Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL TESIS

RELEVANSI KURIKULUM SMK BIDANG KOMPETENSI KEAHLIAN


TEKNIK ALAT BERAT DENGAN KEBUTUHAN KOMPETENSI
DUNIA KERJA DAN DUNIA INDUSTRI

Oleh:
ARIF JATMIKO
21072251009

Tesis ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan


untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan

HALAMAN JUDUL

PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2021
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................... 6

C. Fokus dan Rumusan Masalah .................................................. 6

D. Tujuan Penelitian .................................................................... 7

E. Manfaat Penelitian ................................................................. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori ........................................................................... 8

1. Pendidikan Kejuruan ........................................................ 8

2. Kompetensi Siswa SMK .................................................... 12

3. Kurikulum SMK Bidang Kompetensi Keahlian Teknik

Alat Berat ........................................................................... 16

4. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia ............... 17

B. Kajian Penelitian yang Relevan ............................................. 18

C. Kerangka Berpikir .................................................................. 19

D. Pertanyaan Penelitian .............................................................. 20


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ...................................................................... 22

B. Subyek Penelitian .................................................................... 23

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 24

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ............................ 24

E. Keabsahan Data ...................................................................... 26

F. Analisis Data ........................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 29

LAMPIRAN .................................................................................................... 30
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Analysis Interactive Model Miles and Huberman ...................... 28


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kita ketahui bersama bahwa salah satu tujuan sekolah kejuruan adalah dapat

menghasilkan lulusan yang berkompeten dan siap untuk memasuki dunia kerja,

tetapi dari kondisi di lapangan yang dapat kita temukan saat ini bahwa tidak semua

lulusan SMK dapat memperoleh pekerjaan, hal ini disebabkan karena adanya

ketidaksesuaian antara kompetensi lulusan SMK dengan kebutuhan/ kemampuan

yang dibutuhkan pasar tenaga kerja pada bidang atau sektor yang sesuai dengan

program keahlian dari para lulusan SMK. Sehingga sebagian persen dari lulusan

SMK terpaksa bekerja pada bidang yang tidak sesuai dengan bidang kompetensi

yang sebenarnya mereka miliki.

Kondisi geografis Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber

daya alam berefek kepada banyaknya industri di bidang pertambangan, baik itu

minyak bumi, gas dan mineral lainnya (Hidayat, 2011). Penyiapan infrastruktur

tidak lepas dari jasa konstruksi, khususnya untuk membuka lahan dan membangun

jalan yang menghubungkan jalur ekonomi diberbagai daerah. Realisasi dari jasa

konstruksi akan mendorong pemanfaatan alat-alat berat yang selanjutnya

membawa konsekuensi penyiapan SDM yang sesuai dengan keahliannya (Triyono,

2016). Konsekuensinya, dibutuhkan pula sumber daya dukung peralatan sehingga

kondisi ini meningkatkan jumlah populasi alat berat dengan berbagai merek dan

jenisnya, baik disektor industri pertambangan, konstruksi, agroindustri, dan

kehutanan. Data dari Indoanalisis menunjukkan bahwa pangsa pasar alat berat

berdasarkan sektor industri 2000-2016 menunjukkan: sektor pertambangan 20%,


konstruksi 50%, perkebunan 15% dan kehutanan 15% (Indoanalisis, 2017).

Pertumbuhan industri pertambangan, konstruksi dan perkebunan tersebut akan

berbanding lurus dengan kebutuhan akan teknologi alat berat yang digunakan

dalam proses pekerjaan di lapangan. Kebutuhan tenaga kerja di bidang mekanik

alat berat sebagai salah satu bagian pekerjaan dalam mengeksplorasi sumber daya

alam tersebut juga akan meningkat.

Teknik alat berat sebagai salah satu kompetensi keahlian yang dikembangkan

di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) harus bisa mengacu kepada standar

kebutuhan dunia kerja dan dunia industri. Keberhasilan pendidikan kejuruan

bidang mekanik alat berat dapat tercermin dari jumlah lulusannya yang terserap

oleh dunia industri yang bergerak dibidang pertambangan dan alat berat. Untuk

mencapai hal tersebut kesesuaian antara kompetensi lulusan dari program keahlian

mekanik alat berat dengan kebutuhan dunia kerja menjadi hal yang sangat penting.

Program keahlian teknik alat berat yang dikembangkan oleh SMK diharapkan

mampu menjawab kebutuhan tenaga kerja terampil sebagai mekanik alat berat.

Untuk menghasilkan lulusan yang kompetitif dan mampu bersaing di dunia kerja,

kompetensi keahlian teknik alat berat harus memiliki struktur dan muatan

kurikulum yang selaras dan sejalan dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional

Indonesia (SKKNI) yang diterbitkan oleh Kementerian Tenaga Kerja Republik

Indonesia, standar kompetensi kerja mekanik alat berat berdasarkan skema

sertifikasi profesi yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) serta

kebutuhan industri. Dalam rangka mengurangi terjadinya kesenjangan kompetensi

antara lulusan pendidikan / pelatihan dengan kebutuhan pada sektor industri di

Indonesia, maka orientasi pendidikan / pelatihan yang selama ini supply driven

perlu diubah menjadi demand driven. Para praktisi industri perlu terlibat langsung

2
untuk menginformasikan kebutuhan kompetensi yang ada pada bidangnya masing-

masing dalam bentuk SKKNI. SKKNI tersebut nantinya akan digunakan sebagai

acuan untuk penyusunan program dan kurikulum pendidikan/pelatihan berbasis

kompetensi untuk proses pembelajaran pada lembaga pendidikan/pelatihan serta

digunakan pula sebagai acuan untuk penyusunan materi uji kompetensi pada

lembaga sertifikasi profesi (LSP) (Kemenperin, 2016).

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia

memaparkan bahwa terdapat permasalahan dan kesenjangan antara pendidikan

kejuruan dengan kebutuhan industri, permasalahan tersebut diantaranya adalah

sebagai berikut: 1) Pendidikan dan pelatihan kejuruan di Indonesia dirancang oleh

pemerintah pusat dengan pendekatan kurikulum atau silabus yang kurang sesuai

dengan kebutuhan industri, 2) Industri kurang dilibatkan dalam mengidentifikasi

kebutuhan pendidikan dan pelatihan sehingga hasilnya tidak sesuai dengan

kebutuhan, 3) Pendapat yang kuat dikalangan industri otomotif bahwa lulusan

institusi pendidikan dan pelatihan tidak siap pakai untuk memulai pekerjaan di

industri (Menakertrans, 2004).

Masalah klasik bagi dunia pendidikan kejuruan di Indonesia bahwa link and

match antara output pendidikan kejuruan dengan dunia industri sebagai pengguna

lulusan pendidikan kejuruan belum tercapai, salah satu masalahnya adalah pada

kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang belum sesuai dengan standar kompetensi

yang ditetapkan oleh dunia kerja (Natalia, et al. 2015). Relevansi kurikulum SMK

dengan kebutuhan industri dikategorikan menjadi 4 jenis yaitu : (1) untuk beberapa

bidang kompetensi, kurikulum SMK dalam kategori relevan dengan kebutuhan

industri, (2) Kompetensi yang dibutuhkan Industri tidak disediakan dalam

kurikulum di SMK, (3) Kompetensi yang tidak dibutuhkan namun dilaksanakan

3
dalam kurikulum SMK (4) Kompetensi yang dibutuhkan di Industri dan ada dalam

kurikulum tapi tidak dilaksanakan di SMK (Dwi, 2013).

Selama dekade terakhir, pendidikan kejuruan di Indonesia menjadi sasaran

kritik karena kurangnya keterampilan dan pengetahuan lulusan pendidikan

kejuruan yang mengakibatkan mereka tidak mampu mendapatkan peluang kerja.

Badan Pusat Statistik mencatat pada Februari 2017, jumlah pengangguran terbuka

mencapai 7, 02 juta orang (5,33%). 9,27% diantaranya merupakan lulusan sekolah

menengah kejuruan (Statistik, 2017).

Kritikan tentang pendidikan di SMK program keahlian teknik alat berat juga

datang dari dunia industri, praktisi industri mengatakan bahwa lulusan SMK tidak

mampu memenuhi standar permintaan sumber daya manusia untuk pengoperasian

alat berat, program pemerintah masih kurang dalam menghasilkan tenaga kerja

yang siap pakai di bidang teknologi alat berat (Co. Tempo, 2011).

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis kompetensi kerja

yang distandarkan oleh industri alat berat untuk tenaga kerja lulusan SMK dan

relevansi kurikulum SMK teknik alat berat dengan kompetensi kerja tersebut

berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Hasil

penelitian ini diharapkan mampu memberi data dan informasi tentang kondisi

kurikulum SMK teknik alat berat dan relevansinya dengan kebutuhan kerja. Data

dan informasi tersebut diharapkan bisa digunakan untuk perbaikan terhadap

muatan kurikulum dan proses pembelajaran di SMK teknik alat berat untuk

mencapai kompetensi kerja yang ideal bidang mekanik alat berat sehingga mampu

memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang terampil sesuai dengan kualifikasinya.

Hal tersebut juga terjadi di Kabupaten Nunukan, yang ternyata ada sebagian

lulusan SMK yang merasa kesulitan untuk dapat memperoleh pekerjaan yang

4
sesuai dengan bidang kompetensi yang diambil pada saat di SMK. Sehingga

dengan terpaksa mereka yang mengambil peluang pekerjaan yang ada walaupun

dengan pekerjaan yang ternyata tidak sesuai dengan kompetensi keahlian yang

mereka miliki.

Kabupaten Nunukan merupakan salah satu daerah yang sedang berkembang,

termasuk dalam kegiatan perekonomian dikarenakan letak Kabupaten Nunukan

yang strategis karena berbatasan langsung dengan negara Malaysia, dan juga

dengan potensi daerahnya yang cukup melimpah seperti hasil bumi dari tambang

batubara, minyak bumi dan bahkan tambang emas dimiliki oleh Kabupaten

Nunukan, serta yang menjadi potensi daerah lainnya adalah terbentangnya luasan

lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Nunukan yang hingga saat ini terus

bertambah perluasan area perkebunannya, potensi-potensi daerah ini menjadikan

Kabupaten Nunukan sebagai salah satu calon sentra industri untuk wilayah

Kalimantan Utara yang tentunya dari industri-industri ini membutuhkan

pengoperasian unit-unit alat berat sebagai kendaraan operasional sehari-hari dalam

lingkungan perusahaan. Sedangakan untuk keberadaan sekolah kejuruan di

Kabupaten Nunukan yang memiliki bidang kompetensi keahlian Teknik Alat Berat

adalah di SMK Negeri 1 Sei Menggaris yang berlokasi di Desa Tabur Lestari

Kecamatan Sei Menggaris, Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dapat diidentifikasi

beberapa masalah sebagai berikut:

1. Kompetensi kerja yang dimiliki siswa SMK bidang kompetensi keahlian Teknik

Alat Berat masih ada yang belum benar-benar sesuai dengan apa saja yang

dibutuhkan oleh industri alat berat.


5
2. Belum tercapainya relevansi kurikulum SMK Teknik Alat Berat pada mata

pelajaran C3 (produktif) terhadap pemenuhan kompetensi kerja industri alat

berat berdasarkan SKKNI.

3. Terjadinya kondisi dimana terdapat sebagian lulusan SMK yang bekerja

ternyata tidak sesuai dengan bidang kompetensi keahliannya.

4. Munculnya kerugian (waktu, tenaga dan biaya) karena hasil pendidikan yang

diperoleh di sekolah tidak dapat diterapkan pada saat memperoleh pekerjaan.

C. Fokus dan Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini dengan mengharapkan dapat memperoleh hasil penelitian

yang baik dan sesuai dengan kondisi riil di lapangan, serta agar dapat tetap fokus

dalam pelaksanaan penelitian dengan keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti,

maka penelitian ini memfokuskan pada masalah kompetensi kerja lulusan SMK

untuk program studi teknik alat berat, menggali informasi secara mendalam tentang

standar kompetensi kerja yang diterapkan oleh industri alat berat dan bagaimana

relevansi kurikulum SMK program studi teknik alat berat dengan standar

kompetensi kerja yang diterapkan oleh industri berdasarkan SKKNI.

Dari latar belakang, identifikasi masalah dan fokus masalah yang telah

diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai

berikut:

1. Kompetensi kerja apa saja yang dituntut oleh industri alat berat terhadap lulusan

SMK pada program keahlian Teknik Alat Berat berdasarkan SKKNI?

2. Bagaimana relevansi kurikulum SMK Teknik Alat Berat pada mata pelajaran

C3 (produktif) terhadap pemenuhan kompetensi kerja industri alat berat

berdasarkan SKKNI ?

6
D. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang ada, tujuan penelitian yang ingin diketahui adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi kompetensi kerja lulusan Sekolah Menengah Kejuruan

kompetensi keahlian teknik alat berat yang sesuai dengan kebutuhan industri

alat berat berdasarkan SKKNI.

2. Untuk mengetahui relevansi kurikulum SMK Teknik Alat Berat pada mata

pelajaran C3 (produktif) terhadap pemenuhan kompetensi kerja industri alat

berat berdasarkan SKKNI.

E. Manfaat Penelitan

Diharapkan melalui penelitian ini dapat melihat sejauh mana relevansi antara

kurikulum SMK bidang kompetensi keahlian Teknik Alat Berat dengan

kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja dan industri, sehingga selanjutnya

dapat dilakukan perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan yang ada dengan

harapan agar diperoleh kurikulum SMK Kompetensi Keahlian Teknik Alat Berat

yang sesuai dengan kebutuhan kompetensi di Dunia Kerja dan Industri sehingga

lulusan SMK bidang kompetensi keahlian Teknik Alat Berat selanjutnya dapat

memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi keahlian mereka sehingga

dapat bekerja dengan baik dan maksimal, dan tidak menyia-nyiakan ilmu serta

kompetensi yang diperoleh di sekolah.

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pendidikan Kejuruan

Djojonegoro (1999) mendefinisikan pendidikan kejuruan merupakan bagian

dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja

pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang

pekerjaan lainnya.

Sekolah Menegah Kejuruan Bukit (2014) mengemukakan bahwa pendidikan

kejuruan mempunyai perbedaan dengan pendidikan umum, yang dapat

didefinisikan pendidikan kejuruan merupakan suatu bentuk pendidikan non

akademis yang berorientasi pada praktek dalam berbagai bidang. Berdasarkan

definisi di atas, Bukit (2014) mengungkapkan ciri-ciri mengenai pendidikan

kejuruan, antara lain : 1) Pendidikan kejuruan hendaknya lebih berorientasi pada

praktek dibandingkan dengan akademis, 2) Pendidikan kejuruan menggambarkan

pendidikan dan pelatihan bagi para pencari kerja, 3) Pendidikan kejuruan

menggambarkan pelatihan di luar sekolah, 4) Pendidikan kejuruan bertujuan

sebagai langkah persiapan untuk peserta didik dalam menghadapi dunia kerja.

Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri di atas, dapat penulis simpulkan bahwa

pendidikan kejuruan (SMK) merupakan pendidikan khusus yang didirikan untuk

mempersiapkan tenaga kerja terampil yang dibutuhkan masyarakat (dalam hal ini

adalah perusahaan atau dunia kerja).

Pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,

kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri

8
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Agar

dapat bekerja secara efektif dan efisien serta mengembangkan keahlian dan

keterampilannya, siswa sekolah kejuruan harus memiliki stamina yang tinggi,

menguasai bidang keahliannya dan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan tekhnologi,

memiliki etos kerja yang tinggi dan mampu berkomunikasi sesuai dengan tuntutan

pekerjaannya, serta mampu mengembangkan diri (UU No. 20 Tahun 2003).

Sekolah Menengah kejuruan dapat menghasilkan tenaga-tenaga yang cerdas

(smart), siap kerja dan kompetitif. Cerdas (smart) yang dimaksud bukan hanya

cerdas secara intelektual, namun juga cerdas secara spiritual dan cerdas secara

emosional dan sosial, serta cerdas secara kinestetik. Siap kerja, karena lulusan

SMK telah dibekali keterampilan dan kemampuan bekerja di bidangnya, sehingga

mereka siap untuk langsung bekerja tanpa perlu ditraining lagi. Mereka juga

dibekali kemampuan untuk bisa membuka usaha sendiri. Kompetitif, siswa SMK

memiliki jiwa kompetitif yaitu ingin menjadi agen perubahan dan sikap pantang

menyerah yang memang sudah ditanamkan sejak tahun pertama di SMK.

Kemandirian serta kepribadian siswa SMK yang unggul memicu kesiapan mental

untuk bekerja atau membuka lapangan usaha ketika lulus (Buklet Sekolah

Menengah Kejuruan, Direktorat Pembinaan SMK Depdiknas).

Keunggulan pendidikan kejuruan adalah kemampuannya memberikan peluang

bagi siswa didik untuk mendapat proses pembelajaran dengan terjun langsung ke

dunia usaha/industri, sehingga siswa memperoleh pengalaman yang nyata dan

relevan dengan bidang kejuruan yang dipelajarinya, sekaligus memberi bekal

keterampilan yang dibutuhkan.

Sekolah kejuruan ini diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang

berkualitas sehingga mampu bersaing pada pasar tenaga kerja karena siswa sekolah

9
kejuruan memang disiapkan untuk menjadi tenaga kerja yang memiliki

keterampilan dan keahlian, sehingga apabila tidak melanjutkan ke jenjang

Perguruan Tinggi lulusan Siswa SMK dapat langsung bekerja.

Selanjutnya dalam Surat Keputusan Mendikbud No. 04907/U/1990, tujuan

pendidikan SMK dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih

dan/atau meluaskan pendidikan dasar;

2) Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam

mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan

sekitarnya;

3) Meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat mengembangkan diri sejalan

dengan pengembangan ilmu, tekhnologi dan kesenian;

4) Menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja dan mengembangkan sikap

profesional.

Disini peranan seorang guru sebagai tenaga pendidik sangat dibutuhkan

yaitukemampuannya menguasai bahan yang akan diajarkan, mengelola

programpembelajaran, mengelola kelas, menggunakan media/sumber belajar,

menguasailandasan-landasan kependidikan dan mengelola interaksi belajar

mengajar.

Selanjutnya dalam Permendagri Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi

untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan bahwa kurikulum

sekolah kejuruan berisikan mata pelajaran wajib, mata pelajaran kejuruan, muatan

lokal dan pengembangan diri.

Mata pelajaran wajib, terdiri atas: Pendidikan Agama, Pendidikan

Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, IPA, IPS, Seni dan Budaya, Pendidikan

10
Jasmani dan olah raga, Keterampilan/Kejuruan. Mata pelajaran ini bertujuan untuk

membentuk manusia Indonesia seutuhnya dalam spektrum manusia kerja.

Mata pelajaran kejuruan, terdiri atas beberapa mata pelajaran yang bertujuan

untuk menunjang pembentukan kompetensi kejuruan dan pengembangan

kemampuan menyesuaikan diri dalam bidang keahliannya. Kurikulum pendidikan

SMK harusnya menerapkan kurikulum SMK yang telah melalui proses validasi

bersama institusi pasangan Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI), dengan

pengayaan pada mata pelajaran tertentu dan disesuaikan dengan perkembangan

IPTEK.

Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan

kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas, potensi daerah dan prospek

pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah yang materinya tidak dapat

dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal

ditentukan oleh satuan pendidikan sesuai dengan program keahlian yang

diselenggarakan.

Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh

guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan

minat setiap siswa sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri

difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang

dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.

Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling

yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar dan

pembentukan karier siswa. Pengembangan diri bagi siswa kejuruan terutama

ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier.

11
Struktur kurikulum sekolah kejuruan meliputi substansi pembelajaran yang

ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai kelas X sampai

dengan kelas XI atau XII. Struktur kurikulum sekolah kejuruan disusun

berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran.

2. Kompetensi Siswa SMK

a. Pengertian Kompetensi

Kompetensi adalah kata kunci dari proses pendidikan terutama pada sekolah

kejuruan. Oleh karenanya dalam mendefinisikan kompetensi menjadi sangat

penting. Namun belum ada kesepakatan definisi kompetensi yang benar-benar pasti

yang diberikan oleh para pakar. Dari sudut etimologi, Moore, Cheng & Dainty

(2002), membedakan kompeten (competence) dengan kompetensi (competency).

Kompeten menunjuk pada wilayah kerja seperti guru, dokter dan lain-lain.

Sedangkan kompetensi menunjuk pada aspek perilaku kerja yang mendukung

sebuah pekerjaan.

Penjelasan secara substansial, Garavan & McGuire (2001) mengatakan bahwa

kompetensi dapat dilihat dari dua aspek yakni sebagai atribut individual dan

sebagai hasil pembelajaran. Dari aspek atribut individual, kompetensi dapat

diartikan dengan pengetahuan, keterampilan serta kemampuan seseorang yang

dapat menghasilkan unjuk kerja. sedangkan dari aspek pembelajaran, kompetensi

dapat diartikan sebagai sejauhmana unjuk kerja seseorang telah mencapai standar

yang diperlukan. Kompetensi dirasa sebagai atribut individual yang bersifat lebih

fleksibel dan oleh karenanya kompetensi ini lebih sesuai digunakan untuk

pekerjaan-pekerjaan di industri yang lebih luas dan kompleks. Sedangkan Hoffman

(1999) menegaskan bahwa pekarjaan yang kompleks dapat menggunakan konsep

kompetensi sebagai atribut individu; tetapi pekerjaan yang sederhana

12
menggunakan definisi kompetensi sebagai hasil pembelajaran (prespektif dunia

pendidikan). Ini menandakan bahwa tipologi kompetensi dipilih bergantung pada

tujuan penggunaannya.

Dari Depdiknas (2007) menyatakan kompetensi sebagai kemampuan

seseorang yang diisyaratkan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu pada dunia

kerja dan ada pengakuan resmi atas kemampuan tersebut. Kompetensi dalam

konteks praktik kejuruan terdiri atas pengetahuan praktik, keterampilan praktik dan

sikap kerja. Kompetensi dalam prespektif modern diartikan sebagai kemampuan

seseorang ketika ia mengerjakan sebuah tugas yang dihadapi saat itu, bukan

kemampuan seseorang mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan yang

diperoleh sebelumnya. Australian Council for Educational Research (2005)

menegaskan bahwa kompetensi mencakup kemampuan melakukan transfer

pengetahuan dan keahlian ke dalam tugas dan situasi baru. Ini menunjukkan bahwa

kompetensi dapat dimaknai sebagai kemampuan seseorang utuk mengerjakan tugas

dengan optimal.

Kompetensi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yakni kompetensi

umum (generic competency) dan kompetensi khusus atau teknis (specific or

technical competency). Hager, Garrick, Crowly Risgalla (2003) menyebutkan

bahwa konsep kompetensi generik sangat aplikatif terhadap industri. Kompetensi

ini menunjuk kepada kepemilikan keterampilan interdisipliner yang sangat

diperlukan dalam mengantisipasi perubahan yang cepat yang terjadi di dunia kerja

(industri). Sedangkan menurut Wood & Lange (2000) kompetensi generik

mencakup kemampuan menulis, menghitung, berkomunikasi, keterampilan sosial

dan pemecahan masalah. Kompetensi generik digunakan dalam berbagai macam

istilah.

13
Pengertian kompetensi dari setiap negara walau dengan istilah yang berbeda,

pada prinsipnya memiliki kesamaan yaitu menunjuk pada kemampuan seseorang

untuk menyelesaikan tugas yang kompleks di tempat kerja terutama di dunia

industri. Kememampuan tersebut mencakup kemampuan akademik, kemampuan

personal dan kemampuan interpersonal. Namun menurut Stanley (1993)

kompetensi dalam pengertian generik sulit untuk digunakan dalam dunia

pendidikan, karena peserta akan matang karena tugas pekerjaan bukan matang

karena akibat langsung dari pendidikan. Kompetensi dalam pengertian spesifik dan

teknis dijelaskan oleh Nordhaug (1998) bahwa kompetensi terdiri atas pengetahuan

tentang metode, proses, dan teknik yang dirancang untuk melaksanakan tugas

tertentu dan kemampuan menggunakan alat-alat dan perlengkapannya. Ini

mengartikan bahwa kompetensi dalam pengertian spesifik dan teknis mencakup

pengetahuan prinsip kerja dan prosedur kerja, serta kemampuan mengoperasikan

alat untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu.

Dari Bowden & Masters (1993) menyatakan dengan tegas bahwa kompetensi

harus didefinisikan sebagai sesuatu yang benar-benar dapat dilakukan oleh

seseorang, bukan sesuatu yang telah diperoleh dari pembelajaran yang belum tentu

dapat dilakukan. Ini menunjukkan bahwa kompetensi mengarah kepada

kemampuan unjuk serja seseorang. Preston & Walker (1993) mendefinisikan

kompetensi dengan pendekatan holistik sebagai kombinasi pengetahuan,

keterampilan dan sikap yang menunjukkan kemungkinan seseorang dapat

menyelesaikan tugasnya. Hal ini didorong pada kenyataan bahwa iklim dunia kerja

yang sangat kompleks menuntut seseorang untuk memiliki kompetensi yang

kompleks pula. Ini menandakan bahwa kompetensi dimaknai dalam prespektif

dunia kerja, sebagai atribut individual, dan sebagai kompetensi generik. Sedangkan

14
Harris, Guthrie, Hobart & Laundbreg (1995) menyatakan bahwa dalam prespektif

dunia pendidikan, kompetensi diukur dari tiga aspek yakni pengetahuan,

keterampilan dan sikap dalam pengertian yang terpisah. Pernyataan tersebut juga

sejalan dengan pemikiran Husein (2005) yang menyebutkan bahwa dalam

kaitannya dengan penilaian, masing-masing dari ketiga aspek kompetensi harus

dapat diukur.

Berdasarkan pembahasan kompetensi di atas, penelitian ini memandang

kompetensi sebagai hasil pembelajaran dalam prespektif pendidikan dengan

mencakup tiga aspek penelitian yaitu aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap

kerja.

b. Kompetensi Kejuruan

Gagnon (2009) menyatakan bahwa kompetensi adalah kata kunci dunia

pendidikan kejuruan. Seseorang akan dinilai dari keseluruhan aspek yaitu

pendidikan dan kemampuan dalam memainkan peran yang bermakna dalam

masyarakat modern, dalam lingkungan hidupnya, dan seberapa efektif dapat

berpartisipasi di dunia kerja (Maclean& Pol, 2009).Pernyataan Gagnon, Maclean &

Polsejalan dengan dunia pendidikan kejuruan di Indonesia yang menggunakan

kompetensi dalam pendekatan pembelajaran pada pendidikan kejuruannya.

Dalam permasalahan pendidikan, kompetensi mencakup tiga aspek yaitu

pengetahuan, keterampilan dan sikap (Wenrich, 1974). Untuk dapat mengetahui

seberapa jauh kompetensi yang dicapai oleh peserta didik sebagai hasil pendidikan

yang dilaluinya, ketiga aspek tersebutlah yang dijadikan objek pengukurannya.

Dalam pendidikan kejuruan, ketiga aspek itu difokuskan pada bidang kejuruan

yang diinginkan, ketiga aspek yang dimaksud adalah pengetahuan, keterampilan

dan sikap kerja dalam bidang kejuruan.

15
3. Kompetensi Kebutuhan Dunia Kerja dan Industri

Secara khusus tujuan Kompetensi Keahlian Teknik Alat Berat adalah

membekali peserta didik dengan keterampilan, pengetahuan dan sikap agar

kompeten dalam; (1) Bekerja baik secara mandiri atau mengisi lowongan pekerjaan

yang ada didunia usaha dan dunia industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah

dalam bidang Teknik Alat Berat, dan (2) Memilih karir, berkompetisi, dan

mengembangkan sikap profesional dalam bidang Teknik Alat Berat.

Sedangkan Standar kompetensi yang digunakan sebagai acuan pengembangan

kurikulum pada Kompetensi Keahlian Teknik Alat Berat adalah Standar

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) pada Bidang Industri Alat Berat.

Standar kompetensi dan level kualifikasi keahlian Teknik Alat Berat dapat

digambarkan sebagai berikut:

• Memahami dasar- dasar kejuruan mesin

• Memahami proses - proses dasar pembentukan logam

• Menjelaskan proses - proses mesin konversi energi.

• Menerapkan prosedur keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan kerja.

• Menginterprestasikan gambar teknik

• Menggunakan peralatan dan perlengkapan di tempat kerja

• Menggunakan alat - alat ukur ( measuring tools )

• Menggunakan special tools

• Menggunakan workshop equipment

• Menggunakan seal, bearing dan coating material

• Menggunakan service literatur

• Menggunakan pekerjaan dasar listrik

• Menggunakan dasar hydraulic sistem

16
• Melaksanakan pekerjaan dasar power train.

• Melaksanakan pekerjaan dasar engine

• Melaksanakan pekerjaan dasar under carriage

• Memperbaiki turbo charger

• Memperbaiki cylinder head group.

• Memperabaiki fuel injection pump

• Memperbaiki radiator assy

• Merawat 10 jam operasi ( daily )

• Merawat unit/ mesin 50 jam operasi ( weekly )

• Merawat unit/ mesin 250 jam operasi ( moontly )

• Merawat unit/ mesin 2000 jam

4. Kurikulum SMK Kompetensi Keahlian Teknik Alat Berat

Menurut Nasution dari pendapat Hilda (1990) kurikulum sebagai suatu yang

direncanakan untuk dipelajari anak-anak “plan of learning”. Dalam pengertian ini

kurikulum dipandang sebagai rencana atau bahan apa yang dipelajari oleh siswa.

Rusli Ahmad (1989) mendefinisikan bahwa kurikulum adalah seperangkat

pengalaman yang mempunyai arti dan terarah untu mencapai tujuan tertentu

dibawah pengawasan sekolah. Hal ini juga diungkapkan oleh Finch dan Crunkilton

(1979) kurikulum adalah: “The sum of learning activities and experiences that a

student has under the auspices or direction of the school”. Sejalan dengan

pernyataan sebelumnya, Olivia (1992) juga menjelanskan “curiculum is perceived

as plan or program for all the experiences which the learner encounters under the

direction of the school”. Menurut pengertian tersebut, kurikulum adalah suatu

17
perencanaan atau program yang berisi pengalaman bagi para pembelajar dibawah

panduan oleh sekolah.

Pendapat lain dari Flinders dan Thornton (1997)

“The curiculum may, therefore, be defined in two ways; (1) it this entire range of
experiences, both undirected and directed, concered in unfolding the abilities of
the individual, or (2) it is the series of consciously directed training experiences
that the school use for completing and perfecting the unfoldment.

Nasution (1990) mengungkapkan bahwa kurikulum ditentukan oleh 4 faktor

atau asas utama: (1) falsafah bangsa, masyarakat, sekolah, dan guru-guru (aspek

filosofis), (2) harapan dan kebutuhan masyarakat (orang tua, kebudayaan,

masyarakat, agama, pemerintah, ekonomi, dan sebagainya) (aspek sosiologis) , (3)

hakekat anak, antara lain taraf perkembangan fisik, mental psikologis, emosional

sosial, dan cara anak belajar (aspek psikologis), serta (4) hakekat pengetahuan atau

disiplin ilmu (bahan pengajaran). Jadi bisa dikatakan konsep kurikulum adalah

menjebatani antara kebutuhan dari masyarakat melalui pembelajaran yang

dilakukan guru dengan melihat kondisi anak dan kebutuhan pengetahuan. Dengan

menyusun tujuan, bahan ajar dan penyediaan fasilitas pembelajaran dalam uaya

mencapai tujuan pembelajaran yang ada dimasyarakat melalui lembaga sekolah

dengan dibimbing oleh guru.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Menurut Hidayati (2015) dalam studi penelitian yang dilakukannya yaitu

Relevansi Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan Dengan Kebutuhan

Dunia Usaha Dan Industri, didapatkan bahwa secara teori kompetensi yang

diajarkan di sekolah kepada siswa lulusan SMK N 1 Batang sudah sesuai dengan

kebutuhan DU/DI. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar

lulusan SMK N 1 Batang bekerja tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.

18
Sehingga dengan kata lain nilai kompetensi yang diterapkan DU/DI dengan

sekolah memiliki standar yang berbeda

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, dapat dilihat bahwa ketidak relevannya

antara kurikulum SMK Teknik Alat Berat dengan kebutuhan kompetensi dari dunia

kerja dan industri perlu dilakukan perbaikan, agar dapat diperoleh kurikulum yang

tepat dan sesuai dengan kebutuhan dari dunia kerja dan industri, agar keterserapan

tenaga kerja dari lulusan SMK kompetensi keahlian Teknik Alat Berat dapat

ditingkatkan jumlahnya, sehingga dapat membawa perkembangan yang baik pada

keberhasilan lulusan SMK untuk memperoleh pekerjaan yang baik dan sesuai

dengan bidang kompetensi keahlian mereka.

C. Kerangka Berfikir

Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang dirancang untuk

mengembangkan keterampilan, kemampuan/kecakapan, pemahaman, sikap,

kebiasaan-kebiasaan kerja, dan apresiasi yang diperlukan oleh pekerja dalam

memasuki pekerjaan dan membuat kemajuan-kemajuan dalam pekerjaan penuh

makna dan produktif (Adhikary, 2005). Sedangkan menurut Pavlova (2009) tradisi

dari pendidikan kejuruan adalah menyiapkan siswa untuk bekerja. Tetapi pada

kondisi yang sebenarnya terjadi, walaupun SMK dapat menghasilkan lulusan yang

terampil, berkompeten dan siap bekerja, ternyata masih banyak terdapat kejadian

dimana lulusan SMK sulit untuk bisa memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan

kompetensi keahlian mereka masing-masing karena kurang sesuainya kurikulum

yang digunakan di sekolah dengan kebutuhan kompetensi di dunia kerja dan dunia

industri.

Berdasarkan kajian teori dan hasil pemikiran dari pakar yang berkaitan

dengan penelitian ini, maka dapat disusun kerangka pikir sebagai berikut: dari
19
kajian teoritis yang telah dilakukan memunculkan pertanyaan penelitian yang

selanjutnya akan dilakukan pendalaman, dengan melakukan penelitian sesuai

permasalahan yang dijadikan judul tesis “Relevansi Kurikulum SMK Bidang

Kompetensi Keahlian Teknik Alat Berat dengan Kebutuhan Kompetensi Dunia

Kerja dan Dunia Industri ” untuk menghasilkan jawaban dari sejumlah pertanyaan

penelitian seperti bagaimana kondisi relevansi kurikulum SMK bidang kompetensi

keahlian Teknik Alat Berat dengan kebutuhan kompetensi di dunia kerja dan

industri? dan Kompetensi kerja apa saja yang dituntut oleh industri alat berat

terhadap lulusan SMK pada program keahlian Teknik Alat Berat berdasarkan

SKKNI? .

D. Pertanyaan Penelitian

Dalam memudahkan pemilihan metode penelitian maka peneliti merumuskan

sejumlah pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kondisi kurikulum yang digunakan SMK di Kabupaten Nunukan?

2. Bagaimanakah kesesuaian antara perolehan perkerjaan lulusan SMK di

Kabupaten Nunukan dengan kompetensi keahlian yang mereka miliki?

3. Apakah yang menjadi faktor-faktor penyebab dari lulusan SMK di Kabupaten

Nunukan dapat memperoleh pekerjaan sesuai dengan kompetensi keahlian yang

mereka miliki?

4. Bagaimanakah ketersediaan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan masing-

masing bidang kompetensi dan jumlah lulusan SMK pada tiap tahunnya di

Kabupaten Nunukan?

5. Bagaimanakah peran sekolah dalam membantu pencarian pekerjaan untuk siswa

lulusannya?

6. Bagaimanakah sikap dunia usaha/industri dalam proses penerimaan pekerja baru?


20
7. Bagaimanakah kinerja dari lulusan SMK di Kabupaten Nunukan pada saat

berada di dunia kerja (dunia usaha/industri)?

Agar dapat menjawab pertanyaan penelitian yang ada, maka peneliti memilih

menggunakan metode penelitian survey dengan pendekatan kualitatif untuk dapat

melihat kondisi sebenarnya yang terjadi dilapangan dan pada akhirnya diharapkan

dapat mendeskripsikan bagaimana kondisi relevansi Kurikulum SMK kompetensi

Keahlian Teknik Alat Berat di Kabupaten Nunukan dan Kompetensi kerja apa saja

yang dituntut oleh industri alat berat terhadap lulusan SMK pada program keahlian

Teknik Alat Berat berdasarkan SKKNI bidang industri alat berat.

21
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk

mengumpulkan infomasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu

menggambarkan “apa adanya” tentang sesuatu keadaan atau gejala tanpa

diperlukan administrasi dan pengontrolan terhadap perlakuan (Arikunto, 2007).

Penelitian kualitatif didefinisikan sebagai suatu pendekatan atau penelusuran untuk

mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral (Creswell, 2012). Metode

penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data yang

diamati, artinya permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini tidak

berkenaan dengan angka-angka, dan tujuannya untuk menganalisis konten

kurikulum teknik alat berat, proses pelaksanaan pembelajaran serta tingkat

relevansinya dengan kompetensi kerja lulusan SMK program studi teknik alat berat

yang dibutuhkan industri sesuai dengan SKKNI.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei. Penelitian survey

merupakan penelitian yang mengumpulkan informasi dari suatu sampel dengan

menanyakan melalui angket atau interview supaya nantinya menggambarkan

berbagai aspek dari populasi (Fraenkel & Wallen, 2009). Metode ini digunakan

untuk menggali data di industri (tempat kerja) dan kurikulum teknik alat berat

SMK untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran alat berat yang

sesuai dengan standar industri. Data kajian yang diperoleh berkaitan dengan

kualifikasi kompetensi mekanik alat berat, materi ajar dalam kurikulum teknik alat

22
berat SMK. Data selanjutnya akan dideskripsikan dan dibahas sesuai dengan

rumusan masalah dalam penelitian ini

Ada 2 indikator yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu kompetensi

kerja dan relevansi kurikulum. Kompetensi kerja diteliti untuk mengetahui standar

kompetensi yang harus dikuasai oleh lulusan SMK teknik alat berat sesuai dengan

SKKNI. Relevansi kurikulum diteliti untuk mengetahui konten kurikulum teknik

alat berat, sejauh mana kurikulum memenuhi tuntutan dunia kerja sesuai SKKNI.

Kompetensi kerja lulusan SMK kompetensi keahlian teknik alat berat

diketahui dengan mempelajari dokumen SKKNI, relevansi kurikulum teknik alat

berat terhadap kompetensi kerja sesuai SKKNI diketahui dengan studi dokumen

kurikulum, observasi terhadap proses pembelajaran dan melakukan wawancara

dengan kepala sekolah, bagian kurikulum dan guru produktif teknik alat berat.

B. Subyek Penelitian

Kabupaten Nunukan merupakan salah satu daerah yang sedang berkembang,

termasuk dalam kegiatan perekonomian dikarenakan letak Kabupaten Nunukan

yang strategis karena berbatasan langsung dengan negara Malaysia, dan juga

dengan potensi daerahnya yang cukup melimpah seperti hasil bumi dari tambang

batubara, minyak bumi dan bahkan tambang emas dimiliki oleh Kabupaten

Nunukan, serta yang menjadi potensi daerah lainnya adalah terbentangnya luasan

lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Nunukan yang hingga saat ini terus

bertambah perluasan area perkebunannya, potensi-potensi daerah ini menjadikan

Kabupaten Nunukan sebagai salah satu calon sentra industri untuk wilayah

Kalimantan Utara yang tentunya dari industri-industri ini membutuhkan

pengoperasian unit-unit alat berat sebagai kendaraan operasional sehari-hari dalam

lingkungan perusahaan. Sedangakan untuk keberadaan sekolah kejuruan di


23
Kabupaten Nunukan yang memiliki bidang kompetensi keahlian Teknik Alat Berat

adalah di SMK Negeri 1 Sei Menggaris yang berlokasi di Desa Tabur Lestari

Kecamatan Sei Menggaris, Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara.

Sedangkan untuk waktu penelitian atau pengumpulan data akan mulai dilaksanakan

pada 11 Agustus – 31 September 2022 yaitu pada saat peneliti berada pada awal

perkuliahan semester 4.

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang utama adalah observasi dan

wawancara/interview, sedangkan studi kepustakaan digunakan sebagai bahan

rujukan konseptual dasar dalam permasalahan yang dijadikan fokus penelitian.

1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik-teknik yang digunakan dalam meneliti kondisi relevansi kurikulum

SMK Teknik Alat Berat di Kabupaten Nunukan, diantaranya adalah:

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap

fenomena-fenomena yang diselidiki. Kegiatan pengamatan pada dasarnya

berarti peneliti dengan cermat dan seksama memperhatikan semua tindakan,

gerakan, sikap yang muncul dalam relasi sosial antar pribadi objek yang tidak

bergerak seperti situasi ruangan dan lingkungan masyarakat.

24
b. Wawancara

Wawancara adalah salah satu alat pengumpulan data dengan cara berdialog

antara pewawancara dengan pihak terwawancara untuk memperoleh informasi

yang diperlukan dalam penelitian. Wawancara dimaksud untuk menentukan apa

yang ada dalam pikiran orang yang diwawancarai, apa yang dipikir, dan apa

yang dirasa sehingga peneliti dapat memperoleh informasi yang mendalam (in-

depth information).

c. Dokumentasi

Guna melengkapi data yang diperoleh, peneliti mengumpulkan berbagai

dokumentasi sebagai data autentik. Penggunaan dokumentasi ini didasarkan

pada alasan: 1) dokumen merupakan sumber informasi yang stabil, akurat, dan

dapat dianalisis kembali; 2) sumber tersebut merupakan pernyataan legal yang

dapat memenuhi akuntabilitas.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Data yang

dikumpulkan berupa catatan hasil wawancara, hasil observasi, dan dokumen.

Peneliti sebagai instrumen utama harus mampu menyesuaikan diri dengan situasi

dan kondisi lapangan. Hubungan baik antara peneliti dengan subyek sebelum,

selama dan sesudah memasuki lapangan merupakan kunci utama keberhasilan

pengumpulan data. Hubungan yang baik dapat menjamin kepercayaan dan saling

pengertian antara peneliti dan subyek penelitian. Tingkat kepercayaan yang tinggi

akan membantu kelancaran proses penelitian, sehingga data yang diinginkan dapat

diperoleh dengan mudah dan lengkap. Peneliti harus menghindari kesan-kesan

yang akan merugikan agar kehadiran dan keterlibatan dapat diterima secara baik

oleh subyek penelitian.

25
E. Keabsahan Data

Keabsahan data penelitian kualitatif menurut Mason (2006) dapat

dipertanyakan dari bagaimana peneliti mengubah data menjadi bukti yang dapat

digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan bagaimana peneliti akan

dapat menunjukkan bukti-bukti yang dimiliki itu bermakna dengan argumen

penelitian yang kuat dan meyakinkan. Pada bidang penelitian kualitatif, menurut

Koro & Ljungberg (2008) bahwa kekuatan penelitan kualitatif dapat ditinjau dari

tiga aspek yang saling terkait: (a) validitas internal, yang menggambarkan

hubungan antara temuan studi dan keyakinan tentang realitas; (b) validitas

eksternal, yang menjelaskan sejauh mana temuan ini dapat diterapkan pada situasi

lain; dan (c) reabilitas, yaitu sejauh mana temuan yang sama dapat ditemukan lagi.

Menurut O’Reilly (2005) validitas dapat dicek dengan tiga cara yaitu: (1)

menggunakan internal trianggulation yakni memunculakan data yang sama dari

orang yang sama dengan menggunakan teknik yang berbeda; (2) dengan external

trianggulation atau membandingkan laporan dari berbagai informan; (3) dengan

membandingkan laporan dengan observasi itu sendiri.

Mengacu pada pendapat Mason (2006) dan O’Reilly (2005) bahwa keabsahan

data dalam penelitian ini dinyatakan dengan penjelasan tahapan-tahapan situasi

kerja pada saat pengambilan data di lapangan dengan berbagai bukti-bukti temuan

berupa rekaman suara, gambar dan suara, foto, kondisi rill lapangan sebagai

fenomena atau realita sosial yang alami. Validitas data dicek mengguankan teknik

validitas internal dan external trianggulation. Sebelum memasuki waktu penelitian,

peneliti menyiapkan panduan pembangkit data.

Keabsahan data dicek ulang dengan melihat catatan data apakah kongkrit,

verbatim, dan menggambarkan kondisi wawancara dan kondisi pada saat

26
berpartisipasi dalam kegiatan atau aktivitas. Peneliti menggambarkan situasi

lapangan yang nyata sesuai keadaan pelaku, tempat, dan aktivitas. Disamping

kongkrit, catatan data harus verbatim atau kata demi kata (Zoebir, 2008).

F. Analisis Data

Menurut Noeng Muhadjir (2000) analisis data merupakan upaya mencari dan

menata data secara sistematis dari catatan hasil observasi, wawancara, analisis

dokumen untuk meningkatkan pemahaman peneliti terhadap kasus yang diteliti dan

menyajikan sebagai temuan penelitian. Analisis penelitian kualitatif mengupayakan

tercapainya pencapaian makna dari apa yang dikatakan oleh informan, apa yang

dikerjakan atau dilakukan oleh informan, dan hal-hal yang ada baik yang teramati

maupun yang tersembunyi dibalik bentuk-bentuk dokumen yang diperoleh.

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah interactive model

dari Miles dan Huberman dimana proses analisis dilakukan bersamaan dengan

proses pengumpulan data. Proses analisis data itu mengandung komponen reduksi

data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles & Huberman, 1992).

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan data, pemusatan perhatian

penyederhanaan data, pengabstrakan dan transformasi data yang telah dihimpun

dalam catatan lapangan. Reduksi data merupakan sebuah bentuk analisis dengan

cara mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu,

dan mengorganisasikan data yang diperlukan sesuai dengan fokus penelitian.

2. Penyajian Data

Penyajian data dimaksudkan dengan menggabungkan informasi yang tersusun

dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami. Penyajian data diambil dari data

27
yang telah direduksi dan dibuat konfirmasinya melalui pengamatan dan wawancara.

Data itu disederhanakan dan disusun secara sistematis kemudian memberi

gambaran yang bermakna.

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan adalah melakukan verifikasi dari metode wawancara,

observasi, dan kajian dokumen lalu digabungkan satu sama lainnya. Adapun

analisis data penelitian ditunjukkan dalam gambar sebagai berikut:

Pengumpulan Penyajian Data


Data

Reduksi Data Kesimpulan:


Penarikan/verifikasi

Gambar 1. Analysis Interactive Model Miles and Huberman

28
DAFTAR PUSTAKA

Adhikary, P. K. (2005). Educational Reform for Linking Skills Development with


Employment in Nepal. Dalam M. Singh (Eds.), Meeting Basic Learning Needs
in the Informal Sector Integrating Education and Training for Decent Work,
Empowerment and Chitizenship. Germany:UNESCO Institute for Education.

Australian Council of Educational Research. (2005). The Potential Impact of


Competency Based Approaches on Literacy Education. Artikel. Diakses pada
tanggal 7 Agustus 2012, dari http://www.gu.edu.au/school/cls/
clearinghouse/1995-com/content12.html

Billett, S., 2011. Vocational Education : Purposes, Traditions and Prospects, New
York: Springer.

Bogdan, R. C. & Bilken, K. S. (1982). Qualitative Research for Education; an


Introduction to Theory and Methods. Boston, London: Allyn and Bacon, Inc.

Bowden, J. & Masters, G. (1993). Implications for higher education of a competency-


based approach to education and training. Canberra: AGPS.

Depdiknas. (2007). Pedoman Penilaian Kompetensi Siswa SMK. Jakarta: Direktorat


Jendral Pendidikan Menengah Kejuruan.

Depdiknas. (2005). Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar


Nasional Pendidikan.

Depdiknas. (2003). Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional.

Depdiknas. (2006). Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi


SatuanPendidikan Dasar dan Menengah.

Djojonegoro & Wardiman. (1999). Pengembangan Sumberdaya Manusia: Melalui


Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta: PT. Balai Pustaka (Persero).

Finch, C.R. & Crunkiltom, J.R. (1979). Curiculum Development in Vocational and
Technical Education. London: Allyn and Bacon Inc.

Flinders, D. J. & Thornton, S. J. (1997). The Curiculum Studies Reader. Ney York:
Routledge.

Harris, R., et al. (1995). Competency-based education and training: between a rock and
a whirpool. Melbourne: Macmillan Education Australia.

Hidayat, H., 2011. Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Kelembagaan Lokal.
Jurnal Sejarah CITRA LEKHA, 15(1), pp.19–32.
Hoffman, T. (1999). The Meanings of Competency. Diakses pada tanggal 6 Agustus
2012 , dari http://www.emerald-library.com

Husein Umar. (2005). Evaluasi Kinerja Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Jovanovic, B. (1979). Job Matching and the Theory of Turnover. Journal of Political
Economy, 87 (5): 972–90.

Kletzer, L. G. & Fairlie R. W. (1999). The Long-Term Costs of Job Displacement


among Young Workers. Artikel. Diakses pada tanggal 7 Agustus 2012, dari
http://www.ipr.northwestern.edu/jcpr/workingpapers/wpfiles/fairlie
_jobdisplace.pdf

Lincoln, Y. S. & Guba, E. (1984). Naturalictic Inquiry. Baverly Hills, London: Sage
Publication.

Mason, J. (2006). Qualitative Researching. London: SAGE Publication Ltd.

Miles, M. B. & Huberman, A. M. (1992). Analisis Data Kualitatif. (Terjemahan Tjetjep


Rohendi Rohidi). Jakarta: Universitas Indonesia.

Moleong, L. J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Muhammad, A. B. (2012). Profil Lulusan Melalui Tracer Study untuk Angkatan 2009
dan 2010 Pada Kompetensi Keahlian Teknik Gambar Bangunan di SMK
Negeri 5 Banjarmasin. Tesis.

Nasution. (1990). Asas-asas Kurikulum. Bandung: Jemmars.

Nasution. (1988). Metode Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Moore, D. R., Cheng, M. I.,& Dainty, A. R. J. (2002). Competence, competency and


competencies: performance assesment in organization. Work Study, 51, 314-
316.

Noeng Muhadjir. H. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif (Rev. Ed. 3). Yogyakarta:
Sarasin.

Nordhaug, O. (1998). Competence specificities in organization. International Studies of


Management and Organization, 28, 8-19.

Olivia & Peter. (1992). Developing the Curiculum. Third Edition. New York: Harper
Collins Publisher Inc.

O’Reilly, K. (2005). Ethnographic Methods. USA: Routledge.


Pavlova, M. (2009). The Vocationalization of Secondary Education: The Relationships
between Vocational and Technology Education. Dalam R. Maclean, D. Wilson,
& C. Chinien (Eds.), International Handbook of Education for the Changing
World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning. Germany:
Springer.

Preston, B., & Walker, J. (1993). Competency standards in the professions and higher
education: a holistic approach. Carnberra: Australian College of Educatioan.

Ramirez, A. A. (1993). Mismatches in Spanish labor market: Overeducation?. Journal


of Human Resources, 27(2): 259-278.

Rusli Ahmad. (1989). Perencanaan dan Desain Kurikulum Dalam Pendidikan Jasmani.
Jakarta: Departemen pendidikan dan Kebudayaan.

Sonny Sumarsono. (2003). Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia &


Ketenagakerjaan. Jember: Graha Ilmu.

Supriadi. (2002). Sejarah Pendidikan Teknik di Indonesia, Membangun Manusia


Produktip. Jakarta: Depdiknas.

Surya & Aldwin (2006). Perubahan Sosial Masyarakat Kota Metropolitan, Medan:
Kopertis Wilayah I NAD-SUMUT.

Stanley, G. (1993). The psychology of competency-based education. Carnberra:


Australian College of Education.

Tilaar, H.A.R. (2006). Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis.


Jakarta: PT Rineka Cipta.

Triyono, M.B., 2016. The Content Curriculum Development Of Education Technic


In Heavy Equipment Based On Industrial Needs. , 6(3), pp.355–363.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).

Wenrich, R. C. (1974). Leadership in administration of vocational education.


Colombus, Ohio: Charles E. Merril Pub. Co.

Wood, G. D., & Lange, T. (2000). Developing core skills. Education and Training, 42,
24-32.

Yufridawati & Edi. (2010). Relevansi Kompetensi dan Tingkat Daya Saing Lulusan
SMK Dalam Dunia Kerja. Jurnal Penelitian Kebijakan Pendidikan, vol. 9,
tahun ke-3.

Anda mungkin juga menyukai