah 2JPP
Albumin
Globulin
Bilirubin direct
Bilirubin total
SGOT (AST)
SGPT (ALT)
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida
MIKROBIOLOGI
BTA A
BTA B
BTA C
Sesak nafas
Batuk
Demam
Keringat dingin malam hari
Badan lemas, dan nafsu makan menurun , berat badan menurun
Pemeriksaan fisik :
KU : cukup
Kesadaran : composmentis
Pada pemeriksaan pulmo :
Inspeksi : Simetris
Palpasi
: fremitus raba dan vokal simetris
Perkusi
Sono
r
Sono
r
Sono
r
Vesik
Sonor
Redup
Auskultasi :
+
uler
Vesikuler
Vesikuler
Rh:
+
+
Redup
1.6 Diagnosis
Tuberkulosis Paru + Efusi Pleura sinistra
1.7 Planning
Planning Terapi
O2 Nasal 3-4 Lpm
Inf. RL
(+) aminophyline 1 amp/flash
Inj Ceftadizin
3x1g
Inj Omeprazole
2x1g
Inj Lasal
3 x cc
14 tpm
10
Inj Antrain
PO Codein
3 x 1 amp
3 x 10 mg
Planning monitoring
Evaluasi foto thorax PA post WSD
Evaluasi vital sign ( tekanan darah, RR, nadi, dan suhu) dan keadaan
pasien.
Evaluasi efek samping obat
Planning edukasi
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Paru
Paru-paru adalah salah satu organ sistem pernapasan yang berada di dalam
kantong yang dibentuk oleh pleura perietalis dan pleura viseralis. Kedua paru-paru
sangat lunak, elastis, sifatnya ringan terapung di dalam air, dan berada dalam
rongga thorax.
Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul dan menjorok
keatas kira-kira 2,5 cm di atas clavikula. Fasies kostalis yang berbentuk konveks
berhubungan dengan dinding dada sedangkan fasies mediastinalis yang berbentuk
konkaf membentuk pericardium. Pada pertengahan permukaan paru kiri terdapat
12
hilus pulmonalis yaitu lekukan di mana bronkus, pembuluh darah, dan saraf
masuk ke paru-paru membentuk radiks pulmonalis.
a. Apeks pulmo
Berbentuk bundar menonjol ke arah dasar yang melebar melewati apartura
torasis superior 2,5-4 cm di atas ujung iga pertama.
b. Basis pulmo
Pada paru-paru kanan, bagian yang berada di atas permukaan cembung
diafragma akan lebih menonjol ke atas daripada paru-paru bagian kiri,
maka basis paru kanan lebih kontak daripada paru-paru kiri.
c. Insisura atau fisura
Dengan adanya fisura atau takik yang ada pada permukaan, paru-paru
dapat dibagi menjadi beberapa lobus. Letak insisura dan lobus dapat
digunakan untuk menentukan diagnosis.
Pada paru-paru kiri terdapat insisura yaitu insisura obliges. Insisura ini
membagi paru-paru kiri atas menjadi tiga lobus yaitu lobus superior,
medius, dan lobus inferior yang terbagi menjadi beberapa segmen.
Paru-paru kanan memiliki dua insisura yaitu insisura obligue dan insisura
interlobularis sekunder. Pada paru kanan hanya terdapat dua lobus yaitu
lobus superior dan lobus inferior yang juga terbagi menjadi beberapa
segmen.
13
Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antar tulang rusuk
sehingga rongga dada membesar.
Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot
antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang
rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil.
Kontraksi diafragma
peningkatan
tekanan
hidrostastik
pada
kapiler
yang
selanjutnya
mengakibatkan
terjadinya
berdasarkan
adanya
penurunan
pada
tekanan
onkontik
Gambar di atas adalah Mycobacterium tuberculosis yang dilihat dengan pewarnaan tahan
asam dan berwarna merah. Sebagian besar bakteri ini terdiri atas asam lemak
(lipid), peptidoglikan dan arabinoman. Lipid inilah yang menyebabkan kuman
16
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut pula
sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA) .
droplet dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat menginfeksi
individu lain bila terhirup ke dalam saluran nafas. Kuman tuberkulosis yang
masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan dapat menyebar dari paru ke
bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran
pernafasan, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh.
2.7 Patogenesis
Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran nafas akan bersarang di
jaringan paru , dimana akan membentuk suatu sarang pneumoni , yang disebut
sarang primer atau afek primer . Sarang primer ini mungkin timbul dibagian mana
saja dalam paru , berbeda dengan sarang reaktivitas. Dari sarang primer akan
terlihat peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangistis lokal).
Peradangan tersebut akan diikuti pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfangitis regional). Afek primer bersama sama dengan limfangitis regional
disebut sebagai kompleks primer . Kompleks primer ini akan mengalami salah
satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali ( restitution ad
integrum )
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas ( antara lain sarang ghon ,
garis fibrotik , sarang perkapuran dihilus )
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum , menyebar kesekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis yaitu suatu kejadian
penekanan bronkus , biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
17
Tuberkulosis Postprimer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya pada usia 15-40 tahun . Tuberkulosis postprimer
mempunyai nama bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa , localized
tuberkulosis, tuberkulosis menahun . Bentuk tuberkulosis inilah yang menjadi
masalah kesehatan masyarakat , karena dapat menjadi sumber penularan.
Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini , yang umum nya terletak
disegmen apikal lobus superior atau inferior . Sarang dini ini awalnya berbentuk
suatu sarang pneumonia kecil . Sarang pneumonia ini akan mengikuti salah satu
jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
18
19
20
d. Kasus gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi aktif pada akhir bulan ke 5 ( 1 bulan ssebelum akhir
pengobatan ) atau akhir pengobatan
e. Kasus kronik adalah pasien dengan hasil BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
f. Kasus bekas TB :
Hasil pemeriksaan BTA negatif ( biakan juga negatif jika ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB tidak aktif atau foto
serial menunjukkan gambaran yang menetap . Riwayat pengobatan
OAT adekuat akan lebih mendukung.
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto thorax ulang tidak ada
perubahan gambaran.
badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa
kegiatan dan demam / meriang lebih dari sebulan.
Pemeriksaan fisik pertama pada keadaan umum pasien mungkin
ditemukan k o n j u n g t i v a m a t a a t a u k u l i t y a n g p u c a t k a r e n a
a n e m i a , s u h u d e m a m (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama pada
kasus-kasus diniatau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada TB paru
lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bila
TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura sehingga paru yang sakit akan
terlihat tertinggal dalam pernapasan, perkusi memberikan suara pekak, auskultasi
memberikan suara yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam
penampilan klinis TB sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan
didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif.
Pemeriksaan
radiologis
merupakan
cara
yang
praktis
untuk
ketiga
spesimen
dahak
negatif,
diberikan
antibiotik
spektrum luas (misalnya Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak
ada perubahan, namun gejala klinis mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan
dahak SPS.
1). Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis
BTA positif.
2). Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto
rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.
23
24
3. Pengobatan TB ada 2 tahap yaitu tahanp intensif dan lanjutan . Pada tahap
intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk
mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan secara intensif ini diberikan
secara tepat maka biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian pasien BTA positif menjadi negatif dalam 2 bulan. Pada tahap
lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu yang
lama. Tahap ini sangat penting karena untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
Kategori 1
Kategori 2
: 2(HRZE) / 4(HR)3
:2(HRZE)S /(HRZE) / 5(HR)3E3 disamping kedua kategori
25
26
27
seperti
batuk
atau
adakah
perubahan
penyakit
gambar
lain
radiologis
yang
tidak
menyertainya.
secepat
perubahan
obstruksi
jalan
nafas,
kerusakan
parenkim
paru,
cor
DAFTAR PUSTAKA
1. Helmia Hasan, M. Jusuf, Winariani. Slamet H, dkk. Tuberkulosis Paru &
Efusi Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan kelima. Hal. 9-30,
115-125. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair/RSUD Dr.
Soetomo. 2013.
2. Hood Alsagaff, Abdul Mukty, Dkk. Tuberkulosis Paru & Efusi Pleura.
Dasar-dasar Penyakit Paru. Cetakan kelima. Hal. 73-109, 143-154.
Surabaya: Airlangga University Press. 2008.
3. Justinus frans, Manase Lulu, Soedarsono. Tuberkulosis Paru. Panduan
Diagnosis dan Terapi Penyakit Paru FK Unair/RSUD Dr. Soetomo. Edisi
ketiga. Hal. 10-14. Surabaya: RSU dr. Soetomo. 2005.
4. Anna Ujainah. Terapi Oksigen. EIMED PAPDI Kegawat daruratan
Penyakit
Dalam.
Cetakan
kedua.
Hal.183-191.
Jakarta:
Interna
Publishing. 2012.
5. WHO. Treatment of Tuberculosis Guidelines, 4th ed. WHO. 2009.
6. WHO. TB. A Clinical Manual for South East Asia. WHO. 1997.
29
30