Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
AKREDITASI”
AKREDITASI”. Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan
Makalah ini tidak terlepas dari bantuan media massa, litelatur buku,
kerjasama kelompok kami serta bimbingan dari dosen pembimbing. Makalah ini
kami susun berdasarkan materi yang kami dapat dari media massa dan litelatur
buku.
Semoga makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
yang membutuhkan. Makalah ini tentunya terdapat kekurangan maupun kesala han
untuk itu kritik dan saran serta masukan dari teman-teman sangat kami nantikan.
Kelompok 7
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan Indonesia sampai saat ini masih berada dalam proses
mewujudkan keperawatan sebagai profesi, maka akan
akan terjadi beberapa
perubahan dalam aspek keperawatan yaitu: penataan pendidikan tinggi
keperawatan, pelayanan dan asuhan keperawatan, pembinaan dan
kehidupan keprofesian, dan penataan lingkungan untuk perkembangan
keperawatan. pelayanan keperawatan harus dikelola secara profesional,
karena tidak perlu adanya manajemen keperawatan.
Manajemen keperawatan harus dapat diaplikasikan dalam tatanan
pelayanan nyata di rumah sakit, sehingga perawat perlu memahami
berbagai konsep dan aplikasinya di dalam organisasi keperawatan itu
sendiri.
Manajemen berfungsi untuk melakukan semua kegiatan yang perlu
dilakukan dalam rangka mencapai tujuan dalam batas-batas yang telah
ditentukan pada tingkat administrasi. Manajemen adalah suatu ilmu dan
senii perancanaan, pengarahan, pengorganisasian dan pengontrol dari
benda dan manusia untuk mencapai
mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya
sebelumnya
Manajemen keperawatan adalah proses pelaksanaan pelayanan
keperawatan melalui upaya staf keperawatan untuk memberikan asuhan
keperawatan, pengobatan dan rasa aman kepada pasien, keluarga dan
masyarakat (Gillies, 1989)
Untuk lebih memahami arti dari manajemen keperawatan maka kita
perlu mengetahui terlebih dahulu Apa yang dimaksud dengan organisasi
keperawatan, Bagaimana tugas
tugas dan tanggung jawab dari masing-masing
personil di dalam organisasi yang pada akhirnya akan membawa
membawa kita untuk
lebih mengerti bagaimana konsep dasar dari manajemen keperawatan itu
sendiri.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah cara meningkatkan kualitas ketenagaan yang sesuai
dengan standar akreditasi ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui tentang konsep ketenagaan.
2. Mengetahui tentang akreditasi.
3. Mengetahui cara meningkatkan kualitas ketenagaan sesuai standar
akreditasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4. Prinsip-Prinsip Ketenagaan
Prinsip untuk staf perawat yang ditulis dalam buku yang ditulis
oleh (Ambos Kai, 2010) dikembangkan untuk membimbing tenaga
kerja perawat. 9 prinsip tersebut disusun menjadi 3 kategori yang
berkaitan dengan unit perawatan pasien, staf dan organisasi. Sembilan
prinsip tersebut adalah sebagai berikut (Ana, 1999)
a. Unit perawatan pasien
1) Tingkat ketenagaan yang sesuai untuk unit perawatan pasien
mencerminkan analisis kebutuhan pasien individual dan
agregat.
2) Tingkat berikut adalah kebutuhan kritis untuk menunda atau
mempertanyakan secara serius kegunaan konsep jam
perawatan.
3) Fungsi unit yang diperlukan untuk mendukung penyampaian
asuhan keperawatan berkualitas juga harus diperhatikan
dalam menentukan tingkat ketenagaan.
b. Staf
1) Kebutuhan khusus dari berbagai pasien harus memenuhi
kompetensi klinis yang sesuai dengan praktik perawat di
wilayah tersebut.
2) Registered Nurse (RN) harus memiliki dukungan manajemen
keperawatan dan perwakilan baik di tingkat operasional
maupun tingkat eksekutif.
3) Dukungan klinis dari RN yang berpengalaman harus tersedia
untuk RN tersebut dengan kemampuan yang kurang
c. Organisasi
1) Kebijakan organisasi harus mencerminkan organisasi yang
menghargai perawat terdaftar dan karyawan lainnya sebagai
aset strategis dan menunjukkan komitmen sejati untuk
mengisi posisi yang dianggarkan pada waktu yang tepat.
2) Institusi harus memiliki kompetensi terdokumentasi untuk
staf perawat, termasuk RN atau RN tambahan dan bepergian,
untuk kegiatan yang telah mereka lakukan.
3) Kebijakan organisasi harus mengenali berbagai kebutuhan
baik pasien maupun staf perawat.
B. Konsep Teori Akreditasi
1. Definisi
Akreditasi menurut ensiklopedi masional adalah suatu bentuk
pengakuan yang diberikan oleh pemerintah untuk suatu
s uatu lembaga atau
institusi.
Akreditasi rumah sakit ialah suatu pengakuan yang diberikan oleh
pemerintah pada rumah sakit karena telah memenuhi standar yang
disyaratkan. Akreditasi rumah sakit merupakan salah satu cara
pemantauan bagi pelaksanaan pengukuran indikator kinerja rumah
sakit. Pengembangan penilaian terhadap kinerja rumah sakit
merupakan tugas dari pemerintah dalam hal ini adalah Departement
Kesehatan. (Kusbaryanto, 2010)
Sedangkan menurut Departemen Kesehatan RI, akreditasi rumah
sakit adalah pengakuan oleh pemerintah kepada rumah sakit karena
telah memenuhi standar yang telah ditentukan. Untuk sampai kepada
pengakuan, rumah sakit melalui suatu penilaian yang didasarkan
didas arkan pada
Standar Nasional perumahsakitan (Depkes, 1999). Penilaian dilakukan
berulang dengan interval yang reguler dan diawali dengan kegiatan
kajian mendiri (self assesment) oleh rumah sakit yang dinilai. Survei
akreditasi ini dilakukan oleh badan yang terlegitimasi
terle gitimasi dan di Indonesia
adalah Komite Akreditasi Rumah Sakit dan Sarana kesehatan lainnya
(KARS), sedangkan sertifikasi diberikan oleh Dirjen Pelayanan Medik
DepKes RI berdasarkan rekomendasi KARS.
2. Manfaat Akreditasi
Manfaat dapat dirasakan oleh pemilik rumah sakit, karyawan, pihak
ke-3 (asuransi, suplier, pendidikan tenaga kesehatan) maupun
masyarakat pengguna jasa layanan rumah sakit dengan memberikan
pelayanan kesehatan yang dapat dipertanggungjawabkan.
dipertanggungjawabkan.
3. Kelulusan Akreditasi Rumah Sakit
a. Tingkat Dasar
c. Tingkat Utama
d. Tingkat Paripurna
C. Upaya Peningkatan
Peningkatan Kualitas Ketenagaan
Ketenagaan Yang Efektif Sesuai
Standar Akreditasi
Salah satu aspek penting dalam pembangunan kesehatan di Indonesia
adalah tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga kesehatan. Pasal
11 pada Undang-Undang Republik Indonesia, No. 36 Tahun 2014 tentang
Kesehatan, menyebutkan bahwa tenaga kesehatan salah satunya adalah
tenaga keperawatan. Perawat di Indonesia banyak menghadapi banyak
tantangan. Salah satu tantangan tenaga kesehatan Indonesia khususnya
perawat adalah rendahnya kualitas, seperti tingkat pendidikan dan keahlian
yang belum memadai. Adanya kesenjangan kualitas dan
kompetensi lulusan pendidikan tinggi yang tidak sejalan dengan tuntutan
kerja di mana tenaga kerja yang dihasilkan tidak siap pakai.
Di Indonesia sendiri, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Kesehatan SDM Kesehatan (PPSDM Kesehatan) Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (Profil Kesehatan Indonesia 2015 dalam (Kemenkes,
2016)) melaporkan bahwa jumlah terbesar tenaga kesehatan Indonesia
menurut rumpun ketenagaan berdasarkan UU No. 36 Tahun 2014 tentang
tenaga kesehatan adalah perawat dengan jumlah 223.910 orang atau 34,6%
dari total tenaga kesehatan yang berjumlah 647.170 orang. Berdasarkan
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 54
Tahun 2013 tentang Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun
2011 – 2025,
2025, terget rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk pada
tahun 2019 di antaranya rasio perawat 180 per 100.000 penduduk. Namun
secara nasional, rasio perawat adalah 87,65 per 100.000 penduduk. Hal ini
masih jauh dari target
tar get tahun 2019 yaitu 180 per 100.000 penduduk.
Angka ini juga masih belum mencapai target tahun 2014 yang sebesar
158 per 100.000 penduduk. Dari meeting MRA (Mutual Recoqnition
Arrangement) Pusrengun BPPSDM Bandung (2011), disampaikan bahwa
kebutuhan Perawat 9.280 orang pada tahun 2014, 13.100 orang pada tahun
2019, dan 16.920 pada tahun 2025, (AIPVIKI, 2015). Berdasarkan
Berdasarkan hal
tersebut, Kementerian Kesehatan akan terus menambah jumlah perawat
karena dianggap belum mencapai target rasio dan masih dianggap kurang.
Hal ini yang mendasari pertumbuhan institusi keperawatan di Indonesia
menjadi tidak terkendali.Tentunya hal ini ikut menyumbang penambahan
jumlah perawat di Indonesia. Berdasarkan data dari Dirjen Pendidikan
Tinggi dan Badan PPSDM Kesehatan RI jumlah institusi penyelenggara
pendidikan DIII Keperawatan yang telah menjadi anggota Asosiasi
Institusi Pendidikan DIII Keperawatan Indonesia (AIPDIKI) sampai
dengan April tahun 2015 berjumlah 416 institusi (AIPVIKI, 2015).
Sedangkan jumlah institusi penyelenggara pendidikan S1 Ners
Keperawatan yang telah menjadi anggota Asosiasi Institusi Pendidikan
Ners Indonesia (AIPNI) sampai dengan April 2017 sudah mencapai 304
Institusi (AIPNI, 2017). Di masa sulitnya lapangan kerja, proses produksi
tenaga perawat justru meningkat pesat. Parahnya lagi, fakta dilapangan
menunjukkan penyelenggara pendidikan tinggi keperawatan berasal dari
pelaku bisnis murni dan dari profesi non keperawatan, sehingga
pemahaman tentang hakikat profesi keperawatan dan arah pengembangan
perguruan tinggi keperawatan kurang dipahami. Belum lagi sarana
prasarana cenderung untuk dipaksakan, kalaupun ada sangat terbatas.
Semakin banyak memproduksi perawat semakin lama juga profesi
keperawatan membenahi kualitasnya, tentunya peran pemerintah juga
dibutuhkan.
Kualitas perawat dianggap sebagai hal yang sangat vital karena hal ini
berkenaan langsung dengan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan
untuk masyarakat, dan tentunya untuk mendukung program-program kerja
Kementerian Kesehatan RI dalam pembangunan kesehatan Nasional.
Pemerintah bersama-sama dengan organisasi profesi keperawatan sudah
melakukan upaya peningkatan kualitas perawat dengan melakukan uji
kompetensi dan juga sejumlah pelatihan-pelatihan. Namun hal tersebut di
rasa belum optimal karena jumlah perawat yang terus bertambah dan tidak
terkendali. Pemerintah dalam menjalankan UU No. 36 tentang Tenaga
Kesehatan Tahun 2014 dirasa belum optimal terutama memenuhi tanggung
jawab dan wewenang dalam meningkatkan mutu tenaga kesehatan, yang
salah satunya adalah tenaga keperawatan.
Pada UU No. 36 tentang Tenaga Kesehatan Tahun 2014 telah diatur
perencanaan, pengadaan, pendayagunaan tenaga profesi, registrasi dan
perizinan tenaga kesehatan, dan penyelenggaraan
pen yelenggaraan profesi tenaga
te naga kesehatan
dalam hal ini termasuk profesi keperawatan. Namun terkait mengenai
pengaturan institusi pendidikan keperawatan secara spesifik belum
dijelaskan, sehingga institusi pendidikan keperawatan berlomba-lomba
menyelenggarakan program pendidikan keperawatan dengan berbagai
jenjang baik DIII, Sarjana, bahkan DIV keperawatan. Di Indonesia, sel ama
ini pengaturan mengenai pendirian dan penyelenggaraan pendidikan
keperawatan masih belum tegas dan jelas, sehingga banyak sekali berdiri
institusi pendidikan keperawatan yang kualitasnya masih diragukan.
Peningkatan kualitas dan kompetensi ini menjadi lebih penting saat
dunia kesehatan memasuki situasi global yang memungkinkan terjadi
persaingan. Kualitas menjadi titik penting bagi peningkatan layanan
kesehatan kepada masyarakat.
Tanpa kualitas memadai sulit rasanya kita mengharapkan terjadi
perubahan terhadap indeks kesehatan masyarakat di Bumi Marunting
Mar unting Batu
Aji ini. Maka upaya untuk terus mencetak tenaga kesehatan yang
berkualitas, baik itu dokter, bidan, dan perawat harus menjadi prioritas
utama.
Uji sertifikasi, uji kompetensi, pelatihan, magang, tugas lapangan dan
lainnya bisa menjadi alat ukur kualitas dan kompetensi tenaga kesehatan.
Selain itu, pengakuan terhadap profesi tenaga kesehatan seperti perawat
misalnya akan menjamin kenyamanan dan kualitas kerja dari SDM
kesehatan tersebut.
Peningkatan kompetensi tenaga kesehatan juga harus menjadi perhatian
tersendiri. Kompetensi tenaga kesehatan perlu terus ditingkatkan melalui
serangkaian kursus, pelatihan studi banding dan sejenisnya sehingga
mereka mampu melakukan tugas-tugas layanan kesehatan secara memadai,
aplikatif dan sistematis sesuai perkembangan teknologi dunia kesehatan.
Jika kuantitas dan distribusi tenaga kesehatan yang berkualitas dan
kompeten ini terus dimonitoring secara intensif oleh Pemerintah, maka
diyakini akan terjadi peningkatan derajat pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Pertumbuhan dan persebaran tenaga kesehatan yang merata
harus selalu disertai upaya peningkatan kualitas dan kompetensinya.
Mungkin dengan strategi ini harapan masyarakat untuk mendapatkan
layanan kesehatan secara mudah, merata dan berkualitas dapat tercapai.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
KELULUSAN AKREDITASI RUMAH SAKIT
I. Ketentuan Penilaian
1. Tingkat Dasar
a. Empat bab digolongkan Major, nilai minimum setiap bab harus 80 (delapan puluh) % :
1) Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit
2) Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
3) Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK)
4) Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien ( PMKP)
b Sebelas bab digolongkan Minor, nilai minimum setiap bab harus 20 (duapuluh) % :
1) Millenium Development Goal’s (MDG’s)
2) Akses Pelayanan dan Kontinuitas pelayanan (APK)
3) Asesmen Pasien (AP)
4) Pelayanan Pasien (PP)
5) Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
6) Manajemen Penggunaan Obat (MPO)
7) Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI)
8) Kualifikasi dan Pendidikan Staff (KPS)
9) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
10) Tata Kelola, Kepemimpinan dan Pengarahan ( TKP)
11) Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
2. Tingkat Madya
a. Delapan bab digolongkan Major, nilai minimum setiap bab harus 80 % :