Anda di halaman 1dari 48

 

Jatiluhur
Varietas Padi - Padi SawahAsal persilangan : Persilangan Tox1011/Ranau
Kelompok:Padi Sawah
Nomor Seleksi:
Golongan:Cere (Indica)
Umur tanaman:110 - 115 hari
Bentuk tanaman:Tegak
Tinggi tanaman:95 - 100 cm
Anakanproduktif:Sedang
Warna kaki:Hijau
Warna batang:Hijau Muda
Warna telinga daun:Tidak berwarna
Warna lidah daun:
Warna daun:
Permukaan daun:Kasar
Posisi daun:Tegak – miring
Daun bendera:Miring"
Bentuk gabah:Bulat besar
Warna gabah:Kuning kotor
Kerontokan:Agak tahan
Kerebahan:Tahan 
Tekstur nasi:Pera
Kadar amilosa:27,6 %
Bobot 1000 butir:27 gram
Rata-rata produksi:2,5 - 3,5 ton gabah
Potensi hasil:2,5 - 3,5 ton gabah kering/ha
Ketahanan terhadap Hama:Tahan blas (Pyricularia oryzae Cav) dan toleran naungan
Ketahanan terhadappenyakit:
Anjuran:Baik untuk padi lahan kering (gogo) sampai ketinggian 500 mdpl
Pemulia:
Peneliti:
Teknisi:Erwina Lubis, M. Diredja, Suwarno, Susanto TW., da
Dilepas: tahun 1999

OPAC
Title Perbaikan Padi Varietas Cisantana Dengan Mutasi Induksi
Edition Vol. 5 No. 2
Call Number (05)546 PUS j
ISBN/ISSN 1907-0322
Author(s) Dewi, Azri Kusuma - Personal Name
Mugiono - Personal Name
Harsanti, Lilik - Personal Name
Subject(s) Padi
Radiasi gamma
Cisantana
Teknik mutasi
Mira-1
Bestari
Classification (05)546 Series Title Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi GMD Jurnal
Language Indonesia Publisher Badan Tenaga Nuklir Nasional, BATAN Publishing Year 2009
Publishing Place Jakarta Collation Hlm. 194-210 Abstract/Notes Pemuliaan tanaman padi perlu
terus dilakukan untuk mendapatkan varietas padi yang lebih ungul dari segi kuantitas dan
kualitas. Varietas Cisantana yang ujung gabahnya berbulu diperbaiki melalui pemuliaan
mutasi. Benih padi varietas Cisantana diradiasi dengan sinar gamma 60Co dengan dosis 0,10,
0,20 dan 0,30 kGy di Pusat Aplikasi Teknologi Isotosp dan Radiasi-BATAN, Jakarta. Setelah di
radiasi benih ditanam sebagai tanaman M1 di Kebun Percobaan PATIR Pasar Jumat pada
musim tanam MK 2000. Seleksi dilakukan pada generasi M2 di Pusaka negara, Subang dan
lebih ditekankan pada bentuk ujung gabah yang tidak berbulu dan berumur genjah. Dari
populasi tersebut telah diseleksi sebanyak 19 mutan tanaman yang berumur genjah dengan
sifat ujung gabah tidak berbulu. Pemurnian pada generasi berikutnya diperoleh 10 galur
mutan tanaman yang telah homogen dan tidak lagi bersegregasi. Ternyata pada pengujian
daya hasil dan pengujian adaptasi di beberapa lokasi galur mutan Obs-1688/PsJ dan Obs-
1692/PsJ mempunyai produksi tinggi dan daya adaptasi sangat baik di beberapa lokasi
pengujian. Pada pengujian terhadap ketahanan hama wereng coklat dan penyakit hawar daun
di rumah kaca, galur Obs-1688/PsJ dan Obs-1692/PsJ tahan terhadap wereng coklat biotipe 1
dan 2 dan agak tahan biotipe 3 serta tahan terhadap penyakit hawar daun strain III dan agak
tahan terhadap strain IV. Kedua galur tersebut mempunyai mutu dan kualitas beras baik
dengan rasa nasi pulen. Galur Obs-1688/PsJ dan Obs-1692/PsJ telah dilepas sebagai varietas
baru oleh Menteri Pertanian masing masing dengan nama Mira-1 pada tahun 2006 dan Bestari
pada tahun 2008.

Pemuliaan Tanaman Padi di PATIR

Upaya peningkatan produksi padi dapat dilakukan melalui perbaikan varietas dengan teknik
pemuliaan mutasi atau perakitan varitas unggul yang telah ada melalui persilangan dan
bioteknologi. Kegiatan penelitian tanaman padi sawah dengan teknik mutasi telah banyak
dilakukan, institusi BATAN sendiri telah berhasil menciptakan varietas baru melalui pemuliaan
dengan teknik mutasi ini. Contoh keberhasilan tersebut adalah dilepaskannya beberapa
varietas padi diantaranya adalah; Atomita 1, Atomita 2, Atomita 3, Atomita 4, Situgintung,
Cilosari, Woyla, Meraoke, Kahayan, Winongo, Diah Suci, Yuwono dan Mayang. Beberapa
varietas unggul tersebut telah dimanfaatkan dalam program persilangan padi. Pada penelitian
padi sawahuntuk mendapatkan galur-galur mutan yang homogen perlu dilakukan seleksi serta
pemurnian, dan untuk mendapatkan informasi mengenai sifat agronomi galur mutan daya hasil,
galur-galur tersebut perlu ditanam lagi sebagai tanaman obsevasi dan uji daya hasil.

Kegiatan tersebut dilaksanakan pada 2006 dengan bahan penelitian galur F2 dari persilangan
Diah Suci/Ar-10k, galur mutan M6 Gilirang dan galur mutan M8 Cimelati. Pemuliaan dengan
teknik mutasi ini dapat diterapkan juga untuk meningkatkan potensi  unggulan daerah dibidang
pertanian terutama dalam perbaikan varietas padi lokal. Hal ini senada dengan Undang-undang
No. 22 dan 25 Tahun 1999 mengenai otonomi daerah yang telah mulai diberlakukan sejak 1
Januari 2001. Ini berarti bahwa setiap daerah di Indonesia, dalam pengertian daerah terkecil
adalah Kabupaten, harus mampu mandiri. Oleh sebab itu setiap potensi unggulan daerah perlu
dikembangkan agar dapat memberikan sumbangan terhadap pendapatan asli daerah yang
nyata dan besar.

Didasari dari keberhasilan BATAN dalam melepaskan varietas-varietas padi baru, telah
mendorong Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan untuk memperbaiki varietas padi lokal
mereka yaitu Siam Datu, yang memiliki sifat yaitu berumur dalam, tanaman tinggi dan
produksi  rendah. Tinggi dan umur varietas padi sangat mungkin diubah dengan teknik
mutasi. Berdasarkan laporan Maluszynski dkk (1995), dari 322 varietas padi mutan yang
dilepas secara resmi, 128 varietas dilepas karena batangnya menjadi lebih pendek (semi
dwarfness), dabn 111 varietas karena umurnya menjadi lebih genjah. Oleh karena itu,
permintaan dari Pemda Kalimantan Selatan tersebut sangat mungkin diwujudkan oleh BATAN.
Kegiatan Uspen ini telah dimulai pada tahun 2005. Benih padi dari Kalimantan Selatan
diiradiasi pada dosis 0,2 dan 0,3 kGy dan ditanam di Kebun  Percobaan Pasar Jum’at.
Dalam perakitan varietas unggul nasional ada beberapa pendekatan yang lazim digunakan,
diantaranya pendekatan secara inbred lines, mutasi buatan, bioteknologi dan hibrida. Perakitan
varietas secara inbred lines dan secara mutasi buatan sudah banyak menghasilkan varietas
unggul dan telah ditanam di hampir semua areal pertanaman padi di dunia, secara bioteknologi
yang dikenal dengan varietas trans-genic belum begitu lazim sedangkan varietas unggul hibrida
lebih populer di daratan China dengan luas pertanaman pada tahun 1995 lebih dari 18 juta
hektar atau sekitar 58 % dari areal pertanaman padinya. Pada penelitian ini dilakukan perakitan
varietas melalui tiga pendekatan sekaligus, yaitu pendekatan secara inbred lines, mutasi
buatan dan hibrida. Ketiga pendekatan ini dilakukan secara simultan dan saling mendukung.

Selain peningkatan produksi padi, juga ditujukan untuk perbaikan kualitas seperti peningkatan
kandungan Fe, Zn dan menurunkan kandungan phytic acid yang merupakan anti  nutrisi bagi
tubuh. Dari berbagai penelitian yang dilakukan, penurunan phytic acid ini baru bisa dengan
menggunakan pemuliaan dengan teknik mutasi. Rendahnya kandungan phytic Acid dalam biji
padi, akan menyebabkan peningkatan penyerapan unsur-unsur essensial yang dibutuhkan
tubuh seperti Fe, Zn, dan vitamin-vitamin.

Pengembangan varietas unggul padi baru melalui kombinasi teknik


mutasi radiasi dan persilangan

Seperti yang kita ketahui  masalah utama yang dihadapi dunia pertanian Indonesia
terutama dalam produksi bahan pangan khususnya beras adalah semakin berkurangnya
lahan sawah subur.  Berkurangnya lahan ini antara lain dipergunakan untuk kawasan
pemukiman, industri, jalan dan sebangainya.  Jumlahnya dari terus meningkat dari
tahun ke tahun, tercatat lebih dari 50.000 hektar lahan mengalami alih fungsi menjadi
lahan non pertanian.  Disamping itu masalah lainya seperti kejadian alam, antara lain
banjir, kekeringan serta adanya serangan OPT ,menyebabkan produktivitas lahan dan
tanaman berkurang.

Untuk mengatsi berbagai permasalahan tersebut pemerintah telah melakukan berbagai


upaya antara lain dengan menciptakan lahan sawah baru dan varietas unggul baru.
Penggunaan varietas unggul baru merupakan cara yang diyakini handal dalam
mengatasi berbagai permaslahan dan meningkatkan produksi pangan.  Cara ini lebih
aman, ramah lingkungan, dan lebih murah biayanya.  Oleh karena itu usaha untuk
mendapatkan varietas baru harus dilakukan secara intensif sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penciptaan varietas baru dapat dilakukan dengan meningkatkan keragaman genetik


dengan cara persilangan antar spesies, introduksi genotip, kultur jaringan dan pemuliaan
mutasi dengan teknik iradiasi.

Iradiasi adalah salah satu teknik yang digunakan untuk menciptakan varietas
baru dengan penyinaran radiasi gamma pada biji tanaman yang  dikehendaki. 
Tujuanya adalah untuk memperoleh sifat-sifat baru yang lebih unggul dari
varietas induknya.  Sifat tersebut meliputi daya hasil, umur dan ketahanan
terhadap OPT.

Di Indonesia telah banyak dilepas varietas padi baru, namun kenyataan menunjukkan
bahwa varietas IR-64 merupakan varietas yang paling banyak disukai oleh petani.  Luas
pertanaman padi varietas IR-64 lebih dari 25% dari total arrea pertanaman padi sawah
di Indonesia.  Namun demikian akhir-akhir ini varietas IR-64 mulai menurun
popularitasnya karena adanya penyakit hawar daun yang lebih virulen sehingga dapat
menyerang varietas tersebut.

Meskipun demikian karena varietas IR-64 ini karena memiliki daya hasil tinggi, umur
genjah, rasa nasi enak dan kualitas gabah yang baik serta daya adaptasi yang luas
menyebabkan petani tetap menyukainya.  Keunggulan sifat tersebut perlu dipertahankan
dan diwariskan pada varietas lain.

Untuk mempertahankan kualitas varietas yang disukai petani, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi- BATAN melakukan teknik kombinasi
persilangan dan iradiasi pada varietas IR-36, IR-64 dan IR-74  dengan varietas padi
hasil mutasi iradiasi yang telah dihasilkan BATAN sebelumnya yaitu Atomita-1,
Atomita-2, Atomita-3, Atomita-4 dan Cilosari.  Pemanfaatan teknik tersebut telah
memperoleh galur-galur harapan baru yang mempunyai sifat unggul yang dikehendaki. 
Setelah melalui uji multilokasi untuk mengetahui tingkat keunggulanya, galur-galur
harapan tersebut kemudian dilepas sebagai varietas baru dengan nama Woyla, Merauke,
Kahayan, Winongo, Diah Suci, Yuwono, Mayang dan Mira-1.

Bagaimana sahabat-sahabat semua, ternyata sudah banyak sekali varietas unggul baru
padi sawah yang dihasilkan melalui teknis mutasi radiasi dan persilangan.  Anda bisa
mencoba membudidayakanya tentu dengan memperhatikan kondisi agroklimat dan
tipologi lahan yang tersedia ditempat saudara.   Jangan lupa lho…produktivitas tinggi
lho!

 
Latar Belakang
Indonesia merupakan pengimpor padi terbesar dunia (14% dari padi
yangdiperdagangkan di dunia) diikuti Bangladesh (4%), dan Brazil (3%). Produksi padi
Indonesia pada 2006 adalah 54 juta ton , kemudian tahun 2007 adalah 57 jutaton, meleset dari
target semula yang 60 juta ton. Dalam upaya peningkatan hasil panen, pemuliaan
tanaman menawarkan alternatif perbaikan genetik tanamansesuai sifat-sifat yang
diharapkan. Saat ini tersedia berbagai metode perbaikansifat tanaman mulai dari
konvensional sampai molekuler dengan didukungkomputerisasi. Keragaman merupakan hal
penting dalam pemuliaan karena dapatditemukan berbagai sumber gen untuk perbaikan suatu
sifat tanaman. Gen-gentersebut dapat ditransfer ke tanaman dengan cara konvensional maupun
rekayasagenetik.Penggunaan teknik mutasi pada pemuliaan tanaman di Indonesia
dilakukan secaraintensif mulai pada tahun 1972, yaitu setelah Batan memperoleh
proyek penelitianmutasi dari IAEA (Badan Atom Internasional). Riset pemuliaan
tanaman ini penting dalam menunjang pembangunan pertanian di Indonesia.
Disebutkan bahwa teknik pemuliaan mutasi yang menggunakan teknologi nuklir
merupakanalternatif bagi teknik pemuliaan tanaman secara konvensional, molekuler
dantransformasi dengan tujuan sama yaitu untuk memperbaiki penampilan
genetik tanaman. Penelitian pemuliaan mutasi di BATAN berjalan sukses, terutama
dengan telah dilepasnya varietas padi atomita,.....

Di sisi lain hama dan penyakit utama padi sawah irigasi di Indonesia antara lain
serangan Wereng Coklat  Nilaparvata lugens stal dan penyakit hama daun bakteri
Xanthomonas oryzae
bisa membuat petani gagal panen. Hal ini adalah kendala biologis utama dalam
meningkatkan produksi pertanian khususnya padi. Itulahsebabnya, pembentukan
varietas unggul padi sawah masih dimaksudkan untuk ketahanan terhadap hama wereng
coklat dan penyakitbakteri hawar daun,disamping sifat-sifat yang lain seperti produksi
tinggi, umur genjah, kualitas beras bagus, dan tekstur pulen.

Sehubungan dengan hal tersebut pemerintah pada tahun 1999 melepas


varietasCisantana yang mempunyai sifat tahan wereng cokelat biotipe 1, 2 dan agak
tahan biotipe 3, tahan penyakit hawar daun strain III, tekstur nasi pulen tetapi
kualitas berasnya masih kurang bagus. Di samping itu bulu yang ada pada ujung gabahdari
sebagian jumlah gabah pada malai menyebabkan varietas Cisantana tidak disenangi
petani. Untuk memperbaiki sifat-sifat tersebut Pusat Aplikasi TeknologiIsotop dan
Radiasi (PATIR) BATAN pada tahun 2000 telah melakukan perbaikanvarietas
Cisantana dengan teknik mutasi.Dari kegiatan penelitian tersebut diperoleh galur mutan Obs-
1688/PSJ. Setelahmelalui seleksi dan pemurnian, uji daya hasil dan uji ketahanan
terhadap hamawereng cokelat dan penyakit bakteri hawar daun ternyata galur mutan
Obs-1688/PSJ mempunyai sifat produksi tinggi,umur genjah, tahan hama werengcokelat
biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3, tahan penyakit bakteri hawar daunstrain III dan agak tahan
strain IV, dengan tekstur nasi pulen,mutu dan kualitas beras bagus. Selanjutnya galur
mutan Obs-1688/PSJ pada 6 Maret 2006 telahdilepas oleh Menteri Pertanian dengan
Surat Keputusan No.134/Kpts/SR.120/3/2006 dan diberi nama varietas Mira-1.

Sejarah Tanaman Padi


Padi termasuk genus Oryza L. yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar didaerah tropik
dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika danAustralia.Menurut Chevalier dan
Neguier padi berasal dari dua benua, Oryza fatua Koenig  dan Oryza sativa L. berasal dari
benua Asia, sedangkan jenis padi lainya yaitu Oryza stapfii Roschev dan Oryza
glaberima Steund 
berasal dari Afrika Barat.Padi yang ada sekarang ini merupakan persilangan antara
Oryza officinalis dan Oryza sativa f spontania. Di Indonesia pada mulanya tanaman
padi diusahakan didaerah tanah kering dengan sistem ladang, akhirnya orang berusaha
memantapkanhasil usahanya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya kurang.

 
Arti Penting dan Manfaat Padi Bagi Kehidupan Manusia
Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan
inimerupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meskipun padi
dapat digantikan oleh makanan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi orang
yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan makanan
yang lain. Padi adalah salah satu bahan makanan yangmengandung gizi dan penguat yang
cukup bagi tubuh manusia, sebab di dalamnyaterkandung bahan yang mudah diubah
menjadi energi. Oleh karena itu padidisebut juga makanan energi.Menurut Collin Clark
Papanek, nilai gizi yang diperlukan oleh setiap orangdewasa adalah 1.821 kalori yang
apabila disetarakan dengan beras maka setiaphari diperlukan beras sebanyak 0,88 kg. Beras
mengandung berbagai zat makananantara lain: karbohidrat, protein, lemak, serat kasar,
abu dan vitamin. Disampingitu beras mengandung beberapa unsur mineral antara lain:
kalsium, magnesium,sodium, fosphor dan lain sebagainya.

Asal Usul Padi Varietas Mira-1


Mira-1 hanya satu di antara 15 benih padi unggul produksi BATAN lainnyaseperti
Atomita (1,2,3,4), Meraoke, Woyla, Kahayan, Winongo, Diah Suci,Yuwono, Mayang,
Situgintung, Muria, Tengger, Meratus, Rajabasa dan Camar  juga dihasilkan dari proses
radiasi nuklir. Padi varietas Mira-1 adalah hasil seleksi pedigree dari penyinaran benih
varietas Cisantana dengan Gamma Co-60 dengandosis 0,20kGy, kegiatan laboratorium
dilakukan di PATIR-BATAN di Pasar Jumat pada tahun 2000. Benih M1 ditanam di
Pusakanagara Subang dan dipanen satu malai setiap tanaman.Semua tanaman M1
ditanam sebagai tanaman M2 masing-masing sebanyak 30tanaman setiap malai. Seleksi
pedigree terhadap tanaman M2 dilakukan dan diperoleh 15 galur yang mempunyai sifat
agronomi berbeda dengan varietas Cisantana yaitu ujung gabah tidak berbulu. Setelah
dilakukan pemurnian beberapagenerasi dan pengujian terhadap hama wereng cokelat
serta penyakit hawar daunserta pengujian daya hasil diperoleh galur mutan 1688/PSJ yang
mempunyai produksi tinggi, tahan hama wereng biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3 serta
tahanterhadap penyakit hawar daun strain III dan agak tahan strain IV, berumur
genjahdengan tekstur nasi pulen serta mutu dan kualitas beras bagus.
Kelebihan lain Mira-1 dibanding dengan padi konvesional adalah batangnya lebihkokoh, sehingga tidak
mudah rebah/rontok ketika terkena angin kencang. Padi temuan Prof. Dr. Mugiono, dkk ini merupakan
aplikasi teknik nuklir di bidang pertanian. Teknik nuklir yang digunakan dalam pemuliaan padi
adalah radiasi,dengan cara menyilangkan varietas nasional dengan varietas yang
mempunyaiaspek bagus. Radiasi mampu menembus biji tanaman sampai ke
lapisankromosom. Struktur dan jumlah pasangan kromosom pada biji tanaman
dapatdipengaruhi dengan sinar radiasi ini. Perubahan struktur akibat radiasi dapat berakibat
pada perubahan sifat tanaman dan keturunannya. Fenomena inidigunakan untuk memperbaiki
sifat tanaman agar diperoleh biji tanaman dengan keunggulan tertentu misalnya, tahan hama,
tahan kering dan cepat panen. Padi yang diradiasi bersifat aman sepenuhnya, tak ada unsur
radioaktif yang tertinggal.

Deskripsi Padi Varietas Mira-1 (berdasarkan SK No.134/Kpts/SR.120/3/2006) 


Nomor seleksi : Obs-1688/PSJ
Asal : Seleksi pedigree dari radiasi Cisanta dengansinar gamma dosis 0,2 kGy
Golongan : Cere
Umur tanaman : 115 ± 120 hari
Bentuk tanaman : Tegak
 Tinggi tanaman : 105 ± 110 cm
Anakan produktif : 15 ± 20
Warna kaki daun : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Permukaan daun : Kasar 
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak 
Warna batang : Hijau
Kerebahan : Tahan
Tipe malai : Intermediate
Leher malai : Terbuka
Kerontokan : Sedang
Bentuk gabah : Ramping
Warna gabah : Kuning
Rata-rata hasil : 6,29 ton / ha gabah kering giling
Potensi hasil : 9,20 ton / ha gabah kering giling
Bobot 1000 butir : 26 ± 27 gram
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 19,0 %
Kadar protein : 9,02 %
Ketahanan terhadap hama : Tahan wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3.
Keterangan terhadap penyakit : Tahan penyakit bakteri hawar daun strain III danagak tahan
strain IV
Keterangan : Cocok ditanam pada lahan sawah dengan tinggi0 ± 700 m dpl
Pemulia : Mugiono, Hambali, Sutisna, Lilik Harsanti danYulidar
Instansi pengusul : Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi –BATAN

Keunggulan Padi Varietas Mira-1


Berdasarkan hasil uji daya multilokasi di 28 lokasi, uji ketahanan terhadap hamawereng
cokelat dan penyakit bakteri hawar daun serta analisis mutu dan kualitas beras, varietas
Mira-1 mempunyai keunggulan sebagai berikut:
Rata-rata produksi 6,29 ton/ha GKG (Gabah Kering Giling), dengan potensi produksi
mencapai 9,2 ton/ha GKG.
Umur 115-120 hari.
Berat 1000 butir 26-27 gram.
Tahan terhadap hama wereng cokelat biotipe 2 dan agak biotipe 3.
Tahan terhadap penyakit bakteri hawar daun strain III dan agak tahan strain IV.
Kadar amilosa rendah 19% dan kadar protein tinggi yaitu 9,02%.
Mutu dan kualitas beras bagus, beras panjang dan kristal tanpa butir mengapur.
Tekstur nasi pulen.
Rendemen giling tinggi yaitu 73,75%, sedangkan varietas IR-64 72,89%
danCisantana 65,19%.
Persentase beras kepala tinggi yaitu 87,67%, sedangkan IR-64 80,84% danCisantana
77,97%.
Selain sekadar menghasilkan produksi benih unggul, BATAN juga mencoba mengolah padi
lokal untuk ditingkatkan kemampuan tanamnya. Salah satunya padi Pandanwangi dari
Cianjur yang berkat teknik radiasi mampu ditanam bukan saja di atas ketinggian 700
meter dpl, melainkan di area yang lebih rendah juga. Namun demikian, selain
menggunakan bibit unggul, diharapkan juga ada keserempakan petani saat melakukan
penanaman. Juga tidak perlu memakai insektisida secara berlebihan, serta lebih baik
menggunakan pupuk organik.
Judul : Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap mutasi klorofil dan variasi genetik ketahanan
penyakit blas pada padi gogo.
Pengarang : Mugiono
Sumber : Zuriat : jurnal pemuliaan Indonesia
Penerbit : Bandung, Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia, id
Kode Panggil : 631.5305 Zur
Tahun Terbit Artikel: 1996
Volume : 7No : 1
Halaman : 16-21
Kata Kunci : Rice;Gamma rays;Blights;Irradiation;Genetic variation;Mutations
Sari : Benih padi gogo kultivar Danau Tempe dan galur B-3268-Tb diiradias sinar gamma dari
60Co dengan dosis 0.10; 0.15; 0.20 dan 0.25 kGy. jumlah benih yang diiradiasi sebanyak 1000
butir setiap dosis dengan kadar air 12.5 persen. Tanaman M1 ditanam di Pasar Jumat pada
musim tanam MK 1993. Setiap tanaman M1 dipanen satu malai dan ditanam di Kebun
Percobaan Tamanboga, Lampung sebagai tanaman M2 dan jumlah mutasi khlorofil dihitung
inokulasi penyakit blas Pyricularia oryzae Cav dilakukan secara alami. Gejala serangan
penyakit blas daun dan blas leher malai diamati pada umur 60 hari dan 110 hari setelah
tumbuh. Variasi dan koefisien variasi genetik tanaman M2 yang tahan penyakit blas dan nilai
heritabilitas ketahanannya dihitung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma
dengan dosis 0.10-0.25 kGy dapat meningkatkan mutasi khlorifil dan variasi genetik ketahanan
terhadap penyakit blas.

Plus Minus Cobalt-60


03 Dec 2009

Sinar gamma yang digunakan dalam proses sterilisasi jaringan biologi seperti bone graft
merupakan radiasi elektromagnetik berenergi tinggi, tidak bermuatan, dan tidak
bermassa.

Menurut peneliti jaringan tulang dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Mi--.nl
Abbas, radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang sangat pendek itu
dipancarkan oleh inti atom tidak stabil yang bersifat radioaktif, yaitu Cobalt-60.

Pada 1735, seorang ilmuwan Swedia, George Brandt, menunjukkan bahwa warna biru
pada kaca berwarna disebabkan adanya unsur baru bernama cobalt. Sedangkan
radioaktif Cobalt-60 ditemukan oleh Glenn T Seaborg dan Fohn livingood dari
University of California Berkeley pada akhir 1930-an.

Cobalt-60 digunakan dalam berbagai aplikasi di bidang kesehatan, pertanian, maupun


pangan. Hal itu dimungkinkan karena Cobalt-60 dapat memancarkan sinar gamma yang
mampu membunuh virus, bakteri, dan mikroorganisme patogen lainnya tanpa merusak
produk.

Misalnya, di bidang kesehatan, Cobalt-60 digunakan untuk mengiradiasi sel kanker.


Dengan dosis radiasi tertentu yang terkendali, maka sel kanker akan terbunuh,
sedangkan sel normal tidak akan terpengaruh dan akan bertahan terhadap radiasi.

Selain mendatangkan manfaat, aplikasi Cobalt-60 juga kerap menimbulkan efek


negatif. Misalnya, orang yang mengoperasikannya berisiko terkontaminasi. Selain itu,
masyarakat yang tinggal di sekitar pembangkit listrik tenaga nuklir juga sangat rentan
terkontaminasi zat-zat radioaktif apabila ada kebocoran atau tumpahan ketika reaksi
nuklir berlangsung.

Meskipun jarang terjadi, Cobalt-60 bisa saja bercampur dengan makanan atau air
sehingga ikut masuk ke dalam tubuh manusia. Tidak hanya itu, Cobalt-60 yang
bercampur dengan debu bisa pula terhirup dan menyusup ke tubuh manusia sehingga
menyebabkan kanker.

Oleh karena itu, untuk mengurangi risiko terkena dampak negatif dari penggunaan
Cobalt-60, bagi orang-orang yang pekerjaannya bersinggungan dengan radiasi Cobalt
disarankan untuk melakukan cek kesehatan secara rutin. Beberapa tes laboratorium
dapat mengukur jumlah Cobalt-60 dalam air seni, bahkan pada tingkat yang sangat
rendah.

Saat ini juga ditemukan sebuah teknik whole-body counting yang dapat mendeteksi
sinar gamrrfa yang dipancarkan Cobalt-60 dalam rubuh. Bahkan, ada pula alat-alat
ponabel yang dapat langsung mengukur Cobalt-60 pada kulit atau rambut. awm/L-2

Entitas terkaitRingkasan Artikel Ini

Menurut peneliti jaringan tulang dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Mi--.nl Abbas,
radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang sangat pendek itu dipancarkan oleh inti
atom tidak stabil yang bersifat radioaktif, yaitu Cobalt-60. Oleh karena itu, untuk mengurangi
risiko terkena dampak negatif dari penggunaan Cobalt-60, bagi orang-orang yang
pekerjaannya bersinggungan dengan radiasi Cobalt disarankan untuk melakukan cek
kesehatan secara rutin. Saat ini juga ditemukan sebuah teknik whole-body counting yang
dapat mendeteksi sinar gamrrfa yang dipancarkan Cobalt-60 dalam rubuh.

HUBUNGAN DOSIS RESPON ABERASI KROMOSOM


YANG DIINDUKSI RADIASI GAMMA Co-60
Yanti Lusiyanti,Zubaidah Alatas dan Iwiq Indrawati
Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi

ABSTRAK

Aberasi kromosom merupakan biomarker untuk memprediksi tingkat kerusakan sel


akibat pajanan radiasi pada tubuh. Aberasi kromosom bentuk disentrik merupakan
aberasi kromosom spesifik akibat radiasi pengion. Kurva dosis respon aberasi
kromosom menggambarkan hubungan antara frekuensi aberasi kromosom dengan dosis
serap yang diterima tubuh. Untuk mengetahui korelasi antara aberasi kromosom
disentrik dengan dosis radiasi, telah dilakukan iradiasi secara in vitro pada sel limfosit
darah perifer menggunakan sinar γ dengan laju dosis 100 cGy/menit pada kisaran dosis
0 (kontrol); 1,0; 2,0; 3,0 dan 4,0 Gy menggunakan pesawat teleterapi Co-60 di RSCM.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi kromosom disentrik meningkat sebagai
fungsi dosis. Hasil analisis kurva respon-dosis diperoleh dengan model  Y= a + αD +
βD2, dimana Y adalah jumlah disentrik,  a = disentrik akibat radiasi latar, D = dosis, α
adalah koefisien korelasi linear  untuk  aberasi  yang diinduksi oleh radiasi jejak tunggal
(single track) dan β koefisien kuadrat dosis untuk aberasi yang diproduksi oleh radiasi
jejak ganda. Diperoleh nilai koefisien linier α = 1,4.10-4, β = 4,5. 10-4  dan koefisien
korelasi sebesar 0,97. Hubungan dosis respon aberasi kromosom disentrik yang
diinduksi radiasi gamma Y= 0,3.10-4 + 1,4.10-4D + 4,5.10-4 D2. Hubungan  dosis respon
ini dapat digunakan sebagai data awal untuk memperoleh kurva standar untuk
dosimeter biologi

Kata kunci : Aberasi kromosom, disentrik, radiasi gamma, hubungan dosis respon

ABSTRACT

DOSE RESPON RELATIONSHIP OF CHROMOSOME ABBERATIONS


INDUCED BY GAMMA RAYS FROM Co-60. Chromosome aberrations is a
biomarker used to predict level of cell damage induced by ionizing radiation.The
structural alteration of chromosome (chromosomal aberration) dicentric is spesific
indicator due to ionizing radiation. Respons dose curve of chromosome aberrations
describes a relationship between the absorbed dose and frequency of chromosome
aberrations. this research had been conducted to obtain the correlation between
chromosome aberrations and dose. The lymphocyte of peripheral blood cell were
exposed in vitro with  gamma rays at a dose rate of 100 cGy/hour with variant doses of
0 (control);1,0;2,0;3,0 and 4,0 Gy using teleteraphy Co-60 at RSCM. The result
indicated that frequency of dicentrics/cell increased proportionally with doses.The
analysis of  relationship dicentric respon dose obtained from model Y= a + αD + βD2;
with Y  frequecy of dicentric, a = background of dicentric, α = coefficient correlation of
aberration produced by single track and β is coefficient correlation of aberrations
produced by double tracks. It was found that  coefficient α and β were α 1.4.10-4 and β
4.5.10-4 respectively and the correlation coefficient was 0.97. Dose respon relationship
of dicentric chromosome aberrations induced by gamma rays is Y = 0.3.10-4 + 1.4.10-
4
 D + 4.5.10-4D2. This dose respons relationship can be used  as data base to establishe a
standard curve for biological dosimetry

Key words : Chromosome aberrations, dicentric, gamma irradiations,dose respon


relationship

PENDAHULUAN

Interaksi berkas radiasi dengan tubuh  akan menghasilkan suatu distribusi dosis dalam
tubuh yang sangat sulit diukur secara langsung, sehingga penyerapan langsung pada
tubuh akan terlihat melalui efek-efek biologis. Penggunaan analisis aberasi kromosom
pada tubuh untuk mendeteksi adanya penyerapan radiasi melalui pemeriksaan limfosit
perifer pertama kali diperkenalkan oleh Bender and Gooch  pada tahun 1962.
Pada umumnya analisis kromosom telah dilakukan terhadap pekerja pada saat terkena
pajanan radiasi dari kecelakaan tunggal yang tidak menggunakan dosimeter perorangan.
Metode ini juga digunakan pada rekonstruksi pada populasi yang terpajan dalam skala
besar, seperti observasi berbagai populasi  pada korban selamat dari Hirosima dan
Nagasaki, pekerja pembersihan di Chernobyl, atau masyarakat yang terkena pajanan
pada kecelakaan patahnya sumber 137Cs di Goiânia, Brazil l,2.

Kerusakan pada tingkat sitogenetik yang diinduksi oleh radiasi berupa  perubahan
struktur pada kromosom yang dapat bersifat tak stabil dan stabil. Aberasi kromosom
yang bersifat tak stabil contohnya disentrik (kromosom dengan dua sentromer), cincin
(kromosom bentuk cincin) dan fragmen asentris (kromosom tanpa sentromer).
Kromosom ini bersifat tak stabil karena sel yang mengandung kromosom ini akan mati
pada saat pembelahan sel, sehingga tidak diturunkan pada sel anak. Kromosom yang
bersifat stabil contohnya translokasi yaitu kromosom yang mengalami perpindahan
bagian kromosom antar dua kromosom atau antar kromosom yang sama. Sel dengan
kromosom translokasi ini tidak mengalami kematian ketika melakukan pembelahan sel
sehingga dapat diturunkan pada sel anak 3,4,5.

Kromosom disentrik merupakan aberasi kromosom yang spesifik akibat pajanan radiasi
seperti sinar gamma dan untuk terjadinya aberasi kromosom disentrik diperlukan dua
patahan yang dihasilkan oleh jejak  ionisasi tunggal atau interaksi dua jejak  ionisasi
yang terpisah. Aberasi ini dapat segera diamati dan dihitung dalam preparat limfosit
perifer manusia yang dipapari secara in-vitro maupun in-vivo. Kisaran dosis radiasi
pengion yang dapat menginduksi aberasi kromosom adalah 25 cGy - 800cGy (sinar X
dan sinar gamma). Keboleh jadian terbentuknya kromosom disentrik sekitar 2,22 ± 0,94
x 10-4/cGy dan frekuensi kromosom cincin < 10 % dari disentrik 4,5,6.

Kerusakan struktur kromosom atau aberasi kromosom dapat dilihat pada sel darah
limfosit yang merupakan sel tubuh yang paling sensitif terhadap radiasi. Semakin
banyak aberasi kromosom yang terbentuk menunjukkan semakin besar dosis radiasi
yang diterima. Frekuensi aberasi kromosom yang tersimpan dalam sel lmfosit ini
digunakan sebagai dosimeter biologi yang dianggap sebagai metode yang berperan
penting untuk keperluan proteksi radiasi para pekerja radiasi bila terpajan radiasi secara
berlebihan, disamping dosimeter fisik  seperti TLD, film badge dan lainnya.

Untuk pembuatan kurva kalibrasi frekuensi disentrik terhadap dosis dilakukan  dengan
mengiradiasi limfosit yang distimulasi dan dibiakkan secara in vitro. Pada umumnya
untuk radiasi dengan Linear Energy Transfer (LET) rendah menggunakan  hubungan
respon dosis linear quadratik. Pada dosis di atas 8 Gy atau setara dengan hasil  5
disentrik/sel kejenuhandari kurva akan muncul. Untuk radiasi LET tinggi , hubungan
respon dosis untuk disentrik akan linear. Radiasi LET tinggi akan efiisien
mengakibatkan disentrik dibanding LET rendah, contohnya sinar X lebih efisien dari
pada sinar γ l.

Frekuensi terjadinya aberasi kromosom khususnya jenis disentrik akibat pajanan radiasi
sangat bervariasi, antara lain bergantung pada LET, laju dosis, dosis dan energi. Dengan
mengetahui frekuensi disentrik sebagai fungsi dosis suatu jenis radiasi maka dapat
dibuat kurva baku untuk jenis radiasi tersebut 3. Pada makalah ini akan dilaporkan
hubungan respon aberasi kromosom yang diinduksi oleh radiasi gamma Co-60
Diharapkan  data ini dapat digunakan sebagai data awal untuk memperoleh kurva baku
yang digunakan sebagai dosimeter biologi untuk keperluan proteksi radiasi para pekerja
radiasi

TATA KERJA

II.1. Iradiasi sampel darah

Iradiasi dilakukan dengan menggunakan sinar gamma dari Co-60 di Bagian Radioterapi
RSCM. Sebelum pesawat digunakan untuk menyinari sampel darah, terlebih dahulu
dilakukan pengukuran dosis serap radiasi sinar gamma Co-60 dengan menggunakan
detektor kamar pengion 0,6 cc tipe NE 2581 yang dirangkaikan dengan elektrometer
Farmer tipe 2570A. Detektor diletakkan di dalam fantom air berukuran 30 cm x 30 cm
x 30 cm di kedalaman 5 cm dengan jarak sumber radiasi ke permukaan fantom 80 cm
dan luas lapangan radiasi 10 cm x 10 cm, pada kedalaman 5 cm air. Keluaran berkas
sinar gamma dihitung dengan persamaan yang terdapat dalam Technical Reports Series
No 277 7. Dengan menggunakan kondisi pengukuran yang sama seperti saat pengukuran
pengeluaran berkas sinar gamma, sebanyak 5 ml sampel darah manusia dalam tabung
sentrifus diirradiasi dengan variasi dosis 1,0; 2,0; 3,0; dan 4,0 Gy  pada laju dosis 100c
Gy/menit. Untuk setiap dosis, iradiasi dilakukan sebanyak 3 kali.

II.2. Pembiakan darah

Sebanyak 1 ml darah yang telah diirradiasi dibiakkan dalam media pertumbuhan yang
diperkaya dengan RPMI-1640, fetal bovine serum, PHA dan  penisilin streptomycin.
Botol biakan ditutup rapat dan disimpan dalam inkubator 37º C  selama 53 jam. Pada 3
jam sebelum panen, ditambahkan kolhisin untuk menghentikan proses pembelahan agar
sel berada pada tahap metafase.

II.3. Pemanenan darah

Darah yang telah dibiakkan, disentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit.
Supernatan dibuang dan endapan darah diaduk dengan pipet pasteur dan ditambah
dengan larutan KCL lalu disimpan di waterbath  selama 20 menit. Pada biakan
ditambahkan 8 tetes larutan carnoy , dikocok dan didiamkan selama 10 menit.
Selanjutnya  biakan tersebut disentrifuse kembali dengan kecepatan yang sama,
supernatan dibuang dan pada endapan ditambahkan kembali larutan carnoy. Tahapan ini
diulang beberapa kali sampai diperoleh limfosit yang berwarna putih.

II.4. Pembuatan preparat dan pengamatan

Endapan limfosit diteteskan di atas gelas objek pada tiga tempat berbeda. Setelah kering, preparat diwarnai de
ditutup dengan gelas penutup, dan dilakukan pengamatan terhadap jenis  aberasi kromosom yang ada dengan
1000 x.

 
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan aberasi kromosom disentrik dilakukan  pada saat sel berada pada tahap metafase pada siklus pem
Menurut prosedur standar dari IAEA, untuk dosis > 1 Gy diperlukan  minimal 200 sel, sedangkan untuk dosis
diperlukan minimal sekitar 1000 sel 4. Data aberasi kromosom pada sel darah limfosit perifer manusia dapat d
dan telah menjadi “gold standard” untuk kepentingan proteksi radiasi sebagai pendukung untuk dosimeter fis
ini, sangat perlu diketahui terlebih dahulu  hubungan antara frekuensi aberasi kromosom dan dosis secara in v
dengan kisaran laju dosis yang berbeda.

Pada penelitian ini aberasi kromosom disentrik pada sel limfosit perifer yang diinduksi radiasi sinar gamma C
Hasil penelitian  menunjukkan bahwa frekuensi aberasi kromosom disentrik  meningkat sesuai dengan bertam
frekuensi disentrik/sel metafase adalah 0,0017, sedang untuk dosis 4 Gy frekuensinya meningkat menjadi 0,0
kurva respon dosis untuk pengamatan kromosom disentrik sebagai fungsi dosis radiasi.

Tabel 1. Data aberasi kromosom disentrik pada sel limfosit yang diiradiasi
dengan sinar gamma Co-60  pada laju dosis 100 cGy/menit

Dosis (Gy) Jumlah sel Kromosom Kromosom


Disentrik Disentrik/sel
0 1800 0 0
1 3465 60 0,0173 ± 0,002
2 1500 31 0,0206 ±  0.003
3 1496 69 0,0461± 0,005
4 1091 92 0, 0843 ± 0,008

Bentuk dari kurva dosis respon salah satunya dipengaruhi oleh kualitas radiasi yang
diindikasikan oleh nilai LET. Dengan meningkatnya LET, terdapat probablitas lebih
besar dua kerusakan dalam target akan diinduksi  oleh dua kejadian ionisasi sepanjang
jejak yang sama, menghasilkan dua konsekuensi. Kurva dosis respon akan linear pada
LET diatas sekitar 20 kev/μm 4. Dengan demikian, kurva dosis respon untuk LET
rendah tidak akan linear dan cocok atau sesuai dengan model Linear Quadratik (LQ)
Y= a + αD + βD2, dimana Y adalah jumlah disentrik, a adalah disentrik akibat radiasi
latar, D adalah dosis, α adalah koefisien korelasi linear  untuk  aberasi  yang diinduksi
oleh radiasi jejak tunggal (single track) dan β koefisien kuadrat dosis untuk aberasi
yang diproduksi oleh radiasi jejak ganda 3,4,8.

Dari hasil analisis data yang diperoleh  dari persamaan Linear Quadratik didapatkan
nilai a adalah 0,003 ± 0,006 , nilai koefisien α adalah 0,001 ± 0,007 dan nilai koefisien
β 0,004 ± 0,001. Dengan demikian diperoleh persamaan untuk hubungan dosis respon
aberasi kromosom disentrik yang diinduksi radiasi gamma adalah Y = 0,003  + 0,001 D
+ 0,004D2 dengan nilai koefisien korelasi r = 0,97(Gambar 1). Pada penelitian ini, nilai
koefisien α lebih kecil dari koefisien β menunjukkan bahwa disentrik yang terbentuk 
akibat jejak radiasi ganda lebih banyak dibanding  jejak radiasi tunggal dan sesuai
dengan teori tersebut.

Hayata mengatakan bahwa pembentukan aberasi disentrik, memerlukan 2 patahan yang


dapat disebabkan oleh satu atau dua jejak Kemungkinan terjadinya 2 patahan atau lebih
oleh lintasan tunggal sangat rendah pada LET rendah seperti sinar X atau gamma l.
Namun semakin bertambah besar dosis semakin banyak pula frekuensi  disentrik karena
jumlah jejak ganda semakin  bertambah.

Gambar 1. Hubungan respon aberasi kromosom disentrik versus dosis sinar gamma C0-
60 pada   laju dosis 100 cGy/menit.

Sinar X dan sinar gamma mempunyai LET rendah artinya frekuensi ionisasinya rendah
untuk setiap unit jarak jejak atau lintasan. Oleh karena itu, probabilitas dua ionisasi oleh
jejak tunggal  yang terjadi pada sel sebagai target akan rendah. Paling tidak dibutuhkan
dua ionisasi untuk menghasilkan kerusakan pada 2 kromosom yang akhirnya akan
bergabung dan membentuk sebuah kromosom disentrik. Probabilitas jauh lebih tinggi
bila 2 kerusakan ditimbulkan oleh ionisasi dari dua jejak yang diperoleh. Dengan
demikian frekuensi disentrik yang disebabkan oleh jejak tunggal akan setara dengan
fungsi linear dosis, sedangkan disentrik akibat 2 jejak mempunyai track yang
proporsional dengan kuadrat dosis. Namun demikian sebagai radiasi dengan LET
rendah  Sinar X dan gamma mempunyai kemampuan menginduksi kerusakan yang
relatif tidak sama. Pada saat radiasi bersifat gelombang elektromagnetik ini berinteraksi
dengan sebuah atom, maka keduanya akan melepaskan elektron sekunder. Radiasi
gamma dari Co-60 dengan energi 1,1 MV mempunyai nilai LET lebih rendah yaitu 0,2
kev/μm  dari sinar X 250 kVp yaitu 2 kev/μm, dengan demikian efektivitas sinar
gamma dalam merusak materi biologi menjadi lebih rendah, sampai sekitar 10% [3,4].
Hal ini terlihat pada perbedaan nilai koefisien (α ) dan ( β ) untuk  sinar gamma dan
sinar X pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai koefisien linier (α ) dan kuadratik ( β ) dari  radiasi
sinar X

           

Jenis radiasi Laju dosis Rentang α x 10-4  β x 10-4 Peneliti


dosis(cGy)
Sinar Gamma 100        
Co-60 (cGy/menit)
      100-400 1,4  4,5 Yanti dkk
Sinar X 200 -   7,5 0,07 Sasaki  [10]
kVp
       20-400
Sinar  X 100 50-800 4,7 0,06 Llyod
250 kVp (cGy/menit) [11]

Faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut, selain faktor fisik dan biologis, juga
perbedaan antar laboratorium. Faktor fisik yang berpengaruh pada induksi pembentukan
disentrik adalah LET, laju dosis dan dosis sedangkan faktor biologi diantaranya adalah
kinetika sel limfosit, variasi media kultur dan sensitivitas sel 3.

Dengan adanya perbedaan ini, maka sangat diperlukan setiap laboratorium membuat
kurva dosis respon aberasi kromosom yang diinduksi oleh berbagai jenis radiasi untuk
dapat digunakan sebagai kurva acuan dalam memprediksi dosis radiasi yang di terima
seseorang akibat paparan radiasi berlebih.

KESIMPULAN

Hubungan dosis respon aberasi kromosom yang diinduksi radiasi gamma Co-60 yang
dianalisis statistik dengan model linear kuadratik adalah Y = 0,3.10-4 + 1,4.10-4D +
4,5.10-4D2 , dengan nilai a adalah 0,3.10-4, koefisien α adalah1,4.10-4  koefisien β  adalah
4,5.10-4  dengan nilai koefisien korelasi r adalah 0,97. Data kurva respon  dosis ini dapat
digunakan sebagai data awal untuk pembuatan atau memperoleh kurva standar yang
dapat diaplikasikan sebagai dosimeter biologi

Daftar Pustaka
1. JACOB.P; BAILEFT.I; BAUCHINGER.M; HASKEL.E and WIESER.A, Restrospectife
Assessment Of Exposure to Ionizing Radiation. International  Commision on radiation
Unit and Measurement. INC. June 2000.
2. EDWARD, A.A., The use of chromosomal aberrations in human lymphocytes for
biological dosimetry, Radiation Research 148 (1977) 538-544.
3. HALL, E. J., Radiobiology for  Radiobiologist, Fourth Edition, J.B. Lippincot Company,
Philadelphia, Baltimore , New York, London (1993).
4. IAEA, “Cytogenetic Analysis for Radiation Dose Assesment” (A Manual Series No. 405),
IAEA, Vienna (2001).
5. UNSCEAR REPORT, “Sources and Effects of Ionizing Radiation” (Vol.II), United Nations,
New York, (2000).
6. LLOYD,D.D.C., PYRROTT,R.J & REEDER,G.J. TheIncidence of   unstable chromosome
abberrations in pheripheral blood lymphocytes from unirradiated and occupationally
exposed people, Mutations Research 72 (1997)523-532.
7. IAEA, “Absorbed Dose Determination  in Photon and Electron Beams an International
Code of Particle” (Technical Reports Series. 277 2nd  ed), IAEA, Vienna, (1987).
8. BUSHONG., C.S. Radiologic Science for Technologist, Fourth Edition. C.V Mosby
Company Toronto, (1988).
9. HAYATA, I. Advanced Cytogenetical Techniques Necessary for the Study of Low Dose
Exposure in High Levels of Natural Radiation 1996 : Radiation   Dose and Health Effects
Laxia Wei Tsusomu Sugahara and Zupan Tao, Editors,  Elsevier (1997).
10. SASAKI, M.S., Biological Aspects of Radiaton Protection, edited by T.    SUGAHARA and
O..HUG Berlin Springer 1971.
11. LLOYD, D.C., PURROTT,R.J, DOLPHIN, G.W., BOLTON, D.,  EDWARDS. A.A and CORP,
M.J.  The relationship between chromosome aberrations  and low LET radiation dose
to human lymphocytes, International Journal of Radiation Biology 28  (1) ( 1975) 75-
90.

Last Modified : 16 January 2008. 02:46:22

Efek dan Akibat dari Pencemaran Benda Radioaktif / Radio Aktif -


Sinar Alpha, Beta dan Gamma Pembelahan Inti Atom - Ilmu Kimia
Sun, 08/10/2006 - 12:05am — godam64

Pengertian atau arti definisi pencemaran radioaktif / radio aktif adalah suatu
pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh debu radioaktif akibat terjadinya ledakan
reaktor-reaktor atom serta bom atom. Yang paling berbahaya dari pencemaran radio
aktif seperti nuklir adalah radiasi sinar alpha, beta dan gamma yang sangat
membahayakan makhluk hidup di sekitarnya. Selain itu partikel-partikel neutron yang
dihasilkan juga berbahaya. Zat radioaktif pencemar lingkungan yang biasa ditemukan
adalah 90SR penyebab kanker tulang dan 131J.

Apabila ada makhluk hidup yang terkena radiasi atom nuklir yang berbahaya biasanya
akan terjadi mutasi gen karena terjadi perubahan struktur zat serta pola reaksi kimia
yang merusak sel-sel tubuh makhluk hidup baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan atau
binatang.

Efek serta Akibat yang ditimbulkan oleh radiasi zat radioaktif pada umat manusia
seperti berikut di bawah ini :
1. Pusing-pusing
2. Nafsu makan berkurang atau hilang
3. Terjadi diare
4. Badan panas atau demam
5. Berat badan turun
6. Kanker darah atau leukimia
7. Meningkatnya denyut jantung atau nadi
8. Daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang penyakit akibat sel darah
putih yang jumlahnya berkurang

Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap keragaman genetic sorgum


manis (sorghum bicolor L.)

Surya, Muhammad Imam (2007) Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap keragaman genetic
sorgum manis (sorghum bicolor L.). UNSPECIFIED thesis, UNSPECIFIED.

Full text not available from this repository.


Official URL: http://digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail....

Abstract

Sweet sorghum is a kind of sorghum that contains high content of sugar in its stem. Sweet sorghum
has a big potential to be developed in Indonesia owing to its wide adaptation and the fact that it can
be used as raw material for liquid sugar, syrup, ethanol, and also as animal feed. Sweet sorghum
has not been developed in Indonesia because of lack of a sweet sorghum variety. Improvement of
available sweet sorghum genotype can be done among others through plant breeding program. First
step on the plant breeding program is to increase the plant genetic variability. This might be done by
introduction of varieties or by breeding to create new varieties. Induced mutation using Gamma
irradiation can be used to increase the genetic variability of sweet sorghum. Mutation breeding using
Gamma irradiation in sweet sorghum was aimed at improving the yield and quality of sweet
sorghum. This research was conducted to study the effect of Gamma irradiation on sweet sorghum
growth in the M1 generation, and to estimate the optimal dose range suitably for the breeding
program. Beside, the objective of this research was to evaluate the genetic variability for the purpose
of plant selection in the M2 generation. Plant materials consisted of 2 sweet sorghum lines
introduced from ICRISAT namely line No. 79 and No. 83. Non-saccharin sorghum of local variety
Fiigari was used as a control. The doses of Gamma irradiation treatment were 0, 100, 200, 300, 400,
500, 600, 700, 800, 900, and 1000 Gy. The Ml plants were sown in greenhouse at PATIR-BATAN
Jakarta, and then were transplanted in the experimental field at Balitbiogen, Bogor. The M2 plants
were grown in the experimental field at Lubang Buaya, Jakarta. Important agronomic traits such as
plant height, spike length, stem diameter, and grain weight/spike were observed. The results
indicated that sorghum lines gave different response to Gamma irradiation, and all measured
variables were significantly affected. Irradiation gave morphology and physiology damages on
sorghum like abnormality, sterility, and lethality in the Ml generation. The increase of irradiation
doses increased physiological damage. Effective doses of Gamma irradiation for sweet sorghum
was to be around 400-500 Gy, and the lethal doses 50% of sweet sorghum was around 800-1000
Gy. Putative mutation sometimes could be observed in the M2 generation. The treatment of Gamma
increased genetic variability of plant height, spike length, stem diameter, and grain weight/spike. The
highest genetic variability was found in the dose treatment of 200-300 Gy. Within this interval dose,
there might be high probability to find desirable mutants for further breeding purpose. A number of 38
plants had been selected from the M2 population as putative mutants.

Item Type: Thesis (UNSPECIFIED)

Uncontrolled Keywords: gamma irradiation; genetic variation; sweet sorghum (sorghum bicolor L.)
Subjects: UNSPECIFIED

Divisions: UNSPECIFIED

Depositing User: Unnamed user with email admin@ui.ac.id

Date Deposited: 23 May 2011 10:52

Last Modified: 23 May 2011 10:52

URI: http://eprints.lib.ui.ac.id/id/eprint/1817

The influence of 60Co gamma irradiation for downy mildew infection on corn. Pengaruh iradiasi sinar gamma (60Co) pada tanaman
jagung terhadap serangan penyakit bulai (S. maydis)

Muryono, H.
1975-01-01

Corn seeds of Genjah kertas variety were irradiated with 60Co gamma in the range of 0 rad - 40.000 rads, at interval of 2000 rads, as preliminary
investigation to obtain possibilities of corn mutation. Several agronomical effects of radiation on the seedling-plant such as seed germination, height
of the seedling, ages of flowering, ages of harvesting, length and circle of the cob, 100U dry seeds weight, number and diameter of stomata, and
percentage of downy mildew infection have been observed. The exact conclusion can be obtained only after testing the results of M2 and M3.
(author) International Nuclear Information System (INIS)
Shoot regeneration of callus culture from irradiated sheed of piper nigrum L by gamma rays. Diferensiasi kalus, lada (piper nigrum L)
dari biji yang disinari dengan sinar gamma

Ishak; Hutabarat, D.
1988-01-01

Shoot regeneration was obtained from callus that induced by irradiated seed with 25 and 50 Gy of gamma-rays and then on M.S. medium
containing NAA 1 ppm and 2-ip 0.5 ppm. Irradiated seed with a dose of 25 Gy produced normal root and failed to produce shoot, but rice callus.
Irradiated seed with a dose of 50 Gy pruduce callus only. Shoot differentiation occured after the callus were cultured on M.S., medium containing 2-
ip 1 ppm and Kinetin 2.5 ppm. (authors). 9 refs, 3 figs International Nuclear Information System (INIS)
9
The effects of gamma irradiation on medicinal plants and spices (2): Piper cubeba, piper nigrum, piper retrofractum, amomum
cardamomum, and myristica fragrans. Pengaruh sinar gamma pada simplisia tanaman obat dan rempah-rempah (2): Piper cubeba, piper
ningrum, piper retrofractum, amomum cardamomum, and myristica fragrans

Chosdu, Rahayu; Hilmy, Nazly; Bagiawati, S.; Sudiro, S.


1983-01-01

Effects of gamma irradiation on essential oils of five medicinal plants i.e. dried seeds of piper cubeba(cubeb), piper nigrum(black pepper), piper
retrofractum, amomum cardamomum(cardamom) and myristica fragrans(mace), packed in low density polyethylene bag of 0.13 mm thickness have
been investigated. After being irradiated at doses of 5 and 10 kGy, a part of the samples was analysed, and the rest were stored for six months at
temperature of 30+-2 degC, and humidity ranging from 70 to 95%. The essential oil characteristics of control, irradiated and six month stored
samples were analysed using infrared and ultraviolet spectrophotometers, HPLC, GLC and refractometer. Other parameters observed were
moisture content and essential oil content of the samples. Results showed that irradiation up to a dose of 10 kGy do not give any significant effect
on these parameters ... International Nuclear Information System (INIS)

Mutasi pada tanaman sedap malam


>> Selasa, 02 Juni 2009

Penampilan Fenotipik, Variabilitas dan Heritabilitas Sedap Malam Kultivar Ganda Generasi M1V2 H

Sedap Malam (Polyanthes tuberosa L) merupakan komoditas hortikultura termasuk tanaman hias dengan bun
umumnya dijadikan tanaman bunga potong yang banyak diminati oleh floris sebagai pelengkap merangkai bu
mempunyai keharuman tersendiri dibandingkan tanaman hias lainnya. Sedap malam tumbuh liar di Meksiko
usaha pembudidayaannya banayak dilakukan di Maroko, Pulau Komores, Perancis, hawai, Afrika Seolatan, I
2004).

Walaupun bukan tanaman asli Indonesia tanaman hias jenis cukup populer dikalangan masyarakat karena ben
harum. Bunga ini tidak hanya dijumpai di rumah-rumah saja, tetapi juga di gedung-gedung pertemuan, hotel-
sakit. Keharuman bunga yang ternyata mampu mengobati stress, sehingga mendorong berkembangnya penye
terapi. Selain digunakan sebagai bunga potong, seadp malam banyak dimanfaatkan sebagai bunga tabur dan b
(Suyanti, 2002).

Terdapat tiga macam jenis bunga sedap malam, yaitu bunga bersusun selapis (tunggal), petal berlapis (ganda)
malam dengan petal bunga tuggal (Polianthes tuberose var. Gracilis) mempunyai wangi yang lebih menonjol
lainnya. Sehingga jenis ini banyak ditanam secara komersial dalam jumlah besar di Perancis, Italia, India dan
Krisnan, 1983, dikutip Imam Muhajir dan Dwi Amiarsi, 2000).

Sampai saat ini pemasaran bunga sedap malam hanya terbatas untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam neger
Peluang pemasaran sedap malam ke luar negeri cukup besar, mengingat saat ini bunga-bunga tropis beraroma
mancanegara (Suyanti, 2002).Bunga sedap malam terbatas hanya pada warna putih saja dengan umur keragaa
Bunga yangtelah mekar akan layu dalam 2-3 hari, sehingga akan mengurangi keindahan bunga. Keberadaan b
diperlukan agar rangkaian bunga lebih semarak dan indah. Saat ini untuk mendapatkan bunga seadp malam y
dengan, mencelupkan tangkai bunga ke dalam larutan pewarna atau dengan menyemprotkan pewarna kedalam
digunakan adalah pewarna mkananan yang dapat berupa bubuk atau cair. Tetapi tidak semua pewarna yng dij
respons yang positif (Suyanti, 2002). Jenis-jenis pewarna tersebut hanya dapat diserap oleh tangkai bunga, se
tidak dapat memberi warna pada bunga. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh ukuran pori-pori bunga sedap

Terbatasyan variasi warna bunga pada tanaman sedap malam menyebabkan keterbatasan variabilitas yang me
dalam sistem produksi sedap malam selain ancaman hama/penyakit (Budi Marwoto dan purbadi, 1996). Varia
karakter warna bunga tersebut menunujukkan susunan atau konstitusi genetiknya seragam. Oleh karena itu, p
memperluasnya anatara lain melalui pemuliaan mutasi menggunakan irradiasi sinar gamma. Dengan adanya u
diharapkan terjadi keragaman warna, bentuk dan penampilan femotipik lainnya pada bunga sedap malam tanp
wanginya.

Dari hasil penelitian Ratih Kusumawardhani (2005) menggunakan irradiasi sinar gamma dengan dosis 0, 5, 1
diperoleh generasi M1V1. Efek dari mutasi generasi pertama ini menyebabkan terjadinya kerusakan fisiologi
muncul berupa pengurangan tinggi tanaman pada setiap kenaikan dosis irradiasi, tanaman kerdil, kematian se
ujung kuntum seperti terbakar, penyimpangan pertumbuhan floret pada dosis 15 Gy yaitu floret terbentuk leb
tangkai yang seharusnya pada bagian terbawah, kewangian bunga yang kekuatannya semakin bekurang pada
lethal dosis 50% (LD 50) yang berada pada dosis irradaiasi 15,53 Gy, sedangkan efek genetisnya secara visua
terdapat mutan, hal tersebut belum dapat dipastikan karena bisa saja itu efek khimera. Oleh karena itu, perlu d
generasi selanjutnya yaitu generasi M1V2 untuk megetahui sejauh mana pengaruh mutasi terhadap perubahan
malam, dengan dosis yang sama seperti yang diberikan pada generasi M1V1, tanpa perlakuan dosis 30 Gy ka

Meskipun efek mutasi pada generasi M1V1 baru berupa kerusakan fisiologis dan lethalitas, namun menghasil
semua karakter yang diamati. Hal ini menunjukkan telah terjadi nya variasi tanaman sedap malam, namun be
tersebutlebih dipengaruhi oleh perubahan genetiknya karena efek mutasi atau lebih dipengaruhi oleh lingkung
duga heritabilitasnya pada generasi M1V2 .

KELOMPOK PEMULIAAN TANAMAN


        

Tugas dan Fungsi : Tugas dan fungsi Kelompok Pemuliaan tanaman adalah melakukan penelitian dan
pengembangan aplikasi teknologi nuklir dalam perbaikan varietas tanaman melalui
penelitian pemuliaan dengan teknik mutasi.

Mutasi Dalam Pemuliaan Tanaman

Mutasi adalah perubahan pada materi genetik suatu makhluk yang terjadi secara tiba-tiba, acak, dan
merupakan dasar bagi sumber variasi organisma hidup yang bersifat terwariskan (heritable). Mutasi dapat
terjadi secara sepontan di alam (spontaneous mutation) dan dapat juga terjadi melalui induksi (induced
mutation). Secara mendasar tidak terdapat perbedaan antara mutasi yang terjadi secara alami dan mutasi
hasil induksi. Keduanya dapat menimbulkan variasi genetik untuk dijadikan dasar seleksi tanaman, baik
seleksi secara alami (evolusi) maupun seleksi secara buatan (pemuliaan).

Dalam bidang pemuliaan tanaman, teknik mutasi dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman sehingga
memungkinkan pemulia melakukan seleksi genotipe tanaman sesuai dengan tujuan pemuliaan yang
dikehendaki. Mutasi induksi dapat dilakukan pada tanaman dengan perlakuan bahan mutagen tertentu
terhadap organ reproduksi tanaman seperti biji, stek batang, serbuk sari, akar rhizome, kultur jaringan dan
sebagainya. Apabila proses mutasi alami terjadi secara sangat lambat maka percepatan, frekuensi dan
spektrum mutasi tanaman dapat diinduksi dengan perlakuan bahan mutagen tertentu. Pada umumnya bahan
mutagen bersifat radioaktif dan memiliki energi tinggi yang berasal dari hasil reaksi nuklir.

Bahan mutagen yang sering digunakan dalam penelitian pemuliaan tanaman digolongkan menjadi dua
kelompok yaitu mutagen kimia (chemical mutagen) dan mutagen fisika (physical mutagen). Mutagen kimia
  pada umumnya berasal dari senyawa alkyl (alkylating agents) misalnya seperti ethyl methane sulphonate  
(EMS), diethyl sulphate (dES), methyl methane sulphonate (MMS), hydroxylamine, nitrous acids, acridines dan
sebagainya (IAEA, 1977). Mutagen fisika bersifat sebagai radiasi pengion (ionizing radiation) dan termasuk
diantaranya adalah sinar-X, radiasi Gamma, radiasi beta, neutrons, dan partikel dari aselerators.

Baik mutagen kimia maupun mutagen fisika memiliki energi nuklir yang dapat merubah struktur materi genetik
tanaman. Perubahan yang terjadi pada materi genetik dikenal dengan istilah mutasi (mutation). Secara relatif,
proses mutasi dapat menimbulkan perubahan pada sifat-sifat genetis tanaman baik ke arah positif maupun
negatif, dan kemungkinan mutasi yang terjadi dapat juga kembali normal (recovery). Mutasi yang terjadi ke
arah “sifat positif” dan terwariskan (heritable) ke generasi-generasi berikutnya merupakan mutasi yang
dikehendaki oleh pemulia tanaman pada umumnya. Sifat positif yang dimaksud adalah relatif tergantung pada
tujuan pemuliaan tanaman.

Mutagen kimia dapat menimbulkan mutasi melalui beberapa cara. Gugusan alkyl aktif dari bahan mutagen
kimia dapat ditransfer ke molekul lain  pada posisi dimana kepadatan elektron cukup tinggi seperti phosphate
groups dan juga molekul purine dan pyrimidine yang merupakan penyusun struktur dioxiribonucleic acid
(DNA). Seperti diketahui umum, DNA merupakan struktur kimia yang membawa gen. Basa-basa yang
menyusun struktur DNA terdiri dari adenine, guanine, thyimine, dan cytosine. Adenine dan guanine merupakan
basa bercincin ganda (double-ring bases) disebut purines, sedangkan thymine dan cytosine bercincin tunggal
(single-ring bases) disebut pyrimidines. Struktur molekul DNA berbentuk pilitan ganda (double helix) dan
tersusun atas pasangan spesifik Adenine-Thymine dan Guanine-Cytosine. Contoh mutasi yang paling sering
ditimbulkan oleh mutagen kimia adalah perubahan basa pada struktur DNA yang mengarah pada
pembentukan 7-alkyl guanine.

Seperti disebut di atas mutagen fisika bersifat sebagai radiasi pengion (ionizing radiation) yang dapat melepas
energi (ionisasi), begitu melewati atau menembus materi. Mutagen fisika termasuk diantaranya sinar-X, radiasi
Gamma, radiasi beta, neutrons, dan partikel dari aselerators sudah umum digunakan dalam pemuliaan
tanaman. Karakteristik untuk masing-masing jenis radiasi disajikan dalam Tabel di bawah ini. Begitu materi
reproduksi tanaman diradiasi, proses ionisasi akan terjadi dalam jaringan dan dapat menyebabkan perubahan
pada jaringan itu sendiri, sel, genom,  kromosom, dan DNA atau gen. Perubahan yang ditimbulkan pada
tingkat genom, kromosom, dan DNA atau gen dikenal dengan istilah mutasi (mutation).

Tabel 1. Karakteristik berbagai jenis radiasi.

Sumber Deskripsi Energi Daya Tembus


Tipe Radiasi

Sinar-X Mesin sinar-X Radiasi 50-300 kV Beberapa mm sampai


elektomagnetik banyak cm

Sinar Gamma Radioisotop dan Radiasi Sampai beberapa Banyak cm


reaksi nuklir elektomagnetik MeV

Neutron Reaktor nuklir dan Partikel tidak Kurang dari 1 sampai Banyak cm
aselerator berubah berjuta eV

Partikel Beta Radioistope atau Berupa elektron Sampai beberapa Sampai beberapa mm
aselerator MeV

Partikel Alfa Radioisotop Inti Helium 2-9 MeV Sedikit mm

Proton atau Reaktor nuklir atau Inti Hidrogen Sampai beberapa Sampai banyak cm
Deutron aselerator GeV
Mutasi Genom (Genome Mutation)

Poliploidi pada tanaman mencerminkan bahwa satu atau lebih set kromosom ditambahkan pada kromosom
diploid misalnya triploid disimbolkan 2x+x=3x, tetraploid 2x+2x=4x (dimana x adalah jumlah kromosom dasar).
Haploidi (dari diploidi) atau polihaploidi (dari poliploidi) mencerminkan status tanaman yang memiliki separuh
dari jumlah kromosom normal misalnya 2x-->x, 4x-->2x dan seterusnya. Aneuploidi mencerminkan status
tanaman yang memiliki penambahan atau pengurangan kromosom dari pasangan normalnya, misalnya 2x+1,
2x–1, 3x+1, 4x–1, 4x+2 dan sebagainya. Pengaruh beberapa mutagen kimia, seperti colchicine atau nitrous
oxide dapat merubah tingkat ploidi pada genom tanaman, misalnya A-->AA, AA-->AAAA dan seterusnya.

Sebagai contoh mutasi genom, beberapa mutan tanaman sorghum yang diinduksi dengan colchicine telah
dilaporkan sebagai hasil mutasi genom dengan pengurangan jumlah kromosom (haploidi) yang kemudian
diikuti dengan diploidisasi. Sedangkan pengaruh mutagen fisika (radiasi sinar Gamma)  pada mutasi genom
telah dilaporkan pada mutan tanaman barley, dimana terjadi perubahan genom tanaman menjadi aneuploidi.

Mutasi Kromosom (Chromosome Mutation)

Pengaruh bahan mutagen, khususnya radiasi, yang paling banyak terjadi pada kromosom tanaman adalah
pecahnya benang kromosom (chromosome breakage atau chromosome aberation). Pecahnya benang
kromosom dibagi dalam 4 kelompok yaitu translokasi (translocations), inversi (inversions), duplikasi
(duplications), dan defisiensi (deficiencies).

Translokasi terjadi apabila dua benang kromosom patah setelah terkena energi radiasi, kemudian patahan
benang kromosom bergabung kembali dengan cara baru. Patahan kromosom yang satu berpindah atau
bertukar pada kromosom yang lain sehingga terbentuk kromosom baru yang berbeda dengan kromosom
aslinya. Translokasi dapat terjadi baik di dalam satu kromosom (intrachromosome) maupun antar kromosom
(interchromosome). Translokasi sering mengarah pada ketidakseimbangan gamet sehingga dapat
menyebabkan kemandulan (sterility) karena terbentuknya chromatids dengan duplikasi dan penghapusan.
Alhasil, pemasangan dan pemisahan gamet jadi tidak teratur sehingga kondisi ini menyebabkan terbentuknya
tanaman aneuploidi. Translokasi dilaporkan telah terjadi pada tanaman Aegilops umbellulata dan Triticum
aestivum yang menghasilkan mutan tanaman tahan penyakit.

Inversi terjadi karena kromosom patah dua kali secara simultan setelah terkena energi radiasi dan segmen
yang patah tersebut berotasi 180o dan menyatu kembali. Kejadian bila centromere berada pada bagian
kromosom yang terinversi disebut pericentric, sedangkan bila centromere berada di luar kromosom yang
terinversi disebut paracentric. Inversi pericentric berhubungan dengan duplikasi atau penghapusan chromatid
yang dapat menyebabkan aborsi gamet atau pengurangan frequensi rekombinasi gamet. Perubahan ini akan
ditandai dengan adanya aborsi tepung sari atau biji tanaman, seperti dilaporkan terjadi pada tanaman jagung
dan barley. Inversi dapat terjadi secara spontan atau diinduksi dengan bahan mutagen, dan dilaporkan bahwa
sterilitas biji tanaman heterosigot dijumpai lebih rendah pada kejadian inversi daripada translokasi.

Duplikasi menampilkan cara peningkatan jumlah gen pada kondisi diploid. Dulikasi dapat terjadi melalui
beberapa cara seperti: pematahan kromosom yang kemudian diikuti dengan transposisi segmen yang patah,
penyimpangan dari mekanisme crossing-over pada meiosis (fase pembelahan sel), rekombinasi kromosom
saat terjadi translokasi, sebagai konsekuensi dari inversi heterosigot, dan sebagai konsekuensi dari perlakuan
bahan mutagen. Beberapa kejadian duplikasi telah dilaporkan dapat miningkatkan viabilitas tanaman.
Pengaruh radiasi terhadap duplikasi kromosom telah banyak dipelajari pada bermacam jenis tanaman seperti
jagung, kapas, dan barley.

Defisiensi adalah penghilangan satu atau lebih segmen gen pada kromosom. Penghilangan dapat terjadi pada
segmen panjang lengan kromosom seperti yang dilaporkan pada tanaman gandum. Tergantung pada gen dan
tingkat ploidi, defisiensi dapat menyebabkan kematian, separuh kematian, atau menurunkan viabilitas. Pada
tanaman defisiensi yang ditimbulkan oleh perlakuan bahan mutagen (radiasi) sering ditunjukkan dengan
munculnya mutasi klorofil. Kejadian mutasi klorofil biasanya dapat diamati pada stadia muda (seedling stag),
yaitu dengan adanya perubahan warna pada daun tanaman.

Mutasi Gen (Gene or Point Mutation)

Sesuai dengan konsep genetika, informasi genetik tersimpan dalam rangkaian polinukliotida yang membentuk
struktur pilitan ganda (double helix) disebut DNA (RNA dalam kasus beberapa virus). Empat nukliotida yang
berbeda terdiri dari basa purine (adenine dan gaunine) dan pyrimidine (thymine dan cytosine), dihubungkan
bersama melalui ikatan fosfat dan gula (deoxyribose). Bahan mutagen tertentu dapat menginduksi perubahan
spesifik susunan pasangan basa dalam struktur DNA. Perubahan yang terjadi disebut mutasi gen yang
digolongkan menjadi dua katagori yaitu microlesions dan macrolesions. Microlesions adalah mutasi dimana
terjadi substitusi pasangan basa, transisi atau transversi pasangan basa, dan penyisipan baru pasangan basa.
Macrolesions adalah mutasi dimana terjadi penghapusan, duplikasi atau penyusunan kembali pasangan basa.
Mutasi microlesions sering juga disebut mutasi titik (point mutation).

Mutagen kimia biasanya erat berhubungan dengan mutasi microlesions sedangkan mutagen kimia (radiasi)
dengan mutasi macrolesions. Mutasi gen sering berasosiasi dengan fenomena sterilitas dan kematian, seperti
misalnya dalam pengaruhnya mencegah terbentuknya bivalensi dalam meiosis. Pada mutan homosigot hal ini
sangat berpengaruh terhadap penurunan produktivitas dan daya saing mutan sehingga dapat merugikan.
Namun pada heterosigot mutan, mutasi gen dapat mengarah pada peningkatan viabilitas dan daya saing
mutan, seperti yang telah diteliti dan dilaporkan pada tanaman jagung, barley, padi, tanaman bunga dan
sebagainya.

Mutasi diluar Inti Sel (Extranuclear Mutation)

Pada kenyataannya tidak semua materi genetik (DNA) berada di dalam inti sel (nucleus). Hal tersebut terbukti
setelah peneliti menjumpai bahwa beberapa sifat tanaman diturunkan dengan tidak menuruti pola hukum
Mendel.  Sampai pada akhirnya diketahui penurunan sifat lebih dikontrol oleh gen-gen yang berada di luar inti
sel atau sitoplasma, dan penurunan sifat model ini dikenal dengan istilah extranuclear inheritance. Di dalam
sitoplasma sel terdapat banyak organel diantaranya kloroplas (chloroplast) dan mitokondria (mitochondria)
yang masing-masing berfungsi dalam proses fotosintesis dan sintesa adenosintriposfat (ATP).

Kloroplas dan mitokondria ternyata mengandung materi genetik (gen atau DNA) yang juga dapat termutasi.
Mutasi gen kloroplas atau mitokondria sering disebut mutasi diluar inti atau extranuclear mutation. Mutasi pada
gen kloroplas dapat menyebabkan kerusakan gen mutan (defective mutant genes) yang kemudian dapat
mengganggu proses fotosintesis pada daun. Alhasil, dampak mutasi gen kloroplas sering diekspresikan
dengan munculnya gejala warna belang pada daun tanaman, misalnya warna belang hijau-putih pada
tanaman Pelargonium dan Mirabilis jalapa (bunga pukul empat). Warna belang pada daun sering memiliki nilai
seni dan nilai ekonomis tersendiri bagi pemulia tanaman. Oleh karena itu, mutasi tipe ini sering sangat
bermanfaat dalam pemuliaan tanaman hias (ornamental crops).

Seperti telah dilaporkan (Van Harten, 1998), mutasi di luar inti sel sering pula menimbulkan gejala
pertumbuhan kerdil (dwarf growth), berubahan morfologi bunga dan penyimpangan morfologi lainnya, dan
ketahanan terhadap herbisida, yang biasanya disandikan oleh gen mitokondria. Dalam beberapa studi, mutasi
pada mitokondria gen telah menghasilkan tanaman jagung yang tahan penyakit bercak daun (Drechslera
maydis) dan tanaman gandum yang tahan penyakit karat (Puccinia striiformis). Sementara itu, perhatian yang
lebih besar telah diberikan untuk mutasi gen pada sitoplasma yang terkait dengan cytoplasmic male sterility
(CMS) seperti pada tanaman jagung. Teknik CMS sangat bermanfaat dalam pemuliaan tanaman khususnya
dalam produksi benih tanaman hibrida. Secara umum telah diketahui bahwa CMS adalah sifat yang
disandikan oleh gen mitokondria (Lonsdale, 1987). Mutasi dan rekombinasi DNA mitokondria merupakan
dasar kejadian CMS alami.

Fasilitas dan Prosedur Kerja

Untuk mendukung penelitian pemuliaan tanaman dengan teknik mutasi, di BATAN tersedia fasilitas penelitian
berupa Gamma chamber, Gamma cell, Gamma room, laboratorium, laboratorium kultur jaringan, ruang
tumbuh, rumah kaca, kebun percobaan dan sawah. Gamma chamber model 4000A memiliki sumber sinar
Gamma dari Cobalt-60 dengan aktivitas awal sebesar 3474.6632 Curies. Gamma cell model GC-220 memiliki
sumber sinar Gamma dari Cobalt-60 dengan aktivitas awal sebesar 10.697 Curies. Pada umumnya Gamma
chamber dan Gamma cell digunakan untuk penelitian yang memerlukan perlakuan radiasi akut (accute
irradiation), yaitu radiasi dengan laju dosis tinggi seperti pada biji-bijian atau materi reproduktif tanaman
lainnya yang berukuran kecil. Sedangkan untuk penelitian yang memerlukan perlakuan radiasi kronik (chronic
irradiation), yaitu radiasi dengan laju dosis rendah seperti terhadap tanaman pot atau tanaman dalam media
kultur jaringan, dapat digunakan Gamma room. Gamma room model Panoramic Batch Irradiator yang ada di
BATAN memiliki sumber sinar Gamma dari Cobalt-60 dengan aktivitas awal sebesar 75.000 Curies.

Setelah perlakuan radiasi dengan sinar Gamma, materi reproduktif tanaman kemudian ditumbuhkembangkan
di ruang tumbuh, rumah kaca, atau langsung di kebun percobaan. Analisa mutan tanaman dilakukan di
laboratorium, biasanya dengan membandingkan sifat-sifat genetik, biologi dan agronominya terhadap tanaman
kontrol. Analisa mutan dapat juga dilakukan baik secara visual fenotipa maupun secara biologi molekuler
seperti dengan teknik RAPD atau bioteknologi lainnya. Secara ringkas prosedur kerja pemuliaan tanaman
dengan teknik mutasi khusus untuk tanaman serealia berserbuk sendiri (termasuk gandum) disajikan dalam
gambar di bawah ini.
 

Tanaman yang Diteliti

Tanaman yang diteliti di PATIR-BATAN dikelompokkan sebagai berikut: (1) Tanaman pangan: padi, kedelai,
kc. hijau, kc.tanah, sorghum, dan gandum, (2) Tanaman hortikultura: pisang, cabai, bawang merah, dan
bawang putih, (3) Tanaman industri: kapas, sorghum, dan jarak. (4) Tanaman bunga: krisan dan anggrek, dan
(5) Tanaman pakan ternak: sorghum.

Hasil-hasil Yang Telah Dicapai

Salah satu kegiatan di bidang pertanian  adalah penelitian pemuliaan tanaman dengan menggunakan teknik
mutasi (mutation breeding). Kejadian mutasi direfleksikan dalam munculnya keragaman genetik tanaman,
yang kemudian melalui proses seleksi dan pengujian lebih lanjut, memungkinkan diperolehnya suatu varietas
unggul tanaman. Penelitian pemuliaan mutasi di BATAN sebetulnya telah dimulai sejak tahun 1970, yaitu
dengan program perbaikan varietas tanaman padi. Sampai kini BATAN telah menhasilkan beberapa mutan
tanaman pangan yang dilepas sebagai varietas unggul oleh Departemen Pertanian seperti tersaji dalam Tabel
berikut.

Varietas mutan tanaman pangan hasil riset PATIR-BATAN yang telah dilepas sebagai varietas unggul oleh
Menteri Pertanian.

Tahun Pelepasan
Nama Varietas Dokumen Resmi
No.

Padi

1 Atomita-1 1982 SK Mentan No.879/Kpts/Um/12/1992

2 Atomita-2 1983 SK Mentan No.TP.240/369/Kpts/Um/6/83


3 Atomita-3 1990 SK Mentan No.582/Kpts/TP.240/8/90

4 Atomita-4 1991 SK Mentan No.97/Kpts/TP.240/3/1991

5 Situgintung 1992 SK Mentan No.606/Kpts/Tp.240/11/92

6 Cilosari 1996 SK Mentan No.632/Kpts/TP.310/7/1996

7 Meraoke 2001 SK Mentan No.552/Kpts/TP.240/10/2001

8 Woyla 2001 SK Mentan No.553/Kpts/TP.240/10/2001

9 Kahayan 2002 SK Mentan No.124/Kpts/TP.240/2/2003

10 Winongo 2002 SK Mentan No.125/Kpts/TP.240/2/2003

11 Diah Suci 2003 SK Mentan No. 386/kpts/SR.120/7/2003

12 Mira-1 2006 SK Mentan No. 134/kpts/SR.120/3/2006

Kedelai

13 Muria 1987 SK Mentan No.18/Kpts/TP.240/1/1987

14 Tengger 1991 SK Mentan No.106/Kpts/TP.240/3/1991

15 Meratus 1998 SK Mentan No.899/Kpts/TP.240/11/1998

16 Rajabasa 2004 SK Mentan No.171/kpts/LB.240/3/2004

Kacang hijau

17 Camar 1991 SK Mentan No.109/Kpts/TP.240/3/1991


Selain varietas-varietas tanaman yang telah dilepas tersebut di atas, Kelompok Pemuliaan Tanaman juga
telah menghasilkan banyak galur harapan mutan tanaman yang sedang diteliti dan dikembangkan lebih lanjut.

Sumber Daya Manusia

Total sumber daya manusia di Kelompok Pemuliaan Tanaman adalah 32 orang yang terdiri dari tenaga
peneliti berpendidikan S3 (6 orang), S2 (2 orang), S1 (11 orang), dan teknisi (13 orang). Ditinjau dari segi
gender, sumber daya manusia terdiri atas 20 pria dan 12 wanita.

Kerjasama

Kelompok Pemuliaan Tanaman menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, diantaranya:

 Departemen Pertanian Pusat dan Dinas-dinas Pertanian di tingkat Propinsi dan Kabupaten.

 Perguruan Tinggi seperti Institut Pertanian Bogor, Universitas Gajah Mada, Universitas Pajajaran dsb.

 Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) melalui Technical Cooperation (TC), Regional Cooperation
Agreement (RCA) dan Coordinated Research Program (CRP).

 Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA).

 Japan Society for the Promotion of Science (JSPS) melalui Core University Program with the
University of Tokyo dan Bogor Agricultural University.
 International Crops Reseach Institute for the Semi-Arid Tropics (ICRISAT), India

 Swasta seperti PT. Bogasari Flour Mills dan LIPPO Enterprises.

 
menu utama | denah lokasi | e-mail BATAN

Sistem Tanam SRI (System Of Rice Intensification)


System of Rice Intensification (SRI) adalah sistem intensifikasi padi yang
menyinergikan tiga faktor pertumbuhan untuk mencapai produktivitas maksimal
(maksimalisasi jumlah anakan, pertumbuhan akar, dan suplai hara, air, oksigen).
Air hanya digunakan untuk menjaga kelembaban tanah agar padi dapat tumbuh
dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar suplai oksigen ke akar cukup sehingga
padi menjadi sehat (Wiyono, 2004).
SRI mengembangkan praktek pengelolaan padi yang memperhatikan
kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik, terutama di zona perakaran,
dibandingkan dengan teknik budidaya cara tradisional (Berkelaar, 2008).
Empat penemuan kunci penerapan SRI adalah :
1. Bibit dipindah lapang (transplantasi) lebih awal
Bibit padi ditransplantasi saat dua daun telah muncul pada batang muda,
biasanya saat berumur 8–15 hari. Benih harus disemai dengan petakan
khusus dengan menjaga tanah dan sebaiknya dengan memakai chetok,
serta dijaga tetap lembab. Jangan biarkan bibit mongering. Sekam
(sisa benih yang telah berkecambah) biarkan tetap menempel dengan akar
tunas, karena memberikan energi yang penting bagi bibit muda.
2. Bibit ditanam satu–satu daripada secara berumpun
Bibit ditransplantasi satu–satu. Ini dimaksudkan agar tanaman memiliki
ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran, sehingga tanaman
tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya, atau
nutrisi dalam tanah.
3. Jarak tanam yang lebar
Bibit lebih baik ditanam dengan pola luasan yang cukup lebar dari segala
arah. Pada prinsipnya tanaman harus mendapat ruang cukup untuk
tumbuh.
4. Kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air
Dengan SRI, petani hanya memakai kurang dari ½ kebutuhan air pada
sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi. Tanah cukup
dijaga tetap lembab selama fase vegetatif. Sesekali (mungkin seminggu
sekali) tanah harus dikeringkan sampai retak. Ini dimaksudkan agar
oksigen dari udara mampu masuk ke dalam tanah dan mendorong akar
untuk mencari air.
Sebagai tambahan untuk prinsip di atas, praktek yang lain juga penting untuk SRI
yaitu :
5. Pendangiran
Pendangiran (membersihkan gulma dan rumput) dapat dilakukan dengan
tangan atau alat sederhana.
6. Asupan organik
Pada budidaya tanaman padi,metode SRI memungkinkan para petani
untuk :
1. Meningkatkan produksi padi lebih dari 50 %
2. Mengurangi input dan biaya
a. Bibit – mengurangi antara 80 % 90 %
b. Pemberian air Irigasi antara 25% 50 %
c. Pupuk kimia – dikurangi atau ditiadakan
d. Beras yang dihasilkan lebih tinggi .
Lima (5) dasar simple dari SRI yang mendasar yaitu :
1. Menggunakan bibit muda : untuk melindungi pertumbuhan potensial
2. Spasi yang lebar dengan menggunakan bibit tunggal
3. Memperhankan tanah basah tetapi tidak menggenang
4. Mempertinggi soil organic
5. Sirkulasi dalam tanah terjaga semaksimal mungkin
Dari pengalaman SRI di negara Banglades , Cambodia, China,
Indonesia , Nepal , Srilangka Vietnam bahwa rata terjadi pengningkatan untuk
padi sebesar rata 52 % untuk pemberian air berkurang 40 % , biaya yang bisa
dihemat antara 25 % dan income yang didapat sebesar rata 128 %
(http://litbang.go.id, 2008).
Seleksi Generasi Dengan Metode Bulk (Campur)
Metode bulk adalah salah satu prosedur untuk silang dalam dari populasi
yang bersegregasi/terpisah sampai level perubahan menuju sifat homozigot itu
dicapai. Biji digunakan untuk menanam tiap- tiap generasi persilangan adalah
sebuah contoh yang itu dipanen dari tanaman generasi yang lalu. Metode ini
pertama kali dikembangkan untuk penanaman tanaman menyerbuk sendiri, tetapi
dapat juga digunakan baik pada populasi silang dalam atau menyerbuk silang
(Fehr, 1987)
Ciri-ciri metode seleksi bulk secara sederhana, pada musim pertama,
menanam tanaman MI dan benih dipanen secara keseluruhan, benih untuk M2
ditanam dengan cara mencampur dan dipanen secara keseluruhan pula. Pada
musim kedua, tanaman tanaman yang dijadikan sample pada M2, hasilnya
ditanam lagi dengan cara dicampur lagi dipanen berbeda, kemudiaan pada musim
ketiga ada 2 kemungkinan dalam penanaman M3 yaitu menanam dan hasil
generasi M3 dicampur kembali dan bisa juga diseleksi secara individual dan
dipanen secara individual pula yang mungkin sudah memiliki sifat – sifat
diinginkan, pada musim keempat hasil generasi M3 dicampur kembali sampai
diperoleh galur-galur yang diinginkan
Keuntungan dari metode bulk
 Metode bulk adalah sebuah jalan yang mudah untuk mempertahankan
populasi selama persilangan.
 Seleksi alami merupakan seleksi yang mungkin terjadi, yang dapat
meningkatkan perubahan genotip yang sama dengan tidak melakukan seleksi
pada populasi.
 Metode bulk dapat digunakan dengan mudah dan dapat dihubungkan antara
seleksi massa dengan menyerbuk sendiri.(Fehr, 1987)
Morfologi Tumbuhan
Morfologi tumbuhan adalah ilmu yang mengkaji berbagai organ
tumbuhan, baik bagian-bagian, bentuk maupun fungsinya. Pengenalan varietas,
untuk mempertahankan agar seragam dan keunggulannya tetap dimiliki, perlu
mempelajari sifat-sifat morfologis tanaman seperti tipe tumbuh, warna hipokotil,
warna bunga, warna bulu, umur berbunga, dan sifat-sifat kuantitatif seperti tinggi
tanaman, ukuran biji, dan ukuran daun. Pengenalan atau identifikasi varietas
unggul adalah suatu teknik untuk menentukan apakah yang dihadapi tersebut
adalah benar varietas unggul yang dimaksudkan.(Gani, 2000)
Variasi yang ditimbulkan ada yang langsung dapat dilihat, misalnya
adanya perbedaan warna bunga, daun dan bentuk biji ( ada yang berkerut, ada
yang tidak), ini disebut variasi sifat yang kualitatif. Namun ada pula variasi yang
memerlukan pengamatan dengan pengukuran, misalnya tingkat produksi,jumlah
anakan, tinggi tanaman, dan lainnya (Mangoendidjojo, 2003), dengan melihat
perbedaan morfologi yang ada pada beberapa tanaman, terlebih untuk tanaman
hasil mutasi pada pertanaman sebelumnya (dapat dilihat pada lampiran. 3). Maka
dari data tesebut dengan membandingkan karakter morfologi yang mungkin
muncul pada tanaman pada generasi hasil mutasi berikutnya, diharapkan apakah
karakter yang muncul merupakan karakter-karakter yang lebih baik dalam kriteria
pembentukan suatu kultivar baru, dimana perbedaan karakter morfologi yang
menuju kearah yang lebih baik mungkin juga dapat menentukan serta
mempengaruhi karakter produksi tanaman tersebut dan hasil dari produksi
tanaman tersebut menjadi lebih baik pula. 

Pemuliaan Dengan Sinar Gamma


Mutasi adalah perubahan susunan atau konstruksi dari gen maupun
kromosom suatu individu tanaman, sehingga memperlihatkan penyimpangan
(perubahan) dari individu asalnya dan bersifat baka (turun-temurun). Mutasi dapat
terjadi secara alamiah, tetapi frekuensinya sangat rendah, yaitu 10-6 pada setiap
generasi. Untuk mempercepat terjadinya mutasi dapat dilakukan secara
buatan dengan memberikan perlakuan-perlakuan sehingga terjadi
mutasi (induced mutation). Mutasi pada tanaman dapat menyebabkan
perubahan-perubahan pada bagian-bagian tanaman baik bentuk maupun warnanya
juga perubahan pada sifat-sifat lainnya (Herawati dan Setiamihardja, 2000).
Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan
tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan
pembelahan sel seperti tunas, biji dan sebagainya. Secara molekuler, dapat
dikatakan bahwa mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sequence)
nukleotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada
protein yang dihasilkan (Oeliem, dkk, 2008).
Penggunaan energi seperti sinar gamma pada tanaman akan memberikan
pengaruh yang baik di bidang pertanian, dengan perlakuan dosis radiasi sinar
gamma dengan dosis yang tepat diperoleh tanaman yang mempunyai sifat-sifat
yang seperti hasil tinggi, umur pendek, tahan terhadap penyakit tetapi kenyataan
yang ditimbulkan tidak semuanya memenuhi harapan (Suryowinoto, 1987).
Iradiasi sinar gamma dapat berpengaruh terhadap perubahan fisiologis
regeneran. Perubahan tersebut berkaitan dengan energi iradiasi yang diserap oleh
jaringan tanaman sehingga menyebabkan stimulasi sintesis auksin endogen
terganggu. Selain perubahan fisiologis, perubahan genetic dapat terjadi akibat
iradiasi sinar gamma. Perubahan fisiologis dan genetik dapat diekspresikan
dengan adanya perubahan penampilan fenotipik regeneran yang sangat bervariasi.
Pada umumnya, ukuran tanaman regeneran sangat pendek dan ukuran daun kecil,
bahkan ada tunas albino yang muncul. Pada generasi selanjutnya, kerusakan
fisiologis berangsur pulih. Sel-sel yang mengalami kerusakan mengalami
recovery, sedangkan gen termutasi dapat diwariskan pada generasi berikutnya
(Maluszynski et al., 1995).
Karakter yang telah diwariskan berbeda dalam heritabilitas, sebuah
karakter seperti hasil, sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungan dan akan
memiliki heritabilitas rendah, karakter yang tidak besar dipengaruhi oleh
lingkungan biasanya memiliki heritabilitas yang tinggi
( Polhman dan Sleeper, 1995).
Terjadinya variasi-variasi phenotypic tanaman seperti tinggi tanaman
sering terjadi karena pemberian radiasi dapat menimbulkan mutasi pada beberapa
basa-basa DNA yang mungkin mengenai gen-gen fungsional atau struktural
tertentu yang ekspresinya dapat mempengaruhi phenotypic mutan (novak, 1991).
Proses mutasi dapat menimbulkan perubahan kearah positif maupun negatif, dan
kemungkinan mutasi yang terjadi dapat kembali normal (recovery) mutasi yang
terjadi kearah positif dan terwariskan kegenerasi berikutnya merupakan mutasi
yang diinginkan (Ismachin, 2006).
Variasi mutan menunjukkan karakter yang baik seperti waktu
pertumbuhan lebih singkat, batang kuat, memiliki kualitas biji yang baik, produksi
lebih tinggi, resisten terhadap hama dan penyakit serta resisten terhadap
lingkungan stres (Tran, 2006)
Pengembangan penting dari perlakuan mutasi seperti tanaman lebih cepat
matang, tidak sensitif terhadap panjang penyinaran, ukuran biji lebih baik dan
lebih tahan terhadap hama dan penyakit (Mohammad, 2006).
Seleksi mutasi untuk berbagai perlakuan sudah diterima pada generasi M3
dan menunjukkan fenotip yang stabil (Balooch, 2006).
Baik mutagen kimia maupun mutagen fisika memiliki energi nuklir yang
dapat merubah struktur materi genetik tanaman. Perubahan yang terjadi pada
materi genetik dikenal dengan istilah mutasi (mutation). Secara relatif, proses
mutasi dapat menimbulkan perubahan pada sifat-sifat genetis tanaman baik
ke arah positif maupun negatif, dan kemungkinan mutasi yang terjadi dapat juga
kembali normal (recovery). Mutasi yang terjadi ke arah “sifat positif” dan
terwariskan (heritable) ke generasi-generasi berikutnya merupakan mutasi yang
dikehendaki oleh pemulia tanaman pada umumnya. Sifat positif yang dimaksud
adalah relatif tergantung pada tujuan pemuliaan tanaman
(http://www.infonuklir.com, 2007).
Uji Progenitas
Uji progenitas digunakan sebagai suatu sistem evaluasi mengukur karakter
terbaik dari setiap induk yang dapat digunakan pada pertanaman selanjutnya
dalam seleksi berulang. Uji keturunan tersebut dengan demikian tidak
mempersoalkan asal dari keturunan. Setiap produksi sistem keturunan berguna
dalam mengidentidikasi katrakter induk yang dapat dipergunakan dalam program
pemuliaan spesifik. Untuk membedakan atau membandingkan dua macam
perlakuan (uji beda rata-rata) umumnya dilakukan dengan uji t(t test/uji
progenitas)) pada prinsipnya berbeda nyata atau tidaknya dua macam perlakuan
tersebut dapat diketahui dari perbandingan t hitung dan t tabel (daftar)
(Sastrosupardi, 2004).
Volume 33 Nomor 1, 2011 7
Induksi mutasi merupakan salah satu cara meningkatkan keragaman tanaman. Induksi mutasi
dapat dilakukan dengan perlakuan bahan mutagen terhadap materi reproduktif yang akan dimutasi. Ada
dua jenis bahan mutagen, yaitu mutagen kimia dan mutagen fisika. Mutagen kimia pada umumnya
berasal dari senyawa kimia yang memiliki gugus alkil, seperti etil metan sulfonat (EMS), dietil sulfat
(DES), metil metan sulfonat (MMS), hidroksil amina, dan nitrous acid. Mutagen fisika merupakan radiasi
energi nuklir, seperti iradiasi sinar gama.
Peran utama teknologi nuklir dalam pemuliaan tanaman terkait dengan kemampuannya dalam
menginduksi mutasi pada materi genetik. Kemampuan tersebut dimungkinkan karena nuklir
memiliki energi cukup tinggi untuk menimbulkan perubahan pada struktur atau komposisi materi genetik
tanaman. Perubahan tersebut terjadi secara mendadak, acak, dan diwariskan pada generasi
berikutnya.

Pemuliaan melalui Mutasi


Pada tingkat tertentu, mutasi dapat menimbulkan keragaman genetik yang berguna dalam pemuliaan
tanaman, tetapi perubahan genetik itu bukanlah disebabkan oleh perubahan rekombinasi. Berbeda
dengan pemuliaan melalui persilangan, pemuliaan mutasi dapat digunakan untuk memperoleh varietas
unggul dengan memperbaiki beberapa sifat yang diinginkan, tanpa mengubah sebagian
besar sifat baiknya. Mutasi iradiasi pada tanaman dapat menimbulkan abnormalitas.

Judul : Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap mutasi klorofil dan variasi genetik ketahanan
penyakit blas pada padi gogo.
Pengarang : Mugiono
Sumber : Zuriat : jurnal pemuliaan Indonesia
Penerbit : Bandung, Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia, id
Kode Panggil : 631.5305 Zur
Tahun Terbit Artikel: 1996
Volume : 7No : 1
Halaman : 16-21
Kata Kunci : Rice;Gamma rays;Blights;Irradiation;Genetic variation;Mutations
Sari : Benih padi gogo kultivar Danau Tempe dan galur B-3268-Tb diiradias sinar gamma dari
60Co dengan dosis 0.10; 0.15; 0.20 dan 0.25 kGy. jumlah benih yang diiradiasi sebanyak 1000
butir setiap dosis dengan kadar air 12.5 persen. Tanaman M1 ditanam di Pasar Jumat pada
musim tanam MK 1993. Setiap tanaman M1 dipanen satu malai dan ditanam di Kebun
Percobaan Tamanboga, Lampung sebagai tanaman M2 dan jumlah mutasi khlorofil dihitung
inokulasi penyakit blas Pyricularia oryzae Cav dilakukan secara alami. Gejala serangan
penyakit blas daun dan blas leher malai diamati pada umur 60 hari dan 110 hari setelah
tumbuh. Variasi dan koefisien variasi genetik tanaman M2 yang tahan penyakit blas dan nilai
heritabilitas ketahanannya dihitung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma
dengan dosis 0.10-0.25 kGy dapat meningkatkan mutasi khlorifil dan variasi genetik ketahanan
terhadap penyakit blas.

Pemanfaatan Sinar Radiasi dalam Pemuliaan Tanaman


Hal ini menandakan telah terjadi perubahan pada tingkat genom, kromosom, dan DNA sehingga proses
fisiologis pada tanaman menjadi tidak normal dan menghasilkan variasi-variasi genetik baru.
Abnormalitas atau bahkan kematian pada populasi mutan (M1) merupakan akibat dari terbentuknya
radikal bebas seperti H0, yaitu ion yang bersifat sangat labil dalam proses reaksi sehingga mengakibatkan
perubahan (mutasi) pada tingkat DNA, sel ataupun jaringan.
Abnormalitas tidak diharapkan dalam pemuliaan mutasi. Mutasi yang diharapkan adalah yang dapat
menimbulkan keragaman pada sifat yang akan diseleksi sehingga sifat atau karakter yang lebih baik dapat
diseleksi, sementara karakter yang baik pada tanaman/varietas asal tetap dipertahankan.
Tingkat keberhasilan iradiasi dalam meningkatkan keragaman populasi sangat ditentukan oleh
radiosensitivitas tanaman (genotipe) yang diiradiasi karena tingkat radiosensitivitas antargenotipe dan
kondisi tanaman saat diiradiasi sangat bervariasi. Radiosensitivitas
dapat diukur berdasarkan nilai LD50 (lethal dose 50), yaitu tingkat dosis yang menyebabkan kematian
50% dari populasi tanaman yang diiradiasi.
Dosis optimal dalam induksi mutasi yang menimbulkan keragaman dan menghasilkan mutan terbanyak
biasanya terjadi di sekitar LD50. Selain LD50 radiosensitivitas juga dapat diamati dari
adanya hambatan pertumbuhan atau kematian tanaman, mutasi somatik, patahan kromosom, serta jumlah
dan ukuran kromosom.
Pada pemuliaan mutasi, selain melihat LD50 pada generasi M1, tanaman mutan juga dapat diidentifikasi
pada tingkat DNA dengan menggunakan marka molekuler seperti SSR, baik pada populasi M1 maupun
pada generasi berikutnya.

Hasil Pemuliaan dengan Sinar Radiasi


Keragaman tanaman melalui induksi mutasi iradiasi dapat dilakukan pada organ reproduksi tanaman,
seperti biji, setek batang, serbuk sari, akar rizoma, dan kalus.
Mutagen fisik atau iradiasi untuk pemuliaan tanaman yang lazim digunakan adalah sinar gama. Kegiatan
pemuliaan mutasi dengan bantuan nuklir (iradiasi sinar gama) sudah dilakukan secara intensif di negara-
negara lain dan telah menghasilkan sekitar 1.585 varietas unggul mutan, 64% di antaranya berasal dari
mutasi dengan iradiasi sinar gama. Di Indonesia, yaitu di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN),
pemuliaan tanaman dengan teknik mutasi telah dimulai sejak tahun 1972. Sampai saat ini, kegiatan
pemuliaan mutasi di BATAN telah menghasilkan 22 varietas unggul tanaman yang terdiri atas 15 padi, 5
kedelai, 1 kacang hijau, dan 1 kapas.
Pemuliaan dengan teknik mutasi juga telah dilaksanakan di Badan Litbang Pertanian. Induksi mutasi
dengan iradiasi sinar gama pada tingkat in vitro pada tanaman pangan (padi dan kedelai toleran
kekeringan, kedelai toleran keracunan Al, dan gandum toleran suhu panas), tanaman buah-buahan (jeruk
untuk kualitas hasil dan pisang untuk tahan penyakit Fusarium), tanaman obat (purwoceng), tanaman
industri (nilam untuk kualitas hasil minyak), dan tanaman

Sinar radiasi, seperti sinar gama, telah banyak dimanfaatkan dalam perakitan varietas unggul
tanaman. Di Badan Litbang Pertanian, pemuliaan tanaman dengan menggunakan sinar radiasi
telah diterapkan sejak beberapa tahun lalu pada tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan
untuk memperoleh varietas unggul
dengan sifat khusus yang dikehendaki. Beberapa tanaman mutan padi dan kedelai telah diuji di
lapangan dan menunjukkan keragaan yang baik.
8 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

hias (krisan, mawar, melati, gladiol, anthurium, dan artemisia terutama untuk kualitas bentuk dan warna
bunga) telah dilakukan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen), Bogor sejak beberapa tahun yang lalu. Saat ini, mutan-
mutan padi generasi lanjut yang tahan penyakit blas dan toleran kekeringan telah siap untuk diuji daya
hasilnya di lapangan. Mutan kedelai M6 yang toleran kekeringan
dan berdaya hasil tinggi (lebih tinggi dari varietas pembandingnya) telah diuji daya hasilnya di lima
lokasi.
Peningkatan keragaman genetik kedelai dan padi untuk sifat umur genjah dan hasil tinggi melalui iradiasi
benih telah pula dilakukan BB Biogen sejak tahun 2009. Pada akhir tahun 2010 diperoleh sekitar 300
mutan M6 padi dan kedelai berumur genjah untuk diuji daya hasilnya di beberapa lokasi.
Induksi mutasi dapat pula diterapkan dalam membuat tetua jantan steril pada perakitan varietas
hibrida. Di samping dengan persilangan berulang, tanaman jantan steril juga dapat dibuat dengan cara
mutasi spontan, yaitu dengan cara iradiasi atau dikenal dengan nuclear cytoplasmic male sterile (NMS).
Sebagian besar tanaman jantan steril yang dihasilkan dari
iradiasi dikontrol oleh sepasang gen resesif (msms x MFMF →msMF; msms x MFms →1 msms : 1
MFms).
Keuntungan utama menggunakan iradiasi dalam pembuatan jantan steril adalah: (1) gen tunggal ms yang
secara sempurna mengekspresikan jantan steril dengan seluruh latar belakang genetiknya dapat dengan
mudah ditransfer ke berbagai varietas sesuai dengan
karakter yang diinginkan; (2) hampir semua varietas dapat memulihkan galur NMS; (3) tidak
Penampilan mutan M3 padi asal iradiasi benih populasi F6 B12006 dan B11283 (atas), dan populasi M4 kedelai asal iradiasi
varietas Anjasmoro dan Grobogan (bawah) di Kebun Percobaan Citayam, Bogor.
ada efek negatif yang disebabkan galur NMS; dan (4) galur jantan steril (NMS) bersifat stabil atau tidak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Dengan demikian, galur NMS merupakan tetua yang sangat baik untuk memproduksi benih
hibrida (Asadi).
Informasi lebih lanjut hubungi:
Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian
Jalan Tentara Pelajar No. 3A
Bogor 16111
Telepon : (0251) 8337975
8339793
Faksimile : (0251) 8338820
E-mail :

bb-biogen@litbang.deptan.go.id

Pemuliaan Tanaman
03 Aug 2010 11:04:36

Mutasi buatan pada tanaman dapat dilakukan dengan mengiradiasi organ reproduksi
tanaman seperti biji, stek batang, serbuk sari, akar rhizome, kalus dan sebagainya.
Radiasi dapat dimanfaatkan untuk pemuliaan tanaman dalam rangka meningkatkan
keragaman genetik sehingga memungkinkan untuk melakukan seleksi genotip sesuai
dengan aspek pemuliaan yang dikehendaki. Mutasi buatan dapat menimbulkan
perubahan genetik tanaman baik ke arah positif maupun negatif, dan bersifat baka
(dapat diwariskan pada generasi berikut). Mutasi yang terjadi ke arah “sifat positif”
merupakan mutasi yang dikehendaki oleh pemulia tanaman pada umumnya, dan sifat
positif yang dimaksud tergantung pada tujuan pemuliaan tanaman.

            Pemuliaan tanaman dengan teknik nuklir dapat diawali dengan mengiradiasi
materi genetik  tanaman misalnya biji, stek batang, serbuk sari, akar rhizome, kalus atau
yang lainnya dengan sinar gamma. Setelah perlakuan irradiasi akan terjadi beberapa
kemungkinan pada materi genetik tanaman tersebut yaitu mutasi ke arah positif, mutasi
ke arah negatif, atau tanpa mutasi. Dari variasi fenotip yang timbul dilakukan seleksi
sifat yang lebih baik untuk dikembangkan menjadi varietas unggul. Tanaman yang telah
mengalami perubahan akibat terjadinya mutasi genetik disebut mutan sedangkan zat
yang menyebabkan terjadinya mutasi disebut mutagen. Radiasi terhadap materi genetik
tanaman tidak mengakibatkan tanaman atau produk tanaman tersebut menjadi bersifat
radioaktif sehingga semua hasil pemuliaan tanaman dengan radiasi aman untuk
dikonsumsi manusia.
Kemungkinan variasi fenotip yang muncul setelah perlakuan iradiasi pada materi genetik
tanaman.

Mengingat di Indonesia hama dan penyakit utama padi sawah antara lain adalah
Wereng Coklat Nilaparvata Lugens Stal dan penyakit hama daun bakteri Xanthomonas
Oryzae, maka tujuan pembentukan varietas unggul pada padi sawah ditekankan pada
ketahanan terhadap kedua hama dan penyakit tersebut, selain sifat unggul lainnya
seperti produksi tinggi, umur genjah, dan kualitas beras yang bagus dengan tekstur nasi
pulen. BATAN memiliki fasilitas yang dibutuhkan untuk penelitian pemuliaan tanaman
dengan teknik radiasi antara lain Gamma Chamber dan Gamma Cell dengan sumber
radiasi Cobalt-60 laju dosis tinggi, Gamma Room dengan sumber radiasi Cobalt-60 laju
dosis rendah, laboratorium kultur jaringan, ruang tumbuh, rumah kaca, kebun
percobaan dan sawah.

BERBAGAI MACAM MUTASI

a. Mutasi Genom (Genome Mutation)


Poliploidi pada tanaman mencerminkan bahwa satu atau lebih set kromosom
ditambahkan pada kromosom diploid misalnya triploid disimbolkan 2x+x=3x,
tetraploid 2x+2x=4x (dimana x adalah jumlah kromosom dasar). Haploidi (dari diploidi)
atau polihaploidi (dari poliploidi) mencerminkan status tanaman yang memiliki
separuh dari jumlah kromosom normal misalnya 2x-->x, 4x-->2x dan seterusnya.
Aneuploidi mencerminkan status tanaman yang memiliki penambahan atau
pengurangan kromosom dari pasangan normalnya, misalnya 2x+1, 2x–1, 3x+1, 4x–1,
4x+2 dan sebagainya. Pengaruh beberapa mutagen kimia, seperti colchicine atau
nitrous oxide dapat merubah tingkat ploidi pada genom tanaman.
Sebagai contoh mutasi genom, beberapa mutan tanaman sorghum yang diinduksi
dengan colchicine telah dilaporkan sebagai hasil mutasi genom dengan pengurangan
jumlah kromosom (haploidi) yang kemudian diikuti dengan diploidisasi. Sedangkan
pengaruh mutagen fisika (radiasi sinar Gamma) pada mutasi genom telah dilaporkan
pada mutan tanaman barley, dimana terjadi perubahan genom tanaman menjadi
aneuploidi.

b. Mutasi Kromosom (Chromosome Mutation)


Pengaruh bahan mutagen, khususnya radiasi, yang paling banyak terjadi pada
kromosom tanaman adalah pecahnya benang kromosom (chromosome breakage atau
chromosome aberation). Pecahnya benang kromosom dibagi dalam 4 kelompok yaitu
translokasi (translocations), inversi (inversions), duplikasi (duplications), dan defisiensi
( deficiencies ).
Translokasi terjadi apabila dua benang kromosom patah setelah terkena energi radiasi,
kemudian patahan benang kromosom bergabung kembali dengan cara baru. Patahan
kromosom yang satu berpindah atau bertukar pada kromosom yang lain sehingga
terbentuk kromosom baru yang berbeda dengan kromosom aslinya. Translokasi dapat
terjadi baik di dalam satu kromosom (intrachromosome) maupun antar kromosom
(interchromosome). Translokasi sering mengarah pada ketidakseimbangan gamet
sehingga dapat menyebabkan kemandulan (sterility) karena terbentuknya chromatids
dengan duplikasi dan penghapusan. Alhasil, pemasangan dan pemisahan gamet jadi
tidak teratur sehingga kondisi ini menyebabkan terbentuknya tanaman aneuploidi.
Translokasi dilaporkan telah terjadi pada tanaman Aegilops umbellulata dan Triticum
aestivum yang menghasilkan mutan tanaman tahan penyakit.
Inversi terjadi karena kromosom patah dua kali secara simultan setelah terkena energi
radiasi dan segmen yang patah tersebut berotasi 180 o dan menyatu kembali.
Kejadian bila centromere berada pada bagian kromosom yang terinversi disebut
pericentric , sedangkan bila centromere berada di luar kromosom yang terinversi
disebut paracentric . Inversi pericentric berhubungan dengan duplikasi atau
penghapusan chromatid yang dapat menyebabkan aborsi gamet atau pengurangan
frequensi rekombinasi gamet. Perubahan ini akan ditandai dengan adanya aborsi
tepung sari atau biji tanaman, seperti dilaporkan terjadi pada tanaman jagung dan
barley. Inversi dapat terjadi secara spontan atau diinduksi dengan bahan mutagen,
dan dilaporkan bahwa sterilitas biji tanaman heterosigot dijumpai lebih rendah pada
kejadian inversi daripada translokasi.
Duplikasi menampilkan cara peningkatan jumlah gen pada kondisi diploid. Dulikasi
dapat terjadi melalui beberapa cara seperti: pematahan kromosom yang kemudian
diikuti dengan transposisi segmen yang patah, penyimpangan dari mekanisme
crossing-over pada meiosis (fase pembelahan sel), rekombinasi kromosom saat terjadi
translokasi, sebagai konsekuensi dari inversi heterosigot, dan sebagai konsekuensi dari
perlakuan bahan mutagen. Beberapa kejadian duplikasi telah dilaporkan dapat
miningkatkan viabilitas tanaman. Pengaruh radiasi terhadap duplikasi kromosom telah
banyak dipelajari pada bermacam jenis tanaman seperti jagung, kapas, dan barley.
Defisiensi adalah penghilangan satu atau lebih segmen gen pada kromosom.
Penghilangan dapat terjadi pada segmen panjang lengan kromosom seperti yang
dilaporkan pada tanaman gandum. Tergantung pada gen dan tingkat ploidi, defisiensi
dapat menyebabkan kematian, separuh kematian, atau menurunkan viabilitas. Pada
tanaman defisiensi yang ditimbulkan oleh perlakuan bahan mutagen (radiasi) sering
ditunjukkan dengan munculnya mutasi klorofil. Kejadian mutasi klorofil biasanya dapat
diamati pada stadia muda ( seedling stage ), yaitu dengan adanya perubahan warna
pada daun tanaman.

c. Mutasi Gen (Gene or Point Mutation)


Sesuai dengan konsep genetika, informasi genetik tersimpan dalam rangkaian
polinukliotida yang membentuk struktur pilitan ganda ( double helix ) disebut DNA
(RNA dalam kasus beberapa virus). Empat nukliotida yang berbeda terdiri dari basa
purine (adenine dan gaunine) dan pyrimidine (thymine dan cytosine), dihubungkan
bersama melalui ikatan fosfat dan gula (deoxyribose). Bahan mutagen tertentu dapat
menginduksi perubahan spesifik susunan pasangan basa dalam struktur DNA.
Perubahan yang terjadi disebut mutasi gen yang digolongkan menjadi dua katagori
yaitu microlesions dan macrolesions . Microlesions adalah mutasi dimana terjadi
substitusi pasangan basa, transisi atau transversi pasangan basa, dan penyisipan baru
pasangan basa. Macrolesions adalah mutasi dimana terjadi penghapusan, duplikasi
atau penyusunan kembali pasangan basa. Mutasi microlesions sering juga disebut
mutasi titik ( point mutation ).
Mutagen kimia biasanya erat berhubungan dengan mutasi microlesions sedangkan
mutagen kimia (radiasi) dengan mutasi macrolesions. Mutasi gen sering berasosiasi
dengan fenomena sterilitas dan kematian, seperti misalnya dalam pengaruhnya
mencegah terbentuknya bivalensi dalam meiosis. Pada mutan homosigot hal ini sangat
berpengaruh terhadap penurunan produktivitas dan daya saing mutan sehingga dapat
merugikan. Namun pada heterosigot mutan, mutasi gen dapat mengarah pada
peningkatan viabilitas dan daya saing mutan, seperti yang telah diteliti dan dilaporkan
pada tanaman jagung, barley, padi, tanaman bunga dan sebagainya.

d. Mutasi diluar Inti Sel (Extranuclear Mutation)


Pada kenyataannya tidak semua materi genetik (DNA) berada di dalam inti sel
( nucleus ). Hal tersebut terbukti setelah peneliti menjumpai bahwa beberapa sifat
tanaman diturunkan dengan tidak menuruti pola hukum Mendel. Sampai pada
akhirnya diketahui penurunan sifat lebih dikontrol oleh gen-gen yang berada di luar
inti sel atau sitoplasma, dan penurunan sifat model ini dikenal dengan istilah
extranuclear inheritance . Di dalam sitoplasma sel terdapat banyak organel
diantaranya kloroplas ( chloroplast ) dan mitokondria (mitochondria) yang masing-
masing berfungsi dalam proses fotosintesis dan sintesa adenosintriposfat (ATP).
Kloroplas dan mitokondria ternyata mengandung materi genetik (gen atau DNA) yang
juga dapat termutasi. Mutasi gen kloroplas atau mitokondria sering disebut mutasi
diluar inti atau extranuclear mutation . Mutasi pada gen kloroplas dapat menyebabkan
kerusakan gen mutan (defective mutant genes) yang kemudian dapat mengganggu
proses fotosintesis pada daun. Alhasil, dampak mutasi gen kloroplas sering
diekspresikan dengan munculnya gejala warna belang pada daun tanaman, misalnya
warna belang hijau-putih pada tanaman Pelargonium dan Mirabilis jalapa (bunga
pukul empat). Warna belang pada daun sering memiliki nilai seni dan nilai ekonomis
tersendiri bagi pemulia tanaman. Oleh karena itu, mutasi tipe ini sering sangat
bermanfaat dalam pemuliaan tanaman hias (ornamental crops).
Seperti telah dilaporkan (Van Harten, 1998), mutasi di luar inti sel sering pula
menimbulkan gejala pertumbuhan kerdil (dwarf growth), berubahan morfologi bunga
dan penyimpangan morfologi lainnya, dan ketahanan terhadap herbisida, yang
biasanya disandikan oleh gen mitokondria. Dalam beberapa studi, mutasi pada
mitokondria gen telah menghasilkan tanaman jagung yang tahan penyakit bercak
daun (Drechslera maydis) dan tanaman gandum yang tahan penyakit karat (Puccinia
striiformis). Sementara itu, perhatian yang lebih besar telah diberikan untuk mutasi
gen pada sitoplasma yang terkait dengan cytoplasmic male sterility (CMS) seperti pada
tanaman jagung. Teknik CMS sangat bermanfaat dalam pemuliaan tanaman khususnya
dalam produksi benih tanaman hibrida. Secara umum telah diketahui bahwa CMS
adalah sifat yang disandikan oleh gen mitokondria (Lonsdale, 1987). Mutasi dan
rekombinasi DNA mitokondria merupakan dasar kejadian CMS alami.
2. Fasilitas dan Prosedur Kerja
Untuk mendukung penelitian pemuliaan tanaman dengan teknik mutasi, di BATAN
tersedia fasilitas penelitian berupa Gamma chamber, Gamma cell, Gamma room,
laboratorium, laboratorium kultur jaringan, ruang tumbuh, rumah kaca, kebun
percobaan dan sawah. Gamma chamber model 4000A memiliki sumber sinar gamma
dari Cobalt-60 dengan aktivitas awal sebesar 3474.6632 Curie. Gamma cell model GC-
220 memiliki sumber sinar Gamma dari Cobalt-60 dengan aktivitas awal sebesar
10.697 Curie. Pada umumnya Gamma chamber dan Gamma cell digunakan untuk
penelitian yang memerlukan perlakuan radiasi akut ( accute irradiation ), yaitu radiasi
dengan laju dosis tinggi seperti pada biji-bijian atau materi reproduktif tanaman
lainnya yang berukuran kecil. Sedangkan untuk penelitian yang memerlukan perlakuan
radiasi kronik ( chronic irradiation ), yaitu radiasi dengan laju dosis rendah seperti
terhadap tanaman pot atau tanaman dalam media kultur jaringan, dapat digunakan
Gamma room. Gamma room model Panoramic Batch Irradiator yang ada di BATAN
memiliki sumber sinar gamma dari Cobalt-60 dengan aktivitas awal sebesar 75.000
Curie.
Setelah perlakuan radiasi dengan sinar gamma, materi reproduktif tanaman kemudian
ditumbuhkembangkan di ruang tumbuh, rumah kaca, atau langsung di kebun
percobaan. Analisa mutan tanaman dilakukan di laboratorium, biasanya dengan
membandingkan sifat-sifat genetik, biologi dan agronominya terhadap tanaman
kontrol. Analisa mutan dapat juga dilakukan baik secara visual fenotipa maupun secara
biologi molekuler seperti dengan teknik RAPD atau bioteknologi lainnya. Secara
ringkas prosedur kerja pemuliaan tanaman dengan teknik mutasi khusus untuk
tanaman serealia berserbuk sendiri (termasuk gandum) disajikan dalam gambar di
bawah ini.

3. Tanaman yang Diteliti

Tanaman yang diteliti dikelompokkan sebagai berikut:


(1) Tanaman pangan: padi, kedelai, kc. hijau, kc.tanah, sorghum, dan gandum
(2) Tanaman hortikultura: pisang, cabai, bawang merah, dan bawang putih
(3) Tanaman industri: kapas, sorghum, dan gandum
(4) Tanaman bunga: krisan dan anggrek, dan
(5) Tanaman pakan ternak: sorghum.

4. Hasil-hasil Yang Telah Dicapai


Salah satu kegiatan di bidang pertanian adalah penelitian pemuliaan tanaman dengan
menggunakan teknik mutasi ( mutation breeding ). Kejadian mutasi direfleksikan
dalam munculnya keragaman genetik tanaman, yang kemudian melalui proses seleksi
dan pengujian lebih lanjut, memungkinkan diperolehnya suatu varietas unggul
tanaman. Penelitian pemuliaan mutasi di BATAN sebetulnya telah dimulai sejak tahun
1970, yaitu dengan program perbaikan varietas tanaman padi. Sampai kini BATAN
telah menghasilkan beberapa mutan tanaman pangan yang dilepas sebagai varietas
unggul oleh Departemen Pertanian.

INDUKSI MUTASI
Mutasi adalah perubahan genetik, baik perubahan pada gen tunggal, sejumlah
gen maupun susunan kromosom. Perubahan dapat terjadi pada setiap bagian tanaman,
khususnya bagian yang selnya aktif membelah (Micke dan Donini 1993).
Secara umum, mutasi dihasilkan oleh segala tipe perubahan genetik yang
mengakibatkan perubahan fenotipe yang diturunkan, termasuk keragaman kromosom,
sehingga menyebabkan terjadinya keragaman genetik (Soeranto 2003).
Mutasi dapat terjadi secara spontan atau acak, dan merupakan dasar sebagai
sumber keragaman bagi tanaman dan sifat yang diwariskan. Mutasi dapat terjadi secara
spontan di alam atau melalui induksi (Koornneef 1991). Secara mendasar, tidak
terdapat perbedaan antara mutasi yang terjadi secara alami dan mutasi hasil induksi.
Keduanya dapat menimbulkan variasi genetik sebagai dasar dalam seleksi tanaman
(Soeranto 2003).
Mutasi gen terjadi karena adanya perubahan pada struktur primer DNA. Mutasi
juga dapat terjadi karena bertambah atau hilangnya satu atau lebih basa yang terdapat
dalam satu molekul DNA (Micke dan Donini 1993; Van Harten 1998). Smith dan
Wood (1991) mendefinisikan perubahan sekuen nukleotida pada gen yang
menghasilkan mutasi gen, perubahan sekuen nukleotida pada gen yang menghasilkan
perubahan asam amino dapat menghasilkan protein mutan.
Mutasi gen juga dapat didefinisikan sebagai perubahan suatu bentuk alel menjadi
bentuk alel lainnya. Perubahan tersebut terjadi dalam satu gen pada satu lokus
kromosom atau disebut mutasi titik (Suzuki et al. 1993).
Induksi mutasi dapat dilakukan pada tanaman dengan perlakuan bahan
mutagen tertentu terhadap organ reproduksi tanaman seperti biji, setek batang, serbuk
sari, akar rizoma, dan kalus (Soeranto 2003). Mutagen yang sering digunakan dalam
pemuliaan tanaman yaitu mutagen kimia dan mutagen fisik (Koornneef 1991; Micke
dan Donini 1993). Frekuensi dan spektrum mutasi bergantung pada jenis mutagen dan
dosis yang digunakan. Mutagen fisik yang telah digunakan secara luas adalah sinar X
dan sinar gama. Kedua mutagen fisik tersebut memiliki kemampuan penetrasi yang baik
dan bersifat sebagai radiasi ion (Micke dan Donini 1993).
Mutagen kimia umumnya berasal dari senyawa alkil, seperti etil metan sulfonat (EMS),
dietil sulfat (DES), metil metan sulfonat (MMS), hidroksil-amina, dan nitrous acids
(Soeranto 2003).
Induksi mutasi menggunakan radiasi sinar X dan sinar gama paling banyak
digunakan untuk mengembangkan varietas mutan. Hal ini terbukti dalam kurun waktu
70 tahun terakhir, telah dihasilkan
2.250 varietas mutan di seluruh dunia (Maluszynki et al. 2000). Sekitar 89% dari 1.585
varietas yang dilepas sejak tahun 1985 merupakan hasil induksi mutasi secara langsung,
64% di antaranya dikembangkan dengan menggunakan sinar gama dan hanya 22%
dengan sinar X (Ahloowalia et al. 1990).
Mutagen kimia merupakan senyawa kimia yang mudah terurai membentuk radikal yang
aktif, dapat bereaksi dengan asam amino sehingga terjadi perubahan sifat. Bahan kimia
yang termasuk mutagen kimia dan berguna dalam pemuliaan tanaman adalah kelompok
pengalkil seperti EMS, DES, etilin amina (EM), etil nitroso urea (ENH), dan metil
nitroso urea serta kelompok azida. Kelemahan kelompok pengalkil adalah mudah
terhidrolisis sehingga menjadi tidak aktif lagi sebagai mutagen, selain bersifat toksik.
Keadaan ini dapat digunakan untuk menentukan waktu paruhnya. Selain itu, senyawa
pengalkil sangat berbahaya bagi manusia karena bersifat karsinogen, terutama etilin
amina yang sangat mudah menguap dengan titik didih 56°C/760 mm (Ismachin 1988,
tidak diterbitkan).
Secara umum, proses mutasi dapat menimbulkan perubahan pada sifat genetik
tanaman, baik ke arah positif maupun negatif, dan kemungkinan mutasi yang terjadi
dapat kembali normal (recovery). Mutasi yang mengarah ke sifat positif dan diwariskan
ke generasi berikutnya adalah yang dihendaki oleh pemulia tanaman pada umumnya
(Soeranto 2003).
Mutasi gen digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu microlesions dan macrolesions,
yang dicirikan oleh adanya perubahan basa pada DNA (Van Harten 1998). Menurut
Suzuki et al. (1993), ada tiga tipe perubahan basa, yaitu: 1) transisi, penggantian satu
basa purin dengan satu purin atau penggantian satu basa pirimidin dengan pirimidin
lain, 2) transfers, yaitu penggantian satu basa pirimidin dengan satu basa purin dan
sebaliknya, dan 3) delesi, yaitu pasangan basa tertentu menghilang sehingga terjadi
perubahan orientasi susunan pasangan basa. DNA sangat sensitif terhadap radiasi,
sehingga radiasi sinar gama dapat menyebabkan perubahan DNA pada makhluk hidup
(Van Harten 1998).

Adkins, S.W., R. Kunamuvatchaidach, and I.D.


Godiwin. 1995. Somaclonal variation in ricedrought
tolerance and other agronomic characters.
Aust. J. Bot. 43: 201−109.
Ahloowalia, B.S. 1990. In vitro radiation induced
mutagenesis in potato. p. 39−46. In R.S.
Sangan and B. Sangan-Norreel (Eds.). The
Impact of Biotechnology in Agriculture.
Kluwer Acad. Pub., The Netherlands.
Banzai, K.C., Shantha-Nagorojan, N.P. Sukamoran,
and S. Nagarojan. 1991. A rapid
screening technique for drought resistance
in potato (Solanum tuberosum L.). Potato
Res. 34: 241−248.
Biswan, B., Chowdhurry, A. Bhattacharya, and
B. Mandal. 2002. In vitro screening for
increasing drought tolerance in rice. In vitro
Cell. Dev. Biol-Plant 38: 525−530.
Cho, H.J. and W.J. Yong. 1991. Effect of PEG
and ABA on storage starch accumulation and
the survival dessicated somatic embryos of
Rural Dev. Admin-Biotechnology. Ros. Rep.
33(3): 13−20.
Dami, I. and H. Hughes. 1997. Leaf anatomy
and water losses of in vitro PEG-treated
‘valiant’ grape. Plant Cell Tiss. Org. Cult.
57: 129−132.
Deb, N., B. Alam, S.D. Gupta, and B.C. Ghosh.
1996. Cell membrane stability of leaf tissue
and its relationship with drought tolerance
in arachis. Indian J. Exp. Biol. 34: 1.044.
Do, G., B.B. Seo, J.M. Ko, S.H. Lee, J.H. Pak,
I.S. Kim, and S.D. Song. 1999. Analysis of
somaclonal variation through tissue culture
and chromosomal localization of rDNA sites
by fluorescent in situ hybridization in wild
Allium tuberosum and regeneration of
variant. Plant Cell Tiss. Org Cult. 57: 113−
119.
Duncan, R.R., R.M. Waskom, and M.W. Nohars.
1995. In vitro screening and field evaluation
of tissue culture regenerated sorghum
(Sorghum bicolor (L.) Moench) for soil
stress tolerance. Euphytica 85: 371−380.
Farid, M.B., Y. Musa, Nassaruddin, dan Darmawan.
2006. Variasi somaklonal tebu tahan salinitas
melalui mutagenesis in vitro. J. Agrivigor
5(3): 247−258.
Gulati, A. and P.K. Jaiwal. 1993. Selection and
characterization of mannitol-tolerant callus
lines of Vigna radiata (L.) Wilczek. Plant
Cell Tiss. Org. Cult. 34: 35−41.
Handayani, W. Darliah, I. Mariska, dan R. Purnamaningsih.
2002. Peningkatan keragaman
genetik mawar mini melalui kultur in vitro
dan iradiasi sinar gama. Berita Biologi 5(4):
365−371.
Haug, A. 1984. Molecular aspects of alumunium
toxicity. CRC Crit. Rev. Plant Sci.: 345−373.
Hever. 1999. Osmoregulatory role of proline in
plant exposed to environmental stress. p.
675−695. In M. Perssarakli (Ed.). Handbook
of Plant and Crop Stress. Second Edition,
Revised and Expanded. C.H.IP.S.
Hue, N.V., G.R. Croddock, and F. Adam. 1986.
Effect of organic acids on Al toxicity in
subsoil. Soil Sci. Soc. Am. J. 50: 28−34.
Jain, S.M. 2001. Tissue culture-derived variation
in crop improvement. Euphytica 118: 153−
156.
Jayasankar, S. 2005. Variation and tissue culture.
In N.T. Robert and J.G. Dennis (Ed). Plant
Development and Biotechnology. CRC
Press, London. 358 pp.
Kadir, A. 2007. Induksi Variasi Somaklon melalui
Iradiasi Sinar Gama dan Seleksi In Vitro
untuk Mendapatkan Tanaman Nilam Toleran
terhadap Cekaman Kekeringan. Disertasi.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. 173 hlm.
Koornneef, M. 1991. Variation and mutant selection
in plant cell and tissue culture in biotechnological
innovation. p. 99−115. In Crop
Improvement. Open Universiteit Nederland
and Thames Polytechnic, United Kingdom.
Krizek, D.T. 1985. Methods of inducing water
stress in plant. Hort. Sci. (20): 1.028−1.038.
Kumar, P.S. and V.L. Mathur. 2004. Chromosomal
instability in callus culture of Pisum
sativum. Plant Cell Tiss. Org. Cult. 78: 267−
271.
Kuskova, V.B., N.M. Piven, and Y.Y. Gleba.1997.
Somaclonal variation and in vitro induced
mutagenesis in grapevine. Plant Cell Tiss.
Org. Cult. 49: 17−27.
Lestari, E.G., I. Mariska, D. Sukmadjaja, dan D
Suardi. 2005. Seleksi in vitro dan identifikasi
tanaman padi varietas Gajah Mungkur, Towuti
dan IR64 yang tahan kekeringan. Kumpulan
Makalah Seminar Hasil Penelitian
Tahun 2004. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetik Pertanian, Bogor.
Linacero, R. and A. Vazquez. 1992. Cytogenetic
variation in rye regenerated plants and their
progeny. Genome 35: 428−430.
Makarim, A.K. 2005. Cekaman abiotik utama
dalam peningkatan produktivitas tanaman.
Makalah pada Seminar Pemanfaatan Bioteknologi
untuk Mengatasi Cekaman Abiotik
pada Tanaman, Bogor 22 September 2005.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian,
Bogor. 15 hlm.
Maluszynki, M.K., L. Nichterlein, Van Zanten,
and B.S. Ahloowalia. 2000. Officially released
mutant varieties–The FAO/IAEA
Database. Mutant Breed Rev. 12: 1−84.
Mariska, I., S. Hutami, dan M. Kosmiatin. 2002.
Peningkatan toleransi terhadap aluminium
dan pH rendah pada tanaman kedelai melalui
kultur in vitro. Dalam N. Hilmy, M.
Ismachin, F. Suhadi, E.L. Pattiradjawane, S.
Sutrisno, M. Utama, Wandono, M. Sumatra,
Mugiono, E. Suwadji, S. Yatim, Ishak, N.D.
Leswara, dan K. Idris (Ed). Risalah Pertemuan
Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Aplikasi
Isotop dan Radiasi. Badan Tenaga Atom
Nasional, Jakarta.
Mariska, I., E. Syamsudin, D. Sopandie, S.
Hutami, A. Husni, M. Kosmiatin, dan A.V.
Novianti. 2004. Peningkatan ketahanan tanaman
kedelai terhadap aluminium melalui
kultur in vitro. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian 23(2): 46−52.
Mariska, I., M. Kosmiatin, E.G. Lestari, dan I.
Rostika. 2006. Seleksi in vitro tanaman
pisang ambon kuning untuk ketahanan
terhadap penyakit layu fusarium. Laporan
Akhir Rusnas Buah Tropis. Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. 20
hlm.
Mattjik, N.A. 2005. Peranan Kultur Jaringan
dalam Perbaikan Tanaman. Orasi Ilmiah Guru
Besar Tetap Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor, 24 September
2005. 102 hlm.
Michel, B.E. and M.R. Kaufmann. 1973. The
osmotic potential of polyethylene glycol
6000. Plant Physiol. 57: 914−916.
Micke, A. and B. Donini. 1993. Induced mutation.
p. 52−77. In M.D. Hayward, N.O. Bosemark,
and I. Romagosa (Eds.). Plant Breeding
Principles and Prospects. Chapman &
Hall, London.
Moller, T., J.C. Bailar, J. Kleinberg, C.O. Guss,
M.E. Castellion, and C. Motz. 1984. Chemistry
with Inorganic Qualitative Analysis. Acid
Press, Inc., Orlando.
Pellet, D.M., D.L. Grunes, and L.V. Kochian.
1995. Organic acid exudation as an alumunium-
tolerance mechanism in maize (Zea
mays L.). Planta 196: 788−795.
Pesqueira, J., M.D. García, S. Staltari, and M.C.
Molina. 2006. NaCl effects in Zea mays L.
x Tripsacum dactyloides (L.) L. hybrid calli
and plants. Electronic J. Biotechnol. 9(3):
1−6.
Purnamaningsih, R. dan I. Mariska. 2008. Pengujian
nomor-nomor harapan padi tahan Al
dan pH rendah hasil seleksi in vitro dengan
kultur hara. Jurnal Agrobiogen 4(1): 18−23.
Remotti, P.C., H.J.M. Loffer, and L. Van Vloten-
Doting. 1995. Selection of cell lines and regeneration
of plants resistant to fusaric acid
from Gladiolus grandiflorus cv. Peter Pears.
Euphytica 96(2): 237−245.
Richard, R.A., C.W. Denett, C.O. Qualset, E.
Edstein, J.D. Norlyn, and M.D. Winslow.
1987. Variation in yield of grain and biomass
in wheat, barley and tricale in a salt-affected
fuclid. Field Crops Res. 15: 227.
Rosas, H.G., S.S. Garcia, G.R. Reyes, J.L.R. Ontiveros,
and A.C.R. Villaseñor. 2003. Preliminary
results on in vitro selection for tolerance
to chloride excess in avocado. Revista Chapingo
Serie Horticultura 9(1): 39−43.
Salaem, M.Y., Z. Mukhtar, A.A. Cheema, and B.
M. Atta. 2005. Induced mutation and in vitro
techniques as a method to induce salt tolerance
in Basmati rice (Oryza sativa L.). Intl.
J. Environ. Sci. 2(2): 141−145.
Santos, D.M.S and A.N. Ochoa. 1994. PEG-tolerant
cell clones of chili pepper growth,
osmotic potential and solute accumulation.
Plant Cell Tiss. Org. Cult. 37: 1−8.
Savin, N.B., A. Gupta, S. Prakhas, and B. Biswas.
1991. Isolation and characterization of a
salt tolerant line of Arachis hypogaea L.
using in vitro culture. Acta Hort. 289: 219–
222.
Skirvin, R.M., M. Norton, and K.D. Mc Pheeter.
1993. Somaclonal variation: Has it proved
useful for plant improvement. Acta Hort.
336: 333−340.
Smith, C.A. and E.J. Wood. 1991. Molecular
Biology and Biotechnology. Chapman &
Hall, Tokyo.
Smith, R.H., S. Bhaskaran, and K. Scherz. 1983.
Sorghum plant regeneration from alumunium
selection media. Plant Cell Rep. 2: 129–132.
Soeranto, H. 2003. Peran iptek nuklir dalam
pemuliaan tanaman untuk mendukung industri
pertanian. Puslitbang Teknologi Isotop
dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional,
Jakarta.
Specht, J.E. and G.L. Greaf. 1996. Limitation
and potential for genetic manipulation of
soybeans. In D.P.S. Verma and R.C. Shoemaker
(Eds.). Soybeans: Genetics, Molecular
Biology and Biotechnology. CAB Intl.,
England.
Stavarek, S.J. and D.W. Rains. 1984. The development
of tolerance cell to mineral stress.
Hort. Sci. 19: 377−382.
Sutjahjo, S.H. 2006. Seleksi in vitro untuk
ketenggangan terhadap Al pada empat genotipe
jagung. Jurnal Akta Agraria 9(2): 61−
66.
Suzuki, D.T., A.J.F. Griffiths, J.H. Miller, and
R.C. Lewontin. 1993. An Introduction to
Genetic Analysis. W.H. Freeman and Co.,
New York.
Syarifuddin, A. dan A. Abdurachman. 1993.
Optimasi pemanfaatan sumber daya lahan
berwawasan lingkungan. Prosiding Simposium
Penelitian Tanaman Pangan III, Bogor,
23−25 Agustus 1993. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Taylor, G.J. 1991. Current views of the aluminium
stress response-the physiological basis tolerance. Curr. Tap. Biohem. Physiol. 10:
57−93.
Thrope, T.A. 1990. The current status of plant
tissue culture. p. 1−3. In S.S. Bhojwani (Ed.).
Plant Tissue Culture: Application and Limitations.
Elsevier Sci. Publ., Amsterdam,
Oxford, New York, Tokyo.
Van den Bulk, R.W. 1991. Application of cell
and tissue culture and in vitro selection for
disease resistance breeding – A review.
Euphytica 56: 269−285.
Van Harten, A.M. 1998. Mutation Breeding.
Theory and Practical Application. Cambridge
University Press, New York. p. 111−
162.
Verlues, P.E., E.S. Obes, and R.E. Sharp. 1998.
Root growth and oxygen relation at low water
potential. Impact of oxygen availability in
polyethylene glycol solution. Plant Physiol.
116: 1.403−1.412.
Wattimena, G.A. dan N.A. Mattjik. 1992. Pemuliaan
tanaman secara in vitro. Dalam Tim
Laboratorium Kultur Jaringan (Ed.). Bioteknologi
Tanaman. PAU Bioteknologi, Institut
Pertanian Bogor.
Yamamoto, Y. 1994. Quantitative estimation
of aluminium toxicity in cultured tobacco
cell. Correlation between alumunium uptake
and growth inhibitor. Plant Cell Physiol.
35(4): 575−583.
Yi and Le. 1997. Development of genetic
resources by in vitro application of radiation.
Proc. Seminar on Mutation Breeding in Oil
and Industrial Crops for Regional Nuclear
Cooperation in Asia. RDA, STA. Most and
JAIF. Suwon, Korea, 12−18 October 1997.
Yunchang, L. and Q. Liang. 1997. A review and
prospect of mutation breeding of oil crops
in China. Proc. Seminar on Mutation Breeding
in Oil and Industrial Crops for Regional
Nuclear Cooperation in Asia. RDA, STA.
Most and JAIF. Suwon, Korea, 12−18 October
1997.
Titre du document / Document title
Induced mutations : A new paradigm in plant breeding
Auteur(s) / Author(s)
AHLOOWALIA B. S. (1) ; MALUSZYNSKI M. (1) ;
Affiliation(s) du ou des auteurs / Author(s) Affiliation(s)
(1)
Joint FAO/IAEA Division of Nuclear Techniques in Food and Agriculture, International Atomic Energy Agency, Vienna, AUTRICHE
Résumé / Abstract
The use of ionizing radiation, such as X-rays, gamma rays and neutrons and chemical mutagens for inducing variation, is well established. Induced
mutations have been used to improve major crops such as wheat, rice, barley, cotton, peanuts, and beans, which are seed propagated. Since the
establishment of the Joint FAO/IAEA Division of the Nuclear Techniques in Agriculture, more than 1800 cultivars obtained either as direct mutants or
derived from their crosses have been released worldwide in 50 countries. In vegetatively propagated plants, many of mutants were derived from
irradiating rooted stem cuttings, detached leaves, and dormant plants. According to the FAO/IAEA database, of the 465 mutants released among the
vegetatively propagated plants, most are in the floricultural plants and a few in fruit trees. These include chrysanthemum, Alstroemeria, dahlia,
bougainvillea, rose, Achimenes, begonia, carnation, Streptocarpus, and azalea. The irradiation of in vitro cultured date palm, apple, potato, sweet
potato and pineapple now provides a means to treat large populations, which would not have been possible before. Irradiation of micropropagated
plants, axillary and adventitious buds, apical meristems, regenerative callus cultures, anthers and microspores, and somatic embryos provides a
miniaturized version of trees and seeds in the Petri dish instead of the field. During the last decade, the use of radio-actively labeled probes in
recombinant DNA research for cloning and mapping plant genes and transgenesis, particularly for RFLP, microsatellite based DNA fingerprinting, has
become a routine procedure. Many homeotic mutants that change floral development have been isolated in Arabidopsis, Petunia, Antirrhinum and
Lycopersicon. Mutants of Arabidopsis are being used to analyze genes, which determine response to auxins, cytokinins, gibberellin, abscisic acid and
ethylene in plant growth, floral development and senescence, fruit formation and ripening. These mutants are facilitating the isolation, identification
and cloning of the genes, which would ultimately help in designing crops with improved yield, increased stress tolerance, longer shelf-life and reduced
agronomic inputs. The identification and analysis of mutants by using molecular techniques of DNA fingerprinting and mapping with PCR based markers,
such as RAPDs, AFLP and STMS, and mutant tagging shall bring a new dimension in gene technology. Already, mutations can be linked to changes in DNA
sequences for some plant traits and to establish molecular maps in structural and functional genomics of crop plants. These in turn would lead to a
rapid enhancement of crop yields and quality.
Revue / Journal Title
Euphytica    ISSN  0014-2336   CODEN EUPHAA 
Source / Source
Congrès
International Congress of Genetics N o18, Beijing , CHINE (10/08/1998)
2001, vol. 118, no 2 (144 p.)  (40 ref.), [Notes: Selected papers], pp. 167-173
Langue / Language
Anglais
Editeur / Publisher

Springer, Dordrecht, PAYS-BAS  (1952) (Revue)

Penggunaan radiasi pengion, seperti sinar-X, sinar gamma dan neutron dan mutagen
kimia untuk menginduksi variasi, mapan. Mutasi induksi telah digunakan untuk
meningkatkan tanaman utama seperti gandum, beras, gandum, kapas, kacang tanah, dan
kacang, yang benih disebarkan. Sejak berdirinya Divisi FAO / IAEA Bersama Teknik
Nuklir dalam Pertanian, lebih dari 1800 kultivar diperoleh baik sebagai mutan langsung
atau berasal dari salib mereka telah dirilis di seluruh dunia di 50 negara. Dalam
vegetatif tanaman diperbanyak, banyak mutan yang berasal dari penyinaran berakar stek
batang, daun terpisah, dan tanaman yang tidak aktif. Menurut database FAO / IAEA,
dari 465 mutan dirilis antara vegetatif tanaman, kebanyakan tanaman di floricultural
dan beberapa di pohon buah. Ini termasuk krisan, alstroemeria, dahlia, bugenvil,
mawar, Achimenes, begonia, anyelir, Streptocarpus, dan azalea. Iradiasi dalam kurma
vitro budidaya, apel, kentang, ubi jalar dan nanas sekarang menyediakan sarana untuk
mengobati populasi besar, yang tidak akan mungkin terjadi sebelumnya. Iradiasi
tanaman micropropagated, tunas aksiler dan adventif, meristem apikal, kultur kalus
regeneratif, kepala sari dan mikrospora, dan embrio somatik menyediakan versi
miniatur pohon dan biji-bijian dalam cawan Petri bukan lapangan. Selama dekade
terakhir, penggunaan radio aktif probe berlabel dalam penelitian DNA rekombinan
untuk kloning gen tanaman dan pemetaan dan transgenesis, terutama untuk RFLP,
mikrosatelit DNA fingerprinting berbasis, telah menjadi prosedur rutin. Mutan
homeotik Banyak yang mengubah perkembangan bunga telah diisolasi di Arabidopsis,
Petunia, Antirrhinum dan Lycopersicon. Mutan Arabidopsis yang digunakan untuk
menganalisis gen, yang menentukan respon terhadap auksin, sitokinin, giberelin, asam
absisat dan etilen dalam pertumbuhan tanaman, perkembangan bunga dan penuaan,
pembentukan dan pematangan buah. Mutan ini memfasilitasi isolasi, identifikasi dan
kloning gen, yang pada akhirnya akan membantu dalam merancang tanaman dengan
hasil yang lebih baik, peningkatan toleransi stres, rak lagi-hidup dan mengurangi input
agronomi. Identifikasi dan analisis mutan dengan menggunakan teknik molekul DNA
fingerprinting dan pemetaan dengan spidol berbasis PCR, seperti RAPDs, AFLP dan
STMs, dan penandaan mutan akan membawa dimensi baru dalam teknologi gen. Sudah,
mutasi dapat dikaitkan dengan perubahan urutan DNA untuk beberapa sifat tanaman
dan untuk membangun peta molekuler dalam genomik struktural dan fungsional dari
tanaman. Ini pada gilirannya akan menyebabkan peningkatan cepat dari hasil panen dan
kualitas.

Tadele, Z., Mba, C. and Till, B.J., 2010. TILLING for mutations in model plants and
crops. In Molecular Techniques in Crop Improvement, 2nd edition, Springer,
Netherlands, 307-332.

2009

 Xu, X.H., Zhao, H.J., Liu, Q.L., Frank, T., Engel, K.H., An, G.H. and Shu,
Q.Y., 2009. Mutations of the multi-drug resistance-associated protein ABC
transporter gene 5 result in reduction of phytic acid in rice seeds. Theoretical
and Applied Genetics, 119(1): 75-83.

Yuan, F.J., Zhu, D.H., Deng, B., Fu, X.J., Dong, D.K., Zhu, S.L., Li, B.Q. and Shu,
Q.Y., 2009. Effects of two low phytic acid mutations on seed quality and nutritional
traits in soybean (Glycine max L. Merr). J. Agric. Food Chem. 57 (9) pp 3632-3638..

 Zhao, H.J., Ren, X.L., Liu, Q.L., Wu, D.X. and Shu, Q.Y., 2008. Gene
identification and allele-specific marker development for two allelic low phytic acid
mutations in rice (Oryza sativa L.). Molecular Breeding 22: 603-62.

 Fu, H.W., Y.F. Li and Q.Y. Shu, 2008. A revisit of mutation induction by gamma
rays in rice (Oryza sativa L.): Implications on microsatellite markers for quality control.
Molecular Breeding (on-line), DOI 10.1007/s11032-008-9173-7.

2007

 Shu, Q.Y. and P.J.L. Lagoda, 2007. Mutation techniques for gene discovery and
crop improvement. Molecular Plant Breeding, Vol. 5, pp. 193-195.

2006

 Zhou, X.S., S.Q. Shen, D.X. Wu, J.W. Sun, and Q.Y. Shu, 2006. Introduction of
a Xantha mutation for testing and increasing varietal purity in hybrid rice. Field
Crops Research, 96, 71-76.

Ahloowalia, B. S., M. Maluszynski & K. Nichterlein (2004). Global impact of


mutation-derived varieties. Euphytica 135: 187-204.

Jain, S.M. 2001. Mutation breeding and micropropagation of selected mutants


agronomic traits in Sri Lanka, CGIAR, ISNAR Publication, Holland.

Bhatia, C.R., M. Maluszynski, K. Nichterlein, and, and L. Van Zanten , 2001. Grain
legume cultivars derived from induced mutations, and mutations affecting nodulation.
Mutation Breeding Review 13: 1-44.
Jain, S.M. 2002. A review of induction of mutations in fruits of tropical and subtropical
regions. Acta Hort. 575: 295-302.

Jain, S.M. 2002. Tissue culture and induced mutations useful tools for floriculture
industry. In Vitro Cellular & Develop. Biol.-Plant. 38: 643.

Advances in Biological Research 3 (5-6): 215-221, 2009


ISSN 1992-0067
© IDOSI Publications, 2009
Corresponding Author: N.K. Singh, Department of Biotechnology in Applied Mechanics, Motilal Nehru National,
Institute of Technology, Allahabad 211 004, India
215
Induced Mutations in Bread Wheat (Triticum aestivum L.) CV. ‘Kharchia 65’ for
Reduced Plant Height and Improve Grain Quality Traits
1N.K. Singh and 2H.S. Balyan
1Department of Biotechnology in Applied Mechanics,
Motilal Nehru National, Institute of Technology, Allahabad, 211 004, India
2Department of Genetics Plant Breeding, Ch. Charan Singh University, Meerut, 250 004, India
Abstract: Through mutagenesis with gamma rays, mutants characterized by reduced plant height, square head,
awnless ear, amber seed colour, bold seeds and storage capacities were induced in bread wheat (Triticum
aestivum L) cv. Kharchia 65. The were isolated in M generation; derived from 10, 20, 30 and 40 kR of gamma
2
rays treated M population. In the M generation, some, progenies with morphological mutants were recovered. 1
3
The pattern of segregation was found to be controlled by monogenic recessive control of mutant phenotypes
and showed a good fit for 3 normal:1 mutant and 1 normal:2 segregating:1 mutant between and within the
progenies respectively. Out of the thirteen reduced plant height homozygous mutant progenies, only three
progenies namely 398, 446-7 and 621 showed superiority over control population for several traits. For
instance,
these progenies had significantly higher mean values for number of tillers per plant and number of spikelets per
spike (progeny no. 398), biological yield, number of tillers per plant and number of spikelets per spike
(progeny
no. 446-7) and harvest index (progeny no. 621) compared to the control cv. Kharchia 65. Therefore, it is these
three mutant progenies may prove useful for yield improvement in wheat breeding programme. The amber
seed
colour, bold and plumb seed producing M mutant progenies namely 351, 446-1, 498 and 632 stored in plastic 3
box for seven years but they not showed significantly high storage capacity against to cereal weevil compared
to the control cv. Kharchia 65.

Kew words: Mutation % wheat % Kharchia

Selasa, 13 Desember 2011 | 13:41 WIB

Konsumsi Beras di Indonesia Tertinggi di Dunia  


Besar Kecil Normal

TEMPO.CO, Tangerang - Menteri Perdagangan Gita Wiryawan menyatakan pola


konsumsi masyarakat Indonesia terhadap beras saat ini sangat tinggi, bahkan tertinggi
di dunia. Orang Indonesia mengkonsumsi beras hingga 130-140 kilogram per
tahun/orang. ”Jumlah ini sangat jauh jika dibandingkan dengan orang Asia lainnya yang
hanya mengkonsumsi beras sebanyak 65-70 kilogram per tahun/orang,” katanya saat
mengunjungi Pasar Modern Sinpasa, Summarecon Serpong, Tangerang, Banten, Selasa
13 Desember 2011.
Tingginya pola konsumsi beras masyarakat Indonesia, kata Gita, yang menyebabkan
harga beras mahal dan mempengaruhi stabilitas harga beras. Padahal seandainya
masyarakat Indonesia bisa mengurangi konsumsi beras dan mengganti sumber
karbohidrat dari jenis makanan lainnya seperti singkong, hal ini akan membantu
ketergantungan akan beras dan mempengaruhi stabilitas harga beras. ”Jadi pola
konsumsi beras akan dicoba dengan makanan lain,” katanya.

Pemerintah akan mulai mengkampanyekan untuk mengurangi pola konsumsi beras. ”Ini
akan kami kampanyekan. Beras banyak mengandung karbohidrat. Kalau kebanyakan
mengkonsumsi karbohidrat tidak bagus juga buat kesehatan, bukan berarti dilarang
makan beras,” katanya.

Gita mengatakan salah satu makanan alternatif pengganti beras adalah singkong. ”Saya
sendiri sudah mulai makan singkong, ternyata enak dan sehat,” kata dia. Nutrisi yang
ada dalam tumbuhan jenis umbi-umbian itu sangat tinggi dan bisa menggantikan beras.
”Singkong itu enak, tapi tergantung pada bentuk dan cara penyajiannya,” kata dia.

Menteri mencontohkan pola perubahan konsumsi pangan dapat meniru penduduk


Cirendeu, Jawa Barat, yang selama ini terbiasa mengkonsumsi singkong. ”Ada 160 ribu
jiwa di sana, dan semuanya dari dulu makan singkong,” kata dia.

Pola konsumsi ini harus diubah secara perlahan. Untuk tingkat konsumsi beras, kata
dia, akan dilakukan program jangka pendek dan jangka panjang, Seperti diversifikasi
lahan, teknologi, dan mengubah pola konsumsi makan.

JONIANSYAH

Tempo, 2011. http://www.tempo.co/read/news/2011/12/13/090371426/Konsumsi-Beras-di-


Indonesia-Tertinggi-di-Dunia. Diakses tanggal 11 Maret 2012. (13 nopember 2011)

-------------------------------------------------pentingnya penelitian----------------
Di Indonesia perbaikan varietas padi beras merah belum mendapatkan
perhatian yang memadai, terbukti dari 190 varietas unggul padi yang dilepas Balai
Besar Penelitian Padi Sukamandi baru 1 varietas padi beras merah yang dilepas yaitu
Aek Sibundong sebagai padi sawah (Suprihatno, Derajat, Satoto, Bahaki, Widiana,
Setyono, Indrasti, Lesmana dan Semiring, 2007). Memperhatikan potensi genetik padi
beras merah dan nilai ekonomi yang tinggi, maka perbaikan padi beras merah menjadi
sangat penting
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan umumnya petani di Sultra
menanam padi gogo sebagai tanaman monokultur. Dengan umur panen di atas 5 bulan,
petani hanya menanam padi satu kali setahun. Selama sisa musim tanam, tanah
dibiarkan kosong. Apabila umur tanaman padi gogo dapat diperpendek menjadi 3-4
bulan, maka sedikitnya lahan dapat ditanami padi dua kali setahun yaitu sekitar bulan
Oktober dan Februari.
Pemanfaatan tanah akan lebih optimal apabila lahan ditanami dengan tanaman
perkebunan atau kehutanan seperti pisang, coklat, mete, kayu meranti, dan jati. Pada
musim hujan diantara tanaman perkebunan atau kehutanan disisipi dengan padi gogo
sedangkan di musim kemarau lahan tetap dimanfaatkan.
Untuk itu dibutuhkan padi gogo yang berumur lebih pendek dan toleran
terhadap naungan sehingga penanamannya dapat dilakukan dua kali setahun yang
diintegrasikan dengan pola tanam campuran. Metode yang umum digunakan dalam
perbaikan varietas adalah introduksi, seleksi, hibridisasi, bioteknologi dan mutasi.
Induksi mutasi dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman. Adanya keragaman
genetik yang tinggi sangat diharapkan dalam suatu program pemuliaan tanaman
sehingga akan dapat memberikan peluang besar bagi keberhasilan proses seleksi
genotipe unggul.
Induksi mutasi pada tanaman dapat dilakukan dengan perlakuan bahan
mutagen (mutagenic agent) tertentu pada materi reproduktif tanaman seperti benih,
bibit atau organ reproduksi in-vitro (kultur sel atau jaringan). Bahan mutagen
digolongkan ke dalam dua jenis yaitu mutagen kimia dan mutagen fisika. Mutagen
kimia pada umumnya berasal dari senyawa kimia yang memiliki gugusan alkil seperti
ethyl methane sulphonate (EMS), diethyl sulphate (dES) dan methyl methane
sulphonate (MMS); sedangkan mutagen fisika merupakan radiasi pengion seperti
radiasi gamma, radiasi beta, neutron, dan partikel dari akselerator.

Sinar gamma merupakan mutagen yang paling banyak digunakan dalam program
pemuliaan tanaman karena memiliki energi dan daya tembus yang relatif tinggi
dibanding lainnya. Secara global sinar gamma telah terbukti paling efektif dan efisien
dalam menghasilkan varietas mutan unggul berbagai jenis tanaman. Hingga kini
kegiatan pemuliaan mutasi di BATAN telah menghasilkan sebanyak 25 varietas unggul
tanaman yang terdiri dari 16 padi, 6 kedelai, 1 kacang hijau, 1 kapas dan 1 sorgum,
serta banyak galur mutan harapan termasuk sorgum dan gandum (BATAN, 2009).

--------------------------------------------------

Anda mungkin juga menyukai