Anda di halaman 1dari 81

SKRIPSI

TAMPILAN DAN RESPONS SELEKSI TANAMAN KEDELAI


F5 HASIL SELEKSI PERSILANGAN GROBOGAN DAN KM19

OLEH :
M. SYOFYAN TANJUNG
NIM. 1606116056

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020

i
SKRIPSI

TAMPILAN DAN RESPONS SELEKSI TANAMAN KEDELAI


F5 HASIL SELEKSI PERSILANGAN GROBOGAN DAN KM19

OLEH :
M. SYOFYAN TANJUNG
NIM. 1606116056

Sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020

i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Kepada Allah SWT atas karunianya sehingga penulis

dapat menyelesaikan tulisan ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “Tampilan dan

Respons Seleksi Tanaman Kedelai F5 Hasil Seleksi Persilangan Grobogan dan

KM19“. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian lapangan yang telah

dilakukan pada tahun 2019 dengan bidang kajian pemuliaan tanaman.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Aslim Rasyad,

M.Sc sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan, petunjuk serta

motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. Penghargaan yang tinggi disampaikan

juga kepada kedua orang tua yang dengan tulus ikhlas memberikan dukungan dan

doa serta kepada rekan-rekan yang telah banyak memberikan dukungan sehingga

selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak

terdapat kekurangan, sehingga demi sempurnanya skripsi ini, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Pekanbaru, Juli 2020

M. Syofyan Tanjung

v
PERFORMANCES OF SOME CHARAKTERS OF SOYBEAN F5 LINES
AFTER SELECTED FROM THE CROSS BETWEEN GROBOGAN AND
KM19 CROSS

M. Syofyan Tanjung
NIM. 1606116056
Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Riau

ABSTRACT
The objectives of this research to look at phenotypic performance of F5
lines developed by selecting from the cross between Grobogan and Galur KM19
and to determined the potentcial lines for F6 generation. Thirteen genotypes
consisting of 11 F5 lines and their two parents; ie, Grobogan and KM19 were
grown in The Experiment Farm of the of Faculty Agriculture, University of Riau
near Pekanbaru. Each genotype was planted in a plot of 200 cm long and 120 cm
in wide with planting space of 40 cm x 20 cm by using a randomized block design
with three replications. Traits observed were plant height, number of branches,
date to flowering, time to harvest, number of filled pod per plant, number of seeds
per plant, seeds weight per plant, 100-seed weight and seed yield m2. Analysis of
Variance followed by Dunnett”s test at p=0.05 were perform by using SAS
Program version 9.0. The results suggested some significant differences among F5
lines to the parents served as a control for several traits. Significant difference
included for plant height, branch numbers, date to harvest, number of filled pod
per plant, seeds number per plant, seed weight per plant, and seeds yield m2. A
significant Variance and heritability were detected for number of seeds per plant,
weight of seeds per plant, and seeds yield m-2 indicating that those character is
controlled more by genetics. Two high yield potensial lines included GK19-3-12
dan GK 19-3-31 were obtained due to their higher values of yield components,
while other lines had relatively similar value of traits compare to their parents.

Keywords: line performance, yield potential, genotypic variance yield


components

vi
M. SYOFYAN TANJUNG. NIM 1606116056.
Tampilan dan Respons Seleksi Galur Tanaman Kedelai F5 Hasil Seleksi
Persilangan Grobogan dan Km19

RINGKASAN

Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan penting


sebagai sumber alternatif protein, karena dalam biji kedelai terdapat 40% protein
atas dasar berat kering. Kedelai dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk berbagai
produk pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu dan pakan ternak. Produksi dalam
negeri tidak seimbang dengan kebutuhan kedelai di Indonesia yang berlangsung
terus menerus seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini
mengharuskan pemerintah melakukan impor kedelai. Rendahnya produktivitas
kedelai dalam negeri disebabkan oleh berbagai masalah yaitu kultur teknik yang
belum optimal, lahan yang kurang subur, areal tanam semakin berkurang serta
varietas yang adaptasinya banyak spesifik.
Perakitan varietas untuk perbaikan sifat sangat perlu dilakukan yaitu
dengan persilangan. Salah satu persilangan telah dilakukan antara Grobogan
dengan KM19 dimana Varietas Grobogan berumur genjah (±76 hari) dan bobot
bijinya besar (18 g per 100 biji), sedangkan KM19 potensi hasilnya cukup tinggi
pada lahan yang kekurangan hara P dan lahan marjinal seperti kemasaman yang
tinggi namun berumur panjang (90 hari) dan ukuran biji yang kecil. Persilangan
ini diharapkan mendapatkan varietas unggul baru dengan umur genjah, ukuran biji
besar dan berproduksi tinggi pada lahan marjinal. Hasil persilangan Varietas
Grobogan dengan galur KM19 telah diseleksi pada generasi F3 dengan kriteria biji
besar dan umur genjah dan telah didapatkan 44 galur F4. Benih galur F4 kemudian
ditanam dan dievaluasi lagi, sehingga didapatkan 11 galur potensial yang ditanam
menjadi tanaman F5 pada penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
keragaan fenotipe, komponen keragaman, heritabilitas dan respons seleksi galur
kedelai generasi F5 hasil persilangan antara Varietas Grobogan dengan galur
KM19 sehingga dapat ditentukan galur-galur potensial untuk dievaluasi pada
generasi F6 yang dilanjutkan dengan uji daya hasil pendahuluan.
Evaluasi terhadap galur F5 ini dilaksanakan menggunakan rancangan acak
kelompok dengan perlakuan sebanyak 13 genotipe dan diulang sebanyak 3 kali.
Genotipe yang diuji terdiri dari 11 galur F5 yaitu: G1= GK 19-3-7, G2= GK 19-3-
10, G3= GK 19-3-12, G4= GK 19-3-14, G5= GK 19-3-18, G6= GK 19-3-21, G7=
GK 19-3-27, G08= GK 19-3-31, G09= GK 19-3-38, G10= GK 19-3-41, G11= GK
19-3-42, serta dua tetua yaitu G12=Varietas Grobogan, dan G13= KM19. Data
yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan software SAS 9.0
dan hasil analisis ragam dilanjutkan dengan uji Dunnett pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaan fenotipe beberapa galur
berbeda dengan tetua, dimana perbedaan tersebut diperlihatkan pada tinggi
tanaman, jumlah cabang, umur panen, jumlah polong total per tanaman, jumlah
polong bernas per tanaman, jumlah biji per tanaman, berat biji per tanaman, dan
berat biji per m2. Ditemukan tiga galur yang memiliki batang lebih tinggi dari
Varietas Grobogan yaitu GK19-3-18, GK19-3-27, dan GK19-3-42. Lima galur

vii
mempunyai cabang yang lebih sedikit dari KM19. Galur-galur kedelai F5 yang
diuji mempunyai umur berbunga yang relatif sama dengan kedua tetuanya dengan
rentang antara 37 HST sampai 41 HST. Galur GK-19-3-7 memiliki umur panen
yang lebih genjah dari kedua tetua, sementara galur lainnya relatif sama umur
panen dengan kedua tetua. Jumlah polong total dan jumlah polong bernas per
tanaman terdapat tiga galur lebih banyak dibanding kedua tetua yaitu GK19-3-12,
GK19-3-31 dan GK19-3-41. Dua galur yaitu galur GK19-3-12 dan GK19-3-31
memiliki jumlah biji lebih banyak dan berat biji per tanaman yang lebih tinggi
dari kedua tetua. Berat 100 biji Galur F5 relatif sasma dengan tetua yaitu berkisar
antara 15,91 g sampai 18,26 g. Terdapat tiga galur yang memiliki berat biji per m2
yang lebih rendah dari kedua tertua yaitu GK19-3-10, GK19-3-14 dan GK19-3-
42, dua galur yaitu GK19-3-12 dan GK19-3-31 mempunyai berat biji per m2 yang
lebih tinggi dari kedua tetua. Galur kedelai F5 yang diuji memiliki berat tanaman
per plot yang relatif sama, dengan rentang berkisar antara 438,2 g sampai 925 g
dan rerata 690,14 g. Galur yang memiliki nilai indeks panen lebih tinggi dari
Varietas Grobogan dan KM19 adalah GK19-3-12 dan GK19-3-31 dengan nilai
32,71% dan 34,45%.
Komponen keragaman genetik untuk karakter jumlah biji per tanaman,
berat biji per tanaman, berat biji per m2 dan indeks panen nilainya cukup luas,
sementara nilai heritabilitas untuk karakter berat biji per m2 dan indeks panen
termasuk kategori tinggi. Karakter yang nilai respons seleksinya paling tinggi
adalah berat biji per m2 dan berat tanaman per plot dengan nilai masing-masing
38,40% dan 44,84%, sedangkan karakter yang nilai respons seleksinya paling
rendah adalah jumlah cabang, umur berbunga, umur panen, dan berat 100 biji.
Galur yang memiliki potensi hasil yang lebih tinggi adalah GK19-3-12 dan GK
19-3-31 karena memiliki nilai tengah komponen hasil yang lebih tinggi
dibandingkan kedua tetuanya.
Untuk tercapainya tujuan kegiatan pemuliaan tanaman, disarankan pada
penanaman F6 dalam melakukan kegiatan seleksi komponen hasil kedelai lebih
mengutamakan parameter dengan nilai heritabilitas dan kemajuan seleksi yang
tinggi.

viii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................. iv
ABSTRACT ............................................................................................ v
RINGKASAN .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xii

I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan ......................................................................................... 4

II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5


2.1 Tanaman Kedelai ........................................................................ 5
2.2 Syarat Tumbuh Kedelai ............................................................... 8
2.3 Keragaman .................................................................................. 10
2.4 Heritabilitas ................................................................................. 11
2.5 Tampilan Sifat dari Populasi Segregasi ........................................ 12
2.6 Seleksi pada Tanaman Kedelai .................................................... 13

III METODOLOGI ................................................................................ 16


3.1 Tempat dan Waktu ...................................................................... 16
3.2 Bahan dan Alat ............................................................................ 16
3.3 Metode Penelitian........................................................................ 17
3.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 17
3.5 Parameter Pengamatan ................................................................ 21
3.6 Analisis Data .............................................................................. 25

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 29


4.1 Pengamatan Karakter Agronomi .................................................. 29
4.2 Komponen Keragaman dan Heritabilitas ..................................... 46
4.3 Respon Seleksi ............................................................................ 51

ix
V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 53
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 53
5.2 Saran ........................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 54


LAMPIRAN ............................................................................................ 59
RIWAYAT HIDUP ................................................................................. 65
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................... 66

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Analisis ragam untuk menduga komponen keragaman pada populasi


tanaman kedelai...................................................................................... 26

2. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah cabang berbagai galur F5 hasil


persilangan antara Grobogan dan KM19............................................... 29

3. Rata-rata umur berbunga dan umur panen berbagai galur F5 hasil


persilangan antara Grobogan dan KM19............................................... 32

4. Rata-rata jumlah polong total per tanaman dan jumlah polong bernas
per tanaman berbagai galur F5 hasil persilangan antara Grobogan
dan KM19.............................................................................................. 35

5. Rata-rata jumlah biji per tanaman dan berat biji per tanaman berbagai
galur F5 hasil persilangan antara Grobogan dan KM19....................... 38

6. Rata-rata berat 100 biji dan berat biji per plot per tanaman berbagai
galur F5 hasil persilangan antara Grobogan dan KM19........................ 42

7. Rata-rata berat kering tanaman per plot dan indeks panen berbagai
galur F5 hasil persilangan antara Grobogan dan KM19........................ 44

8. Kuadrat tengah untuk berbagai karakter pada populasi F5 persilangan


Grobogan dan KM19............................................................................. 47

9. Komponen keragaman genotipe, SE ragam genotipe dan komponen


keragaman fenotipe................................................................................ 48

10. Heritabilitas untuk berbagai karakter pada populasi F5 persilangan


Grobogan dan KM19.......................................................................... 49

11. Respons seleksi untuk berbagai karakter pada populasi F5


persilangan Grobogan dan KM19........................................................ 51

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Polong bernas dan polong tidak bernas................................................. 22

2. Polong kedelai diserang hama Etyella zinckenella................................ 39

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Deskripsi tanaman kedelai Varietas Grobogan ..................................... 59

2. Hasil analisis ragam .............................................................................. 60

3. Perhitungan kebutuhan pupuk ............................................................... 63

4. Dokumentasi penelitian ......................................................................... 64

xiii
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan komoditas tanaman pangan

penting di Indonesia setelah padi dan jagung, karena menjadi sumber alternatif

protein nabati. Biji kedelai sebelum dikonsumsi, diolah menjadi berbagai produk

seperti tahu, tempe, kecap, susu bahkan bahan sisa pengolahan biji kedelai

dimanfaatkan untuk pakan ternak. Menurut Winarsi (2010), kadar protein dalam

biji kedelai mencapai 40% atas dasar berat kering, namun setelah diolah, kadar

protein dalam produk olahan bervariasi misalnya pada tepung kedelai 50%,

konsentrat kedelai 70% dan pada isolat protein kedelai dapat mencapai 90%.

Selain itu, biji kedelai juga mengandung 12% sampai 20% lemak sehingga

menjadi salah satu bahan dasar penghasil minyak nabati di beberapa Negara

tertentu.

Menurut Triyanti (2015), Indonesia menjadi salah satu pasar kedelai

terbesar di Asia dan sebagian besar digunakan sebagai produk olahan berupa

tempe yang terbesar di dunia. Kebutuhan kedelai nasional terus meningkat dari

tahun ke tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Sampai saat ini di

Indonesia masih terjadi senjang hasil yang sangat besar dengan kebutuhan kedelai.

Hal ini mengharuskan pemerintah meningkatkan impor kedelai, yang terlihat

dengan angka kemandirian kedelai hanya 34% pada tahun 2016 menjadi 28%

pada tahun 2017. Artinya dari kebutuhan 2,652 juta ton pada tahu 2016 diimpor

66% atau 1,750 juta ton dan dari kebutuhan sebanyak 2,950 juta ton diimpor

sebanyak 72% atau 2,124 juta ton pada tahun 2017 (BPS, 2018).

1
Produktivitas kedelai di Indonesia masih rendah yaitu 1,5 ton.ha-1 pada

tahun 2017 (Pusdatin, Kementan, 2018). Rendahnya produktivitas kedelai di

Indonesia disebabkan oleh berbagai masalah yaitu luas areal tanam semakin

berkurang, lahan petani yang tidak subur, kultur teknik yang diterapkan masih

sederhana, serta varietas yang digunakan kurang baik (Triyanti, 2015). Oleh sebab

itu upaya untuk peningkatan produktivitas kedelai menurut Nainggolan dan

Rachmat (2014) adalah melalui peningkatan produktivitas serta perluasan areal

penanaman, baik dengan perbaikan budidaya ataupun menghasilkan varietas baru

yang potensi hasilnya tinggi.

Menurut Arumingtyas (2016), untuk mendapatkan tanaman kedelai

berdaya hasil tinggi dilakukan dengan teknik pemuliaan tanaman yaitu melakukan

perakitan varietas unggul kedelai. Varietas unggul dapat diciptakan melalui

persilangan dua tetua tanaman atau lebih yang memiliki latar genetik yang

berbeda. Varietas unggul kedelai memiliki kelebihan dibandingkan dengan

varietas lokal, dimana varietas unggul berproduksi tinggi, berumur pendek

(genjah), tahan terhadap penyakit dan daya adaptasi luas terhadap keadaan

lingkungan.

Kegiatan hibridisasi atau persilangan dilakukan dalam rangka perakitan

varietas kedelai baru serta untuk mendapatkan informasi tentang keragaman

genetik dan heritabilitas suatu sifat yang akan diperbaiki. Salah satu persilangan

yang telah dilakukan adalah antara Varietas Grobogan dengan galur KM19 yang

hasilnya diharapkan dapat beradaptasi dengan lahan marjinal dan potensi produksi

tinggi. Varietas Grobogan adalah varietas unggul yang dikembangkan melalui

seleksi galur murni terhadap Varietas Malabar yang biasa dibudidayakan di

2
Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Varietas Grobogan ini memiliki sifat unggul

diantaranya adalah berumur genjah (±76 hari), bobot biji besar (18 g per 100 biji)

dan produksinya tinggi yaitu mencapai 2,77 ton per ha (Balitkabi, 2016).

Galur KM19 adalah tanaman kedelai hasil persilangan Varietas Kipas

putih dengan Varietas Malabar, yang bertujuan untuk mendapatkan kedelai yang

adaptif pada kondisi lahan marginal seperti ultisol, sehingga kedelai mampu

berproduksi dengan baik meskipun ditanam pada tanah yang kemasamannya

tinggi dan kandungan fosfor (P) rendah. Perakitan varietas ini diharapkan untuk

perluasan areal tanam di lahan marjinal dan kedelai yang hemat pupuk P (Suryati

et al., 2008).

Hasil persilangan Varietas Grobogan dengan galur KM19 telah diseleksi

pada generasi F3 dengan melihat umur panen serta ukuran bijinya sehingga

didapatkan 44 galur untuk F4 (Rasyad et al., 2016). Menurut Rasyad et al. (2018),

terdapat keragaman yang sangat signifikan pada generasi F3 dari persilangan

Varietas Grobogan dengan galur KM19, pada karakter umur panen dan ukuran

biji dengan nilai heritabilitas 20% - 50%, umur panen kurang dari 80 hari, dan

bobot 100 biji lebih dari 15 g.

Galur F4 sebanyak 44 galur tersebut, kemudian dilakukan evaluasi dan

seleksi lagi, sehingga didapatkan 11 galur potensial yang ditanam sebagai benih

F5. Benih 11 galur F5 ini yang dievaluasi dalam penelitian ini untuk menentukan

apakah sifat-sifatnya dapat dipertahankan seperti pada saat seleksi generasi

sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian

dengan judul “Tampilan dan Respons Seleksi Tanaman Kedelai F5 Hasil Seleksi

Persilangan Grobogan dan KM19”.

3
1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan fenotipe, komponen

keragaman, heritabilitas dan respons seleksi galur kedelai generasi F5 hasil

persilangan antara Varietas Grobogan dengan galur KM19 sehingga dapat

ditentukan galur-galur potensial untuk dievaluasi pada generasi F6 yang nantinya

memungkinkan dilanjutkan dengan uji daya hasil pendahuluan.

4
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max [L.] Merrill)

Tanaman kedelai adalah tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia

yang berasal dari daerah Mashukuo (Cina Utara). Penyebaran kedelai dimulai

sejak abad ke-15 atau ke-16 di kawasan Asia, seperti Jepang, Indonesia, Filipina,

Vietnam, Thailand, Malaysia, Burma, Nepal, dan India. Tanaman ini mulai

dibudidayakan di berbagai Negara secara luas pada abad ke-17 sebagai tanaman

makanan, sumber utama protein dan minyak nabati (Adie dan Krisnawati, 2010).

Menurut Adie dan Krisnawati (2010), genus glycine terdiri dari sekitar 13

spesies, dimana tanaman kedelai adalah salah satu dari dua spesies yang

dibudidayakan yaitu Glycine max dan G. ussuriensis. Adisarwanto (2005)

menyatakan bahwa klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut; Kingdom:

Plantae, Divisi: Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas: Dicotiledoneae,

Ordo: Fabales, Famili: Leguminoseae, Genus: Glycine, Spesies: (Glycine max [L.]

Merrill).

Kedelai memiliki komposisi gizi yang terdiri dari protein, karbohidrat dan

berbagai mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kandungan protein pada

tanaman kedelai dapat mencapai 40%, namun kisaran kandungan protein adalah

antara 20% sampai 35% yang tergantung kepada varietas. Kandungan karbohidrat

pada kedelai yaitu 35% dan kandungan lemak kedelai antara 18% sampai 22%

(Winarsi, 2010).

Rukmana dan Yuniarsih (1996), menyatakan bahwa tanaman kedelai

merupakan tanaman semusim yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 40 sampai

90 cm dan mempunyai cabang. Tanaman kedelai terdiri dari dua organ utama

5
yaitu organ vegetatif dan organ generatif. Akar, batang, dan daun merupakan

organ vegetatif yang fungsinya sebagai alat pengambil, pengangkut, pengolah dan

penyimpanan asimilat. Organ generatif kedelai terdiri dari bunga, buah dan biji

yang berfungsi sebagai alat perkembangbiakkan.

Perakaran tanaman kedelai terdiri dari akar tunggang dan akar sekunder

yang tumbuh dari akar tunggang. Panjang akar kedelai dapat mencapai 100 cm

sampai 150 cm pada tanah yang gembur, namun pada umumnya kedalaman akar

kedelai hanya mencapai 30 cm sampai 60 cm. Akar kedelai merupakan tempat

terbentuknya bintil-bintil akar berupa koloni bakteri pengikat nitrogen. Bintil akar

yang aktif mengikat nitrogen (sudah matang) bewarna merah muda yang

disebabkan oleh adanya leghemoglobin dan bintil akar yang masih hijau diduga

tidak aktif (Pitojo, 2003). Menurut Syamsiah dan Bachaerul (2013), bakteri

Rhizobium japonicum dapat mengikat nitrogen dari udara yang dapat memacu dan

meningkatkan perkembangan akar.

Menurut Adie dan Krisnawati (2010), batang tanaman kedelai tumbuh

tegak dengan tinggi antara 40 cm sampai 90 cm dan mempunyai 3 sampai 6

cabang. Tipe pertumbuhan batang kedelai ada dua yaitu determinate dan

indeterminate. Determinate merupakan tipe pertumbuhan batang yang tidak

mengalami pertumbuhan lagi pada saat fase generatif (berbunga), sedangkan

indeterminate merupakan tipe pertumbuhan batang yang tetap mengalami

pertumbuhan pada saat fase generatif.

Daun kedelai bentuknya bervariasi antara lain ada yang bulat (oval) dan

lancip (lencoleate). Daun berfungsi untuk melakukan proses fisiologis seperti

fotosintesis, respirasi dan transpirasi serta merupakan organ utama untuk

6
melakukan fotosintesis yang efektif dan menyerap cahaya matahari. Daun kedelai

termasuk daun majemuk yang terdiri dari 3 helai daun (trifoliate). Helai daun

kedelai mempunyai bulu pada permukaan terutama bagian atas daun. Bentuk,

jumlah dan ukuran daun berbeda disebabkan oleh faktor genetik dan dapat

diwariskan pada keturunannya (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Hasil penelitian

Kinasih et al. (2017), menunjukkan bahwa pada galur G3 hasil persilangan

Daemang dengan Argomulyo didapatkan karakter morfologi daun dengan jumlah

daun terbanyak, daun terpanjang dan daun terlebar yaitu 70,88 helai, 9,88 cm, dan

6,18 cm. Misbahulzanah (2014), menjelaskan bahwa jumlah daun merupakan

indikator pertumbuhan dan parameter yang dapat menunjukkan kemampuan

tanaman dalam melakukan fotosintesis untuk dapat berproduksi dengan baik.

Bunga kedelai adalah bunga sempurna (hermaphrodit) dimana bunga

jantan dan betina terletak pada bunga yang sama. Warna mahkota bunga kedelai

ada yang ungu atau putih tergantung varietasnya, dimana bunga muncul antara

umur 30 sampai 50 hari dan bentuk bunga kedelai seperti kupu-kupu. Proses

penyerbukan bunga kedelai terjadi saat mahkota bunga masih menutup, sehingga

kecil kemungkinan terjadi kawin silang secara alami. Bunga yang terbentuk pada

kedelai sering mengalami kerontokan yang jumlahnya berkisar antara 20% sampai

40% dari semua bunga (Mashudi, 2007).

Menurut Rukmana dan Yuniarsih (1996), buah kedelai berbentuk polong,

dimana polong yang baru muncul bewarna hijau kemudian berubah menjadi

kuning dan akhirnya bewarna coklat pada saat panen. Jumlah polong yang

terbentuk antara 2 sampai 10 polong pada tiap tangkai bunga dan setiap polong

berisi antara 1 sampai 4 biji.

7
Biji kedelai mempunyai dua kotiledon, terbungkus kulit biji dan tidak

mengandung endosperma. Kulit biji kedelai bervariasi dari kuning, hitam, hijau,

dan coklat. Bentuk biji kedelai beragam dari bulat hingga lonjong dan kotiledon

biji terdapat embrio yang akan menjadi tanaman baru. Pusar biji (hilum) adalah

jaringan bekas biji melekat pada dinding buah. Biji merupakan komponen pada

tanaman kedelai yang bernilai ekonomis jika ukuran dan jumlah nya sesuai

dengan permintaan pasar. Tanaman kedelai dapat menghasilkan biji dengan

ukuran besar dan jumlah yang banyak saat syarat tumbuh nya terpenuhi

(Suprapto, 2002).

2.2 Syarat Tumbuh Kedelai

Purwono dan Purnamawati (2007) menyatakan bahwa syarat tumbuh

tanaman kedelai merupakan kondisi lingkungan yang dibutuhkan tanaman kedelai

untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan maksimal, kedelai membutuhkan

kondisi lingkungan optimum yang meliputi faktor iklim seperti suhu, kelembaban,

curah hujan, cahaya matahari, ketinggian tempat, dan tanah. Kedua faktor ini

secara terpisah atau terpadu, berinteraksi untuk mencapai pertumbuhan dan

produksi yang baik. Menurut Liu et al. (2008), suhu optimum yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan kedelai berkisar antara 25 oC sampai 27 oC dan sensitifitas

kedelai terhadap perubahan suhu tergantung pada fase pertumbuhan yaitu pada

fase perkecambahan suhu yang dibutuhkan kedelai 15 oC sampai 22 oC, fase

pembungaan 20 oC sampai 25 oC dan fase pemasakan biji 15 oC sampai 22 oC.

Kelembaban yang optimal bagi tanaman kedelai dari awal tumbuh hingga

pada masa pengisian polong berkisar antara 75% sampai 90%. Kelembaban udara

berpengaruh besar terhadap pertumbuhan tanaman kedelai serta perkembangan

8
hama dan penyakit tertentu (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Menurut Pitojo

(2003), untuk pertumbuhan tanaman kedelai membutuhkan curah hujan optimal

antara 100 sampai 200 mm per bulan. Jumlah air yang dibutuhkan kedelai sangat

dipengaruhi oleh kemampuan tanah menyimpan air, besar penguapan, dan

kedalaman lapisan olah tanah.

Kedelai merupakan tanaman hari pendek, yaitu tanaman yang tidak akan

berbunga jika lama penyinaran melebihi batas maksimal (13 lux). Tanaman

kedelai membutuhkan lama penyinaran selama 12 jam per hari untuk dapat

berbunga dan penyinaran tersebut tergantung pada varietas yang ditanam. Lama

penyinaran yang semakin pendek akan membuat pembungaan kedelai lebih cepat

(Suprapto, 2002). Menurut Susanto dan sundari (2011), tanaman kedelai akan

tumbuh lebih tinggi, ruas antar buku lebih panjang, jumlah daun lebih sedikit,

jumlah polong semakin sedikit dan ukuran biji semakin kecil saat berkurangnya

intesitas sinar matahari. Sundari dan Wahyuningsih (2017) menjelaskan bahwa,

naungan menyebabkan kecilnya diameter batang, mengurangi jumlah daun, luas

daun, bobot biji per tanaman, bobot 100 biji, dan peningkatan tinggi tanaman.

Menurut Fachruddin (2000), kedelai dapat tumbuh baik dan berproduksi

tinggi pada tanah yang subur (tanah yang kaya humus atau bahan organik),

gembur (tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia), dan memiliki pH

(derajat keasaman) antara 5,8 sampai 7,0. Pitojo (2003), menyatakan bahwa

kondisi lahan yang tidak sesuai untuk tanaman kedelai adalah tanah yang berpasir,

tanah dengan drainase buruk, lapisan olah tanah yang dangkal (kurang dari 10

cm), dan tanah yang tergenang. Syarat tumbuh kedelai berupa faktor lingkungan,

9
dapat menciptakan keragaman tanaman dalam suatu populasi saat lingkungan

tersebut tidak sesuai dengan yang dibutuhan tanaman kedelai.

2.3 Keragaman

Keragaman adalah perbedaan sifat tanaman antar satu individu dengan

individu lain dalam suatu populasi baik berupa sifat kualitatif maupun kuantitatif.

Sifat kualitatif meliputi warna bunga, bentuk bunga, bentuk buah, bentuk daun,

dan bagian tanaman lainnya, sedangkan sifat kuantitatif yaitu tinggi tanaman,

jumlah butir benih, hasil, dan lain sebagainya. Besar kecilnya keragaman

dinyatakan dengan ragam (Syukur et al., 2012).

Menurut Rachmadi (2000), keragaman merupakan suatu penampilan sifat

tanaman dalam suatu populasi dsebabkan oleh variabilitas genetik, variabilitas

lingkungan, dan interaksi antara genetik dengan lingkungan. Tampilan sifat

tanaman yang disebabkan oleh lingkungan tidak diwariskan pada generasi

berikutnya, tetapi jika disebabkan oleh genetik maka sifat tersebut akan

diwariskan pada generasi selanjutnya. Menurut Arumingtyas (2016), perbedaan

sifat apakah dipengaruhi oleh lingkungan atau genetik dapat dilihat dari tampilan

fenotipenya sehingga memudahkan pemulia untuk melakukan proses seleksi

dalam mendapatkan genotipe yang lebih baik.

Keragaman fenotipe terjadi jika tanaman pada kondisi genetik yang sama

dan ditanam dilingkungan yang berbeda. Keragaman genetik terlihat pada saat

tanaman ditanam pada lingkungan yang sama. Keragaman genetik dapat

ditingkatkan dengan beberapa metode yaitu hibridisasi, eksplorasi, mutasi induksi,

manipulasi kromosom, poliploidi, hibridisasi somatik dan transfer gen (Crowder,

1997). Berdasarkan hasil penelitian Adriani et al. (2015), pada kedelai generasi F5

10
hasil persilngan Wilis x MLG2521 nilai keragaman fenotipe yang luas terdapat

pada karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per

tanaman, bobot biji per tanaman dan bobot 100 butir, sedangkan untuk keragaman

genotipe yang sempit terdapat pada karakter umur berbunga, umur panen, jumlah

cabang produktif, jumlah polong per tanaman dan bobot biji per tanaman.

Menurut Rasyad et al. (2018), keragaman suatu sifat perlu diketahui dan

keragaman sifat populasi tanaman harus besar, semakin besar keragaman semakin

mudah melakukan seleksi dan semakin seragam individu tanaman dalam populasi

maka akan sulit untuk melakukan seleksi. Seleksi akan efektif jika memiliki

keragaman genetik yang luas dan luasnya keragaman fenotipe maupun genotipe

menunjukkan bahwa terdapat peluang besar untuk menyeleksi sifat-sifat yang

diinginkan. Hasil penelitian Barmawi et al. (2013) menunjukkan bahwa nilai

keragaman fenotipe dan genotipe yang luas terdapat pada karakter umur berbunga,

umur panen, tinggi tanaman, jumlah polong per tananaman dan bobot biji per

tanaman, sedangkan pada karakter jumlah cabang produktif dan bobot 100 butir

menunjukkan nilai keragaman yang sempit. Nilai kergaman yang diperoleh

digunakan dalam perhitungan heritabilitas

2.4 Heritabilitas

Heritabilitas adalah perbandingan antara besaran ragam genotipe dengan

besaran total ragam fenotipe pada suatu karakter. Nilai heritabilitas diperlukan

untuk mengetahui apakah suatu karakter ditentukan oleh faktor genetik atau faktor

lingkungan. Faktor genetik tidak akan memperlihatkan karakter yang dibawanya,

kecuali dengan adanya faktor lingkungan yang diperlakukan (Syukur et al., 2012).

11
Faktor genetik tidak akan mengekspresikan karakter yang diwariskan pada

keturunannya apabila faktor lingkungan tidak mendukung. Sebaliknya, usaha

perbaikan yang dilakukan terhadap faktor lingkungan tidak akan mampu

menyebabkan perubahan pada suatu karakter yang diinginkan apabila gen

pengendali karakter yang diperlukan tersebut tidak ada (Rachmadi, 2000).

Menurut Mangoendidjojo (2003), heritabilitas dibagi menjadi heritabilitas

dalam arti luas (broad sense heritability) dan heritabilitas arti sempit (narrow

sense heritability). Heritabilitas arti luas merupakan perbandingan ragam genetik

total dan ragam fenotipe, sedangkan heritabilitas arti sempit merupakan

perbandingan ragam genetik aditif dan ragam fenotipe. Heritabilitas arti sempit

menunjukkan laju perubahan yang dapat dicapai dengan seleksi didalam populasi.

Hasil penelitian Adriani et al. (2015), pada kedelai generasi F5 hasil persilngan

Wilis x MLG2521 meunjukkan bahwa nilai heritabilitas yang tinggi terdapat pada

karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif,

dan bobot 100 butir, sedangkan karakter jumlah polong per tanaman dan bobot

biji per tanaman memiliki heritabilitas rendah. Menurut Rachmadi (2000), selain

nilai heritabilitas dan keragaman yang termasuk dalam parameter genetik untuk

dasar melakukan seleksi, besaran nilai pola segregasi juga perlu diperhatikan.

2.5 Tampilan Sifat dari Populasi Segregasi

Penampilan suatu tanaman ditentukan oleh faktor genetik, lingkungan dan

interaksi antar keduanya. Perhatian utama bagi pemulia adalah faktor genetik,

karena pengetahuan tentang genetik perlu dipahami untuk dapat memanipulasi

tanaman menjadi lebih baik. Karakter agronomi suatu tanaman dikelompokkan

menjadi dua yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif (Rachmadi, 2000).

12
Karakter kualitatif merupakan karakter yang dipengaruhi oleh sedikit gen,

tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan pola segregasinya mengikuti nisbah

Mendel atau modifikasinya. Sifat kualitatif ini dilihat dari ada atau tidaknya gejala

misalnya tahan atau peka, warna bunga, dan warna polong, bentuk bunga, bentuk

daun dan lain-lain. Karakter kuantitatif merupakan karakter yang dikendalikan

oleh banyak gen yang masing-masing mempunyai pengaruh kecil pada karakter

itu, dipengaruhi oleh lingkungan dan pola segregasinya tidak mengikuti nisbah

Mendel atau modifikasinya (Syukur et al., 2012).

Hasil penelitian Nugroho et al. (2013) menunjukkan bahwa pola segregasi

karakter agronomi tanaman kedelai generasi F2 hasil persilangan Yellow Bean dan

Taichung karakter tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah polong per tanaman

dan bobot 100 butir tidak mengikuti nisbah Mendel atau modifikasinya karena

dikendalikan oleh banyak gen. Hasil penelitian Wulandari dan Barmawi (2014),

menyatakan bahwa karakter tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman dan

bobot biji per tanaman kedelai generasi F3 hasil persilangan Willis x Mlg2521

menyebar normal, sedangkan untuk karakter umur berbunga, umur panen, jumlah

cabang dan berat 100 biji tidak menyebar normal. Menurut Baihaki (2000),

banyaknya gen yang menentukan sifat suatu karakter tanaman dan pola

segregasinya perlu diketahui untuk dasar melakukan seleksi karakter tersebut.

2.6 Seleksi pada Tanaman Kedelai

Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri. Ciri khusus tanaman

menyerbuk sendiri yang dikembangbiakkan melalui benih adalah susunan

genetiknya homozigot, sehingga sasaran varietas yang hendak dicapai adalah sifat

unggul dan populasi yang homozigot (seragam). Pada tanaman hasil segregasi

13
pasangan gen-gen homozigot akan senantiasa homozigot bila diserbuk sendiri dan

pasangan gen-gen heterozigot akan menghasilkan genotipe homozigot dan

heterozigot dengan perbandingan yang sama bila diserbuk sendiri. Untuk

memperoleh tanaman yang seragam dari populasi yang bersegregasi maupun

persilangan buatan maka peran seleksi sangat penting (Arumingtyas, 2016).

Kegiatan seleksi sudah ada sejak awal manusia mengenal bercocok tanam,

yang awalnya manusia memilih tanaman berdasarkan ukuran benih sebagai

kriteria seleksi menurut perasaan dan apa yang dianggap baik untuk ditanam pada

generasi berikutnya. Pada awal abad 18 kegiatan seleksi pada tanaman mulai

ditingkatkan dan mulai efektif karena menggunakan metode pemuliaan tanaman.

Seleksi dalam pemuliaan tanaman memegang peranan penting karena kemampuan

seseorang pemulia untuk menilai atau meramalkan tanaman yang tepat menjadi

tanaman unggul (Syukur et al., 2012).

Seleksi merupakan kegiatan pemilihan tanaman baik secara individu

maupun populasi. Seleksi dilakukan berdasarkan karakter dan sifat unggul untuk

generasi berikutnya. Kriteria seleksi sesuai kebutuhan pemulia seperti peningkatan

hasil, ketahanan terhadap hama dan penyakit, daya adaptasi tanaman terhadap

kondisi lingkungan ekstrim, respon terhadap pupuk yang baik, umur berbunga

yang pendek, dan keunggulan lain yang diinginkan pada tanaman (Rasyad et al.,

2018).

Adriani et al. (2015) dalam penelitiannya melakukkan seleksi dengan cara

pemeringkatan genotipe dalam populasi untuk mengetahui genotipe-genotipe yang

lebih unggul dari seluruh genotipe F5. Pemeringkatan ini dipilih 9% tanaman

terbaik yang hidup dari populasi F5 berdasarkan bobot biji per tanaman dan bobot

14
100 butir dan diperoleh sebanyak 16 nomor genotipe tanaman F5 yang diharapkan

jika ditanam kembali akan menghasilkan genotipe unggul dengan produksi tinggi.

Hasil penelitian lain tentang seleksi juga dilaporkan oleh Krisnawati dan Adie

(2015), yang menyatakan bahwa melakukan seleksi genotipe berdaya hasil tinggi

menggunakan intesitas seleksi 30% sehingga terpilih 14 genotipe yang berdaya

hasil tinggi di atas tetua. Pada penelitiannya didapatkan genotipe-genotipe yang

memiliki sifat-sifat yang disukai oleh konsumen yaitu berdaya hasil tinggi dengan

hasil antara 2,63 sampai 2,96 ton.ha-1, ukuran biji yang besar (13,71 sampai 16,75

g per 100 biji), dan berumur genjah yaitu berkisar antara 77 sampai 84 hari setelah

tanam (HST).

15
III METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Unit Pelaksanaan Teknis

Fakultas Pertanian, Universitas Riau Jalan Bina Widya km 12,5 Pekanbaru. Jenis

tanah di kebun percobaan tersebut adalah Inseptisol dengan pH berkisar antara 5

sampai 6. Kebun percobaan berada pada ketinggian ± 10 m di atas permukaan

laut. Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2019 sampai Juli 2019.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian adalah benih F5 sebanyak 11

genotipe yang didapatkan dari hasil persilangan Varietas Grobogan dengan galur

KM19 serta 2 genotipe tetua. Pada tahun pertama benih F1 ditanam dan

menghasilkan biji berupa benih F2. Pada tahun kedua ditanam benih F2 yang

menghasilkan benih F3. Penanaman tahun pertama dan kedua tidak dilakukan

proses seleksi. Pada tahun ketiga dilakukan penanaman benih F3 dan mulai

melakukan seleksi sesuai kriteria yang selanjutnya menghasilkan benih F4. Benih

F4 sebanyak 44 galur ditanam pada tahun keempat dan dilakukan seleksi sehingga

menghasilkan benih F5 sebanyak 11 galur. Bahan lain dalam penelitian ini adalah

isolat bakteri Rhizobium (biobus), insektisida Decis 25 EC, insektisida Furadan

3G, fungisida Dithane M-45, fungisida Ridomil Gold, pupuk Urea, TSP, dan KCl.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah meteran, mistar, mesin

pemotong rumput, traktor, cangkul, garu, parang, ajir, tali plastik, pisau, gunting,

cup plastik, plastik ziplock, sprayer, timbangan duduk, timbangan analitik,

kamera, dan alat tulis.

16
3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimen dengan menggunakan

Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan sebanyak 13 genotipe.

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga total jumlah plot

percobaan sebanyak 39 plot.

Genotipe yang diuji terdiri dari 11 galur F5 hasil persilangan Grobogan dan

KM19 dan 2 genotipe tetua yaitu:

G1 = GK 19-3-7 G08 = GK 19-3-31

G2 = GK 19-3-10 G09 = GK 19-3-38

G3 = GK 19-3-12 G10 = GK 19-3-41

G4 = GK 19-3-14 G11 = GK 19-3-42

G5 = GK 19-3-18 G12 = Varietas Grobogan

G6 = GK 19-3-21 G13 = KM19

G7 = GK 19-3-27

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan lahan

Luas lahan yang diperlukan untuk penelitian adalah 15 m x 15 m. Lahan

dibersihkan dari gulma dan sampah yang menjadi sumber penyakit maupun

sarang hama. Pembersihan lahan dilakukan menggunakan mesin pemotong

rumput dan cangkul. Gambar pembersihan lahan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Pengolahan tanah dilakukan sebanyak dua kali, untuk pengolahan tanah pertama

menggunakan traktor dengan bajak singkal yang fungsinya untuk membalikkan

tanah dengan kedalaman ± 30 cm dan dibiarkan selama tujuh hari. Pengolahan

tanah kedua menggunakan traktor dengan bajak rotari yang berfungsi untuk

17
menggemburkan dan meratakan tanah. Tanah yang telah selesai diolah dibuat plot

sebanyak 39 plot, masing-masing plot dibuat memanjang per ulangan dengan

ukuran plot 200 cm x 120 cm. Jarak antar ulangan adalah 75 cm, sedangkan jarak

antara plot pada ulangan yang sama adalah 50 cm.

3.4.2 Penanaman

Masing-masing galur kedelai ditanam dalam satu plot dengan jarak tanam

40 cm x 20 cm sehingga setiap plot terdapat 30 lubang tanam. Lubang tanam

dibuat sedalam 2-3 cm dengan cara ditugal dan dimasukkan furadan 3G kedalam

lubang tanam. Penanaman dilakukan seminggu setelah pengolahan tanah dan

pembuatan plot selesai. Benih kedelai diinokulasi dengan Rhizobium sp dan

dicampur ridomil sebelum ditanam. Pemberian inokulum ini dilakukan secara

terpisah untuk masing-masing genotipe, dengan cara mencampurkan Rhizobium

sp (biobus), ridomil dan benih dengan tanah serta sedikit air di dalam cup plastik.

Benih kedelai ditanam dua benih per lubang kemudian ditutup kembali dengan

tanah, dan dilakukan penyiraman sampai tanah menjadi lembab. Gambar

penanaman benih kedelai dapat dilihat pada Lampiran 4.

3.4.3 Pemupukan

Pemupukan dilakukan setelah tanaman kedelai berumur 14 hari setelah

tanam, dengan dosis Urea 55 kg.ha -1, TSP 60 kg.ha-1 dan KCL 50 kg.ha-1.

Berdasarkan dosis tersebut pupuk Urea yang diberikan pada tanaman sebanyak 44

g per plot, pupuk TSP 48 g per plot dan pupuk KCL 40 g per plot. Ketiga pupuk

tersebut dicampur terlebih dahulu kedalam cup plastik. Pupuk diberikan secara

18
larikan dengan jarak 10 cm dari tanaman dan ditutup dengan tanah. Perhitungan

pupuk dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.4.4 Pelabelan

Label terdiri atas dua yaitu label untuk plot dan label untuk tanaman

sampel. Label untuk plot berisikan jenis galur dan ulangan yang diletakkan di

depan plot dan terbuat dari kertas yang di laminating. Label untuk tanaman

sampel terdiri dari nomor 1 sampai 4 dan diikat pada tanaman sampel. Tanaman

sampel dipilih 4 tanaman dari 30 tanaman dalam satu plot secara acak.

3.4.5 Pemeliharaan

3.4.5.1 Penyiraman

Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari, dengan

menggunakan selang air yang pada ujungnya dipasang springkel. Penyiraman

dilakukan untuk menjaga kandungan air tanah yang cukup agar tanaman tidak

mengalami defisit air. Tanaman yang mengalami defisit air pertumbuhannya akan

terhambat. Apabila turun hujan atau kondisi tanah basah atau lembab, maka tidak

dilakukan penyiraman.

3.4.5.2 Penyulaman dan Penjarangan

Penyulaman dilakukan seminggu setelah penanaman. Penyulaman

dilakukan dengan cara menanam kembali benih dengan genotipe yang sama

sebanyak 2 butir benih per lubang tanam. Penyulaman dilakukan pada tanaman

yang tumbuh tidak normal, terserang penyakit atau mati.

Penjarangan dilakukan pada tanaman yang tumbuh lebih dari satu tanaman

per lubang tanam. Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 15 hari

19
setelah tanam, dengan cara memotong pangkal batang tanaman kedelai

menggunakan gunting. Tujuan penjarangan agar tanaman dapat tumbuh dan

berproduksi dengan baik karena memiliki ruang untuk dapat menyerap unsur hara

dengan maksimal.

3.4.5.3 Penyiangan dan pembumbunan

Penyiangan dilakukan dengan cara mencangkul gulma yang tumbuh di

drainase dan mencabut gulma yang tumbuh diantara barisan tanaman dengan

tangan. Penyiangan bertujuan agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi baik.

Penyiangan dilakukan 2 kali yaitu pada saat tanaman berumur 20 hari dan umur

30 hari setelah tanam.

Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan saat penyiangan kedua.

Pembumbunan dilakukan dengan menaikkan tanah disekitar tanaman ke pangkal

batang. Tujuan pembumbunan adalah untuk mengokohkan tegaknya tanaman agar

tidak mudah rebah serta akar tanaman dapat berkembang dengan baik.

3.4.5.4 Pengendalian hama dan penyakit

Hama yang dikendalikan pada tanaman kedelai adalah kutu kepik hijau

(Nezara varidula) dan penggerek polong (Etiella zinkenella) yang dikendalikan

menggunakan Decis 25 EC dengan dosis 1 ml.l-1 air. Penyakit yang menyerang

tanaman kedelai adalah penyakit karat dan bercak daun yang dikendalikan

menggunakan fungisida Dithane M-45 dengan konsentrasi 2 g.l-1 air.

Penyemprotan Decis 25 EC dan Dithane M-45 diberikan secara bersamaan

dengan menggunakan sprayer. Gambar penyemprotan pestisida dapat dilihat pada

Lampiran 4.

20
3.4.6 Panen

Panen dilakukan saat 90% populasi tanaman pada setiap plot telah

menunjukkan kriteria panen. Kriteria panen adalah daun mengering, polong

berwarna kuning kecoklatan secara merata, tanaman telah kering dan polong

mudah dipecahkan. Panen dilakukan dengan memotong pangkal batang 5 cm di

atas pemukaan tanah (Lampiran 4). Tanaman di pisah antara tanaman sampel

dengan tanaman selain sampel, serta dipisahkan antar genotipenya. Panen

dilakukan pagi hari dengan tujuan menghindari pecahnya polong kedelai saat

pemanenan.

3.5 Parameter Pengamatan

3.5.1 Tinggi tanaman (cm)

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur mulai dari

pangkal batang sampai ujung titik tumbuh tertinggi. Pengukuran tinggi dilakukan

menggunakan mistar, setiap tanaman sampel diberi ajir setinggi 5 cm, agar

pengukuran tidak berubah-ubah. Pengamatan tinggi tanaman ini hanya dilakukan

satu kali yaitu pada saat tanaman dipanen.

3.5.2 Jumlah cabang

Jumlah cabang diperoleh dengan cara menghitung semua cabang yang ada

pada tanaman. Pengamatan jumlah cabang dilakukan pada saat tanaman dipanen.

Jumlah cabang dihitung masing-masing dari setiap sampel unit percobaan. Jumlah

cabang dihitung menggunakan rumus:

Jumlah cabang = Total cabang utama tanaman sampel


Jumlah tanaman sampel

21
3.5.3 Umur berbunga

Pengamatan umur berbunga dilakukan dengan cara menghitung jumlah hari

yang dibutuhkan tanaman untuk berbunga, mulai dari saat tanam sampai tanaman

mengeluarkan bunga pertama dengan satuan hari setelah tanam (HST). Kriteria

berbunga adalah jika 75% dari tanaman pada setiap plot sudah mengeluarkan

bunga pertamanya.

3.5.4 Umur panen

Pengamatan umur panen dilakukan dengan menghitung jumlah hari yang

dibutuhkan tanaman dari saat tanam sampai tanaman menunjukkan kriteria panen.

Kriteria umur panen yang digunakan adalah jika telah 75% tanaman dari setiap

plot telah memenuhi kriteria yaitu batang maupun daun tanaman telah kering,

polong berwarna kuning dan polong mudah dipecahkan. Satuan untuk parameter

umur panen adalah hari setelah tanam (HST).

3.5.5 Jumlah polong total per tanaman (buah)

Pengamatan jumlah polong dilakukan setelah panen, dengan cara

menghitung jumlah semua polong pada tanaman sampel baik itu polong yang

bernas maupun yang tidak bernas.

Gambar 1. Polong bernas dan polong tidak bernas

22
3.5.6 Jumlah polong bernas per tanaman (buah)

Pengamatan jumlah polong bernas per tanaman dilakukan pada saat panen

yaitu dengan cara menghitung jumlah semua polong yang bernas saja pada

tanaman sampel. Polong dikatakan bernas apabila 50% atau lebih ruang biji pada

polong berisi biji normal dan tidak mengkerut. Perhitungan jumlah polong bernas

per tanaman dilakukan dengan rumus:

Jumlah polong bernas per tanaman = Jumlah polong bernas total sampel
Jumlah tanaman sampel

3.5.7 Jumlah biji per tanaman (butir)

Pengamatan jumlah biji per tanaman dilakukan setelah panen dengan

menghitung seluruh jumlah biji kedelai pada tanaman sampel. Biji dikeluarkan

dari polong yang sudah dijemur selama tiga hari, kemudian dibersihkan dari

kotoran atau biji yang tidak normal, selanjutnya dihitung jumlahnya dan disimpan

dalam plastik ziplock. Gambar pemisahan biji kedelai dari polong dapat dilihat

pada Lampiran 4.

3.5.8 Berat biji per tanaman (g)

Pengamatan berat biji per tanaman dilakukan setelah biji dipisahkan dari

polong tanaman sampel dan dibersihkan dari kotoran. Biji yang telah bersih

ditimbang menggunakan timbangan digital. Gambar penimbangan berat biji

pertanaman dapat dilihat pada Lampiran 4. Perhitungan bobot biji per tanaman

dihitung dengan rumus:

Berat biji per tanaman = Berat seluruh biji tanaman sampel


Jumlah tanaman sampel

23
3.5.9 Berat 100 biji (g)

Pengamatan ini dilakukan setelah biji kedelai pada semua plot dipisahkan

dari polong. Pengamatan bobot 100 biji dilakukan dengan mengambil sebanyak

100 butir biji secara acak pada hasil per plot. Penimbangan berat biji dilakukan

menggunakan timbangan digital.

3.5.10 Berat biji per m2

Pengamatan bobot biji per plot dilakukan dengan cara mengumpulkan

seluruh hasil panen biji kedelai dari seluruh tanaman yang ada pada plot termasuk

tanaman sampel. Biji terlebih dahulu dipisahkan dari polong dengan cara

menginjak-injak dengan kaki. Setelah biji terpisah dari polong dilakukan

pembersihan dengan memisahkan sisa polong, kotoran, serta biji yang abnormal.

Biji yang sudah bersih selanjutnya ditimbang menggunakan timbangan digital.

3.5.11 Berat tanaman per plot (g)

Pengamatan berat tanaman dilakukan pada saat selesai panen. Tanaman

dijemur dibawah sinar matahari selama 3 hari dan ditimbang berat keseluruhan

tanaman (batang, daun, dan polong) menggunakan timbangan duduk.

3.5.12 Indeks panen

Pengamatan indeks panen dilakukan dengan cara mengeringkan semua

tanaman pada setiap plot dengan dijemur sinar matahari selama 3 hari. Semua

bagian tanaman baik itu batang, daun, dan polong ditimbang menggunakan

timbangan duduk. Biji dipisahkan dari polong dan ditimbang beratnya. Nilai

indeks panen di dapatkan dengan menggunkan rumus sebagai berikut:

Berat biji per m2


IP = X 100 %
Berat tanaman per plot

24
3.6 Analisis data

Data kuantitatif dianalisis dengan analisis sidik ragam. Model linear yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Yij = µ + Ui + Gj + εij

Dimana:

Yij = Respon atau nilai pengamatan ulangan ke-i dan genotipe ke-j

µ = Nilai tengah umum

Ui = Pengaruh ulangan ke-i (i = 1,2,3)

Gj = Pengaruh genotipe ke-j (j = 1,2,3.... 13)

εij = Pengaruh galat percobaan dari ulangan ke-i dan genotipe ke-j

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan

software SAS 9.0 dan hasil analisis ragam dilanjutkan dengan uji Dunnett pada

taraf 5%. Prosedur uji Dunnett dimulai dengan menghitung nilai pembanding

Dunnett menggunakan rumus berikut.

da = ta (p; db galat) .

Dimana :

da = nilai pembanding Dunnett


ta = nilai dicari pada tabel Dunnett (Dunnett satu arah)
p = banyaknya perlakuan selain kontrol

Menurut Stell dan Torrie (1980), dari nilai Dunnett yang sudah didapatkan,

hitung selisih antara masing-masing genotipe dengan kontrol, dimana jika selisih

nilai genotipe dengan kontrol lebih besar dari pembanding Dunnett, genotipe

dinyatakan berbeda nyata dengan kontrol sedangkan jika selisih nilai genotipe

25
dengan kontrol lebih kecil dari nilai Dunnett, genotipe dinyatakan berbeda tidak

nyata dengan kontrol.

Penentuan komponen keragaman dan heritabilitas suatu peubah dilakukan

dengan prosedur yang dirancang oleh Hallauer et al., (2010). Kuadrat tengah

sumber keragaman pada tabel analisis ragam diterjemahkan kedalam kuadrat

tengah harapan seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisis ragam untuk menduga komponen keragaman pada populasi


tanaman kedelai
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Harapan
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Kelompok r-1 JKK M3 +g
Genotipe g-1 JKG M2 +
Galat/error (r-1)(g-1) JKE M1
Total rg-1
Komponen keragaman genetik, lingkungan, dan fenotipe ditentukan

dengan menggunakan rumus:

Ragam genetik ( ):

Untuk menentukan apakah nilai variabilitas berbeda dengan nol, nilai

dugaannya dibandingkan dengan nilai standar error yang ditentukan dengan rumus

sebagai berikut :

SE

Dimana: SE = Standar Error


r = Kelompok
g = Genotipe
= Kuadrat tengah genotipe

= Kuadrat tengah galat

26
Ragam lingkungan ( ):

= M1

Ragam fenotipe ( ):

= +

Nilai heritabilitas dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:

Dimana:

h2 = Heritabilitas
= Ragam genetik

= Ragam fenotipe

Penilaian heritabilitas (tinggi, sedang dan rendah) menurut

Mangoendidjojo (2003) adalah sebagai berikut:

h2 ≥ 50% = Heritabilitas tinggi


20% < h2 > 50% = Heritabiltas sedang
h2 ≤ 20% = Heritabilitas rendah
Respon seleksi ditentukan dengan menghitung nilai perkalian antara

heritabilitas dengan keragaman fenotipe dan intesitas seleksi 10%. Menurut

Falconer (1972), rumus perhitungan respon seleksi adalah:

Dimana:

ΔS = Respon seleksi
I = Diferensial seleksi (1,76 untuk intesitas seleksi 10%)
h = heritabilitas
= Keragaman fenotipe

27
Penetapan galur potensial untuk generasi F6 dilakukan dengan

menggunakan Uji Dunnett yaitu membandingkan nilai genotipe generasi F5

dengan masing-masing tetua (Varietas Grobogan dan KM19). Galur-galur yang

terpilih dapat digunakan galur yang dilanjutkan ke tahap pemuliaan selanjutnya,

yaitu sebagai bahan uji daya hasil dalam perakitan varietas unggul baru tanaman

kedelai.

28
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan Karakter Agronomis

Peubah yang diamati meliputi karakter pertumbuhan dan komponen hasil.

Karakter pertumbuhan terdiri dari tinggi tanaman, jumlah cabang, umur berbunga,

dan umur panen, sementara komponen hasil terdiri dari jumlah polong total per

tanaman, jumlah polong bernas, jumlah biji per tanaman, berat biji per tanaman,

berat 100 biji, berat biji per m2, berat tanaman per plot, dan indeks panen.

4.1.1 Tinggi tanaman dan jumlah cabang

Hasil analisis ragam karakter tinggi tanaman dan jumlah cabang

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antar galur yang diuji dan dengan

tetua (Lampiran 2). Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah cabang galur F5 hasil

persilangan antara Grobogan dan KM19 setelah dibandingkan dengan kedua tetua

menggunakan uji Dunnett pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah cabang berbagai galur F5 hasil
persilangan antara Grobogan dan KM19
Galur Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Cabang (cabang)
GK 19-3-7 51,23 1,67 #
GK 19-3-10 50,08 2,67
GK 19-3-12 50,58 2,17
GK 19-3-14 43,58 1,88 #
GK 19-3-18 54,98 * 2,08
GK 19-3-21 49,84 1,75 #
GK 19-3-27 55,34 * 2,50
GK 19-3-31 49,28 1,75 #
GK 19-3-38 54,78 2,38
GK 19-3-41 49,80 2,25
GK 19-3-42 58,19 * 1,92 #
Rata-rata Galur 51,61 2,09
Grobogan 41,50 1,92
KM19 49,09 3,67
Keterangan: Angka yang diikuti symbol * dan #, menunjukkan perbedaan nyata pada tingkat
kepercayaan 5% berturut-turut dengan Grobogan dan KM19 berdasarkan uji Dunnett

29
Tabel 2 menunjukkan bahwa tinggi tanaman bervariasi antar galur F5 dan

tetua. Rentang peubah tinggi tanaman galur F5 berkisar antara 43,58 cm sampai

dengan 58,19 cm, dengan rerata 51,61 cm, sementara tinggi tanaman Varietas

Grobogan adalah 41,50 cm dan KM19 adalah 49,09 cm. Galur yang paling tinggi

adalah GK 19-3-42 dan galur yang paling rendah adalah galur GK 19-3-14.

Hasil uji Dunnett menunjukkan bahwa galur F5 yang dievaluasi

mempunyai tinggi tanaman yang relatif sama dengan Grobogan kecuali galur GK

19-3-18, GK 19-3-27 dan GK 19-3-42 yang memiliki batang lebih tinggi

dibanding dengan Grobogan. Jika dibandingkan KM19, semua galur mempunyai

batang yang sama tingginya. Perbedaan tinggi tanaman ini diduga karena adanya

perbedaan susunan genetik yang diwariskan oleh tetua pada masing-masing galur.

Berdasarkan hasil penelitian Krisnawati dan Adie (2016), karakter tinggi tanaman

merupakan penentu hasil biji kedelai, sehingga seleksi langsung dengan

menggunakan karakter tinggi tanaman efektif untuk mendapatkan galur dengan

hasil biji yang tinggi. Suprapto dan Kairudin (2007), menambahkan bahwa

karakter tinggi tanaman menunjukkan variasi yang rendah, nilai heritabilitas arti

luas yang tinggi (lebih dipengaruhi oleh faktor genetik dari pada faktor

lingkungan) dan nilai heritabilitas dalam arti sempit yang rendah.

Menurut Irwan (2006) tinggi kedelai dibagi menjadi tiga kategori, yaitu

tinggi kurang dari 50 cm dikatakan berbatang pendek, berbatang sedang dengan

kisaran tinggi 50 cm sampai 68 cm dan kedelai berbatang tinggi jika tingginya

lebih dari 68 cm. Tanaman kedelai dari hasil pengamatan yang termasuk

berbatang rendah adalah galur GK 19-3-14, GK 19-3-21, GK 19-3-31, dan GK

19-3-41, kategori berbatang sedang adalah galur GK 19-3-7, GK 19-3-10, GK 19-

30
3-12, GK 19-3-18, GK 19-3-27, GK 19-3-38 dan GK 19-3-42, dan tidak ada galur

F5 yang termasuk dalam kategori berbatang tinggi.

Tabel 2 memperlihatkan bahwa jumlah cabang galur F5 yang diuji berkisar

antara 1,67 sampai 2,67 cabang dengan rerata 2,09, sementara Varietas Grobogan

memiliki 1,92 cabang dan KM19 memiliki 3,67 cabang. Galur kedelai dengan

jumlah cabang paling banyak adalah galur GK 19-3-10 dan galur kedelai dengan

jumlah cabang paling sedikit adalah galur GK 19-3-7. Menurut Irwan (2006)

jumlah cabang pada tanaman kedelai berkisar antara 2 sampai 5 cabang per

tanaman dimana jumlah tersebut tergantung dari varietas.

Hasil uji Dunnett yang dilakukan terhadap jumlah cabang menunjukkan

adanya perbedaan yang nyata antara beberapa galur F5 antara lain GK 19-3-7, GK

19-3-14, GK 19-3-18, GK 19-3-21, GK 19-3-31, dan GK 19-3-42 mempunyai

cabang yang lebih sedikit dibanding tetua KM19, tapi tidak dengan Varietas

Grobogan. Galur F5 yang diuji memiliki jumlah cabang yang relatif sedikit,

diduga karena pewarisan sifat lebih dominan dari tetua Grobogan yang memiliki

rerata jumlah cabang sedikit hanya 1,92 cabang. Hasil penelitian Bakar dan

Chairunnas (2012) melaporkan bahwa Varietas Grobogan memiliki jumlah

cabang paling sedikit diantara 12 genotipe yang ditelitinya.

4.1.2 Umur berbunga dan umur panen

Hasil analisis ragam yang dilakukan terhadap karakter umur berbunga

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar galur yang diuji

dengan tetua, sedangkan pada karakter umur panen menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan antar galur yang diuji dengan tetua (Lampiran 2). Rata-rata umur

berbunga dan umur panen galur F5 persilangan antara Grobogan dan KM19

31
setelah dibandingkan dengan kedua tetua menggunakan uji Dunnett pada taraf 5%

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata umur berbunga dan umur panen berbagai galur F5 hasil
persilangan antara Grobogan dan KM19
Galur Umur Berbunga (HST) Umur Panen (HST)
GK 19-3-7 37,67 77,67 *#
GK 19-3-10 39,00 79,33
GK 19-3-12 38,00 86,00
GK 19-3-14 39,50 80,00
GK 19-3-18 39,00 88,67
GK 19-3-21 41,00 84,33
GK 19-3-27 38,33 87,67
GK 19-3-31 40,33 84,00
GK 19-3-38 39,00 86,00
GK 19-3-41 37,00 83,00
GK 19-3-42 38,33 86,33
Rata-rata Galur 38,83 84,09
Grobogan 38,33 81,33
KM19 40,33 84,33
Keterangan: Angka yang diikuti symbol * dan #, menunjukkan perbedaan nyata pada tingkat
kepercayaan 5% berturut-turut dengan Grobogan dan KM19 berdasarkan uji Dunnett

Tabel 3 memperlihatkan bahwa umur berbunga bervariasi antar galur F5

dan tetua. Rentang nilai umur berbunga galur F5 berkisar antara 37 HST sampai 41

HST dengan rerata 38,83 HST, sementara umur berbunga untuk Varietas

Grobogan adalah 38,33 HST dan KM19 adalah 40,33 HST. Galur kedelai yang

umur berbunganya paling cepat adalah GK 19-3-41 dan galur GK 19-3-21 yang

umur berbunganya paling lama.

Hasil uji Dunnett menunjukkan bahwa galur-galur kedelai F5 yang diuji

mempunyai umur berbunga yang relatif sama dengan kedua tetuanya (Varietas

Grobogan dan galur KM19). Galur-galur ini berbunga lebih lambat sekitar 7

sampai 10 hari dibandingkan dengan galur pada generasi F4 (Rasyad et al., 2018).

Hal ini disebabkan karena penelitian ini dilakukan pada kondisi curah hujan

tinggi, sementara generasi F4 yang diuji sebelumnya dalam kondisi iklim dengan

32
curah hujan yang lebih rendah dan banyak keringnya. Irwan (2006), menjelaskan

bahwa cepat atau lambatnya muncul bunga kedelai dipengaruhi oleh faktor iklim

terutama curah hujan dan kemarau selama pertanaman, jika dibudidayakan pada

musim kemarau akan mempercepat muncul bunga dan jika musim hujan akan

memperlambat muncul bunga kedelai.

Umur berbunga yang tidak berbeda antara tetua dengan genotipe,

menandakan galur-galur yang diuji tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik dari

kedua tetuanya (Varietas Grobogan dan KM19) dan lingkungan pertumbuhan

tanaman. Menurut Ariffin (2008), faktor lingkungan lain yang menentukan cepat

atau lambatnya kedelai berbunga adalah intensitas dan lama penyinaran. Intensitas

penyinaran yang kurang dari 85% cenderung memperlambat saat berbunga

kedelai sementara lama penyinaran optimal untuk berbunga adalah 10 sampai 12

jam, penyinaran kurang dari 10 jam atau lebih dari 12 jam menyebabkan

pembungaan kedelai lambat serta penurunan jumlah bunga. Curah hujan yang

cukup tinggi pada saat pengujian F5 diduga menurunkan intensitas penyinaran

sehingga memperlambat masa pembungaan pada Galur F5.

Tabel 3 menunjukkan bahwa umur panen bervariasi antar galur F5 dan

tetua, dengan rentang nilai berkisar antara 77,67 HST sampai dengan 88,67 HST

dan rerata 84,09 HST. Umur panen Varietas Grobogan adalah 81,33 HST dan

KM19 adalah 84,33 HST. Galur kedelai yang memiliki umur panen paling cepat

adalah GK 19-3-7 dan galur kedelai yang memiliki umur panen paling lama

adalah galur GK 19-3-18. Menurut Suhaeni (2008), lama umur panen kedelai

menunjukkan waktu yang dibutuhkan tanaman untuk berproduksi dan

33
menandakan distribusi asimilat ke biji tidak terjadi lagi atau berakhirnya pengisian

biji pada polong.

Hasil uji Dunnett menunjukkan bahwa galur-galur F5 yang diuji memiliki

umur panen yang relatif sama dengan tetuanya kecuali galur GK19-3-7 yang umur

panennya lebih cepat dari kedua tetua. Umur panen yang hampir sama antar galur

diduga disebabkan alel-alel yang mengontrol peubah umur panen ini berasal dari

latar belakang genetik yang hampir sama. Grobogan adalah hasil seleksi lini

murni dari Varietas Malabar yang banyak ditanam di Kabupaten Grobogan

(Balitkabi, 2016), sementara KM19 merupakan hasil persilangan Varietas Kipas

Putih dengan Varietas Malabar (Suryati et al., 2010). Suprapto dan Kairudin

(2007) menyatakan bahwa karakter umur panen memiliki nilai variabilitas yang

tinggi karena lebih banyak dikendalikan oleh faktor genetik. Estiningtyas dan

Irianto (1994) mengungkapkan bahwa umur panen pada tanaman kedelai

dipengaruhi oleh varietas (faktor genetik), namun faktor lingkungan juga

mempengaruhi seperti suhu yang tinggi selama pengisian biji akan mempercepat

masa panen sebaliknya jika hujan tinggi maka masa panen akan semakin panjang.

Adie dan Krisnawati (2010) menyatakan bahwa berdasarkan umur panen,

kedelai terbagi atas tiga golongan yaitu varietas berumur genjah jika umur panen

kurang dari 80 hari, varietas berumur sedang dengan umur panen antara 80-85

hari, dan varietas berumur dalam jika dipanen lebih dari 85 hari. Berdasarkan

hasil pengamatan galur kedelai yang termasuk berumur genjah adalah GK 19-3-7

dan GK 19-3-10, galur yang berumur sedang adalah GK 19-3-14, GK 19-3-21,

GK 19-3-31, dan GK 19-3-41 serta galur yang berumur dalam adalah GK 19-3-

12, GK 19-3-18, GK 19-3-27, GK 19-3-38, dan GK 19-3-42.

34
4.1.3 Jumlah polong total per tanaman dan jumlah polong bernas per
tanaman

Hasil analisis ragam untuk karakter jumlah polong total per tanaman dan

jumlah polong bernas per tanaman menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

nyata antar galur F5 yang diuji dengan tetuanya (Lampiran 2). Rata-rata jumlah

polong total dan jumlah polong bernas per tanaman galur F5 persilangan antara

Grobogan dan KM19 setelah dibandingkan dengan kedua tetua menggunakan uji

Dunnett pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata jumlah polong total per tanaman dan jumlah polong bernas per
tanaman berbagai galur F5 hasil persilangan antara Grobogan dan KM19
Jumlah Polong Total Per Jumlah Polong Bernas
Galur
Tanaman (buah) Per Tanaman (buah)
GK 19-3-7 44,00 16,08
GK 19-3-10 41,83 16,58
GK 19-3-12 69,00 * 39,25 *#
GK 19-3-14 35,38 # 15,38
GK 19-3-18 56,83 26,75
GK 19-3-21 47,58 20,50
GK 19-3-27 57,50 24,00
GK 19-3-31 64,00 * 37,92 *#
GK 19-3-38 45,75 23,13
GK 19-3-41 65,17 * 36,08 *#
GK 19-3-42 47,75 18,67
Rata-rata Galur 52,25 24,03
Grobogan 41,92 14,00
KM19 71,17 23,67
Keterangan: Angka yang diikuti symbol * dan #, menunjukkan perbedaan nyata pada tingkat
kepercayaan 5% berturut-turut dengan Grobogan dan KM19 berdasarkan uji Dunnett

Tabel 4 memperlihatkan bahwa jumlah polong total per tanaman bervariasi

antar galur F5 dan tetua. Jumlah polong total per tanaman galur F5 berkisar antara

35,38 polong sampai 69 polong dengan rerata 52,25 polong. 92 Sementara itu,

jumlah polong total per tanaman Varietas Grobogan adalah 41, polong dan KM19

71,17 polong. Galur kedelai yang jumlah polong per tanaman nya paling banyak

35
adalah GK 19-3-12 dan galur yang memiliki jumlah polong per tanaman yang

paling sedikit adalah GK 19-3-14.

Uji Dunnett menunjukkan bahwa galur-galur F5 yang diuji menghasilkan

jumlah polong total per tanaman yang berbeda dengan tetua. Beberapa galur F5

yang diuji yaitu GK 19-3-12, GK 19-3- 31 dan GK 19-3-41 memiliki jumlah

polong total yang lebih banyak dari varietas Grobogan. Galur GK 19-3-14

menghasilkan polong total yang jauh lebih sedikit dibanding KM19, namun tidak

ada galur F5 yang memiliki jumlah polong lebih banyak dari KM19. Polong total

adalah jumlah dari polong bernas dan polong hampa dan merupakan salah satu

komponen hasil yang akan menggambarkan potensi hasil pada tanaman kedelai.

Diharapkan semakin banyak jumlah polong total akan semakin besar produksi

tanaman kedelai. Ohorella (2011) menyatakan bahwa galur yang lebih banyak

jumlah polong total berpeluang menyumbang hasil biji lebih tinggi per

tanamannya. Akan tetapi karena pengamatan jumlah polong total per tanaman ini

dilakukan dengan menghitung semua polong pada tanaman baik itu bernas atau

tidak bernas, jadi belum tentu semua polong yang dihasilkan tanaman itu polong

bernas.

Tabel 4 memperlihatkan bahwa jumlah polong bernas per tanaman

bervariasi antar galur tanaman F5 yang diuji dengan tetua. Jumlah polong bernas

per tanaman berkisar antara 15,38 polong sampai 39,25 polong bernas dengan

rerata 24,03 polong, sementara Varietas Grobogan mempunyai 14 polong dan

KM19 memiliki 23,67 polong. Untuk galur F5, jumlah polong bernas yang paling

banyak adalah GK 19-3-12 dan galur yang memiliki jumlah polong bernas per

tanaman paling sedikit adalah GK 19-3-14.

36
Hasil uji Dunnett pada karakter jumlah polong bernas per tanaman

menunjukkan adanya perbedaan nyata jumlah polong bernas antar galur F5 yang

diuji dengan kedua tetua. Galur F5 yang memiliki jumlah polong bernas lebih

banyak dari kedua tetua adalah GK 19-3-12, GK 19-3-31, dan GK19-3-41

masing-masing dengan jumlah 39,25, 37,92 dan 36,08 polong. Galur-galur

lainnya memiliki polong bernas yang relatif sama dengan kedua tetuanya. Adanya

perbedaan jumlah polong bernas per tanaman ini diduga karena faktor genetik dari

tanaman, hal ini didukung oleh pendapat Rasyad et al. (2016) yang menyatakan

bahwa pembentukan dan pengisian polong pada tanaman kedelai sangat

ditentukan oleh genetik tanaman seperti kemampuan tanaman menghasilkan

asimilat dan mentransportasikannya ke tempat penumpukkan di tanaman.

Tabel 4 menunjukkan adanya kecenderungan bahwa galur-galur yang

menghasilkan total polong yang lebih banyak akan menghasilkan polong bernas

yang juga lebih banyak. Karakter jumlah polong bernas merupakan salah satu

kriteria untuk menentukan kemampuan produksi dari tanaman kedelai. Jumlah

polong bernas pada tanaman akan banyak jika pada tanaman kedelai tersebut

banyak memiliki cabang dan bunga. Jumlah bunga yang dihasilkan oleh tanaman

kedelai sangat menentukan jumlah polong yang akan terbentuk (Suprapto, 2002).

4.1.4 Jumlah biji per tanaman dan berat biji per tanaman

Hasil analisis ragam yang dilakukan terhadap karakter jumlah biji per

tanaman dan berat biji per tanaman menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

nyata antar galur F5 yang diuji dengan kedua tetua (Lampiran 2). Rata-rata jumlah

biji dan berat biji per tanaman galur F5 hasil persilangan Grobogan dan KM19

37
setelah dibandingkan dengan kedua tetua menggunakan uji Dunnett pada taraf 5%

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata jumlah biji per tanaman dan berat biji per tanaman berbagai
galur F5 hasil persilangan antara Grobogan dan KM19
Jumlah Biji Per Berat Biji Per
Galur
Tanaman (butir) Tanaman (g)
GK 19-3-7 29,50 4,88
GK 19-3-10 31,08 4,86
GK 19-3-12 71,92 *# 12,17 *#
GK 19-3-14 26,50 4,02
GK 19-3-18 45,17 7,10
GK 19-3-21 35,75 5,64
GK 19-3-27 41,75 6,58
GK 19-3-31 73,17 *# 11,83 *#
GK 19-3-38 43,25 6,38
GK 19-3-41 46,17 7,75
GK 19-3-42 30,33 5,25
Rata-rata Galur 43,14 6,95
Grobogan 31,67 5,39
KM19 46,67 7,41
Keterangan: Angka yang diikuti symbol * dan #, menunjukkan perbedaan nyata pada tingkat
kepercayaan 5% berturut-turut dengan Grobogan dan KM19 berdasarkan uji Dunnett

Tabel 5 memperlihatkan bahwa jumlah biji per tanaman bervariasi antar

galur F5 dengan tetua. Jumlah biji per tanaman berkisar antara 26,50 butir sampai

73,17 butir dengan rerata 43,14 butir, sementara jumlah biji per tanaman Varietas

Grobogan adalah 31,67 butir dan KM19 adalah 46,67 butir. Galur F5 yang

memiliki jumlah biji per tanaman paling banyak adalah GK 19-3-31 dan galur GK

19-3-14 memilki jumlah biji per tanaman paling sedikit.

Hasil uji Dunnett jumlah biji per tanaman menunjukkan adanya perbedaan

nyata antara galur F5 dengan kedua tetua. Galur-galur yang memiliki jumlah biji

lebih banyak dari pada kedua tetua adalah GK 19-3-12 dan GK 19-3-31 masing-

masing dengan jumlah 71,92 dan 73,17 butir. Sementara itu galur-galur F5 lainnya

mempunyai jumlah biji yang relatif sama dengan kedua tetua. Berdasarkan hasil

38
pengamatan jumlah polong total dan jumlah polong bernas per tanaman (Tabel 4),

galur GK 19-3-12, GK 19-3-31, dan GK 19-3-41 berbeda dengan tetua, namun

pada hasil pengamatan jumlah biji per tanaman hanya galur GK 19-3-12 dan GK

19-3-31 yang berbeda dengan tetua sedangkan galur GK 19-3-41 sama dengan

tetua, hal ini disebabkan karena jumlah biji per polong pada galur GK 19-3-41

relatif lebih sedikit. Jumlah polong per tanaman sangat erat kaitannya dengan

jumlah biji yang dihasilkan, semakin banyak jumlah polong maka jumlah biji

yang dihasilkan juga akan semakin banyak. Hasil penelitian ini sesuai dengan

pernyataan Ohorella (2011), bahwa semakin banyak jumlah polong tiap tanaman

yang dihasilkan berpeluang menyumbang hasil yang tinggi per tanaman.

Menurut Putra et al. (2015), jumlah biji per tanaman dipengaruhi oleh sifat

genetik tanaman dan sifat genetik tersebut perannya lebih besar dalam penentuan

ukuran biji maupun jumlah biji. Bambang (2007) menambahkan bahwa jumlah

biji per tanaman juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti serangan hama

dan kecukupan nutrisi tanaman. Jumlah biji per tanaman akan berkurang akibat

serangan hama yang merusak polong kedelai saat polong masih muda. Pada

penelitian ini beberapa polong kedelai diserang oleh hama penggerek polong

Etyella zinckenella (Gambar 2), yang mengakibatkan biji kedelai tidak dapat di

panen sehingga akan mengurangi jumlah biji normal dan hasil kedelai.

Gambar 2. Polong kedelai diserang hama Etyella zinckenella

39
Menurut Marwoto dan Hardaningsih (2010), banyak jenis hama yang

menyerang polong muda seperti ulat pemakan polong yaitu Armigera hubner,

penghisap polong/kepik coklat yaitu Riptotus linearis Fabricius dan penggerek

polong yaitu Etiella hobsoni Butler. Tingkat serangan hama ini akan berpengaruh

kepada jumlah biji kedelai yang akan dihasilkan.

Tabel 5 memperlihatkan pula bahwa berat biji per tanaman bervariasi antar

galur F5 yang diuji dengan tetua. Berat biji per tanaman berkisar antara 4,02 g

sampai 12,17 g dengan rerata 6,95 g, sementara berat biji per tanaman Varietas

Grobogan adalah 5,39 g dan KM19 adalah 7,41 g. Galur kedelai yang berat biji

per tanaman nya paling berat adalah GK 19-3-12 dan GK 19-3-14 memiliki berat

biji per tanaman yang paling ringan.

Hasil uji Dunnett berat biji per tanaman menunjukkan bahwa adanya

perbedaan nyata antara galur F5 yang diuji dengan kedua tetua. Galur yang

memiliki berat biji lebih berat dari tetua adalah GK 19-3-12 dan GK 19-3-31

masing-masing dengan berat biji 12,17 g dan 11,83 g per tanaman, sementara

berat biji Grobogan hanya 5,39 g dan KM19 seberat 7,41 g. Hasil pengamatan

berat biji per tanaman ini sejalan dengan hasil yang didapat pada pengamatan

jumlah biji per tanaman, dimana galur yang memiliki jumlah biji lebih banyak,

sama dengan galur yang memiliki berat biji per tanaman paling berat yaitu galur

GK 19-3-12 dan GK 19-3-31. Hal ini menandakan bahwa jumlah biji per tanaman

mempunyai korelasi positif dengan berat biji per tanaman, dimana semakin

banyak jumlah biji per tanaman yang di hasilkan maka akan semakin berat juga

karakter berat biji per tanamannya. Menurut Januar et al. (2018), mengetahui

hubungan antara suatu sifat dengan sifat lainnya dapat pula diketahui keeratan

40
hubungan antara karakter-karakter yang diamati, sehingga dapat dipilih karakter

yang secara tidak langsung telah mencakup karakter-karakter lain yang diperlukan

dalam pelaksanaan seleksi. Poespodarsono (1998), menambahkan bahwa dalam

pemuliaan karakter yang berkorelasi nyata dengan hasil dapat dijadikan sebagai

kriteria seleksi untuk mendapatkan tanaman yang mampu berproduksi tinggi.

Karakter berat biji per tanaman merupakan karakter yang dapat digunakan

sebagai kriteria seleksi secara langsung untuk mendapatkan galur yang berdaya

hasil tinggi. Menurut Adriani et al. (2015), galur harapan dipilih berdasarkan

bobot biji per tanaman dan berat 100 biji karena tujuan dari pemuliaan tanaman

mengacu pada peningkatan produksi dan ukuran biji.

4.1.5 Berat 100 biji dan berat biji per m2

Hasil analisis ragam yang dilakukan terhadap karakter berat seratus biji

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar galur F5 yang diuji

dengan tetua, sedangkan pada karakter berat biji per m2 menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan antar galur yang diuji dengan tetua (Lampiran 2). Rata-rata

berat seratus biji dan berat biji per m2 galur F5 hasil persilangan antara Grobogan

dan KM19 setelah dibandingkan dengan kedua tetua menggunakan uji Dunnett

pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 memperlihatkan bahwa berat seratus biji terbatas variasinya antar

galur F5 dan tetua. Rentang berat seratus biji berkisar antara 15,91 g sampai 18,26

g dengan rerata 17,2 g, sementara berat seratus biji Varietas Grobogan adalah

16,24 g dan KM19 adalah 16,79 g. Galur F5 yang berat seratus biji nya paling

berat adalah GK 19-3-18 dan yang berat seratus biji nya paling ringan adalah GK

19-3-42.

41
Tabel 6. Rata-rata berat 100 biji dan berat biji per m2 berbagai galur F5 hasil
persilangan antara Grobogan dan KM19
Galur Berat 100 Biji (g) Berat Biji Per m2 (g)
GK 19-3-7 17,19 53,99
GK 19-3-10 17,68 49,28 *#
GK 19-3-12 17,70 124,95 *#
GK 19-3-14 17,00 39,35 *#
GK 19-3-18 18,26 66,92
GK 19-3-21 17,83 58,45
GK 19-3-27 16,96 58,18
GK 19-3-31 16,26 108,88 *#
GK 19-3-38 16,61 54,21
GK 19-3-41 17,77 68,95
GK 19-3-42 15,91 46,56 *#
Rata-rata Galur 17,20 66,34
Grobogan 16,24 73,38
KM19 16,79 78,67
Keterangan: Angka yang diikuti symbol * dan #, menunjukkan perbedaan nyata pada tingkat
kepercayaan 5% berturut-turut dengan Grobogan dan KM19 berdasarkan uji Dunnett

Hasil uji Dunnett menunjukkan bahwa karakter berat 100 biji Galur F5

mempunyai berat yang relatif sama dengan tetua. Hal ini menunjukkan bahwa

galur-galur F5 yang diuji dan tetua nya memiliki sifat yang seragam untuk

karakter berat 100 biji. Keseragaman tersebut diduga karena adanya faktor genetik

yang diwariskan oleh masing-masing tetua pada keturunannya.

Menurut Adisarwanto (2014), ukuran biji kedelai di Indonesia

digolongkan dalam tiga kategori, yaitu kedelai berbiji kecil bila berat 100 bijinya

kurang dari 10 g, berbiji sedang bila berat bijinya 10-14 g, dan berbiji besar bila

berat 100 bijinya lebih dari 14 g. Berdasarkan pengelompokkan tersebut, semua

galur F5 yang diuji dan tetua termasuk katagori berbiji besar. Varietas Grobogan

pada penelitian ini, memiliki berat 100 biji lebih ringan dari deskripsi umumnya

(Lampiran 1). Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian Krisnawati dan

Adie (2015), yang melaporkan bahwa karakter berat 100 biji didominasi oleh

42
genotipe maupun tetua yang berukuran biji besar (> 14 g/100 biji), dengan kisaran

antara 13,18 g sampai 22,13 g per 100 biji.

Adriani et al. (2015) menyatakan bahwa karakter berat 100 biji banyak

dipengaruhi oleh faktor genetik dan varietas tanaman itu sendiri. Sa’diyah et al.

(2016) menambahkan bahwa faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap berat

100 biji, dimana galur atau varietas memiliki adaptasi yang berbeda sehinga

tanaman kedelai yang unggul di suatu daerah belum tentu unggul di daerah lain.

Hasil penelitian lain oleh Hartati et al. (2013), menunjukkan bahwa karakter

agronomi seperti umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, berat

biji per tanaman dan berat 100 biji merupakan karakter kuantitatif yang

dikendalikan oleh banyak gen, memiliki heritabilitas rendah dan karakter tersebut

dipengaruhi oleh lingkungan.

Berat biji per m2 bervarisai antar galur dan dengan tetua, dengan rentang

antara 39,35 g sampai 124,95 g dan rata-rata galur 66,34 g (Tabel 6). Berat biji per

m2 Varietas Grobogan adalah 73,38 g dan KM19 adalah 78,67 g. Galur kedelai

yang berat biji per m2 yang paling berat adalah GK 19-3-12 dan galur GK 19-3-14

yang berat biji per m2 yang paling ringan.

Hasil uji Dunnett menunjukkan bahwa terdapat tiga galur F5 yang

memiliki berat biji per m2 yang lebih rendah dari kedua tertua (GK 19-3-10, GK

19-3-14 dan GK 19-3-42), dua galur yaitu GK 19-3-12 dan GK 19-3-31

mempunyai berat biji per m2 yang lebih besar dari kedua tetua, sementara galur

lain relatif sama dengan kedua tetua. Menurut Putra et al. (2015), karakter berat

biji per m2 merupakan acaun dalam memilih suatu genotipe yang menghasilkan

produksi tinggi dari hasil persilangan. Fattah (2010), menambahkan bahwa

43
genotipe menentukan potensi masing-masing varietas dalam mengatasi keadaan

yang tidak menguntungkan, namun lingkungan akan mempengaruhi kemampuan

genotipe tersebut mengekspresikan potensi genetiknya.

4.1.6 Berat Tanaman per Plot dan Indeks Panen

Hasil analisis ragam karakter berat tanaman per plot menunjukkan bahwa

tidak terdapat perbedaan yang nyata antar galur yang diuji dengan tetua,

sedangkan pada karakter indeks panen menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

antar galur yang diuji dengan tetua (Lampiran 2). Rata-rata berat tanaman per plot

dan indeks panen galur F5 hasil persilangan Grobogan dan KM19 setelah

dibandingkan dengan kedua tetua menggunakan uji Dunnett pada taraf 5% dapat

dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata-rata berat tanaman per plot dan indeks panen berbagai galur F5 hasil
persilangan antara Grobogan dan KM19
Berat Tanaman Per Plot Indeks Panen
Galur
(g) (%)
GK 19-3-7 638,70 19,82
GK 19-3-10 559,80 21,33
GK 19-3-12 925,00 32,71 *#
GK 19-3-14 438,20 20,81
GK 19-3-18 668,80 24,14
GK 19-3-21 556,00 25,49
GK 19-3-27 805,30 17,77
GK 19-3-31 782,50 34,45 *#
GK 19-3-38 710,00 18,48
GK 19-3-41 866,80 19,11
GK 19-3-42 640,40 15,91
Rata-rata Galur 690,14 22,73
Grobogan 752,00 24,45
KM19 792,30 22,11
Keterangan: Angka yang diikuti symbol * dan #, menunjukkan perbedaan nyata pada tingkat
kepercayaan 5% berturut-turut dengan Grobogan dan KM19 berdasarkan uji Dunnett

44
Tabel 7 memperlihatkan bahwa berat tanaman per plot bervariasi antar

galur F5 yang diuji dengan tetua. Berat tanaman per plot berkisar antara 438,2 g

sampai 925 g dengan rerata 690,14 g, sementara berat tanaman per plot Varietas

Grobogan adalah 752 g dan KM19 adalah 792,3 g. Galur kedelai yang berat

tanaman per plot nya paling berat adalah GK 19-3-12 dan galur yang paling

ringan adalah GK 19-3-14.

Hasil uji Dunnett menunjukkan bahwa galur-galur kedelai F5 yang diuji

memiliki berat tanaman per plot yang relatif sama. Hal ini diduga karena adanya

keseragaman dari genetik yang diwariskan oleh tetua kepada keturunannya. Hal

ini sejalan dengan hasil penelitian Widiastuti dan Latifah (2016), yang

menyimpulkan bahwa modifikasi lingkungan dengan pupuk cair tidak

berpengaruh terhadap bobot kering tanaman yang lebih dipengaruihi oleh faktor

genetik tanaman tersebut. Setiawan et al. (2018) menambahkan bahwa berat

tanaman berkaitan dengan penimbunan hasil fotosintesis dalam organ tanaman,

dimana tinggi tanaman dan jumlah daun mempengaruhi bobot tanaman dan

sisanya oleh faktor lain seperti polong dan biji tanaman.

Tabel 7 memperlihatkan bahwa indeks panen bervariasi antar galur F5

yang diuji dengan tetua. Nilai indeks panen berkisar antara 15,91% sampai

34,45% dengan rerata 22,73%. Varietas Grobogan memiliki nilai indeks panen

adalah 24,45% dan KM19 adalah 22,11%. Nilai indeks panen yang paling tinggi

adalah galur GK19-3-31 dan galur yang memiliki nilai indeks panen paling rendah

adalah GK19-3-42.

Hasil uji Dunnett menunjukkan adanya perbedaan antara galur F5 dengan

tetua Varietas Grobogan dan KM19. Galur yang memiliki nilai indeks panen lebih

45
tinggi dari kedua tetua adalah GK 19-3-12 dan GK19-3-31 dengan nilai 32,71%

dan 34,45%, sedangkan nilai indeks panen Varietas Grobogan hanya 24,45% dan

KM19 sebesar 22,11%.

Nilai indeks panen merupakan tolak ukur dari produksi yang dihasilkan

oleh tanaman kedelai, semakin tinggi nilai indeks panen yang didapat maka

semakin tinggi produksi yang dihasilkan (Putra et al., 2015). Menurut Christian

(2016), menjelaskan bahwa nilai indeks panen berkorelasi positif dengan hasil per

m2 dan ditentukan oleh sifat genetik tanaman. Pada hasil penelitian ini sesuai

dengan pernyataan Christian (2016) yang menunjukkan adanya korelasi positif

antara karakter berat biji per m2 dengan indeks panen, yaitu galur GK19-3-12 dan

GK 19-3-31 memiliki berat biji per m2 paling berat dan memiliki nilai indeks

panen paling tinggi dengan nilai masing-masing 32,71% dan 34,45%.

4.2 Komponen Keragaman dan Heritabilitas

Selain informasi tentang variabilitas, informasi tentang nilai-nilai

pewarisan suatu populasi tanaman seperti komponen keragaman dan heritabilitas

perlu diketahui untuk menentukan apakah karakter dapat dijadikan sebagai kriteria

seleksi. Nilai kuadrat tengah sumber keragaman untuk berbagai karakter yang

diamati pada penelitian ini disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 memperlihatkan bahwa nilai kuadrat tengah genotipe untuk

karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, umur panen, jumlah polong total per

tanaman, jumlah polong bernas per tanaman, jumlah biji per tanaman, berat biji

per tanaman, berat biji per m2 dan indeks panen berbeda signifikan. Hal ini

menunjukkan bahwa karakter-karakter ini mempunyai variabilitas genotipe yang

cukup tinggi pada populasi F5 ini.

46
Tabel 8. Kuadrat Tengah untuk berbagai karakter pada populasi F5 Persilangan
Grobogan dan KM19
Karakter Genotipe Error
Tinggi Tanaman 60,53** 25,61
Jumlah Cabang 0,87** 0,30
Umur Berbunga 3,88 2,52
Umur Panen 276,37** 27,91
Jumlah Polong Total per Tanaman 492,87 ** 244,43
Jumlah Polong Bernas per Tanaman 186,40** 65,12
Jumlah Biji per Tanaman 661,99** 236,56
Berat Biji per Tanaman 18,58** 6,73
Berat 100 Biji 1,50 0,98
Berat Biji per m2 1764,63** 395,08
Berat Tanaman per Plot 49632,62 34273,41
Indeks Panen 92,23** 25,96
Keterangan: ** = Menyatakan berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5%

Nilai kuadrat tengah genotipe untuk karakter umur berbunga, berat 100

biji, dan berat tanaman per plot menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan.

Hal ini menunjukkan bahwa umur berbunga, berat 100 biji, dan berat tanaman per

plot mempunyai variabilitas genotipe yang rendah. Keragaman atau variabilitas

pada populasi tanaman merupakan hal yang penting untuk diketahui dalam

program pemuliaan tanaman, khususnya untuk perakitan tanaman kedelai.

Mangoendidjojo (2003) menjelaskan bahwa besarnya nilai variabilitas tergantung

pada ragam genetik dan ragam lingkungan suatu karakter dan nilai rata-rata

populasi yang digunakan dalam suatu program pemuliaan tanaman.

Menurut Poespodarsono (1998) nilai komponen keragaman yang besarnya

dua kali atau lebih dari nilai simpangan baku, dinyatakan berbeda dengan nol atau

nilainya signifikan yang artinya keragamannya dinyatakan luas dan keragaman

sempit apabila nilai komponen keragaman lebih kecil dua kali simpangan

47
bakunya. Hasil pendugaan nilai komponen keragaman genotipe, standar error

keragaman genetik dan komponen keragaman fenotipe berbagai karakter tanaman

kedelai yang diamati disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Komponen keragaman genotipe, SE ragam genotipe dan komponen


keragaman fenotipe

Karakter SE( )

Tinggi Tanaman 11,90 8,01 38,01


Jumlah Cabang 0,20 0,11 0,48
Umur Berbunga 0,52 0,55 2,99
Umur Panen 2,09 4,27 27,28
Jumlah Polong Total per Tanaman 47,84 54,80 296,20
Jumlah Polong Bernas per Tanaman 42,32 24,31 107,03
Jumlah Biji per Tanaman 149,88 * 76,45 383,76
Berat Biji per Tanaman 9,29 * 4,43 20,64
Berat 100 Biji 0,20 0,21 1,16
Berat Biji per m2 2758,40 * 1298,94 5037,90
Berat Tanaman per Plot 5080,60 7069,52 39763,70
Indeks Panen 25,24 * 11,89 50,28
Keterangan: * = Menyatakan komponen keragaman berbeda nyata dengan nol pada taraf
kepercayaan 5%

Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai keragaman genetik untuk karakter

jumlah biji per tanaman, berat biji per tanaman, berat biji per m2 dan indeks panen

lebih besar dua kali dari simpangan bakunya. Hal ini menunjukkan bahwa

karakter jumlah biji per tanaman, berat biji per tanaman, berat biji per m2 dan

indeks panen memiliki keragaman genetik yang cukup luas dan karakter tersebut

lebih dipengaruhi oleh faktor genetik dibandingkan faktor lingkungan. Sementara

karakter-karakter lainnya menunjukkan keragaman yang relatif sempit. Galur-

galur F5 yang diuji menunjukkan keseragaman secara genetik pada karakter umur

berbunga, umur panen, jumlah polong total per tanaman, berat 100 biji, dan berat

48
tanaman per plot, karena memiliki nilai ragam genetik yang lebih kecil dari

simpangan baku.

Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian Barmawi et

al. (2013), bahwa karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, umur berbunga, umur

panen, dan jumlah polong per tanaman memiliki keragaman genetik yang luas.

Karakter yang memiliki keragaman genetik besar tersebut lebih dipengaruhi oleh

faktor genetik sehingga memberikan peluang berhasilnya seleksi dalam pemilihan

galur-galur yang potensial untuk dilanjutkan ke generasi selanjutnya.

Hasil pendugaan nilai heritabilitas karakter-karakter galur kedelai yang

diamati disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Heritabilitas untuk berbagai karakter pada popolasi F5 persilangan


Grobogan dan KM19
Karakter (%)
Tinggi Tanaman 31,30
Jumlah Cabang 40,45
Umur Berbunga 17,41
Umur Panen 7,66
Jumlah Polong Total per Tanaman 16,15
Jumlah Polong Bernas per Tanaman 39,54
Jumlah Biji per Tanaman 39,59
Berat Biji per Tanaman 45,22
Berat 100 Biji 17,63
Berat Biji per m2 54,75
Berat Tanaman per Plot 12,78
Indeks Panen 50,21

Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai heritabilitas bervariasi antara karakter-

karakter tanaman kedelai dengan nilai berkisar antara 7,66% sampai 54,75%.

Karakter yang memiliki nilai heritabilitas terendah adalah umur panen dengan

nilai 7,66% dan karakter yang memiliki nilai heritabilitas tertinggi adalah berat

49
biji per m2 dengan nilai 54,75%. Menurut Suprapto dan Kairudin (2007), nilai

heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa karakter tersebut lebih dominan

dipengaruhi oleh komponen genetik dibandingkan faktor lingkungan, sedangkan

apabila nilai heritabilitas rendah menunjukkan bahwa suatu karakter lebih

dominan dipengaruhi oleh lingkungan dari pada komponen genetiknya.

Mangoendidjojo (2003), mengelompokkan nilai heritabilitas menjadi tiga

kelompok yaitu heritabilitas rendah dengan nilai kurang dari 20%, heritabilitas

sedang dengan nilai berkisar antara 20% sampai dengan 50% dan heritabilitas

tinggi jika nilai nya lebih dari 50%. Hasil penelitian menunjukkan karakter yang

termasuk nilai heritabilitas rendah adalah umur berbunga, umur panen, jumlah

polong total per tanaman, berat 100 biji dan berat tanaman per plot. Hasil

penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Meydina et al. (2015) bahwa

karakter umur berbunga, umur panen, dan bobot biji per tanaman mempunyai nilai

heritabilitas paling rendah. Karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah

polong bernas per tanaman, jumlah biji per tanaman dan berat biji per tanaman

termasuk dalam nilai heritabilitas sedang. Sedangkan karakter yang termasuk

kedalam kelompok nilai heritabilitas tinggi adalah karakter berat biji per m2 dan

indeks panen. Karakter-karakter dengan nilai heritabilitas tinggi lebih mudah

untuk diperbaiki, sedangkan karakter-karakter dengan heritabilitas rendah relatif

sulit untuk diperbaiki. Menurut Syukur et al. (2012), heritabilitas merupakan salah

satu parameter untuk mengetahui kemampuan mewariskan sifat dari tetua kepada

keturunannya dan menentukan efektifitas dari seleksi, semakin besar nilai

heritabilitas yang diperoleh maka semakin besar pula nilai kemajuan seleksi.

50
4.3 Respons Seleksi

Kegunaan nilai heritabilitas dalam program pemuliaan tanaman salah

satunya adalah untuk menduga besarnya perubahan nilai tengah populasi suatu

karakter jika dijadikan sebagai kriteria seleksi. Perubahan nilai tengah suatu

karakter tanaman pada satu populasi akibat dilakukan seleksi terhadap suatu sifat

disebut respon seleksi. Besarnya nilai respons seleksi yang diperoleh jika

dilakukan seleksi pada karakter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Respons seleksi untuk berbagai karakter pada populasi F5 Persilangan
Grobogan dan KM19
Karakter Respons Seleksi (ΔS)
Tinggi Tanaman 3,40 %
Jumlah Cabang 0,50 %
Umur Berbunga 0,53 %
Umur Panen 0,70 %
Jumlah Polong Total per Tanaman 4,89 %
Jumlah Polong Bernas per Tanaman 7,20 %
Jumlah Biji per Tanaman 13,31 %
Berat Biji per Tanaman 2,25 %
Berat 100 Biji 0,33 %
Berat Biji per m2 38,40 %
Berat Tanaman per Plot 44,84 %
Indeks Panen 6,27 %

Tabel 11 menunjukkan bahwa besarnya perubahan nilai tengah yang

terjadi pada berbagai karakter yang diamati berkisar antara 0,33% sampai 44,84%.

Nilai respons seleksi terbesar adalah 44,84% yaitu pada karakter berat tanaman

per plot dan nilai respons seleksi paling rendah adalah karakter berat 100 biji yaitu

0,33%. Karakter jumlah cabang, umur berbunga, umur panen, dan berat 100 biji

menunjukkan nilai respons seleksi yang rendah, ini memberikan indikasi bahwa

51
karakter-karakter tersebut sulit untuk diperbaiki, sementara karakter yang

memperlihatkan perubahan nilai tengah yang signifikan adalah berat biji per m2

dan berat tanaman per plot dengan masing-masing nilai 38,40% dan 44,84% yang

memberikan indikasi bahwa kedua karakter tersebut relatif mudah diperbaiki

melalui kegiatan pemuliaan.

Menurut Mangoendidjojo (2003), besarnya nilai respon seleksi pada suatu

karakter dapat dijadikan indikator yang tepat untuk menyeleksi populasi, karena

nilai kemajuan genetiknya dapat dijadikan indikator keberhasilan pelaksanaan

seleksi. Pada penelitian ini karakter yang menunjukkan nilai respons seleksi yang

tinggi seperti berat tanaman per plot dan berat biji per m2 dapat dijadikan indikasi

bahwa kedua karakter tersebut jika dijadikan kriteria seleksi akan lebih cepat

mencapai tujuan seleksi. Pendugaan nilai respons seleksi sangat bergantung pada

nilai heritabilitas, intesitas seleksi dan kesalahan baku genotipe popoulasi yang

diseleksi. Nilai heritabilitas yang besar maka akan membuat nilai respons seleksi

yang diperoleh juga besar dan akan semakin cepat pula tercapainya tujuan seleksi.

52
V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan diambil beberapa

kesimpulan berikut.

1. Keragaan fenotipe beberapa galur berbeda dengan kedua tetuanya, dimana


perbedaan tersebut diperlihatkan pada tinggi tanaman, jumlah cabang, umur
panen, jumlah polong total per tanaman, jumlah polong bernas per tanaman,
jumlah biji per tanaman berat biji per tanaman dan hasil per m2. Karakter-
karakter lainnya relatif sama dengan kedua tetua.
2. Galur yang memiliki potensi hasil yang tinggi adalah GK19-3-12 dan GK 19-
3-31 karena memiliki nilai tengah komponen hasil yang lebih tinggi
dibandingkan kedua tetuanya. Galur-galur lainnya relatif sama dengan kedua
tetua.
3. Komponen keragaman genetik untuk karakter jumlah biji per tanaman, berat
biji per tanaman, berat biji per m2 dan indeks panen nilainya cukup luas,
sementara nilai heritabilitas untuk karakter berat biji per m2 dan indeks panen
termasuk kategori tinggi.
4. Respons seleksinya yang tinggi terlihat pada karakter berat biji per m2 dan
berat tanaman per plot dengan nilai masing-masing 38,40% dan 44,84%,
sedangkan karakter yang nilai respons seleksinya paling rendah adalah jumlah
cabang, umur berbunga, umur panen, dan berat 100 biji.

5.2 Saran

Perlunya dilakukan evaluasi daya hasil untuk komponen hasil kedelai

generasi F6 hasil persilangan Varietas Grobogan dan KM19 dengan

mengutamakan parameter yang nilai heritabilitas dan kemajuan seleksi tinggi agar

tercapainya kegiatan pemuliaan tanaman.

53
DAFTAR PUSTAKA

Adie, M. M. dan A. Krisnawati 2010. Biologi Tanaman Kedelai. Dalam Sumarno,


Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim. Kedelai: Teknik Produksi
dan Pengembangan. Litbang Deptan. Jakarta.

Adisarwanto, T. 2005. Budidaya dengan Pemupukan yang Efektif dan


Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Adisarwanto, T. 2014. Kedelai Tropika: Produktivitas 3 ton per ha. Penerbit


Swadaya. Jakarta Timur. 92 hlm.

Adriani, N., N. Sa’diyah dan M. Barmawi. 2015. Seleksi nomor- nomor harapan
kedelai (Glycine max [L.] Merrill) generasi F5 hasil persilangan Wilis X
Mlg2521. Jurnal Agrotek Tropika. 3(1): 24-29.

Ariffin. 2008. Respons tanaman kedelai terhadap lama penyinaran. Jurnal


Agrivita. 30(1): 61-66.

Arumingtyas, E. L. 2016. Genetika Mendel. Cet. Ke 1. UB Press. Malang.

Badan Pusat Statistika. 2018. Statistik Pertanian. Kementrian Pertanian Republik


Indonesia. Jakarta.

Bakar, B. A. dan Chairunnas. 2012. Kajian adaptasi beberapa varietas unggul baru
kedelai di Provinsi Aceh. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman
Aneka Kacang dan Umbi 2011: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Aceh. 126-132.

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan.


Universitas Padjajaran. Bandung 91 hlm.

Balitkabi. 2016. Hasil Utama Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.


Balitkabi. Malang.

Barmawi, M., A. Yushardi dan N. Sa’diyah. 2013. Daya waris dan harapan
kemajuan seleksi karakter agronom kedelai generasi F2 hasil persilangan
antara Yellow Bean dan Taichung. Jurnal Agrotek Tropika. 1(1): 20-24.

Bambang, C. 2007. Kedelai dan Budidaya Analisis Usaha Tani. Aneka Ilmu.
Semarang.

Christian, J. R. 2016. Perkembangan biji dan komponen hasil tiga varietas kedelai
(Glycine max [L.] Merrill) dengan pemberian Giberelin. Jurnal Tropika.
5(1): 13-20.

Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. Diterjemahkan oleh L. Kusdiarti.


Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta

54
Estiningtyas, W. dan G. Irianto. 1994. Akumulasi satuan panas dalam budidaya
tanaman kedelai di Lombok. Jurnal Agromet. 10(1): 8-14.

Fachruddin, L. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Kanisius. Yogyakarta.

Falconer, D. S. 1972. Introduction to Quantitative Genetics. The Roland Press


Company. New York.

Fattah, A. 2010. Uji adaptasi varietas unggul baru kedelai dalam mendukung
program SL-PTT di Sulawesi Selatan. Litbang Deptan. Sulawesi Selawesi.

Hallauer, A. R., M. J. Carena., and J. B. Miranda Fo. 2010. Quantitative Genetics


in Maize Breeding. Springer. USA.

Hartati, S., M. Barmawi dan N. Sa’diyah. 2013. Pola segregasi karakter agronomi
tanaman (Glycine max [L.] Merrill) generasi F2 hasil persilangan Wilis X
B3570. J. Agrotek Tropika. 1(1): 8-13.

Irwan, W. A. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max [L.] Merrill).


Universitas Padjajaran. Jatinangor.

Januar, F. H., A. S. Kartyawati, dan S. M. Sitompul. 2018. Potensi genetik


generasi F3 hasil persilangan tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill)
Varietas Argopuro sebagai tetua betina dengan Varietas Tanggamus,
Grobogan dan galur UB sebagai tetua jantan. Jurnal Produksi Tanaman.
6(3): 392-397.

Kinasih, M. E., S. Zubaidah, dan H. Kuswantoro. 2017. Karakter morfologi daun


galur kedelai hasil pesilangan varietas introduksi dari Korea dengan
Argomulyo. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS):
Strategi Pengembangan Pembelajaran dan Penelitian Sains untuk
Mengasah Keterampilan. Univesitas Sebelas Maret Surakarta. 319-329.

Krisnawati, A. dan M. M. Adie. 2015. Seleksi populasi F5 kedelai berdasarkan


karakter agronomis. Jurnal Biodiversitas Indonesia. 1(3): 434-437.

Krisnawati, A. dan M. M. Adie. 2016. Hubungan antar komponen morfologi


dengan karakter hasil biji. Buletin Palawija. 14(2): 49-54.

Liu, X., J. Jian, W. Guanghua, and S. J. Herbert. 2008. Soybean yield physiology
and development of high-yielding practices in Northeast China. Field
Crops Research. 105(1): 157-171.

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Teknik Pemuliaan Tanaman. Kanisius.


Yogyakarta.

Marwoto dan S. HArdaningsih. 2010. Biologi Tanaman Kedelai. Dalam Sumarno,


Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim. Kedelai: Teknik Produksi
dan Pengembangan. Litbang Deptan. Jakarta.

55
Mashudi. 2007. Bercocok Tanam Palawija. Cet. Ke 1. Azka. Jakarta.

Meydina, A., M. Barmawi, dan N. Sa’diyah. 2015. Variabilitas genetik dan


heritabilitas karakter agronomi kedelai (Glycine max [L.] Merrill) generasi
F5 hasil persilangan Wilis x B3570. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan.
15(3): 200-207.

Misbahulzanah, E. H., S. Waluyo, J. Widada. 2014. Kajian sifat fisiologis kultivar


kedelai (Glycine max [L.] Merrill) dan ketergantungannya terhadap
mikoriza. Jurnal Vegetalika. 3(1): 45-52.

Nainggolan, K dan M. Rachmat. 2014. Prospek swasembada kedelai Indonesia.


Jurnal Pangan. 23(1): 83-92.

Nugroho, W. P., M. Barmawi dan N. Sa’diyah. 2013. Pola segregasi karakter


agronomi tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) generasi F2 hasil
persilangan Yellow bean dan Taichung. J. Agrotek Tropika. 1(1): 38-44.

Ohorella, Z. 2011. Respon pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai pada


sistem olah tanah yang berbeda. Jurnal Agronomika. 1(2): 92-98.

Pitojo, S. 2003. Benih Kedelai. Cet. Ke 1. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Poespodarsono, S. 1998. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. IPB. Bogor.

Purwono dan H. Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Unggul. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2018. Statistik Pertanian. Kementrian
Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.

Putra, A., M. Barmawi, dan N. Sa’diyah. 2015. Penampilan karakter agronomi


beberapa genotipe harapan tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill)
generasi F6 hasil persilangan Wilis x Mlg2521. J. Agrotek Tropika. 3(3):
348-354.

Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif.


Universitas Padjajaran. Bandung.

Rasyad, A., D. Suryati., dan A. Nuroso. 2016. Genetic variance components and
heritability of seed protein, oil content and yield related traits in a soybean
population. Journal of Agriculture Engineering and Biotechbology. 4(1):
22-26.

Rasyad, A., Adiwirman, dan D. I. Roslim. 2018. Genotypic variation for grain
protein oil content and yield related traits in soybean population. Sabrao
Journal. 50(3): 270-278.

56
Rukmana, R., dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen.
Kanisius. Yogyakarta.

Sa’diyah, N., J. Zulkaranin dan M. Barmawi. 2016. Uji daya hasil beberapa galur
kedelai (Glycine max [L.] Merrill) hasil persilangan Wilis dan Mlg2521. J.
Agrotek Tropika. 4(2): 117-123.

Setiawan, E. A., H. T. Sebayang dan Sudiarso. 2018. Respon tanaman kedelai


(Glycine max [L.] Merrill) Varietas Grobogan terhadap jarak tanam dan
pemberian mulsa organik. Jurnal Produksi Tanaman. 6(5): 830-837.

Stell, R. G. D dan J. H. Torrie. 1980. Principles and Procedures of Statistics A


Biometrical Approach. McGraw-Hill. Amerika.

Suhaeni, N. 2008. Petunjuk Praktis Menenam Kedelai. Bina Muda Ciptakreasi.


Jakarta.

Sundari, T. dan S. Wahyuningsih. 2017. Penampilan karakter kuantitatif genotipe


kedelai di bawah naungan (Quantitative characters of soybean genotype
performance under the shade). Jurnal Biologi Indonesia. 13(1): 137-147.

Suprapto, H. S. 2002. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suprapto dan N. Kairudin. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen dan
kemajuan seleksi kedelai (Glycine max [L.] Merrill) pada ultisol. Jurnal
ilmu-ilmu pertanian Indonesia. 9(2): 183-190.

Suryati, D., M. Chozin., Hasanudin, dan D. Apriyanto. 2008. Uji multilokasi


galur-galur harapan kedelai. Pada lahan rendah fosfor (P). Jurnal Akta
Agrosia. 11(2): 197-201.

Suryati, D., D. Apriyanto., M. Chozin., dan Hasanudin. 2010. Penampilan dan


stabilitas hasil galur-galur harapan kedelai pada dosis pupuk fosfor (P)
rendah di tiga lokasi di Bengkulu. Jurnal Akta Agrosia. 13(1): 50-54.

Susanto, G. W. A. dan T. Sundari. 2011. Perubahan karakter agronomi aksesi


Plasma nutfah kedelai di lingkungan ternaungi. J. Agron. Indonesia.
39(1): 1-6.

Syamsiah, M. dan Z. Bachaerul. 2013. Respon perkembangan akar tanaman


kedelai (Glycine max [L.] Merrill) terhadap pemberian pupuk hayati.
Jsuurnal Agroscience. 6(1): 52-59.

Syukur, M., S. Sujiprihati dan R. Yunianti. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman.


Penebar Swadaya. Jakarta.

Triyanti, D. R. 2015. Outlook Komoditas Tanaman Pangan Kedelai. Pusat Data


dan Sistem Informasi Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.

57
Widiastuti, E. dan E. Latifah. 2016. Keragaan pertumbuhan dan biomassa varietas
kedelai (Glycine max [L.] Merrill) di lahan sawah dengan aplikasi pupuk
organik cair. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 21(2): 90-97.

Winarsi, H. 2010. Protein Kedelai dan Kecambah Manfaatnya Bagi Kesehatan.


Kanisius. Yogyakarta.

Wulandari, T. dan M. Barmawi. 2014. Pola segregasi karakter agronomi tanaman


kedelai (Glycine max [L.] Merrill) generasi F3 hasil persilangan Wilis x
Mlg2521. J. Agrotek Tropika. 2(2): 270-275.

58
LAMPIRAN

Lampiran 1. Deskripsi tanaman kedelai Varietas Grobogan

Dilepas tahun : 2008


SK Mentan : 238/Kpts/SR.120/3/2008
Asal : Pemurnian populasi Lokal Malabar Grobogan
Tipe pertumbuhan : Determinit
Warna hipokotil : Ungu
Warna epikotil : Ungu
Warna daun : Hijau agak tua
Warna bulu batang : Coklat
Warna bunga : Ungu
Warna kulit biji : Kuning muda
Warna hilum biji : Coklat
Bentuk daun : Lanceolate
Umur berbunga : 30-32 hari
Umur polong masak : ±76 hari
Tinggi tanaman : 50 - 60 cm
Bobot biji : ±18 g per 100 biji
Rata-rata hasil : 2,77 ton.ha-1
Potensi hasil : 3,40 ton.ha-1
Kandungan protein : 43,9%
Kandungan lemak : 18,4%
Daerah sebaran : Beradaptasi baik pada baik pada musim hujan dan daerah
beririgasi baik.
Pemulia : Suhartina, M. Muclish Adie
Peneliti : T. Adisarwanto, Sumarsono, Sunardi, Tjandramukti, Ali
Muchtar, Sihono, SB. Purwanto, Siti Khawariyah,
Murbantoro, Alrodi, Tino Vihara, Farid Mufhti, dan
Suharno.
Sumber: Balitkabi (2016)

59
Lampiran 2. Hasil analisis ragam

2.1 Tinggi Tanaman


Sumber Keragaman DB JK KT F Hitung F Tabel 5%
Ulangan 2 170,90 85,45 3,34 3,44
Genotipe 12 726,36 60,53 2,36* 2,23
Error 22 563,46 25,61
Total 36 1460,72
* = Signifikan; KK = 9,98

2.2 Jumlah Cabang


Sumber Keragaman DB JK KT F Hitung F Tabel 5%
Ulangan 2 0,36 0,179 0,61 3,44
Genotipe 12 10,38 0,87 2,93* 2,23
Error 22 6,49 0,30
Total 36 17,23
* = Signifikan; KK = 24,65

2.3 Umur Berbunga


Sumber
DB JK KT F Hitung F Tabel 5%
Keragaman
Ulangan 2 59,57 29,79 11,82 3,44
Genotipe 12 46,55 3,88 1,54 2,23
Error 22 55,44 2,52
Total 36 161,57
* = Signifikan; KK = 4,08

2.4 Umur Panen


Sumber Keragaman DB JK KT F Hitung F Tabel 5%
Ulangan 2 647,09 323,54 15,17 3,44
Genotipe 12 3316,38 276,37 10,94* 2,23
Error 22 614,11 27,91
Total 36 4577,58
* = Signifikan; KK = 6,28

2.5 Jumlah Polong Total Per Tanaman


Sumber
DB JK KT F Hitung F Tabel 5%
Keragaman
Ulangan 2 868,13 434,07 2,18 3,44
Genotipe 12 5914,38 492,87 2,61* 2,23
Error 22 5377,49 244,43
Total 36 12160,01
* = Signifikan; KK = 29,18

60
4.6 Jumlah Polong Bernas Per Tanaman
Sumber Keragaman DB JK KT F Hitung F Tabel 5%
Ulangan 2 322,12 161,06 2,47 3,44
Genotipe 12 2236,81 186,40 2,86* 2,23
Error 22 1432,58 65,12
Total 36 3991,52
* = Signifikan; KK = 34,42

4.7 Jumlah Biji per Tanaman


Sumber
DB JK KT F Hitung F Tabel 5%
Keragaman
Ulangan 2 1105,59 552,80 2,34 3,44
Genotipe 12 7943,84 661,99 2,80* 2,23
Error 22 5204,34 236,56
Total 36 14253,77
* = Signifikan; KK = 35,81

4.8 Berat Biji Per Tanaman


Sumber Keragaman DB JK KT F Hitung F Tabel 5%
Ulangan 2 6,19 3,095 0,46 3,44
Genotipe 12 222,90 18,58 2,76* 2,23
Error 22 147,94 6,73
Total 36 377,03
* = Signifikan; KK = 37,27

4.9 Berat 100 Biji


Sumber Keragaman DB JK KT F Hitung F Tabel 5%
Ulangan 2 9,83 4,914 5,04 3,44
Genotipe 12 18,05 1,50 1,54 2,23
Error 22 21,46 0,98
Total 36 49,34
* = Signifikan; KK = 5,77

4.10 Berat Biji Per m2


Sumber
DB JK KT F Hitung F Tabel 5%
Keragaman
Ulangan 2 3821,75 1910,88 4,84 3,44
Genotipe 12 21175,58 1764,63 4,47* 2,23
Error 22 8691,86 395,08
Total 36 33689,19
* = Signifikan; KK = 28,82

61
4.11 Berat Tanaman Per Plot
Sumber
DB JK KT F Hitung F Tabel 5%
Keragaman
Ulangan 2 11316,64 56708,32 1,65 3,44
Genotipe 12 59559,43 49632,62 1,45 2,23
Error 22 754015,02 34273,41
Total 36 1463023,11
* = Signifikan; KK = 26,09

4.12 Indeks Panen


Sumber
DB JK KT F Hitung F Tabel 5%
Keragaman
Ulangan 2 225,74 112,87 4,35 3,44
Genotipe 12 1106,80 92,23 3,55* 2,23
Error 22 571,12 25,96
Total 36 1903,67
* = Signifikan; KK = 22,168

62
Lampiran 3. Perhitungan kebutuhan pupuk

1. Pupuk Urea
Dosis pupuk Urea = 55 kg.ha-1
= x Dosis pupuk

= x 55 kg

= x 25 kg

= 0,006 kg
= 6 g/m2

2. Pupk TSP
Dosis pupuk TSP = 60 kg.ha-1

= x Dosis pupuk

= x 60 kg

= x 60 kg

= 0,0144 kg
= 14,4 g/m2

3. Pupuk KCL
Dosis pupuk KCL = 50 kg.ha-1

= x Dosis pupuk

= x 50 kg

= x 60 kg

= 0,012 kg
= 12 g/m2

63
Lampiran 4. Dokumentasi penelitian

Gambar 1. Pembersihan lahan Gambar 2. Penanaman benih kedelai

Gambar 3. Penyemprotan pestisida Gambar 4. Pemanenan

Gambar 5. Pemisahan biji kedelai Gambar 6. Penimbangan berat biji


dari polong kedelai

64
RIWAYAT HIDUP

M. SYOFYAN TANJUNG, lahir di Desa Koto Pauh,


Kecamatan Sungai Limau Kabupaten Padang Pariaman
pada 20 Maret 1998. Lahir dari pasangan Syamsunar
dan Suhelmi yang merupakan anak pertama dari 5
bersaudara. Pada tahun 2004 penulis masuk Sekolah
Dasar di SD Negeri 30 Sungai Limau Kabupaten
Padang Pariaman sampai tahun 2010. Tahun 2010
melanjutkan jenjang pendidikan ke SMP Negeri 01
Sungai Limau dan selesai tahun 2013. Tahun 2013
melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 01 Sungai Limau
dan selesai tahun 2016. Pada tahun 2016 melalui jalur
Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SBMPTN) penulis diterima menjadi mahasiswa di jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pada bulan Juli sampai Agustus 2018
melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Agrowisata Kolong Langit
Kecamatan Sepuluh Koto Kabupaten Tanah Datar. Pada bulan Mei sampai Juli
2019 malaksanakan Kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Pandau Jaya
Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar. Pada tanggal ( )
dinyatakan lulus sebagai Sarjana Pertanian setelah berhasil mempertahankan
skripsi di depan dosen penguji ujian komprehensif dengan judul “Tampilan dan
Respons Seleksi Tanaman Kedelai F5 Hasil Seleksi Persilangan Grobogan dan
KM19” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Aslim Rasyad, M.Sc.

65
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini. penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT dengan segla rahmat serta karunia-Nya yang memberikan kekuatan

dan kesehatan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Kedua orang tua tercinta Ayah Syamsunar dan Amak Suhelmi yang selalu

mendoakan dan memberi semangat kepada penulis. Kepada adik-adik Annisa,

Hafiz, Haris dan Ibnu yang selalu membantu.

3. Prof. Dr. Ir. Aslim Rasyad M.Sc sebagai Dosen Penasehat Akademis serta

Pembimbing tunggal tugas akhir yang saya anggap sebagai orang tua saya

sendiri. Terima kasih bapak telah sabar dalam memberikan bimbingan dan

arahan serta selalu memberi motivasi, nasehat dan ilmu yang bermanfaat

kepada penulis. Penulis telah belajar banyak hal mengenai kedisiplinan,

ketelitian dan kecermatan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

4. Dr. agr. Ir. T. Nurhidayah, M.Sc dan Isnaini S.P., M.Si selaku dosen penguji

yang telah memberikan banyak saran untuk perbaikkan dan penyempurnaan

skripsi ini.

5. Seluruh dosen di Fakultas Pertanian Universitas Riau dengan sabar dan rendah

hati dalam memberikan ilmu selama perkuliahan serta abang dan kakak

Pegawai Biro, Staf Tata Usaha dan Laboran Fakultas Pertanian.

6. Teman-teman seperjuangan Agroteknologi angkatan 2016 yang tidak bisa saya

sebutkan satu persatu telah banyak membantu dalam penelitian mulai

pembukaan lahan sampai selesai penelitian.

66
7. Teman saat tugas Praktek Kerja Profesi (PKP) di Agrowisata Kolong Langit

Pandai Sikek yaitu Chandra, Haris, Fika, Devi, Nisa, Reni, Riri, dan Fenti.

8. Teman saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Pandau Jaya yaitu Alde, Rama,

Dini, Yola, Osshy, Anggita, Shinta, Dewi, dan Airin.

9. Teman Somplak yaitu Ade, Adit, Tamsir, Ardho, Sahnel, Yudha, Diva, Hendri,

Panji, Yahya dan Yuma yang selalu memberikan do’a dan semangat selama

perkuliahan.

10. Senior yang sering memberi semangat, motivasi dan selalu siap membantu

yaitu Kak Aisyah SP, Kak Rini SP, Kak Sonya, Kak Leona SP, Bang Ari SP,

Bang Dian Rahmad SP, Bang Ariful, Bang Leo, dan Bang Naufal.

11. Junior yang rajin membantu yaitu Aisy, Rosa, Samuel, Dito, dan Annisa.

12. Teman seperjuangan penelitian kedelai yaitu Bang Ariful, Kak Sonya,

Sahnel, Yuni, Bang Ahmad dan Rani yang sangat banyak membantu dalam

kelancaran penulis melakukan penelitian.

13. Sahabat yang selalu ada dalam keadaan susah dan senang yaitu Ade, Ovin,

Firman, Tulus, Tamsir, Haris, Aldha, Fadil, Ryan, Riko, Ramot, Razeka,

Ayu, Halen, Ibah, Rida, Fenti, Diana, Riri, Misrema, Rumi, Nisa, Fika, Reni,

Pika, Iwid, Aca, Sahri, Latif, Sopyan, Maul dan Adi (Subekti).

14. Sanak-sanak Wahana Kos: Uda Haris, Bang Zek, Fadil, Agan Riko, Ramzi

dan Aldha yang tidak bosan-bosan untuk membantu selama saya kuliah.

15. Kepada kawan-kawan semua yang telah membantu penulis selama

perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini yang mungkin namanya tidak

disebutkan, penulis mohon maaf jika terlupa, semoga Allah SWT yang

membalas kebaikkan kawan-kawan semua.

67

Anda mungkin juga menyukai