Anda di halaman 1dari 4

Nelayan

Pengertian Nelayan
Nelayan di dalam ensiklopedi Indonesia digolongkan sebagai pekerja, yaitu orang yang
secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung maupun secara tidak
langsung sebagai mata pencahariannya (Rahardjo, 2002).
Menurut Undang–undang Republik Indonesia No. 31 tahun 2004, Nelayan adalah orang yang
mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Sebagian besar nelayan di Indonesia
adalah nelayan kecil, nelayan kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan
penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari–hari. Menurut Suasono dan
hutagalung (2013) Nelayan merupakan pekerjaan yang bergerak di sektor Informal yang
kegiatan ekonominya secara tradisional, usaha–usaha diluar sektor modern/formal yang
mempunyai ciri–ciri sebagai berikut yaitu sederhana, skala usaha relative kecil, umumnya
belum terorganisir dengan baik.
Arti nelayan dalam buku statistik Perikanan Indonesia Nelayan adalah orang yang secara
aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.
Orang yang hanya melakukan pekerjaan, seperti membuat jaring, mengangkut
alat-alat/perlengkapan ke dalam perahu/kapal, mengangkut ikan dari perahu/kapal tidak
dimasukkan sebagai nelayan. Tetapi ahli mesin, juru masak yang bekerja diatas kapal
penangkapan ikan dimasukkan sebagai nelayan. Dari pengertian itu nelayan dipandang tidak
lebih sebagai kelompok kerja yang tempat bekerjanya di air, yaitu sungai, danau atau laut.
(Suasono dan hutagalung, 2013).
Menurut Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan (1995), bunyinya adalah
sebagai berikut : ” Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam
operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Orang yang hanya melakukan
pekerjaan, seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat/perlengkapan kedalam perahu/kapal,
mengangkut ikan dari perahu/kapal tidak dimasukkan sebagai nelayan. Tetapi ahli mesin,
juru masak yang bekerja diatas kapal penangkap dimasukkan sebagai nelayan”.

Kesehatan Nelayan
Penyakit kulit pada nelayan akibat pengaruh sinar ultraviolet dan pengaruh air laut yang
karena kepekatannya menarik air dari kulit, dalam hal ini air laut merupakan penyebab
penyakit kulit dengan sifat rangsangan primer. Tapi penyakit kulit mungkin pula disebabkan
oleh jamur-jamur atau binatang-binatang laut. Beberapa jenis ikan dapat menyebabkan
kelainan kulit, biasanya nelayannelayan mengetahui ikan-ikan yang mendatangkan gatal.
(Suma’mur, 1998) Keselamatan nelayan dalam melakukan pekerjaannya belum cukup
mendapat perhatian. Syarat-syarat perahu nelayan harus diutamakan, agar tercapai
keselamatan sebesar-besarnya. Konstruksi perahu di Indonesia berbedabeda mengikuti latar
belakang daerah atau kebudayaan setempat. Perahu yang baik adalah stabil, tidak mudah
terbalik oleh pukulan-pukulan ombak atau angin yang besar. Nelayan-nelayan hidup di
pantai-pantai yang biasanya hygienenya sangat kurang, perlunya pendidikan kesehatan dan
cara hidup hygienis dan lain-lain.
Menurut Seregar (1992) personal hygiene yang mempengaruhi terjadinya dermatofitosis
adalah kurangnya kebersiahan diri, kebersiahan yang buruk dan kontak dengan binatang
seperti anjing atau kucing, kebersiahan yang kurang dan keadaan basah, orang yang banyak
bekerja pada air kotor.
Karakteristik nelayan mempunyai sifat yang berbeda-beda. Hal ini yang perlu dilihat dalam
perbedaan tersebut adalah faktor umur, tingkat pendidikan dan kebiasaan hidup (gaya hidup).
Gaya hidup menarik sebagai masalah kesehatan, minimal dianggap faktor resiko dari
berbagai penyakit.

Karakteristik Masyarakat Nelayan


Menurut wahyono SK (2009) dalam Swasono dan Hutagalung masyarakat nelayan di
Indonesia sampai saat ini masih tergolong masyarakat miskin, ironisnya mereka hidup
diwilayah pesisir dan lautan indonesia yang kaya akan keaneka ragaman sumberdaya
alamnya, baik yang dapat pulih seperti perikanan, hutan mangrove dan terumbu karang,
maupun sumberdaya yang tidak dapat pulih seperti minyak bumi, gas dan barang tambang
lainnya.
Menurut Azwar (2007) Karakteristik individu adalah keseluruhan dari ciri-ciri yang terdapat
pada masyarakat baik ciri individu seperti umur, dan jenis kelamin maupun ciri sosial seperti
pendidikan, pekerjaan, besar keluarga. Karakteristik masyarakat mempunyai kaitan dengan
kepemilikan rumah sehat.
Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
Menurut Isro’in (2012) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
a. Citra tubuh ( Body Image) Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial Pada anak–anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita dermatofitosis mellitus ia
harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
g. Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Menurut Seregar (1992) personal hygiene yang mempengaruhi terjadinya dermatofitosis
adalah kurangnya kebersiahan diri, kebersiahan yang buruk dan kontak dengan binatang
seperti anjing atau kucing, kebersiahan yang kurang dan keadaan basah, orang yang banyak
bekerja pada air kotor.

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan tubuh yang mengandung zat tanduk pada
epidermis, rambut, serta kuku yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Genus
penyebab dermatofitosis yang tersebar di seluruh dunia adalah Trichophyton, Microsporum,
dan Epidermophyton yang dikelompokkan dalam kelas Deuteromycetes (Djuanda, 2013).
Dermatofitosis merupakan lesi kulit yang banyak dijumpai pada semua lapisan masyarakat.
Dermatofita relatif berkembang di negara tropis, populasi dengan status sosioekonomi rendah
yang tinggal di pemukiman padat, tingkat higienitas yang rendah, dan udara yang panas
(Ostrosky-Zeichner et al., 2009). Keluhan utama yang dialami penderita dermatofitosis
adalah rasa gatal yang dapat membuat penderita menjadi tidak nyaman sehingga dapat
mengganggu kualitas hidupnya (Melorose et al., 2015).

Masuk gayaaaa
. Penyakit terbanyak berdasarkan kunjungan ke fasilitas layanan kesehatan dasar Provinsi
Sumatera Barat tahun 2016, penyakit kulit infeksi menjadi peringkat ke 8 dari 10 besar jenis
penyakit rawat jalan (Dinkes Sumbar, 2016). Sedangkan jumlah kasus 10 penyakti tebanyak
di Kabupaten Padang Pariaman, penyakit infeksi kulit menempati peringkat ke 6 dari 10
penyakit (Dinas kesehatan Padang Pariaman, 2015).
Tinea corporis merupakan infeksi jamur dermatofita pada kulit halus (glaborous skin) di
daerah muka, leher, badan, lengan, dan glutea (Harahap, 2015). Penyakit iniialah infeksi
umum yang sering terlihat pada daerah dengan iklim yang panas dan lembab. Seperti infeksi
jamur yang lain, kondisi hangat dan lembab membantu menyebarkan infeksi ini (Brown &
Burns, 2015). Bentuk klinis tinea corporis biasanya ada luka merah pada kulit yang
bentuknya melingkar menyerupai cincin. Lingkaran merah tersebut merupakan kulit yang
meradang, sedangkan kulit bagian tengah tampak sehat seperti biasanya kulit bersisik dan
terasa gatal (Andareto, 2015).
Suatu penyakit timbul akibat dari interaksinya berbagai faktor, faktor-faktor tersebut antara
lain agent atau penyebab penyakit, manusia sebagai host (induk semang) dan lingkungan.
Manusia dapat mencegah terjadinya penyakit kulit dengan menerapkan personal hygiene.
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Isron’in dan Andarmoyo, 2012). Kebersihan
diri (personal hygiene) mempunyai banyak manfaat bagi santri pesantren yaitu terciptanya
santri yang bersih dan sehat sehingga terlindungi dari penyakit kulit. Personal hygiene
meliputi kebersihan handuk, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan pakaian, dan kebersihan
kulit (Maryunani, 2013).

Anda mungkin juga menyukai