BRONKOPNEUMONIA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Lab. Klinik Keperawatan Di Ruang Anggrek RSNU
Mangir Banyuwangi
Oleh:
Nafisaturrohmah
(201902032)
BANYUWANGI
2021
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 2019.02.032
Judul : LAPORAN PENDAHULUAN BRONKOPNEUMONIA
Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:
Hari :
Tanggal :
Disusun oleh :
Nafisaturrohmah
NIM: 201902032
Disahkan oleh
B. ETIOLOGI
Secara umum bronkopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan
tubuh terhadap virus virulensi organisme patogen. Orang normal dan sehat mempunyai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas: reflek glotis
dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari
organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya brokopneumonia disebabkan oleh virus, jamur, bakteri, protozoa,
mikrobakteri, mikroplasma, dan riketsia (Sandra M. Nettiria, 2011) antara lain:
1. Bakteri: Steptococcus, Staphylacoccus, Haemophilus Influenza, Klebsiela
2. Virus: Legionella Pneumonia
3. Jamur: Aspergillus Spesies, Candida Albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung kedalam paru-paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama
1. Faktor Infeksi
a. Pada Neonatus: Streptococcus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
b. Pada Bayi:
1) Virus: virus parainfluenza, Virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus
2) Organisme Atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis
3) Bakteri: Streptococcus pneuomonia, H. Influenza, Mycobacterium
tuberculosa, Bordella pertusis
c. Pada Anak-anak:
1) Virus: Parainfluenza, Influenza virus, Adenovirus, RSV
2) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia
3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
d. Pada anak besar – dewasa muda:
1) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
2) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. Tuberculosis
2. Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi:
a. Bronkopneumonnia Hidrokarbon
Terjadi karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung. Zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin
b. Bronkopneumonia lipoid
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal
termasuk jeli petroleum. Setiapkeadaan yang mengganggu mekanisme
menelan seperti palatokizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal,
atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang
sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang
terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi
bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
C. KLASIFIKASI
Hariadi (2010) membuat klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan
epidemilogi serta letak anatomi.
a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi
1) Pneumonia Komunitas (PK) adalah pneumonia infeksius pada seseorang yang
tidak menjalani rawat inap di rumah sakit
2) Pneumonia Nosokomial (PN) adalah pneumonia yang diperoleh selama perawatan
di rumah sakit atau sesudahnya karena penyakit lain atau prosedur.
3) Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari lambung, baik
ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada paru bukan merupakan
infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena bahan teraspirasi mungkin
mengandung bakteri aerobic atau penyebab lain dari pneumonia.
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia yang terjadi
pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi
1) Pneumonia lobaris Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian besar
dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai
pneumonia bilateral atau “ganda”.
2) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) Bronkopneumonia terjadi pada ujung
akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk
bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya.
3) Pneumonia interstisial Proses implamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar
(interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular (Wong, 2004)
D. PATOFISIOLOGI
Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melaui
saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke
alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronchus
atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya.
Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secara
progresif ke perifer sampai seluruh lobus. Dimana proses peradangan ini dapat dibagi
dalam empat (4) tahap, antara lain :
1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam)
Dimana lobus yang meradang tampak warna kemerahan, membengkak, pada
perabaan banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan kemerahan (eksudat
masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi)
2. Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel darah merah
fibrinosa, lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura yang berdekatan
mengandung eksudat fibrinosa kekuningan).
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Dimana paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa terjadi konsolidasi di
dalam alveolus yang terserang dan eksudat yang ada pada pleura masih ada bahkan
dapat berubah menjadi pus.
4. Stadium Resolusi (7 – 11 hari)
Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada
struktur semua (Sylvia Anderson Pearce, 1995 dalam putri 2011)
Menurut Muscari (2005) Bronkopneumonia berasal dari pneumonia yang meluas
peradangannya sampai ke bronkus. Bronkopneumonia biasanya diawali dengan infeksi
ringan pada saluran pernapasan atas, seiring dengan perjalanan penyakit maka hal itu
akan menyebabkan peradangan parenkim.
E. PATHWAY
Virus, Bakteri, Jamur
Proses peradangan
Infeksi saluran cerna Dilatasi pembuluh Peradangan
darah
Akumulasi secret di bronkus
Peningkatan flora Peningkatan suhu
normal di usus Eksudat masuk tubuh
alveoli
Bersihan Mucus dibronkus
jalan napas Peristaltic usus Hipertermi
tidak efektif
Bau mulut tidak
sedap Malabsorpsi Gangguan difusi Suplai O2 dalam
gas darah
Anoreksia
Frekuensi BAB
>3x/Hari Hipoksia
Gangguan
Intake pertukaran gas
Gangguan Fatique
a. Nafas cepat
1) Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
2) Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit
3) Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
4) Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit
b. Suara merintih pada bayi
c. Pada auskultasi terdengar :
1) Crackles (ronki)
2) Suara pernapasan menurun
3) Suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai :
a. Tidak dapat minum/makan atau memuntahkan semuanya
b. Kejang, letargis atau tidak sadar
c. Sianosis
d. Distress pernapasan berat
G. KOMPLIKASI
a. Atelektasis: Pengembangan paru yang tidak sempurna
b. Emfisema : Terdapat push pada rongga pleura
c. Abses paru: Pengumpulan push pada jaringan paru yang meradang
d. Endokarditis : Peradangan pada endometrium
e. Meningitis : Peradangan pada selaput otak
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Nurarif dan Hardhi (2013), untuk dapat menegakkan diagnosa
keperawatan dapat dilakukan pemeriksaan:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
b. Pemeriksaan sputum
c. Analisa gas darah
d. Kultur darah
e. Sampel darah, sputum dan urin
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgen Thorax
b. Laringoskopi/ bronkoskopi
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2
macam yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012: Bradley et.al., 2011)
1. Penatalaksanaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang PaO2 pada
analisis gas darah >60 torr
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72
jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,
atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pneumonia ringan amoklisin 10-25 mg/kgBB/dosis (diwilayah dengan
angak resistensi penisilin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari)
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d produksi mukus pada paru dan
ketidakefektifan batuk.
2. Hipertermi b.d adanya bakteri dan infeksi virus
3. Intoleransi aktivitas b.d ketedikseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran
oksigen
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi
Menurut Asmadi (2008), implementasi keperawatan di bagi menjadi 3 :
1. Independent : yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerja sama tanpa petunjuk
dokter atau tenaga medis lainnya
2. Interdependent : yaitu suatu tindakan yang memerlukan kerja sama dari tenaga
kesehatan lainnya
3. Dependent : berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis/intrsuksi
dari tenaga medis
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan
untuk mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang
dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Dokumentasi Keperawatan, 2017). Pada
tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan
mengevaluasi selama proses keperawatan berlangsung atau menilai dari respon pasien
disebut evaluasi proses dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang
diharapkan disebut evaluasi hasil.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/presentation/372963693/Asuhan-Keperawatan-Bronchopneumonia-Pada-
Anak diakses pada 03 Agustus 2021 pukul 05.00
LEMBAR KONSUL
Nama : Nafisaturrohmah
NIM : 201902032