Anda di halaman 1dari 34

86PROPOSAL SKRIPSI

KEJADIAN INFEKSI TRYCHOPHYTON MENTAGROPHYTES


TERKAIT PERSONEL HYGIENE ANTARA NELAYAN DENGAN
PENGOLAH IKAN RUMAHAN DI DESA LEMPASING
BANDAR LAMPUNG

Oleh :

Nama
NIM

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
TAHUN 2022
PROPOSAL SKRIPSI

KEJADIAN INFEKSI TRYCHOPHYTON MENTAGROPHYTES


TERKAIT PERSONEL HYGIENE ANTARA NELAYAN DENGAN
PENGOLAH IKAN RUMAHAN DI DESA LEMPASING
BANDAR LAMPUNG

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan


Pada Program Studi Sarjana Terapan Teknologi Laboratorium Medis

Oleh :

Nama
NIM

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
TAHUN 2022

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

SKRIPSI

KEJADIAN INFEKSI TRYCHOPHYTON MENTAGROPHYTES


TERKAIT PERSONEL HYGIENE ANTARA NELAYAN DENGAN
PENGOLAH IKAN RUMAHAN DI DESA LEMPASING
BANDAR LAMPUNG

Penulis

NAMA/NIM

Telah diperiksa dan disetujui Tim Pembimbing Skripsi Program Studi Sarjana
Terapan Jurusan Teknologi Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan
Tanjungkarang

Bandar Lampung, Juli 2022

Tim Pembimbing Skripsi

Pembimbing Utama

Nama Dosen

Pembimbing Pendamping

Nama Dosen

iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas berkat dan
anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini.
Tujuan dari penulisan makalah ini dibuat untuk memenuhi syarat kelulusan
program sarjana.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan
dukungan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan
dukungan dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.
Penulis menyadari dalam penulisan proposal penelitian ini masih banyak
terdapat kesalahan. Oleh karena itu diharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca agar kedepannya dapat menjadi lebih baik. Harapan penulis semoga
penulisan penulisan proposal ini dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca.
1 Maret 2022
Yang Menyatakan,

Nama
NIM

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN...............................................................................iii

KATA PENGANTAR............................................................................................iv

DAFTAR ISI............................................................................................................v

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi

DAFTAR TABEL..................................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................3

C. Tujuan Penelitian.........................................................................................4

D. Manfaat Penelitian.......................................................................................4

E. Ruang Lingkup.............................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6

A. Tinjauan Teori..............................................................................................6

B. Kerangka Teori...........................................................................................19

C. Kerangka Konsep.......................................................................................20

D. Hipotesis.....................................................................................................20

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................22

A. Jenis dan Desain Penelitian........................................................................22

B. Lokasi dan Waktu Penelitian.....................................................................22

C. Populasi dan Sampel (Subyek penelitian khusus eksperimen)..................22

D. Variabel dan Definisi Operasional.............................................................22

E. Pengumpulan Data.....................................................................................24

F. Pengolahan dan Analisa Data.....................................................................24

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori Blum kejadian Dermatofitosis...................................19


Gambar 2. Kerangka Konsep.................................................................................19

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Variabel dan Definisi Operasional...........................................................21

vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan pada kulit merupakan gangguan kulit yang sering terjadi di dalam
kehidupan masyarakat. Penyakit kulit sering menyerang masyarakat akibat dari
kegiatan-kegiatan yang dilakukannya setiap hari. Terutama masyarakat yang
tinggal ataupun melakukan pekerjaannya di daerah yang beriklim lembab dan
panas. Selain itu, serangan penyakit kulit seringkali terjadi pada orang yang tidak
memiliki kebiasaan dalam menjadi kebersihan diri. Dilangsir dari studi yang
dilakukan oleh epidemiologi bagian penyakit kulit dan pengobatan yang ada di
negara India, memberikan data tentang jumlah penyakit kulit yang mencapai 10-
20% dari semua jenis penyakit lainnya. Data itu diperoleh daripada hasil rekap
konsultasi yang dilakukan masyarakat di praktek umum (Patel, 2010).
World Health Organization (WHO) dalam penelitiannya tentang kejadian kulit
yang terinfeksi dermatofit terdapat sebanyak 20% orang yang mengalami penyakit
kulit tersebut dari total orang yang ada di dunia. Jenis penyakit kulit yang dialami
tersebut ialah infeksi kutaneus dan infeksi tinea korporis. Kedua jenis infeksi
tersebut adalah jenis yang sangat sering ditemukan dialami oleh masyarakat.
Terdapat juga jenis infeksi kulit lainnya seperti pedis, onychomycosis dan tinea
cruris (Lakshmipathy, 2013). Selain itu, diperoleh data-data penelitian lain yang
dilakukan dan memiliki kesesuaian dengan penyakit kulit berbasis komunitas
yang ada di negara berkembang dimana telah terindikasi penyakit kulit yang
terjadi di negara berkembang tersebut berjumlah antara 20-80% (Al-Hoqail,
2013).
Berdasarkan Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015 memaparkan data
tentang penyakit kulit dan jaringan subkutan memiliki posisi urutan ketiga
diantara 10 jenis penyakit yng sering dialami oleh pasien rawat jalan yang ada di
seluruh rumah sakit di Indonesia terdapat sebanyak 193.414 jumlah konsultasi dan
kunjungan, dan berjumlah 122.076 kunjungan yang terbaru yang mengalami
peningkatan dibangindankan kunjungan yang lama hanya berjumlah 70.338
(Kemenkes, 2016). Salah satu dari jenis pekerjaan yang berpotensi mengalami
serangan dari penyakit kulit adalah pekerjaan Nelayan.
Personal Hygiene atau yang memiliki arti kebersihan perorangan ialah suatu
upaya yang dilakukan oleh setiap orang untuk menjaga diri agar selalu higienis
dan bersih serta jauh dari segala serangan penyakit. Kesehatan setiap orang dapat
terwujud apabila rutin merawat kesehatan dan dapat beradaptasi dengan kondisi
lingkungan sekitarnya (Depkes RI, 2010). Kondisi atau upaya personal hygiene
yang tidak baik akan mempengaruhi imun tubuh seseorang sehingga dapat
menjadi lebih mudah terserang oleh penyakit-penyakit seperti pneyakit kulit,
mengakibatkan infeksi, penyakit rongga mulut, penyakit pada pencernaan serta
jenis penyakit lain yang membuat tubuh tidak berfungsi dengan baik. Kulit
merupakan bagian tubuh yang memiliki fungsi dibagian luar tubuh sehingga perlu
dilakukan perawatan dan terus menjaga kebersihan kulit. Kebersihan tersebut
dapat dilakukan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan rutin oleh setiap
individu. Dengan itu, sangat penting diperhatikan personal hygiene karena
terdapat pengaruh terhadap kesehatan dan psikis setiap orang. Kebersihan pada
seorang nelayan penting diperhatikan karena akan berpengaruh kepada hasil
tangkapan ikan yang akan diolah oleh masyarakat sehingga tidak akan
menularkan penyakit kulit yang disebabkan oleh para nelayan karena tempat
bekerja nelayan ialah berinteraksi dengan air yang sering menimbulkan banyak
bakteri dan membawa berbagai jenis penyakit dari hewan-hewan yang ada di laut.
Penyakit infeksi oleh jamur hingga saat ini masih cukup banyak terjadi di
masyarakat. Resiko infeksi jamur tersebut sangat dipengaruhi oleh iklim
Indonesia yang memiliki tingkat humiditas tinggi. Di samping itu kondisi sosial
ekonomi yang belum merata juga berpengaruh terhadap hygiene personal
masyarakat yang berkorelasi terhadap angka kejadian infeksi (Hermawan &
Widyanto, 2000). Infeksi oleh jamur yang hingga saat ini kurang disadari oleh
masyarakat adalah infeksi yang terjadi pada kuku atau dikenal dengan
onychomycosis (Setianingsih et al., 2015). Penyakit ini dapat terjadi pada
beberapa bagian kuku seperti matriks, nail bed atau nail plate yang
mengakibatkan rasa nyeri, tidak nyaman dan tampilan kuku yang kurang baik
(Rohmah & Bariyah, 2012).
Nelayan adalah orang yang mata pencaharian pokoknya berasal dari hasil
laut dan biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Secara
geografis masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan
berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat
dan laut (Kusnadi, 2010). Pengolah ikan merupakan orang atau kelompok orang
yang melakukan usaha mengolah ikan segar, produk setengah jadi maupun produk
jadi. Usaha- usaha yang dilakukan oleh pengolah ikan antara lain: pengolahan
ikan rumahan atau pengolahan yang bersifat tradisional seperti pengasinan,
pengasapan, pengeringan, pemindangan dan pengolahan yang bersifat modern,
seperti pengalengan ikan.
Perumahan masyarakat nelayan dan pengolah ikan yang kondisinya baik
hanya sedikit dan karakteristik pemukiman nelayan dan pengolah ikan adalah
rumah-rumah yang padat dan kumuh di suatu lokasi tertentu yang luasnya
memang sangat minim di sepanjang pantai, adanya polusi udara yaitu bau amis
yang menusuk hidung karena limbah ikan yang mereka olah akibat tidak
tersedianya tempat khusus untuk membuang sampah dan limbah ikan. Sampah
berserakan di sembarang tempat sepanjang pantai. Limbah ikan hasil pengolahan
tidak dikelola dnegan baik (Handayani, 2015).
Desa Lempasing Bandar Lampung merupakan daerah pesisir dengan suhu
udara dan kelembaban udara yang tinggi dapat menjadi tempat pertumbuhan dan
perkembangan jamur yang baik, selain itu pekerjaan terbanyak adalah nelayan dan
pengolah ikan rumahan yang sangat rentan terinfeksi dan dapat menurunkan
kualitas hidup masyarakat. Penelitian tentang tingkat higienitas antara kedua
subjek yang berisiko tinggi terjadinya kejadian dermatofitosis yang disebabkan
oleh jamur sangat diperlukan. Penelitian diharapkan dapat membantu peningkatan
higienitas masyarakat pesisir terutama nelayan dan pengolah ikan rumahan yang
berisiko tinggi terjadinya kejadian dermatofitosis.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penulisan makalah ini, antara lain:
1. Apakah ada hubungan antara personal hygiene dengan dermatofitosis
terhadap nelayan?
2. Bagaimana personal hygiene (rambut, kulit kepala, tangan, kaki, kuku
dan kulit) pada nelayan?
3. Bagaimana hubungan yang terjadi antara kebersihan rambut dan kulit
kepala dengan dermatofitosis?
4. Bagaimana hubungan yang terjadi antara kebersihan tangan, kaki dan
kuku dengan dermatofitosis pada nelayan?
5. Bagaimana hubungan yang terjadi antara kebersihan kulit dengan
dermatofitosis pada nelayan?
C. Tujuan Penelitian
1) Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara personal hygiene dengan dermatofitosis
terhadap nelayan.
2) Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi personal hygiene yang meliputi rambut, kulit kepala,
tangan, kaki, kuku dan kulit pada nelayan yang ada.
b. Menganalisa hubungan yang terjadi antara kebersihan rambut dan kulit
kepala dengan dermatofitosis.
c. Menganalisa hubungan yang terjadi antara kebersihan tangan, kaki dan
kuku dengan dermatofitosis pada nelayan.
d. Menganalisa hubungan yang terjadi antara kebersihan kulit dengan
dermatofitosis pada nelayan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian in diharapkan dapat memberikan hasil yang bermanfaat bagi
banyak pihak antaralain:
1) Manfaat Teoritis
a. Bagi Dinas Lingkungan Hidup
Penelitian ini memberikan hasil yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan Dinas Lingkungan Hidup sebagai evaluasi dan bahan
pertimbangan agar dapat meningkatkan personal hygiene pada nelayan
yang bekerja sehingga mengurangi terjadinya penyakit dermatofitosis
dan jenis penyakit kulit yang lainnya.
b. Bagi Universitas
Penelitian ini memberikan hasil yang berguna sebagai bahan kajian
keilmuan yang semakin banyak dan dijadikan sebagai informasi dalam
pengembangan keegaiatan pembelajaran di kampus.
c. Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan hasil kepada peneliti sebagai tambahan
keilmuan, wawasan, pengetahuan tentang penyakit-penyakit kulit yang
diperoleh dalam pembelajaran di kampus, terkhusus tentang personal
hygiene pada nelayan.
2) Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat
kepada:
a. Bagi Nelayan
Penelitian ini bermanfaat sebagai tambahan informasi dan memperluas
wawasan para nelayan tentang pentingnya menjaga kebersihan diri
(personal hygiene).
b. Bagi Pembaca
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan wawasan dan ilmu
tentang kebersihan diri yang penting dilakukan terutama pada para
nelayan dan juga dapat menggunakan penelitian ini sebagai pedoman
dalam melakukan penelitian lebih lanjut.
E. Ruang Lingkup
Pada penelitian ini terfokus pada analisa yang dilakukan terhadap nelayan
untuk mengetahui dan membuktikan adanya hubungan antara dermatofitosis
terhadap personal hygiene nelayan dan pengaruhnya dengan pengolahan ikan
rumahan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Keluhan Gangguan Kulit
Kulit menjadi salah satu fungsi bagian tubuh yang rentan terkena berbagai
penyakit akibat letaknya yang berada dipermukaan tubuh. Kulit sangat
membutuhkan tempat yang bersih dan sehat agar dapat membuat kulit terjaga
dan sehat serta berfungsi dengan baik. Kulit tidak akan sehat dan rentan terkena
berbagai penyakit akibat oleh lingkungan kotor dimana tempat yang kotor
tersebut menjadi sumber berbagai penyakit yang timbul (Harahap, 2000).
Ganggunan kulit adalah kulit epidermis dan dermis yang mengalami
peradangan akibat respon yang diberikan pada berbagai faktor yang
menimbulkan alergi dari luar tubuh seperti jamur dan bakteri. Seperti polimorfi
ialah penyakit yang timbul dengan bentuk yang bervariasi seperti bentolan,
bercak berwana kemerahan, basah, keropeng yang kering, kulit yang tebal dan
terlipat dengan jelas, serta gatal pada kulit yang menjadi gejala utama (Ganong,
2006).
Keluhan yang terjadi pada kulit adalah rasa gatal yang terjadi pada waktu
pagi, siang, malam bahkan sepanjang hari), timbul bintik merah atau bentolan/
bula-bula yang isinya cairan bening nanah di permukaan kulit tubuh muncul
ruam-ruam (Graham, 2005).
Masalah penyakit kulit banyak dijumpai di Indonesia, hal ini disebabkan
karena Indonesia beriklim tropis. Iklim tersebut yang mempermudah
perkembangan bakteri, parasit maupun jamur (Harahap, 2015). Menurut data
depertemen kesehantan RI prevalensi penyakit kulit diseluruh Indonesia ditahun
2012 adalah 8,46% kemudian meningkat ditahun 2013 sebesar 9% dan infeksi
jamur menduduki urutan kedua dari 12 penyakit kulit yang tersering (Depkes RI,
2013).
Penyakit kulit disebabkan oleh beberapa faktor yaitu infeksi bakteri salah
satunya furunkulosis (bisul), infeksi virus salah satunya herpes, dan infeksi jamur
yaitu tinea (Brown & Burns, 2015). Ada beberapa jenis tinea yaitu tinea kapitis,
tinea kruris, tinea manus et pedis, tinea unguium, dan tinea imbrikata dan tinea
corporis (Harahap, 2015). Berdasarkan urutannya, tinea corporis menempati
urutan pertama sebesar (57%), dan selanjutnya tinea unguinum (20%), tinea cruris
(10%), tinea pedis dan tinea barbae (6%), dan sebanyak 1% tipe lainnya (Yadav
A, 2013).
Proses terjadinya penyakit tinea corporis ini dapat dijelaskan dengan
menggunakan trias epidemiologi yang terdiri dari host, agent dan environment.
Host pada penyakit tinea corporis adalah manusia, hewan, dan tanah yang paling
sering terjadi pada manusia. Agent dari tinea corporis ini yaitu jamur dermatofita
golongan Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes. Lingkungan
yang menimbulkan tinea corporis seperti lingkungan yang padat, udara yang
lembab, air yang kotor. Host pada penyakit tinea corporis adalah manusia, ada
beberapa faktor pencetusnya yaitu obesitas, dan personal hygiene (Harahap,
2015).

2. Bagian Terjadi Penyakit Kulit


Suris Djuanda dan Sri Adi S (2003) menjelaskan bagian-bagian tubuh
yangsering terjadi penyakit kulit adalah sebagai berikut:
a. Rambut
Piedra adalah jamur kulit yang sering menginfeksi pada sepanjang corong
rambut dan dapat menimbulkan benjol-benjol pada permukaan rambut
(Siregar, 2006).
b. Tangan
Tangan menjadi bagian tubuh yang terinfeksi jamur dan bakteri karena
fungsi tangan yang utama ketika akan melakukan kegiatan pekerjaan.
Selain itu, juga dapat ditimbulkan oleh pengunaan deterjen, antiseptik,
pestida dan bahan-bahan penyebab yang lainnya.
c. Kuku
Kuku yang telah terinfeksi oleh jamur dapat ditandai dengan munculnya
titik putih atau kuning pada kuku bagian bawah ujung kuku jari tangan
atau kaki (Siregar, 2006).
d. Lengan
Secara umum alergi tidak berbeda pada tangan yang dapat disebabkan oleh
jam tangan dari bahan nikel, sarung tangan berbahan karet, debu semen
dan juga tanaman.
e. Wajah
Kulit wajah dapat mengalami gangguan akibat pengaruh penggunaan
kosmetika, obat-obatan, alergen dari udara, kacamata yang terbuat dari
nikel. Apabila terjadi di wajah bagian bibir maka dapat diakibatkan oleh
penggunaan lipstick, pasta gigi, getah dari buah-buahan dan sebagainya.
Dan apabila terjadi di wajah bagian kelopak mata makan dapat diakibatkan
oleh cat kuku, eyeshadows, cat rambut dan obat mata.
f. Telinga
Penyakit kulit di bagian telinga dapat diakibatkan oleh aksesoris seperti
anting-anting yang bahannya dari nikel. Selain itu juga dapat disebabkan
oleh penggunaan obat-obatan, tangkai kacamata dari nikel, cat rambu dan
hearing-aids,
g. Leher
Pada bagian leher dapat disebabkan oleh penggunaan aksesoris dari bahan
nikel, pewangi tubuh, zat warna dari kain dan juga oleh alergen yang
terdapat di udara.
h. Badan
Pada bagian badan, kulit akan terinfeksi oleh pakaian yang memiliki zat-
zat kain, kancing baju terbuat dari bahan logam, karet yang elastis dan
yang busa, plastik dan juga dari penggunaan detergen.
i. Genetalia
Kulit dapat terinfeksi oleh penggunaan antiseptik, obat-obatan topikal,
penggunaan kondom saat berhubungan intim, bahan nilo pada pemakaian
celana, pembalut yang digunakan oleh wanita, dan alergen yang muncul
dari tangan.
j. Kaki
Penyakit pada kaki dapat ditimbulkan oleh kaki yang kurang terjaga
kebersihannya dari serangan kutu air atau disebut juga dengan bahasa
ilmiahnya ialah tinea pedis (Siregar, 2006).
k. Paha dan Tungkai Bawah
Bagian ini kulit dapat terinfeksi oleh penggunaan pakaian yang berbahan
tidak cocok dengan kulit sehingga mengakibatkan iritasi. Selain itu, bahan
yang terbuat pada dompet, kunci di saku yang terbuat dari nikel, kaos kaki
berbahan dasar nilon. Penggunaan obat topikal seperti neomisin, enestesi
lokal dan etilendiamin), semen dan juga sepatu.
3. Gejala Penyakit Kulit
Harahap (2000)Sitorus 2008 dalam Listautin 2012 menjelaskan bahwa
keluhan yang ada pada kulit dapat ditandai dengan gejala-gejala berikut ini:
a. Rasa Gatal
Gatal yang dirasakan pada kulit timbul dengan spontan dan disertai
oleh perasaan yang ingin segera mengaruk dimana dengan menggaruk
bukanlah tindakan yang benar karena akan membua timbul luka yang akan
semakin parah seperti iritasi dan membuat kulit kan semakin memerah.
Penderita akan merasakan ketidaknyamanan apabila ada rasa gatal di
kulitnya dan akan segera menggaruk bagian kulit yang merasa gatal
tersebut. Tindakan tersebut sering membuat infeksi menjadi timbul bahkan
hingga bernanah. Kondisi berikut adalah faktor yang sangat mendukung
kulit menjadi mudah merasakan gatal:
1. Kulit yang berkeringat, kondisi kulit seperti itu akan membuat timbul
rasa gatal denga mudah pada bagian kulit. Selain itu, rasa gatal dapat
timbul akibat terkena benda plastik dalam waktu lama atau terkena
kain sintetis.
2. Kain, kain atau pakaian akan memjadi faktor penyebab rasa gatal
apabila kain tersebut kotor dan tidak bersih sehingga apabila terjadi
karena kain atau pakaian maka diajurkan segera melakukan
penggantian pakaian yang digunakan. Bakteri sangat senang pada kain
yang kotor dan terkontaminasi oleh lingkungan yang banyak sumber
bakterinya.
3. Alergi, gatal-gatal dapat juga diakibatkan oleh adanya alergi. Faktor
ini tidak menjadi faktor dominan namun juga berpotensi menimbulkan
rasa gatal pada kulit. Timbulnya alergi adalah apabila seseorang
menghirup debu, bulu , hewab dan pakaian yang digunakannya.
Sehingga penting untuk mencegah rasa gatal pada klit dengan
menjalankan gaya hidup yang sehat. Pengobatan akan bermanfaat
maksimal apabila didukung dengan upaya menjaga kebersihan diri
dengan rajin mencuci tangan, kaki dan mandi dengan teratur yaitu 2
(dua) kali sehari (Sitorus, 2008).
b. Kulit Kemerahan
Kemerahan ialah rubor dan menjadi tanda pertama yang akan terjadi
disekitar kulit yang terinfeksi jamur dan bakteri sehingga mengalami
peradangan. Hal ini diakibatkan fungsi kulit yang menjadi tahap awal
dari tubuh untuk menahan serangan dari bakteri dan jamur, sinar dan
cahaya dan sebagainya. dengan itu, kulit memiliki rasa sensitif terhadap
faktor luar yang bersentuhan dengan kulit. Kulit yang memerah dapat
disebabkan oleh faktor seperti alergi dengan udara, bahan plastik dan
logam, polusi sepertio debu dan juga dapat diakibatkkan oleh
penggunaan obat-obatans serta cahaya matahari yang tidak cocok dengan
kulit seseorang.
Penyakit kulit dapat di diagnosa dan dilakukan penanganan
terapeutik dengan mengenali perubahan yang terjadi pada kulit.
Pengamatan tersebut dilakukan dengan klinis yakni efloresen. Efloresen
kulit akan mengalami perubahan seiring berlangsungnya penyakit
tersebut. agar dapat memudahkan proses pembuatan diagnosa, maka
dilakukan pembagian ruam kulit menjadi beberapa kelompok diantaranya
adalah efloresen prime yang berada pada kulit normal dan efloresen
sekunder terdapat pada kulit yang mengalmi perubahan (Maharani,
2015).
1. Efloresen primer
a. Bercak (manula)
Bercak ialah suatu kulit yang warnanya berubah seperti
terdapatnya dilatasi pembuluh darah (eritema), jaringan yang
dimasuki oleh darah, hiperpigmentasi atau depigmentasi.
b. Urtica
Urtica ialah bentolan yang terdapat padaa kulit dengan warna
merah muda hingga putih yang diakibatkan oleh udem.
c. Papula
Papula atau disebut juga nodulud yang memiliki bentuk sebesar
kepala jarum pentul hingga kacang hijau yang diakibatkan
adanya epidermis yang menebal secara lokal dan dapat juga
disebabkan oleh sel dalam korium yang semakin banyak.
d. Tuber (Nodus)
Tuber memiliki bentuk yang serupa papula tetapi ukuran tuber
lebih besar daripada papula.
e. Vesikel
Ukuran vesikel adalah seukuran kepala jarum pentol hingga
seukuran biji kapri dan terdapat rongga yang memiliki ruang
satu atau banyak dan didalamnya terdapat cairan.
f. Bulla
Bentuk dari bulla ini hampir sama dengan vesikel namun dengan
ukuran sedikit lebih besar dan hanya memiliki ruang satu.
g. Pustula
Pustula ialah vesikel yang terdapat nanah didalamnya dasn
terdapat pada kulit yang mengalami gangguan akibat
peradangan atau terdapat folikel rambut.
h. Urtika
Urtika ialah terdapatnya tonjolan pada permukaan kulit yang
diakibatkan oleh ederma lokal dan akan menghilang secara
perlahan. Misal dermatitis medikamentosa dan kulit yang
terkena gigitan serangga.
i. Tumor
Tumor ialah tonjolan yang terdapat pada permukaan kulit
seesuai dengan sel yang bertumbuh atau jaringan pada tubuh.
j. Abses
Abses ialah nanah yang berkumpul pada jaringan atau pada
kutis.
2. Efloresen Sekunder
a. Ketombe (Squama)
Komponen daripada ketombe adalah stratum corneum yang
terpecah-pecah.
b. Crusta
Crusta diakatkan oleh keringnya seksudat, darah atau obat dan
nanah. Dan terdaspat kulit yang mengalami perubahan pada
bagian bawah seperti erosio atau ulcer.
c. Erosio
Erosio ialah kulit yang mengalami kerusakan pada
bagianpermukaan di dalam epidermis.
d. Ulcus
Ulcus diakibatkan oleh komponen kulit bagian dalam yang telah
hilang, epidrmis, korium dan kerusakan pada pelengkapnya.
e. Fisura
Fisura ialah epidermis yang mengalami keretakan yang
membuat dermis terliha dan menyebabkan kulit menjadi berasa
nyeri.
f. Ekskriasi
Ekskoriasi ialah rusaknya kulit hingga ujung stratum papilaris
yang membuat kulit menjadi merah berbintik seperti
pendarahan.
g. Luka Parut (Cicatrix)
Parut ialah jaringan ikat yang menjadi pengganti epidermis dan
dermis yang telah hilang. Jaringan ini dapat berbentuk cekung
dari permukaatn kulit sekitar, dan dapat juga lebih menonjol
atau normal.
4. Dermatofitosis
Dermatofitosis merupakan jamur superfisial yang telah menginfeksi kulit dan
diakibatkan oleh dermatofita yang berkemampuan dalam melekatkan pada keratin
dan memanfaatkannya menjadi sumber nutrisi dengan melakukan penyerangan
terhadap jaringan berkeratin seperti pada stratum korneum di epidrmis, rambut
dan kuku (Verma, 2008). Biasanya memiliki bentuk sisik berwarna kemerahan di
kulit atau sisik putih. Peradangan yang terdapat pada kuku akan membuat kuku
menjadi tidak rata bagian permukaannya, warnanya menjadi kusam dan juga
membiru. Keluhan yang terjadi adalah rasa gatal pada penderita tinea kapitis,
tinea korporis, tinea pedis dan tinea kruris. Penderita kandidiasis akan mengalami
rasa gatal yang hebat dan disertai rasa panas selayaknya terbakar (Soebono,
2001).
Dermatofitosis yang terdapat di seluruh dunia memiliki prevalensi yang
berbeda dari semua negara (Abbas, 2012). WHO melakukan penelitian pada
kejadian infeksi dermatofit dan menemukan 20% orang di muka bumi ini yang
terkena infeksi dari kutaneus dan infeksi tinea korporis yang mana kedua jenis
infeksi tersebut adalah yang sering terjadi dan selanjutnnya ialah tinea kruris,
pedis, dan onychomycosis (Lakshmipathy, 2013).
5. Klasifikasi Dermatofitosis
Istilah lain daripada Dermatofitosis ialah infeksi “tinea” dan diklasifikasikan
sesuai dengan tempat terjadinya infeksi sebagai berikut:
a. Tinea Kapitis adalah Dermatofitosis yangmenginfeksio kulit kepala dan
rambut kepala.
b. Tinea Kruris adalah dermatofitoasi yang menginfeksi di bagian genitokrural,
area anus, bokong dan terkadang hingga bagian bawah perut.
c. Tine Manus et Pedis adalah Dermatofitosi yang menginfeksi bagian tangan
dan kaki.
d. Tinea Unguium adalah Dermatofitosis yang menginfeksi bagian jari kaki dan
tangan.
e. Tinea Korporis adalah Dermatofitosis yang menginfeksi bagian lainnya selain
yang telah disebutkan (Djuanda, 2010).
Bentuk dan Gejala Klinis
Djuanda (2013) menjelaskan bahwa dermatofitos dapat ditandai dengan
gejalan klinis yang berbentuk sebagai berikut:
a. Tinea Kapitis
Tinea Kapitis ialah kulit yang mengalami gangguan kelainan pada bagian
kepala, rambut dan diakibatkan oleh jamur dengan golongan dermatofita.
Diakibatkan oleh species dermatofitas Trichophyton dan Microsporum.
Gejala klinis yang dikeluhkan penderita adalah terdapat bercak bundar dengan
warna merah dan terdapat sisik yang ada di kulit kepala, mengakibatkan rasa
gatal yang sering juga disertai dengan rontoknya rambut sehingga rambut
menjadi mudash rapuh dan patah yang berada disekitar permukaan kulit
kepala.
b. Tinea Korporis
Tinea korporis ialah infeksi oleh jamur drmatofita yang terjadi di kulit kulis
pada bagian muka, lengan, badan,dan glutea. Jenis yang sering
mengakibatkan ialah T. Rubrum dan T. Mentagropytes dengan gejala klinis
seperti lesi yang terdapat beragam efloresensi kulit, terdsapat batas jelas dan
tegas deengan konfigurasi anular, arsinar atau polisiklik, dan padsa bagian
tepi akan menjadi lebih aktif dengan terdapatnya gejala peradananya yang
semakin jelas. Daerah sentral sering terjadi penipisan dan menyembuhkan,
tetapi bagian tepi lesi akan menjadi luas hingga pada perifer. Terkadang tidak
kunjung sembuh pada bagian tengah namun meninggi dan skuama tertutup
yang membuat bercak menjadi lebih besar (Djuanda, 2013).
c. Tinea Kruris
Tinea kruris ialah infeksi yang diakibatkan oleh jamur dermatofita pada
bagian paha, genital dan juga area anus dan dapat menyebar pada bagian
bokong hingga bagian bawah perut. Dapat disebabkan oleh E. Floccosum dan
juga T. Rubrum terkadang dapat menyebabkan infeksi. Gambaran gejala
klinis lesi memiliki ukuran simetris dilipadt pada paha kanan dan paha kiri
yang bermula dari bercak eritematosa pada bagia lesi, rasa gatal yang semakin
menyebar hingga mencakup scrotum, pubis, terttutupi oleh skuama dan
terkadang terdapat banyak vesikel berukuran kecil yang timbul (Djuanda,
2013).
d. Tinea Manus et Pedis
Infeksi ini diakibatkan oleh jamur derrmatofita yang terjadi pada bagian kulit
telapak tangan dan kaki, punggungan kaki dan tangan, sela jari tangan dan
kaki serta juga terdapat pada bagian interdigital. Sering disebabkan oleh T.
Rubrum, T. Mentagrophytes, E. Floccosum (Djuanda, 2013).
e. Tinea Ungulum
Infeksi ini diakbatkan oleh jamur sehinggga membuat kuku menjadi
megalami gangguan kelainan dan sering diakibatkan oleh T. Mentagrophites,
T. Rubrum yang memiliki gejala yang disertai oleh T. Pedis atau manus
sehingga kuku penderita akan menjadi rusak dan warna akan menjadi kusam
sesuai dengan faktor yang mengakibatkannya, distroksi kuku oleh dista,
lateral atau bahkan secara menyeluruh.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Dermatofitosis
Penyakit kulit yang dialami oleh masyarakat di Indonesia serring terjadi
akibat infeksi dari bakteri, jamur, parasit dan alergi. Lain halnya dengan negara
yang terdapat pada bagian Barat yang diakibatkan oleh faktor degeneratif. Selain
dariapda perbedaan-perbedaan faktor yang mempengaruhi tersebut adalah iklim,
kebiasan dan keadaan lingkungan juga akan mempengaruhi perbedaan gambaran
klinis tentang penyakit kulit (Siregar, 2006).
Penyebaran, spesis yang menyebabkan dan bentuk daripda infeksi akan
beragam sesuai dengan kondisi geografis, budaya dan lingkungan yang berbeda-
beda. Perkembangan yang mendukung dermatofita terdapat pada suhu 25-28
derajat celcius dan kondisi yang panas dan lembab dapat membuat kulit manusia
menjadi terinfeksi oleh jamur ini. Itulah yang menjadi alasan mengapa infeksi
jamur superfisial relatif sering terjadi pada negara yang memiliki iklim tropis,
populasi yang tingkat status sosial dan ekonominya masih tergolong rendah dan
tempat tinggal yang sesak dan kebersihan yang rendah (Havlickova, 2008).
Petrus 2005 dan Utama 2004 menyatakan fakator yag dapat mempemngaruhi
dermatofitosis ialah kondisi udara yang lembab dan padanya lingkungan,
rendahnya tingkat sosial dan ekonomi, didukungnya sumber penularan, obesitas,
penyakit sistemik, obat-obatan, streodi, sitositatik yang tidak dapat dikendalikan.
Faktor yang dapat berpengaruh pada tingginya prevalensi penyakit kulit ialah
iklim panas dan lembab yang akan membuat pertumbuhan jamur semakin subur,
personal hyegiene yang tidak terjada dengan baik dan faktor ekonomi masyrakat
yang belum memadai (Harahapm 2000). Adapun faktor yang menjadi keluhan
gangguan pada kulit ialah:
1. Faktor Host
a. Usia
Usia menjadi suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari setiap kehidupan
manusia. Usia dewasa ialah usia yang memiliki masa produktif artinya lebih
aktif dalam bekerja. Usia dari pekerja yang lebih muda akan bekerjad dengan
tidak mempertimbangkan keselamtan dan kebersihan dirinya. Hal ini tentu
akan membuat potensi bahan kimia dapat menginfeksi dirinya. Pekerja yang
memiliki usia lanjut akan memiliki struktur kulit yang berrubah. Kulit
tersebut tidak lagi elastik seperti usia muda dan lapisan lemak pada
permukaan kulit telah menghilang, teksttur yang tips dan menjadi lebih
kering. Hal diatas akan membuat terjadinya dan meningkatnya seorang
pekerja rentan pada bahan yang menyebabkan iritasi.
Dalam penelitian Aisyah, dkk (2012) terdapat hubungan penting antara umur
pekerja dan keluhan pada gangguan kulit. Ditambahkan dengan penelitian
Suwondo, dkk (2010) menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan
kejadian dermatitis kontak.
b. Lama kerja
Kulit yang mengalami gangguan dan penyakit dapat diakibatkan oleh
seseorang yang bekerja dalam waktu yang lama. Selain itu, terdapat juga
hubungan lama kerja dengan pengalaman kerja seseorang dimana pekerja
yang telah lama kerja akan menjadi lebih tidak mudah terserang penyakit
dibandingkan dengan orang yang baru saja bekerja karena belum terlalu sigap
dan telaten dalam menjaga dirinya. Namun, Pekerja yang sudah banyak jam
kerjanya akan meningkatkan resiko terkena bahan kimia kepada kulitnya.
Dalam sehari pekerja akan melaksanakan pekerjaannya dengan baik dalam
waktu 8 jam.
Suma’mur (2009) mengatakan bahwa seorang dapat melakukan pekerjaannya
dengan baik dengan lamanya bekerja yaitu 8 jam. Waktu kerja yang
diperpanjang lebih dari kemampuan kerja yang dimiliki dapat mengakibatkan
ketidakefisensian, ketidak efektivitasan dan produktivitas yang menurun dan
dapat juga menyebabkan kualitas dan hasil pekerjan yang menurun. Hal ini
berakibat pada fokus dan lelahnya pekerjaan oleh pekerja dalam waktu lama
dan timbul kelelahan dan bahkan dapat menimbulkan penyakit yang tidak
baik bagi kesehatan para pekerja. Dari penelitian Listautin (2012),
menyatakan adanya hubungan jam kerjad dengan keluhan kesehatan
diantaranya ialah gangguan kulit pada pemulung di Kelurahan Terjun
Kecamatan Medan Marelan.
c. Masa Kerja
Masa kerja ialah kurun waktu dari seseorang yang melakukan pekerjaannya.
Faktor pekerjaan seperti pengalaman kerja dapat diidentifikasikan dari
lamanya bekerja seseorang. Lama bekerja yang kurang dari 2 tahun maka
dikatakan bahwa belum memiliki pengalaman kerja yang cukup bagi
seseorang sehingga dapat membuat potensi dalam peningkatan nilai insiden
penyakit kulit yang faktornya adalah pekerja yang belum lama bekerja tidak
lebih dari 2 tahun. Pengalaman seseorang dalam bekerja akan menentukan
kehati-hatiannya dalam bekerja dan memahami situasi dan mekanisme kerja
yang dilakukan sehingga dapat meminimkan resiko terpaparnya dari bakeri
dan bahan iritan lainnya (Lestari dan Utomo, 2007).
Selain masalah diatas, kepekaan dan kerentanan kulit seorang pekerja juga
akan mempengaruhi gangguan pada kulit pekerja. Pekerja yang telah bekerja
kurang dari 2 tahun akan rentan dengan iritasi yang akan menyerang kulit
pekerja. Berbeda dengan pekerja yang telah bekerja lebih dari 2 tahun akan
mempunyai ketahanan terhadap iritasi dan bahan kimia ataupun jamur.
Dengan itu diketahui bahwa pekerjaan yang lama bekerjanmya melebihi 2
tahun jumlahnya akan sedikit terkena gangguan kulit (Lestari dan Utomo,
2007).
d. Alat Pelindung Diri (APD)
APD ialah alat-alat yang dapat bermanfaat melindungi pekerja dari terjadinya
potensi bahaya seperti kecelakaan kerja. Pekerja yang bekerja dengna
memakai APA dengan benar dan baik akan lebih terlindungi dan sedikit yang
akan terkena infeksi pada kulitnya sehingga berhubungan dengan perilaku
pekerja terhadap kesehatan kulitnya.
e. Personal Hygiene
Kebersihan diri seseorang ialah faktor yang utama agar dapat menghindarkan
diri dari gangguan kulit saat bekerja. Indikator dari faktor ini ialah pada
tingkat kerajinan pencucian tangan. Apabila tidak bersih dalam mencuci
tangan maka kulit akan mudah terinfeksi jamur dan bahan iritan karena masih
adanya sisa-sisa yang menempel di kulit walaupun sudah mencuci tangan.
Jenis sabun cuci tangan akan berpengaruh pada tingkat keberrsihan dan
kesehatan kulit sehingga perlu dilakukan pemilihan yang memiliki kualitas
yang baik sehingga dapat menjamin kebersihan tangan. Pelembab tangan
dapat dijadikan pengganti daripada pembersih tangan apabila tidak tersedia
guna menjaga tangan agar terhindar dari infeksi batkeri dan jamu serta iritan
yang ada.
Kebersihan perorangan akan menjaga dan menjamin kulit akan tetap sehat
dan terhindar dari penyakit. Hal itu dapat dilakukan dengan mencuci tangan
dan kaki, serta segera mandi dan menggatikan pakaian dengan rutin agar
penyakit tidak menginfeksi kulit dari jamur dan bakteri. Pencucian tangan
tidak hanya memperhatikan bersih saja tetapi dengan menggunakan
pembersih sabun agar dapat mengjangkau sela-sela jari tangan dan kaki agar
benar-benar bersih dan kesehatan kulit dapat terjamin. Mencuci tangan juga
perlu dilakukan dengan menggunakan air yang mengalir. Apabila melakukan
hal yang telah disebutkan diatas maka pekerjaa akan mengurangi dan
meminimalisir terjadinya kontak dengan mikroorganisme pada kulit yang
menempel dari lingkungan pekerjaan (Siregar, 2006).

7. Personal Hygiene
Hygiene adalah usaha yang dilakukan oleh masyarakat untuk menjaga
kesehatan diri yang mencakup pada upya melindungi, mempertinggi kualitas
kesehatan dan terus memelihara diri baik individu ataupun kelompok orang yang
bertujuan pemberian dasar-dasar kelanjutan cara hidup sehat dan meningkatkan
kesejahteraa dan dayaguna kehidupan setiap orang (Mundiatun, 2015). Personal
Hygiene (kebersihan perorangan) ialah upaya yang dilakukan oleh individu atau
kelompok untuk tetap sehat dengan menerapkan kebersihan diri dan pengendalian
terhadap kondisi lingkungan (Depkes RI, 2010). Personal hygiene adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis,kurang perawatan diri adalah kondisi dimana
seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya. Pribadi
yang sehat, bisa dikatakan sehat bila luar dan dalam tubuh pribadi seseorang itu
sudah bersih dari segala penyakit yang dapat mempengaruhi kesehatan pribadi
tersebut (Maryunani, 2013).
Kebersihan diri adalah cara seseorang untuk menjaga kesehatan fisik dan
psikologisnya (Rezeki, 2015). Personal Hygiene adalah cara merawat diri baik
fisik dan psikis agar dapat menjaga kesehatan. Setelah memahami makna kdiatas
maka dengan menjaga kesehatan maka penting dilakukan oleh setiap orang.
Pengaruh pada kebersihan seseorang dapat diakibatkan oleh nilai dan kebiasaan
yang dilakukan oleh orang tersebut. Apabila orang mengalami sakit maka
biasanya dikatakan bahwa orang tersebut tidak menjaga kesehatan dirinya.
Terjadinya hal tersebut adalah akibat daripada kesepelean pada permasalahan
menajga kesehatan yang akan menimbulkan penyakit apabila tidak menjaga
kesehatan (Hidayat, 2010).
8. Tujuan Personal Hygiene
Tujuan daripada personal Hygiene adalah sebagai berikut:
a. Peningkatan derajat kesehatan
b. Pemeliharaan kebersihan diri
c. Perbaikan kebersihan diri yang tidak baik
d. Mencegah timbulnya penyakit
e. Peningkatan kepercayaan diri
f. Memberikan keindahan.
B. Kerangka Teori
Teori Blum menyatakan empat faktor yang dapat mempengaruhi derajat
kesehatan individu atau masyarakat. Keempat faktor terdiri dari faktor lingkungan
(fisik, sosial ekonomi, dan politik) faktor perilaku atau gaya hidup (life style)
individu atau kelompok masyarakat, dan faktor pelayan kesehatan dan faktor
genetik.
Keempat faktor tersebut saling berinteraksi secara dinamis yang
mempengaruhi kesehatan perseorangan dan derajat kesehatan kelompok
masyarakat. Diantara keempat faktor tersebut faktor perilaaku manusia merupakan
faktor determinan yang paling besar dan paling sukar ditanggulangi, disusul
dengan faktor lingkungan. Alasan lain mengapa faktor perilaku yang lebih
dominan dibandingkan dengan faktor lain yaitu karena lingkunagn hidup manusia
juga sangat dipengaruhi oleh ulah/perilaku manusia (Slamet 2004).

Gambar 1. Kerangka Teori Blum kejadian Dermatofitosis

C. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep


D. Hipotesis
Hipotesis ialah pernyataan dugaan mengenai hubungan antara variabel dalam
penelitian (Rosjidi, 2015). Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka konseptual
maka penelitian ini dirumuskan dengan hipotesis berikut:

1. Ha : terdapat hubungan kebersihan rambut dan kulit kepala nelayan


dengan dermatofitosis.
2. Ha : terdapat hubungan kebersihan kaki, tangan dan kuku nelayan dengan
dermatofitosis.
3. terdapat hubungan kebersihan kulit dengan dermatofitosis.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan menggunakan
desain sekat silang (cross sectional study) yaitu penelusuran sesaat, subyek
diamati hanya sesaat atau satu sekali. Untuk memperoleh informasi tentang
variabel dependent dan variabel independen, maka pengukuran dilakukan
bersama dokter umum yang peneliti pilih untuk mendianosa penyakit
dermatofitosis pada saat penelitian dengan menggunakan observasi dan
kuesioner. (Riyanto, 2011).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dari Bulan Maret 2022 dan selesai pada Oktober 2022,
dimulai dengan pengusulan judul penelitian, penulusuran pustaka, persiapan
proposal, konsultasi dengan pembimbing, pelaksanaan penelitian, analisa data dan
penyusunan laporan akhir dan ujian komprehensif.
C. Populasi dan Sampel (Subyek penelitian khusus eksperimen)
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat nelayan yang berada
didaerah pesisir berjenis kelamin laki-laki pada wilayah .
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi masyarakat yang
berada di daerah , penghitungan besar sampel dalam penelitian ini di hitung
dengan menggunakan rumus besar sampel dengan uji hipotesis satu sampel
(Lemeshow, 1997).
D. Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 1. Variabel dan Definisi Operasional

N Nama Definisi Parameter Alat Ukur Skala ukur


o Variabel Operasional
Variabel Independen
1 Kebersihan Pencucian 1.Mencuci Wawanca 1=Kurang
rambut dan rambut rambut setiap ra dengan baik, jika
kulit kepala dengan minggu kuesioner skor < 75%
shampoo dan 2.Menggunaka 2 = Baik,
pemeliharaa n alat jika skor
n rambut pemeliharaan >75%
oleh rambut
responden 3.Menggunaka
sendiri. n handuk
bersih dan
kering
2 Kebersihan Cara 1.Mencuci Wawanca 1=Kurang
tangan, kaki responden tangan dan ra dengan baik, jika
dan kuku mencuci kaki kuesioner skor < 60%
tangan, kaki 2.Membersihk 2 = Baik,
dan an sela jari jika skor
memotong kaki dan >60%
kuku tangan
3. Kuku
pendek dan
bersih
3 Kebersihan Kebersihan 1.Mandi 2 kali Wawanca 1=Kurang
kulit dengan rutin sehari teratur ra dengan baik, jika
mandi, dengan sabun kuesioner skor < 75%
mengganti 2.Mengganti 2 = Baik,
kain dan pakaian rutin jika skor
tidak 3. >75%
menggunaka Menggunakan
n peralatan handuk pribadi
bersama
Variabel Dependen
4 Dermatofitos Dermatofitos Gejala yang Observasi 1=Ada, jika
is is adalah terdiri dari ada gejala
infeksi jamur bercak merah dermatofitosi
superfisial kulit kapala s.
oleh dan rasa gatal. 2=Tidak ada,
dermatofita. Bentuk sisik jika tidak ada
kemerahan satupun
pada kulit atau gejala
sisik putih. dermatofitosi
Kuku s.
mengalami 3.
peradangan
dan membuat
permukaan
kuku tidak
rata, gatal dan
kusam serta
membiru.

E. Pengumpulan Data
Data Primer
Data primer ialah data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti dan
mendapatkannya dari kuesioner dengan mengukur observasi dan melakukan
wawancara terhadap responden dengan pedoman kuesioner yang telah dibuat serta
memeriksa dermatofitosis responden dengan dokter.
Data Sekunder
Data sekunder didapatkan dari dokumentasi kemudian diperlajri data-data dari
perolehan profil kesehatan, laporan dan dokumen yang relevan dengan topik yang
diangkat oleh peneliti.
F. Pengolahan dan Analisa Data
Setelah peneliti mengumpulkan data maka selanjurnya dilakukan pengolahan
dengan tahap berikut:
1. Editing (pemeriksaan data)
Editing bertujuan melakukan pemeriksaan atas data agar tepat dan lengkap
diperoleh jawaban sesuai kuesioner yang telah dibuat sebelumnya. Dilakukan
pengulangan wawancara apabila terdapat kesalahan atau kekurangan data.
2. Coding (pemberian kode)
Setelah melewati proses editing tersebut, maka selanjutnya Peneliti melakukan
pemberian kode secara manual.
3. Entry (pemasukan data ke komputer)
Setelah itu, peneliti selanjutnya memasukkan data hasil penelitian kedalam
komputer agar dapat diolah.
4. Cleaning Data Entry
Untuk menghindari kesalahan dalam memasukkan data maka perlu diperiksa
dengan program komputer (Rianto, 2011).
Setelah tahapan pengolahan selesai maka data akan diolah dengan komputer
dan dilakukan penyajian data kedalam tabel distribusi frekwensi dan narasi.
Berikut adalah tahapan analisa data dalam penelitian ini:
1. Analisis Univariat
Tujuan dilakukan analisa ini agar dapat menggambarkan setiap variabel
penelitian yang diperoleh dengan hasil persentasenya.
2.Analisis Bivariat
Tujuan dilakukan analisan ini agar dapat melakukan pengujian pada hubungan
antara variabel yang dilakukan dengan uji chi square, sehingga dapat diestimasi
pengaruh dari setiap faktor pada penelitian dermatofitosis.
3.Multivariat
Tujuan dilakukan analisa ini ialah mendapatkan hubungan antar variabel
penelitian dan hasilnya berupa variabel dominan yang mempengaruhi
dermatofitosis yang dilakukan dengan pengujian uji regresi logistik berganda
(Sumantri, 2013).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hoqail,La.2013.Epidemiological Spectrum of Common Dermatological
Conditions of Patiens Attending Dermatological Consultations in Al-Majmaah
Region (Kingdom of Saudi Arabia), J Tibah Univ Med Sci.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelaksanaan Gigi dan
Mulut Indonesia Sehat 2010. Jakarta.
Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S.,2013. Imu penyakit Kulit dan Kelamin.
Fakultas KedoktoranUniversitas Indonesia, Jakarta.
Ganong, W. 2006. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: ECG.
Graham, Robin. 2005. Lecture Notes Dermatologi. Jakarta: Edisi Kedelapan,
Penerbit Erlangga.
Handayani, M. 2015. Dampak Pemukiman Kumuh Nelayan Terhadap Tingkat
Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor.
Harahap, M, 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Cetakan Pertama, Penerbit HIpokrates,
Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Profil Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kemenkes RI.
Kim, S. H. et al. 2015. Epidemiological Characterization of Skin Fungal
Infections Between the Years 2006 and 2010 in Korea. Osong Public Health and
Research Perspectives. Elsevier Korea LLC, 6(6): 341– 345.
Lakshmipathy TD, Kannabiran K.2013. Review On Dermatomycosis:
Pathogenesis and Treatment Natural Science.
Oktavia, A. 2012. Prevalensi Dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Tanggerang Periode 1 Januari-31 Desember 2011. [Tesis]. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Ostrosky-Zeichner, L., Smith, M. and McGinnis, M. R. (2009) Clinical
Mycology. 2nd edn, ELSEVIER. 2nd edn. doi: 10.1016/B978-1- 4160-5680-
5.00012-8.
Patel, Nailesh G. 2010. Asian Journal of Pharmacuetical and Clinical Research.
Departement of Pharmacology. Gujarat, India.
Ramaraj, V. et al. 2016. Incidence and prevalence of dermatophytosis in and
around Chennai, Tamilnadu , India. Int J Res Med Sci, 4(3): 695– 700.
Siregar, R.S. 2006. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Buku Kedoktoran.
EGC. Jakarata
Sitorus, R. 2008. Gejala Penyakit dan Pencegahannya. Bandung: Yrama Widya.
Slamet, J. 2004. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. Suma’mur. 1998. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Cetakan
Ketigabelas. Jakarta.
Verma, S. and Hefferman, M. 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine, Eighth Edition 2 Volume Set: Amazon.co.uk: Lowell A Goldsmith,
Stephen I. Katz, Barbara A. Gilchrest , Amy Paller , David J. Leffell, Klaus
Wolff: Books’. Wahdini, M., Ramli, L. M. and Miliawati, R. 2014. Karakteristik
Pasien dan Spesies Dermatofita Penyebab Tinea Kruris di Rumah Sakit Umum
Daerah Gunung Jati Cirebon Jawa Barat. Glob.

Anda mungkin juga menyukai