Analisis finansial jangka pendek berfungsi untuk menilai dana yang diinvestasikan
layak atau tidak. Aspek finansial jangka pendek pada usaha Jundy Lele Centre meliputi
Permodalan, Biaya Produksi, Penerimaan (Total Revenue), Revenue Cost Ratio (R/C
Ratio), Keuntungan, Break Event Point (BEP) dan Rentabilitas yaitu penjelasannya sebagai
berikut:
Permodalan
pemilik dalam suatu usaha. Selain itu juga modal dapat digunakan untuk hal-hal yang
produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja
bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya. Sejumlah uang akan
menjadi modal apabila uang tersebut ditanam atau diinvestasikan untuk menjamin adanya
suatu kembalian. Dalam arti ini modal mengacu kepada investasi itu sendiri yang dapat
berupa alat finansial seperti deposito, stok barang ataupun surat saham yang mencerminkan
hak atas sarana produksi, atau berupa sarana produksi fisik (Kadariah & Clive, 1999).
a. Modal Tetap
Jumlah Harga Per Unit Harga Total
No. Jenis Modal Tetap
(Unit) (Rp) (Rp)
1 Serit tiktok 20 55.000 1.100.000
2 Serit Krat 2 150.000 300.000
3 Pompa Air 2 70.000 140.000
4 Seser benih 2 25.000 50.000
5 Seser Panen 1 50.000 50.000
6 Keramba ikan 2 120.000 240.000
7 Timbangan SNI 1 1.050.000 1.050.000
8 Pipa Kontrol 26 20.000 520.000
9 Bak Besar 4 40.000 160.000
10 Ember 1 17.000 17.000
11 Mesin Giling 1 1.700.000 1.700.000
12 Selang 1 77.000 77.000
13 Kapi 1 12.000 12.000
14 Blong/Jerigen 2 35.000 70.000
15 Keranjang 5 30.000 150.000
Total 5.636.000
b. Modal Lancar
Harga Harga Total Harga
No. Jenis Jumlah Satuan (Rp) Per Total (Rp)
(Rp) Siklus Per Tahun
1 Benih Ikan Lele 10.000 150 1.500.000 9.000.000
2 Pakan PF 1000 1 161.000 161.000 966.000
3 Pakan LP -1 2 323.000 646.000 3.876.000
4 Pakan LP -2 4 317.000 1.268.000 7.608.000
5 Pakan LP -3 4 308.000 1.232.000 7.392.000
6 Ikan Laut (Rucah) 2.000 2.700 5.400.000 32.400.000
7 Obat Cacar 1 25.000 25.000 150.000
8 Obat Tetes Tebu 1 10.000 10.000 60.000
Total 10.242.000 61.452.000
= Rp 5.636.000 + Rp 61.452.000
d. Modal Kerja
Nilai modal kerja sama dengan Total Biaya (TC) yang berasal dari penjumlahan biaya tetap
dan biaya variabel. Pada usaha budidaya pembesaran ikan lele Jundy Lele Centre modal
Biaya total atau biaya produksi adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi
yang terdiri dari biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead
pabrik. Biaya produksi merupakan sumber ekonomi yang dikorbankan untuk menghasilkan
keluaran. Nilai keluaran diharapkan lebih besar daripada masukan yang dikorbankan untuk
terhadap laba. Laba yang diperoleh akan semakin besar jika biaya produksi yang
TC = FC + VC
Dimana :
a. Biaya Tetap
Harga Total (Rp) Harga Total (Rp)
No. Jenis
Per Bulan Per Tahun
1 Penyusutan 1,263,200 15,158,400
2 Perawatan 500,000 6,000,000
3 Listrik 500,000 6,000,000
4 Tenaga kerja 2,000,000 24,000,000
Jumlah 4,263,200 51,158,400
b. Biaya Variabel
Harga Harga Total Harga
No. Jenis Jumlah Satuan (Rp) Per Total (Rp)
(Rp) Siklus Per Tahun
1 Benih Ikan Lele 10.000 150 1.500.000 9.000.000
2 Pakan PF 1000 1 161.000 161.000 966.000
3 Pakan LP -1 2 323.000 646.000 3.876.000
4 Pakan LP -2 4 317.000 1.268.000 7.608.000
5 Pakan LP -3 4 308.000 1.232.000 7.392.000
6 Ikan Laut (Rucah) 2.000 2.700 5.400.000 32.400.000
7 Obat Cacar 1 25.000 25.000 150.000
8 Obat Tetes Tebu 1 10.000 10.000 60.000
Total 10.242.000 61.452.000
= Rp 51,158,400 + Rp 61.452.000
= Rp 112.610.400
Penerimaan (Total Revenue)
Penerimaan berasal dari hasil penjualan produk-produk yang dihasilkan oleh suatu
usaha. Nilai penjualan yang didapatkan merupakan hasil dari perkalian antara harga jual per
kilogram dengan volume yang dihasilkan per tahun. Penerimaan yang semakin banyak akan
2017).
TR = P x Q
Dimana :
TR = Q x P
TR = Q x P
= 1000 x Rp 15.700
= Rp 15.700.000
Penerimaan dalam satu tahun (365 hari) jika per hari menjual 1000 kg ikan
TR = Q x P
= 365.000 x Rp 15.700
= Rp 188.400.000
Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)
Revenue Cost Ratio adalah suatu pengujian analisa kelayakan dengan perbandingan
antara total pendapatan dengan total biaya yang dikeluarkan. Kriteria perhitungan kelayakan
analisis R/C Ratio jika R/C Ratio > 1, maka usaha yang dijalankan mengalami keuntungan
atau layak untuk dikembangkan. Jika hasil dari perhitungan R/C Ratio < 1, maka usaha
tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan. Jika nilai R/C Ratio = 1,
maka usaha yang dijalankan berada pada titik impas (Aryawan, Rahyuda, & Ekawati, 2017).
Dimana:
Kriteria yang digunakan dalam perhitungan analisis R/C Ratio sebagai berikut:
Jika nilai R/C rasio > 1 usaha dikatakan layak dan menguntungkan,
Jika nilai R/C rasio < 1 usaha dikatakan tidak layak dan tidak menguntungkan,
Jika nilai R/C rasio = 1 usaha dikatakan impas (tidak untung dan tidak rugi).
R/C Ratio =
= 1,673
Keuntungan
yang direalisasi yang timbul dari transaksi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan
sangat bergantung pada ketepatan pengukuran pendapatan dan biaya. Keuntungan juga
merupakan angka yang penting dalam laporan keuangan karena berbagai macam alasan.
Salah satu alasannya sebagai perhitungan pajak, pedoman dalam menentukan kebijakan
Keuntungan (π)
Dimana: π = TR – TC
a. Keuntungan
π = TR - TC
= Rp 188.400.000 – Rp 112.610.400
= Rp 75.789.600
EBZ = π
Zakat = EBZ x 2,5%
EAZ = EBZ – Zakat
EBZ = Rp 75.789.600
= Rp 73.894.860
Break Event Point (BEP)
Break Even Point atau BEP adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari
jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk
Produksi adalah sebagai berikut, jika BEP Produksi < Jumlah Produksi, maka usaha berada
pada posisi menguntungkan. Jika BEP Produksi = Jumlah Produksi, maka usaha berada
pada posisi titik impas atau tidak laba/tidak rugi. Jika BEP Produksi > Jumlah Produksi maka
usaha berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Sementara untuk BEP Harga
kriterianya adalah jika BEP Harga < Harga Jual, maka usaha berada pada posisi yang
menguntungkan. Jika BEP Harga = Harga Jual, maka usaha berada pada posisi titik impas
atau tidak laba/tidak rugi. Jika BEP Harga > Harga Jual, maka usaha berada pada posisi
Dimana:
S = Volume Penjualan
Dimana:
= 4.835,8445977881
b. BEP Sales
BEP (s) =
= Rp 75.922.760
Untuk menentukan apakah nilai tesebut sama dengan BEP sales maka dengan cara
= Rp 75.922.760
Rentabilitas
periode tertentu. Tujuan dari setiap perusahaan adalah mencapai laba maksimum dari
penggunaan dana yang ada. Rentabilitas perusahaan menunjukkan hubungan antar laba
dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut efisien atau tidak dalam
laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Rentabilitas merupakan
tingkat rentabilitas untuk ukuran dari efisien suatu perusahaan merupakan cara yang baik,
jadi jelaslah rentabilitas merupakan hal yang penting perusahaan untuk mengukur efisien
Rentabilitas = x 100%
Dimana:
Rentabilitas = x 100%
Rentabilitas = x 100%
= x 100%
= 65,62%
NO Analisis Jangka Pendek Hasil Analisis
Rp
1 Modal Tetap 5.636.000 Modal Sendiri
Rp
2 Modal Kerja 112.610.400 Modal Sendiri
Rp
3 Total Biaya (TC) 112.610.400 Modal Sendiri
Rp
4 Penerimaan (TR) 188.400.000 Penerimaan Total/tahun
5 R/C Ratio 1,673 >1 (menguntungkan)
Rp
6 Keuntungan 73.894.860 > 0 (menguntungkan)
7 Rentabilitas 65,62% > 12% (tingkat suku bunga) layak
Rp
8 BEP Sales 75.922.760
9 BEP Unit 4836
Analisis Finansial Jangka Panjang
Analisis jangka panjang dalam penelitian ini meliputi perhitungan Net Present Value
(NPV), Net B/C Ratio, Internal Rate of Return (IRR), Payback Periode (PP) dan Analisis
Sensitivitas. Berikut merupakan hasil dan penjelasan dari masing-masing perhitungan yang
digunakan:
Net Present Value (NPV) merupakan salah satu kriteria perhitungan investasi untuk
menghitung apakah suatu usaha yang dijalankan layak atau tidak layak. Bila nilai NPV
positif (NPV > 0), usaha yang dijalankan tersebut layak untuk diteruskan. Apabilla nilai NPV
yang diperoleh negatif (NPV < 0) maka usaha yang dijalankan tidak layak untuk diteruskan
(Asrida, 2017).
Net Present Value (NPV) merupakan manfaat bersih yang diterima selama umur
proyek pada tingkat diskonto tertentu. Ukuran ini bertujuan untuk menghasilkan alternatif
yang dipilih karena adanya kendala biaya modal, dimana usaha ini memberikan NPV biaya
yang sama atau NPV penerimaan yang kurang lebih sama setiap tahun. Nilai NPV bernilai
positif berarti investasi pada usaha tersebut dapat dilanjutkan, sedangkan jika NPV bernilai
negatif berarti sebaiknya investasi tersebut dihentikan (Kasmir & Jakfar, 2003). Menghitung
Net Present Value (NPV) diperlukan selisih antara pendapatan dan biaya atau yang lebih
dikenal dengan Net Benefit (keuntungan bersih). Proceeds yang digunakan dalam
perhitungan NPV ialah cash flows yang didiskontokan atas dasar biaya modal atau rate of
return yang diinginkan. Jumlah PV dari keseluruhan proceeds yang diharapkan lebih besar
dibandingkan PV dari investasi awal yang diberikan, maka usul investasi dapat diterima
Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara benefit (penerimaan) dengan
cost (pengeluaran) yang telah di present value kan. Pada usaha Jundy Lele Centre
diperoleh nilai NPV sebesar Rp421.103.651 yang berarti usaha ini layak karena nilai NPV >
0. Nilai tersebut merupakan penerimaan kas bersih yang diterima usaha ini selama sepuluh
tahun periode analisis. Dari data tersebut didapatkan nilai positif dan lebih besar dari nol
yang menunjukkan bahwa nilai arus kas masuk lebih besar daripada nilai kas keluar,
sehingga usaha ini layak untuk dilanjutkan dalam jangka panjang. Rincian perhitungan nilai
Net Present Value (NPV) pada usaha Jundy Lele Centre dapat dilihat pada Lampian 1.
o Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C adalah perbandingan antara net benefit yang telah di discount positif dengan
jumlah net benefit yang telah di discount negatif, yang menunjukkan gambaran berapa kali
lipat benefit akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Jika nilai Net B/C lebih besar dari 1
berarti gagasan usaha/proyek tersebut layak untuk dikerjakan. Apabila Net B/C sama
dengan 1 berarti cash inflow sama dengan cash outflow. Present value disebut dengan
break even point (BEP), yaitu total cost sama dengan total revenue (Kabul, 2016).
Analisis Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah suatu alat analisis yang tujuannya
digunakan untuk melihat pendapatan relatif pada suatu perusahaan yang sedang dijalankan
(Yudaswara, Rizal, Pratama, & Suryana, 2018). Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah
besarnya manfaat tambahan pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Net B/C
merupakan perbandingan antara nilai sekarang (present value) dari net benefit yang positif
dengan net benefit yang negatif. Proyek layak dilanjutkan bila Net B/C lebih besar dari satu.
Apabila nilai Net B/C Ratio lebih besar dari 1, maka usaha tani tersebut layak untuk dilakukan
dan dikembangkan. Sebaliknya, apabila nilai Net B/C Ratio lebih kecil dari 1, maka usaha
tersebut tidak layak untuk diusahakan dan dikembangkan. Jika nilai Net B/C sama dengan
nol, maka pada kondisi ini terjadi titik impas. Titik impas disini berarti bahwa usaha tersebut
tidak mengalami keuntungan juga tidak mengalami kerugian (Gray, Simanjuntak, Lien,
Dari hasil penelitian nilai Net Benefit Cost Ratio Net B/C dalam keadaan normal pada
usaha Jundy Lele Centre yaitu sebesar 75,72. Nilai ini menunjukkan perbandingan
penerimaan lebih besar daripada jumlah biaya yang dikeluarkan oleh usaha tersebut,
dengan kata lain usaha Jundy Lele Centre akan mendapatkan tambahan penerimaan
sebesar 75,72 dari setiap pengeluaran dan karena nilai Net B/C yang diperoleh lebih besar
dari 1, maka usaha yang dijalankan oleh usaha Jundy Lele Centre layak untuk dilanjutkan
dalam jangka panjang. Rincian perhitungan nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) pada
Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat bunga maksimum yang membuat
usaha atau industri akan mengembalikan semua investasi selama umur usaha atau industri.
Suatu usaha atau industri akan diterima bila IRR-nya lebih besar dari opportunity cost of
capital atau lebih besar dari suku bunga yang didiskonto yang telah ditetapkan, dan pada
kondisi sebaliknya maka industri atau usaha akan ditolak. Jika nilai IRR yang dihasilkan
lebih kecil dengan nilai suku bunga yang berlaku sebagai social discount rate, artinya usaha
Internal rate of return merupakan alat mengukur tingkat pengembalian hasil intern.
Investasi dikatakan layak dilanjutkan jika IRR lebih besar dari tingkat diskonto, sedangkan
jika IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek tersebut tidak layak dilanjutkan
(Yudaswara, Rizal, Pratama, & Suryana, 2018). Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku
bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu
investasi dinyatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku. IRR adalah
tingkat discount yang akan menyebabkan NPV sama dengan nol, karena present value cash
inflow pada tingkat discount tersebut akan sama dengan initial investment. Kriteria
pengukuran pada analisis Internal Rate of Return (IRR) ini adalah apabila IRR > i, maka
investasi layak secara finansial. Apabila nilai IRR < i, maka investasi tidak layak secara
finansial, sedangkan jika nilai IRR = i, maka investasi yang dilakukan berada pada posisi titik
Internal Rate Of Return (IRR) adalah tingkat penghasilan dan profitabilitas indeks
merupakan metode yang menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan kas
bersih di masa yang akan datang (proceeds) dengan nilai sekarang investasi (outlays).
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui efisiensi suatu usaha. Dari hasil penelitian
pada usaha Jundy Lele Centre diperoleh nilai IRR dalam keadaan normal sebesar 1343%.
Usaha tersebut dapat dikatakan layak karena nilai IRR > 12%. Dimana 12% tersebut
merupakan tingkat suku bunga di bank saat ini. Hal ini berarti, tingkat pengembalian yang
hasilkan dari investasi pada pengembangan usaha ini lebih besar dibandingkan tingkat
pengembalian yang dihasilkan dari investasi yang dilakukan pada bank. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa usaha Jundy Lele Centre dapat dikatakan layak untuk dilanjutkan dalam
jangka panjang. Rincian perhitungan nilai Internal Rate Of Return (IRR) pada usaha Jundy
Payback period (waktu balik modal) adalah waktu yang dibutuhkan suatu usaha
untuk mengembalikan modal yang sudah digunakan untuk melakukan proses produksi.
Ibarat menanam benih, payback period adalah berapa lama waktu yang dibutuhkan hingga
panen. Jika waktu yang diperlukan semakin pendek, maka usaha yang dilakukan baik untuk
Payback Period adalah suatu alat analisis yang digunakan dengan tujuan untuk
dihitung mulai dari permulaan usaha sampai dengan 12 arus nilai pendapatan produksi
tambahan hingga mencapai jumlah keseluruhan investasi yang ditanamkan pada suatu
usaha (Mukti, Haryono, & Marlina, 2017). Payback period dalam suatu investasi menunjukan
berapa lama (jangka waktu) yang diisyarakatkan untuk mengembalikan investasi awal yang
ditanamkan. Semakin pendek payback period maka semakin kecil resiko yang akan
dihadapi oleh investor, sebaliknya semakin panjang payback period maka semakin besar
Payback Period (PP) merupakan metode yang digunakan untuk menghitung lama
periode yang diperlukan untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan untuk usaha yang
dijalankan. Dari hasil penelitian pada usaha Jundy Lele Centre diperoleh nilai PP sebesar
0,08. Dapat dikatakan bahwa kemampuan usaha Jundy Lele Centre dalam mengembalikan
modal investasi membutuhkan waktu selama 0,08 tahun atau 0,99 bulan atau 30 hari.
Rincian perhitungan nilai Payback Pariod (PP) dapat dilihat pada Lampian 1.
o Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas merupakan metode analisis yang bertujuan untuk melihat berapa
jauh tingkat kepekaan arus kas terhadap perubahan-perubahan variabel yang terjadi.
Beberapa variabel yang dapat mengalami perubahan antara lain kenaikan biaya, hasil
produksi, dan harga. Tingkat persentase dari perubahan biaya dan manfaat akan
menunjukkan apakah proyek sensitif terhadap perubahan yang terjadi atau tidak. Analisis
sensitivitas dapat dilakukan saat kondisi usaha mengalami kenaikan biaya, penurunan
benefit, dan kenaikan biaya sekaligus penurunan benefit pada usaha (Wiyanti, Budiasa, &
Ustriyana, 2019).
Analisis sensitivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui akibat dari
memperhitungkan risiko kerugian dengan menurunkan dan atau menaikkan biaya dan atau
pendapatan dari suatu usaha. Analisis sensitivitas juga dapat diartikan sebagai laju
dapat diketahui dan diantisipasi sebelumnya (Fathurohman, Bakar, & Ftria, 2014). Dampak
perubahan yang terjadi terhadap kelayakan proyek atau usaha dapat diketahui setelah
melakukan analisis, pada tingkat mana proyek atau usaha masih layak dijalankan. Analisis
sensitivitas dilakukan dengan menghitung IRR, NPV, dan payback period pada beberapa
skenario perubahan yang mungkin terjadi. Setalah dilakukan perhitungan pengaruh dari
perubahan masing-masing variabel terhadap arus kas, maka akan dapat diketahui variabel-
variabel mana saja yang berpengaruh besar dan berpengaruh kecil terhadap arus kas.
Semakin kecil arus kas yang ditimbulkan dari suatu proyek atau usaha maka akan
mengurangi NPV dari usaha tersebut yang berarti usaha tersebut semakin tidak layak untuk
Analisis sensitivitas pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
kepekaan usaha terhadap perubahan biaya dan manfaat. Terdapat tiga kondisi usaha yang
diasumsikan dalam analisis ini. Asumsi pertama yaitu ketika biaya yang dikeluarkan
mengalami kenaikan namun benefit yang didapatkan tetap. Asumsi kedua yaitu ketika
benefit yang didapatkan menurun namun biaya yang dikeluarkan tetap. Asumsi ketiga yaitu
ketika biaya yang dikeluarkan naik dan benefit yang didapatkan turun. Sehingga pada
kondisi ini pemilik usaha harus bisa mengawasi dan memperkirakan perubahan biaya dan
manfaat agar usaha yang dijalankan tetap dalam kondisi layak untuk terus dijalankan.
Berikut merupakan analisis sensitivitas yang dilakukan pada usaha Jundy Lele Centre
1. Skenario 1 (Asumsi Biaya Naik 25% menjadi 125% dan Benefit Tetap)
Untuk mengetahui usaha Jundy Lele Centre layak atau tidak, maka diasumsikan
biaya naik sebesar 25% menjadi 125% dan benefit tetap. Hasil analisis sensitivitas pada
usaha Jundy Lele Centre dengan asumsi biaya naik 25% menjadi 125% dan benefit tetap
diperoleh hasil NPV yaitu sebesar Rp228.323.984 dimana hasil NPV lebih dari 1 dan bernilai
positif. Kemudian nilai Net B/C diperoleh sebesar 47,49 dimana nilai tersebut lebih dari 1.
Perhitungan nilai IRR diperoleh sebesar 842,8% dan perhitungan nilai payback period (PP)
diperoleh sebesar 0,13 tahun. Maka berdasarkan asumsi tersebut, dapat dikatakan bahwa
usaha Jundy Lele Centre ini tidak sensitif terhadap biaya yang naik sebesar 25% dan usaha
layak untuk dijalankan. Rincian perhitungan analisis sensitivitas skenario 1 dengan asumsi
biaya naik 25% dan benefit tetap dapat dilihat pada Lampian 2.
2. Skenario 2 (Asumsi Biaya Tetap dan Benefit Turun 15% menjadi 85%)
Untuk mengetahui usaha Jundy Lele Centre layak atau tidak, maka diasumsikan
biaya tetap dan benefit turun sebesar 15% menjadi 85%. Hasil analisis sensitivitas pada
usaha Jundy Lele Centre dengan asumsi biaya tetap dan benefit turun sebesar 15%
menjadi 85% diperoleh hasil NPV yaitu sebesar Rp227.782.168 dimana hasil NPV lebih dari
1 dan bernilai positif. Kemudian nilai Net B/C diperoleh sebesar 47,39 dimana nilai tersebut
lebih dari 1. Perhitungan nilai IRR diperoleh sebesar 840,85% dan perhitungan nilai payback
period (PP) diperoleh sebesar 0,13 tahun. Maka berdasarkan asumsi tersebut, dapat
dikatakan bahwa usaha Jundy Lele Centre ini tidak sensitif terhadap benefit yang turun
sebesar 15% dan usaha layak untuk dijalankan. Rincian perhitungan analisis sensitivitas
skenario 2 dengan asumsi biaya tetap dan benefit turun sebesar 15% dapat dilihat pada
Lampian 3.
3. Skenario 3 (Asumsi Biaya Naik 15% menjadi 115% dan Benefit Turun 10% menjadi
90%)
Untuk mengetahui usaha Jundy Lele Centre layak atau tidak, maka diasumsikan
asumsi biaya naik 15% menjadi 115% dan benefit turun 10% menjadi 90%. Hasil analisis
sensitivitas pada usaha Jundy Lele Centre dengan asumsi asumsi biaya naik 15% menjadi
115% dan benefit turun 10% menjadi 90% diperoleh hasil NPV yaitu sebesar
Rp190.089.329 dimana hasil NPV lebih dari 1 dan bernilai positif. Kemudian nilai Net B/C
diperoleh sebesar 39,90 dimana nilai tersebut lebih dari 1. Perhitungan nilai IRR diperoleh
sebesar 707,9% dan perhitungan nilai payback period (PP) diperoleh sebesar 0,16 tahun.
Maka berdasarkan asumsi tersebut, dapat dikatakan bahwa usaha Jundy Lele Centre ini
tidak sensitif terhadap biaya yang naik sebesar 15% dan benefit yang turun sebesar 10%
dan usaha layak untuk dijalankan. Rincian perhitungan analisis sensitivitas skenario 3
dengan asumsi biaya yang naik sebesar 15% dan benefit yang turun sebesar 10% dapat
Untuk mengetahui usaha Jundy Lele Centre layak atau tidak, maka diasumsikan
asumsi biaya naik 20% menjadi 120% dan benefit turun 15% menjadi 85%. Hasil analisis
sensitivitas pada usaha Jundy Lele Centre dengan asumsi asumsi biaya naik 20% menjadi
120% dan benefit turun 15% menjadi 85% diperoleh hasil NPV yaitu sebesar Rp114.161.834
dimana hasil NPV lebih dari 1 dan bernilai positif. Kemudian nilai Net B/C diperoleh sebesar
24,81 dimana nilai tersebut lebih dari 1. Perhitungan nilai IRR diperoleh sebesar 439,72%
dan perhitungan nilai payback period (PP) diperoleh sebesar 0,25 tahun. Maka berdasarkan
asumsi tersebut, dapat dikatakan bahwa usaha Jundy Lele Centre ini tidak sensitif terhadap
biaya yang naik sebesar 20% dan benefit yang turun sebesar 15% dan usaha layak untuk
dijalankan. Rincian perhitungan analisis sensitivitas skenario 4 dengan asumsi biaya naik
sebesar 20% dan benefit turun sebesar 15% dapat dilihat pada Lampian 5.
5. Skenario 5 (Asumsi Biaya Naik 25% menjadi 125% dan Benefit Turun 25% menjadi
75%)
Untuk mengetahui usaha Jundy Lele Centre layak atau tidak, maka diasumsikan
asumsi biaya naik 25% menjadi 125% dan benefit turun 25% menjadi 75%. Hasil analisis
sensitivitas pada usaha Jundy Lele Centre dengan asumsi biaya naik 25% menjadi 125%
dan benefit turun 25% menjadi 75% diperoleh hasil NPV yaitu sebesar Rp -4.090.322
dimana hasil NPV kurang dari 1 dan bernilai negatif. Kemudian nilai Net B/C diperoleh
sebesar 0,27 dimana nilai tersebut kurang dari 1. Perhitungan nilai IRR diperoleh sebesar -
4,35% dan perhitungan nilai payback period (PP) diperoleh sebesar 11,75 tahun. Maka
berdasarkan asumsi yang dilakukan tersebut, dapat dikatakan bahwa usaha Jundy Lele
Centre ini akan sensitif terhadap biaya yang naik 25% dan benefit yang turun 25% dan
usaha menjadi tidak layak untuk dijalankan. Rincian perhitungan analisis sensitivitas
skenario 5 dengan asumsi biaya naik 25% dan benefit turun 25% dapat dilihat pada
Lampian 6.
Kesimpulan Hasil Analisis Sensitivitas
Hasil analisis sensitivitas dari kelima skenario yang dilakukan dengan membuat
asumsi biaya naik, asumsi benefit turun, dan asumsi biaya naik dan benefit turun pada usaha
Biaya naik dari beberapa faktor produksi sangat berpengaruh terhadap usaha yang
dijalankan. Terutama ketika terjadi kenaikan terhadap biaya bahan baku, biaya produksi, dan
biaya yang lainnya karena hal tersebut merupakan faktor terpenting dalam menjalankan
usaha pembesaran ikan lele konsumsi. Dengan adanya asumsi-asumsi di atas maka dapat
menggambarkan apa yang akan terjadi pada usaha Jundy Lele Centre kedepannya. Kondisi
ini merupakan batas akhir dimana usaha akan dapat dikatakan layak atau tidak untuk
dilanjutkan.
Lampiran 1. Hasil Analisis Finansial Jangka Panjang pada Usaha Jundy Lele Centre (2020-2030)
Lampiran 2. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Jundy Lele Centre Skenario 1
Lampiran 3. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Jundy Lele Centre Skenario 2
Lampiran 4. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Jundy Lele Centre Skenario 3
Lampiran 5. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Jundy Lele Centre Skenario 4
Lampiran 6. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Jundy Lele Centre Skenario 5