Anda di halaman 1dari 5

Fungsi Intelektual Politik

Pengertian intelektual Menurut English dan English dalam bukunya: “A


Comprehensive dictionary off psycoanalitikal terms” istilah intelek berarti antara lain: (1)
Kekuatan mental dimana manusia dapat berpikir; (2) Suatu rumpun nama untuk proses
kognitif, terutama untuk aktivitas yang berkenaan dengan berpikir (misalnya berhubungan,
menimbang dan memahami); (3) Kecakapan, terutama kecakapan yang tinggi untuk berpikir.
Stenberg juga berpendapat mengenai Inteligensi yang disebutkanya sebagai kemampuan
untuk belajar dan mengambil manfaat dari pengalaman, kemampuan untuk berpikir atau
menalar secara abstrak, kemampuan untuk beradaptasi terhadap hal-hal yang timbul dari
perubahan dan ketidakpastian lingkungan dan kemampuan untuk memotivasi dirinya
menyelesaikan secara tepat tugas-tugas yang perlu diselesaikan.1

Masyarakat umum mengenal intelektual sebagai istilah yang menggambarkan


kecerdasan, kepintaran, ataupun untuk memecahkan problem yang dihadapi (Azwar, 1996).
Dalam suatu sistem sosial kemasyarakat, kaum intelektual adalah salah satu dari
sekian banyak entitas yang hidup bersama dalam sistem kemasyarakat itu. Dengan
demikian jika pupus suatu masyarakat misalnya maka punah pula (kaum)
intelektual di dalamnya atau sebaliknya. Kaum intelektual tetap memiliki tanggung
jawab penting dalam dunia politik dan berbagai kebijakan pemerintah. Mereka harus mampu
memberikakan trobosan-trobosan dan ide-ide cemerlang, serta bertanggung jawab untuk
menentang adanya suatu perbuatan yang salah dengan menunjukkan kebenaran yang hakiki.

Kaum intelektual dituntut menjadi agen perubahan yang akan membawa negara ini ke
arah yang lebih baik. Para kaum intelektual harus bisa menjawab berbagai permasalahan
bangsa yang hadir ditengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. 
Kemudian memberikan solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut. Dalam membuat
kebijakan pemerintah seorang intelektual diharuskan untuk mengkritisi kebijakan tersebut
agar sesuai dengan kepentingan rakyat. Namun faktanya banyak kaum intelektual saat
menduduki kursi pemerintahan menjadi terlena dengan kekuasaan dan cenderung berubah
menjadi pelaksana mesin-mesin politik dan menjadi kaki tangan atas kekuasaan politik.
Sehingga akan timbul kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat.2

1
E-book “Metode Pengembangan Intelektual” oleh Prof. Dr.Ni Ketut Suarni, M.S.
2
https://www.kompasiana.com/ikhda/5a76e6c816835f158f50eee2/peranan-kaum-intelektual-dan-fenomena-
tahun-politik Di akses pada 08 Mei 2022
Intelektual berada dalam garis terdepan kemajuan bangsanya. Namun, intelektual
mengalami problematika dalam dirinya. Intelektual mengalami tekanan dari penguasa,
sehingga sering menjadi alat pemerintah atau penguasa modal untuk menggapai tujuan. Julien
Benda menyebutnya dengan istilah pengkhianatan intelektual. Pada zaman modern yang lekat
dengan demokrasi, intelektual mengalami dua tuntutan, yaitu penjaga otonomi ilmu dan
menjadi corong masyarakat untuk melakukan perubahan. Perubahan ilmu ditujukan untuk
mengubah ketidakadilan yang diciptakan negara ataupun penguasa modal ekonomi.
Bersamaan dengan berbagai problematika tersebut.3

Berhadapan dengan semua perkembangan ini, intelektual sering berada dalam dilema
dan posisi sulit; pada satu pihak ia memiliki tanggungjawab moral publik untuk menyerukan
dan mendorong perubahan sosial, budaya, agama, dan politik misalnya. Tetapi pada pihak
lain ia mendapat tantangan yang tidak jarang sangat sengit dan bermusuhan dari penguasa,
elit politik, pemuka sosial-budaya, kepemimpinan agama dan kalangan masyarakat. Bukan
tidak jarang mereka menjadi target intimidasi dari aktor negara atau buzzer (pemengaruh)
yang membela oligarki politik dan oligarki bisnis. Ketika sampai pada politik kekuasaan,
hanya ada dua pilihan bagi kaum intelektual; pertama, mengorbankan cita dan idealisme
moral-politik mereka, dan berkompromi dengan realitas dan proses politik yang ada; dan,
kedua, kembali ke dunia intelektualisme publik mereka sebelum integritas mereka betul-betul
hancur.4

Analisis Intelektual Politik dari Parpol Pada Masa Reformasi

Pada Era Reformasi berlangsung setelah ORBA yang kemudian menandai lahirnya
Zaman Baru yaitu dengan adanya keberhasilan kelompok Reformator yang melibatkan
didalamnya.Gerakan Reformasi di Indonesia memang tak lepas dari kepopuleran mahasiswa
dan para kaum intelektual. Gerakan mahasiswa 1998 adalah pemberontakan intelektual yang
paling dramatis dan otentik dalam sejarah Indonesia karena mahasiswa mampu mematahkan
mitologi politik bahwa gerakan mahasiswa adalah aliran bahkan dukungan militer yang
pernah terjadi pada tahun 1966.5

3
Jurnal Universitas Gadjah Mada “Peran Intelektual di Tengah Hubungan Negara dan Masyarakat dalam
Pandangan Pierre Boudieu: Suatu Telaah Sosiologi Ilmu” oleh Maulana Kautsar R, Lailiy Muthmainnah, S. Fil.,
M.A.
4
https://geotimes.id/kolom/dilema-intelektual-publik-cendekiawan-di-ranah-politik-menyambut-buku-karsa-
untuk-bangsa/ Di akses pada 08 Mei 2022
5
https://www.barometerindonesianews.net/2020/08/peranan-mahasiswa-dalam-pergerakan.html Di akses
pada 08 Mei 2022
Sejak bermulanya liberalisasi politik Indonesia sejak awal masa pasca-Soeharto
terdapat adanya gelombang intelektual publik yang menerjunkan diri ke dalam politik
kepartaian. Ada yang berhasil mencapai posisi puncak, seperti Abdurrahman Wahid yang
terpilih sebagai presiden, namun berakhir tragis mengalami impeachment; atau Amien Rais
yang menjadi Ketua MPR, yang pernah menguji dirinya dengan menjadi Capres dan terus
mengembara di dalam belantara politik Indonesia yang tak memberi harapan padanya.  Tetapi
cukup banyak di antara mereka menemui akhir tragis, yang sulit diingkari merupakan
semacam “self-destruction”.

Pada awal reformasi jumlah parpol yang didirikan mencapai 184 partai, dan 141 di
antaranya memperoleh pengesahan sebagai badan hukum. Dari jumlah tersebut, yang
memenuhi syarat untuk ikut Pemilu 1999 hanya 48 parpol. Menghadapi Pemilu 2004, jumlah
parpol yang dibentuk semakin banyak. Ada sekitar lebih dari 200 parpol yang berdiri. Dari
jumlah parpol sebanyak itu hanya 50 parpol yang memperoleh pengesahan sebagai badan
hukum dan hanya 24 parpol yang ikut Pemilu 2004.6

Pada Pemilu Presiden secara langsung tahun 2004, partai politik mengajukan calon-
calon untuk diusulkan menjadi presiden dan wakil presiden periode 2004-2009 yang dapat
dirinci sebagai berikut: 1) SBY-Kalla, didukung oleh Partai Demokrat, PBB dan PKPI; 2)
MegaHasyim, didukung oleh PDIP dan PDS; 3) Wiranto—Gus Sholah, diusung oleh partai
Golkar dan PKB; 4) Amien—Siswono, diusung oleh PAN; 5) Hamzah—Agum, diusung oleh
PPP. Disebabkan tidak adanya pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50%+1,
maka pemilihan presiden dilanjutkan ke putaran kedua, yang diikuti oleh dua pasangan calon,
yakni pasangan SBY-Kalla yang didukung oleh Partai Demokrat, PBB , PKPI—PAN dan
PKS melawan pasangan Mega-Hasyim yang didukung oleh PDIP ,PDS, P. Golkar, PPP dan
PKB. Pemilu 2004 dimenangkan oleh pasangan SBY-Kalla, pasangan ini tetap melibatkan
partai-partai politik yang bukan pendukungnya dalam pemilihan presiden dalam kabinet
mereka.7

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusulkan penggantian kepanjangan


HAKI dari Hak atas Kekayaan Intelektual menjadi Hak atas Kepemilikan Intelektual. Dia
berharap usulannya dibahas dan direnungkan ahli bahasa Inggris, ahli bahasa Indonesia,
dan ahli hukum. Dalam bahasa Inggris, Hak atas Kekayaan Intelektual adalah  Intellegence
6
Jurnal dpr.go.id file:///C:/Users/user/Downloads/292-570-1-SM.pdf Di akses pada 08 Mei 2022
7
Artikel Universitas Riau “Dinamika Partai politik di Indonesia: Orde Baru dan Reformasi.
file:///C:/Users/user/Downloads/bab6.pdf Di akses pada 08 Mei 2022
Property Right (IPR). "Padahal (kata) kekayaan dalam bahasa Inggris
adalah wealth atau rich, kalau property itu milik," kata Yudhoyono dalam sambutannya
ketika membuka konvensi Nasional Hak Kekayaan Intelektual 2011 di Istana Negara,
Selasa (26/4).8

Disini penulis menganalisis intelektual politik dari partai politik pada masa
Reformasi. Kaum intlektual mengalami masa-masa yang sulit saat masa reformasi karena di
satu sisi ia menjadi agent of change (perubahan) dimana ia harus mengembangkan dan
mendorong perubahan sosial, budaya, agama, dan politik. Akan tetapi saat masa reformasi ini
para kaum inteltual partai politik menjadi alat oleh penguasa atau aktor politik untuk
menggapai tujuan mereka.

Daftar Pustaka

1. E-Book : E-book “Metode Pengembangan Intelektual” oleh Prof. Dr.Ni Ketut Suarni,
M.S.
2. Artikel :
a. Artikel Kompasiana “Peranan Kaum Intelektual dan Fenomena Tahun
Politik”
https://www.kompasiana.com/ikhda/5a76e6c816835f158f50eee2/peranan-
kaum-intelektual-dan-fenomena-tahun-politik Di askes Pada 08 Mei 2022.
b. Artikel Geotimes “Dilema Intelektual Publik: Cendekiawan di Ranah
Politik, Menyambut Buku Karsa untuk Bangsa”
https://geotimes.id/kolom/dilema-intelektual-publik-cendekiawan-di-
ranah-politik-menyambut-buku-karsa-untuk-bangsa/ Di akses pada 08 Mei
2022.
c. Artikel Barometer Indonesia News “Peranan Mahasiswa dalam Pergerakan
Reformasi” https://www.barometerindonesianews.net/2020/08/peranan-
mahasiswa-dalam-pergerakan.html Di akses Pada 08 Mei 2022
d. Artikel Universitas Riau “Dinamika Partai politik di Indonesia: Orde Baru
dan Reformasi. file:///C:/Users/user/Downloads/bab6.pdf Di akses pada 08
Mei 2022
3. Jurnal :
a. Jurnal Universitas Gadjah Mada “Peran Intelektual di Tengah Hubungan Negara dan
Masyarakat dalam Pandangan Pierre Boudieu: Suatu Telaah Sosiologi Ilmu” oleh
Maulana Kautsar R, Lailiy Muthmainnah, S. Fil., M.A.
b. Jurnal Dpr.go.id “Reformasi Partai Politik dan Sistem Kepartaian di Indonesia” oleh
Lili Romli Politica Vol. 2, No. 2, November 2011

8
Artikel Tempo “SBY Usul Haki Jadi Hak kepemilikian Intelektual” https://nasional.tempo.co/read/330172/sby-
usul-haki-jadi-hak-kepemilikan-intelektual Di akses pada 08 Mei 2022

Anda mungkin juga menyukai