Anda di halaman 1dari 14

Teori Renvoi dan Aplikasinya Dalam Kasus Keperdataan Internasional

Dosen Pengampu:
Dwi Desi Yayi Tarina, S.H., M.H

Disusun oleh:
Alfan Perkasa Alam 1910611279
Jonathan Andre Woods 1910611281
Raihan Ardiansyah 1910611297

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
Teori Renvoi dan Aplikasinya dalam Kasus Keperdataan Internasional
Alfan Perkasa Alam, Jonathan Andre Woods dan, Raihan Ardiansyah
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Jakarta Selatan, Jakarta, Indonesia,
12450

Abstrak
Renvoi merupakan salah satu teori penyelesaian kasus dalam dinamika Hukum Antar
Tata Hukum dan Hukum Perdata Internasional yang hendaknya dipakai oleh Hakim bila
dilihat perlu untuk memberlakukan sebuah sistematika penunjukkan kembali agar sebuah
kasus dapat diselesaikan secara sistematis, efisien dan dengan mengedepankan keadilan.
Dalam dinamika Hukum Perdata Internasional sendiri, Renvoi karena adanya aneka warna
sistem Hukum Perdata Internasional yang berada di negara-negara serta berhubungan erat
dengan status personil. Di Dalam artikel ini, akan dinarasikan terlebih dahulu, apakah yang
dimaksud dengan Renvoi dan bagaimana posisinya dalam sistem HATAH/Hukum Perdata
Internasional, serta bagaimana aplikasinya secara umum. Kemudian akan dijelaskan pula
aplikasi teori tersebut dalam salah satu kasus serta bagaimanakah pengadilan menegaskan
posisinya dalam pemakain teori tersebut. Pada akhirnya, artikel ini juga bertujuan untuk
mencapai titik akhir pengetahuan mengenai Renvoi serta implikasinya dalam penyelesaian
kasus-kasus keperdataan internasional.

Kata kunci: Renvoi, Hukum Antar Tata Hukum, Hukum Perdata Internasional, Kasus
Keperdataan Internasional

Abstract
Renvoi is one of the theories of case solving in the dynamics of Conflict of
Laws/Private International Law which should be used by a judge if it is found necessary that
a system of re-appointment so that a case can be solved in a rather systematic and efficient
way that also promotes justice. In the dynamics of Private International Law, Renvoi exists
because of the existence of systems of various colours within it in countries and is also
heavily related to personal status. This article will firstly narrate the meaning of Renvoi and
its position inside the system of Conflict of Laws/International Private Law, also how it is
generally applied. Then, it will be explained how the theory is applied in a historical case as
well as how a court defined its position in the matters regarding the applied theory. At its
end, the article is also aimed to reach an end point of knowledge in regard to Renvoi as well
as its implication in the settlement of International Private Law cases.

Keywords: Renvoi, Conflict of Laws, International Private Law, International Private Law
Cases

A. Pendahuluan
I. Latar Belakang
Secara mendasar, dapat diberi artian pula bahwa sesungguhnya Hukum perdata
merupakan kaidah yang mengatur hubungan hak serta kewajiban antar individu dan dalam
hubungan tersebut tidak melibatkan kepentingan umum. Didalam kehidupan legal Indonesia
sendiri, hukum menurut konsepsi hukum perdata barat bersumber pada Bergerlijk Wetboek
(BW).1 BW disini pun termasuk dalam sumber-sumber hukum perdata di Indonesia yang juga
mencakup Undang-undang, Hukum Adat, Hukum Islam, Hukum agama lain selain islam,
Yurisprudensi, Perjanjian yang dibuat para pihak, pendapat ahli (doktrin), dan juga traktat
atau perjanjian internasional.2 Adapun melihat pengertian tersebut maka dapat diberikan arti
kepada Hukum perdata internasional sebagai keseluruhan peraturan dan putusan hukum yang
menentukan hukum mana yang berlaku dalam hal terjadinya sengketa antara dua atau lebih
orang dengan kewarganegaraan yang berbeda-beda.3
Secara mendasar, Hukum Perdata Internasional (HPI) dapat didefinisikan pula sebagai
aspek hukum nasional yang dipakai untuk menyelesaikan kasus-kasus perdata yang memiliki
aspek-aspek transnational atau memiliki unsur asing (foreign element).4 Hukum perdata
internasional mempertanyakan di yurisdiksi mana sengketa harus diselesaikan, hukum mana
yang dipakai dalam menyelesaikan sengketa tersebut, dan bagaimana penegakan terhadap
hukum asing.5 HPI (Hukum Perdata Internasional) termasuk hukum perdata tetapi
Internasional, yang mempunyai kesepakatan diantara para sarjana yaitu bahwa HPI
merupakan ilmu yang sulit. adanya ketidaksepahaman ini menimbulkan ejekan sebaiknya

1
Suprima, W. Rizkianti, K.R. Lutfi, ‘Implikasi Hukum Penunjukan Ahli Waris Berdasarkan Klausul Asuransi
Dalam Perspektif Hukum Waris Perdata’, Jurnal Esensi Hukum, vol. 1, no.1, 2019, hal. 109-118.
2
Irawaty & Martini, Hukum Perdata Dan Hukum Acara Perdata, Surabaya, Jakad Media Publishing, 2019, hal.
3.
3
M. Hikmah, ‘Sudah Saatnya Indonesia Memiliki Kodifikasi Hukum Perdata Internasional’, Jurnal Hukum &
Pembangunan, vol. 3, no.1, 2017, hal. 300-305. https//jhp.ui.ac.id
4
K.R. Lutfi, W. Rizkianti, & H. Sugiyono, ‘Peningkatan Pemahaman Aspek-Aspek Hukum Transnasional Bagi
Masyarakat di Kota Depok’, Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia, vol. 4, no.1,2021, hal.58-65.
5
S. Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Cetakan Kelima Bandung, Bina Cipta, 2019,
hal 21-24.
istilah conflict of laws diganti menjadi conflict of lawyers, seperti seloroh dalam Bahasa
Belanda twee juristen drie meningen, jikalau ada dua sarjana hukum berkumpul paling sedikit
pendapatnya tiga. Dalam perkembangannya Hukum Perdata Internasional selalu terjadi
konflik-konflik kepentingan antara warga negara suatu negara dengan warga negara lain yang
sulit diartikan sebagai conflict of law atau lebih disebut sebagai hukum persengketaan
dan/atau hukum perselisihan.6
Dalam ranah Hukum Antar Tata Hukum dan Hukum Perdata Internasional, salah satu
teori dan prinsip hukum yang dipakai dalam menyelesaikan kasus dimana terlihat ada unsur
asing didalamnya ialah Renvoi. Renvoi merupakan sebuah doktrin yang dapat digunakan
untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah hukum tertentu atau sistem hukum yang
seharusnya berlaku (lex causae) sesuai dengan prosedur Hukum Perdata Internasional yang
biasanya dilakukan. Pemberlakuan doktrin ini hadir oleh karena adanya kemajemukan sistem
hukum didunia, yang mana masing-masing dalam sistem hukum tersebut memiliki prinsip
Hukum Perdata Internasionalnya sendiri. Adanya realitas ini membawa kepada aplikasi
Renvoi yang kemudian menjadi mendasar dan penting dalam penyelesaian kasus-kasus
Hukum Perdata Internasional dari dahulu hingga sekarang. Berdasarkan dari artian mendasar
dalam kaitannya dengan Renvoi, doktrin disini dapat diartikan sebagai suatu prinsip yang
berkembang di Sistem Hukum Eropa Kontinental/Sistem Civil Law walaupun teori ini juga
berkembang dan menemukan tempat serta cara pemakain yang unik di negara-negara dengan
sistem Anglo-Saxon/Common Law. Teori tradisional ini bekerja sebagai sebuah prinsip untuk
memilih sistem hukum yang ada, dan kemudian menunjuk ke arah sistem hukum tertentu.
Pengertian yang dimaksudkannya yaitu penunjukkan ke prinsip dari suatu sistem hukum, dan
penunjukkan suatu keseluruhan terhadap sistem hukum yang ada (prima facie), penunjukkan
ini juga dapat dinamakan sebagai gesamtverweisung.7
Proses renvoi dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu remission dan transmission.
penunjukan kembali (remission, rückverweisung, terug verwijzing) dapat diartikan sebagai
proses renvoi oleh kaidah hukum perdata internasional asing kembali ke arah lex fori, proses
remission tersebut merupakan penunjukan pertama berlangsung dari kaidah hukum perdata
internasional forum ke arah kaidah hukum perdata internasional asing, karena sebelumnya
telah diketahui kaidah hukum perdata internasional asing itu dalam penunjukkan kedua akan
menunjuk kembali ke arah lex fori. Penunjukan lebih lanjut (transmission, weiter verweisung,

6
R. Sija, Hukum Perdata Internasional, Sleman, DEEPUBLISH, 2019, hal. 1.
7
B.S. Hardjowahono. Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional Buku Kesatu, Edisi Kelima, Bandung, PT.
Citra Aditya Bakti, 2013, hal. 121.
verder verwijzing) merupakan suatu proses renvoi oleh kaidah hukum perdata internasional
asing ke arah suatu sistem hukum asing yang lain, di mana penunjukan pertama berlangsung
dari kaidah hukum perdata internasional forum ke arah kaidah hukum perdata internasional
asing, yang sebelumnya telah diketahui akan menunjuk ke arah sistem hukum ketiga.8
Renvoi memberikan ruang untuk pengadilan menentukan kaidah atau sistem hukum
mana yang dianggap terbaik untuk menyelesaikan suatu perkara hukum perdata
internasional.9 Pengaplikasian juga dapat disebut dengan penerapan yang mempunyai
pengertian sebagai suatu perbuatan menerapkan sesuatu. menurut beberapa ahli penerapan
merupakan suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode serta hal-hal lain yang
menyangkut pautkan ke dalam suatu perlakuan untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk
sebuah kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok maupun golongan. Pada
pengertiannya pengaplikasian teori renvoi yaitu penerapan yang dilatar belakangi oleh suatu
teori renvoi bertujuan untuk mendoktrin apa yang digunakan untuk menghindari
pemberlakuan kaidah hukum tertentu atau sistem hukum yang seharusnya berlaku sesuai
dengan prosedur Hukum Perdata Internasional yang biasanya dilakukan.10
Dalam memberikan kejelasan terhadap lingkup dan aplikasi teori Renvoi ini, akan
juga dibahas mengenai kasus Mr. Forgo, yang merupakan sebuah cause celebre dan juga
sebuah landmark decision dalam penanganan kasus yang menyertakan pemakaian Renvoi
didalamnya. Di Dalam kasus tersebut akan terlihat adanya permasalahan yang bersumber dari
adanya pewarisan yang hendaknya terjadi akibat kematian sang pewaris. Didalam kasus ini
terjadi penunjukkan oleh kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional Prancis kepada Hukum
Perdata Internasional Bavaria dimana dalam kaidah-kaidahnya melakukan penunjukkan
kembali kepada Hukum Perancis. Akan terlihat terang kemudian dalam kasus riil ini
bagaimana hakim Perancis memutuskan untuk menangani kasus ini berdasarkan dari
fakta-fakta hukum yang didapat dari sejak awal kasus sampai kepada aplikasi Renvoi dan
bagaimana Renvoi tersebut berpengaruh terhadap putusan hakim pada akhirnya di tingkat
Cour de Cassation Prancis.
II. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaturan Renvoi secara umum?
2. Bagimanakah Aplikasi Renvoi dalam studi kasus Keperdataan Internasional?

8
H. Eek. The Swedish Conflict of Laws, The Hague, Springer Netherlands, 1965.
9
Sugeng. Memahami Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jakarta, KENCANA, 2021, hal. 45.
10
F.S. Wicaksono. Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat Kontrak, Jakarta Selatan, Visimedia, 2008, hal 59.
B. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Pendekatan kualitatif secara umum dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan
yang memproseskan dan menganalisis data yang tidak menggunakan numerik matematikal,
simbol-simbol, dan variabel-variabel, tetapi menggunakan pengertian yang mendalam.11
Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif adalah yang menggunakan suatu proses
penelitian dan pemahaman yang didasarkan pada suatu metodologi yang menginvestigasi
fenomena sosial, dan permasalahan-permasalahan manusia.12 Penelitian yang menggunakan
metode penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah penelitian/penulisan karya ilmiah yang
dalam proses, hipotesis, turunnya peneliti ke lapangan, analisis data dan kesimpulan data
sampai dengan penulisannya mempergunakan aspek-aspek kecenderungan, non perhitungan
numerik, situasional deskriptif, interview mendalam, serta pula analisis isi.13
Secara prinsipis, Penelitian kualitatif membangun premis-premisnya di atas penalaran
induktif, bukan deduktif. Dan dari unsur-unsur pengamatan itulah pertanyaan-pertanyaan
akan diajukan dan yang kemudian akan coba dijelaskan oleh peneliti. Korelasi yang kuat
antara pengamat dan data merupakan perbedaan yang mencolok dari penelitian kuantitatif, di
mana peneliti benar-benar berada di luar fenomena yang sedang diselidiki.14 Adapun
berkenaan penulisan ini adalah penulisan hukum, penulis mengimplementasikan
metode-metode analisis-yuridis dan pendekatan literatur, serta diskusi regulasi, buku-buku,
artikel ilmiah, dan material yang diakses dari internet.15
Disini terlihat bahwa Peneliti berkecimpung secara mendalam dan penuh dalam
penelitian ini dimana pertanyaan-pertanyaan dan pokok-pokok persoalan yang diutarakan
hendaknya didalami oleh Peneliti itu sendiri. Penelitian ini juga secara mendasar
menggunakan penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti yang didasarkan
pada bahan pustaka juga buku dan referensi yang pastinya berkaitan dengan pembahasan
penulis.16

11
I. Haryanto, R. Dirkareshza, & R.D. Agustanti, ‘Transformation of Capital Market Law Towards Omnibus
Law as the Acceleration of The Nation’s Economy.’ Linguistica Antverpiensa, Issue-3, hal.87-95.
12
N. Muyassaroh, F. Slamet, & M. Sakti, Potential of Halal Industry Areas to Improve National Economic
Growth. Halal Development: Trends, Opportunities, hal.75-80.
13
L.S. Musianto, ‘Perbedaan Pendekatan Kuantitatif dengan Pendekatan Kualitatif dalam Metode Penelitian’,
Jurnal Manajemen dan Kewairausahaan, vol. 4, no. 2, 2002, hal. 125.
14
C. Williams, ‘Research Methods’, Journal of Business and Economic Research, vol. 5, no. 3, 2007, hal. 67.
15
W. Setiadi & B. Harefa, ‘Regulatory Reform: An Idea to Arrange Regulations in Indonesia’ (Proceedings of
the 1st International Conference in Law and Human Rights, Indonesia, October 26-27 2020),
<https://www.atlantis-press.com/proceedings/iclhr-20/125956226> di akses 6 Desember 2021.
16
S.M. Andani & H. Suyanto, ‘Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Mediasi, Menurut PERMA Nomor 1
Tahun 2016 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 971/Pdt.G/2019’, Justitia: Jurnal
Ilmu Hukum dan Humaniora, vol.8, no.3, 2021, hal.323-337.
C. Pembahasan
1. Pengaturan Renvoi Secara Umum
Renvoi secara mendasar, seperti yang telah dijelaskan diatas, merupakan penunjukkan
kembali sebuah sistem hukum tertentu karena adanya ketentuan untuk itu yang dinyatakan
pada sistem hukum itu kembali kepada sistem hukum awal yang kemudian dipakai untuk
menyelesaikan suatu kasus HATAH atau lebih spesifiknya dalam kasus-kasus Keperdataan
Internasional. Kalau dalam keadaan seperti apakah, Renvoi bisa dengan serta-merta
diberlakukan? Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa setelah diputuskan bahwa memang
pengadilan memiliki yurisdiksi (Choice of Jurisdiction), bagaimana masalah tersebut dapat
dicirikan dalam ranah Hukum Perdata Internasional dan aturan pilihan hukum (Choice of
Law) apa yang dapat diberlakukan terhadapnya maka dapat dianggap bahwa tugas hakim
mencapai penyelesaiannya. Tidak ada ketentuan baginya untuk melakukan apapun kecuali
ketentuan apa yang berlaku berdasarkan hukum yang dipilih.
Jika suatu kasus secara serta merta memberlakukan Hukum Inggris, maka tentunya
tidak adalah keraguan bahwa yang harus diberlakukan adalah hukum dalam negeri Inggris itu
sendiri. Jadi, ketika seseorang yang berdomisili di Inggris meninggal dan meninggalkan suatu
wasiat serta benda-benda bergerak di negara tersebut maka aturan pewarisan seperti apa yang
dicanangkan oleh Undang-undang Administrasi Kepemilikan 1925 lah yang harusnya
ditetapkan. Tidak ada pertanyaan lebih lanjut untuk memperhatikan ketentuan lain
berdasarkan Hukum Perdata Internasional Inggris.
Namun, bilamanakah muncul sebuah permasalahan dimana hukum negara lain yang
ditunjuk oleh hukum perdata internasional suatu negara tertentu harus diperhatikan dalam
penyelesaian sebuah sengketa Keperdataan Internasional, yang secara mendasar dapat
dikatakan pula sebagai Renvoi, maka sifat dari situasi kasus tersebut pun semakin
kompleks.17 Ilustrasinya adalah sebagai berikut:
X, warga negara Inggris, yang berdomisili di Italia, meninggal dengan meninggalkan
sebuah wasiat dan sebuah Pengadilan Inggris kemudian harus memutuskan bagaimana
barang-barang bergeraknya di Inggris akan didistribusikan (berdasarkan wasiat). Jelaslah
bahwa secara ideal, mode atau bentuk pengaturan mengenai pewarisan ini dan distribusinya
haruslah sama. Namun faktanya adalah, bahwa ada sistem-sistem hukum perdata
internasional yang berbeda-beda yang kemudian secara tidak langsung menentang solusi

17
P. Torremans, Cheshire, North and Fawcett: Private International Law, Oxford, Oxford University
Press, 2017, hal. 57-58.
ideal ini. Maka berdasarkan pengaturan Choice of Law Hukum Inggris, persoalan pewarisan
benda bergerak berdasarkan surat wasiat diatur oleh hukum Italia sebagai domisili X pada
saat kematiannya, tetapi menurut hukum Italia, permasalahan ini haruslah dirujuk ke hukum
Inggris sebagai hukum kebangsaannya.
Dalam kasus ini, pengadilan Inggris tidak memiliki pilihan selain merujuk mengenai
peraturan pewarisan kepada hukum Italia; sementara seorang hakim Italia jika dihadapkan
dengan masalah ini berada di bawah keperluan yang sama untuk menerapkan hukum nasional
(hukum kebangsaan X). Namun demikian, Hakim Inggris, yang secara eksklusif diatur oleh
sistem hukum perdata internasionalnya sendiri, harus memutuskan bahwa barang-barang X
harus didistribusikan menurut hukum Italia. Walaupun dalam hal ini ada konklusi berkenaan
dengan Renvoi, namun tetap ada yang dipertanyakan, apakah yang dimaksud dengan Hukum
Italia?18 Ketika sebuah kasus hadir dengan cara ini, oleh karena adanya perbedaan dalam
hukum perdata internasional dua negara, ada tiga solusi yang mungkin dapat diterapkan:
1. Mengambil makna Hukum Italia sebagai Hukum internal negara itu, dalam
artian bahwa misalkan saja seorang pria secara sukarela melepaskan domisili
Inggris dan memperoleh domisili di Italia di mana dia secara permanen tinggal
sampai kematiannya bertahun-tahun kemudian. Maka kesimpulan alaminya
adalah telah dengan rela menundukkan dirinya terhadap hukum internal
negara itu.
2. Aplikasi Single Renvoi. Dalam artian adanya aplikasi Renvoi dalam bentuk
Single Renvoi. Contoh: jika seorang hakim di negara A dirujuk oleh aturannya
sendiri berkenaan pilihan hukum kepada hukum negara B, tetapi hukum di
Negara B kemudian rujuk kembali seperti itu kepada hukum negara A, maka
hakim di negara A harus menerapkan hukum lokal negaranya sendiri. Dalam
ketentuan ini, hanya ada dua sistem hukum yang bersangkutan—di mana
hukum yang direferensikan hanyalah dari negara A ke negara B dan kembali
dari Negara B ke Negara A — inilah yang dikatakan sebagai doktrin renvoi
dalam bentuk yang paling sederhana. Namun ada pula kenyataan bahwa
sebuah kasus dapat terjadi, di mana hukum yang direferensikan berasal dari
negara A ke negara B, dan dari negara B ke negara C. Misalkan seorang warga
Italia meninggal berdomisili di Prancis dan dia meninggalkan sebauah surat
wasiat dan barang bergerak yang terletak di Inggris. Dalam hal ini, Hukum

18
P. Torremans, Cheshire, North and Fawcett, hal.57-58.
Inggris akan merujuk persoalan pewarisan barang bergerak menurut hukum
domisilinya, hukum Perancis. Namun, Prancis akan merujuk mengenai hal
yang sama kepada hukum kewarganegaraannya, hukum Italia Secara
internasional ini dikenal sebagai second-degree renvoi (Penunjukkan lebih
jauh).
3. Aplikasi Doktrin Total Renvoi. Aplikasi ini memberikan keharusan bahwa
seorang hakim, yang oleh hukumnya sendiri dirujuk ke sebuah sistem hukum
negara asing, harus menerapkan hukum apa pun yang akan diterapkan oleh
pengadilan di negara asing itu jika pengadilan tersebut dihadapkan dengan
kasus tersebut. Contoh: Jika ada suatu kasus dimana ada seorang warga
Inggris meninggal ketika dia memiliki domisili dan habitual residence di
Belgia, meninggalkan aset-aset di Inggris saja. Hakim Belgia yang menangani
masalah ini akan dirujuk oleh aturan hukum perdata internasionalnya kepada
hukum Inggris. Tetapi dia kemudian akan menemukan bahwa kasus itu
diserahkan kembali kepadanya oleh aturan hukum perdata internasional
Inggris. Dalam hal total renvoi, bilamana kasus ini diajukan dimuka
pengadilan Inggris, maka haruslah dilihat apa yang sebenarnya akan dilakukan
hakim Belgia dan hukum apa yang kemudian dia terapkan

Dalam memberikan pengertian yang lebih mendalam lagi mengenai Renvoi maka
akan pula disajikan contoh pengaplikasiannya bilamana Indonesia terlibat didalamnya. Ini
terlihat misalkan saja sebuah kasus dimana seorang warga negara Inggris yang berdomisili di
Indonesia, harus ditentukan apakah ia sudah dewasa atau belum, ataupun bilamana warga
negara tersebut hendak menikah ataupun suatu tindakan hukum lain berkenaan status
personal-nya. Berkaitan dengan ini maka menurut Hukum Perdata Internasional Indonesia,
berdasarkan ketentuan Pasal 16 AB( Algemene Bepalingen) haruslah kemudian dipakai
Hukum Inggris. Dengan kata lain, kaidah HPI Indonesia menunjuk kepada Hukum Inggris
dan HPI Inggris dalam kaidah-kaidahnya (berkaitan dengan domisili) menunjuk kembali
secara serta-merta kepada Hukum Indonesia. Karena menurut HPI Inggris, yang harusnya
dipakai dalam status personil adalah domisili seseorang. Dalam hal ini, domisili warga negara
Inggris tersebut adalh Indonesia (domicile of choice). Adapun, karena hal itu maka ketentuan
hukum Indonesialah yang hendaknya diberlakukan.
Dalam persoalan ini, yang dapat diartikan sebagai “hukum Inggris”, adalah
kaidah-kaidah intern hukum Inggris yaitu hukum-hukum domestik yang berlaku pula bagi
warga negara-warga negara Inggris di negara tersebut. Bilamana demikian, maka akan
dipakai ketentuan kaidah intern Inggris. Akan tetapi, bilamana istilah itu diartikan mencakup
kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional-nya, maka terjadi pulalah penunjukkan kembali
hukum Indonesia sebagai domisili orang bersangkutan.
Dalam pembahasan singkat diatas, bilamana penunjukkan HPI Indonesia kepada
hukum Inggris diartikan hukum intern saja maka Renvoi dapat dikatakan ditolak. Namun
bilamana tercakup pula penunjukkan kepada kaidah-kaidah HPI Inggris juga, maka dengan
demikian terjadi penunjukkan kembali kepada Hukum Indonesia sehingga berlaku dengan
adanya keberlakukan hukum intern Indonesia, berarti Renvoi secara serta-merta telah
diterima dan kemudian diberlakukan.19

2. Aplikasi Renvoi dalam Studi Kasus Keperdataan Internasional


Kasus yang kemudian dibahas dalam mendalami mengenai aplikasi Renvoi adalah
kasus Forgo. Kasus ini tertera dalam Administration des Domaines contra Ditchl et autres,
Cour de Cassation par tanggal 24 Juni 1878, Dalloz Recueil de Jurisprudence, 1879 I. 56;
Sirey, 1882 I. 393. Forgo, seseorang yang memiliki warga negara Bavaria adalah seorang
anak luar kawin. Sejak masa kecil sampai dengan meninggalnya, Mr. Forgo bertempat tinggal
di Perancis serta kemudian meninggalkan harta warisan berupa deposito-deposito yang
diletakkan di Bank-bank Perancis. Menurut hukum keperdataan Perancis, sampai dengan
waktu itu (kematiannya), Forgo dianggap belum mempunyai domisili Perancis dan lantas ia
masih dianggap mempunyai domisili asalnya (domicile of origin) dimana ia dilahirkan, yaitu
Bavaria, Jerman. Berkenaan dengan kasus ini, Forgo juga ternyata tidak meninggalkan suatu
surat wasiat, sehingga warisannya akan jatuh kepada ahli waris ab intestate.
Berkenaan kasus ini, terlihat jelas bahwa berdasarkan hukum nasional negara-negara
yang bersangkutan, dalam hukum Bavaria, saudara-saudaranya (walaupun dengan status
Forgo yang diluar kawin) berhak atas klaim warisannya, yang kemudian menjadi dasar
mengapa saudara-saudaranya yang di Bavaria hendak serta-merta mengklaim warisan
tersebut. Namun disisi lain, di bawah ketentuan Kode Napoleon, ketentuan seperti ini tidak
ada karena hukum perdata Perancis tidak mengenal warisan anak luar kawin.
Dalam kasus ini, walaupun Forgo belum memperoleh otorisasi untuk memiliki
domisili di Perancis, hukum perdata Perancis melakukan rujukan terhadap pengadilan kepada
ketentuan Hukum Bavaria untuk melihat peraturan yang berkenaan pembagian harta warisan.

19
S. Gautama, Pengantar Hukum, hal. 91.
Menurut hukum Bavaria, di sisi lain, pertanyaan tentang wasiat dan harta warisan hendaknya
ditentukan oleh lex situs dimana properti tersebut berada, yang berarti penunjukkan kembali
kepada hukum Perancis. Berdasarkan penjelasan kasus diatas dan juga penjelasan-penjelasan
sebelumnya, dilihat pula mengenai ketentuan Renvoi bagaimanakah yang dianut dalam kasus
ini dan yang serta-merta muncul setelah adanya konklusi demikian tercapai.
Terlihat bahwa dalam kasus ini adanya penunjukan HPI Perancis kepada Hukum
Bavaria, termasuk pula ketentuan Hukum Perdata internasional Bavaria sehingga terjadilah
penunjukan kembali berdasarkan kaidah HPI Bavaria kepada Hukum Perancis dan oleh
karena itu keberlakuan Renvoi disini diterima dengan pemberlakukan hukum intern Perancis
yang telah ditunjuk kembali. Dalam kasus ini, COUR DE CASSATION Prancis dalam
putusannya pada tahun 1878, telah menerima penunjukan kembali hukum Perancis dan
menggunakan hukum Intern Perancis untuk menyelesaikan kasus ini sehingga dengan
mengindahkan hukum perdata Perancis, maka warisan Forgo secara serta-merta jatuh ke
tangan pemerintah Perancis.

D. Kesimpulan
Renvoi secara mendasar merupakan teori didalam Hukum Perdata Internasional
dimana terjadinya suatu penunjukkan kembali sebuah sistem hukum tertentu karena adanya
ketentuan untuk itu yang dinyatakan pada sistem hukum itu kembali kepada sistem hukum
awal yang kemudian dipakai untuk menyelesaikan suatu kasus HATAH atau lebih spesifiknya
dalam kasus-kasus Keperdataan Internasional. Renvoi merupakan salah satu prinsip/teori
hukum yang penting didalam dinamika Keperdataan Internasional dan hadir akibat adanya
dinamika yang sangat berwarna dalam sistem-sitem serta kaidah-kaidah HPI yang ada
didalam negara-negara. Renvoi laksananya dapat diaplikasikan melihat bahwa memang
sebuah kasus hendak menuntut pemberlakukannya terutama bilamana kasus itu erat kaitannya
dengan status personil seseorang. Hal itu terbit bilamana misalkan sebuah kasus berkaitan
dengan status kewargangeaan seseorang dan apabila dalam sebuah kasus domisili seseorang
dipertanyakan. Renvoi sendiri terbagi dalam tiga bentuk dalam aplikasinya bagi kasus-kasus
dan pemberlakuannya tergantung juga dalam bagaimana kaidah HPI suatu negara
memandang Renvoi itu sendiri. Ketika sebuah kasus hadir, ada perbedaan dalam hukum
perdata internasional dua negara. Perbedaan tersebut terletak dalam tiga solusi pemberlakuan
Renvoi yang antara lain ialah:
● Pengambilan makna suatu hukum negara sebagai hukum internal negara itu,
● Adanya aplikasi Single Renvoi,
● Serta adanya aplikasi doktrin Total Renvoi.
Adapun mengenai aplikasinya dalam kasus Keperdataan Internasional, terlihat dengan
nyata bahwa penggunaanya oleh Hakim tergantung daripada seberapa jelas posisi kasus
tersebut bilamana kasus tersebut berkaitan erat dengan staus personil seseorang. Penggunaan
Renvoi dalam kasus yang ditelaah diatas maupun dalam contoh-contoh yang disarikan demi
kejelasan Remvoi hadir untuk menyelesaikan persoalan bilamana domisili seseorang belum
tentu jelas, ataupun bilamana status kewarganegaraa seseorang dipertanyakan. Tenntu dapat
juga dilihat bahwa adalah dalam otoritas seorang hakim Renvoi seperti apakah yang patut
diaplikasikan berdasarkan ketentuan HPI negaranya dan juga bagian dari pertimbangan sang
Hakimlah mengenai aplikasi hukum intern negaranya bilamana Renvoi dilakukan. Dalam
kasus diatas Hakim menggunakan Hukum Prancis pada akhirnya dalam menyelesaikan
perkara kasus Forgo.
DAFTAR PUSTAKA
Andani, S.M., & Suyanto, H., ‘Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Mediasi, Menurut
PERMA Nomor 1 Tahun 2016 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan Nomor 971/Pdt.G/2019’, Justitia: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, vol.8,
no.3, 2021, hal.323-337.
Eek, H., The Swedish Conflict of Laws, The Hague, Springer Netherlands, 1965.
Gautama, S., Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Cetakan Kelima, Bandung,
Bina Cipta, 2019.
Hardjowahono, B.S., Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional Buku Kesatu, Edisi Kelima,
Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2013.
Haryanto, I., Dirkareshza, R., & Agustanti, R.D., ‘Transformation of Capital Market Law
Towards Omnibus Law as the Acceleration of The Nation’s Economy.’ Linguistica
Antverpiensa, Issue-3, hal.87-95.
Hikmah, M., ‘Sudah Saatnya Indonesia Memiliki Kodifikasi Hukum Perdata Internasional’,
Jurnal Hukum & Pembangunan, vol. 3, no.1, 2017, hal. 300-305.
Irawaty & Martini., Hukum Perdata Dan Hukum Acara Perdata, Surabaya, Jakad Media
Publishing, 2019.
Lutfi, K.R., Rizkianti, W., & Sugiyono, H., ‘Peningkatan Pemahaman Aspek-Aspek Hukum
Transnasional Bagi Masyarakat di Kota Depok’, Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia,
vol. 4, no.1,2021, hal.58-65.
Musianto, L.S., ‘Perbedaan Pendekatan Kuantitatif dengan Pendekatan Kualitatif dalam
Metode Penelitian’, Jurnal Manajemen dan Kewairausahaan, vol. 4, no. 2, 2002, hal.
123-126.
Muyassaroh, N., Slamet, F., & Sakti, M., Potential of Halal Industry Areas to Improve
National Economic Growth. Halal Development: Trends, Opportunities, hal.75-80.
Setiadi. W., & Harefa, B., ‘Regulatory Reform: An Idea to Arrange Regulations in Indonesia’
(Proceedings of the 1st International Conference in Law and Human Rights,
Indonesia, October 26-27 2020),
<https://www.atlantis-press.com/proceedings/iclhr-20/125956226> di akses 6
Desember 2021.
Sija, R., Hukum Perdata Internasional, Sleman, DEEPUBLISH, 2019.
Sugeng., Memahami Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jakarta, KENCANA, 2021.
Suprima, Rizkianti, W., Lutfi, K.R., ‘Implikasi Hukum Penunjukan Ahli Waris Berdasarkan
Klausul Asuransi Dalam Perspektif Hukum Waris Perdata’, Jurnal Esensi Hukum,
vol. 1, no.1, 2019, hal. 109-118.
Torremans, P., Cheshire, North and Fawcett: Private International Law, Oxford, Oxford
University Press, 2017
Wicaksono, F.S., Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat Kontrak, Jakarta Selatan,
Visimedia, 2008.
Williams, C., ‘Research Methods’, Journal of Business and Economic Research, vol. 5, no. 3,
2007, hal. 65-72.

Anda mungkin juga menyukai