Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENDEKATAN SISTEM TERHADAP HUKUM PUBLIK DALAM KONTRAK


PENANAMAN MODAL INTERNASIONAL

Disusun Oleh,

DIAN SYLVIA MONALISA SITANGGANG


NIM. 200200634
GRUP : G

Dosen Pembimbing:
Riadhi Alhayyan, S.H., M.H

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Negara sebagai bagian dari masyarakat internasional membutuhkan negara
lain dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya yang tidak dapat dilakukan sendiri
oleh suatu negara, sama halnya dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial
(zoon politication) yang artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk yang pada
dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia1. Suatu
negara tentu juga memerlukan bantuan dari negara lain dengan melakukan kerja
sama internasional. Hubungan antar negara yang ditandai dengan adanya kerja
sama internasional harus mengikuti suatu sistem hukum yang mengatur hak dan
kewajiban masing-masing pihak yang diatur oleh apa yang dinamakan dengan
hukum internasional2. Sejak dahulu hukum internasional memiliki peran strategis
untuk mengatur hubungan atau persoalan antar bangsa atau antar negara agar
terjalin kerja sama internasional yang baik. Kerjasama internasional biasanya
didahului dengan dibuatnya suatu perjanjian internasional yang akan disepakati
oleh para pihak atau negara yang terlibat. Pembuatan perjanjian internasional ini
tidak terlepas dari keinginan dan kepentingan negara dalam melakukan hubungan
dengan negara lain demi memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Hukum internasional mengatur segala aspek hubungan antar negara,
termasuk mengatur tata cara kehidupan dan pergaulan antar negara yang
dirumuskan dalam suatu treaty (perjanjian internasional). Perjanjian internasional
saat ini memegang peranan yang sangat penting. Berbagai aspek dalam perjanjian
internasional sudah dijadikan beberapa acuan terhadap perjanjian-perjanjian
lainnya dan diterima secara luas oleh banyak negara 3. Setiap negara yang
mengadakan suatu perjanjian harus menjunjung tinggi dan mentaati ketentuan-
ketentuan yang terdapat didalamnya sesuai dengan amanat asas Pacta sunt
Servanda dalam hukum perjanjian internasional, yang bermakna bahwa setiap
perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh masing-masing pihak yang

1
Chainur Arrasjid.S,dasar-dasar ilmu hukum, cetakan ke-5, jakarta,Sinar Grafika,2008, hlm. 1
2
Boer Mauna, Hukum Internasional, cetakan ke-4, Bandung,P.T. Alumni, ,2005,hlm.5
3
Sefriani,Pengakhiran Sepihak Perjanjian Perdagangan Internasional ,PADJAJARAN Jurnal Ilmu
Hukum Volume 2 Nomor 1,tahun 2015
bersangkutan bagaikan undang-undang serta perumusan kerja sama yang
didasarkan pada iktikad baik atau Goog faith dari setiap pihak yang terlibat.
Hukum kontrak penanaman modal internasional merupakan suatu bidang
yang melewati batas antara hukum privat dan hukum publik, yang baru dapat
dijelaskan dan dipahami secara utuh, apabila didekati berdasarkan pendekatan
sistem. Pendekatan parsial, yang hanya melihat hukum dalam arti yang sempit
dari sudut pandang hukum privat atau transaksi bisnis internasional saja dengan
mengabaikan konteks hukum publik yang juga mengaturnya, tidak dapat
memperlihatkan gambar yang lebih lebih jelas tentang hukum ini secara
keseluruhan. Hal ini juga berarti bahwa, penyelesaian persoalan hukum tertentu
secara parsial saja, tidak akan dapat menemukan dan merinci seluruh akar
persoalan yang kompleks melingkari kontrak penanaman modal internasional.
Pemahaman hukum secara keseluruhan hanya dapat diperoleh melalui
pendekatan sistem, yang melihat hukum sebagai suatu sistem, yaitu sistem
hukum. Kajian hukum dalam perspektif sistem dimaksudkan untuk menjelaskan
setiap komponen dalam kaitan dengan komponen lainnya di dalam suatu sistem
hukum, maupun dalam hubungan antara sist em hukum tertentu dengan sistem
hukum hukum lain yang lebih besar dan/atau yang terkait. Hal ini penting karena
pada dasarnya pendekatan sistem tersebut bersifat terbuka sehingga dapat
menunjukkan hubungan yang saling berkaitan antarkomponen, maupun
antarsistem. Jadi, terdapat hubungan ke dalam dan keluar sistem, antara sistem
yang lebih kecil dengan sistem yang lebih besar atau antara sistem yang satu
dengan sistem yang lain. Berdasarkan pemaparan data di atas maka penulit
tertarik untuk membahas makalah ini dengan judul “Pendekatan Sistem Terhadap
Hukum Publik Dalam Kontrak Penanaman Modal Internasional”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah dalam penelitian ini
dirumuskan ke dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1) Apa pengertian sistem dan sistem hukum?
2) Apasaja klasifikasi hukum privat dan hukum publik?
3) Bagaimana pengaturan kontrak penanaman modal internasional dalam
hukum publik nasional dan hukum internasional publik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Sistem dan Sistem Hukum
A. Sistem
Shrode dan Voich sebagaimana dikutip Tatang memberikan definisi sistem
sebagai “Suatu kumpulan dari bagian-bagian yang saling berhubungan, dalam
mencapai tujuan bersama secara keseluruhan, dalam lingkungan yang
kompleks.”4 Subekti sebagaimana dikutip Mariam Darus Badrulzaman
mengatakan bahwa sistem sebagai “suatu susunan atau catatan yang teratur,
suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama
lain tersusun menurut suatu rencana atau pola hasil dari suatu pemikiran untuk
mencapai suatu tujuan.”5
B. Sistem Hukum
Bellefroid, sebagaimana dikutip Mariam Darus Badrulzaman,
mendefinisikan sistem hukum sebagai “keseluruhan aturan hukum yang
disusun secara terpadu berdasarkan atas asas-asas tertentu.” 6 Sedangkan
Mariam Darus Badrulzaman mendefinisikan sistem hukum sebagai
“kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan di atas mana
dibangun tertip hukum. Asas-asas ini diperoleh melalui konstruksi yuridis,
yaitu dengan menganalisa (mengolah data-data yang sifatnya nyata (konkrit)
untuk kemudian mengambil sifat-sifatnya yang umum (kolektif) atau
abstrak.”7
2.2. Klasifikasi Hukum Privat dan Hukum Publik
Awalnya, tidak ada pemisahan hukum privat dan hukum publik dalam
sistem hukum civil law. Namun, kemudian seiring dengan perkembangan
pemikiran tentang hukum muncul ide untuk mengadakan klasifikasi hukum ke
dalam hukum privat dan hukum publik. Pencetus ide tersebut adalah Ulpianus
pada masa Romawi.

4
Tatang M. Amirin, Pokok-Pokok Teori Sistem, Cet. Ke-2, CV Rajawali, Jakarta, 1986, hlm. 11
5
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Penerbit Alumni,
Bandung, 1997, hlm. 15.
6
Ibid..
7
Ibid.
Ulpianus membagi hukum ke dalam hukum privat dan hukum publik.
Hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan antara rakyat Romawi satu
sama lainnya, sedangkan hukum publik mengatur hubungan antara negara
Romawi dengan rakyatnya.8 Yang pertama mengatur kepentingan perseorangan,
sedangkan yang terakhir mengatur kepentingan publik. Jadi, dalam hal ini, yang
menjadi patokan dalam penilaian adalah kepentingan, sehingga disebut juga teori
kepentingan.
Pada perkembangannya para ahli dan praktisi hukum mempertanyakan
ketepatan pembagian hukum klasik, ke dalam hukum privat dan hukum publik
tersebut.9 Hal ini antara lain karena ada bidang hukum tertentu, yang tidak dapat
dimasukkan seluruhnya ke dalam salah satu klasifikasi tersebut, karena bidang
hukum tersebut mengatur baik kepentingan privat, maupun kepentingan publik.
Jadi, bersifat campuran, bahkan ada bidang hukum yang selain memiliki sifat
campuran tersebut, juga memiliki karakter sendiri sehingga dapat berdiri sendiri
di luar klasifikasi tersebut.10
Akibat kesulitan tersebut solusinya memunculkan alternatif lain yang
mengadakan klasifikasi hukum tidak berdasarkan kepentingan yang diatur, tetapi
berdasarkan fungsi hukum tertentu, yang disesuaikan dengan realitas praktik
hukum masa kini.11 Klasifikasi demikian disebut pembagian fungsional. Dalam
klasifikasi ini muncul, misal, hukum ekonomi, hukum pajak, hukum perburuhan
dan ketegakerjaan, hukum asuransi sosial, dan hukum penanaman modal.
Hukum kontrak penanaman modal internasional juga dimasukkan ke dalam
klasifikasi fungsional ini. Dalam hukum kontrak penanaman modal internasional,
karena ada kesulitan dalam menerapkan klasifikasi berdasarkan teori kepentingan,
yang dapat masuk baik ke dalam hukum privat maupun hukum publik tersebut.
Kemudian muncul teori subjek yang berfokus pada penilaian tentang kedudukan
negara/daerah sebagai pihak dalam kontrak penanaman modal internasional.
Apabila negara/daerah bertindak dalam kapasitasnya sebagai permangku

8
8L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (Inleiding tot de Studie van het Nederlands Recht),
Oetarid Sadino (Penerjemah) Cet. Ke. 22, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, hlm. 183.
9
Christine Chinkin, “A Critique of the Public/Private Dimension” EJIL, Vol. 10. No. 2. 1999.,
hlm. 389.
10
L.J. van Apeldoorn, Op. Cit., hlm. 190-191
11
“Public and Private in International Investment Law: An Integrated System Approach” Virginia
J. Int’l L. Vol. 52. No. 2. 2014., hlm. 66.
kepentingan komersial (jure gestiones), yang berlaku adalah hukum privat. Akan
tetapi, apabila negara/daerah bertindak dalam kapasitasnya sebagai pemangku
hukum publik (jure empirii), yang berlaku adalah hukum publik12.
Meskipun berdasarkan teori subjek tersebut dapat dipisahkan kedudukan
negara/daerah yang menunjuk hukum yang berlaku, privat atau publik, namun hal
ini merupakan prinsip yang berlaku pada kontrak internasional pada umumnya.
Berbeda halnya dengan kontrak penanaman modal internasional yang khusus (lex
specialis). Sebagai kontrak publik atau kontrak administratif, terhadap kontrak
penanaman modal internasional juga berlaku hukum publik. Oleh karena karakter
campuran demikian, pendekatan sistem yang terintegarsi dan melintasi batas
hukum privat dan hukum publik menjadi penting.
2.3. Pengaturan Kontrak Penanaman Modal Internasional dalam Hukum
Administrasi/Tata Negara
Dalam kontrak penanaman modal internasional, kedudukan negara/daerah
adalah sebagai subjek hukum. Subjek hukum merupakan pemangku hak dan
kewajiban. Negara/daerah merupakan suatu badan hukum publik yang menjadi
subjek hukum mandiri. Berdasarkan teori badan hukum, negara/daerah merupakan
suatu badan hukum publik yang merupakan subjek hukum yang mandiri.
Berkenaan dengan badan hukum publik sebagai subjek hukum tersebut
pengaturannya terdapat dalam hukum administrasi/tata negara. Dalam hukum
administrasi/tata negara dikenal 2 (dua) macam tindakan pemerintah. Pertama,
tindakan berdasarkan hukum privat. Kedua, tindakan berdasarkan hukum publik.13
Salah satu contoh perbuatan berdasarkan hukum privat adalah menjadi pihak
dalam kontrak penanaman modal internasional. Dalam hal ini negara/daerah dapat
memilih instrumen hukum privat atau instrumen hukum publik yang berlaku.
Penilaian tentang instrumen hukum mana yang dipilih dapat dilihat pada tindakan
organ negara/daerah tersebut.
2.4. Pengaturan Kontrak Penanaman Modal Internasional dalam Hukum
Internasional Publik
A. Konvensi ICSID
12
Oyunchimeg Bordukh, Choice of Law in State Contracs in Economic Development Scetor-Is
there Party Autonomy?Bond University School of Law, Bond, hlm. 15.
13
E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Cet. Ke-4, FH Unpad, Bandung,
1960, hlm. 62.
Menurut asas dan kaidah hukum perdata internasional konvensional
hukum yang berlaku terhadap kontrak internasional adalah hukum domestik.
Lazimnya, dengan beberapa pengecualian, hukum domestik ini adalah hukum
nasional negara penerima modal atau negara asal tempat kedudukan
perusahaan penanaman modal internasional. Dalam pandangan modern kini
hukum yang berlaku untuk suatu kontrak internasional juga meliputi hukum
transnasional/internasional. Dalam perkembangannya hukum internasional
ternyata juga dijadikan dasar hukum yang mengatur penanaman modal
internasional, yang semula hanya tunduk pada asas dan kaidah hukum perdata
internasional konvensional dan yang terakhir meliputi pula hukum
transnasional. Perkembangan demikian terlihat dalam ketentuan Konvensi
Internasional tentang Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal antara Negara
dan Warga Negara dari Negara Lain (International Convention on Investment
Disputes between States and National of Other States/)(Konvensi ICSID.
Kedudukan hukum internasional sebagai dasar hukum yang digunakan
dalam sengketa penanaman modal internasional pada arbitrase ICSID
didasarkan pada Pasal 14 ayat (1) Konvensi ICSID. Dalam hal ini aplikasi
tuntutan kontrak penanaman modal internasional berfungsi untuk
memperbaiki dan melengkapi hukum domestik. Jadi, penggunaan hukum
internasional dalam kasus tuntutan kontrak terbatas pada fungsi perbaikan dan
penambahan (corrective and supplemental) saja. Artinya, yang lebih
dipentingkan adalah hukum domestik, dan hukum internasional baru
digunakan seperlunya, ketika terdapat kesenjangan (filing the gap), misal
karena kelemahan standar pengaturan dalam hukum domestik tertentu 14.
Kombinasi antara hukum domestik dan hukum internasional demikian juga
pernah dipertimbangkan arbitrase ICSID dalam kasus Amco Asia Corp.
melawan Indonesia pada tahun 1986.
B. Traktat Penanaman Modal Internasional
Traktat penanaman modal internasional atau international investment
agreements (IIAs) meliputi, baik perjanjian penanaman modal internasional

14
Antonio R. Parra, Applicable Law in Investor-State Arbitration, Paper Presented for Second
Annual Conference on International arbitration and Mediation (Investor-State Arbitration Panel) at
Foldham University Law School, June 18-19, 2007, hlm. 15.
atau bilateral investment treaties (BITs), maupun bab penanaman modal dalam
perjanjian pasar bebas.15 BITs sesuai namanya merupakan bagian dari
pengertian traktat bilateral, yang dibuat oleh 2 (dua) negara. Oleh karena itu,
pada prinsipnya tunduk pada rejim hukum traktat sebagai bagian dari hukum
internasional publik.
Meskipun pun demikian BITs dapat memiliki kaitan dengan arbitrase
ICSID dan dapat juga memiliki kaitan langsung dengan implementasi kontrak
penanaman modal internasional. Sehingga saling berkaitan antara satu dan
lainnya. Keterkaitan dengan arbitrase ICSID, karena BITs menggunakan
arbitrase tersebut sebagai mekanisme penyelesaian sengketa, yang disebut the
investor-state dispute settlement mechanisme (ISDS). Sedangkan keterkaitan
dengan implementasi kontrak penanaman modal internasional karena
seringkali dalam BITs terdapat klausula payung (umbrella clause), yang
memungkinkan sengketa kontrak penanaman modal internasional diselesaikan
melalui mekanisme ISDS-BITs tersebut. Dalam hal ini sebagai alternatif jalur
penyelesaian sengketa melalui tuntutan traktat (treaty claims) yang modern, di
samping jalur tuntutan kontrak (contract claims) yang konvensional. Klausula
payung yang ada dalam BITs memungkinkan pelanggaran kontrak penanaman
modal internasional yang lazimnya berada di luar ditarik menjadi bagian dari
pengertian pelanggaran BITs tersebut.
Klausula payung tersebut pada intinya menyatakan bahwa para pihak
terikat dengan setiap kewajiban yang telah disanggupi terhadap penanam
modal atau penanaman modal dari penanam modal dari negara pihak lain.26
Hal ini berarti memperluas ruang lingkup perlindungan penanam modal, yang
semula dilindungi secara terpisah melalui hukum kontrak, dengan BITs yang
memiliki klausula payung, mendapatkan tambahan atau alternatif
perlindungan, yang sewaktu-waktu dapat digunakan penanam modal
internasional.16 Akibatnya, penanam modal internasional mendapatkan
perlindungan hukum rangkap, di samping melalui jalur tuntutan traktat, juga
melalui jalur tuntutan kontrak.

15
Traidcraft, 2015, International Investment Agreements under Scrutiny, United Kingdom: EU,
hlm. 5
16
Ibid
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Sistem adalah kumpulan bagian-bagian yang saling berhubungan, dalam
mencapai tujuan bersama secara keseluruhan, dalam lingkungan yang
kompleks. Sedangkan sistem hukum adalah keseluruhan aturan hukum
yang disusun secara terpadu berdasarkan atas asas-asas tertentu.
2. Sebagai cabang hukum kontrak dan hukum kontrak internasional, hukum
kontrak penanaman modal internasional pada prinsipnya berada dalam
ruang lingkup hukum privat, dalam hal ini hukum perdata internasional
dan hukum kontrak internasional. Meskipun demikian, sampai pada
tingkat tertentu, kontrak penanaman modal internasional juga diatur
dalam hukum publik, baik dalam hukum administrasi/tata negara,
maupun dalam hukum internasional publik.
3. Kaidah hukum publik dalam hukum administrasi/tata negara meliputi
pengaturan tentang kewenangan negara/daerah, prosedur perancangan
kontrak, isi minimum, dan klausula pilihan hukum pemaksa. Sedangkan
kaidah hukum internasional publik meliputi arbitrase internasional dan
klausula payung dalam traktat penanaman modal internasional.
Keberadaan kaidah hukum lintas hukum privat dan hukum publik dalam
kontrak penanaman modal internasional menunjukkan tentang
pentingnya pendekatan sistem terhadap hukum publik dalam
pemahaman, penerapan, dan pembaruan hukum kontrak penanaman
modal internasional tersebut. Dengan demikian pembaruan kontrak
penanaman modal internasional tersebut perlu dilakukan melalui
pendekatan sistem, yang terintegrasi dan melintasi batas hukum privat
dan hukum publik.
3.2. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kesalahan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang
membangun agar kedepannya penulis dapat menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Apeldorn, L.J. van. 1985. Pengantar Ilmu Hukum (Inleiding tot de Studie van het Netherlands
Recht). Oetarid Sadino (Penerjemah). Cet. Ke-22. Pradnya Paramita, Jakarta.
Arrasjid C, S. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Cetakan ke-5, Jakarta: Sinar Grafika.
Bordukh, Oyunchimeg. 2008. Choice of Law in State Contracts in Economic Development Sector-
Is There Party Autonomy?. Bond University Faculty of Law. Bond.
Chinkin, Christine. 1999. “A Critique of the Publik/Private Dimension” EJIL. Vol. 10. No. 2. 388-
395.
Mariam Darus Badrulzaman. 1997. Mencari Sistem Hukum Benda Nasional. Penerbit Alumni.
Bandung.
Mauna, B. 2005 Hukum Internasional. Cetakan ke-4, Bandung: P.T. Alumni.
Maupin, Julie. 2014. “Public and Private in International Investment Law: An Integrated System
Approach” Virginia J. Int’l L. Vol. 54. No. 2.31-66.
Parra, Antonio R. 2007. “Aplicable Law in Investor-State Arbitration.” Paper presented for Second
Annual Conference on International Arbitration and Mediation (Investor-State Arbitration Panel)
at Foldham University Law School, 17-18 June.
Sefriani. 2015. Pengakhiran Sepihak Perjanjian Perdagangan Internasional. Padjajaran: Jurnal Ilmu
Hukum. Vol 2 (1).
Tatang M. Amirin. 1986. Pokok-Pokok Teori Sistem. Cet. Ke-2. C.V. Rajawali. Jakarta.
Traidcraft. 2015. “International Investment Agreement under Scrutiny.” E.U., United Kingdom.
Utrecht, E. 1960. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Cet. Ke-4. FH UNPAD.
Bandung

Anda mungkin juga menyukai