Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Pertambahan umur seseorang mengakibatkan terjadi penurunan kemampuan


secara fisik maupun fisiologis. Seseorang cepat tampak tua atau tampak awet muda
tergantung dari cepat atau lambatnya kemunduran kondisi fisik dan mentalnya.
Penurunan kemampuan tersebut dapat berlangsung secara cepat ataupun lambat
semuanya dipengaruhi oleh kegiatan fisik yang dilakukan, dan beberapa faktor lain yang
berhubungan dengan gizi dan waktu istirahat, penurunan daya tahan kardiorespirasi
yaitu daya tahan jantung dan paru. Jantung adalah organ yang sangat vital terutama
berfungsi sebagai pemompa darah ke seluruh tubuh. Sedangkan paru adalah organ
yang berfungsi untuk rnenyediakan gas-gas yang diperlukan oleh tubuh dan
mengembalikan gas sisa ke atmosfer yang tidak berguna bagi tubuh. Gas ini disalurkan
ke jantung yang diangkut oleh darah, kemudian setelah sampai di jantung dilanjutkan ke
seluruh tubuh bersama dengan darah yang dipompa oleh jantung. Berikut beberapa
pernyataan atau hasil penelitian dan beberapa ahli sehubungan dengan penurunan
daya tahan kardiorespirasi sebagai akibat bertambahnya usia seseorang, serta
pentingnya aktivitas olahraga dalam mempertahankan daya tahan kardiorespirasi.
Penurunan fungsi fisiologis dan neurologis terjadi sesudah umur 30 sampai 40
tahun dengan irama penurunan yang berbeda untuk setiap orang. Secara alami
seseorang laki-laki atau wanita makin meningkat umurnya, keadaan alat-alat tubuhnya
akan mengalami kemunduran dalam fungsinya. Kekuatan otot akan meningkat terus
pada umur 25 sampai 35 tahun, setelah itu makin meningkat umur akan mengurangi
kekuatan otot. Jika kekuatan otot pada puncak umur 30 tahun adalah 100%, maka pada
umur 50-60 tahun tinggal 75% - 85% saja. Dilihat dari kekuatan otot, maka sejak umur
25 atau 35 tahun paling tinggi seseorang itu sudah mulai mengalami penurunan fisik.
Ketajaman penglihatan seseorang pada umur 40 tahun juga mulai menurun.
Dari uraian di atas maka pertambahan umur seseorang berpengaruh terhadap
fungsi organ tubuh setelah mencapai puncak kematangan pada usiadewasa, setelah itu
fungsi organ tubuh mengalami penurunan. Kemampuan melakukan aktivitas dan
kemampuan kerja menjadi menurun. Penurunan tersebut terutama sekali disebabkan
karena adanya penurunan daya tahan organ-organ kardiorespirasi yaitu jantung dan
paru-paru yang berakibat terhadap penurunan berbagai fungsi organ-organ yang
lainnya.
Setelah usia melebihi 50 tahun, tubuh mengalami perubahan secara fisiologis,
kulit mengeriput, mata menjadi kurang awas untuk melihat, jalan tertatih-tatih,
2

persendian sulit digerakkan, rambut menjadi putih, dan organ tubuh yang lain seperti
jantung, paru-paru, ginjal, hati, pembuluh darah, otot, usus, tulang, juga mengalami
proses penurunan fungsi, hal ini bukan disebabkan karena sakit Harsuki (2003), juga
menyatakan setelah usia 30 tahun terjadi penurunan fungsi fisik secara bertahap, yang
sering kali tidak dirasakan, misalnya penurunan kapasitas aerobic (oxygen comsumption
= VO2max).
3

BAB II
ISI

A. KAPASITAS AEROBIK
Kapasitas aerobic atau VO2max merupakan indikator pemakaian oksigen oleh
jantung, paru-paru dan otot-otot untuk metabolisme. Dalam kesehatan olahraga VO 2max
dapat dijadikan pedoman untuk menunjukkan kebugaran jasmani atau kapasitas fisik
seseorang. Dengan bertambahnya usia yaitu di atas 30 tahun akan terjadi penambahan
lemak tubuh, penurunan masa otot, demikian pula VO 2max secara otomatis akan
menurun secara bertahap yang disebabkan karena penurunan daya tahan organ
kardiorespirasi (jantung dan paru-paru) serta juga menunjukkan kemunduran dalam
kebugaran dan kesehatan jasmani.
Pada saat itu kebanyakan orang mulai memiliki beberapa macam penyakit pada
pembuluh darahnya pada usia dia atas 30 tahun, maka ada kecenderungan bahwa
tekanan darahnya akan naik, Juga terjadi penurunan kapasitas paru-paru, system otot-
otot dan kerangka badan, serabut otot menjadi lebih sedikit dan lebih kecil, persendian
menjadi kaku sehingga kemampuan untuk meredam getaran menjadi menurun, tendo
dan ligamentum menjadi lebih kaku, tulang-tulang menjadi lebih rapuh dan berkurang
kepadatannya, titik berat badan akan bergeser sehingga keseimbangannya menjadi
kurang baik, serta system saraf dan otot nampak menjadi lebih lamban respon
motoriknya sehingga waktu reaksi juga menjadi lebih lambat.
Kondisi semacam ini akan sangat tidak menguntungkan dan membuat kapasitas
kerja paru dan jantung menjadi tidak produktif. Ketidakproduktifan paru dan jantung
akan berakibat fatal terutama penurunan terhadap kondisi kesehatan seseorang.
Aristoteles telah menekankan pentingnya berolahraga untuk menjaga kesehatan baik
jasmani maupun rohani. Thomas Jefferson menyarankan biasakanlah jalan-jalan cepat
di waktu pagi hari agar badan tetap sehat. Olahraga yang teratur telah membuktikan
bahwa seorang akan memperoleh manfaat yang sangat besar dalam memelihara dan
meningkatkan status kesehatannya.
Salah satu penelitian yang dikenal dengan penelitian Fremingham (dalam
Jonathan Kuntaraf dan Kathleen L., 1992), menunjukkan bahwa angka kematian yang
disebabkan oleh serangan jantung lima kali lipat lebih besar pada orang yang tidak giat
dalam bergerak badan dibandingkan dengan orang yang aktif bergerak badan. Dengan
melakukan olahraga yang teratur dan sesuai dengan takaran, maka akan dapat
membuat otot-otot jantung menjadi lebih kuat, lebih lentur, serta memiliki kemampuan
yang lebih baik dalam mensuplai darah ke seluruh tubuh. Dengan olahraga teratur
4

jantung akan menjadi lebih kuat, lebih berdaya guna karena arteri yang mensuplai otot
jantung dengan darah menjadi lebih besar ukurannya dan mengurangi resiko serangan
jantung. Melalui olahraga, jumlah darah yang dipompakan untuk setiap kontraksi
bertambah dari biasanya 90 gram ke 250 gram atau lebih. Lebih lanjut Jonathan
Kuntaraf dan Kathleen L, menjelaskan juga jantung dalam keadaan istirahat bagi orang
yang aktif berolahraga denyut jantungnya lebih sedikit yaitu sekitar 60 kali per menit
daripada orang yang tidak aktif berolahraga denyut jantungnya per menit mencapai 80
denyut, ini berarti ada penghematan 28. 000 denyut per hari. Hal ini menggambarkan
betapa beratnya kerja jantung bagi orang yang tidak aktif berolahraga.
Dari hasil penelitian Dr. Kenneth Cooper pada Institute for aerobic Research di
Dalla, ternyata yang berusia kurang lebih 70 tahun, yang tetap memelihara aktivitas fisik
dengan kadar yang cukup tinggi selama hidupnya, pada tes kesegaran jasmani dapat
mengalahkan orang-orang yang umurnya kurang lebih 20 tahun, yang tak pernah
berolahraga, pekerjaannya hanya duduk saja. Hasil penelitian ini juga didukung oleh Dr.
Bengtsaltin dengan kawan-kawannya di Swedia, dengan mengadakan percobaan
sebagai berikut 5 orang laki-laki yang masih muda di suruh tiduran selama 20 hari,
setelah 20 hari istirahat di tempat tidurnya tadi ternyata kemampuan jantungnya untuk
memompa darah turun sebanyak 26%, kemampuan mengambil oksigen secara
maksimal juga menurun sebanyak 27%, kapasitas pernafasannya juga turun. 30%, otot-
ototnya juga ikut mengecil.
Di samping mengatur pola makan yang sehat untuk mencegah serangan penyakit
jantung dan mempertahankan jantung agar tetap bekerja lebih baik, yayasan jantung
Indonesia juga menganjurkan untuk bergerak, olahraga, bekerja secara fisik, dan lain-
lain. Dengan berolahraga secara teratur juga dapat mempertinggi vitalitas paru-paru.
Paru-paru adalah salah satu organ respirasi yang sangat berperan dalam penyediaan
oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Tentang peranan olahraga dalam meningkatkan
konsumsi oksigen maksimum telah diteliti oleh Dr. Cooper. Dari hasil penelitian tersebut
dinyatakan bahwa orang yang melakukan olahraga secara teratur paru-parunya
mempunyai kemampuan untuk menampung 1,5 persen lebih banyak udara daripada
orang yang tidak pernah berolahraga. Pengukuran banyaknya udara atau oksigen di
dalam paru-paru di sebut VO2max, orang yang mempunyai VO2max yang tinggi dapat
melakukan lebih banyak pekerjaan sebelum menjadi lelah, dibandingkan dengan orang
yang mempunyai VO2max yang lebih rendah. lebih sehat dan lebih tinggi kesehatan
jasmani seseorang lebih banyak oksigen dapat diproses oleh tubuh. Dengan latihan
olahraga yang teratur dapat banyak mengambil oksigen, yang berarti peredaran darah
lebih baik dan sel otot akan lebih banyak mendapatkan oksigen dari pembuluh darah
5

kapiler. Dengan demikian orang yang memiliki VO 2max organ fisiologis tubuh sehingga
kapasitas organ tersebut dapat terpelihara dengan baik.
Melakukan aktivitas fisik (olahraga) yang teratur sangat penting dilakukan untuk
memperlambat proses penuaan pada umumnya dan khususnya untuk memperlambat
penurunan kapasitas kardiorespirasi. Karena sesuai dengan beberapa hasil penelitian
yang dikutip oleh C. K. Giam, tentang manfaat medis dari olahraga yang teratur adalah
sebagai berikut (l). Penyakit jantung koroner terjadi paling tidak dua kali lebih sering
pada orang-orang yang secara fisik tidak aktif dibandingkan orang yang aktif, dari orang
yang mendapat penyakit jantung koroner, orang yang secara fisik tidak aktif cenderung
lebih berat penyakitnya dan kemungkinan penyembuhan dan kelangsungan hidupnya
juga lebih kecil, (2). Orang yang secara fisik aktif umumnya mempunyai tekanan darah
yang lebih rendah dan lebih jarang terserang tekanan darah tinggi, (3). Orang yang
secara fisik aktif mempunyai fungsi paru-paru yang lebih baik, orang umumnya lebih
jarang merokok dan lebih jarang menderita kelainan saluran pernafasan.
Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari melakukan olahraga
teratur terhadap system kardiorespirasi (sistemik) terutama pengaruhnya terhadap
system transport oksigen. Dalam system transport oksigen, berbagai komponen unsur
yang terlibat antara lain: sirkulatori, respilatori dan faktor-faktor level jaringan semuanya
bekerja bersama-sama untuk satu tujuan yaitu untuk menyampaikan oksigen ke otot-
otot yang sedang bekerja. Dengan demikian perubahan daya tahan kardiorespirasi
terjadi pada organ jantung dan paru. Ada beberapa perubahan utama yang dihasilkan
dari aktivitas olahraga yang dilakukan dengan teratur terhadap system kardiorespirasi
yaitu:
1. Perubahan Pada Jantung
a. Meningkatkan ukuran jantung. Ukuran (volume) jantung atlet lebih besar dari
pada orang yang bukan atlet Dengan bertambah tebalnya dinding ventrikel dan
kuatan otot-otot jantung hal ini juga berarti bahwa volume darah yang mengisi
ventrikel selama diastole akan menjadi lebih banyak. Pengaruh ini
menyebabkan kemampuan isi sekuncup (stroke volume) menjadi lebih besar
pula.
b. Menurunnya Denyut Nadi. Menurunnya denyut nadi yang dihasilkan dari
aktivitas olahraga secara teratur. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Jantung disuplai oleh dua komponen system syaraf otonom, yaitu syaraf
simpatetik kalau dirangsang akan meningkatkan denyut nadi, dan syaraf
parusimpatetik (syaraf vagus) kalau dirangsang akan menurunkan denyut nadi.
Dengan dua system persyaraifan ini, maka denyut nadi dapat menurun karena
6

(1). Meningkatnya pengaruh syaraf parusimpatetik, (2). Menurunnya pengaruh


syaraf simpatetik, (3). Kombinasi dari keduanya.
c. Meningkatkannya isi Sekuncup (Stroke Volume). Peningkatan ini terutama
disebabkan karena adanya peningkatan kapasitas ventrikel sehingga
menyebabkan lebih banyak darah mengisi ventrikel selama diatole, yang
menghasilkan isi sekuncup lebih besar. Faktor lain yang ikut membantu
meningkatnya isi sekuncup adalah meningkatnya kontraktilitas myocardiac
(kemampuan otot jantung untuk berkontraksi). Meningkatnya kemampuan otot
jantung berkontraksi berhubungan dengan aktivitas ATPase di dalam otot
jantung atau meningkatnya calsium ekstra seluler yang tersedia sehingga
menyebabkan meningkatnya interaksi dengan elemen-elemen kontraktil.
d. Meningkatnya Volume Darah dan Hoemoglobin. Volume darah dan level
hoemoglobin sangat penting untuk system transport oksigen, ini dibuktikan
bahwa volume darah dan level hoemoglobin sangat berhubungan dengan
VO2max.
e. Perubahan Kepadatan Kapiler dan Hypertrophy Otot. Hypertrophy otot yang
dihasilkan oleh aktivitas olahraga yang teratur umumnya diikuti oleh
meningkatnya kepadatan kapiler. Kepadatan kapiler adalah jumlah kapiler yang
mengelilingi serabut otot berhubungan dengan dua faktor (1). Ukuran atau
diameter serabut otot, (2). Tipe serabut otot atau jumlah mitocondria per
serabut otot.
2. Perubahan Pada Paru
a. Peningkatan Ventilasi Semenit Maksimal. Peningkatan ventilitas dipengaruhi
adanya peningkatan volume dan frekuensi bernafas, sehingga hal ini akan
berakibat terhadap peningkatan VO2max.
b. Peningkatan Efisiensi Ventilatori. Efisiensi ventilatori yang lebih tinggi sebagai
alat yang menyebabkan sejumlah udara bebas bergerak pada level konsumsi
yang sama, adalah lebih rendah pada orang yang tidak terlatih dibandingkan
orang secara rutin berolahraga.
c. Peningkatan Berbagai Macam Volume dalam Paru-paru. Penyebab utama
terjadinya perubahan ini adalah olahraga yang teratur akan mengakibatkan
peningkatan fungsi pulmoner dan oleh karena itu volume paru-paru menjadi
lebih besar.
d. Peningkatan Kapasitas Difusi. Orang yang terlatih cenderung memiliki kapasitas
difusi yang lebih besar dibandingkan orang yang tidak aktif berolahraga, ini
disebabkan karena volume paru-paru atlit menjadi lebih besar sehingga bidang
7

permukaan kapiler alveolar menjadi lebih besar dengan demikian proses difusi
dapat dilakukan lebih banyak.
Dari uraian di atas, maka dengan melakukan aktivitas fisik (olahraga) yang teratur
mempunyai pengaruh yang berarti dalam hal memperbaiki kesehatan, kebugaran fisik
dan kapasitas kerja serta kapasitas organ-organ yang disebabkan karena adanya
peningkatan daya tahan organ-organ system kardiorespirasi yakni jantung dan paru-
paru.

B. PROSES RESPIRASI DAN LATIHAN


Istilah respirasi adalah pertukaran gas yang terjadi antara organisme . tubuh
dengan lingkungan sekitarnya. Proses respirasi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni:
pernafasan luar (eksternal respiration), pernafasan dalam (internal respiration) dan
pernafasan seluler (celuler respiration). Pernafasan. luar artinya oksigen dari udara luar
masuk ke dalam alveoli paru kemudian masuk ke darah, pernafasan dalam artinya
oksigen dari darah masuk ke jaringan-jaringan dan pernafasan seluler adalah oksidasi
biologis maksudnya penggunaan oksigen oleh sel-sel tubuh yang kemudian
menghasilkan energi, air dan karbondioksida. Karbondioksida bergerak dengan jalan
berdifusi dari jaringan ke darah, dan setelah diangkut ke paru, kemudian keluar ke udara
luar. Proses pertukaran udara luar dengan udara di dalam paru dinamakan ventilasi
paru.
1. Ventilasi Semenit
Seperti diketahui, ventilasi terdiri dari dua fase yaitu. waktu udara masuk ke
paru dinamakan inspirasi atau menghirup udara dan waktu udara keluar dari paru
ke lingkungan sekitar, dinamakan ekspirasi atau menghembus udara. Ventilasi
semenit adalah berapa banyak udara yang dihirup atau dihembuskan (tidak kedua-
duanya) dalam waktu semenit Tetapi biasanya yang sering dipergunakan sebagai
ukuran adalah udara yang dikeluarkan (VE) bukan jumlah udara yang dihirup (VI).
Jumlah ini dapat ditentukan dengan mengetahui: (1). Volume tidal (VT), yaitu
berapa banyak udara yang dihirup dan dikeluarkan setiap daur pernafasan, dan
(2). Frekuensi bernafas (f) adalah berapa kali bernafas dalam satu menit, sehingga
dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut:

VE = VT x f
VE =Ventilasi semenit(l/menit)
VT = Volume tidal (liter)
F = Frekuensi bernafas(permenit)
8

Pada waktu istirahat, frekuensi bernafas biasanya 12 kali per menit,


sedangkan volume tidal rata-rata 0,5 liter udara per sekali bernafas. Dalam
keadaan seperti ini, volume udara waktu bernafas dalam satu menit atau
ventilasi semenit adalah 6 liter. Peningkatan yang berarti pada ventilasi
semenit, disebabkan oleh semakin cepatnya atau semakin dalamnya bernafas
atau karena oleh kedua-duanya. Selama melakukan latihan yang berat
frekuensi bernafas pada orang muda dan sehat, biasanya meningkat antara 35-
45 kali per menit, sehingga volume tidal dapat mencapai 2,0 liter bahkan lebih.
Sebagai akibatnya, dengan meningkatnya frekuensi bernafas dan volume tidal,
maka ventilasi semenit dapat dengan mudah mencapai 100 liter atau sekitar 17
kali lebih besar daripada waktu istirahat pada atlit (laki-laki) dalam kondisi yang
baik, ventilasi semenit dapat mencapai 160 liter per menit selama melakukan
latihan maksimal.
2. Ventilasi Alveolar dan Ruang Mati
Tidak semua udara pada setiap kali bernafas masuk ke alveoli dan oleh
karena itu, tidak semua udara yang dihirup terlibat di dalam pertukaran gas. Jadi
udara segar yang dapat masuk ke alveoli dinamakan ventilasi alveolar.
Sedangkan udara yang tetap berada dalam lintasan pernafasan (hidung, mulut,
faring, trachea, bronchi dan bronhioli) dan tidak ikut dalam penukaran gas
dinamakan ruang mati anatomis.
Pada orang sehat volume udara pada ruang mati anatomis rata-rata 150-
200 ml, atau sekitar 30% dari volume tidal istirahat Selama melakukan latihan,
terjadi pelebaran lintasan pernafasan, sehingga ruang mati anatomis menjadi
lebih besar, tetapi karena volume tidal waktu latihan juga meningkat, ventilasi
alveolar juga tetap memadai sehingga pertukaran gas tetap dapat dipertahankan.
Ventilasi alveolar tergantung kepada 3 faktor: (1). Dalamnya waktu menarik
napas (volume tidal), (2). Kecepatan waktu bernafas (frekuensi) dan (3). Ukuran
ruang mati.
Setiap penyesuaian ventilator bagaimana pun juga mempunyai pengaruh
yang drastis terhadap ventilator alveolar. Pada contoh bernapas dangkal, semua
udara berada di ruang mati, sehingga ventilasi alveolar kosong. Pada contoh
yang lain, dengan bernapas dalam-dalam dan setiap bernapas dalam jumlah
besar, udara masuk dan bercampur dengan udara yang ada di alveolar. Jadi
ventilasi alveolar ditentukan oleh konsentrasi gas pada membrane kapiler
alveolar.
9

Tabel 1.

Hubungan antara Volume Tidal, Frekuensi Bernapas dan Ventilasi Pulmoner

Keadaan VT X F = Ventilasi = Ventilasi = Ventilasi


semenit ruang alveolar
(ml) (/s)
mati
(ml/mn) (ml/mn)
(ml/mn)

Bernapas 150 40 6000 150 ml x 0


Dangkal 40

Bernapas 500 12 6000 150 ml x 4200


Normal 12

Bernapas 1000 6000 6000 150 ml x 5100


Dalam 6

Dikutip dari: McArdle, W. D. , dkk: Exercise Physiology, Energy, Nutrition, and


Human Performance, 2006.

3. Volume dan Kapasitas Paru


Ada beberapa volume paru lain yang biasa digunakan untuk mengukur
fungsi paru, karena dengan mengetahui semua volume paru yang lain akan banyak
membantu untuk lebih mengerti tentang fisiologi respiratori. Lebih dari itu beberapa
diantaranya sangat mudah diukur.
Tabel 2.
Volume atau Kapasitas Paru Perubahan selama latihan
Volume dan Kapasitas Paru Definisi Perubahan
Selama Latihan
Volume Tidal volume (VT) Jumlah udara yang dihirup dan akan Meningkat
dikeluarkan setiap daur pernafasan.
Inspiratory Resume Volume Jumlah maksimal udara yang dapat dihirup Menurun Sedikit
(IRV) volume cadangan setelah inspirasi biasa.
inspirasi
Expiratory Reserve Volume Jumlah maksimal udara yang dapat Menurun
(ERV) volume cadangan dihembuskan pada akhir ekspirasi biasa.
ekspirasi
Residual Volume (RV) Volume residu Jumlah udara yang tetap tinggal di dalam paru Sedikit menurun
pada akhir ekspirasi maksimal
Kapasitas Total Lung Capacity (TLC) Jumlah udara di dalam paru setelah inspirasi Sedikit Menurun
Kapasitas total paru maksimal
Vital Capacity (VC) Kapasitas Vital Jumlah udara maksimal pada ekspirasi yang Sedikit menurun
kuat setelah inspirasi maksimal
Inspiratory Capacity (IC) Kapasitas Jumlah udara inspirasi maksimal setelah Meningkat sedikit
Inspirasi ekspirasi biasa
Functional Residual Capacity (FRC) Jumlah udara yang tetap tinggal di dalam paru Meningkat
Kapasitas fungsi residu pada akhir ekspirasi dalam keadaan istirahat
10

Seperti yang dikemukakan sebelumnya, peningkatan volume tidal selama


latihan mempunyai andil terhadap meningkatnya ventilasi semenit Selama
melakukan latihan yang maksimal, volume tidal mungkin dapat mencapai lima,
atau enam kali lebih besar daripada waktu istirahat. Meningkatnya volume tidal
merupakan hasil pemakaian volume cadangan inspirasi (Inspiratory Reserve
Volume-IRV) dan volume cadangan ekspirasi (Expiratory Reserve Volume-ERV),
tetapi kemungkinannya lebih besar pada pemakaian volume cadangan inspirasi
daripada volume cadangan ekspirasi.

Terjadi sedikit penurunan pada kapasitas total paru (Total Lung Capacity-
TLC) dan kapasitas vital (Vital Capacity-VC) selama latihan berhubungan dengan
meningkatnya aliran darah pulmoner. Meningkatnya pembuluh darah di dalam
pembuluh kapiler pulmoner menyebabkan volume ruang gas yang tersedia
semakin berkurang. Sebagai akibatnya, volume residu (Residu Volume-RV) dan
kapasitas fungsi residu (Functional Residu Volume-RFC) akan sedikit meningkat
selama latihan.

Beberapa volume paru diukur dalam keadaan istirahat (kecuali volume


tidal) yang lebih besar pada orang terlatih daripada orang yang tidak terlatih.
Sebagian terbesar perubahan ini dapat dihubungkan dengan kenyataan, bahwa
latihan menyebabkan peningkatan fungsi pulmoner dan oleh karena itu volume
paru lebih besar.
Volume residu bertindak sebagai reservoir di dalam mengurangi besarnya
fluktuasi karbondioksida dan oksigen pada aliran darah pulmoner. Dengan kata
lain, pindahnya karbondioksida dan darah adalah untuk mempertahankan batas
nominal, dan pada waktu yang bersaman, oksigen terus berdifusi ke dalam
darah. Kapasitas vital dipengaruhi oleh posisi tubuh, kekuatan otot-otot
pernafasan, kemampuan paru, dan rongga dada untuk berkembang.

4. Pertukaran Gas Difusi Dalam Sistem Respirasi


Pertukaran gas pada membrane kapiler dengan alveolar dan kapiler dengan
jaringan melalui proses difusi. Difusi dapat didefinisikan sebagai gerakan
molekultanpa aturan dalam hal ini molekul gas. Gerakan tanpa aturan ini (kadang-
kadang dinamakan gerak Brownian) yang disebabkan oleh energi kinetic molekul.
Gas cenderung berdifusi dari daerah yang berkonsentrasi tinggi ke arah yang
konsentrasinya lebih rendah, atau karena adanya perbedaan tekanan.
Gas terdiri dari molekul-molekul yang sangat kecil sekali, walaupun
11

dipisahkan oleh jarak yang relatif jauh, kadang-kadang saling bertabrakan satu
sama lain; karena memang sifat dari molekul yang selalu bergerak tanpa aturan.
Gas mempergunakan tekanannya tergantung kepada jumlah molekul-molekul yang
bertabrakan (aktivitas molekul), sehingga makin banyak jumlah molekul yang
bertabrakan (aktif) semakin besar pula tekanannya. Untuk menyatakan tekanan
gas setiap gas di dalam campuran gas, seperti yang ada pada alveoli atau di dalam
cairan, seperti darah, dipergunakan istilah tekanan parsial.
a. Tekanan Parsial Gas
Gas cenderung berdifusi dari daerah yang berkonsentrasi atau
bertekanan tinggi ke daerah yang konsentrasinya atau tekanannya lebih
rendah, maka oksigen bergerak dari alveoli paru masuk ke darah apabila
tekanan oksigen dalam alveoli paru lebih tinggi daripada tekanan oksigen di
dalam darah. Selanjutnya, karbondioksida bergerak dari darah masuk ke
alveoli, apabila tekanan karbondioksida di dalam alveoli lebih kecil daripada
tekanan karbondioksida di dalam arah. Proses ini sama dengan proses yang
terjadi antara darah dan kapiler jaringan. Misalnya, karena terjadi metabolisme
di dalam sel-sel jaringan, oksigen dipergunakan (tekanan oksigen menjadi
rendah) dan karbondioksida diproduksi (menyebabkan tekanan oksigen menjadi
naik). Akibatnya, darah bergerak melewati sel-sel jaringan, oksigen keluar dari
darah masuk ke sel-sel, dan karbondioksida keluar dari sel-sel masuk ke darah.
Seperti diketahui, bahwa molekul gas tidak mempunyai bentuk dan
volume tertentu, dan selalu menyesuaikan diri terhadap bentuk dan volume
dimana gas itu berada. Tekanan gas dapat meningkat dengan meningkatkan
aktivitas setiap molekulnya. Apabila gas dipanaskan, velositas molekulnya
meningkat, dan akibatnya tekanan meningkat. Tekanan parsial gas pada
campuran gas, kemudian tergantung kepada: (1). Tekanan total (barometer)
dan (2). Konsentrasi fraksi gas. Faktor terpenting yang menentukan pertukaran
gas adalah laju perubahan tekanan parsial dari masing-masing gas yang
terlibat.
b. Pertukaran Gas di dalam Paru dan Jaringan
Pertukaran gas dalam paru. Pada waktu istirahat, tekanan molekul
oksigen di dalam alveoli adalah sekitar 60 mmHg. Lebih besar daripada
tekanan pada pembuluh darah vena yang masuk ke kapiler pulmoner.
Akibatnya, oksigen larut dan berdifusi ke darah melalui membrane kapiler.
Karbondioksida, di lain pihak, tekanannya sedikit lebih besar yang kembali ke
pembuluh darah vena, dari pada tekanan di alveoli. Karena itu terjadi difusi
12

karbondioksida dari darah ke paru-paru. Walaupun perbedaan tekanan 6


mmHg. Untuk difusi karbondioksida ini kecil apabila dibandingkan dengan
perbedaan tekanan oksigen, tetapi cukup memadai untuk mentransfer gas ini
dalam keadaan larut. Nitrogen, zat lain yang dipakai atau yang diproduksi
dalam reaksi metabolic, tetap tidak berubah di dalam kapiler gas alveolar.
Proses pertukaran gas ini begitu cepat pada paru yang sehat sehingga
keseimbangan antara gas dalam darah dan gas dalam alveolar dapat
berlangsung dalam waktu kurang dari satu detik, atau pada pertengahan jalan
darah menuju paru-paru. Sehingga pada waktu darah meninggalkan paru-paru
yang selanjutnya mengalir ke seluruh tubuh mengandung oksigen dengan
tekanan hampir 100 mmHg dengan tekanan karbondioksida sekitar 40 mmHg.
Transfer gas di dalam jaringan. Di dalam jaringan, gas yang dikonsumsi
di dalam proses metabolisme energi jumlahnya hampir sama dengan jumlah
karbondioksida yang dihasilkan, dan tekanan diantara keduanya dapat sangat
berbeda pada pembuluh darah arteri. Pada waktu istirahat, P0 2 rata-rata di
dalam cairan yang berada di luar sel otot, jarang di bawah 40 mmHg. Pada
waktu melakukan latihan berat, tekanan molekul oksigen di dalam jaringan otot,
mungkin jatuh sampai sekitar 3 mmHg sedangkan tekanan korbondioksida
mendekati 90 mmHg.
Perbedaan tekanan gas di dalam plasma dan jaringan menyebabkan
terjadinya difusi. Oksigen meninggalkan darah dan berdifusi ke sel-sel yang
sedang melangsungkan metabolisme, dan pada saat itu juga karbondioksida
mengalir dari sel-sel ke darah. Kemudian darah mengalir ke vena dan kembali
ke jantung dan selanjutnya di kirim ke paru. Begitu darah masuk ke kapiler
paru, dengan cepat pula difusi dimulai lagi.
Tubuh sendiri tidak berusaha mencoba untuk membersihkan
karbondioksida, tetapi sebaliknya pada saat darah meninggalkan paru dengan
PCO2 40 mmHg, masih terkandung sekitar 50 ml karbondioksida untuk setiap
100 darah. Sejumlah karbondioksida ini sangat penting, karena karbondioksida
memberikan masukan bahan-bahan kimia untuk pengendalian nafas pada
pusat pernapasan di otak.
c. Transport Oksigen
Oksigen diangkut oleh plasma dan hemoglobin yang terkandung dalam
sel-sel darah merah. Oksigen berdifusi ke dalam plasma tidak mengalami
reaksi kimia, oksigen larut dalam plasma dan diangkut melalui pemecahan
secara fisik. Jumlah yang dapat diangkut oleh plasma ini dalam keadaan
13

normal, sangat sedikit Di lain pihak, oksigen yang berdifusi ke sel-sel darah
merah bercampur secara kimiawi dengan hemoglobin (Hb) untuk membentuk
apa yang dinamakan Oksihemoglobin (oxyhemoglobin-HbO 2). Proses
pengikatan ini meningkatkah kapasitas darah untuk mengangkut oksigen
sekitar 65 kali.
Pada alveolar dengan P02 100 mmHg, hanya sekitar 0,3 ml oksigen
dalam bentuk gas larut di dalam setiap 100 ml plasma, ini sama dengan 3 ml
oksigen per liter plasma. Karena volume darah rata-rata sekitar 5 liter, 15 ml
larutan oksigen diangkut di dalam darah (3 ml per liter x 65). Jumlah oksigen
ini cukup untuk mempertahankan kehidupan sekitar 4 detik.

C. ADAPTASI AEROBIK PADA KETINGGIAN


Tujuan latihan daya tahan adalah meningkatkan kemampuan daya tahan
aerobik dan daya tahan otot. Artinya, seorang atlet di pacu untuk berlari dan bergerak
dalam waktu lama dan tidak mengalami kelelahan yang berarti (Nala 2011).
Kemampuan daya tahan dan stamina dapat di kembangkan melalui kegiatan lari dan
gerakan-gerakan lain yang memilik ini lain aerobik. daya tahan kardiovaskular (daya
tahan aerobik) adalah kemampuan jatung dan paru mensuplai oksigen keseluruh
tubuh dalam waktu yang lama dan daya tahan kardiovaskular merupakan komponen
utama dalam kebugaran jasmani.
Ketinggian selalu juga berhubungan dengan tekanan barometer, tekanan
parsial gas, suhu, dan kelembapan. Semua komponen tersebut saling berinteraksi
membentuk karakteristik iklim dari setiap tiap tingkat ketinggian tertentu. semakin
tinggi suatu daerah dari permukaan air laut, maka semakin rendah pula tekanan
parsial O2, dan tekanan barometer, demikian juga denga persentase oksigen di udara.
Keadaan ini berpengaruh juga terhadap persentase oksigen yang dapat dihirup
sebagai akibat semakin rendahnya tekanan inspirasi oksigen (PO2). Sehingga
memungkinkan tubuh mendapat oksigen lebih sedikit, karena oksigen yang berdifusi
ke alveolus menjadi semakin sedikit. Dengan demikian akan memaksa tubuh
melakukan aklimatisasi bagi orang yang baru datang dari iklim yang berbeda.
Sedangkan bagi orang yang telah tinggal dan dilahirkan diwilayah tinggi maka tubuh
akan beradaptasi terhadap kondisi lingkungan tersebut. Kenyataan ini mendukung
pendapat yang menyatakan bahwa seseorang telah memiliki kemampuan fisiologis
bawaan dengan ukuran normal, tetapi kemampuan fisiologis tersebut bisa berubah
menjadi superior pada fungsi tubuh tertentu sebagai akibat adaptasi dari lingkungan
tempat tinggal seperti temperatur, iklim, dan ketinggian (Espenschade dan Eckert,
14

1980:17, 101; Gallahue, D.L., dan Ozmun, J.C., 1998: 204-205).


Lebih lanjut Brooks dkk mengemukakan bahwa selain juga bisa disebabkan
oleh efektifitas penggunaan oksigen (O2) oleh otot yang semakin meningkat. Ini
merupakan bentuk adaptasi terhadap tekanan parsial oksigen yang rendah pada
wilayah tinggi sehingga tubuh manusia merespon dengan peningkatan efektivitas
pengiriman dan penggunaan oksigen (O2) (Brooks, G.A., dkk., 1992; Mairbaurl, H.,
dkk., 1986; Sutton, JR., dkk., 1988). Apabila lebih lama tinggal di dataran tinggi, maka
kapasitas VO2max akan menjadi lebih baik. Proses ini dikenal dengan aklimatisasi.
Aklimatisasi itu tergantung dari ketinggian tempat.
1. Aklimatisasi pada 9.000 feet: 7 – 10 hari.
2. Aklimatisasi pada 12.000 feet: 15 – 21 hari.
Dengan aklimatisasi terjadilah perubahan dalam faal yang dapat dibagi menjadi
perubahan dini dan perubahan penyesuaian. Perubahan dini meliputi: Kenaikan
ventilasi, kenaikan denyut jantung, kenaikan kadar Hb, kenaikan basa dalam darah,
dan peningkatan mioglobin. Perubahan penyusuaian: penghematan glukosa.,
perubahan sekresi hormone, dan penambahan mitokondria.

D. KEBUGARAN FISIK DAN KAPASITAS AEROBIK PADA PILOT


Tingkat kebugaran jasmani dan kapasitas aerobik sebagian besar
mencerminkan kondisi kesehatan dan kemampuan untuk melakukan berbagai bentuk
aktivitas fisik yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, olahraga, atau aktivitas
profesional. Aktivitas fisik yang teratur secara positif mempengaruhi kesehatan dan
fungsi tubuh, karena mengurangi risiko banyak penyakit gaya hidup termasuk
diabetes, penyakit kardiovaskular, dan depresi.
Dalam beberapa kelompok pekerjaan, mempertahankan tingkat kebugaran fisik
yang tinggi merupakan persyaratan formal. Hal ini terkait dengan kebutuhan untuk
melakukan tugas dalam kondisi lingkungan yang sulit dan beragam, seringkali di
bawah tekanan psikofisik. Pilot Angkatan Udara merupakan salah satu kelompok
profesional semacam itu, dan untuk melakukan tugas dalam penerbangan, mereka
dituntut untuk menjaga kesehatan yang sangat baik dan tingkat kebugaran fisik serta
kapasitas aerobik yang tinggi. Persyaratan tersebut dibenarkan oleh fakta bahwa
tugas-tugas militer dilakukan baik saat di udara maupun di darat. Oleh karena itu, pilot
perlu mendemonstrasikan toleransi G tingkat tinggi, toleransi hipoksia, dan kapasitas
tinggi untuk upaya fisik aerobik. Pengukuran rutin kebugaran jasmani dan kapasitas
latihan memberikan informasi tentang kesiapan pasukan untuk melaksanakan tugas.
Berdasarkan tingkat kebugaran fisik dan kapasitas aerobik kita juga dapat menentukan
15

apakah tentara tersebut terluka, atau apakah ada gejala penyakit. Kondisi fisik
penerbang TNI AU bertumpu pada asuhan para profesional dari bidang kedokteran,
pendidikan jasmani, gizi dan psikologi. Untuk meregenerasi kekuatan fisik,
memulihkan kesehatan dan kesejahteraan, menjalani pelatihan darurat dan
penyelamatan, membiasakan diri dengan apa yang disebut sebagai olahraga
kehidupan, pilot Angkatan Udara Polandia berpartisipasi dalam kursus pelatihan fisik
tahunan wajib yang berlangsung selama 3 minggu. Selama kursus pelatihan di pusat
pelatihan, pilot Angkatan Udara harus menjalani tes kebugaran dan tingkat kapasitas
aerobik mereka dievaluasi. Tes kebugaran jasmani dan penilaian kapasitas aerobik
dilakukan di antaranya Pilot Angkatan Udara berbeda dalam angkatan bersenjata yang
lainnya. Kebugaran jasmani dinilai berdasarkan latihan yang mengukur kekuatan otot
perut dan bahu, kecepatan, kelincahan, dan stamina lari. Di beberapa pasukan, saat
mengevaluasi kebugaran fisik atau kapasitas aerobik, lingkar pinggang juga diukur
untuk menentukan tingkat kelebihan berat badan atau obesitas (misalnya, di AS).
Kapasitas aerobik umumnya ditentukan dengan menggunakan tes ergometer sepeda.
Angkatan Darat AS selama bertahun-tahun telah berulang kali mengubah
latihan fisik yang digunakan untuk mengevaluasi kondisi fisik pilot militer. Ini telah
digunakan, antara lain, berjalan, lari 1,5 mil, dan tes pada siklus ergometer. Saat ini,
kita dapat melihat kesamaan tertentu dalam pendekatan kebugaran fisik di Angkatan
Darat Polandia dan Angkatan Darat AS. Pada tahun 2004, Angkatan Bersenjata AS
memperkenalkan aktivitas seperti tes lari 1,5 mil, sit up, dan push-up. Ini adalah fokus
pada kebugaran fisik untuk menjadi "Fit to Fight".
Untuk analisis lebih lanjut, pilot pesawat tempur militer dibagi menjadi tiga
kelompok usia: di bawah 29 tahun, berusia 30-39 tahun, dan 40-49 tahun. Kriteria usia
diadopsi sesuai dengan klasifikasi yang digunakan oleh American Heart Association
(AHA) untuk penilaian kapasitas aerobik. Jumlah subjek di setiap kelompok usia
ditentukan pada Tabel 2. Karena jumlah subjek yang sedikit dalam kelompok berusia
29 tahun ke bawah, mereka tidak dianggap sebagai kelompok terpisah dalam analisis
lebih lanjut. Tes wajib bagi pilot Angkatan Udara di Pusat Pelatihan dan Pengkondisian
Militer digunakan untuk mengevaluasi tingkat kebugaran fisik secara umum [16]. Tes
terdiri dari tujuh tes keterampilan, yaitu lari pola zigzag, lari 10 × 10 m, pull-up, push-up
di bangku, sit-up sesi 2 menit, lompat jauh berdiri dan lompat jauh berenang 50 m. Tes
Åstrand-Ryhming dan ergometer bersepeda MONARK 828 E (pabrikan: MONARK
EXERCISE AB, Vansbro, Swedia) digunakan untuk menentukan kapasitas aerobik.
Tes terdiri dari 5-8 menit latihan submaksimal (60 putaran / menit) dengan intensitas
konstan. Beban dipilih berdasarkan berat badan dan detak jantung (HR). HR diukur
16

menggunakan pulsometer Polar M 400 (produsen Polar Electro Oy, Polar Electro Oy,
Professorintie 5, FI-90440 KEMPELE, Finlandia), setelah setiap menit latihan yang
akan stabil dalam kisaran 130–150 bpm. Konsumsi oksigen maksimal dihitung
berdasarkan nomogram Åstrand, menggunakan nilai HR yang direkam selama tiga
menit terakhir usaha.

Tabel 3 menunjukkan hasil uji coba individu pada uji kesegaran jasmani semua
pilot pesawat tempur militer yang diperiksa. Perbedaan terbesar dalam hasil diamati
pada pull-up, push-up di bangku, dan renang. Tabel berikut menyajikan hasil untuk
kelompok usia 30-39 dan 40-49 (Tabel 4 dan Tabel 5). Antara dua kelompok pilot (usia
30-39 dan 40-49), perbedaan yang signifikan secara statistik dicatat dalam latihan
berikut: push-up, pull-up, sit-up, lompat jauh berdiri dan renang 50 m. Kebugaran fisik
pilot pesawat tempur militer menurun seiring bertambahnya usia.
17

Tabel 7 menyajikan hasil akhir uji kelayakan fisik pilot pesawat tempur militer
dengan mengadopsi kriteria yang dikembangkan untuk pengujian di Military Center of
Training and Conditioning. Rata-rata aritmatika dari tanda (hasil) adalah 4,26,
menunjukkan tingkat kondisi fisik yang baik dari pilot Angkatan Udara yang diperiksa.
2/3 responden memperoleh nilai “baik” secara keseluruhan, dan hampir 1/3 responden
“sangat baik”. Tabel 8 menyajikan distribusi persentase hasil yang diperoleh pilot
pesawat tempur militer dalam latihan individu. Persentase tertinggi pilot pesawat
tempur militer gagal dalam uji coba pull-up (5%) dan lari zigzag (2,5%). Semua pilot
militer memperoleh nilai positif dalam push-up di bangku dan uji coba lompat jauh
berdiri.
18

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kebugaran fisik pilot pesawat
tempur militer Polandia baik dan tingkat kebugaran aerobik rata-rata. Kami
menemukan perbedaan yang signifikan antara hasil dalam latihan individu
(percobaan). Diharapkan keragaman ini akan lebih kecil jika penerbang pesawat
tempur militer dalam hal kondisi fisik merupakan kelompok yang lebih homogen, jika
tidak dalam semua kemampuan motorik, setidaknya pada beberapa yang
berhubungan dengan kekuatan otot perut. dan anggota tubuh bagian bawah,
mengingat mereka melakukan tugas militer serupa. Untuk meningkatkan toleransi
akselerasi dan melakukan manuver peregangan L1 dengan benar, diperlukan
kekuatan yang lebih besar dari otot perut dan tungkai bawah. Sayangnya, dalam
kelompok pilot ini, tidak ada hubungan seperti itu. Fenomena ini mengkhawatirkan,
karena bisa diasumsikan bahwa spesialis pendidikan jasmani tidak memperhatikan
latihan semacam itu. Tampaknya tidak ada toleransi yang cukup untuk kelebihan
beban. Dalam literatur, tidak banyak artikel yang secara luas menggambarkan tingkat
kesegaran jasmani dan / atau kinerja fisik penerbang militer. Mungkin hal ini
disebabkan oleh fakta bahwa seorang pilot militer adalah orang yang berbadan sehat,
dengan stamina yang tinggi, dan sosok yang atletis pada umumnya. Mungkin bila lebih
buruk, langkah-langkah harus diambil untuk mengubahnya melalui pelatihan fisik dan
perubahan pola makan, tetapi hasil tes tidak akan diungkapkan. Dalam studi ini kami
telah menyelidiki tingkat kebugaran fisik yang luas dari pilot pesawat tempur militer
Polandia. Kami telah membandingkan kebugaran fisik dan kebugaran aerobik dari pilot
militer Polandia dengan tentara dari formasi lain dan negara lain.
19

Selanjutnya dalam pembahasan, tingkat kapasitas aerobik pilot Angkatan Udara


yang diperiksa dibandingkan dengan pilot angkatan bersenjata asing. Di Angkatan
Udara AS, kapasitas aerobik dinilai berdasarkan hasil konsumsi oksigen maksimal
yang diperoleh selama latihan submaksimal pada siklus ergometer, berdasarkan
modifikasi nomogram Åstrand-Ryhming. Giovannetti mengevaluasi kapasitas aerobik
11.305 orang yang bertugas di Angkatan Udara AS dua kali. Pertama, masuk 2003,
kapasitas aerobik diukur dengan menggunakan Åstrand dan uji Ryhming yang
dimodifikasi pada ergometer (USAF SCE - uji ergometri siklus submaksimal). Tes
kedua, digunakan pada tahun 2005, adalah lari lima mil "Fit to Fight". Konsumsi
oksigen maksimal rata-rata dari laki-laki yang diuji adalah 35,83 ± 7,18 ml / kg / menit
pada tahun 2003, yang serupa dengan hasil yang diperoleh dalam pekerjaan ini. Pada
tahun 2005, bagaimanapun, itu jauh lebih baik pada 41,87 ± 5,81 ml / kg / menit [1].
Dalam pekerjaan lain dari tahun 1994, tentara Angkatan USAir dalam kelompok
dengan usia rata-rata 39,3 ± 3,9 tahun yang ditandai dengan kapasitas aerobik rata-
rata 39,9 ± 9,8 ml / kg / menit dalam tes siklus ergometer (CET). Pada tahun 1999,
kapasitas aerobik diuji dalam kelompok yang terdiri dari 8 pilot Angkatan Udara
Australia. Hasil rata-rata adalah 50 ± 6 ml / kg / menit, yang diterjemahkan menjadi
hasil yang baik pada kelompok pasien ini [13]. Namun, karena sampel penelitian yang
sangat kecil, tidak disarankan untuk membuat analisis komparatif dengan kelompok
ini. Nancheva dan Minkovski melakukan studi tentang kapasitas aerobik dengan
sekelompok 135 orang Angkatan Udara Bulgaria dari usia 18 hingga 59 tahun. Para
pilot dibagi menjadi empat kelompok umur. Pada kelompok usia 18 sampai 25 tahun,
konsumsi oksigen maksimal rata-rata adalah 2,94 l / menit (46,15 ml / kg / menit), yang
merupakan nilai tertinggi di antara semua kelompok yang diteliti. Pada kelompok usia
berikutnya, dari 35 hingga 40, hasilnya adalah 3,03 l / menit (35,89 ml / kg / menit),
yang merupakan nilai yang sebanding dengan hasil yang dicapai oleh pilot yang
diperiksa pada kelompok usia 30-39 (34,08 ± 4,99 ml / kg / menit). Pada kelompok
usia 41 sampai 50 konsumsi oksigen maksimal adalah 3,18 l / menit (39,57 ml / kg /
menit). Dalam penelitian ini, kelompok usia yang sama (40-49) menunjukkan hasil
yang lebih rendah, sama dengan 32,97 ± 7,01 ml / kg / menit. Pada kelompok usia di
atas 50, konsumsi oksigen maksimal yang diamati adalah 2,78 l / menit (34,15 ml / kg /
menit). Dengan latar belakang literatur yang disajikan, tingkat kapasitas aerobik pilot
Angkatan Udara Polandia. sesuai dengan batas bawah (33,73 ml / kg / menit) dari
hasil yang diperoleh oleh pilot Angkatan Udara negara lain. Menurut kriteria AHA, itu
dievaluasi sebagai "baik," dan karena itu cukup untuk memungkinkan mereka
melakukan tugas (dalam penerbangan). Menganalisis tingkat kebugaran fisik dan
20

kapasitas aerobik pilot militer yang diperiksa, ditemukan bahwa, dibandingkan dengan
kelompok tentara lain, tingkat kebugaran fisik pilot secara signifikan lebih tinggi. Ketika
kapasitas aerobik dipertimbangkan, hasil pilot lebih rendah daripada pilot Angkatan
Udara Polandia generasi sebelumnya dan pilot dari negara lain. Ini harus menjadi
tanda peringatan untuk mengambil langkah pencegahan terhadap penurunan lebih
lanjut dari tingkat kebugaran fisik. Namun, Perhatian harus diambil agar tidak
menyebabkan efek buruk yang terkait dengan melakukan tugas dalam penerbangan di
pesawat jet. Kami harus ingat bahwa perhatian terhadap kapasitas fisik yang tinggi
dari pilot militer juga dibenarkan oleh fakta bahwa pilot memiliki efisiensi fisik yang
lebih tinggi dan toleransi percepatan yang lebih besar. Selain itu, Oliver-Silva dan
Boullosa menemukan bahwa ada korelasi yang signifikan antara kapasitas latihan,
lemak tubuh, keadaan hidrasi dan kontrol otonom HR selama dan setelah
penerbangan.

BAB III
PENUTUP

Dengan bertambahnya usia yaitu di atas 30 tahun akan terjadi penambahan


lemak tubuh, penurunan otomatis akan menurun secara bertahap yang sudah tentunya
disebabkan karena penurunan kapasitas organ kardiorespirasi (jantung dan paru-paru)
serta juga menunjukkan kemunduran dalam kebugaran dankesehatan jasmani.

Aktivitas fisik (olahraga) sangat berpengaruh terhadap terpeliharanya kapasitas


organ-organ faal tubuh. Terpeliharanya kapasitas organ-organ faal tubuh umumnya dan
21

khususnya organ jantung dan paru-paru. Perubahan-perubahan yang terjadi pada


jantung sebagai akibat melakukan olahraga secara teratur yaitu: (1) meningkatnya
ukuran jantung, (2) menurunnya denyut nadi, (3) meningkatnya isi sekuncup (stroke
volume), (4) meningkatnya volume darah dan hemoglobin, (5) perubahan kepadatan
kapiler dan hypertrophy otot. Sedangkan perubahan yang terjadi pada system reputasi
yaitu: (1) peningkatan ventilasi semenit maksimal, (2) peningkatan efisiensi ventilatori,
(3) peningkatan berbagai macam volume dalam paru-paru, (4) peningkatan kapasitas
difusi.

Dalam beberapa kelompok pekerjaan, mempertahankan tingkat kebugaran fisik


yang tinggi merupakan persyaratan formal. Hal ini terkait dengan kebutuhan untuk
melakukan tugas dalam kondisi lingkungan yang sulit dan beragam, seringkali di bawah
tekanan psikofisik. Pilot Angkatan Udara merupakan salah satu kelompok profesional
semacam itu, dan untuk melakukan tugas dalam penerbangan, mereka dituntut untuk
menjaga kesehatan yang sangat baik dan tingkat kebugaran fisik serta kapasitas
aerobik yang tinggi. Persyaratan tersebut dibenarkan oleh fakta bahwa tugas-tugas
militer dilakukan baik saat di udara maupun di darat. Oleh karena itu, pilot perlu
mendemonstrasikan toleransi G tingkat tinggi, toleransi hipoksia, dan kapasitas tinggi
untuk upaya fisik aerobik. Pengukuran rutin kebugaran jasmani dan kapasitas latihan
memberikan informasi tentang kesiapan pasukan untuk melaksanakan tugas.
Berdasarkan tingkat kebugaran fisik dan kapasitas aerobik kita juga dapat menentukan
apakah tentara tersebut terluka, atau apakah ada gejala penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

C.K. Giam. (2003). Ilmu Kedokteran Olahraga. Jakarta: Binarupa Aksara.

Depdikbud. (1998). Asas-Asas Pengetahuan Umum Olahraga untuk SGO. Jakarta:


Proyek Pengadaan Buku SPG .

Giovannetti J.M., M. Bemben, D. Bemben, J. Cramer (2012) Relationship between


estimated aerobic fitness and injury rates among active duty at an Air Force Base
22

based upon two separate measures of estimated cardiovascular fitness. Mil.


Med., 177, 1:36, 36-40.

Harsono. (1988) Coaching Dan Aspek-Aspek Psikologis Dalam Coaching. Jakarta:


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

H. Harsuki. (2003). Perkembangan Olahraga Terkini (Kajian Paru Pakar). Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.

Jaskólski A., A. Jaskólska (2005) Podstawy fizjologii wysiłku fizycznego z zarysem


fizjologii człowieka (Fundamentals of exercise physiology with the outline of
human physiology). AWF, Wrocław. 4. Kalina R.M. (2001) Metodologiczne
dylematy pomiaru i rozwijania sprawności fizycznej pilota wojskowego
(Methodological dilemmas measure and develop physical fitness military pilot).
Postępy Medycyny Lotniczej, 2(5): 77-93.

Jonathan Kuntaraf, Kathleen L. Kuntaraf. (1992). Olahraga Sumber Kesehatan.


Bandung: Adven Indonesia.

Jusunul Hairy. (2009). Fisiologi Olahraga. Jakarta: Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

(2001). Dasar-Dasar Kesehatan Olahraga. Jakarta: Pusat Penerbitan


Universitas Terbuka.

Me Ardle, W.D. , dkk. (2006). Exercise Physiology, Energy, Nutrition, and Human
Performance. Philadelphia: Lea and Febiger.

Gurah Nala. (1992). Kumpulan Tulisan Olahraga. Denpasar: Koni Propinsi Bali. Sadoso
Sumosardjuno. (1993). Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Olahraga.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Lumb, AB. 2000. High altitude and flying. In: Nunn's applied respiratory physiology.5th
ed. Oxford: ButterwothHeinemann.pp.357-

Sadoso Sumosardjuno. (2002). Panduan Lengkap Bugar Total. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada. Sugiyanto dan Sudjarwo.
23

Sugiyanto, dkk. (1998). Perkembangan dan Belajar Motorik. Jakarta: Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan dasar Dan Menengah Bagian Proyek
Peningkatan Mutu Guru Pendidikan Jasmani Dan Kesehatan SD Setara dll.

Tomczak. Andrzej. (2016). Physical Fitness and Aerobic Capacity of Polish Military
Fighter Aircraft Pilots. Poland : De Gruyter Open.

Anda mungkin juga menyukai