Anda di halaman 1dari 95

RINGKASAN MATERI

A. DERAJAT DAN LUAS LUKA BAKAR


1. Luas luka bakar pada orang dewasa
 Kepala+leher :9%
 Dada :9%
 Perut :9%
 Punggung :9%
 Bokong :9%
 Lengan+tangan kanan :9%
 Lengan+tangan kiri :9%
 Paha kanan :9%
 Paha kiri :9%
 Betis-kaki kanan :9%
 Betis-kaki kiri :9%
 Perineum dan genetalia : 1 %
2. Luas luka bakar pada anak
 Kepala dan leher : 18 %
 Dada :9%
 Perut :9%
 Punggung :9%
 Bokong :9%
 Lengan+tangan kanan :9%
 Lengan+tangan kiri :9%
 Paha kanan : 6,75%
 Paha kiri : 6,75 %
 Betis-kaki kanan : 6,75 %
 Betis-kaki kiri : 6,75 %
 Perineum dan genetalia : 1 %

1
3. Derajat luka bakar
a) Luka bakar derajat I
 Mengenai lapisan epidermis
 Adanya eritema
 Nyeri
 Tidak ada bulla
 Nyeri akan hilang dalam waktu 24 jam
b) Luka bakar derajat II
 Epidermis yang diatasnya akan terlepas dari dermis
 Warna kemerahan
 Timbul gelembung-gelembung ( disebut vesikula bila kecil, bulla
bila besar) yang berisi cairan plasma
c) Luka bakar derajat III
 Terkena seluruh dermis
 Tidak timbul gelembung
 Kulit menjadi seperti perkamen, hijau keabu-abuan

B. RUMUS KEBUTUHAN CAIRAN UNTUK LUKA BAKAR


1. Dewasa : 4 cc x BB x luas luka bakar/24 jam
Contoh : seorang laki-laki umur 28 tahun datang ke UGD dengan luka
bakar 30%, BB= 60 kilo. Berapa cairan yang diberikan dalam 8
jam pertama?
Jawaban : 4 x BB x luas luka bakar
= 4 x 60 x 30
= 7200
½ diberikan dalam 8 jam pertama = 3600
½ diberikan dalam 16 jam berikutnya = 3600
Untuk cairan : ½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama dan ½
jumlah cairan diberikan 16 jam berikutnya.

2
2. Anak : 2 cc x BB x luas luka bakar + kebutuhan faali
Kebutuhan Faali :
< 1 tahun : Berat Badan x 100 cc
1-3 tahun : Berat Badan x 75 cc
3-5 tahun : Berat Badan x 50 cc

C. RUMUS CAIRAN INFUS


Faktor tetesan
Makro 1 cc = 20 tetes
Mikro 1 cc = 60 tetes
Transfusi set 1 cc = 15 tetes
Tetesan : kebutuhan cairan x faktor tetesan
Lama pemberian(jam) x 60
Kebutuhan cairan : tetesan x 60 x jam
Set
Lama pemberian/Jam : volume cairan x faktor tetesan
Tetesan x 60
1. RUMUS PENGHITUNGAN OBAT PADA ANAK
Dosis anak : Permintaan x Pelarut
Sediaan yang ada
Contoh :
Seorang anak berusia 8 tahun dengan BB : 20 kg mendapat terapi
injeksi cefotaxime 3 x 250 mg. Perawat mengencerkan cefotaxime
1 gram dengan larutan aquadest menjadi 5 cc. Berapa cc dosis
yang diberikan pada anak tersebut ?

Jawab : permintaan x pelarut


Sediaan yang ada
= 250 x 5
1000 ( 1 gram = 1000 mg)
= 1250

3
1000
= 1,25 cc
Jadi 1,25 cc yang diambil untuk diberikan pada anak tersebut.
2. PRINSIP ETIK KEPERAWATAN
a. Autonomy (mandiri)
Berkaitan dengan hak seseorang (pasien) untuk mengambil
keputusan bagi dirinya
b. Beneficence (berbuat baik)
Sebagai perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
senantiasa selalu memberikan yang terbaik sehingga sebagai
anggota profesi selalu bersikap untuk meningkatkan mutu
pelayanan yang baik
c. Non maleficence (tidak merugikan orang lain)
Tidak menimbulkan kerugian atau cedera bagi orang lain.
d. Veracity (jujur)
Menyampaikan sesuatu dengan benar, tidak berbohong
e. Justice (adil)
Berlaku adil kepada semua orang, tidak membedakan pasien
yang dirawatnya
f. Fidelity (komitmen)
Setia atau loyal dengan kesepakatan atau tanggung jawab yang
diemban.
g. Confidelity (rahasia)
Menjaga kerahasiaan.
3. JENIS MODEL ASUHAN KEPERAWATAN
a. Fungsional
Model fungsional dilakukan karena terbatasnya jumlah dan
kemampuan perawat. Setiap perawat hanya melakukan 1-2
jenis intervensi keperawatan misalnya perawatan luka dan
pengobatan kepada semua pasien di bangsal.
b. Tim

4
Model ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang
berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
sekelompok pasien.
Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim yang terdiri atas
tenaga professional, teknikal dan pembantu dalam satu
kelompok kecil yang saling membantu.
c. Primer
Merupakan metode penugasan dimana satu perawat
bertanggungjawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan
keperawatan pasien.
d. Kasus
Metode penugasan biasanya diterapkan satu pasien satu
perawat.
4. MACAM-MACAM GAYA KEPEMIMPINAN
a. Gaya kepemimpinan Otokratis
Pemimpin membuat keputusan sendiri, bawahan harus patuh
dan mengikuti perintahnya.
b. Gaya kepemimpinan Demokratis
Pemimpin sering mengadakan konsultasi dengan mengikuti
bawahannya dan aktif dalam menentukan rencana kerja yang
berhubungan dengan kelompok.
c. Gaya Kepemimpinan Laisses Faire
Pemimpin akan meletakkan tanggung jawab sepenuhnya
kepada bawahannya, pemimpin akan sedikit saja atau hampir
tidak sama sekali memberikan pengarahan.
5. FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN
a. Planning ( Perencanaan )
 Merumuskan tujuan organisasi sampai dengan
menyusun dan menetapkan rangkaian kegiatan
untuk mencapainya melalui perenanaan yang akan
ditetapkan tugas-tugas staf

5
 Menentukan visi misi tujuan kebijakan prosedur dan
peraturan-peraturan dalam pelayanan keperawatan
 Membuat proyeksi jangka panjang dan jangka
pendek serta menentukan jumlah biaya dan
mengatur adanya perubahan berencana
 Dengan tugas ini seorang pemimpin akan
mempunyai pedoman untuk melakukan supervise
dan evaluasi
 Menetapkan sumber daya yang diutuhkan oleh staf
dalam menjalankan tugasnya.
b. Organizing ( Pengorganisasian)
 Kegiatan manajemen untuk menghimpun semua
sumber daya yang dimiliki oleh organisasi dan
memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai
tujuan organisasi
 Menetapkan struktur organisasi, menentukan model
penugasan keperawatan sesuai dengan keadaan
klien dan ketenagaan, mengelompokkan aktivitas-
aktivitas untuk mencapai tujuan dari unit, bekerja
dalam struktur organisasi yang telah ditetapkan dan
memahami serta menggunakan kekuasaan dan
otoritas yang sesuai.
c. Actuating ( directing,commanding,coordinating atau
Penggerakan)
 Proses memberikan bimbingan kepada staf agar
mampu bekerja secara optimal dan melakukan
tugas-tugasnya sesuai dengan ketrampilan yang
mereka miliki
 Pemberian motivasi, supervise, mengatasi adanya
konflik, pendelegasian, cara berkomunikasi dan
fasilitasi untuk berkolaborasi

6
d. Staffing
 Kegiatan yang berhubungan dengan kepegawaian
diantaranya rekruitmen, wawancara,
mengorientasikan staf, menjadwalkan dan
mengsosialisasikan pegawai baru serta
pengembangan staf
e. Controling ( Pengawasan )
 Meliputi pelaksanaan penilaian kinerja staf,
pertanggungjawaban keuangan, pengendalian mutu,
pengendalian aspek legal dan etik serta
pengendalian profesionalime asuhan keperawatan
 Proses mengamati secara terus-menerus
pelaksanaan rencana kerja yang sudah ada
 Mengadakan koreksi terhadap penyimpangan yang
terjadi
6. INDIKATOR MUTU
1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan Bed
Occupancy Rate
BOR) adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satu
satuan waktu tertentu. Standar internasional BOR dianggap
baik adalah 80-90% sedangkan standar nasional 70-80%
Rumus penghitungan BOR adalah :
BOR = jumlah hari perawatan x 100 %
Jumlah TT x Jumlah hari per satuan waktu
2. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien
dirawat)
ALOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator
ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga
dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila
diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang
perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai

7
ALOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus :
ALOS = Jumlah lama dirawat
Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
3. TOI (Turn Over Interval  = Tenggang perputaran)
TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati
dari saat diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini
memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat
tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran
1-3 hari.
Rumus :
TOI = (Jumlah tempat tidur X Periode) – Hari perawatan)
Jumlah pasien keluar (hidup +mati)
Contoh : Dalam suatu Rumah Sakit Y, setelah dilakukan
perhitungan selama 30 hari didapatkan jumlah hari perawatan
sebanyak 4000 dan ada 200 tempat tidur. Jumlah pasien yang
keluar 500 orang. Berapa BOR, ALOS dan TOI Di rumah
sakit tersebut.
Jawaban :
BOR         =                     Jumlah hari
perawatan                         x  100%
                           Jumlah TT x jumlah hari persatuan waktu
               =          4000                x          100 %
                           200 x 30
               =          4000                x          100 %
                           6000
               =          0.67                 x          100 %
               =          67 %
ALOS      =          jumlah hari perawatan pasien keluar
                           Jumlah pasien keluar
                 =          4000

8
                             500
                 =          8 hari
TOI          =          ( jumlah TT x hari ) – hari perawatan RS
     Jumlah pasien keluar ( hidup + mati )

                 =          (200     x          30)       -           4000
                                                     500
                 =          6000    -           4000
                                         500
                 =          2000
                             500
                 =          4 hari
2.        Dalam suatu Rumah Sakit Z, setelah dilakukan perhitungan
selama 30 hari didapatkan jumlah hari perawatan sebanyak 6000 dan
ada 300 tempat  tidur. Jumlah pasien yang keluar 2000 orang. Berapa
BOR, ALOS dan TOI Di rumah sakit tersebut.
Jawaban :
BOR         =                     Jumlah hari
perawatan                         x  100%
                             Jumlah TT x jumlah hari persatuan waktu
                 =          6000                x          100 %
                             300 x 30
                 =          6000                x          100 %
                             9000
                 =          0.67                 x          100 %
                 =          67 %
ALOS      =          jumlah hari perawatan pasien keluar
                             Jumlah pasien keluar
                 =          6000
                             2000
                 =          3 hari

9
TOI          =          ( jumlah TT x hari ) – hari perawatan RS
                              Jumlah pasien keluar ( hidup + mati )
                 =          (300     x          30)       -           6000
                                                     2000
                 =          9000    -           6000
                                         2000
                 =          3000
                             2000
                 =          1,5 hari
7. TAKSIRAN PERSALINAN
a. Bila HPHT bulan Januari-Maret rumusnya :
Tanggal : + 7
Bulan :+9
Tahun :+0
b. Bila HPHT bulan April-Desember rumusnya :
Tanggal : + 7
Bulan :- 3
Tahun :+1
8. PERHITUNGAN TAKSIRAN BB JANIN
Rumus :
 Jika kepala sudah masuk PAP (Divergen)
(TFU – 11) X 155 gram
 Jika kepala belum masuk PAP (Konvergen)
(TFU – 12 ) X 155 gram
Contoh Jika ada ibu hamil dengan tinggi fundus 30 cm. Dan dengan
verteks pada station -2.
Maka perkiraan berat janinnya adalah:
PBJ = (30 - 12) x 155
PBJ = 2790 gram.
Jadi perkiraan berat janin adalah 2790 gram.

10
9. PERHITUNGAN TINGGI FUNDUS UTERI
Usia Kehamilan Tinggi Fundus Uteri
22-28 mgg 24-25 cm di atas simfisis
28 mgg 26,7 cm di atas simfisis
30 mgg 29,5-30 cm di atas simfisis
32 mgg 29,5-30 cm di atas simfisis
34 mgg 31 cm di atas simfisis
36 mgg 32 cm di atas simfisis
38 mgg 33 cm di atas simfisis
40 mgg 37,7 cm di atas simfisis

10. TAKSIRAN USIA KEHAMILAN


 Bulan = TFU x 2/7
Contoh
Seorang ibu hamil dengan G2P1 A0 setelah diperiksa TFU
28 cm
Berapakah bulankah usia kehamilan klien tersebut?
Jawab : TFU x 2/7
= 28 x 2/7
= 56/7
= 8 bulan
 Minggu = TFU x 8/7
Contoh : seorang ibu hamil G2P1A0 setelah diperiksa TFU
28 cm. berapa minggukah usia kehamilan klien tersebut?
Jawab : TFU x 8/7
= 28 x 8/7
= 224/7
= 32 minggu
11. PERSALINAN

11
a. Kala Persalinan
 Kala I yaitu
 Pembukaan antara 4 cm dan kontraksi terjadi
teratur minimal 2 kali dalam 10 menit selama 40
detik
 Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12
jam
 Multigrvida sekitar 8 jam
 Kala I fase laten : pembukaan < 4 cm
 Kala I fase aktif : pembukaan > 4 cm
 Kala II
 His terkoordinir cepat dan lebih lama kira-kira 2-3
menit
 Kepala janin telah turun dan masuk ruang panggul
sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar
panggul yang secara refleks menimbulkan rasa
ngedan karena tekanan pada retum sehingga seperti
rasa BAB dengan tanda anus membuka. Pada waktu
his kepala janin mulai kelihatan
 Vulva membuka dan perineum meregang
 Dengan his mengedan yang dipimpin akan lahir dan
diikuti oleh seluruh badan janin.
 Kala II pada primigravida 1,5 – 2 jam dan pada
multigravida 1/2 jam
 Kala III yaitu pengeluaran aktif plasenta
 Kala IV yaitu sejak lamanya plasenta 1 sampai dengan 2-4
jam setelah persalinan dan keadaan itu menjadi stabil
kembali.

b. Tanda-tanda Persalinan

12
 Rasa sakit adanya his yang datang lebih kuat sering
dan teratur
 Keluar lendir dan berampur darah yang lebih
banyak, robekan kecil pada bagain serviks
 Kadang-kadang ketuban pecah
 Pada pemeriksaan dalam serviks mendatar
c. Moulage
 Moulage 0
Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan
mudah teraba
 Moulage 1
Tulang-tulang kepala janins aling bersentuhan
 Moulage 2
Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih
tetapi masih dapat dipisahkan
 Moulage 3
Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih
dan tidak
dapat dipisahkan
d. Faktor yang mempengaruhi persalianan
 Power/tenaga
 Passages/jalan lahir
 Passanger/janin
 Psikologis/kejiwaan ibu
e. Periode nifas
 Puerperium dini/ Early Puerperium ( masa dini nifas
) yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam
dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40
hari.
 Puerperium intermedial/ Immediate Puerperium

13
yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalis yang
lamanya 6 – 8 minggu.
 Remote puerperium/ Later Puerperium
waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu
persalinan mempunyai komplikasi
f. Robekan Perineum
 Robekan Perineum tingkat 1
Apaila hanya kulit perineum dan mukosa vagina
yang robek dan biasanya tidak memerlukan
penjahitan
 Robekan Perineum tingkat 2
Mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum perlu
dijahit
 Robekan Perineum tingkat 3
Roekan total muskulus sphingter ani eksternum ikut
terputus dan kadang-kadang dinding depan retktum
ikut robek pula. Menjahit robekan harus dilakukan
dengan teliti
 Robekan Perineum tingkat 4
Mukosa vagina, kulit, jaringan perineum, sphingter
ani sampai rectum perlu dirujuk
g. Adaptasi Psikologis Pada Ibu Post Partum
1. Taking In
 Terjadi pada hari 1-2 setelah persalinan
 Ibu pasif dan sangat tergantung
 Focus perhatian terhadap tubuhnya
 Ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan
dan persalinan yang dialami
 Kebutuhan tidur meningkat
 Nafsu makan meningkat

14
2. Taking Hold
 Berlangsung 3-4 hari post partum
 Ibu lebih berkonsentrasi pada
kemampuannya menerima tanggung jawab
sepenuhnya terhadap perawatan bayi
 Ibu menjadi sangat sensitive sehingga
membutuhkan bimbingan dan dorongan
perawat untuk mengatasi kritikan yang
dialami ibu.
3. Letting Go
 Fase ini dimulai pada akhir minggu pertama
post partum
 Dialami setelah tiba di rumah secara penuh
merupakan pengaturan bersama keluarga
 Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu
 Ibu merasa atau menyadari kebutuhan bayi
yang sangat tergantung dari kesehatan ibu.
h. Macam-Macam Lochea
1. Lochea Rubra
 Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-
sel desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium
 Selama 2 hari post partum
2. Lochea Sanguinolenta
 Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir
 Hari 3-7 post partum
3. Lochea Serosa
 Berwarna kuning
 Cairan tidak berdarah lagi
 Pada hari 7-14 hari post partum
4. Lochea alba

15
 Cairan putih berbentuk cream terdiri atas leokosit
dan sel-sel desidua
 Setelah 2 minggu
5. Lochea purulenta
 Terjadi infeksi
 Keluar cairan seperti nanah berbau busuk
6. Lochea Stasis
 Lochea tidak lancar keluarnya
i. Mobilisasi post SC
Mobilisasi dini post SC dengan miring kanan kiri dapat
dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi.
12. TANDA-TANDA KEHAMILAN
1. Tanda Presumtif
a. Supresi menstruasi
b. Nausea, vomiting, morning sickness.
c. Sering miksi
d. Mammae bengkak terasa penuh
e. Quickening (gerakan pertama kali yang dirasakan oleh
ibu)
f. Chadwicks ( + )
g. Pigmen pada kulit
2. Tanda Mungkin
a. Pembesaran abdomen
b. Tanda hegar
c. Ballotemen ( + )
d. Perubahan pada serviks
e. Braxton Hicks
f. Tes kehamilan
3. Tanda Pasti
a. Bunyi DJJ, Nadi 120 – 180
b. Pergerakan fetal

16
c. USG – hasil
d. Ro – ada skeletal
13. PEMERIKSAAN LEOPOLD
a. Leopold I
 untuk menentukan tinggi fundus uteri, sehingga usia
kehamilan dapat diketahui.
 menentukan bagian janin pada fundus uteri
b. Leopold II
 Mengetahui bagian janin yang berada pada bagian
samping kanan/kiri

c. Leopold III
 menentukan bagian janin yang berada di bawah uterus
 mengetahui apakah bagian tubuh janin yang berada
pada bagian bawah uterus
d. Leopold IV
 Memastikan apakah bagian terendah janin sudah benar-
benar masuk PAP / belum
 Menentukan seberapa banyak bagian terendah janin
sudah masuk PAP.
14. PERHITUNGAN MABP (Mean Arteri Blood Pressure)/ MAP
Rumus : Sistole + 2 Distole
3
Contoh : TD : 200/ 110 mmHg
Jawab : 200 + 2. 110 = 200 + 220 = 420 = 140
3 3 3
Jadi MABP/MAP = 140
15. IMUNISASI
 BCG
 Imunisasi untuk mencegah penyakit TB

17
 Dosis pemberian 0,05 ml
 Disuntikkan secara intracutan didaerah lengan
kanan atas pada insersio musculus deltoideus
 CAMPAK
 Diberikan pada usia 9 bulan
 Diberikan secara subcutan atau intramuscular di
lengan atas
 Dosis 0,5 ml
 POLIO
 Diberikan untuk mencegah anak terjangkit penyakit
polio yang dapat menyebabkan anak menderita
kelumpuhan pada kedua kakinya dan otot-otot
wajah.
 Diberikan secara oral 2 tetes
 Diberikan 4 x dengan interval waktu minimal 4
minggu
 DPT
 Diberikan secara intramuscular pada paha kanan
atau kiri
 Dosis 0,5 ml
 Jumlah suntikan 3 x
 HEPATITIS B
 Diberikan sebanyak 3 x
 Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari
selanjutnya dengan interval waktu minimal 4
minggu

16. FUNGSI JANTUNG


 Atrium kiri : menerima darah kaya O2 dialirkan ke ventrikel
kiri lalu ke seluruh tubuh

18
 Atrium kanan : menerima darah jenuh CO2 dari seluruh tubuh
dipompakan ke paru-paru oleh ventrikel kanan
 Ventrikel kiri : menerima darah dari atrium kiri dipompakan ke
seluruh tubuh melalui aorta
 Ventrikel kanan : menerima darah dari atrium kanan
dipompakan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis
17. KEPERAWATAN JIWA
1. HALUSINASI
a. Pengertian
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu
yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi;
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghidung. Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada
b. Tanda dan gejala
 Mengatakan mendengar suara bisikan/ melihat
bayangan
 Berbicara sendiri
 Tertawa sendiri
 Melamun
 Menyendiri
 Marah tanpa sebab
c. Jenis halusinasi
 Halusinasi pendengaran
 Mendengar suara-suara gaduh
 Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
 Mendengar suara yang memerintahkan melakukan
sesuatu yang berbahaya
 Mencondongkan telinga kearah tertentu
 Menutup telinga

19
 Halusinasi penglihatan
 Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk
kartun, melihat hantu atau monster
 Menunjuk kea rah tertentu
 Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
 Halusinasi penghidu
 Mencium bau-bauan seperti bau darah, urine, feses,
terkadang bau yang menyenangkan
 Tampak seperti sedang mencium bau-bauan tertentu
 Menutup hidung
 Halusinasi pengecapan
 Merasakan seperti darah, urine, feses
 Sering meludah
 Muntah

 Halusinasi perabaan
 Mengatakan ada serangga di permukaan kulit
 Merasa seperti tersengat listrik
 Menggaruk-garuk permukaan kulit
d. Tahap-tahap halusinasi
1. Sleep Disorder
Sleep Disorder adalah tahap awal halusinasi
seseorang sebelum muncul halusinasi.
Karakteristik:
- Klien merasa banyak masalah,
- Berusaha menghindar dari lingkungan,
- Takut diketahui orang lain jika dirinya
memiliki banyak masalah.
- Masalah semakin terasa sulit karena berbagai
stressor terakumulasi dan support system

20
kurang dan persepsi terhadap masalah sangat
buruk
Perilaku:
- Klien mengalami susah tidur dan
berlangsung terus menerus sehingga terbiasa
menghayal dan menganggap menghayal
awal sebagai pemecah masalah.
2. Comforthing
Comforthing adalah tahap halusinasi
menyenangkan (Cemas Sedang)
Karakteristik:
- Klien mengalami perasaan mendalam seperti
cemas, kesepian, rasa bersalah, takut, dan
mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan
kecemasan.
- Klien cenderung mengenali bahwa pikiran-
pikiran dan pengalaman sensori berada dalam
kendali kesadaran jika cemas dapat
ditangani.
Perilaku :
- Klien terkadang tersenyum
- tertawa sendiri,
- menggerakkan bibir tanpa suara,
- pergerakkan mata cepat,
- respon verbal lambat, diam dan
berkonsentrasi.
3. Condemning
Condemning adalah tahap halusinasi menjadi
menjijikan (Cemas Berat)
Karakteristik :

21
- Klien mulai lepas kendali dan mungkin
mencoba untuk mengambil jarak diri dengan
sumber yang dipersepsikan.
- Klien mungkin merasa dipermalukan oleh
pengalaman sensori dan menarik diri dari
orang lain.
Perilaku:
- Tahap ini ditandai dengan meningkatnya
tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat
ansietas otonom seperti peningkatan denyut
jantung, pernapasan, dan tekanan darah.
- Rentang perhatian dengan lingkungan
berkurang dan terkadang asyik dengan
pengalaman sensori
- Kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dan realita.
4. Controling
Controling adalah tahap pengalaman halusinasi
yang berkuasa (Cemas Berat).
Karakteristik:
- Klien menghentikan perlawanan dan
menyerah pada halusinasi.
- Isi halusinasi menjadi menarik.
- Klien mungkin mengalami pengalaman
kesepian jika sensori halusinasi berhenti.
Perilaku:
- Klien  menjadi taat pada perintah halusinasi,
- Sulit berhubungan dengan orang lain,
- Respon perhatian pada lingkungan
berkurang (biasanya hanya beberapa detik
saja)

22
- Tidak mampu mengikuti perintah dari
perawat, tremor dan berkeringat.
5. Conquering
Conquering adalah tahap halusinasi panik dan
umumnya melebur dalam halusinasi.
Karakteristik :
- Pengalaman sensori menjadi mengancam bila
klien mengikuti perintah halusinasi.
- Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau
hari bila tidak ada intervensi terapeutik.
Perilaku:
- Klien panik
- Berisiko tinggi mencederai, bunuh diri atau
membunuh.
- Tindak kekerasan agitasi, menarik atau
katatonik
- Ketidakmampuan memberi respon pada
lingkungan.
e. Strategi Pelaksanaan ( SP )
a) SP Pasien
1. SP I
 Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
 Mengidentifikasi isi halusinasi
 Mengidentifikasi waktu halusinasi
 Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
 Mengidentifikasi situasi yang
menimbulkan halusinasi
 Mengidentifikasi respon klien terhadap
halusinasi
 Mengajarkan menghardik halusinasi

23
 Menganjurkan klien memasukkan cara
menghardik dalam kegiatan harian
2. SP II
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
 Melatih pasien mengendalikan halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain
 Menganjurkan klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
3. SP III
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
 Melatih pasien mengendalikan halusinasi
dengan cara melakukan kegiatan
 Menganjurkan klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
4. SP IV
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
 Memberikan penkes tentang penggunaan
obat secara teratur
 Menganjurkan klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
b) SP Keluarga
1 SP I
 Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
 Menjelaskan pengertian halusinasi,
tanda dan gejala, jenis dan proses
terjadinya halusinasi

24
 Menjelaskan cara merawat klien
dengan halusinasi
2 SP II
 Melatih keluarga mempraktikkan
cara merawat pasien dengan
halusinasi
 Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung klien halusinasi
3 SP III
 Membantu keluarga membuat jadwal
aktivitas di rumah termasuk minum
obat ( discharge planning )
 Menjelaskan follow up klien setelah
pulang
2. PERILAKU KEKERASAN
a. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang
bertujuan unutk melukai seseorang, baik secara fisik
maupun psikologis.
b. Tanda dan gejala
 Mengancam
 Mengumpat
 Bicara keras dan kasar
 Meninju
 Membanting
 melempar
c. Strategi Pelaksanaan ( SP )
 SP Pasien
 SP I
 Mengidentifikasi penyebab PK

25
 Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
 Mengidentifikasi PK yang dilakukan
 Mengidentifikasi akibat PK
 Menyebutkan cara mengontrol PK
 Membantu pasien mempraktikkan cara
mengontrol PK secara fisik 1: tarik napas
dalam
 Menganjurkan pasien untuk
memasukkan dalam kegiatan harian
 SP II
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
 Melatih pasien mengontrol PK dengan
cara fisik 2 : pukul kasur dan bantal
 Menganjurkan pasien untuk
memasukkan dalam kegiatan harian
 SP III
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
 Melatih pasien mengontrol PK dengan
cara verbal
 Menganjurkan pasien untuk
memasukkan dalam kegiatan harian

 SP IV
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Melatih pasien mengontrol PK dengan
cara spiritual
 Menganjurkan pasien untuk
memasukkan dalam kegiatan harian

26
 SP V
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
 Melatih pasien mengontrol PK dengan
cara minum obat
 Menganjurkan pasien untuk
memasukkan dalam kegiatan harian
 SP Keluarga
 SP I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian PK, tanda dan
gejala, serta proses terjadinya PK
 SP II
 Melatih keluarga mempraktikkan cara
merawat pasien dengan PK
 Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung pada pasien dengan
PK
 SP III
 Membantu keluarga membuat jadwal
aktivitas di rumah termasuk minum obat
 Menjelaskan follow up klien setelah
pulang
3. WAHAM
a. Pengertian
Waham adalah suat keyakinan yang dipertahankan secara
kuat dan terus menerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Tanda dan gejala
 Merasa curiga

27
 Merasa diancam / diguna-guna
 Merasa sebagai orang hebat
 Merasa memiliki kekuatan luar biasa
 Merasa sudah mati
 Marah-marah tanpa sebab
c. Jenis Waham
1. Waham Agama
 Keyakinan terhadap agama yang berlebihan
2. Waham Kebesaran
 Keyakinan bahwa ia memiliki kebesaran/
kekuasaan khusus
3. Waham Somatik
 Klien yakin bahwa tubuh/bagian tubuhnya
terganngu atau terserang penyakit
4. Waham Curiga
 Klien yakin bahwa ada seseorang/ kelompok
yang berusaha merugikan atau mencederai
dirinya
5. Waham Nihilistik
 Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal
6. Waham Sisip pikir
 Klien yakin bahwa ada ide pikiran orang lain
yang disisipkan dalam pikirannya
7. Waham Siar Pikir
 Klien yakin orang lain mengetahui apa yang dia
pikirkan
8. Waham Kontrol Pikir
 Klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan
dari luar

28
d. Strategi Pelaksanaan
 SP Pasien
 SP I
 Membantu orientasi realita
 Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
 Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
 Menganjurkan pasien untuk memasukkan dalam
kegiatan harian
 SP II
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Berdiskusi tentang yang kemampuan yang
dimiliki
 Melatih kemampuan yang dimiliki
 SP III
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Memberikan penkes tentang penggunaan obat
secara teratur
 Menganjurkan pasien untuk memasukkan dalam
kegiatan harian
 SP Keluarga
 SP I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
waham dan jenis waham yang dialami serta
proses terjadinya waham
 Menjelaskan cara-cara merawat pasien waham

 SP II

29
 Melatih keluarga mempraktikkan cara
merawat pasien dengan waham
 Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung pada pasien dengan waham
 SP III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas
di rumah termasuk minum obat ( discharge
planning )
 Menjelaskan follow up klien setelah pulang

4. RESIKO BUNUH DIRI


a. Pengertian
Bunuh diri menurut Maris (2007) merupakan tindakan yang
secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri
kehidupannya.
b. Tanda dan gejala
 Mengatakan hidupnya tidak berguna lagi
 Ingin mati
 Mengatakan pernah mencoba bunuh diri
 Mengatakan sudah bosan hidup
 Ada bekas percobaan bunuh diri
c. Strategi Pelaksanaan
 SP Pasien
 SP I
 Mengidentifikasi benda-benda yang dapat
membahayakan pasien
 Mengamankan benda-benda yang dapat
membahayakan pasien
 Melakukan kontrak treatment

30
 Mengajarkan cara-cara mengendalikan
dorongan bunuh diri
 Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh
diri
 SP II
 Mengidentifikasi aspek positif pasien
 Mendorong pasien untuk berpikir positif tentang
diri
 Mendorong pasien untuk menghargai diri
sebagai individu yang berharga
 SP III
 Mengidentifikasi pola koping yang biasa
diterapkan pasien
 Menilai pola koping yang biasa dilakukan
 Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
 Mndorong pasien memilih pola koping yang
konstruktif
 Menganjurkan pasien menerapkan pola koping
konstruktif dalam kegiatan harian
 SP IV
 Membuat rencana masa depan yang realistis
bersama pasien
 Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa
depan yang realistis
 Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan
dalam rangka meraih masa depan yang realistis
 Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
 SP Keluarga
 SP I

31
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala resiko
bunuh diri dan jenis perilaku bunuh diri yang
dialami serta proses terjadinya
 Menjelaskan cara-cara merawat pasien resiko
bunuh diri
 SP II
 Melatih keluarga mempraktikkan cara
merawat pasien dengan resiko bunuh diri
 Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung pada pasien dengan resiko bunuh diri
 SP III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas
di rumah termasuk minum obat ( discharge
planning )
 Menjelaskan follow up klien setelah pulang
5. HARGA DIRI RENDAH
a. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak
berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi
yang negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri
b. Tanda dan gejala
 Mengeluh hidup tidak bermakna
 Tidak memiliki kelebihan apapun
 Merasa jelek
 Putus asa
c. Strategi Pelaksanaan
 SP Pasien
 SP I

32
 Mendiskusikan kemampuan dan aspek yang
dimiliki pasien ( buat daftar )
 Membantu pasien menilai kemampuan pasien
yang masih dapat digunakan
 Membantu pasien memilih kegiatan yang akan
dilatih sesuai kemampuan pasien
 Melatih pasien sesuai dengan kemampuan yang
dipilih
 Memberikan pujian yang wajar terhadap
keberhasilan pasien
 Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
 SP II
 Mendiskusikan kemampuan kedua yang
dimiliki pasien
 Membantu pasien memilih kegiatan kedua yang
akan dilatih sesuai dengan kemampuan pasien
 Melatih kemampuan kemampuan kedua yang
dipilih
 Memberikan reinforcement positif
 Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
 SP Keluarga
 SP I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala HDR
yang dialami pasien beserta proses terjadinya
 Menjelaskan cara-cara merawat pasien HDR
 SP II

33
 Melatih keluarga mempraktikkan cara
merawat pasien dengan HDR
 Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung pada pasien dengan HDR
 SP III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas
di rumah termasuk minum oba ( discharge
planning )
 Menjelaskan follow up klien setelah pulang
6. ISOLASI SOSIAL
a. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang
negatif/mengancam (Townsend, 2010). Atau suatu keadaan
dimana seorang individu mengalami penurunan bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
sekitarnya, klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain (Keliat, 2009)
b. Tanda dan gejala
 Mengatakan malas berinteraksi
 Mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya
 Merasa orang lain tidak level
 Menyendiri
 Mengurung diri
 Tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain
c. Strategi Pelaksanaan
 SP Pasien
 SP I
 Membina hubungan saling percaya

34
 Membantu klien mengenal penyebab klien
menarik diri
 Membantu klien mengenal keuntungan dan
kerugian yang tidak berhubungan dengan orang
lain
 Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan
latihan berbincang-bincang dengan orang lain
dalam kegiatan harian
 SP II
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap
( berkenalan dengan orang pertama- seorang
perawat )
 SP III
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap
( berkenalan dengan orang kedua- seorang
pasien )
 Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan
dalam jadwal
 SP keluarga
 SP I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala ISOS
serta proses terjadinya
 Menjelaskan cara-cara merawat pasien dengan
ISOS
 SP II

35
 Melatih keluarga mempraktikkan cara
merawat pasien dengan ISOS
 Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung pada pasien dengan ISOS
 SP III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas
di rumah termasuk minum oba ( discharge
planning )
 Menjelaskan follow up klien setelah pulang

7. DEFISIT PERAWATAN DIRI


a. Pengertian
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan,
toileting) (Nurjannah, 2013).
b. Tanda dan gejala
 Mengatakan malas mandi
 Badan kotor
 Makan berserakan
 BAB/BAK sembarang tempat
d. Strategi Pelaksanaan
 SP Pasien
 SP I
 Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri,
cara-cara merawat diri dan melatih pasien
tentang cara-cara perawatan kebersihan diri
 SP II
 Melatih pasien berhias/berdandan
 SP III

36
 Melatih pasien untuk makan secara mandiri
- Menjelaskan cara mempersiapkan makanan
- Menjelaskan cara makan yang tertib
- Menjelaskan cara merapikan peralatan
makan
- Praktek makan sesuai dengan tahapan makan
yang baik
 SP V
 Melatih klien melakukan BAK/BAB secara
mandiri :
- Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
- Menjelaskan cara membersihkan diri setelah
BAB dan BAK
- Menjelaskan cara membersihkan tempat
BAB/BAK
 SP keluarga
 SP I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
Defisit perawatan diri serta proses terjadinya
 Menjelaskan cara-cara merawat pasien dengan
Defisit perawatan diri
 SP II
 Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat
pasien dengan Defisit perawatan diri
 Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung pada pasien dengan Defisit perawatan
diri
 SP III

37
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas
di rumah termasuk minum obat( discharge
planning )
 Menjelaskan follow up klien setelah pulang
18. STATUS MENTAL DALAM KEPERAWATAN JIWA
1. Agitasi : gerakan motorik yang menunjukkan
kegelisahan
2. TIK : gerakan kecil pada otot muka yang tak
terkontrol
3. Grimasen : gerakan otot muka yang berubah-ubah
yang tidak dapat dikontrol klien
4. Kompulsif : gerakan yang dilakukan berulang kali
5. Datar : tidak ada perubahan roman muka saat ada
stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan
6. Tumpul : hanya beraksi bila ada stimulus yang
kuat
7. Labil : emosi berubah-ubah
8. Tidak sesuai : emosi yang tidak sesuai atau
bertentangan dengan stimulus yang ada
9. Defensif : selalu berusaha mempertahankan
pendapat dan kebenaran sendiri
10. Curiga : menunjukkan sikap/perasaan tidak
percaya pada seseorang
11. Sirkumstansial : pembicaraan berbelit-belit tapi
sampai pada tujuan pembicaraan
12. Tangensial : pembicaraan berbelit-belit tapi tidak
sampai pada tujuan pembicaraan
13. Flight of idea : pembicaraan yang melompat dari
satu topik ke topik lainnya tidak sampai pada
tujuan

38
14. Blocking : pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa
pengaruh eksternal
15. Perservasi : pembicaraan yang diulang berkali-kali
16. Obsesi : pikiran yang selalu muncul meski
berusaha menghilangkan
17. Phobia : ketakutan yang patologis/tidak logis pada
obyek /situasi tertentu
18. Hipokondria : keyakinan terhadap adanya
gangguan organ dalam tubuh yang sebenarnya
tidak ada
19. Depersonalisme : perasaan yang asing terhadap
diri sendiri, orang lain dan lingkungan
20. Ide yang terkait : keyakinan terhadapa kejadian
yang terjadi di lingkungan yang bermakna dan
terkait dengan dirinya
21. Pikiran magis : yakin mampu melakukan hal-hal
yang mustahil
22. Nihilistik : yakin bahwa dirinya sudah meninggal,
diucapkan berkali-kali, tidak sesuai dengan
kenyataan
23. Sisip pikir : ada ide orang lain yang disisipkan
dalam pikirannya
24. Siar pikir : yakin bahwa orang lain tahu apa yang
dipikirkan
25. Kontrol pikir : yakin bahwa pikirannya dikontrol
oleh pikiran dari luar
26. Sedasi : merasakan merasa melayang/antara sadar
dan tidak
27. Stupor : gangguan motorik seperti kekakuan,
merasa canggung dengan keadaan lingkung dan
dipertahankan

39
19. TAHAP REAKSI HOSPITALISASI PADA ANAK
Respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi atas 3 tahap
a Tahap protes
 Menangis kuat
 Menjerit
 Memanggil ibunya
 Menggunakan tingkah laku agresif agar orang lain
tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang
tuanya
 Menolak perhatian orang lain
c. Tahap putus asa ( Despair)
 Anak tampak tenang
 Menangis berkurang
 Tidak aktif
 Kurang minat untuk main
 Tidak nafsu makan
 Menarik diri, sedih dan apatis
d. Tahap menolak ( Denial/Detachment )
 Secara samar-samar anak menerima perpisahan
 Membina hubungan dangkal dengan orang lain
 Kelihatan mulai menyukai lingkungan
20. KEBUTUHAN CAIRAN PADA ANAK
Rumus Hollyday Segar :
BB < 10 kg : BB x 100 cc
BB 10-20 kg : 1000 cc + (BB-10) x 50 cc
BB > 20 kg : 1500 cc + (BB-20) x 20 cc
21. FUNGSI KELUARGA
a. Fungsi Afektif

40
 Berguna untuk pemenuhan kebutuhan kasih sayang
anggota keluarganya karena respon kasih sayang satu
angggota keluarga ke anggota keluarga lainnya

b. Fungsi Sosialisasi dan tempat bersosialisasi


 Dapat ditunjukkan dengan membina sosialisasi pada
anak
 Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan
tingkat perkembangan anak
 Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga
c. Fungsi Reproduksi
 Meneruskan keturunan
 Menambah sumber daya manusia dengan memelihara
dan membesarkan anak
 Menjamin kontinuitas antar generasi keluarga dengan
menyediakan anggota baru untuk masyarakat
d. Fungsi Ekonomi
 Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan semua anggota keluarga
 Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga
 Menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga dimasa
yang akan datang
e. Fungsi perawatan keluarga
 Melaksanakan praktek asuhan keperawatan yaitu
keluarga mempunyai tugas untuk memelihara kesehatan
anggota keluarganya agar tetap memiliki produktivitas
dalam menjalankan perannya masing-masing.
22. TIPE KELUARGA
1. Tipe Keluarga Tradisional
a. Keluarga Inti/Nuclear familly

41
 Terdiri atas ayah, ibu, dan anak ( kandung atau angkat )
yang tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-
sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu atau
keduanya dapat bekerja diluar rumah
b. Keluarga Besar/Extended familly
 Terdiri atas keluarga inti ditambah dengan keluarga
yang mempunyai hubungan darah misalnya kakek,
nenek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan
sebagainya
c. Reconstituted Nuclear
 Pembentukan baru dari keluarga inti melalui
perkawinan kembali suami istri, tinggal dalam
pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya, baik
bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari
perkawinan baru, satu atau keduanya dapat bekerja di
luar rumah
d. Keluarga Dyad
 Terdiri atas suami istri yang sudah berumur dan tidak
mempunyai anak, keduanya atau salah satunya bekerja
di luar rumah
e. Keluarga duda atau janda ( single family )
 Terdiri atas satu orangtua ( ayah atau ibu ) akibat
perceraian atau kematian pasangannya dan anak-
anaknya dapat tinggal di dalam atau di laur rumah
f. Single Adult
 Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan
tidak adanya keinginan untuk menikah
2. Tipe keluarga non tradisional
a. Unmarried parent and child

42
 Keluarga yang terdiri dari satu orang tua ( biasanya
ibu ) dengan anak tanpa nikah atau perkawinan yang
tidak dikehendaki
b. Commune family
 Beberapa pasangan keluarga ( dengan anaknya ) yang
tidak ada hubungan saudara, hidup bersama dalam satu
rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman
yang sama
c. The non marital heterosexual cohibitang family
 Keluarga yang hidup bersama dan berganti-ganti
pasangan tanpa melalui pernikahan
d. Gay and lesbian family
 Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup
bersama sebagaimana suami istri
e. Cohibing couple
 Dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama
tanpa pernikahan
23. STRUKTUR KEKUATAN KELUARGA
a. Patrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak
saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana
hubungan itu disusun melalui jalur ayah
b. Matrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak
saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana
hubungan itu disusun melalui jalur ibu
c. Matrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah ibu
d. Patrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah suami
e. Keluarga kawinan : hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang

43
menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan
suami atau istri
24. TAHAPAN KELUARGA SEJAHTERA
1. Keluarga pra sejahtera
Yaitu; keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (
basic need) secara minimal seperti kebutuhan akan spiritual,
pangan, sandang, papan, kesehatan dan KB.

2. Keluarga sejahtera 1
Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi keutuhan dasarnya
secara minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial
psikologis seperti kebutuhan akan pendidikan, KB,interaksi
lingkungan tempat tinggal dan transportasi.
3. Keluarga sejahtera 2
Yaitu keluarga disamping telah dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya juga telah dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya
seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.
4. Keluarga sejahtera 3
Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan
dasar kebutuhan sosial psikologis dan perkembangan keluarganya
tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi
masyarakat seperti sumbangan materi dan berperan aktif dalam
kegiatan kemasyarakatan.
25. TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA.
1. Tahap 1; pasangan baru menikah ( keluarga baru )
 membina hubungan perkawinan yang saling
memuaskaan
 membina hubungan harmonis dengan saudara dan
kerabat

44
 merencanakan keluarga termasuk merencanakan
jumlah anak yang diinginkan.
2. Tahap 2 ; menanti kelahiran ( child bearing family ) atau
anak tertua adalah bayi berusia < 1 bulan
 menyiapkan anggota keluarga baru ( bayi dalam
keluarga )
 membagi waktu untuk individu pasangan dan
keluaga )
3. Tahap 3; keluarga dengan anak pra sekolah atau anak
tertua 2,5- 6 tahun.
 memyatukan kebutuhan masing masing anggota
keluarga antara lain ruang atau kamar pribadi dan
keamanan
 mensosialisasikan anak anak
 menyatukan keinginan anak anak yang berbeda
 mempertahankan hubungan yang sehat dalam
keluarga
4. Tahap 4; keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua 7-
12 tahun
 mensosialisasikan anak anak termasuk membantu
anak anak mencapai prestasi yang baik disekolah
 membantu anak anak membina hub dengan teman
sebaya
 mempertahankan hub perkawinan yang memuaskan
 memenuhi kebutuhan kesehatan masing masing
anggota keluarga
5. Tahap 5 ; keluarga dengan remaja atau anak tertua berusia 13- 20
tahun
 Mengimbangi kebebasan remaja dengan tanggung
jawab yan sejalan dengan maturitas remaja

45
 memfokuskan kembali hubungan perkawinan
 melakukan komunikasi yang terbuka diantara orang
tua dengan anak anak remaja
4. Tahap 6 ; keluarga dengan anak dewasa ( pelepasan)
 menambah anggota keluarga dengan kehadiran
anggota keluarga baru melalui pernikahan anak
anak yang telah dewasa
 menata kembali hubungan perkawinan
 Menyiapkan datangnya proses penuaan termasuk
timbulnya masalah masala kesehatan
5. Tahap 7 ; keluarga usia pertengahan
 mempertahankan kontak dengan anak cucu
 memperkuat hubungan perkawinan
 meningkatkan usaha promosi kesehatan
6. Tahap 8 ; keluarga usia lanjut
 menata kembali kehidupan yang memuaskan
 menyesuaikan kehidupan dengan penghasilan yang
berkurang
 mempertahankan hub perkawinan menerina
kehilangan pasangan
 mempertahankan kontak dengan masyarakat
menemukan arti hidup
26. BANTUAN HIDUP DASAR
Langkah-langkah BHD
1. Memastikan keamanan ( 3 A : aman diri, aman lingkungan, aman pasien)
2. Menilai kesadaran (panggil dan tepuk bahu) dan memastikan tidak ada
nafas ( Look, Listen, Feel)
3. Meminta pertolongan/mengaktifkan sistem emergensi
4. Mengatur posisi korban (telentang, alas datar dan keras)
5. Mengatur posisi penolong (kedua lutut penolong diantara bahu pasien)

46
Circulation
Melakukan cek nadi karotis maksimal (5-10 detik)
Menentukan titik kompresi; dewasa/anak 'tengah sternum'
Melakukan kompresi:
a. Meletakkan pangkal telapak tangan (dengan tangan lain mengunci) 1-2
cm diatas prosesus xipoideus
b. Tangan posisi lurus, siku terkunci (tidak menekuk), bahu diatas sternum
c. Melakukan kompresi dengan kedalaman dewasa 5 cm, anak 4 cm;
kecepatan 100 kali/menit dengan irama teratur

Airway
Membuka jalan nafas dengan Head Tilt-Chin Lift manuver atau Jaw Thrust bila
dicurigai trauma servikal
Breathing
Memberi nafas buatan / ventilasi 2 kali
Melakukan kompresi : ventilasi (30 : 2) selama 5 siklus
Cek nadi:
a. Bila nadi ada tapi tidak ada nafas spontan berikan ventilasi 10-12 kali/menit

b. Bila tidak ada nadi, lanjutkan ke siklus berikutnya


Mengatur recovery position / posisi miring mantap bila sudah ada nadi dan
respirasi

47
Dewasa (>8 th) = Rasio 30 : 2 (utk 1 & 2 penolong)
 Khusus : Anak (1-8 th)  dan Bayi (<1 th ) 
                         30 : 2 (1 penolong)
                        15 : 2 (2 penolong)
27. TRAUMA THORAX
a. Open Pneumothorax / luka terbuka pada thorax ( Sucking Chest
Wound)
 Pasien sangat sesak
 Ekspansi dinding dada tidak simetris
 Frekuensi napas cepat dan dangkal
 Luka terbuka/tembus pada thorax
 Hasil perkusi hypersonor
 Terdengar suara sucking chest wound ( paru menghisap
udara lewat lubang luka ) pada luka terbuka/tembus
 Penanganannya : tutup dengan kassa 3 sisi yang kedap
udara

b. Tension Pneumothorax
 Pasien sangat sesak
 Frekuensi napas cepat dan dangkal
 Ekspansi dinding dada tidak simetris disertai jejas pada
daerah thorax
 Suara napas berkurang atau hilang pada sisi yang
cedera/hasil auskultasi negatif
 Hasil perkusi hipersonor
 Deviasi trachea/trakea bergeser
 Distensi vena jugularis
 Penanganannya : Needle torakosintesis di ICS 2 mid
klavikula

48
c. Hemathotorax massif ( perdarahan didalam rongga
pleura/thorax )
 Pasien sangat sesak
 Frekuensi napas cepat dan dangkal
 Hasil auskultasi negatif
 Hasil perkusi dullness/pekak/redup
 Adanya darah dalam rongga pleura
 Penanganan : pasang WSD

d. Flail chest
 Pasien sangat sesak
 Frekuensi napas cepat dan dangkal
 Ekspansi dinding dada tampak paradoksal
 Pasien nyeri hebat saat bernapas sehingga cenderung
takut untuk bernapas
 Fraktur iga 2-3
e. Tamponade jantung
 JVP melemah
 Bunyi jantung melemah
 Penanganannya : Perikardiosintesis
28. TANDA-TANDA PENINGKATAN TEKANAN
INTRAKRANIAL
 Pusing dan muntah
 Tekanan darah sistolik meninggi
 Nadi melambat ( Bradikardia )
29. TANDA-TANDA FRAKTUR BASIS CRANII
 Racoon eyes (ekimosis periorbital)
 Battle sign ( ekimosis retroaurikular)
 Rhinorea ( perdarahan hidung )
 Ottorhea ( perdarahan telinga)

49
30. ANALISA GAS DARAH
a. PH normal : 7,35 - 7,45
b. PaO2 normal : 80 – 100
c. PCO2 normal : 35 – 45
d. HCO3 normal : 22 – 26
PCO2 : Respiratorik HCO3 : Metabolik
PH < 7,35 : Asidosis PH > 7,45 : Alkalosis
PCO2 < 35 : Alkalosis PCO2 > 45 : Asidosis
HCO3 < 22 : Asidosis HCO3 > 26 : Alkalosis
Metabolik (HCO3) berbanding lurus dengan PH
Respiratorik (PCO2) berbanding terbalik dengan PH
Contoh
PH : 7, 23 PCO2 : 50 HCO3 : 24
Interpretasinya : Asidosis respiratorik
Kompensasi sebagian : status asam basa yang tidak sesuai status PH
berada di luar batas normal
Contoh
PH : 7, 48 PCO2 : 55 HCO3 : 30
Interpretasinya : Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian dengan
asidosis respiratorik
Kompensasi penuh : status asam basa tidak sesuai dengan status PH,
tetapi PH dalam batas normal
PH 7,35 – 7,40 : Asidosis
PH 7, 41 – 7,45 : Alkalosis
Contoh
PH : 7, 38 PCO2 : 32 HCO3 : 14
Interpretasinya : Asidosis metabolik terkompensasi penuh
31. FUNGSI ENZIM-ENZIM
a. Tripsin
 Berfungsi memecah protein menjadi pepton
b. Kimotripsin

50
 Berfungsi mengubah protein dan proteosa menjadi
pepton, peptide dan asam amini
c. Lipase pankreas ( Steapsin )
 Merupakan enzim yang memecah emulsi lemak
menjadi asam lemak dan gliserol
d. Amilopsin ( amilase pankreas )
 Merupakan enzim yang memecah amilum dan dekstrin
menjadi maltose dan glukosa
e. Ribonuklease dan deoksiribonuklease
 Merupakan enzim yang mencerna DNA/RNA menjadi
nukleotida
f. Sekretin
 Berfungsi merangsang sel-sel pancreas untuk
mensekresikan getah pancreas, HCO3 dan juga
mengurangi sekresi getah lambung

g. Koleisistokinin
 Berfungsi merangsang sel-sel pancreas mensekresikan
getah pancreas yang kaya enzim
 Menyebabkan kontraksi pada kandung empedu
h. Peptidase
 Enzim yang memecah polipeptida menjadi asam amino
i. Maltase, Laktase, dan Sukrase
 Enzim yang memecah disakarida ( maltose, laktosa,
sukrosa ) menjadi monosakarida
j. Erepsin
 Enzim yang mengubah pepton menjadi asam amino
k. Enterokinase
 Enzim yang mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin
dan erepsinogen menjadi erepsin

51
32. PENGKAJIAN NYERI
a. Provocate ( faktor pencetus )
 Kaji tentang penyebab nyeri
 Observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami nyeri
b. Quality ( kualitas )
 Sesuatu yang obyektif yang diungkapkan pasien
 Seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan
kalimat : tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah,
seperti tertindih, dll
c. Region ( Lokasi )
 Mengkaji lokasi nyeri
d. Severe ( Keparahan )
 Klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia
rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat.
 Menggunakan skala nyeri 0-10
e. Time ( Durasi )
 Menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan,
durasi dan rangkaian nyeri
33. PEMERIKSAAN GCS
a. Eye ( Mata)
 4 = Spontan membuka mata
 3 = Dengan perintah
 2 = dengan rangsangan nyeri
 1 = tidak ada reaksi
b. M ( Motorik)
 6 = mengikuti perintah
 5 = melokalisir nyeri
 4 = menghindari nyeri
 3 = flexi abnormal
 2 = ekstensi abnormal

52
 1 = tidak ada reaksi
c. V ( verbal)
 5 = orientasi baik
 4 = bingung, disorientasi waktu dan tempat, tapi dapat
mengucapkan
 3 = hanya mengucapkan kata-kata namun tidak dalam
satu kalimat
 2 = suara tanpa arti (mengerang)
 1 = tidak ada reaksi
34. APGAR SCORE
a. Appearance ( warna kulit )
 0 = kulit biru pucat/cianosis
 1 = badan merah, ekstremitas biru
 2 = seluruh badan merah

b. Pulse ( nadi )
 0 = tidak ada
 1 = < 100 x/mnt, lemah
 2 = > 100 x/mnt, kuat
c. Gremace ( kepekaan Reflex )
 0 = tidak ada respon
 1 = meringis, merintih, menangis lemah
 2 = menangis kuat
d. Activity ( Tonus otot )
 0 = tidak ada gerakan
 1 = gerakan lemah
 2 = gerakan kuat
e. Respirasi ( pernapasan )
 0 = tidak ada napas
 1 = napas lemah

53
 2 = napas kuat
35. PENATALAKSANAAN PADA BAYI BARU LAHIR
 Asfiksia Berat ( jika nilai APGAR SCORE 0 – 3 )
 Kolaborasi dalam pemberian oksigen
 Kolaborasi dalam pemberian suction
 Berikan kehangatan pada bayi
 Observasi denyut jantung, warna kulit, respirasi
 Berikan injeksi vit K apabila ada indikasi
perdarahan
 Asfiksia Sedang ( nilai APGAR SCORE 4 – 6
 Kolaborasi dalam pemberian oksigen
 Kolaborasi dalam pemberian suction
 Observasi respirasi bayi
 Berikan kehangatan pada bayi
 Bayi normal ( jika nilai APGAR SCORE 7 – 10 )
36. DERAJAT HIPERBILIRUBIN MENURUT KREMER
a. Derajat I
 Apabila warna kuning dari kepala sampai leher
b. Derajat II
 Apabila warna kuning dari kepala, badan sampai
umbilicus
c. Derajat III
 Apabila warna kuning dari kepala, badan, paha, sampai
dengan lutut
d. Derajat IV
 Apabila warna kuning dari kepala, badan, ekstremitas
sampai dengan pergelangan tangan dan kaki
e. Derajat V
 Apabila warna kuning dari kepala, badan, semua
ektremitas sampai dengan ujung jari

54
37. BERAT BADAN IDEAL ANAK
 Umur 3-12 bulan BB = umur (bulan) + 9
2
 Umur 1-6 tahun BB = 2n + 8 ( n = umur)
 Umur 7-12 tahun BB = (umur (tahun) x 7)-5
2
38. JENIS-JENIS DEPRESI
Jenis-jenis depresi menurut WHO berdasarkan tingkat penyakit
adalah di bawah ini.
a. Depresi Psikogenik
Depresi psikogenik terjadi karena pengaruh psikologis
individu. Biasanya terjadi akibat adanya kejadian yang
dapat membuat seseorang sedih atau stress berat.
Berdasarkan pada gejala dan tanda-tanda, terbagi menjadi: 
1. Depresi reaktif. 
- Merupakan istilah yang digunakan untuk
gangguan mood depresi yang ditandai oleh
apatis dan retardasi atau oleh kecemasan dan
agitasi.
- Ditimbukan sebagai reaksi dari suatu
pengalaman hidup yang menyedihkan.
- Depresi ini lebih mendalam berlangsung
lama tetapi jarang melampaui beberapa
minggu.
2. Exhaustion depression.
- Merupakan depresi yang ditimbulkan setelah
bertahun-bertahun masa laten, akibat
tekanan perasaan yang berlarut-larut,

55
goncangan jiwa yang berturut atau
pengalaman berulang yang menyakitkan.
3. Depresi neurotic.
- Asal mulanya adalah konflik-konflik
psikologis masa anak-anak (seperti keadaan
perpisahan dengan ibu pada masa bayi,
hubungan orang tua anak yang tidak
menyenangkan) yang selama ini disimpan
dan membekas dalam jiwa penderita.
- Jauh sebelum timbulnya depresi sudah
tampak adanya gejala-gejala kecemasan,
tidak percaya diri, gagap, sering mimpi
buruk, dan enuresis.
- Juga gejala jasmaniah seperti banyak
berkeringat, gemetar, berdebar-debar,
gangguan pencernaan seperti diare dan
spasm
b. Depresi Endogenik
- Depresi ini diturunkan,
- timbul tanpa didahului oleh masalah
psikologis atau fisik tertentu,
- bisa juga dicetuskan oleh trauma fisik
maupun psikis, kebanyakan depresi endogen
berupa suatu depresi unipolar.
c. Depresi Somatogenik
Pada depresi ini dianggap bahwa faktor-faktor jasmani
berperan dalam timbulnya depresi, terbagi dalam beberapa
tipe: 
1. Depresi organic.
- Disebabkan oleh perubahan perubahan
morfologi dari otak seperti arteriosklerosis

56
serebri, demensia senelis, tumor otak,
defisiensi mental, dan lain-lain.
- Gejala-gejalanya dapat berupa kekosongan
emosional disertai ide-ide hipokondrik.
- Biasanya disertai dengan suatu
psychosyndrome akibat kelainan lokal atau
difusi di otak dengan gejala kerusakan short
term memory, disorientasi waktu, tempat,
dan situasi disertai tingkah laku eksplosif
dan mudah terharu.
2. Depresi simptomatik.
- Merupakan depresi akibat atau bersamaan
dengan penyakit jasmaniah seperti Penyakit
infeksi (hepatitis, influenza, pneumonia),
Penyakit endokrin (diabetes mellitus,
hipotiroid), Akibat tindakan pembedahan,
Pengobatan jangka panjang dengan obat-
obatan antihipertensi, Pada fase penghentian
kecanduan narkotika, alkohol dan obat
penenang.
39. TEORI PENUAAN
Secara garis besar teori penuaan dibagi menjadi :
a. Teori Biologis
1. Teori Genetika
 Penuaan terutama dipengaruhi oleh
pembentukan gen dan dampak lingkungan
pada pembentukan kode genetik
 Suatu proses yang secara tidak sadar
diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu
untuk mengubah struktur jaringan
2. Wear and Tear Theory

57
 Perubahan struktur dan fungsi terjadi akibat
akumulasi sampah metabolic atau zat nutrisi
yang dapat merusak sintesis DNA sehingga
mendorong malfungsi molekuler dan akhirnya
malfungsi organ tubuh.
 Memperlihatkan penerimaan terhadap mitos
dan stereotip penuaan.
3. Riwayat Lingkungan
 Faktor-faktor lingkungan dapat membawa
perubahan dalam proses penuaan
4. Teori Imunitas
 Menggambarkan suatu kemunduran dalam
system imun yang berhubungan dengan
penuaan.
 Pertahanan terhadap organism mengalami
penurunan
 Lebih rentan untuk menderita berbagai
penyakit seperti kanker dan infeksi
5. Teori Neuroendokrin
 Perubahan pada tingkat molekul dan sel
b. Teori Psikososial
1. Teori Kepribadian
 Aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa
menggambarkan harapan atau tugas spesifik
lansia
 Tahap akhir kehidupan sebagai waktu ketika
orang mengambil suatu inventaris dari hidup
mereka
 Suatu waktu untuk melihat kebelakang dari
pada melihat ke depan

58
 Selama proses refleksi ini lansia harus
menghadapi kenyataan
hidupnya secara retrospektif
2. Teori Tugas Perkembangan
 Aktivitas dan tantangan yang harus
dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap
spesifik dalam hidupnya unutk mencapai
penuaan yang sukses
3. Teori Disengagement
 Penarikan diri oleh lansia dari peran
bermasyarakat dan tanggung jawabnya.
 Penarikan diri ini dapat diprediksi,
sistematis, tidak dapat dihindari dan
penting untuk fungsi yang tepat dari
masyarakat yang sedang tumbuh
4. Teori Aktivitas
 Merupakan jalan menuju penuaan yang
sukses yaitu dengan cara tetap aktif
5. Teori Kontinuitas
 Suatu kelanjutan dari kedua teori
sebelumnya
 Mencoba untuk menjelaskan dampak
kepribadian pada kebutuhan untuk tetap
aktif
 Memisahkan diri agar mencapai
kebahagiaan terpenuhinya kebutuhan di
masa tua.

40. DERAJAT DEHIDRASI

59
1. Dehidrasi Ringan (jika penurunan cairan tubuh 5% dari berat
badan)
Gejala :
 Muka memerah
 Rasa sangat haus

 Kulit kering dan pecah-pecah

 Volume urine berkurang dengan warna lebih gelap dari


biasanya

  Pusing dan lemah

 Kram otot terutama pada kaki dan tangan

 Kelenjar air mata berkurang kelembabannya

 Sering mengantuk

 Mulut dan lidah kering dan air liur berkurang

2. Dehidrasi Sedang (jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 %


dari berat badan)
Gejala:
 Gelisah, cengeng
  Kehausan
 Mata cekung
 Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut,
kulit tidak segera kembali ke posisi semula.

 Tekanan darah menurun

 Pingsan

60
 Kontraksi kuat pada otot lengan, kaki, perut, dan
punggung

 Kejang

 Perut kembung

 Gagal jantung

 Ubun-ubun cekung

 Denyut nadi cepat dan lemah

3.  Dehidrasi berat (jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10 %


dari berat badan)
Gejala:
 Berak cair terus-meneru
 Muntah terus-menerus
 Kesadaran menurun, lemas dan terus mengantuk
 Tidak bisa minum, tidak mau makan
 Mata cekung, bibir kering dan biru
 Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik
 Kesadaran berkurang
 Tidak buang air kecil
 Tangan dan kaki menjadi dingin dan lembab
 Denyut nadi semakin cepat dan lemah hingga tidak
teraba
 Tekanan darah menurun drastis hingga tidak dapat
diukur
 Ujung kuku, mulut, dan lidah berwarna kebiruan
41. FASE PENYEMBUHAN LUKA
a. Fase Inflamasi

61
 Respon vaskular dan selular terjadi ketika jaringan
teropong atau mengalami cedera.
 Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan pembekuan
fibrinoplatelet terbentuk dalam upaya untuk mengontrol
pendarahan.
 Reaksi ini berlangsung dari 5 menit sampai 10 menit dan
diikuti oleh vasodilatasi venula
 Fase inflamasi sangat penting dalam proses penyembuhan
luka karena berperan melawan infeksi pada awal terjadinya
luka serta memulai fase proliferasi. Walaupun begitu,
inflamasi dapat terus berlangsung hingga terjadi kerusakan
jaringan yang kronis.
b. Fase Proliferatif
 Fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring
untuk sel-sel yang bermigrasi. sel-sel epitel membentuk
kuncup pada pinggiran luka, kuncup ini berkembang
menjadi kapiler yang merupakan sumber nutrisi bagi
jaringan granulasi yang baru.
 Setelah 2 minggu, luka hanya memiliki 3% sampai 5% dari
kekuatan aslinya, sampai akhir bulan hanya 35% sampai
59% kekuatan luka tercapai. tidak akan lebih dari 70%
sampai 80% kekuatan dicapai kembali.
 Banyak vitamin, terutama vitamin C, membantu dalam
proses metabolisme yang terlibat dalam penyembuhan luka.
c. Fase Maturasi dan Remodeling
 Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroblast mulai
meninggalkan luka.
 Jaringan parut tampak besar, sampai fibril kolagen
menyusun kedalam posisi yang lebih padat.

62
 Kekuatan susunan kolagen akan bertambah seiring dengan
perjalanan waktu.
 Setelah 3 bulan, rata-rata kekuatan jaringan ini mencapai
50% dari kekuatan jaringan normal, dan akan terus
bertambah hingga maksimal 80% dari kekuatan jaringan
normal.
42. MACAM-MACAM SUARA NAPAS
a. Suara napas vesikuler ;
 Terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi.
 Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi
terdengar seperti tiupan.
b. Suara napas bronchial
 Sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena
suara ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube
(pipa), suaranya terdengar keras, nyaring, dengan
hembusan yang lembut.
 Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan
tidak ada henti diantara kedua fase tersebut.
 Normal terdengar di atas trachea atau daerah
suprasternal notch.
c. Suara napas bronkovesikuler :
 gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular.
 Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang
sedang.
 Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi.
 Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi
tertutup oleh dinding dada.
43. JENIS IRAMA PERNAPASAN
a. Eupnea ( normal )
b. Takipnea ( melebihi normal)

63
c. Bradipnea ( kurang dari normal )
d. Apnea ( tidak ada napas )
e. Hiperventilasi ( pernapasan dalam namun kecepatan normal )
f. Cheyne stokes ( secara bertahap semakin cepat kemudian
dalam periode tertentu melambat dan di selingi apnea )
g. Biot ( cepat dan dalam dengan berhenti tiba-tiba diantaranya )
h. Kussmaul ( cepat dan dalam tanpa berhenti )
44. SUARA TAMBAHAN PARU
a. Wheezing
 Suara mengi saat ekspirasi yang biasa terjadi pada
pasien asma
b. Ronchi
 Mengindikasikan adanya sekret yang menumpuk
c. Stridor
 Suara mengi saat inspirasi yang biasa terjadi pada
pasien trauma suhu yang mengalami oedem laring
d. Gurgling
 Bunyi seperti berkumur yang biasa terjadi akibat
penumpukan cairan / darah di laring
e. Snoring
 Bunyi ngorok yang menandakan posisi lidah jatuh ke
belakang
45. KEKUATAN OTOT
 0 = tidak ditemukannya adanya kontraksi pada otot
 1 = terjadi gerakan otot namun tidak ada gerakan. Otot tidak
cukup kuat untuk mengangkat bagian tubuh tertentu
 2 = otot dapat berkontraksi tetapi tidak bisa menggerakkan
bagian tubuh melawan gravitasi namun ketika gravitasi
dihilangkan dengan perubahan posisi tubuh, otot dapat
menggerakkan bagian tubuh secara penuh.

64
 3 = otot dapat berkontraksi dan menggerakkan bagian tubuh
secara penuh melawan gaya gravitasi. Tetapi ketika
diberikan dorongan melawan gerakan tubuh, otot tidak
mampu melawan.
 4 = otot mampu berkontraksi dan menggerakkan tubuh
melawan tahanan minimal. Klien mampu melawan
dorongan yang diberikan namun tidak maksimal
 5 = otot berfungsi normal dan mampu melawan tahanan
maksimal.
46. PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
a. Nervus Olfaktorius / Nervus Kranialis I
 Terdapat pada mukosa rongga hidung
 Diperiksa dengan zat-zat ( bau-bauan ) seperti ; kopi,
the dan tembakau
b. Nervus Optikus / Nervus Kranialis II
 Ketajaman penglihatan
 Pasien disuruh membaca dengan jarak 35 cm
 Pasien disuruh melihat satu benda. Tanyakan
apakah benda yang dilihat jelas/kabur
 Lapangan penglihatan
 Alat yang biasa digunakan adalah jari
pemeriksa.
 Fungsi mata diperiksa bergantian
c. Nervus Okulomotorius / Nervus kranialis III
 Nervus yang mempersyarafi otot-otot bola mata
eksterna, levator palbebra dan konstriktor pupil.
 Dilihat apakah ada edema kelopak mata, kelopak mata
jatuh ( ptosis), celah mata sempit (endophtalmus), bola
mata menonjol (exophtalmus)
d. Nervus Trokhlearis / Nervus kranialis IV
 Pemeriksaan pupil

65
e. Nervus Trigeminus / Nervus Kranialis V
 Syaraf yang mempersyarafi sensoris wajah dan otot
pengunyah.
f. Nervus Abdusens / Nervus Kranialis VI
 Menilai fungsi otot bola mata dengan keenam arah
utama : lateral atas, medial atas, medial bawah, lateral
bawah, ke atas dan kebawah.
g. Nervus Fasialis / Nervus Kranilais VII
 Memberikan sedikit berbagai zat 2/3 lidah bagian depan
seperti gula, garam dan kina
 Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah pada waktu
diuji
h. Nervus Akustikus / Nervus Kranialis VIII
 Pendengaran
 Keseimbangan
i. Nervus Glossofaringeus / Nervus Kranialis IX
 Refleks muntah
j. Nervus Vagus / Nervus kranialis X
 Apakah terjadi regurgitasi hidung
 Observasi denyut jantung klien apa ada bradikardi atau
takikardi
k. Nervus Aksesorius / Nervus Kranialis XI
 Apakah terdapat parese
l. Nervus Hipoglosus/Nervus kranialis XII
 Mempersyarafi otot-otot lidah
47. TRIAGE
A. Pengertian
Triase Adalah Proses khusus Memilah dan memilih pasien
berdasarkan beratnya penyakit menentukan prioritas perawatan

66
gawat medik serta prioritas transportasi. artinya memilih
berdasarkan prioritas dan penyebab ancaman hidup.
Triase/Triage merupakan suatu sistem yang digunakan dalam
mengidentifikasi korban dengan cedera yang mengancam jiwa
untuk kemudian diberikan prioritas untuk dirawat atau
dievakuasi ke fasilitas kesehatan.
B. Prinsip-prinsip dan Tata Triase cara melakukan
Triase dilakukan berdasarkan observasi terhadap 3 hal, yaitu :
1. Pernafasan ( respiratory)
2. Sirkulasi (perfusion)
3. Status Mental (Mental State)
C. Pengelompokan Triase berdasarkan Tag label 
1. Prioritas Nol (Hitam)
- Pasien meninggal atau cedera Parah yang jelas tidak
mungkin untuk diselamatkan. 
2. Prioritas Pertama (Merah)
- Penderita Cedera berat dan memerlukan penilaian cepat
dan tindakan medik atau transport segera untuk
menyelamatkan hidupnya. Misalnya penderita gagal
nafas, henti jantung, Luka bakar berat, pendarahan
parah dan cedera kepala berat.
3. Prioritas kedua (kuning)
- Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera dan
tingkat yang kurang berat dan dipastikan tidak akan
mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. misalnya
cedera abdomen tanpa shok, Luka bakar ringan, Fraktur
atau patah tulang tanpa Shok dan jenis-jenis penyakit
lain.
4. Prioritas Ketiga (Hijau)
- Pasien dengan cedera minor dan tingkat penyakit
yang tidak membutuhkan pertolongan segera serta

67
tidak mengancam nyawa dan tidak menimbulkan
kecacatan.
48. KATS INDEKS
Index katz adalah pemeriksaan disimpulkan dengan system
penilaian yang didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam
melakukan aktifitas fungsionalnya. Salah satu keuntungan dari alat
ini adalah kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi aktivitas
dan latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas
rehabilisasi.
Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz

1 Mandi Dapat mengerjakan Sebagian/pada bagian Sebagian besar/


sendiri tertentu dibantu seluruhnya dibantu
2 Berpakaian Seluruhnya tanpa Sebagian/ pada bagian Seluruhnya dengan
bantuan tertentu dibantu bantuan
3 Pergi ke toilet Dapat mengerjakan Memerlukan bantuan Tidak dapat pergi ke
sendiri WC
4 Berpindah Tanpa bantuan Dengan bantuan Tidak dapat
(berjalan) melakukan
5 BAB dan BAK Dapat mengontrol Kadang-kadang Dibantu seluruhnya
ngompol / defekasi di
tempat tidur
6 Makan Tanpa bantuan Dapat makan sendiri Seluruhnya dibantu
kecuali hal-hal tertentu

Klasifikasi:
A : Mandiri, untuk 6 fungsi
B : Mandiri, untuk 5 fungsi
C : Mandiri, kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain.
D : Mandiri, kecuali untuk mandi, berpakaian dan 1 fungsi lain

68
E : Mandiri, kecuali untuk mandi, berpakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi
lain
F : Mandiri, kecuali untuk mandi, berpakaian, pergi ke toilet berpindah
(berjalan) dan 1 fungsi lain
G : Tergantung untuk 6 fungsi.
Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari
orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap
tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu
49. MANAJEMEN SISTEM 5 MEJA
 Meja 1 = pendaftaran
 Meja 2 = penimbangan
 Meja 3 = pencatatan
 Meja 4 = penyuluhan kesehatan
 Meja 5 = pelayanan professional
50. RUANG LINGKUP KEPERAWATAN KOMUNITAS
a. Pencegahan level 1 ( Promotif dan preventif )
 Promotif
 Penyuluhan kesehatan / Penkes
 Pemeliharaan kesehatan perorangan
 Pemeliharaan kesehatan lingkungan
 Peningkatan gizi dengan pedoman umum gizi
seimbang
 Olahraga teratur
 Rekreasi
 Pendidikan seks
 Preventif
 Imunisasi
 Pemeriksaan kesehatan berkala di puskesmas,
RS

69
 Pemeberian vitamin A dan yodium
 Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas,
menyusui
b. Pencegahan level 2 ( Kuratif )
 Merawat dan mengobati anggota-anggota keluarga yang
sakit
 Perawatan payudara
 Home nursing
 Perawatan tali pusat
c. Pencegahan level 3 ( rehabilitatif )
 Upaya pemulihan kesehatan bagi penderita yang
dirawat di rumah
 Latihan napas dalam dan batuk efektif
 Latihan ROM untuk penderita stroke
d. Resosialisasi
 Upaya mengembalikan individu, keluarga dan
kelompok khusus ke dalam pergaulan masyarakat
( misalnya kusta, AIDS, WTS, tuna wisma ).
51. TINGKAT PENCEGAHAN DALAM KEPERAWATAN
KOMUNITAS
a. Pencegahan Primer
 Merupakan pencegahan sejati
 Mencakup usaha promosi kesehatan, penkes, imunisasi,
kebersihan diri, penggunaan sanitasi lingkungan yang
bersih, olahraga, perubahan gaya hidup, aktivitas
kebugaran fisik (senam), nutrisi.
b. Pencegahan Sekunder
 Melakukan deteksi dini
 Melakukan penanganan yang tepat seperti skrining
kesehatan

70
 Deteksi dini adanya gangguan kesehatan
 Uji gula darah untuk mengetahui adanya DM
 Uji perkembangan denver untuk mengkaji adanya
keterlambatan perkembangan anak.
c. Pencegahan Tersier
 Tujuan untuk mencegah komplikasi
 Meminimalkan ketunadayaan
 Memaksimalkan fungsi melalui rehabilitasi
 Melakukan rujukan kesehatan
 Melakukan konseling kesehatan bagi individu yang
memiliki masalah kesehatan
 Memfasilitasi ketidakmampuan
 Mencegah kematian
52. PERAN PERAWAT KOMUNITAS
a. Care Provider
 Memberikan asuhan keperawatan kepada individu,
keluarga dan komunitas secara langsung menggunakan
prinsip 3 tingkat pencegahan
b. Advocate
 Tanggap terhadap kebutuhan komunitas dan mampu
mengkomunikasikan kebutuhan tersebut kepada
pemberi layanan secara tepat.
 Mampu menggunakan sumber atau dukungan yang
tersedia di masyarakat
 Membantu komunitas mengambil keputusan guna
mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.
c. Educator
 Pemberian informasi
d. Conselor
 Mendengarkan keluhan secara obyektif

71
 Memberikan umpan balik dan informasi serta
membantu klien melalui proses pemecahan masalah
 Mengidentifikasi sumber yang dimiliki klien
e. Case Manager
 Mengkaji dan mengidentifikasi kebutuhan klien
 Merancang rencana keperawatan untuk memenuhi
kebutuhan klien
 Mengawasi dan mengevaluasi dampak terhadap
pelayanan yang diberikan
f. Consultan
 Membantu klien untuk memahami dan membantu
komunitas dalam mengambil keputusan yang tepat
 Bertindak sebagai konsultan bagi perawat lain,
professional lain dalam memberikan informasi dan
bantuan dalam mengatasi masalah
g. Researcher
 Sebagai peneliti
 Mengaplikasikan hasil riset dalam praktik keperawatan
 Mengumpulkan data, merancang dan mendesiminasikan
hasil riset
h. Collaborator
 Berpartisipasi dalam kerjasama membuat kebijakan
 Berkomunikasikan dengan anggota tim kesehatan
 Berpartisipasi dalam kerjasama melakukan tindakan
untuk menyelesaikan masalah
i. Liaison/Penghubung
 Sebagai penghubung
 Merujuk permasalahan klien kepada sarana pelayanan
kesehatan serta sumber yang ada di masyarakat.
53. MANAGEMEN KONFLIK

72
a. Bersaing
Mengatasi konflik dengan bersaing adalah penanganan
konflik di mana seseorang atau satu kelompok berupaya
memuaskan kepentingannya sendiri tanpa mempedulikan
dampaknya pada orang lain atau kelompok lain
b. Berkolaborasi
Berkolaborasi adalah upaya yang ditempuh untuk
memuaskan kedua belah pihak yang sedang berkonflik
c. Menghindar
Menghindar adalah cara menyelesaikan konflik di mana
pihak yang sedang berkonflik mengakui adanya konflik
dalam interaksinya dengan orang lain tetapi menarik diri
atau menekan konflik tersebut (seakan-akan tidak ada
konflik atau masalah).
d. Akomodasi
Akomodasi adalah upaya menyelesaikan konflik dengan
cara salah satu pihak yang berkonflik menempatkan
kepentingan pihak lain yang berkonflik dengan dirinya
lebih tinggi.
e. Kompromi
Kompromi adalah cara penyelesaian konflik di mana semua
pihak yang berkonflik mengorbankan kepentingannya demi
terjalinnya keharmonisan hubungan dua belah pihak
tersebut.
54. MEKANISME KOPING
a. Kompensasi
 Proses dimana seseorang memperbaiki penurunan
citra diri dengan secara tegas menonjolkan
keistimewaan/kelebihan yang dimilikinya
b. Penyangkalan ( Denial )

73
 Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas
dengan mengingkari realitas tersebut
c. Pemindahan ( Displacement )
 Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada
seseorang/benda lain yang biasanya nertal atau lebih
sedikit mengancam dirinya.
d. Disosiasi
 Pemisahan suatu kelompok proses mental atau
perilaku dari kesadaran atau identitasnya
e. Identifikasi ( Identification )
 Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang
yang ia kagumi berupaya dengan
mengambil/menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan
selera orang tersebut
f. Intelektualisasi ( Intelectualization )
 Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang mengganggu
perasaannya
g. Introjeksi ( Introjection )
 Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang
mengambil dan melebur nilai-nilai dan kualitas
seseorang atau suatu kelompok ke dalam struktur
egonya sendiri, merupakan hati nurani
h. Isolasi
 Pemisahan unsure emosional dari suatu pikiran yang
mengganggu dapat bersifat sementara atau
berjangka lama
i. Proyeksi
 Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri
sendiri kepada orang lain terutama keinginan,

74
perasaan emosional dan motivasi yang tidak dapat
ditoleransi
j. Rasionalisasi
 Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan
dapat diterima masyarakat untuk
menghalalkan/membenarkan impuls, perasaaan,
perilaku dan motif yang tidak dapat diterima
k. Reaksi formasi
 Pengembangan sikap dan pola perilaku yang ia
sadari yang bertentangan dengan apa yang
sebenarnya ia rasakan atau ingin lakukan
l. Regresi
 Kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan
merupakan cirri khas dari suatu taraf perkembangan
yang lebih dini
m. Represi
 Pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran,
impuls atau ingatan yang menyakitkan atau
bertentangan dari kesadaran seseorang.
 Merupakan pertahanan ego yang primer yang
cenderung oleh mekanisme lain
n. Pemisahan ( Splitting )
 Sikap mengelompokkan orang/keadaan hanya
sebagai semuanya baik atau semuanya buruk
 Kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan
negative di dalam diri sendiri
o. Sublimasi
 Penerimaaan suatu sasaran pengganti yang mulia
artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan
yang mengalami halangan dalam penyalurannya
secara normal

75
p. Supresi
 Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme
pertahanan tetapi sebetulnya merupakan analog
represi yang disadari
 Pengesampingan yang disengaja tentang suatu
bahan dari kesadaran seseorang
q. Undoing
 Tindakan/perilaku atau komunikasi yang
menghapuskan sebagian dari tindakan/perilaku atau
komunikasi sebelumnya
 Merupakan pertahanan primitif

55. SPO PERAWATAN COLOSTOMI


A FASE ORIENTASI
1 Memberi salam/ menyapa klien
2 Memperkenalkan diri
3 Menjelaskan tujuan
4 Menjelaskan langkah prosedur
5 Menjaga privacy klien
6 Mencuci tangan
B FASE KERJA
1 Mengatur posisi tidur klien
2 Memakai sarung tangan
Meletakkan perlak pengalas di bagian kanan/ kiri
3
pasien sesuai letak stoma
Meletakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan
4 ke tubuh pasien
Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi,
5 dll)

76
6 Membuka kantong kolostomi secara hati-hati
dengan menggunakan pinset dan tangan kiri
menekan kulit pasien
Membersihkan stoma dan kulit sekitar stoma
7
dengan kapas sublimat/ kapas air hangat/ NaCl
8 Mengobservasi stoma dan kulit sekitar stoma
Mengeringkan kulit sekitar kolostomi dengan
9 kassa steril
Memberikan zink salep jika terdapat iritasi pada
10 kulit sekitar stoma
Mengukur stoma dan membuat lubang kantong
11
kolostomi sesuai dengan ukuran stoma
Membuka salah satu sisi ( sebagian ) perekat
12 kantong kolostomi
Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi
13 vertikal/ horisontal/ miring sesuai kebutuhan
pasien
Memasukkan stoma melalui lubang kantong
14 kolostomi
Merekatkan kolostomi bag dengan tepat tanpa
15 udara di dalamnya
16 Merapikan klien dan membereskan alat

17 Mencuci tangan
C. FASE TERMINASI
1 Mengevaluasi tindakan
2 Menyampaiakn RTL
3 Berpamitan
4 Dokumentasi

56. TIMBANG TERIMA

77
 Timbang terima (operan) adalah merupakan teknik atau
cara untuk menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan)
yang berkaitan dengan keadaan pasien.
 Timbang terima pasien dilakukan seefektif mungkin dengan
menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang
tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah
dilakukan/belum dan perkembangan pasien saat itu
 Timbang terima dilakukan oleh perawat primer
keperawatan kepada perawat primer (penanggung jawab)
dinas sore atau dinas malam secara tertulis dan lisan.
 Timbang terima dilakukan di nurse station kemudian
dilanjutkan ke bed pasien
57. RUMUS MENGHITUNG USIA ANAK
Contoh : seorang anak perempuan pada tanggal 15 juni 2016 di
antar ke poli tumbuh kembang untuk melakukan pemeriksaan
perkembangan dan hasil pengkajian didapatkan anak lahir tanggal
25 oktober 2014. Berapakah usia anak tersebut?
Jawaban : tanggal lahir : 25-10-2014
Tanggal kunjungan : 15-06-2016
Maka tanggal 30+15-25 = 20 hari
Bulan 12+5-10 = 7 bulan
Tahun 2015-2014 = 1 tahun
Jadi usia anak adalah 1 tahun 7 bulan 20 hari
58. MASALAH ETIK KEPERAWATAN
Bandman (1990) secara umum menjelaskan bahwa permasalahan
etika keperawatan pada dasarnya terdiri dari lima jenis, yaitu :
1. Kuantitas Melawan Kuantitas Hidup
Contoh Masalahnya : seorang ibu minta perawat untuk
melepas semua selang yang dipasang pada anaknya yang
berusia 14 tahun, yang telah koma selama 8 hari. Dalam
keadaan seperti ini, perawat menghadapi permasalahan tentang

78
posisi apakah yang dimilikinya dalam menentukan keputusan
secara moral. Sebenarnya perawat berada pada posisi
permasalahan kuantitas melawan kuantitas hidup, karena
keluarga pasien menanyakan apakah selang-selang yang
dipasang hampir pada semua bagian tubuh dapat
mempertahankan pasien untuk tetap hidup.
2. Kebebasan Melawan Penanganan dan pencegahan Bahaya.
Contoh masalahnya : seorang pasien berusia lanjut yang
menolak untuk mengenakan sabuk pengaman sewaktu
berjalan. Ia ingin berjalan dengan bebas. Pada situasi ini,
perawat pada permasalahan upaya menjaga keselamatan pasien
yang bertentangan dengan kebebasan pasien.
3. Berkata secara jujur melawan berkata bohong
Contoh masalahnya : seorang perawat yang mendapati teman
kerjanya menggunakan narkotika. Dalam posisi ini, perawat
tersebut berada pada masalah apakah ia akan mengatakan hal
ini secara terbuka atau diam, karena diancam akan dibuka
rahasia yang dimilikinya bila melaporkan hal tersebut pada
orang lain.
4. Keinginan terhadap pengetahuan yang bertentangan dengan
falsafah  agama, politik, ekonomi dan ideology
Contoh masalahnya : seorang pasien yang memilih
penghapusan dosa daripada berobat ke dokter.
5. Terapi ilmiah konvensional melawan terapi tidak ilmiah dan
coba-coba
Contoh masalahnya : di Irian Jaya, sebagian masyarakat
melakukan tindakan untuk mengatasi nyeri dengan daun-daun
yang sifatnya gatal. Mereka percaya bahwa pada daun tersebut
terdapat miang yang dapat melekat dan menghilangkan rasa
nyeri bila dipukul-pukulkan dibagian tubuh yang sakit.
59. DERAJAT PENYAKIT DHF

79
a. Derajat I (Ringan)
 Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala
klinik lain, dengan manifestasi perdarahan ringan.
 Uji tes “rumple leed’’ yang positif.
b. Derajat II (Sedang )
 Ditemukan perdarahan spontan di kulit dan
manifestasi perdarahan lain yaitu epitaksis
(mimisan), perdarahan gusi, hematemesis dan
melena (muntah darah).
 Gangguan aliran darah perifer ringan yaitu kulit
yang teraba dingin dan lembab.
c. Derajat III ( Berat )
 Penderita syok berat dengan gejala klinik
ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat
dan lembut, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg)
atau hipotensi
 Kulit yang dingin, lembab, dan penderita menjadi
gelisah.
d. Derajat IV
 Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi
yang tidak
dapat diukur dan nadi yang tidak dapat diraba.
60. OBAT YANG SERING DIBERIKAN PADA PASIEN
GANGGUAN JIWA
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile )
 Indikasi
 untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi,
ansietas, ketegangan, kebingungan, insomnia,
halusinasi, waham, dan gejala – gejala lain yang
biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik

80
depresi, gangguan personalitas, psikosa involution,
psikosa masa kecil.
 Cara pemberian untuk kasus psikosa dapat diberikan
per oral atau suntikan intramuskuler.
 Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti
peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari.
Dosis ini dipertahankan selama satu minggu.
Pemberian dapat dilakukan satu kali pada malam
hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala
psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara
perlahan – lahan sampai 600 – 900 mg perhari.
 Kontra indikasi
 sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan
keadaan koma, keracunan alkohol, barbiturat,
atau narkotika, dan penderita yang hipersensitif
terhadap derifat fenothiazine.
 Efek samping
 yang sering terjadi misalnya lesu dan
mengantuk, hipotensi orthostatik, mulut kering,
hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada
wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala
ekstrapiramida. Intoksikasinya untuk penderita
non psikosa dengan dosis yang tinggi
menyebabkan gejala penurunan kesadaran
karena depresi susunan syaraf pusat,
hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan
perubahan gambaran irama EKG. Pada
penderita psikosa jarang sekali menimbulkan
intoksikasi.
b. Haloperidol ( Haldol, Serenace )
 Indikasinya

81
 yaitu manifestasi dari gangguan psikotik,
sindroma gilies de la tourette pada anak – anak
dan dewasa maupun pada gangguan perilaku
yang berat pada anak – anak.
 Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang
terbagi menjadi 6 – 15 mg untuk keadaan berat.
Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg
intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung
kebutuhan.
 Kontra indikasinya
 depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma,
penyakit parkinson, hipersensitif terhadap
haloperidol.
 Efek samping
 yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor,
lesu, letih, gelisah, gejala ekstrapiramidal atau
pseudoparkinson.
 Efek samping yang jarang adalah nausea, diare,
kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala
gangguan otonomik.
 Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi,
reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila
klien memakai dalam dosis melebihi dosis
terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau
kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma,
depresi pernapasan.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin )
 Indikasinya
 untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa
khususnya gejala skizofrenia.  

82
 Obat ini membantu menurunkan rasa kaku pada
otot, keringat berlebih, dan produksi saliva,
serta membantu meningkatkan kemampuan
berjalan pada penderita Parkinson.
 Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal
sebaiknya rendah ( 12,5 mg ) diberikan tiap 2
minggu.b Bila efek samping ringan, dosis
ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian
diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali suntikan,
tergantung dari respon klien. Bila pemberian
melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya
peningkatan perlahan – lahan.
 Kontra indikasinya
 pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat,
hipersensitif terhadap fluphenazine atau ada
riwayat sensitif terhadap phenotiazine.
Intoksikasibiasanya terjadi gejala – gejala sesuai
dengan efek samping yang hebat. Pengobatan
over dosis ; hentikan obat berikan terapi
simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan
levarteronol hindari menggunakan ephineprine.
 Efek samping
 Kering pada mulut
 Bola mata membesar atau pandangan kabur
 Lelah atau pusing
 Sulit buang air kecil atau sembelit
 Gugup atau cemas
 Gangguan pada perut
 Keringat berkurang

83
61. TEST TOURNIQUET/ RUMPLE LEED TEST
Rumple leed test adalah salah satu cara yang paling mudah dan
cepat untuk menentukan apakah terkena demam berdarah atau
tidak. Rumple leed adalah pemeriksaan bidang hematologi  dengan
melakukan pembendungan pada bagian lengan atas selama 10
menit untuk uji diagnostik kerapuhan vaskuler dan fungsi
trombosit.
Prosedur pemeriksaan Rumple leed tes yaitu:
- Pasang ikatan sfigmomanometer pada lengan atas dan pump
sampai tekanan 100 mmHg (jika tekanan sistolik pesakit < 100
mmHg, pump sampai tekanan ditengah-tengah nilai sistolik
dan diastolik).
- Biarkan tekanan itu selama 10 menit (jika test ini dilakukan
sebagai lanjutan dari test IVY, 5 menit sudah mencukupi).
- Lepas ikatan dan tunggu sampai tanda-tanda statis darah hilang
kembali. Statis darah telah berhenti jika warna kulit pada
lengan yang telah diberi tekanan tadi kembali lagi seperti
warna kulit sebelum diikat atau menyerupai warna kulit pada
lengan yang satu lagi (yang tidak diikat).
- Cari dan hitung jumlah petechiae yang timbul dalam lingkaran
bergaris tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti.
Catatan
- Jika ada > 10 petechiae dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm
kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti test Rumple Leede
dikatakan positif. Seandainya dalam lingkaran tersebut tidak
ada petechiae, tetapi terdapat petechiae pada distal yang lebih
jauh daripada itu, test Rumple Leede juga dikatakan positif.
- warna merah didekat bekas ikatan tensi mungkin bekas jepitan,
tidak ikut diikut sebagai petechiae

84
- pasien yg “tek” darahnya tdk diketahui, tensimeter dapat
dipakai pada “tek” 80 mmHg
- pasien tidak boleh diulang pada lengan yang sama dalam
waktu 1 minggu
- Derajad laporan :
(-)    = tidak didapatkan petechiae
(+1) = timbul beberapa petechiae dipermukaan pangkal lengan
(+2) = timbul banyak petechiae dipermukaan pangkal lengan
(+3) = timbul banyak petechiae diseluruh permukaan pangkal
lengan & telapak tangan muka & belakang
(+4) = banyak sekali petechiae diseluruh permukaan lengan,
telapak tangan & jari, muka & belakang
- Ukuran normal: negative atau jumlah petechiae tidak lebih dari
10
62. PEMASANGAN WSD
Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang
menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari
cavum pleura ( rongga pleura)
TUJUANNYA
Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk
mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut
INDIKASI PEMASANGAN WSD :
• Hemotoraks, efusi pleura
• Pneumotoraks ( > 25 % )
• Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
• Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

KONTRA INDIKASI PEMASANGAN :


• Infeksi pada tempat pemasangan
• Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

CARA PEMASANGAN WSD

85
1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V,
di linea aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukann.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam
sampai muskulus interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian
dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk
memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru.
5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat
dengan menggunakan Kelly forceps
6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan
ke dinding dada
7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah
dimasukkan.
ADA BEBERAPA MACAM WSD :
1. WSD dengan satu botol
 Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana
 Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi
sebagai botol penampung.
 Drainage berdasarkan adanya grafitasi.
 Umumnya digunakan pada pneumotoraks
2. WSD dengan dua botol
 Botol pertama sebagai penampung / drainase
 Botol kedua sebagai water seal
 Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.
 Dapat dihubungkan sengan suction control
3. WSD dengan 3 botol
 Botol pertama sebagai penampung / drainase
 Botol kedua sebagai water seal

86
 Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol
dengan manometer.

65. POSTURAL DRAINASE


Postural drainase (PD) merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan
sekresi dari berbagai segmen paru dengan menggunakan pengaruh gaya
gravitasi..
Waktu yang terbaik untuk melakukan PD yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan
pagi dan sekitar 1 jam sebelumtidur pada malam hari.
Postural drainase (PD) dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret
dalam saluran nafas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga
tidak terjadi atelektasis. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak
PD lebih efektif bila disertai dengan clapping dan vibrating.
Postural darinase (PD) merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari
paru dengan mempergunakan gaya berat dan sekret itu sendiri. Postural
Drainase (PD) dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam
saluran nafas tetapi mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi
ateletaksis. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak postural
drainase lebih efektif bila disertai dengan perkusi dan vibrasi dada.
B.     Tujuan dilakukan Postural Drainase
Untuk mengeluarkan secret yang tertampung.
Untuk mencegah akumulasi secret agar tidak terjadi atelektasis.
Mencegah dan mengeluarkan secret.
C.    Indikasi dan Kontra Indikasi Klien yang Mendapat Drainase Postural
Indikasi
Mencegah penumpukan secret yaitu pada:
pasien yang memakai ventilasi
pasien yang melakukan tirah baring yang lama
pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik,
bronkiektasis
mobilisasi secret yang tertahan :

87
pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh secret
pasien dengan abses paru
pasien dengan pneumonia
Kontraindikasi
Tension pneumotoraks
Hemoptisis
Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark
miokard akutrd infark dan aritmia.
Edema paru
Efusi pleura yang luas
63. SUCTION
Suction (Pengisapan Lendir) merupakan tindakan pengisapan yang
bertujuan untuk mempertahankan jalan napas, sehingga memungkinkan
terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan
secret dari jalan nafas, pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya
sendiri
Tujuan :
 Mempertahankan kepatenan jalan nafas
 Membebaskan jalan nafas dari secret/ lendir yang menumpuk
 Mendapatkan sampel/sekret untuk tujuan diagnosa.
Prinsip:
Tekhnik steril, agar mikroorganisme tidak mudah masuk ke faring,
trakeal dan bronki.
Komplikasi:
a. Hipoksia
b. Trauma jaringan
c. Meningkatkan resiko infeksi
d. Stimulasi vagal dan bronkospasm
Kriteria :
a. Kelengkapan alat penghisap lender dengan ukuran slang yang tepat
b. Menggunakan satu selang penghisap lendir steril untuk satu klien

88
c. Menggunkan slang penghisap lendir yang lembut
d. Penghisapan dilakukan dengan gerakan memutar dan intermitten
e. Observasi tanda-tanda vital
Indikasi :
a Klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu
membersihkan sekret dengan mengeluarkan atau menelan
b Ada atau tidaknya secret yang menyumbat jalan nafas, dengan
ditandai terdengar suara pada jalan nafas, hasil auskultasi yaitu
ditemukannya suara crakels atau ronchi, kelelahan pada pasien.
Nadi dan laju pernafasan meningkat, ditemukannya mucus pada
alat bantu nafa.
c Klien yang kurang responsive atau koma yang memerlukan
pembuangan secret oral 
Prosedur Kerja
a. Persiapan Alat
- Bak instrument berisi: pinset anatomi 2, kasa secukupnya.
- NaCl atau air matang.
- Canule section.
- Perlak dan pengalas.
- Mesin suction.
- Sarung tangan
c. Persiapan Perawat yang akan melakukan tindakan
suction/pengisapan
1. Lakukan pengecekan program terapi pasien.
2. Cuci tangan.
3. Tempatkan alat di dekat pasien.
4. Persiapan Pasien:
5. Pastikan identitas pasien.
6. Kaji kondisi pasien.
7. Beritahu dan jelaskan pada pasien atau keluarganya tentang
tindakan yang akan dilakukan.

89
8. Jaga privasi pasien.
c. Pelaksanaan 
1. Beri tahu pasien bahwa tindakan akan segera dimulai.
2. Cek alat-alat yang akan digunakan.
3. Cuci tangan.
4. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur pasien.
5. Pakai sarung tangan.
6. Berikan posisi yang nyaman pada pasien dengan kepala
sedikit ekstensi
7. Berikan Oksigen 2 – 5 menit
8. Letakkan pengalas di bawah dagu pasien
9. Hidupkan mesin, mengecek tekanan dan botol penampung
10. Masukkan kanul section dengan hati-hati (hidung ± 5 cm,
mulut ±10 cm)
11. Hisap lendir dengan menutup lubang kanul, menarik keluar
perlahan sambil memutar (+ 5 detik untuk anak, + 10 detik
untuk dewasa)
12. Bilas kanul dengan NaCl, berikan kesempatan pasien
bernafas
13. Ulangi prosedur tersebut 3-5 kali suctioning
14. Observasi keadaan umum pasien dan status pernafasannya
15. Observasi secret tentang warna, bau dan volumenya
Bereskan alat.
16. Lepaskan handscoen.
17. Rapihkan kembali pasien.
18. Berikan reinforcement positif pada pasien.
19. Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya.
20. Kembalikan peralatan.
21. Cuci tangan.
64. TINGKAT KETERGANTUNGAN PASIEN MENURUT
DOUGLASS

90
1. PERAWATAN MINIMAL
Memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam, dengan kriteria :
a. Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri
b. Makan dan minum dilakukan sendiri
c. Ambulasi dengan pengawasan
d. Observasi TTV dilakukan setiap jaga (shift)
e. Pengobatan minimal dengan status psikologis stabil
2. PERAWATAN PARSIAL
Memerlukan waktu 3-4 jam/24 jam dengan criteria :
a. Kebersihan diri dibantu, makan dan minum dibantu
b. Oservasi TTV setiap 4 jam
c. Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
d. Pasien dengan catheter urine, pemasukan dan
pengeluaran intake output cairan dicatat/dihitung
e. Pasien dengan infuse, persiapan pengobatan yang
memerlukan prosedur
7. PERAWATAN TOTAL
Memerlukan waktu 5-6 jam/24 jam dengan criteria :
a. Semua keperluan pasien dibantu
b. Perubahan posisi, observasi TTV dilakukan setiap 2
jam
c. Makan melalui selang NGT, terapi intravena
d. Dilakukan penghisapan lender
e. Gelisah/disorientasi
65. KATEGORI KEPERAWATAN MENURUT SWANBURG
1. SELF CARE
a. Klien memerlukan bantuan minimal dalam melakukan
tindak keperawatan dan pengobatan
b. Klien melakukan aktivitas perawatan diri sendiri secara
mandiri

91
c. Biasanya dibutuhkan waktu 1-2 jam dengan waktu rata-
rata efektif 1,5 jam/24 jam
2. MINIMAL CARE
a. Klien memerlukan bantuan sebagian dalam melakukan
tindak keperawatan dan pengobatan tertentu, misalnya
pemberian obat intravena dan mengatur posisi.
b. Biasanya dibutuhkan waktu 3-4 jam dengan waktu rata-
rata efektif 3,5 jam/24 jam
3. INTERMEDIATE CARE
Klien biasanya dibutuhkan waktu 5-6 jam dengan waktu rata-
rata efektif 5,5 jam/24 jam
8. MOTHFIED INTENSIVE CARE
Klien biasanya dibutuhkan waktu 7-8 jam dengan waktu rata-
rata efektif 7,5 jam/24 jam
9. INTENSIVE CARE
Klien biasanya dibutuhkan waktu 10-14 jam dengan waktu
rata-rata efektif 12 jam/24 jam
66. STRATREGI INTERVENSI KEPERAWATAN KOMUNITAS
(MENURUT HITCOCK, SCHUBERT DAN THOMAS (1999)
1. Proses Kelompok
 Proses yang selalu berubah, berkembang dan dapat
menyesuaiakan diri dengan keadaaan yang selalu berubah
 Diperlukan komunikasi, motivasi tim, keragaman tim
dalam mengatasi konflik yang terjadi
 Menunjukkan minat dan kebutuhan serta tujuan yang sama
2. Pendidikan kesehatan
 Upaya terencana unutk perubahan perilaku masyarakat
sesuai dengan norma-norma
 Memelihara dan meningkatkan kesehatan yang didasarkan
pada pengetahuan dan kesadaran melalui proses
pembelajaran

92
3. Kemitraan
 Hubungan kerjasama antara 2 pihak atau lebih berdasarkan
kesetaraan, ketebukaan dana asas saling menguntungkan
unutk mencapai tujuan bersama.
4. Pemberdayaan
 Proses yang dilakukan oleh individu, kelompok dan
komunitas untuk mencapai kemanfaatan dalam kehidupan
 Memobilisasi komunitas agar mampu berperan dalam
pengambilan keputusan
 Upaya fasilitasi agar masyarakat mengenal masalah yang
dihadapi
67. MACAM-MACAM EVALUASI
a. Evaluasi Formatif ( Proses )
Focus tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan
dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan
b. Evaluasi Sumatif ( Hasil )
Focus evaluasi ini adalah perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan.

68. PENILAIN PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


KELUARGA
Skoring diagnosa keperawatan menurut Baylon dan Malgaya
(1978)
No Kriteria Skor Bobot
1 sifat masalah 1
a. Tidak/ kurang sehat 3
b. Ancaman kesehatan 2
c. Keadaan sejahtera 1
2 kemungkinan masalah dapat diubah 2
a. Mudah 2
b. Sebagian 1
c. Tidak dapat 0
3 potensial masalah untuk dicegah 1
a. Tinggi 3

93
b. Cukup 2
c. Rendah 1
4 Menonjolnya masalah 1
a. Masalah berat harus ditangani 2
b. Ada masalah tapi tidak perlu 1
ditangani
c. Masalah tidak dirasakan 0

Cara menentukan scoring


1) Tentukan skor untuk setiap criteria
2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan
bobot
3) Jumlah skor untuk semua criteria
4) Tentukan skor, nilai tertinggi menentukan urutan diagnosa
keperawatan keluarga
69. PERHITUNGAN TENAGA PERAWAT MENURUT
DOUGLASS
Tingkat ketergantungan Shift Shift Shift
Pagi Sore Malam
Minimal Care 0,17 0,14 0,07
Partial Care 0,27 0,15 0,10
Total Care 0,36 0,30 0,20

70. TAHAP-TAHAP KOMUNIKASI TERAPEUTIK


a. Fase Prainteraksi

 Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan


klien.
 Perawat mengumpulkan data tentang klien,
 mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri dan
membuat rencana pertemuan dengan klien.
b. Fase Orientasi.

 memberi salam dan senyum pada klien,


 melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif),

94
 memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama
kesukaan klien,
 menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan,
 menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
kegiatan,
 menjelaskan kerahasiaan.
 Tujuan akhir pada fase ini ialah terbina hubungan saling
percaya.
c. Fase Kerja

 memberi kesempatan pada klien untuk bertanya,


 menanyakan keluhan utama, memulai kegiatan dengan
cara yang baik, melakukan kegiatan sesuai rencana.
 Perawat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan
pola-pola adaptif klien.
d. Fase Terminasi

 menyimpulkan hasil wawancara,


 Renana tindak lanjut dengan klien,
 melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik) yang
akan datang
 mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.

95

Anda mungkin juga menyukai