Anda di halaman 1dari 30

`

LAPORAN KASUS
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TUBERKULOSIS PARU DENGAN EFUSI PLEURA

Oleh:
Joy Hendrawan Rumpa S.Ked

Pembimbing :
dr. Dwiraras , Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
DI RSUD KABUPATEN SIDOARJO
TAHUN 2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmatNya sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
Tuberkulosis Paru Dengan Hemoptoe.
Penyusunan laporan kasus ini merupakan kegiatan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Sidoarjo, sekaligus sebagai salah satu persyaratan dan
merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan Pendidikan Dokter Muda di bidang
Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya/RSUD Sidoarjo. Ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan arahan dan saran dalam penyusunan referat ini khususnya kepada :
1. dr. Johannes V. Lucida, Sp.PD. FINASIM, selaku kepala SMF Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Sidoarjo.
2. dr. Dwiraras Sp.P , selaku Pembimbing Laporan Kasus dan Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Sidoarjo.
3. Para Perawat dan staf RSUD Sidoarjo yang telah membantu untuk
menyelesaikan Laporan Kasus ini.
4. Seluruh teman sejawat Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya / RSUD Sidoarjo.
Saya menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan.
Akhirnya, saya berharap semoga Laporan Kasus ini bermanfaat.

Sidoarjo, Maret 2016


Penyusun

DAFTAR ISI
2

COVER .1
KATA PENGANTAR .. 2
DAFTAR ISI 3
BAB I LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Penderita
1.2 Anamnesis

.................................................................... 5

.......................................................................... ..5

1.3 Pemeriksaan Fisik


1.4 Pemeriksaan Penunjang

.................................................................... 7
........................................................ 9

1.5 Probem List

............................................................................. .11

1.6 Diagnosis

.............................................................................. 12

1.7 Planning

.............................................................................. 12

1.8 Prognosis

............................................................................. 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi Paru

.................................................................................14

2.2 Fisiologi Paru

.....16

2.3 Efusi pleura.........................................................................................16


2.4 Definisi Tuberkulosis Paru .......18
2.5 Kuman Mycobacterium tuberculosis ...............................................18
2.6 Cara Penularan ................................................................................ ..18
2.7 Patogenesis ................. ..19
2.8 Klasifikasi Tuberkulosis .................................................................... 22

2.9 Diagnosis .. 23
2.10 Pengobatan .. ..26
2.11 Evaluasi Pengobatan . .30
2.12 Komplikasi Tuberkulosis .31
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
LAPORAN KASUS
4

1.1 Identitas Penderita


Nama Penderita
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Suku
Pekerjaan
Pendidikan
Status
Alamat
Tanggal MRS
Tanggal Pemeriksaan
No.Rekam Medik

: Tn TS
: 57 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Jawa
: Satpam
: SMA
: Menikah
: Simokidul 7B , Simoketawang Waru Sidoarjo
: 10 maret 2016
: 12 maret 2016
: 1737123

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan terhadap pasien dan keluarga pasien
A. Keluhan Utama
:
Sesak Nafas
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sesak Nafas
Pasien datang ke IGD tanggal 10 maret 2016 pukul 02.20 dengan keluhan
Sesak nafas dan dada terasa beraat saat bernafas biasa dan di sertai batuk.
Sebelumnya tidak ada riwayat sesak yang muncul ketika beraktifitas
maupun beristirahat.
Batuk
Batuk dirasakan kurang lebih 1 bulan yang lalu di sertai lender, tidak ada
darah, dan sempat periksa ke dokter umum, dokter menduga ada infeksi
paru paru dan menyarankan pengobatan namun pasien tidak mau .
Demam
Demam muncul sejak tanggal 07 maret 2016 berturut turut selama 3 hari .
Keringat dingin
Pasien juga merasakan muncul keringat dingin, terutama malam hari.
Keringat dingin ini muncul bersamaan dengan demam.
Anoreksia
Akhir akhir ini pasien juga merasa badannya lemas, pusing, mual,
muntah serta nafsu makan yang menurun. Sehingga pasien mengalami
penurunan berat badan sekitar 3 kg .

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah menderita sesak nafas dan batuk lama seperti ini, juga
tidak pernah mengonsumsi obat merah selama 6 bulan sebelumnya.
Riwayat diabetes mellitus dan darah hipertensi disangkal oleh pasien.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk lama seperti ini.
E. Riwayat Pengobatan
Pernah berobat ke dokter umum sebelumnya, diberi obat batuk, pasien
lupa namanya, namun batuknya tidak berkurang.
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien ada riwayat merokok sejak SMP.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Dilakukan pada tanggal 29 Juli 2015 di Ruang Mawar Merah.
a. Keadaan Umum : Cukup
b. Kesadaran
: Compos Mentis
c. Tanda Vital
: TD
: 120/70 mmHg
N
: 88 x/menit
RR
: 28 x/menit
Suhu
: 36 C
d. Kepala dan Leher
Mata
: Konjungtiva anemis, sklera anikterik, lensa keruh,
pupil isokor, reflek cahaya (+/+), tidak ada edema
Hidung

pada daerah palpebra pada kedua mata


:Tidak ada sekret, tidak ada bau, tidak ada

Telinga

perdarahan
:Tidak ada sekret, tidak ada bau, tidak ada

Mulut

perdarahan
: Sianosis perioral , tidak ada gusi berdarah
6

e. Jantung
Inspeksi :
Iktus cordis : tak tampak
Pulsasi jantung : tak tampak
Palpasi :

Iktus cordis
: teraba ICS V mid clavicula sinistra
Pulsasi jantung : tak teraba
Suara yang teraba : tidak ada
Getaran (thrill)
: tidak ada

Perkusi :

Tidak dilakukan

Auskultasi :

Suara 1 : tunggal regular


Suara 2 : tunggal regular
Murmur (-)
Gallop (-)

f. Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: simetris kanan kiri , tidak ada pelebaran antar ICS


: fremitus raba normal , fremitus vokal simetris
: normal Sonor di seluruh lapang paru
S
o
n

Auskultasi

:
Wh:

e
si
k

+
+
g.

ul
er
Ves
iku
ler
Ves
iku
ler

o
r
S

S
o
n

Rh:

or
R

Abdomen

r
S

p
R

Inspeksi

: Flat (+)

Auskultasi :

Bising

usus

normal

Perkusi

metorismus (-) ascites (-)

Tympani

(+)
(+)

Palpasi
h. Ektremitas
Superior

: Nyeri tekan (-) pembesaran organ (-)

: Akral hangat + / +
Edema - / -

Inferior

: Akral hangat + / +
Edema - / -

1.4 Pemeriksaan Penunjang


.

Hasil Laboratorium
Hasil laboratorium pada tanggal 26 27 Juli 2015
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Pemeriksaan tanggal

Normal

26 Juli 2015
Darah Lengkap
WBC (Leukosit)
RBC (Eritroit)
HGB (Hemoglobin)
HCT (Hematokrit)
PLT (Trombosit)
MCV
MCH
MCHC
RDW-SD
RDW-CV
PDW
MPV
P-LCR
PCT
EO%
BASO%
NEUT %
LYMPH%
MONO%
EO#
BASO#
MONO#
NEUT#
LYMPH#

10,63
5,03
13,9
41,5
253
82.5
27,6
33,5
46,1
15.4
10,5
9,5
21,3
0,24
2,0
0.2
82,6
11,1
4,1
0.21
0.02
0,44
8,78
1.18

4.8 - 10.8 103/uL


4.2 - 6.1 106/uL
12 - 18 g/dl
37 - 52 %
150 - 450 103/uL
79 - 99 fl
27 - 31 pg
33 - 37 g/dL
35 - 47 fl
11.5 - 14.5 %
9 - 17 fl
9 - 13 fl
13 - 43 %
0.150 0.400 %
01%
01%
50 - 70%
25 - 40%
2-8%
103/uL
103/uL
103/uL
2 - 7.7 103/Ul
0.8 - 4 103/Ul

Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu
BUN
Kreatinin

106
13,9
0,9

<140 mg/dL
6 - 23 mg/dl
0.7 - 1.2 mg/dl

87
98
2,3
3.2
0.29
0.44
13
12

74-109 mg/dl
< 140 mg/dl
3.97 4.94 g/dL
2 3.6 g/dL
< 0.3 mg/dL
< 1.2 mg/dL
< 40 U/L
< 41U/L

139
4,1
107

137 - 145 mmol/L


3.6 - 5 mmol/L
98 - 107 mmol/L

+1
+1
+1

Negatif
Negatif
Negatif

Pemeriksaan Tanggal
27 Juli 2015
Gula darah puasa
Gula darah 2JPP
Albumin
Globulin
Bilirubin direct
Bilirubin total
SGOT (AST)
SGPT (ALT)
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida
MIKROBIOLOGI
BTA A
BTA B
BTA C

b. Hasil foto thorax


Hasil rontgen thorax PA tanggal 10 maret 2016

1.5 Problem list

Sesak nafas
Batuk
Demam
Keringat dingin malam hari
Badan lemas, dan nafsu makan menurun , berat badan menurun

Pemeriksaan fisik :
KU : cukup
Kesadaran : composmentis
Pada pemeriksaan pulmo :
Inspeksi : Simetris
Palpasi
: fremitus raba dan vokal simetris
Perkusi
Sono
r
Sono
r
Sono
r

Vesik
Sonor
Redup

Auskultasi :
+

uler
Vesikuler
Vesikuler

Rh:

+
+

Redup

Pada rontgen thorax : infiltrat di kedua apex paru , sinus phrenicocostalis


kanan sedikit tumpul dan kanan tajam , jantung normal , tulang dan

jaringan sekitar normal .


Laboratorium : Leukosit 10,63, Albumin 2,3
Mikrobiologi BTA A +1
Mikrobiologi BTA B +1
Mikrobiologi BTA C +1

1.6 Diagnosis
Tuberkulosis Paru + Efusi Pleura sinistra
1.7 Planning
Planning Terapi
O2 Nasal 3-4 Lpm
Inf. RL
(+) aminophyline 1 amp/flash
Inj Ceftadizin
3x1g
Inj Omeprazole
2x1g
Inj Lasal
3 x cc

14 tpm

10

Inj Antrain
PO Codein

3 x 1 amp
3 x 10 mg

Planning monitoring
Evaluasi foto thorax PA post WSD
Evaluasi vital sign ( tekanan darah, RR, nadi, dan suhu) dan keadaan

pasien.
Evaluasi efek samping obat

Planning edukasi

Menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai penyakitnya.

Menjelaskan mengenai lama dan tahapan pengobatan.

Menjelaskan mengenai efek samping obat.

Menjelaskan komplikasi dari penyakit ini.

Menjelaskan pencegahan penularan terhadap orang sekitar.


I.8 Prognosis
Dubia ad bonam

11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Paru

Paru-paru adalah salah satu organ sistem pernapasan yang berada di dalam
kantong yang dibentuk oleh pleura perietalis dan pleura viseralis. Kedua paru-paru
sangat lunak, elastis, sifatnya ringan terapung di dalam air, dan berada dalam
rongga thorax.
Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul dan menjorok
keatas kira-kira 2,5 cm di atas clavikula. Fasies kostalis yang berbentuk konveks
berhubungan dengan dinding dada sedangkan fasies mediastinalis yang berbentuk
konkaf membentuk pericardium. Pada pertengahan permukaan paru kiri terdapat
12

hilus pulmonalis yaitu lekukan di mana bronkus, pembuluh darah, dan saraf
masuk ke paru-paru membentuk radiks pulmonalis.
a. Apeks pulmo
Berbentuk bundar menonjol ke arah dasar yang melebar melewati apartura
torasis superior 2,5-4 cm di atas ujung iga pertama.

b. Basis pulmo
Pada paru-paru kanan, bagian yang berada di atas permukaan cembung
diafragma akan lebih menonjol ke atas daripada paru-paru bagian kiri,
maka basis paru kanan lebih kontak daripada paru-paru kiri.
c. Insisura atau fisura
Dengan adanya fisura atau takik yang ada pada permukaan, paru-paru
dapat dibagi menjadi beberapa lobus. Letak insisura dan lobus dapat
digunakan untuk menentukan diagnosis.
Pada paru-paru kiri terdapat insisura yaitu insisura obliges. Insisura ini
membagi paru-paru kiri atas menjadi tiga lobus yaitu lobus superior,
medius, dan lobus inferior yang terbagi menjadi beberapa segmen.
Paru-paru kanan memiliki dua insisura yaitu insisura obligue dan insisura
interlobularis sekunder. Pada paru kanan hanya terdapat dua lobus yaitu
lobus superior dan lobus inferior yang juga terbagi menjadi beberapa
segmen.

13

2.2 Fisiologi Paru


Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan
membuang karbondioksida ke lingkungan. Dalam mengambil nafas ke dalam
tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan dengan dua cara pernapasan,
yaitu:
Respirasi / Pernapasan Dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang
rusuk.Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut:
1

Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antar tulang rusuk
sehingga rongga dada membesar.

Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot
antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang
rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil.

Otot-otot yang digunakan ketika bernapas yaitu:


a

Otot yang digunakan saat inspirasi

Kontraksi diafragma

Kontraksi otot eksternal

Kontraksi otot aksesori, seperti sternocleidomastoid, serratus


anterior, pectoralis minor, dan otot scalens.

Otot yang digunakan saat ekspirasi

Otot internal interkostal dan transversus thoracis.

Otot abdominal, termasuk oblique internal dan eksternal, tranversus


abdominis dan otot rectus abdominis, dapat membantu otot internal
interkostal saat ekspirasi

2.3 Efusi Pleura


14

Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses


penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat
penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan
transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus.
Berdasarkan jenis cairan yang terbetuk, cairan pleura dibagi menjadi
transudat dan eksudat.
a.
Transudat
Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.
Transudat ini disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung
kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma
vena cava superior, tumor, sindroma meig, hipoalbumenia, dialysis
peritoneal, Hidrothoraks hepatik .
b.
Eksudat
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.
Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia dan sebagainya, tumor,
ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi dua yaitu
a.
Unilateral
Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya
b.
Bilateral
Effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :
Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus
eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
Patofisiologi
Pada umumnya, efusi pleura terjadi karena pleura hampir mirip plasma
(eksudat) sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan
ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parientalis sekunder
(efek samping dari) peradangan atau keterlibatan neoplasma. Contoh bagi
efusi pleura dengan pleura normal adalah payah jantung kongesif. Pasien
dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura
ketika terjadi payah/gagal jantung kongesif. Ketika jantung tidak dapat
memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah
15

peningkatan

tekanan

hidrostastik

pada

kapiler

yang

selanjutnya

menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada dalam


pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor dan masuk
ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parientalis
karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan
pengumpulan abnormal cairan pleura.
Adanya hipoalbuminemia juga akan

mengakibatkan

terjadinya

peningkatan pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi, hal


tersebut

berdasarkan

adanya

penurunan

pada

tekanan

onkontik

intravaskuler (tekanan osmotic yang dilakukan oleh protein).


2.4 Definisi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis (kadang-kadang oleh M. bovis dan
africanum). Bakteri ini disebut pula basil aerobic tahan asam yang tumbuh lambat
dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet .
2.5 Bakteri Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus
berukuran sekitar 0,4 x 3 m .

Gambar di atas adalah Mycobacterium tuberculosis yang dilihat dengan pewarnaan tahan
asam dan berwarna merah. Sebagian besar bakteri ini terdiri atas asam lemak
(lipid), peptidoglikan dan arabinoman. Lipid inilah yang menyebabkan kuman
16

mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut pula
sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA) .

2.6 Cara Penularan


Sumber penularan adalah tertular pasien tuberkulosis paru BTA (+) saat kondisi
imunitas kita sedang turun. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Kuman yang berada di dalam

droplet dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat menginfeksi
individu lain bila terhirup ke dalam saluran nafas. Kuman tuberkulosis yang
masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan dapat menyebar dari paru ke
bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran
pernafasan, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh.
2.7 Patogenesis
Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran nafas akan bersarang di
jaringan paru , dimana akan membentuk suatu sarang pneumoni , yang disebut
sarang primer atau afek primer . Sarang primer ini mungkin timbul dibagian mana
saja dalam paru , berbeda dengan sarang reaktivitas. Dari sarang primer akan
terlihat peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangistis lokal).
Peradangan tersebut akan diikuti pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfangitis regional). Afek primer bersama sama dengan limfangitis regional
disebut sebagai kompleks primer . Kompleks primer ini akan mengalami salah
satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali ( restitution ad
integrum )
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas ( antara lain sarang ghon ,
garis fibrotik , sarang perkapuran dihilus )
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum , menyebar kesekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis yaitu suatu kejadian
penekanan bronkus , biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
17

hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada


saluran nafas bersangkutan , dengan akibat atelektasis. Kuman
tuberculosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini
ke lobus atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus
yang atelektasis tersebut yang dikenal epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen , baik di paru yang bersangkurtan
maupun ke paru paru disebelahnya atau tertelan.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini
berkaitan dengan daya tahan tubuh , jumlah dan virulensi kuman.
Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan , akan
tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat , penyebaran ini
akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis
milier , meningitis tuberkulosis . Penyebaran ini juga dapat
menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya , misalnya
tulang, ginjal , genitalia dan sebagian akan berakhir dengan :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele ( misalnya
pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat
-

ensefalomeningitis , tuberkuloma ) atau


Meninggal . Semua kejadian diatas adalah perjalanan
tuberkulosis primer .

Tuberkulosis Postprimer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya pada usia 15-40 tahun . Tuberkulosis postprimer
mempunyai nama bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa , localized
tuberkulosis, tuberkulosis menahun . Bentuk tuberkulosis inilah yang menjadi
masalah kesehatan masyarakat , karena dapat menjadi sumber penularan.
Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini , yang umum nya terletak
disegmen apikal lobus superior atau inferior . Sarang dini ini awalnya berbentuk
suatu sarang pneumonia kecil . Sarang pneumonia ini akan mengikuti salah satu
jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

18

2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan


dengan peyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran
dan akan sembuhb dan bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi
aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti
bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju ( jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis , kemudian dindingnya akan menjadi tebal
( kaviti sklerotik ) . Kaviti tersebut akan menjadi :
- Meluas kembali dan menimbukkan sarang pneumoni baru. Sarang
-

pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan diatas


Memadat dan membungkus diri ( enkapsulasi ) disebut
tuberkuloma , dapat mengapur dan menyembuh , tetapi mungkin

pula aktif kembali , mencair lagi dan kaviti lagi


Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity atau
kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya
mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus
dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang ( stellate shaped).

19

Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan


penyembuhannya
2.8 Klasifikasi Tuberkulosis
Tuberkulosis Paru
-

Berdasarkan hasil pemeriksaan BTA


TB paru dibagi atas :
a. TB paru BTA + adalah
Pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif .
Pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif
b. TB paru BTA adalah
Pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan negatif , gambaran klinis dan
kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
Pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
Tuberculosis

Berdasarkan tipe pasien


a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah emndapat pengobatan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan
b. Kasus kambuh adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapatkan pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap , kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
BTA positif atau biakan positif . Bila BTA negatif atau biakan negatif
tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif atau pemburukan dan
tertdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
lesi non tuberkulosis , TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter
spsesialis yang berkompeten dibidang ini .
c. Kasus default atau drop out adalah pasien yang telah menjalani
pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut turut
atau lebih sebelum masa pengobatan selesai.

20

d. Kasus gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi aktif pada akhir bulan ke 5 ( 1 bulan ssebelum akhir
pengobatan ) atau akhir pengobatan
e. Kasus kronik adalah pasien dengan hasil BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
f. Kasus bekas TB :
Hasil pemeriksaan BTA negatif ( biakan juga negatif jika ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB tidak aktif atau foto
serial menunjukkan gambaran yang menetap . Riwayat pengobatan
OAT adekuat akan lebih mendukung.
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto thorax ulang tidak ada
perubahan gambaran.

Tuberkulosis Ekstra Paru


Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru
misalnya ginjal , salurang kencing dll. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur
positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus yang tidak dilakukan
pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten
dengan TB ekstra paru aktif .
2.9 Diagnosis
Diagnosis Tuberkulosis paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis,
dilanjutkan d e n g a n p e m e r i k s a a n f i s i k , p e m e r i k s a a n l a b o r a t o r i u m
dan pemeriksaan radiologis.
Diagnosis klinis adalah diagnosis yang ditegakkan berdasarkan ada atau
tidaknya gejala pada pasien. Pada pasien TB paru gejala klinis utama
adalah b a t u k t e r u s m e n e r u s d a n b e r d a h a k s e l a m a 3 m i n g g u a t a u
l e b i h . G e j a l a tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak
nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, bera t
21

badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa
kegiatan dan demam / meriang lebih dari sebulan.
Pemeriksaan fisik pertama pada keadaan umum pasien mungkin
ditemukan k o n j u n g t i v a m a t a a t a u k u l i t y a n g p u c a t k a r e n a
a n e m i a , s u h u d e m a m (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama pada
kasus-kasus diniatau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada TB paru
lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bila
TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura sehingga paru yang sakit akan
terlihat tertinggal dalam pernapasan, perkusi memberikan suara pekak, auskultasi
memberikan suara yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam
penampilan klinis TB sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan
didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif.
Pemeriksaan

radiologis

merupakan

cara

yang

praktis

untuk

menemukan lesi TB. Dalam beberapa hal pemeriksaan ini lebih


memberikan keuntungan, seperti pada kasus TB anak-anak dan TB milier yang pada
pemeriksaan sputumnya hampir selalu negatif. Lokasi lesi TB umumnya di daerah
apex paru tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai
tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarang-sarang pneumonia,
gambaran radiologinya berupa bercak-bercak seperti awandan dengan batas-batas
yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat
berupa bulatan dengan batas yang tegas dan disebut tuberkuloma. Pada kalsifikasi
bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luasdengan penciutan yang dapat
terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran
tuberkulosa milier terlihat berupa bercak- bercak halus yang umumnya tersebar merata
pada seluruh lapangan paru. Pada TB yang sudah lanjut, foto dada sering
didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus seperti infiltrat, garis-garis
fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun atelektasis dan emfisema .
Sebagaimana gambar TB paru yang sudah lanjut :
22

Pada Foto Rontgen Dada


Pemeriksaan bakteriologis
Sputum : Ditemukannya BTA positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga pemeriksaan
dahak SPS (Sewaktu Pagi - Sewaktu) BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang
positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau
pemeriksaan spesimen SPS diulang.
1). Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis, maka penderita
didiagnosis sebagai penderita TB BTApositif.
2). Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.
Bila

ketiga

spesimen

dahak

negatif,

diberikan

antibiotik

spektrum luas (misalnya Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak
ada perubahan, namun gejala klinis mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan
dahak SPS.
1). Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis
BTA positif.
2). Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto
rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.
23

Darah : saat TB baru mulai (aktif) aka n didapatkan jumlah


leukosit yang sedikit meninggi dengan pergeseran hitung jenis ke kiri. Jumlah limfosit
masihdi bawah normal. Laju endap darah (LED) mulai meningkat.
Tes Tuberkulin : Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk
membantu menegakkan diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita).
Sedangkan pada dewasa tes tuberkulin hanya untuk menyatakan apakah
seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi Mycobacterium
tuberculosis atau Mycobacterium patogen lainnya . Penyuntikan Tes Tuberkulin
Berdasarkan indurasinya maka hasil tes mantoux dibagi dalam :
a). Indurasi 0-5 mm (diameternya) : Mantoux negatif = golongan
no sensitivity. Di sini peran antibodi humoral paling menonjol.
b). Indurasi 6-9mm : Hasil meragukan = golongan normal sensitivity. Di
sini peran antibodihumoral masih menonjol.
c). Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif = golongan low grade sensitivity. Di sini
peran kedua antibodi seimbang.
d). Indurasi > 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Di
sini peran antibodi

seluler paling menonjol. Biasanya hampir seluruh

penderita TB paru memberikan reaksi mantoux yang positif (99,8%).


2.10 Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip sebagai berikut :
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat , dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal, penggunaan OAT Kombinasi Dosis Tetap ( OAT KDT ) sangat
dianjurkan.
2.Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat , lakukan pengawasan
langsung (DOT = Direcly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat ( PMO)

24

3. Pengobatan TB ada 2 tahap yaitu tahanp intensif dan lanjutan . Pada tahap
intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk
mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan secara intensif ini diberikan
secara tepat maka biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian pasien BTA positif menjadi negatif dalam 2 bulan. Pada tahap
lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu yang
lama. Tahap ini sangat penting karena untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.

Jenis dan sifat OAT :

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia :


Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis
Indonesia :

Kategori 1
Kategori 2

: 2(HRZE) / 4(HR)3
:2(HRZE)S /(HRZE) / 5(HR)3E3 disamping kedua kategori

ini disediakan paduan obat sisipan (HRZE).

25

Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten ( MDR TB ) terdiri


dari obat lini 2 yaitu kanamycin, capreomisin, levofloksasin, ethionamide,
sikloserin dan PAS serta OAT lini 1 yaitu pirazinamid dan etambutol
Paduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap ( OAT KDT ). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2
atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Panduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien dalam satu masa
pengobatan . KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB :

Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin

efektivitas obat dan mengurangi efek samping


Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko

terjadinya resistensi obat ganda mengurangi kesalahan penulisan resep .


Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

Panduan OAT lini pertama dan peruntukannya.

Kategori 1 (2HRZE / 4H3R3) , diberikan pada pasien baru :


Pasien baru TB paru dan BTA positif
Pasien TB paru BTA negatif foto thorax positif
Pasien TB extra paru

Kategori 2 ( 2HRZES/HRZE/5H3R3E3) , diberikan pada pasien BTA


positif yang telah diobati sebelumnya :
Pasien kambuh
Pasien gagal pengobatan
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat ( default)

26

OAT sisipan (HRZE)


Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang , diberikan selama 1 bulan ( 28 hari).

Efek samping OAT dan penatalaksanaannya

27

2.11 Evaluasi pengobatan


Klinis : biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya 2
minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan. Secara klinis
hendaknya terdapat perbaikan keluhan - keluhan p a s i e n

seperti

batuk

b e r k u r a n g , b a t u k d a r a h h i l a n g , n a f s u m a k a n bertambah, berat badan


meningkat dll.
Bakteriologis : biasanya setelah 2 - 3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi
negatif. Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan.
WHO menganjurkan kontrol sputum BTA langsung d i l a k u k a n p a d a
a k h i r b u l a n k e - 2 , 4 d a n 6 . P e m e r i k s a a n r e s i s t e n s i dilakukan
pada pasien baru yang BTA nya masih positif setelah tahap intensif dan pada awal
terapi bagi pasien yang mendapatkan pengobatan ulang (retreatment). Bila sudah
negatif, sputum BTA tetap diperiksakan sedikitnya sampai 3 kali berturutturut. Bila BTA positif pada 3 kali pemeriksaan biakan (3 bulan),
maka pasien yang sebelumnya telah sembuh mulai kambuh lagi.
Radiologis: bila fasilitas memungkinkan foto kontrol dapat dibuat pada
akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul
28

kasus kambuh. Jika keluhan pasien tidak berkurang (misalnya tetap


batuk-batuk), dengan pemeriksaan radiologis dapat dilihat keadaan T B
parunya
Karena

atau

adakah

perubahan

penyakit

gambar

lain

radiologis

yang

tidak

menyertainya.

secepat

perubahan

bakteriologis,evalusi foto dilakukan setiap 3 bulan sekali.


2.12 Komplikasi Tb
Komplikasi TB paru antara lain dapat timbul pleuritis, efusi
pleura, empiema, laringitis. Sedangkan komplikasi lanjut dapat
menyebabkan

obstruksi

jalan

nafas,

kerusakan

parenkim

paru,

cor

pulmonal,amiloidosis, karsinoma paru, dan sindrom gagal napas.

DAFTAR PUSTAKA
1. Helmia Hasan, M. Jusuf, Winariani. Slamet H, dkk. Tuberkulosis Paru &
Efusi Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan kelima. Hal. 9-30,
115-125. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair/RSUD Dr.
Soetomo. 2013.
2. Hood Alsagaff, Abdul Mukty, Dkk. Tuberkulosis Paru & Efusi Pleura.
Dasar-dasar Penyakit Paru. Cetakan kelima. Hal. 73-109, 143-154.
Surabaya: Airlangga University Press. 2008.
3. Justinus frans, Manase Lulu, Soedarsono. Tuberkulosis Paru. Panduan
Diagnosis dan Terapi Penyakit Paru FK Unair/RSUD Dr. Soetomo. Edisi
ketiga. Hal. 10-14. Surabaya: RSU dr. Soetomo. 2005.
4. Anna Ujainah. Terapi Oksigen. EIMED PAPDI Kegawat daruratan
Penyakit

Dalam.

Cetakan

kedua.

Hal.183-191.

Jakarta:

Interna

Publishing. 2012.
5. WHO. Treatment of Tuberculosis Guidelines, 4th ed. WHO. 2009.
6. WHO. TB. A Clinical Manual for South East Asia. WHO. 1997.

29

30

Anda mungkin juga menyukai