Anda di halaman 1dari 62

RINGKASAN MATERI UJIAN KOMPETENSI

1. LUAS LUKA BAKAR PADA ORANG DEWASA


 Kepala dan leher :9%
 Dada :9%
 Perut :9%
 Punggung :9%
 Bokong :9%
 Lengan dan tangan kanan : 9 %
 Lengan dan tangan kiri :9%
 Paha Kanan :9%
 Paha kiri :9%
 Betis-kaki kanan :9%
 Betis-kaki kiri ;9%
 Perineum dan genitalia :1%
2. LUAS LUKA BAKAR PADA ANAK
 Kepala dan leher : 18 %
 Dada :9%
 Perut :9%
 Punggung :9%
 Bokong :9%
 Lengan dan tangan kanan : 9 %
 Lengan dan tangan kiri :9%
 Paha kanan : 6,75%
 Paha kiri : 6,75 %
 Betis-kaki kanan : 6,75 %
 Betis-kaki kiri : 6,75 %
 Perineum :1%
3. DERAJAT LUKA BAKAR
a. Luka bakar derajat I
 Mengenai lapisan epidermis
 Adanya eritema
 Nyeri
 Tidak ada bulla
 Nyeri akan hilang dalam waktu 24 jam
b. Luka bakar derajat II
 Epidermis yang diatasnya akan terlepas dari dermis
 Warna kemerahan

1
 Timbul gelembung-gelembung ( disebut vesikula bila kecil, bulla bila
besar) yang berisi cairan plasma
c. Luka bakar derajat III
 Terkena seluruh dermis
 Tidak timbul gelembung
 Kulit menjadi seperti perkamen, hijau keabu-abuan
4. RUMUS KEBUTUHAN CAIRAN UNTUK LUKA BAKAR
 Dewasa : 4 cc x BB x % luas luka bakar/24 jam
 Anak : 2 cc x BB x Luas luka ditambah kebutuhan faali
Kebutuhan Faali :
< 1 tahun : Berat Badan x 100 cc
1-3 tahun : Berat Badan x 75 cc
3-5 tahun : Berat Badan x 50 cc
Untuk cairan : ½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Contoh : seorang laki-laki umur 28 tahun datang ke UGD dengan luka
bakar 30%, BB= 60 kilo. Berapa cairan yang diberikan dalam 8 jam
pertama?
Jawaban : rumus : 4 x BB x luas luka bakar
= 4 x 60 x 30
= 7200
½ diberikan dalam 8 jam pertama : 3600
½ diberikan dalam 16 jam berikutnya : 3600
5. RUMUS CAIRAN INFUS
Faktor tetesan
Makro 1 cc = 20 tetes
Mikro 1 cc = 60 tetes
Transfusi set 1 cc = 15 tetes
Tetesan : kebutuhan cairan x faktor tetesan
Lama pemberian(jam) x 60
Kebutuhan cairan : tetesan x 60 x jam
Set
Lama pemberian/Jam : volume cairan x faktor tetesan
Tetesan x 60
6. RUMUS PENGHITUNGAN OBAT PADA ANAK
Dosis anak : Permintaan x Pelarut
Sediaan yang ada
Contoh :
Seorang anak berusia 8 tahun dengan BB : 20 kg mendapat terapi injeksi
cefotaxime 3 x 250 mg. Perawat mengencerkan cefotaxime 1 gram dengan larutan
aquadest menjadi 5 cc. Berapa cc dosis yang diberikan pada anak tersebut ?

2
Jawab : permintaan x pelarut
Sediaan yang ada
= 250 x 5
1000 ( 1 gram = 1000 mg)
= 1250
1000
= 1,25 cc
Jadi 1,25 cc yang diambil untuk diberikan pada anak tersebut.
7. PRINSIP ETIK KEPERAWATAN
a. Autonomy (mandiri)
Berkaitan dengan hak seseorang (pasien) untuk mengambil keputusan bagi
dirinya
b. Beneficence (berbuat baik)
Sebagai perawat dalam memberikan asuhan keperawatan senantiasa selalu
memberikan yang terbaik sehingga sebagai anggota profesi selalu bersikap
untuk meningkatkan mutu pelayanan yang baik
c. Non maleficence (tidak merugikan orang lain)
Tidak menimbulkan kerugian atau cedera bagi orang lain.
d. Veracity (jujur)
Menyampaikan sesuatu dengan benar, tidak berbohong
e. Justice (adil)
Berlaku adil kepada semua orang, tidak membedakan pasien yang dirawatnya
f. Fidelity (komitmen)
Setia atau loyal dengan kesepakatan atau tanggung jawab yang diemban.
g. Confidelity (rahasia)
Menjaga kerahasiaan.
8. JENIS MODEL ASUHAN KEPERAWATAN
a. Fungsional
Model fungsional dilakukan karena terbatasnya jumlah dan kemampuan
perawat. Setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan
misalnya perawatan luka dan pengobatan kepada semua pasien di bangsal.
b. Tim
Model ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien.
Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim yang terdiri atas tenaga professional,
teknikal dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.
c. Primer
Merupakan metode penugasan dimana satu perawat bertanggungjawab penuh
selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien.
d. Kasus
Metode penugasan biasanya diterapkan satu pasien satu perawat.
3
9. MACAM-MACAM GAYA KEPEMIMPINAN
a. Gaya kepemimpinan Otokratis
Pemimpin membuat keputusan sendiri, bawahan harus patuh dan mengikuti
perintahnya.
b. Gaya kepemimpinan Demokratis
Pemimpin sering mengadakan konsultasi dengan mengikuti bawahannya dan
aktif dalam menentukan rencana kerja yang berhubungan dengan kelompok.
c. Gaya Kepemimpinan Laisses Faire
Pemimpin akan meletakkan tanggung jawab sepenuhnya kepada bawahannya,
pemimpin akan sedikit saja atau hampir tidak sama sekali memberikan
pengarahan.
10. FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN
a. Planning ( Perencanaan )
 Merumuskan tujuan organisasi sampai dengan menyusun dan
menetapkan rangkaian kegiatan untuk mencapainya melalui
perenanaan yang akan ditetapkan tugas-tugas staf
 Menentukan visi misi tujuan kebijakan prosedur dan peraturan-
peraturan dalam pelayanan keperawatan
 Membuat proyeksi jangka panjang dan jangka pendek serta
menentukan jumlah biaya dan mengatur adanya perubahan
berencana
 Dengan tugas ini seorang pemimpin akan mempunyai pedoman
untuk melakukan supervise dan evaluasi
 Menetapkan sumber daya yang diutuhkan oleh staf dalam
menjalankan tugasnya.
b. Organizing ( Pengorganisasian)
 Kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber daya yang
dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk
mencapai tujuan organisasi
 Menetapkan struktur organisasi, menentukan model penugasan
keperawatan sesuai dengan keadaan klien dan ketenagaan,
mengelompokkan aktivitas-aktivitas untuk mencapai tujuan dari
unit, bekerja dalam struktur organisasi yang telah ditetapkan dan
memahami serta menggunakan kekuasaan dan otoritas yang sesuai.
c. Actuating ( directing,commanding,coordinating atau Penggerakan)
 Proses memberikan bimbingan kepada staf agar mampu bekerja
secara optimal dan melakukan tugas-tugasnya sesuai dengan
ketrampilan yang mereka miliki
 Pemberian motivasi, supervise, mengatasi adanya konflik,
pendelegasian, cara berkomunikasi dan fasilitasi untuk
berkolaborasi

4
d. Staffing
 Kegiatan yang berhubungan dengan kepegawaian diantaranya
rekruitmen, wawancara, mengorientasikan staf, menjadwalkan dan
mengsosialisasikan pegawai baru serta pengembangan staf
e. Controling ( Pengawasan )
 Meliputi pelaksanaan penilaian kinerja staf, pertanggungjawaban
keuangan, pengendalian mutu, pengendalian aspek legal dan etik
serta pengendalian profesionalime asuhan keperawatan
 Proses mengamati secara terus-menerus pelaksanaan rencana kerja
yang sudah ada
 Mengadakan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi
11. INDIKATOR MUTU
1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan Bed Occupancy Rate
BOR) adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu
tertentu. Standar internasional BOR dianggap baik adalah 80-90%
sedangkan standar nasional 70-80%
Rumus penghitungan BOR adalah :
BOR = jumlah hari perawatan x 100 %
Jumlah TT x Jumlah hari per satuan waktu
2. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)
ALOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping
memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran
mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan
hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai ALOS
yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus :
ALOS = Jumlah lama dirawat
Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
3. TOI (Turn Over Interval  = Tenggang perputaran)
TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari saat diisi
ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat
efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi
pada kisaran 1-3 hari.
Rumus :
TOI = (Jumlah tempat tidur X Periode) – Hari perawatan)
Jumlah pasien keluar (hidup +mati)
Contoh : Dalam suatu Rumah Sakit Y, setelah dilakukan perhitungan
selama 30 hari didapatkan jumlah hari perawatan sebanyak 4000 dan ada
200 tempat tidur. Jumlah pasien yang keluar 500 orang. Berapa BOR,
ALOS dan TOI Di rumah sakit tersebut.
Jawaban :

5
BOR         =                     Jumlah hari perawatan                         x  100%
                           Jumlah TT x jumlah hari persatuan waktu
               =          4000                x          100 %
                           200 x 30
               =          4000                x          100 %
                           6000
               =          0.67                 x          100 %
               =          67 %
ALOS      =          jumlah hari perawatan pasien keluar
                           Jumlah pasien keluar
                 =          4000
                             500
                 =          8 hari
TOI          =          ( jumlah TT x hari ) – hari perawatan RS
     Jumlah pasien keluar ( hidup + mati )

                 =          (200     x          30)       -           4000
                                                     500
                 =          6000    -           4000
                                         500
                 =          2000
                             500
                 =          4 hari
2.        Dalam suatu Rumah Sakit Z, setelah dilakukan perhitungan selama 30 hari
didapatkan jumlah hari perawatan sebanyak 6000 dan ada 300 tempat  tidur. Jumlah
pasien yang keluar 2000 orang. Berapa BOR, ALOS dan TOI Di rumah sakit tersebut.
Jawaban :
BOR         =                     Jumlah hari perawatan                         x  100%
                             Jumlah TT x jumlah hari persatuan waktu
                 =          6000                x          100 %
                             300 x 30
                 =          6000                x          100 %
                             9000
                 =          0.67                 x          100 %
                 =          67 %
ALOS      =          jumlah hari perawatan pasien keluar
                             Jumlah pasien keluar
                 =          6000
                             2000
                 =          3 hari
TOI          =          ( jumlah TT x hari ) – hari perawatan RS
                              Jumlah pasien keluar ( hidup + mati )

6
                 =          (300     x          30)       -           6000
                                                     2000
                 =          9000    -           6000
                                         2000
                 =          3000
                             2000
                 =          1,5 hari
12. TAKSIRAN PERSALINAN
a. Bila HPHT bulan Januari-Maret rumusnya :
Tanggal : + 7
Bulan :+9
Tahun :+0
b. Bila HPHT bulan April-Desember rumusnya :
Tanggal : + 7
Bulan :- 3
Tahun :+1
13. PERHITUNGAN TAKSIRAN BB JANIN
Rumus :
 Jika kepala sudah masuk PAP (Divergen)
(TFU – 11) X 155 gram
 Jika kepala belum masuk PAP (Konvergen)
(TFU – 12 ) X 155 gram
Contoh Jika ada ibu hamil dengan tinggi fundus 30 cm. Dan dengan verteks pada
station -2.
Maka perkiraan berat janinnya adalah:
PBJ = (30 - 12) x 155
PBJ = 2790 gram.
Jadi perkiraan berat janin adalah 2790 gram.

14. PERHITUNGAN TINGGI FUNDUS UTERI


Usia Kehamilan Tinggi Fundus Uteri
22-28 mgg 24-25 cm di atas simfisis
28 mgg 26,7 cm di atas simfisis
30 mgg 29,5-30 cm di atas simfisis
32 mgg 29,5-30 cm di atas simfisis
34 mgg 31 cm di atas simfisis
36 mgg 32 cm di atas simfisis
38 mgg 33 cm di atas simfisis
40 mgg 37,7 cm di atas simfisis

15. TAKSIRAN USIA KEHAMILAN


 Bulan = TFU x 2/7
Contoh
7
Seorang ibu hamil dengan G2P1 A0 setelah diperiksa TFU 28 cm
Berapakah bulankah usia kehamilan klien tersebut?
Jawab : TFU x 2/7
= 28 x 2/7
= 56/7
= 8 bulan
 Minggu = TFU x 8/7
Contoh : seorang ibu hamil G2P1A0 setelah diperiksa TFU 28 cm. berapa
minggukah usia kehamilan klien tersebut?
Jawab : TFU x 8/7
= 28 x 8/7
= 224/7
= 32 minggu
16. PERSALINAN
a. Kala Persalinan
 Kala I yaitu
 Pembukaan antara 4 cm dan kontraksi terjadi teratur minimal 2
kali dalam 10 menit selama 40 detik
 Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam
 Multigrvida sekitar 8 jam
 Kala I fase laten : pembukaan < 4 cm
 Kala I fase aktif : pembukaan > 4 cm
 Kala II
 His terkoordinir cepat dan lebih lama kira-kira 2-3 menit
 Kepala janin telah turun dan masuk ruang panggul sehingga
terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara refleks
menimbulkan rasa ngedan karena tekanan pada retum sehingga
seperti rasa BAB dengan tanda anus membuka. Pada waktu his
kepala janin mulai kelihatan
 Vulva membuka dan perineum meregang
 Dengan his mengedan yang dipimpin akan lahir dan diikuti oleh
seluruh badan janin.
 Kala II pada primigravida 1,5 – 2 jam dan pada multigravida 1/2
jam
 Kala III yaitu pengeluaran aktif plasenta
 Kala IV yaitu sejak lamanya plasenta 1 sampai dengan 2-4 jam setelah
persalinan dan keadaan itu menjadi stabil kembali.

b. Tanda-tanda Persalinan
 Rasa sakit adanya his yang datang lebih kuat sering dan teratur

8
 Keluar lendir dan berampur darah yang lebih banyak, robekan
kecil pada bagain serviks
 Kadang-kadang ketuban pecah
 Pada pemeriksaan dalam serviks mendatar
c. Moulage
 Moulage 0
Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah teraba
 Moulage 1
Tulang-tulang kepala janins aling bersentuhan
 Moulage 2
Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih
dapat dipisahkan
 Moulage 3
Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak
dapat dipisahkan
d. Faktor yang mempengaruhi persalianan
 Power/tenaga
 Passages/jalan lahir
 Passanger/janin
 Psikologis/kejiwaan ibu
e. Periode nifas
 Puerperium dini/ Early Puerperium ( masa dini nifas ) yaitu
kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-
jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja
setelah 40 hari.
 Puerperium intermedial/ Immediate Puerperium
yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalis yang lamanya 6 – 8
minggu.
 Remote puerperium/ Later Puerperium
waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi
f. Robekan Perineum
 Robekan Perineum tingkat 1
Apaila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek dan
biasanya tidak memerlukan penjahitan
 Robekan Perineum tingkat 2
Mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum perlu dijahit
 Robekan Perineum tingkat 3
Roekan total muskulus sphingter ani eksternum ikut terputus dan
kadang-kadang dinding depan retktum ikut robek pula. Menjahit
robekan harus dilakukan dengan teliti
 Robekan Perineum tingkat 4
9
Mukosa vagina, kulit, jaringan perineum, sphingter ani sampai
rectum perlu dirujuk
g. Adaptasi Psikologis Pada Ibu Post Partum
1. Taking In
 Terjadi pada hari 1-2 setelah persalinan
 Ibu pasif dan sangat tergantung
 Focus perhatian terhadap tubuhnya
 Ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan
yang dialami
 Kebutuhan tidur meningkat
 Nafsu makan meningkat
2. Taking Hold
 Berlangsung 3-4 hari post partum
 Ibu lebih berkonsentrasi pada kemampuannya menerima
tanggung jawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi
 Ibu menjadi sangat sensitive sehingga membutuhkan
bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan
yang dialami ibu.
3. Letting Go
 Fase ini dimulai pada akhir minggu pertama post partum
 Dialami setelah tiba di rumah secara penuh merupakan
pengaturan bersama keluarga
 Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu
 Ibu merasa atau menyadari kebutuhan bayi yang sangat
tergantung dari kesehatan ibu.
h. Macam-Macam Lochea
1. Lochea Rubra
 Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
verniks kaseosa, lanugo dan mekonium
 Selama 2 hari post partum
2. Lochea Sanguinolenta
 Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir
 Hari 3-7 post partum
3. Lochea Serosa
 Berwarna kuning
 Cairan tidak berdarah lagi
 Pada hari 7-14 hari post partum
4. Lochea alba
 Cairan putih berbentuk cream terdiri atas leokosit dan sel-sel
desidua

10
 Setelah 2 minggu
5. Lochea purulenta
 Terjadi infeksi
 Keluar cairan seperti nanah berbau busuk
6. Lochea Stasis
 Lochea tidak lancar keluarnya
i. Mobilisasi post SC
Mobilisasi dini post SC dengan miring kanan kiri dapat dimulai sejak 6-
10 jam setelah operasi.
17. TANDA-TANDA KEHAMILAN
1. Tanda Presumtif
a. Supresi menstruasi
b. Nausea, vomiting, morning sickness.
c. Sering miksi
d. Mammae bengkak terasa penuh
e. Quickening (gerakan pertama kali yang dirasakan oleh ibu)
f. Chadwicks ( + )
g. Pigmen pada kulit
2. Tanda Mungkin
a. Pembesaran abdomen
b. Tanda hegar
c. Ballotemen ( + )
d. Perubahan pada serviks
e. Braxton Hicks
f. Tes kehamilan
3. Tanda Pasti
a. Bunyi DJJ, Nadi 120 – 180
b. Pergerakan fetal
c. USG – hasil
d. Ro – ada skeletal
18. PEMERIKSAAN LEOPOLD
a. Leopold I
 untuk menentukan tinggi fundus uteri, sehingga usia kehamilan dapat
diketahui.
 menentukan bagian janin pada fundus uteri
b. Leopold II
 Mengetahui bagian janin yang berada pada bagian samping kanan/kiri

c. Leopold III
 menentukan bagian janin yang berada di bawah uterus

11
 mengetahui apakah bagian tubuh janin yang berada pada bagian bawah
uterus
d. Leopold IV
 Memastikan apakah bagian terendah janin sudah benar-benar masuk
PAP / belum
 Menentukan seberapa banyak bagian terendah janin sudah masuk
PAP.
19. PERHITUNGAN MABP (Mean Arteri Blood Pressure)/ MAP
Rumus : Sistole + 2 Distole
3
Contoh : TD : 200/ 110 mmHg
Jawab : 200 + 2. 110 = 200 + 220 = 420 = 140
3 3 3
Jadi MABP/MAP = 140
20. IMUNISASI
 BCG
 Imunisasi untuk mencegah penyakit TB
 Dosis pemberian 0,05 ml
 Disuntikkan secara intracutan didaerah lengan kanan atas pada
insersio musculus deltoideus
 CAMPAK
 Diberikan pada usia 9 bulan
 Diberikan secara subcutan atau intramuscular di lengan atas
 Dosis 0,5 ml
 POLIO
 Diberikan untuk mencegah anak terjangkit penyakit polio yang
dapat menyebabkan anak menderita kelumpuhan pada kedua
kakinya dan otot-otot wajah.
 Diberikan secara oral 2 tetes
 Diberikan 4 x dengan interval waktu minimal 4 minggu
 DPT
 Diberikan secara intramuscular pada paha kanan atau kiri
 Dosis 0,5 ml
 Jumlah suntikan 3 x
 HEPATITIS B
 Diberikan sebanyak 3 x
 Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari selanjutnya dengan
interval waktu minimal 4 minggu

21. FUNGSI JANTUNG

12
 Atrium kiri : menerima darah kaya O2 dialirkan ke ventrikel kiri lalu ke
seluruh tubuh
 Atrium kanan : menerima darah jenuh CO2 dari seluruh tubuh dipompakan ke
paru-paru oleh ventrikel kanan
 Ventrikel kiri : menerima darah dari atrium kiri dipompakan ke seluruh tubuh
melalui aorta
 Ventrikel kanan : menerima darah dari atrium kanan dipompakan ke paru-paru
melalui arteri pulmonalis
22. KEPERAWATAN JIWA
1. HALUSINASI
a. Pengertian
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidung. Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada
b. Tanda dan gejala
 Mengatakan mendengar suara bisikan/ melihat bayangan
 Berbicara sendiri
 Tertawa sendiri
 Melamun
 Menyendiri
 Marah tanpa sebab
c. Jenis halusinasi
 Halusinasi pendengaran
 Mendengar suara-suara gaduh
 Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
 Mendengar suara yang memerintahkan melakukan sesuatu yang
berbahaya
 Mencondongkan telinga kearah tertentu
 Menutup telinga
 Halusinasi penglihatan
 Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat
hantu atau monster
 Menunjuk kea rah tertentu
 Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
 Halusinasi penghidu
 Mencium bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, terkadang bau
yang menyenangkan
 Tampak seperti sedang mencium bau-bauan tertentu
 Menutup hidung

13
 Halusinasi pengecapan
 Merasakan seperti darah, urine, feses
 Sering meludah
 Muntah

 Halusinasi perabaan
 Mengatakan ada serangga di permukaan kulit
 Merasa seperti tersengat listrik
 Menggaruk-garuk permukaan kulit
d. Tahap-tahap halusinasi
1. Sleep Disorder
Sleep Disorder adalah tahap awal halusinasi seseorang sebelum
muncul halusinasi.
Karakteristik:
- Klien merasa banyak masalah,
- Berusaha menghindar dari lingkungan,
- Takut diketahui orang lain jika dirinya memiliki banyak
masalah.
- Masalah semakin terasa sulit karena berbagai stressor
terakumulasi dan support system kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk
Perilaku:
- Klien mengalami susah tidur dan berlangsung terus
menerus sehingga terbiasa menghayal dan menganggap
menghayal awal sebagai pemecah masalah.
2. Comforthing
Comforthing adalah tahap halusinasi menyenangkan (Cemas
Sedang)
Karakteristik:
- Klien mengalami perasaan mendalam seperti cemas,
kesepian, rasa bersalah, takut, dan mencoba untuk berfokus
pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan
kecemasan.
- Klien cenderung mengenali bahwa pikiran-pikiran dan
pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika
cemas dapat ditangani.
Perilaku :
- Klien terkadang tersenyum
- tertawa sendiri,
- menggerakkan bibir tanpa suara,
- pergerakkan mata cepat,

14
- respon verbal lambat, diam dan berkonsentrasi.
3. Condemning
Condemning adalah tahap halusinasi menjadi menjijikan (Cemas
Berat)
Karakteristik :
- Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk
mengambil jarak diri dengan sumber yang dipersepsikan.
- Klien mungkin merasa dipermalukan oleh pengalaman
sensori dan menarik diri dari orang lain.
Perilaku:
- Tahap ini ditandai dengan meningkatnya tanda-tanda
sistem syaraf otonom akibat ansietas otonom seperti
peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan
darah.
- Rentang perhatian dengan lingkungan berkurang dan
terkadang asyik dengan pengalaman sensori
- Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realita.
4. Controling
Controling adalah tahap pengalaman halusinasi yang berkuasa
(Cemas Berat).
Karakteristik:
- Klien menghentikan perlawanan dan menyerah pada
halusinasi.
- Isi halusinasi menjadi menarik.
- Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika
sensori halusinasi berhenti.
Perilaku:
- Klien  menjadi taat pada perintah halusinasi,
- Sulit berhubungan dengan orang lain,
- Respon perhatian pada lingkungan berkurang (biasanya
hanya beberapa detik saja)
- Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan
berkeringat.
5. Conquering
Conquering adalah tahap halusinasi panik dan umumnya melebur
dalam halusinasi.
Karakteristik :
- Pengalaman sensori menjadi mengancam bila klien
mengikuti perintah halusinasi.
- Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari bila tidak ada
intervensi terapeutik.
15
Perilaku:
- Klien panik
- Berisiko tinggi mencederai, bunuh diri atau membunuh.
- Tindak kekerasan agitasi, menarik atau katatonik
- Ketidakmampuan memberi respon pada lingkungan.
e. Strategi Pelaksanaan ( SP )
a) SP Pasien
1. SP I
 Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
 Mengidentifikasi isi halusinasi
 Mengidentifikasi waktu halusinasi
 Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
 Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
 Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi
 Mengajarkan menghardik halusinasi
 Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik dalam
kegiatan harian
2. SP II
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang lain
 Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
3. SP III
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
 Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara
melakukan kegiatan
 Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
4. SP IV
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
 Memberikan penkes tentang penggunaan obat secara
teratur
 Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
b) SP Keluarga
1 SP I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien
 Menjelaskan pengertian halusinasi, tanda dan
gejala, jenis dan proses terjadinya halusinasi
16
 Menjelaskan cara merawat klien dengan halusinasi
2 SP II
 Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat
pasien dengan halusinasi
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung
klien halusinasi
3 SP III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di
rumah termasuk minum obat ( discharge planning )
 Menjelaskan follow up klien setelah pulang
2. PERILAKU KEKERASAN
a. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan unutk
melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis.
b. Tanda dan gejala
 Mengancam
 Mengumpat
 Bicara keras dan kasar
 Meninju
 Membanting
 melempar
c. Strategi Pelaksanaan ( SP )
 SP Pasien
 SP I
 Mengidentifikasi penyebab PK
 Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
 Mengidentifikasi PK yang dilakukan
 Mengidentifikasi akibat PK
 Menyebutkan cara mengontrol PK
 Membantu pasien mempraktikkan cara mengontrol PK
secara fisik 1: tarik napas dalam
 Menganjurkan pasien untuk memasukkan dalam
kegiatan harian
 SP II
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik 2 :
pukul kasur dan bantal
 Menganjurkan pasien untuk memasukkan dalam
kegiatan harian
 SP III

17
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
 Menganjurkan pasien untuk memasukkan dalam
kegiatan harian

 SP IV
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spiritual
 Menganjurkan pasien untuk memasukkan dalam
kegiatan harian
 SP V
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara minum obat
 Menganjurkan pasien untuk memasukkan dalam
kegiatan harian
 SP Keluarga
 SP I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
 Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala, serta
proses terjadinya PK
 SP II
 Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien
dengan PK
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung
pada pasien dengan PK
 SP III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat
 Menjelaskan follow up klien setelah pulang
3. WAHAM
a. Pengertian
Waham adalah suat keyakinan yang dipertahankan secara kuat dan terus
menerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Tanda dan gejala
 Merasa curiga
 Merasa diancam / diguna-guna
 Merasa sebagai orang hebat
 Merasa memiliki kekuatan luar biasa
 Merasa sudah mati

18
 Marah-marah tanpa sebab
c. Jenis Waham
1. Waham Agama
 Keyakinan terhadap agama yang berlebihan
2. Waham Kebesaran
 Keyakinan bahwa ia memiliki kebesaran/ kekuasaan khusus
3. Waham Somatik
 Klien yakin bahwa tubuh/bagian tubuhnya terganngu atau
terserang penyakit
4. Waham Curiga
 Klien yakin bahwa ada seseorang/ kelompok yang berusaha
merugikan atau mencederai dirinya
5. Waham Nihilistik
 Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal
6. Waham Sisip pikir
 Klien yakin bahwa ada ide pikiran orang lain yang disisipkan
dalam pikirannya
7. Waham Siar Pikir
 Klien yakin orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan
8. Waham Kontrol Pikir
 Klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar
d. Strategi Pelaksanaan
 SP Pasien
 SP I
 Membantu orientasi realita
 Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
 Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
 Menganjurkan pasien untuk memasukkan dalam kegiatan
harian
 SP II
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Berdiskusi tentang yang kemampuan yang dimiliki
 Melatih kemampuan yang dimiliki
 SP III
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Memberikan penkes tentang penggunaan obat secara teratur
 Menganjurkan pasien untuk memasukkan dalam kegiatan
harian
 SP Keluarga
 SP I

19
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala waham dan jenis
waham yang dialami serta proses terjadinya waham
 Menjelaskan cara-cara merawat pasien waham

 SP II
 Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien
dengan waham
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada
pasien dengan waham
 SP III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat ( discharge planning )
 Menjelaskan follow up klien setelah pulang

4. RESIKO BUNUH DIRI


a. Pengertian
Bunuh diri menurut Maris (2007) merupakan tindakan yang secara sadar
dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya.
b. Tanda dan gejala
 Mengatakan hidupnya tidak berguna lagi
 Ingin mati
 Mengatakan pernah mencoba bunuh diri
 Mengatakan sudah bosan hidup
 Ada bekas percobaan bunuh diri
c. Strategi Pelaksanaan
 SP Pasien
 SP I
 Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan
pasien
 Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
 Melakukan kontrak treatment
 Mengajarkan cara-cara mengendalikan dorongan bunuh diri
 Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
 SP II
 Mengidentifikasi aspek positif pasien
 Mendorong pasien untuk berpikir positif tentang diri

20
 Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu
yang berharga
 SP III
 Mengidentifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
 Menilai pola koping yang biasa dilakukan
 Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
 Mndorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
 Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif
dalam kegiatan harian
 SP IV
 Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
 Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang
realistis
 Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka
meraih masa depan yang realistis
 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
 SP Keluarga
 SP I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala resiko bunuh diri dan
jenis perilaku bunuh diri yang dialami serta proses terjadinya
 Menjelaskan cara-cara merawat pasien resiko bunuh diri
 SP II
 Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien
dengan resiko bunuh diri
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada
pasien dengan resiko bunuh diri
 SP III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat ( discharge planning )
 Menjelaskan follow up klien setelah pulang
5. HARGA DIRI RENDAH
a. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri
dan kemampuan diri
b. Tanda dan gejala
 Mengeluh hidup tidak bermakna
 Tidak memiliki kelebihan apapun
21
 Merasa jelek
 Putus asa
c. Strategi Pelaksanaan
 SP Pasien
 SP I
 Mendiskusikan kemampuan dan aspek yang dimiliki pasien
( buat daftar )
 Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih
dapat digunakan
 Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai
kemampuan pasien
 Melatih pasien sesuai dengan kemampuan yang dipilih
 Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
 SP II
 Mendiskusikan kemampuan kedua yang dimiliki pasien
 Membantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih
sesuai dengan kemampuan pasien
 Melatih kemampuan kemampuan kedua yang dipilih
 Memberikan reinforcement positif
 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
 SP Keluarga
 SP I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala HDR yang dialami
pasien beserta proses terjadinya
 Menjelaskan cara-cara merawat pasien HDR
 SP II
 Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien
dengan HDR
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada
pasien dengan HDR
 SP III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum oba ( discharge planning )
 Menjelaskan follow up klien setelah pulang
6. ISOLASI SOSIAL
a. Pengertian
22
Isolasi sosial adalah keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif/mengancam (Townsend, 2010).
Atau suatu keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
sekitarnya, klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat,
2009)
b. Tanda dan gejala
 Mengatakan malas berinteraksi
 Mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya
 Merasa orang lain tidak level
 Menyendiri
 Mengurung diri
 Tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain
c. Strategi Pelaksanaan
 SP Pasien
 SP I
 Membina hubungan saling percaya
 Membantu klien mengenal penyebab klien menarik diri
 Membantu klien mengenal keuntungan dan kerugian yang
tidak berhubungan dengan orang lain
 Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan
berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian
 SP II
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap ( berkenalan
dengan orang pertama- seorang perawat )
 SP III
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap ( berkenalan
dengan orang kedua- seorang pasien )
 Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan dalam jadwal
 SP keluarga
 SP I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala ISOS serta proses
terjadinya
 Menjelaskan cara-cara merawat pasien dengan ISOS
 SP II

23
 Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien
dengan ISOS
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada
pasien dengan ISOS
 SP III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum oba ( discharge planning )
 Menjelaskan follow up klien setelah pulang

7. DEFISIT PERAWATAN DIRI


a. Pengertian
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah,
2013).
b. Tanda dan gejala
 Mengatakan malas mandi
 Badan kotor
 Makan berserakan
 BAB/BAK sembarang tempat
d. Strategi Pelaksanaan
 SP Pasien
 SP I
 Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat
diri dan melatih pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan
diri
 SP II
 Melatih pasien berhias/berdandan
 SP III
 Melatih pasien untuk makan secara mandiri
- Menjelaskan cara mempersiapkan makanan
- Menjelaskan cara makan yang tertib
- Menjelaskan cara merapikan peralatan makan
- Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
 SP V
 Melatih klien melakukan BAK/BAB secara mandiri :
- Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
- Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan
BAK
- Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB/BAK
 SP keluarga

24
 SP I
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala Defisit perawatan
diri serta proses terjadinya
 Menjelaskan cara-cara merawat pasien dengan Defisit
perawatan diri
 SP II
 Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan
Defisit perawatan diri
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada
pasien dengan Defisit perawatan diri
 SP III
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat( discharge planning )
 Menjelaskan follow up klien setelah pulang
23. STATUS MENTAL DALAM KEPERAWATAN JIWA
1. Agitasi : gerakan motorik yang menunjukkan kegelisahan
2. TIK : gerakan kecil pada otot muka yang tak terkontrol
3. Grimasen : gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak
dapat dikontrol klien
4. Kompulsif : gerakan yang dilakukan berulang kali
5. Datar : tidak ada perubahan roman muka saat ada stimulus yang
menyenangkan atau menyedihkan
6. Tumpul : hanya beraksi bila ada stimulus yang kuat
7. Labil : emosi berubah-ubah
8. Tidak sesuai : emosi yang tidak sesuai atau bertentangan dengan
stimulus yang ada
9. Defensif : selalu berusaha mempertahankan pendapat dan
kebenaran sendiri
10. Curiga : menunjukkan sikap/perasaan tidak percaya pada
seseorang
11. Sirkumstansial : pembicaraan berbelit-belit tapi sampai pada
tujuan pembicaraan
12. Tangensial : pembicaraan berbelit-belit tapi tidak sampai pada
tujuan pembicaraan
13. Flight of idea : pembicaraan yang melompat dari satu topik ke
topik lainnya tidak sampai pada tujuan
14. Blocking : pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa pengaruh
eksternal
15. Perservasi : pembicaraan yang diulang berkali-kali

25
16. Obsesi : pikiran yang selalu muncul meski berusaha
menghilangkan
17. Phobia : ketakutan yang patologis/tidak logis pada obyek /situasi
tertentu
18. Hipokondria : keyakinan terhadap adanya gangguan organ dalam
tubuh yang sebenarnya tidak ada
19. Depersonalisme : perasaan yang asing terhadap diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
20. Ide yang terkait : keyakinan terhadapa kejadian yang terjadi di
lingkungan yang bermakna dan terkait dengan dirinya
21. Pikiran magis : yakin mampu melakukan hal-hal yang mustahil
22. Nihilistik : yakin bahwa dirinya sudah meninggal, diucapkan
berkali-kali, tidak sesuai dengan kenyataan
23. Sisip pikir : ada ide orang lain yang disisipkan dalam pikirannya
24. Siar pikir : yakin bahwa orang lain tahu apa yang dipikirkan
25. Kontrol pikir : yakin bahwa pikirannya dikontrol oleh pikiran
dari luar
26. Sedasi : merasakan merasa melayang/antara sadar dan tidak
27. Stupor : gangguan motorik seperti kekakuan, merasa canggung
dengan keadaan lingkung dan dipertahankan
24. TAHAP REAKSI HOSPITALISASI PADA ANAK
Respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi atas 3 tahap
a Tahap protes
 Menangis kuat
 Menjerit
 Memanggil ibunya
 Menggunakan tingkah laku agresif agar orang lain tahu bahwa ia
tidak ingin ditinggalkan orang tuanya
 Menolak perhatian orang lain
c. Tahap putus asa ( Despair)
 Anak tampak tenang
 Menangis berkurang
 Tidak aktif
 Kurang minat untuk main
 Tidak nafsu makan
 Menarik diri, sedih dan apatis
d. Tahap menolak ( Denial/Detachment )
 Secara samar-samar anak menerima perpisahan
 Membina hubungan dangkal dengan orang lain
 Kelihatan mulai menyukai lingkungan
25. KEBUTUHAN CAIRAN PADA ANAK

26
Rumus Hollyday Segar :
BB < 10 kg : BB x 100 cc
BB 10-20 kg : 1000 cc + (BB-10) x 50 cc
BB > 20 kg : 1500 cc + (BB-20) x 20 cc
26. FUNGSI KELUARGA
a. Fungsi Afektif
 Berguna untuk pemenuhan kebutuhan kasih sayang anggota
keluarganya karena respon kasih sayang satu angggota keluarga ke
anggota keluarga lainnya

b. Fungsi Sosialisasi dan tempat bersosialisasi


 Dapat ditunjukkan dengan membina sosialisasi pada anak
 Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak
 Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga
c. Fungsi Reproduksi
 Meneruskan keturunan
 Menambah sumber daya manusia dengan memelihara dan
membesarkan anak
 Menjamin kontinuitas antar generasi keluarga dengan menyediakan
anggota baru untuk masyarakat
d. Fungsi Ekonomi
 Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
semua anggota keluarga
 Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga
 Menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga dimasa yang akan
datang
e. Fungsi perawatan keluarga
 Melaksanakan praktek asuhan keperawatan yaitu keluarga mempunyai
tugas untuk memelihara kesehatan anggota keluarganya agar tetap
memiliki produktivitas dalam menjalankan perannya masing-masing.
27. TIPE KELUARGA
1. Tipe Keluarga Tradisional
a. Keluarga Inti/Nuclear familly
 Terdiri atas ayah, ibu, dan anak ( kandung atau angkat ) yang tinggal
dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu
ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah
b. Keluarga Besar/Extended familly
 Terdiri atas keluarga inti ditambah dengan keluarga yang mempunyai
hubungan darah misalnya kakek, nenek, keponakan, saudara sepupu,
paman, bibi dan sebagainya

27
c. Reconstituted Nuclear
 Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali
suami istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-
anaknya, baik bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari
perkawinan baru, satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah
d. Keluarga Dyad
 Terdiri atas suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai
anak, keduanya atau salah satunya bekerja di luar rumah
e. Keluarga duda atau janda ( single family )
 Terdiri atas satu orangtua ( ayah atau ibu ) akibat perceraian atau
kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di dalam atau
di laur rumah
f. Single Adult
 Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya
keinginan untuk menikah
2. Tipe keluarga non tradisional
a. Unmarried parent and child
 Keluarga yang terdiri dari satu orang tua ( biasanya ibu ) dengan anak
tanpa nikah atau perkawinan yang tidak dikehendaki
b. Commune family
 Beberapa pasangan keluarga ( dengan anaknya ) yang tidak ada
hubungan saudara, hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan
fasilitas yang sama, pengalaman yang sama
c. The non marital heterosexual cohibitang family
 Keluarga yang hidup bersama dan berganti-ganti pasangan tanpa
melalui pernikahan
d. Gay and lesbian family
 Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama
sebagaimana suami istri
e. Cohibing couple
 Dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan
28. STRUKTUR KEKUATAN KELUARGA
a. Patrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah
b. Matrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ibu
c. Matrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
ibu
d. Patrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
suami

28
e. Keluarga kawinan : hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan
keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena
adanya hubungan dengan suami atau istri
29. TAHAPAN KELUARGA SEJAHTERA
1. Keluarga pra sejahtera
Yaitu; keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya ( basic need)
secara minimal seperti kebutuhan akan spiritual, pangan, sandang, papan,
kesehatan dan KB.

2. Keluarga sejahtera 1
Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi keutuhan dasarnya secara minimal
tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologis seperti kebutuhan akan
pendidikan, KB,interaksi lingkungan tempat tinggal dan transportasi.
3. Keluarga sejahtera 2
Yaitu keluarga disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya juga telah
dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya seperti kebutuhan untuk
menabung dan memperoleh informasi.
4. Keluarga sejahtera 3
Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar kebutuhan
sosial psikologis dan perkembangan keluarganya tetapi belum dapat memberikan
sumbangan yang teratur bagi masyarakat seperti sumbangan materi dan berperan
aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.
30. TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA.
1. Tahap 1; pasangan baru menikah ( keluarga baru )
 membina hubungan perkawinan yang saling memuaskaan
 membina hubungan harmonis dengan saudara dan kerabat
 merencanakan keluarga termasuk merencanakan jumlah anak yang
diinginkan.
2. Tahap 2 ; menanti kelahiran ( child bearing family ) atau anak tertua
adalah bayi berusia < 1 bulan
 menyiapkan anggota keluarga baru ( bayi dalam keluarga )
 membagi waktu untuk individu pasangan dan keluaga )
3. Tahap 3; keluarga dengan anak pra sekolah atau anak tertua 2,5- 6 tahun.
 memyatukan kebutuhan masing masing anggota keluarga antara
lain ruang atau kamar pribadi dan keamanan
 mensosialisasikan anak anak
 menyatukan keinginan anak anak yang berbeda
 mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga
4. Tahap 4; keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua 7- 12 tahun

29
 mensosialisasikan anak anak termasuk membantu anak anak
mencapai prestasi yang baik disekolah
 membantu anak anak membina hub dengan teman sebaya
 mempertahankan hub perkawinan yang memuaskan
 memenuhi kebutuhan kesehatan masing masing anggota keluarga
5. Tahap 5 ; keluarga dengan remaja atau anak tertua berusia 13- 20 tahun
 Mengimbangi kebebasan remaja dengan tanggung jawab yan
sejalan dengan maturitas remaja
 memfokuskan kembali hubungan perkawinan
 melakukan komunikasi yang terbuka diantara orang tua dengan
anak anak remaja
4. Tahap 6 ; keluarga dengan anak dewasa ( pelepasan)
 menambah anggota keluarga dengan kehadiran anggota keluarga
baru melalui pernikahan anak anak yang telah dewasa
 menata kembali hubungan perkawinan
 Menyiapkan datangnya proses penuaan termasuk timbulnya
masalah masala kesehatan
5. Tahap 7 ; keluarga usia pertengahan
 mempertahankan kontak dengan anak cucu
 memperkuat hubungan perkawinan
 meningkatkan usaha promosi kesehatan
6. Tahap 8 ; keluarga usia lanjut
 menata kembali kehidupan yang memuaskan
 menyesuaikan kehidupan dengan penghasilan yang berkurang
 mempertahankan hub perkawinan menerina kehilangan pasangan
 mempertahankan kontak dengan masyarakat menemukan arti
hidup
31. BANTUAN HIDUP DASAR
Langkah-langkah BHD

30
1. Memastikan keamanan ( 3 A : aman diri, aman lingkungan, aman pasien)
2. Menilai kesadaran (panggil dan tepuk bahu) dan memastikan tidak ada
nafas ( Look, Listen, Feel)
3. Meminta pertolongan/mengaktifkan sistem emergensi
4. Mengatur posisi korban (telentang, alas datar dan keras)
5. Mengatur posisi penolong (kedua lutut penolong diantara bahu pasien)
Circulation
Melakukan cek nadi karotis maksimal (5-10 detik)
Menentukan titik kompresi; dewasa/anak 'tengah sternum'
Melakukan kompresi:
a. Meletakkan pangkal telapak tangan (dengan tangan lain mengunci) 1-2
cm diatas prosesus xipoideus

b. Tangan posisi lurus, siku terkunci (tidak menekuk), bahu diatas sternum
c. Melakukan kompresi dengan kedalaman dewasa 5 cm, anak 4 cm;
kecepatan 100 kali/menit dengan irama teratur

Airway
Membuka jalan nafas dengan Head Tilt-Chin Lift manuver atau Jaw Thrust bila
dicurigai trauma servikal
Breathing
Memberi nafas buatan / ventilasi 2 kali
Melakukan kompresi : ventilasi (30 : 2) selama 5 siklus
Cek nadi:
a. Bila nadi ada tapi tidak ada nafas spontan berikan ventilasi 10-12 kali/menit

b. Bila tidak ada nadi, lanjutkan ke siklus berikutnya


Mengatur recovery position / posisi miring mantap bila sudah ada nadi dan
respirasi

Dewasa (>8 th) = Rasio 30 : 2 (utk 1 & 2 penolong)


 Khusus : Anak (1-8 th)  dan Bayi (<1 th ) 
                         30 : 2 (1 penolong)
                        15 : 2 (2 penolong)
32. TRAUMA THORAX
a. Open Pneumothorax / luka terbuka pada thorax ( Sucking Chest Wound)
 Pasien sangat sesak
 Ekspansi dinding dada tidak simetris
 Frekuensi napas cepat dan dangkal
 Luka terbuka/tembus pada thorax
 Hasil perkusi hypersonor
 Terdengar suara sucking chest wound ( paru menghisap udara lewat
lubang luka ) pada luka terbuka/tembus

31
 Penanganannya : tutup dengan kassa 3 sisi yang kedap udara

b. Tension Pneumothorax
 Pasien sangat sesak
 Frekuensi napas cepat dan dangkal
 Ekspansi dinding dada tidak simetris disertai jejas pada daerah thorax
 Suara napas berkurang atau hilang pada sisi yang cedera/hasil
auskultasi negatif
 Hasil perkusi hipersonor
 Deviasi trachea/trakea bergeser
 Distensi vena jugularis
 Penanganannya : Needle torakosintesis di ICS 2 mid klavikula
c. Hemathotorax massif ( perdarahan didalam rongga pleura/thorax )
 Pasien sangat sesak
 Frekuensi napas cepat dan dangkal
 Hasil auskultasi negatif
 Hasil perkusi dullness/pekak/redup
 Adanya darah dalam rongga pleura
 Penanganan : pasang WSD

d. Flail chest
 Pasien sangat sesak
 Frekuensi napas cepat dan dangkal
 Ekspansi dinding dada tampak paradoksal
 Pasien nyeri hebat saat bernapas sehingga cenderung takut untuk
bernapas
 Fraktur iga 2-3
e. Tamponade jantung
 JVP melemah
 Bunyi jantung melemah
 Penanganannya : Perikardiosintesis
33. TANDA-TANDA PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
 Pusing dan muntah
 Tekanan darah sistolik meninggi
 Nadi melambat ( Bradikardia )
34. TANDA-TANDA FRAKTUR BASIS CRANII
 Racoon eyes (ekimosis periorbital)
 Battle sign ( ekimosis retroaurikular)
 Rhinorea ( perdarahan hidung )
 Ottorhea ( perdarahan telinga)

32
35. ANALISA GAS DARAH
a. PH normal : 7,35 - 7,45
b. PaO2 normal : 80 – 100
c. PCO2 normal : 35 – 45
d. HCO3 normal : 22 – 26
PCO2 : Respiratorik HCO3 : Metabolik
PH < 7,35 : Asidosis PH > 7,45 : Alkalosis
PCO2 < 35 : Alkalosis PCO2 > 45 : Asidosis
HCO3 < 22 : Asidosis HCO3 > 26 : Alkalosis
Metabolik (HCO3) berbanding lurus dengan PH
Respiratorik (PCO2) berbanding terbalik dengan PH
Contoh
PH : 7, 23 PCO2 : 50 HCO3 : 24
Interpretasinya : Asidosis respiratorik
Kompensasi sebagian : status asam basa yang tidak sesuai status PH berada di luar
batas normal
Contoh
PH : 7, 48 PCO2 : 55 HCO3 : 30
Interpretasinya : Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian dengan asidosis
respiratorik
Kompensasi penuh : status asam basa tidak sesuai dengan status PH, tetapi PH
dalam batas normal
PH 7,35 – 7,40 : Asidosis
PH 7, 41 – 7,45 : Alkalosis
Contoh
PH : 7, 38 PCO2 : 32 HCO3 : 14
Interpretasinya : Asidosis metabolik terkompensasi penuh
36. FUNGSI ENZIM-ENZIM
a. Tripsin
 Berfungsi memecah protein menjadi pepton
b. Kimotripsin
 Berfungsi mengubah protein dan proteosa menjadi pepton, peptide dan
asam amini
c. Lipase pankreas ( Steapsin )
 Merupakan enzim yang memecah emulsi lemak menjadi asam lemak
dan gliserol
d. Amilopsin ( amilase pankreas )
 Merupakan enzim yang memecah amilum dan dekstrin menjadi
maltose dan glukosa
e. Ribonuklease dan deoksiribonuklease
 Merupakan enzim yang mencerna DNA/RNA menjadi nukleotida

33
f. Sekretin
 Berfungsi merangsang sel-sel pancreas untuk mensekresikan getah
pancreas, HCO3 dan juga mengurangi sekresi getah lambung

g. Koleisistokinin
 Berfungsi merangsang sel-sel pancreas mensekresikan getah pancreas
yang kaya enzim
 Menyebabkan kontraksi pada kandung empedu
h. Peptidase
 Enzim yang memecah polipeptida menjadi asam amino
i. Maltase, Laktase, dan Sukrase
 Enzim yang memecah disakarida ( maltose, laktosa, sukrosa ) menjadi
monosakarida
j. Erepsin
 Enzim yang mengubah pepton menjadi asam amino
k. Enterokinase
 Enzim yang mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin dan erepsinogen
menjadi erepsin
37. PENGKAJIAN NYERI
a. Provocate ( faktor pencetus )
 Kaji tentang penyebab nyeri
 Observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami nyeri
b. Quality ( kualitas )
 Sesuatu yang obyektif yang diungkapkan pasien
 Seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat : tajam,
tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, dll
c. Region ( Lokasi )
 Mengkaji lokasi nyeri
d. Severe ( Keparahan )
 Klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai
nyeri ringan, nyeri sedang atau berat.
 Menggunakan skala nyeri 0-10
e. Time ( Durasi )
 Menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi dan
rangkaian nyeri
38. PEMERIKSAAN GCS
a. Eye ( Mata)
 4 = Spontan membuka mata
 3 = Dengan perintah
 2 = dengan rangsangan nyeri
 1 = tidak ada reaksi
34
b. M ( Motorik)
 6 = mengikuti perintah
 5 = melokalisir nyeri
 4 = menghindari nyeri
 3 = flexi abnormal
 2 = ekstensi abnormal
 1 = tidak ada reaksi
c. V ( verbal)
 5 = orientasi baik
 4 = bingung, disorientasi waktu dan tempat, tapi dapat mengucapkan
 3 = hanya mengucapkan kata-kata namun tidak dalam satu kalimat
 2 = suara tanpa arti (mengerang)
 1 = tidak ada reaksi
39. APGAR SCORE
a. Appearance ( warna kulit )
 0 = kulit biru pucat/cianosis
 1 = badan merah, ekstremitas biru
 2 = seluruh badan merah

b. Pulse ( nadi )
 0 = tidak ada
 1 = < 100 x/mnt, lemah
 2 = > 100 x/mnt, kuat
c. Gremace ( kepekaan Reflex )
 0 = tidak ada respon
 1 = meringis, merintih, menangis lemah
 2 = menangis kuat
d. Activity ( Tonus otot )
 0 = tidak ada gerakan
 1 = gerakan lemah
 2 = gerakan kuat
e. Respirasi ( pernapasan )
 0 = tidak ada napas
 1 = napas lemah
 2 = napas kuat
40. PENATALAKSANAAN PADA BAYI BARU LAHIR
 Asfiksia Berat ( jika nilai APGAR SCORE 0 – 3 )
 Kolaborasi dalam pemberian oksigen
 Kolaborasi dalam pemberian suction
 Berikan kehangatan pada bayi

35
 Observasi denyut jantung, warna kulit, respirasi
 Berikan injeksi vit K apabila ada indikasi perdarahan
 Asfiksia Sedang ( nilai APGAR SCORE 4 – 6
 Kolaborasi dalam pemberian oksigen
 Kolaborasi dalam pemberian suction
 Observasi respirasi bayi
 Berikan kehangatan pada bayi
 Bayi normal ( jika nilai APGAR SCORE 7 – 10 )
41. DERAJAT HIPERBILIRUBIN MENURUT KREMER
a. Derajat I
 Apabila warna kuning dari kepala sampai leher
b. Derajat II
 Apabila warna kuning dari kepala, badan sampai umbilicus
c. Derajat III
 Apabila warna kuning dari kepala, badan, paha, sampai dengan lutut
d. Derajat IV
 Apabila warna kuning dari kepala, badan, ekstremitas sampai dengan
pergelangan tangan dan kaki
e. Derajat V
 Apabila warna kuning dari kepala, badan, semua ektremitas sampai
dengan ujung jari

42. BERAT BADAN IDEAL ANAK


 Umur 3-12 bulan BB = umur (bulan) + 9
2
 Umur 1-6 tahun BB = 2n + 8 ( n = umur)
 Umur 7-12 tahun BB = (umur (tahun) x 7)-5
2
43. JENIS-JENIS DEPRESI
Jenis-jenis depresi menurut WHO berdasarkan tingkat penyakit adalah di bawah
ini.
a. Depresi Psikogenik
Depresi psikogenik terjadi karena pengaruh psikologis individu. Biasanya
terjadi akibat adanya kejadian yang dapat membuat seseorang sedih atau
stress berat. Berdasarkan pada gejala dan tanda-tanda, terbagi menjadi: 
1. Depresi reaktif. 
- Merupakan istilah yang digunakan untuk gangguan mood
depresi yang ditandai oleh apatis dan retardasi atau oleh
kecemasan dan agitasi.

36
- Ditimbukan sebagai reaksi dari suatu pengalaman hidup
yang menyedihkan.
- Depresi ini lebih mendalam berlangsung lama tetapi jarang
melampaui beberapa minggu.
2. Exhaustion depression.
- Merupakan depresi yang ditimbulkan setelah bertahun-
bertahun masa laten, akibat tekanan perasaan yang berlarut-
larut, goncangan jiwa yang berturut atau pengalaman
berulang yang menyakitkan.
3. Depresi neurotic.
- Asal mulanya adalah konflik-konflik psikologis masa anak-
anak (seperti keadaan perpisahan dengan ibu pada masa
bayi, hubungan orang tua anak yang tidak menyenangkan)
yang selama ini disimpan dan membekas dalam jiwa
penderita.
- Jauh sebelum timbulnya depresi sudah tampak adanya
gejala-gejala kecemasan, tidak percaya diri, gagap, sering
mimpi buruk, dan enuresis.
- Juga gejala jasmaniah seperti banyak berkeringat, gemetar,
berdebar-debar, gangguan pencernaan seperti diare dan
spasm
b. Depresi Endogenik
- Depresi ini diturunkan,
- timbul tanpa didahului oleh masalah psikologis atau fisik
tertentu,
- bisa juga dicetuskan oleh trauma fisik maupun psikis,
kebanyakan depresi endogen berupa suatu depresi unipolar.
c. Depresi Somatogenik
Pada depresi ini dianggap bahwa faktor-faktor jasmani berperan dalam
timbulnya depresi, terbagi dalam beberapa tipe: 
1. Depresi organic.
- Disebabkan oleh perubahan perubahan morfologi dari otak
seperti arteriosklerosis serebri, demensia senelis, tumor
otak, defisiensi mental, dan lain-lain.
- Gejala-gejalanya dapat berupa kekosongan emosional
disertai ide-ide hipokondrik.
- Biasanya disertai dengan suatu psychosyndrome akibat
kelainan lokal atau difusi di otak dengan gejala kerusakan
short term memory, disorientasi waktu, tempat, dan situasi
disertai tingkah laku eksplosif dan mudah terharu.
2. Depresi simptomatik.

37
- Merupakan depresi akibat atau bersamaan dengan penyakit
jasmaniah seperti Penyakit infeksi (hepatitis, influenza,
pneumonia), Penyakit endokrin (diabetes mellitus,
hipotiroid), Akibat tindakan pembedahan, Pengobatan
jangka panjang dengan obat-obatan antihipertensi, Pada
fase penghentian kecanduan narkotika, alkohol dan obat
penenang.
44. TEORI PENUAAN
Secara garis besar teori penuaan dibagi menjadi :
a. Teori Biologis
1. Teori Genetika
 Penuaan terutama dipengaruhi oleh pembentukan gen dan
dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik
 Suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang
berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah struktur
jaringan
2. Wear and Tear Theory
 Perubahan struktur dan fungsi terjadi akibat akumulasi
sampah metabolic atau zat nutrisi yang dapat merusak sintesis
DNA sehingga mendorong malfungsi molekuler dan akhirnya
malfungsi organ tubuh.
 Memperlihatkan penerimaan terhadap mitos dan stereotip
penuaan.
3. Riwayat Lingkungan
 Faktor-faktor lingkungan dapat membawa perubahan dalam
proses penuaan
4. Teori Imunitas
 Menggambarkan suatu kemunduran dalam system imun yang
berhubungan dengan penuaan.
 Pertahanan terhadap organism mengalami penurunan
 Lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti
kanker dan infeksi
5. Teori Neuroendokrin
 Perubahan pada tingkat molekul dan sel
b. Teori Psikososial
1. Teori Kepribadian
 Aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan
harapan atau tugas spesifik lansia
 Tahap akhir kehidupan sebagai waktu ketika orang
mengambil suatu inventaris dari hidup mereka

38
 Suatu waktu untuk melihat kebelakang dari pada melihat ke
depan
 Selama proses refleksi ini lansia harus menghadapi kenyataan
hidupnya secara retrospektif
2. Teori Tugas Perkembangan
 Aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh
seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya
unutk mencapai penuaan yang sukses
3. Teori Disengagement
 Penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan
tanggung jawabnya.
 Penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat
dihindari dan penting untuk fungsi yang tepat dari
masyarakat yang sedang tumbuh
4. Teori Aktivitas
 Merupakan jalan menuju penuaan yang sukses yaitu
dengan cara tetap aktif
5. Teori Kontinuitas
 Suatu kelanjutan dari kedua teori sebelumnya
 Mencoba untuk menjelaskan dampak kepribadian pada
kebutuhan untuk tetap aktif
 Memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan
terpenuhinya kebutuhan di masa tua.

45. DERAJAT DEHIDRASI

1. Dehidrasi Ringan (jika penurunan cairan tubuh 5% dari berat badan)


Gejala :
 Muka memerah

 Rasa sangat haus

 Kulit kering dan pecah-pecah

 Volume urine berkurang dengan warna lebih gelap dari biasanya

  Pusing dan lemah

 Kram otot terutama pada kaki dan tangan

 Kelenjar air mata berkurang kelembabannya

 Sering mengantuk

39
 Mulut dan lidah kering dan air liur berkurang

2. Dehidrasi Sedang (jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 % dari berat


badan)
Gejala:
 Gelisah, cengeng
  Kehausan
 Mata cekung

 Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak
segera kembali ke posisi semula.

 Tekanan darah menurun

 Pingsan

 Kontraksi kuat pada otot lengan, kaki, perut, dan punggung

 Kejang

 Perut kembung

 Gagal jantung

 Ubun-ubun cekung

 Denyut nadi cepat dan lemah

3.  Dehidrasi berat (jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10 % dari berat
badan)
Gejala:
 Berak cair terus-meneru
 Muntah terus-menerus
 Kesadaran menurun, lemas dan terus mengantuk
 Tidak bisa minum, tidak mau makan
 Mata cekung, bibir kering dan biru
 Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik
 Kesadaran berkurang
 Tidak buang air kecil
 Tangan dan kaki menjadi dingin dan lembab
 Denyut nadi semakin cepat dan lemah hingga tidak teraba
 Tekanan darah menurun drastis hingga tidak dapat diukur
 Ujung kuku, mulut, dan lidah berwarna kebiruan
46. FASE PENYEMBUHAN LUKA
40
a. Fase Inflamasi
 Respon vaskular dan selular terjadi ketika jaringan teropong atau
mengalami cedera.
 Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan pembekuan fibrinoplatelet terbentuk
dalam upaya untuk mengontrol pendarahan.
 Reaksi ini berlangsung dari 5 menit sampai 10 menit dan diikuti oleh
vasodilatasi venula
 Fase inflamasi sangat penting dalam proses penyembuhan luka karena
berperan melawan infeksi pada awal terjadinya luka serta memulai fase
proliferasi. Walaupun begitu, inflamasi dapat terus berlangsung hingga
terjadi kerusakan jaringan yang kronis.
b. Fase Proliferatif
 Fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel
yang bermigrasi. sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka,
kuncup ini berkembang menjadi kapiler yang merupakan sumber nutrisi
bagi jaringan granulasi yang baru.
 Setelah 2 minggu, luka hanya memiliki 3% sampai 5% dari kekuatan
aslinya, sampai akhir bulan hanya 35% sampai 59% kekuatan luka
tercapai. tidak akan lebih dari 70% sampai 80% kekuatan dicapai kembali.
 Banyak vitamin, terutama vitamin C, membantu dalam proses
metabolisme yang terlibat dalam penyembuhan luka.
c. Fase Maturasi dan Remodeling
 Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroblast mulai meninggalkan luka.
 Jaringan parut tampak besar, sampai fibril kolagen menyusun kedalam
posisi yang lebih padat.
 Kekuatan susunan kolagen akan bertambah seiring dengan perjalanan
waktu.
 Setelah 3 bulan, rata-rata kekuatan jaringan ini mencapai 50% dari
kekuatan jaringan normal, dan akan terus bertambah hingga maksimal
80% dari kekuatan jaringan normal.
47. MACAM-MACAM SUARA NAPAS
a. Suara napas vesikuler ;
 Terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi.
 Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti
tiupan.
b. Suara napas bronchial
 Sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena suara ini
dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya
terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut.
 Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti
diantara kedua fase tersebut.

41
 Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch.
c. Suara napas bronkovesikuler :
 gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular.
 Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang.
 Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi.
 Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh
dinding dada.
48. JENIS IRAMA PERNAPASAN
a. Eupnea ( normal )
b. Takipnea ( melebihi normal)
c. Bradipnea ( kurang dari normal )
d. Apnea ( tidak ada napas )
e. Hiperventilasi ( pernapasan dalam namun kecepatan normal )
f. Cheyne stokes ( secara bertahap semakin cepat kemudian dalam periode
tertentu melambat dan di selingi apnea )
g. Biot ( cepat dan dalam dengan berhenti tiba-tiba diantaranya )
h. Kussmaul ( cepat dan dalam tanpa berhenti )
49. SUARA TAMBAHAN PARU
a. Wheezing
 Suara mengi saat ekspirasi yang biasa terjadi pada pasien asma
b. Ronchi
 Mengindikasikan adanya sekret yang menumpuk
c. Stridor
 Suara mengi saat inspirasi yang biasa terjadi pada pasien trauma suhu
yang mengalami oedem laring
d. Gurgling
 Bunyi seperti berkumur yang biasa terjadi akibat penumpukan cairan /
darah di laring
e. Snoring
 Bunyi ngorok yang menandakan posisi lidah jatuh ke belakang
50. KEKUATAN OTOT
 0 = tidak ditemukannya adanya kontraksi pada otot
 1 = terjadi gerakan otot namun tidak ada gerakan. Otot tidak cukup kuat
untuk mengangkat bagian tubuh tertentu
 2 = otot dapat berkontraksi tetapi tidak bisa menggerakkan bagian tubuh
melawan gravitasi namun ketika gravitasi dihilangkan dengan
perubahan posisi tubuh, otot dapat menggerakkan bagian tubuh secara
penuh.
 3 = otot dapat berkontraksi dan menggerakkan bagian tubuh secara penuh
melawan gaya gravitasi. Tetapi ketika diberikan dorongan melawan
gerakan tubuh, otot tidak mampu melawan.

42
 4 = otot mampu berkontraksi dan menggerakkan tubuh melawan tahanan
minimal. Klien mampu melawan dorongan yang diberikan namun
tidak maksimal
 5 = otot berfungsi normal dan mampu melawan tahanan maksimal.
51. PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
a. Nervus Olfaktorius / Nervus Kranialis I
 Terdapat pada mukosa rongga hidung
 Diperiksa dengan zat-zat ( bau-bauan ) seperti ; kopi, the dan
tembakau
b. Nervus Optikus / Nervus Kranialis II
 Ketajaman penglihatan
 Pasien disuruh membaca dengan jarak 35 cm
 Pasien disuruh melihat satu benda. Tanyakan apakah benda
yang dilihat jelas/kabur
 Lapangan penglihatan
 Alat yang biasa digunakan adalah jari pemeriksa.
 Fungsi mata diperiksa bergantian
c. Nervus Okulomotorius / Nervus kranialis III
 Nervus yang mempersyarafi otot-otot bola mata eksterna, levator
palbebra dan konstriktor pupil.
 Dilihat apakah ada edema kelopak mata, kelopak mata jatuh ( ptosis),
celah mata sempit (endophtalmus), bola mata menonjol (exophtalmus)
d. Nervus Trokhlearis / Nervus kranialis IV
 Pemeriksaan pupil
e. Nervus Trigeminus / Nervus Kranialis V
 Syaraf yang mempersyarafi sensoris wajah dan otot pengunyah.
f. Nervus Abdusens / Nervus Kranialis VI
 Menilai fungsi otot bola mata dengan keenam arah utama : lateral atas,
medial atas, medial bawah, lateral bawah, ke atas dan kebawah.
g. Nervus Fasialis / Nervus Kranilais VII
 Memberikan sedikit berbagai zat 2/3 lidah bagian depan seperti gula,
garam dan kina
 Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah pada waktu diuji
h. Nervus Akustikus / Nervus Kranialis VIII
 Pendengaran
 Keseimbangan
i. Nervus Glossofaringeus / Nervus Kranialis IX
 Refleks muntah
j. Nervus Vagus / Nervus kranialis X
 Apakah terjadi regurgitasi hidung
 Observasi denyut jantung klien apa ada bradikardi atau takikardi

43
k. Nervus Aksesorius / Nervus Kranialis XI
 Apakah terdapat parese
l. Nervus Hipoglosus/Nervus kranialis XII
 Mempersyarafi otot-otot lidah
52. TRIAGE
A. Pengertian
Triase Adalah Proses khusus Memilah dan memilih pasien berdasarkan
beratnya penyakit menentukan prioritas perawatan gawat medik serta prioritas
transportasi. artinya memilih berdasarkan prioritas dan penyebab ancaman
hidup.
Triase/Triage merupakan suatu sistem yang digunakan dalam
mengidentifikasi korban dengan cedera yang mengancam jiwa untuk
kemudian diberikan prioritas untuk dirawat atau dievakuasi ke fasilitas
kesehatan.
B. Prinsip-prinsip dan Tata Triase cara melakukan
Triase dilakukan berdasarkan observasi terhadap 3 hal, yaitu :
1. Pernafasan ( respiratory)
2. Sirkulasi (perfusion)
3. Status Mental (Mental State)
C. Pengelompokan Triase berdasarkan Tag label 
1. Prioritas Nol (Hitam)
- Pasien meninggal atau cedera Parah yang jelas tidak mungkin untuk
diselamatkan. 
2. Prioritas Pertama (Merah)
- Penderita Cedera berat dan memerlukan penilaian cepat dan tindakan
medik atau transport segera untuk menyelamatkan hidupnya. Misalnya
penderita gagal nafas, henti jantung, Luka bakar berat, pendarahan
parah dan cedera kepala berat.
3. Prioritas kedua (kuning)
- Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera dan tingkat yang
kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa
dalam waktu dekat. misalnya cedera abdomen tanpa shok, Luka bakar
ringan, Fraktur atau patah tulang tanpa Shok dan jenis-jenis penyakit
lain.
4. Prioritas Ketiga (Hijau)
- Pasien dengan cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak
membutuhkan pertolongan segera serta tidak mengancam nyawa
dan tidak menimbulkan kecacatan.
53. KATS INDEKS
Index katz adalah pemeriksaan disimpulkan dengan system penilaian yang
didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam melakukan aktifitas

44
fungsionalnya. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk
mengukur perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri
evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.
Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz

1 Mandi Dapat mengerjakan Sebagian/pada bagian Sebagian besar/


sendiri tertentu dibantu seluruhnya dibantu
2 Berpakaian Seluruhnya tanpa Sebagian/ pada bagian Seluruhnya dengan
bantuan tertentu dibantu bantuan
3 Pergi ke toilet Dapat mengerjakan Memerlukan bantuan Tidak dapat pergi ke
sendiri WC
4 Berpindah Tanpa bantuan Dengan bantuan Tidak dapat
(berjalan) melakukan
5 BAB dan BAK Dapat mengontrol Kadang-kadang Dibantu seluruhnya
ngompol / defekasi di
tempat tidur
6 Makan Tanpa bantuan Dapat makan sendiri Seluruhnya dibantu
kecuali hal-hal tertentu

Klasifikasi:
A : Mandiri, untuk 6 fungsi
B : Mandiri, untuk 5 fungsi
C : Mandiri, kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain.
D : Mandiri, kecuali untuk mandi, berpakaian dan 1 fungsi lain
E : Mandiri, kecuali untuk mandi, berpakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain
F : Mandiri, kecuali untuk mandi, berpakaian, pergi ke toilet berpindah (berjalan) dan 1
fungsi lain
G : Tergantung untuk 6 fungsi.
Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain.
Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi,
meskipun dianggap mampu
54. MANAJEMEN SISTEM 5 MEJA
 Meja 1 = pendaftaran
 Meja 2 = penimbangan
 Meja 3 = pencatatan
 Meja 4 = penyuluhan kesehatan
 Meja 5 = pelayanan professional
55. RUANG LINGKUP KEPERAWATAN KOMUNITAS
a. Pencegahan level 1 ( Promotif dan preventif )
 Promotif
 Penyuluhan kesehatan / Penkes
 Pemeliharaan kesehatan perorangan

45
 Pemeliharaan kesehatan lingkungan
 Peningkatan gizi dengan pedoman umum gizi seimbang
 Olahraga teratur
 Rekreasi
 Pendidikan seks
 Preventif
 Imunisasi
 Pemeriksaan kesehatan berkala di puskesmas, RS
 Pemeberian vitamin A dan yodium
 Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas, menyusui
b. Pencegahan level 2 ( Kuratif )
 Merawat dan mengobati anggota-anggota keluarga yang sakit
 Perawatan payudara
 Home nursing
 Perawatan tali pusat
c. Pencegahan level 3 ( rehabilitatif )
 Upaya pemulihan kesehatan bagi penderita yang dirawat di rumah
 Latihan napas dalam dan batuk efektif
 Latihan ROM untuk penderita stroke
d. Resosialisasi
 Upaya mengembalikan individu, keluarga dan kelompok khusus ke
dalam pergaulan masyarakat ( misalnya kusta, AIDS, WTS, tuna
wisma ).
56. TINGKAT PENCEGAHAN DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS
a. Pencegahan Primer
 Merupakan pencegahan sejati
 Mencakup usaha promosi kesehatan, penkes, imunisasi, kebersihan
diri, penggunaan sanitasi lingkungan yang bersih, olahraga, perubahan
gaya hidup, aktivitas kebugaran fisik (senam), nutrisi.
b. Pencegahan Sekunder
 Melakukan deteksi dini
 Melakukan penanganan yang tepat seperti skrining kesehatan
 Deteksi dini adanya gangguan kesehatan
 Uji gula darah untuk mengetahui adanya DM
 Uji perkembangan denver untuk mengkaji adanya keterlambatan
perkembangan anak.
c. Pencegahan Tersier
 Tujuan untuk mencegah komplikasi
 Meminimalkan ketunadayaan
 Memaksimalkan fungsi melalui rehabilitasi

46
 Melakukan rujukan kesehatan
 Melakukan konseling kesehatan bagi individu yang memiliki masalah
kesehatan
 Memfasilitasi ketidakmampuan
 Mencegah kematian
57. PERAN PERAWAT KOMUNITAS
a. Care Provider
 Memberikan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga dan
komunitas secara langsung menggunakan prinsip 3 tingkat pencegahan
b. Advocate
 Tanggap terhadap kebutuhan komunitas dan mampu
mengkomunikasikan kebutuhan tersebut kepada pemberi layanan
secara tepat.
 Mampu menggunakan sumber atau dukungan yang tersedia di
masyarakat
 Membantu komunitas mengambil keputusan guna mempertahankan
dan meningkatkan kesehatannya.
c. Educator
 Pemberian informasi
d. Conselor
 Mendengarkan keluhan secara obyektif
 Memberikan umpan balik dan informasi serta membantu klien melalui
proses pemecahan masalah
 Mengidentifikasi sumber yang dimiliki klien
e. Case Manager
 Mengkaji dan mengidentifikasi kebutuhan klien
 Merancang rencana keperawatan untuk memenuhi kebutuhan klien
 Mengawasi dan mengevaluasi dampak terhadap pelayanan yang
diberikan
f. Consultan
 Membantu klien untuk memahami dan membantu komunitas dalam
mengambil keputusan yang tepat
 Bertindak sebagai konsultan bagi perawat lain, professional lain dalam
memberikan informasi dan bantuan dalam mengatasi masalah
g. Researcher
 Sebagai peneliti
 Mengaplikasikan hasil riset dalam praktik keperawatan
 Mengumpulkan data, merancang dan mendesiminasikan hasil riset
h. Collaborator
 Berpartisipasi dalam kerjasama membuat kebijakan

47
 Berkomunikasikan dengan anggota tim kesehatan
 Berpartisipasi dalam kerjasama melakukan tindakan untuk
menyelesaikan masalah
i. Liaison/Penghubung
 Sebagai penghubung
 Merujuk permasalahan klien kepada sarana pelayanan kesehatan serta
sumber yang ada di masyarakat.
58. MANAGEMEN KONFLIK
a. Bersaing
Mengatasi konflik dengan bersaing adalah penanganan konflik di mana
seseorang atau satu kelompok berupaya memuaskan kepentingannya
sendiri tanpa mempedulikan dampaknya pada orang lain atau kelompok
lain
b. Berkolaborasi
Berkolaborasi adalah upaya yang ditempuh untuk memuaskan kedua belah
pihak yang sedang berkonflik
c. Menghindar
Menghindar adalah cara menyelesaikan konflik di mana pihak yang
sedang berkonflik mengakui adanya konflik dalam interaksinya dengan
orang lain tetapi menarik diri atau menekan konflik tersebut (seakan-akan
tidak ada konflik atau masalah).
d. Akomodasi
Akomodasi adalah upaya menyelesaikan konflik dengan cara salah satu
pihak yang berkonflik menempatkan kepentingan pihak lain yang
berkonflik dengan dirinya lebih tinggi.
e. Kompromi
Kompromi adalah cara penyelesaian konflik di mana semua pihak yang
berkonflik mengorbankan kepentingannya demi terjalinnya keharmonisan
hubungan dua belah pihak tersebut.
59. MEKANISME KOPING
a. Kompensasi
 Proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan
secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang
dimilikinya
b. Penyangkalan ( Denial )
 Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari
realitas tersebut
c. Pemindahan ( Displacement )
 Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang/benda
lain yang biasanya nertal atau lebih sedikit mengancam dirinya.
d. Disosiasi

48
 Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari
kesadaran atau identitasnya
e. Identifikasi ( Identification )
 Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia kagumi
berupaya dengan mengambil/menirukan pikiran-pikiran, perilaku
dan selera orang tersebut
f. Intelektualisasi ( Intelectualization )
 Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari
pengalaman yang mengganggu perasaannya
g. Introjeksi ( Introjection )
 Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang mengambil
dan melebur nilai-nilai dan kualitas seseorang atau suatu kelompok
ke dalam struktur egonya sendiri, merupakan hati nurani
h. Isolasi
 Pemisahan unsure emosional dari suatu pikiran yang mengganggu
dapat bersifat sementara atau berjangka lama
i. Proyeksi
 Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang
lain terutama keinginan, perasaan emosional dan motivasi yang
tidak dapat ditoleransi
j. Rasionalisasi
 Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat diterima
masyarakat untuk menghalalkan/membenarkan impuls, perasaaan,
perilaku dan motif yang tidak dapat diterima
k. Reaksi formasi
 Pengembangan sikap dan pola perilaku yang ia sadari yang
bertentangan dengan apa yang sebenarnya ia rasakan atau ingin
lakukan
l. Regresi
 Kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan merupakan cirri
khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini
m. Represi
 Pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran, impuls atau
ingatan yang menyakitkan atau bertentangan dari kesadaran
seseorang.
 Merupakan pertahanan ego yang primer yang cenderung oleh
mekanisme lain
n. Pemisahan ( Splitting )
 Sikap mengelompokkan orang/keadaan hanya sebagai semuanya
baik atau semuanya buruk

49
 Kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan negative di
dalam diri sendiri
o. Sublimasi
 Penerimaaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam
penyalurannya secara normal
p. Supresi
 Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan
tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang disadari
 Pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan dari
kesadaran seseorang
q. Undoing
 Tindakan/perilaku atau komunikasi yang menghapuskan sebagian
dari tindakan/perilaku atau komunikasi sebelumnya
 Merupakan pertahanan primitif

60. SPO PERAWATAN COLOSTOMI


A FASE ORIENTASI
1 Memberi salam/ menyapa klien
2 Memperkenalkan diri
3 Menjelaskan tujuan
4 Menjelaskan langkah prosedur
5 Menjaga privacy klien
6 Mencuci tangan
B FASE KERJA
1 Mengatur posisi tidur klien
2 Memakai sarung tangan
Meletakkan perlak pengalas di bagian kanan/ kiri
3
pasien sesuai letak stoma
Meletakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan
4 ke tubuh pasien
Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi,
5 dll)
6 Membuka kantong kolostomi secara hati-hati
dengan menggunakan pinset dan tangan kiri
menekan kulit pasien
Membersihkan stoma dan kulit sekitar stoma
7
dengan kapas sublimat/ kapas air hangat/ NaCl
8 Mengobservasi stoma dan kulit sekitar stoma
Mengeringkan kulit sekitar kolostomi dengan
9 kassa steril
Memberikan zink salep jika terdapat iritasi pada
10 kulit sekitar stoma
Mengukur stoma dan membuat lubang kantong
11
kolostomi sesuai dengan ukuran stoma
12 Membuka salah satu sisi ( sebagian ) perekat

50
kantong kolostomi
Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi
13 vertikal/ horisontal/ miring sesuai kebutuhan
pasien
Memasukkan stoma melalui lubang kantong
14 kolostomi
Merekatkan kolostomi bag dengan tepat tanpa
15 udara di dalamnya
16 Merapikan klien dan membereskan alat

17 Mencuci tangan
C. FASE TERMINASI
1 Mengevaluasi tindakan
2 Menyampaiakn RTL
3 Berpamitan
4 Dokumentasi

61. TIMBANG TERIMA


 Timbang terima (operan) adalah merupakan teknik atau cara untuk
menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan
keadaan pasien.
 Timbang terima pasien dilakukan seefektif mungkin dengan menjelaskan
secara singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat,
tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan/belum dan perkembangan
pasien saat itu
 Timbang terima dilakukan oleh perawat primer keperawatan kepada
perawat primer (penanggung jawab) dinas sore atau dinas malam secara
tertulis dan lisan.
 Timbang terima dilakukan di nurse station kemudian dilanjutkan ke bed
pasien
62. RUMUS MENGHITUNG USIA ANAK
Contoh : seorang anak perempuan pada tanggal 15 juni 2016 di antar ke poli
tumbuh kembang untuk melakukan pemeriksaan perkembangan dan hasil
pengkajian didapatkan anak lahir tanggal 25 oktober 2014. Berapakah usia anak
tersebut?
Jawaban : tanggal lahir : 25-10-2014
Tanggal kunjungan : 15-06-2016
Maka tanggal 30+15-25 = 20 hari
Bulan 12+5-10 = 7 bulan
Tahun 2015-2014 = 1 tahun
Jadi usia anak adalah 1 tahun 7 bulan 20 hari
63. MASALAH ETIK KEPERAWATAN
Bandman (1990) secara umum menjelaskan bahwa permasalahan etika
keperawatan pada dasarnya terdiri dari lima jenis, yaitu :
1. Kuantitas Melawan Kuantitas Hidup
51
Contoh Masalahnya : seorang ibu minta perawat untuk melepas semua selang
yang dipasang pada anaknya yang berusia 14 tahun, yang telah koma selama
8 hari. Dalam keadaan seperti ini, perawat menghadapi permasalahan tentang
posisi apakah yang dimilikinya dalam menentukan keputusan secara moral.
Sebenarnya perawat berada pada posisi permasalahan kuantitas melawan
kuantitas hidup, karena keluarga pasien menanyakan apakah selang-selang
yang dipasang hampir pada semua bagian tubuh dapat mempertahankan
pasien untuk tetap hidup.
2. Kebebasan Melawan Penanganan dan pencegahan Bahaya.
Contoh masalahnya : seorang pasien berusia lanjut yang menolak untuk
mengenakan sabuk pengaman sewaktu berjalan. Ia ingin berjalan dengan
bebas. Pada situasi ini, perawat pada permasalahan upaya menjaga
keselamatan pasien yang bertentangan dengan kebebasan pasien.
3. Berkata secara jujur melawan berkata bohong
Contoh masalahnya : seorang perawat yang mendapati teman kerjanya
menggunakan narkotika. Dalam posisi ini, perawat tersebut berada pada
masalah apakah ia akan mengatakan hal ini secara terbuka atau diam, karena
diancam akan dibuka rahasia yang dimilikinya bila melaporkan hal tersebut
pada orang lain.
4. Keinginan terhadap pengetahuan yang bertentangan dengan falsafah  agama,
politik, ekonomi dan ideology
Contoh masalahnya : seorang pasien yang memilih penghapusan dosa
daripada berobat ke dokter.
5. Terapi ilmiah konvensional melawan terapi tidak ilmiah dan coba-coba
Contoh masalahnya : di Irian Jaya, sebagian masyarakat melakukan tindakan
untuk mengatasi nyeri dengan daun-daun yang sifatnya gatal. Mereka percaya
bahwa pada daun tersebut terdapat miang yang dapat melekat dan
menghilangkan rasa nyeri bila dipukul-pukulkan dibagian tubuh yang sakit.
64. DERAJAT PENYAKIT DHF
a. Derajat I (Ringan)
 Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain,
dengan manifestasi perdarahan ringan.
 Uji tes “rumple leed’’ yang positif.
b. Derajat II (Sedang )
 Ditemukan perdarahan spontan di kulit dan manifestasi perdarahan
lain yaitu epitaksis (mimisan), perdarahan gusi, hematemesis dan
melena (muntah darah).
 Gangguan aliran darah perifer ringan yaitu kulit yang teraba dingin
dan lembab.
c. Derajat III ( Berat )

52
 Penderita syok berat dengan gejala klinik ditemukannya kegagalan
sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (< 20
mmHg) atau hipotensi
 Kulit yang dingin, lembab, dan penderita menjadi gelisah.
d. Derajat IV
 Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi yang tidak
dapat diukur dan nadi yang tidak dapat diraba.
65. OBAT YANG SERING DIBERIKAN PADA PASIEN GANGGUAN JIWA
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile )
 Indikasi
 untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala
– gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia,
manik depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa
masa kecil.
 Cara pemberian untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau
suntikan intramuskuler.
 Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti peningkatan dosis
hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini dipertahankan selama
satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu kali pada malam hari
atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa belum
hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan sampai 600 –
900 mg perhari.
 Kontra indikasi
 sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma,
keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita
yang hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
 Efek samping
 yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi
orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi,
amenore pada wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala
ekstrapiramida. Intoksikasinya untuk penderita non psikosa
dengan dosis yang tinggi menyebabkan gejala penurunan
kesadaran karena depresi susunan syaraf pusat,
hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan
gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali
menimbulkan intoksikasi.
b. Haloperidol ( Haldol, Serenace )
 Indikasinya

53
 yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la
tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan
perilaku yang berat pada anak – anak.
 Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi
6 – 15 mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa
2 -5 mg intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
 Kontra indikasinya
 depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit
parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol.
 Efek samping
 yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih,
gelisah, gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson.
 Efek samping yang jarang adalah nausea, diare, kostipasi,
hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik.
 Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi
hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam
dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot
atau kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi
pernapasan.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin )
 Indikasinya
 untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.  
 Obat ini membantu menurunkan rasa kaku pada otot, keringat
berlebih, dan produksi saliva, serta membantu meningkatkan
kemampuan berjalan pada penderita Parkinson.
 Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah (
12,5 mg ) diberikan tiap 2 minggu.b Bila efek samping ringan,
dosis ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang
3 – 6 mg setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien.
Bila pemberian melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya
peningkatan perlahan – lahan.
 Kontra indikasinya
 pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif
terhadap fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap
phenotiazine. Intoksikasibiasanya terjadi gejala – gejala sesuai
dengan efek samping yang hebat. Pengobatan over dosis ;
hentikan obat berikan terapi simtomatis dan suportif, atasi
hipotensi dengan levarteronol hindari menggunakan
ephineprine.
 Efek samping

54
 Kering pada mulut
 Bola mata membesar atau pandangan kabur
 Lelah atau pusing
 Sulit buang air kecil atau sembelit
 Gugup atau cemas
 Gangguan pada perut
 Keringat berkurang

66. TEST TOURNIQUET/ RUMPLE LEED TEST


Rumple leed test adalah salah satu cara yang paling mudah dan cepat untuk
menentukan apakah terkena demam berdarah atau tidak. Rumple leed adalah
pemeriksaan bidang hematologi  dengan  melakukan pembendungan pada bagian
lengan atas selama 10 menit untuk uji diagnostik kerapuhan vaskuler dan fungsi
trombosit.
Prosedur pemeriksaan Rumple leed tes yaitu:
- Pasang ikatan sfigmomanometer pada lengan atas dan pump sampai tekanan
100 mmHg (jika tekanan sistolik pesakit < 100 mmHg, pump sampai tekanan
ditengah-tengah nilai sistolik dan diastolik).
- Biarkan tekanan itu selama 10 menit (jika test ini dilakukan sebagai lanjutan
dari test IVY, 5 menit sudah mencukupi).
- Lepas ikatan dan tunggu sampai tanda-tanda statis darah hilang kembali.
Statis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang telah diberi
tekanan tadi kembali lagi seperti warna kulit sebelum diikat atau menyerupai
warna kulit pada lengan yang satu lagi (yang tidak diikat).
- Cari dan hitung jumlah petechiae yang timbul dalam lingkaran bergaris
tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti.
Catatan
- Jika ada > 10 petechiae dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira 4 cm
distal dari fossa cubiti test Rumple Leede dikatakan positif. Seandainya dalam
lingkaran tersebut tidak ada petechiae, tetapi terdapat petechiae pada distal
yang lebih jauh daripada itu, test Rumple Leede juga dikatakan positif.
- warna merah didekat bekas ikatan tensi mungkin bekas jepitan, tidak ikut
diikut sebagai petechiae
- pasien yg “tek” darahnya tdk diketahui, tensimeter dapat dipakai pada “tek”
80 mmHg
- pasien tidak boleh diulang pada lengan yang sama dalam waktu 1 minggu
- Derajad laporan :
(-)    = tidak didapatkan petechiae
(+1) = timbul beberapa petechiae dipermukaan pangkal lengan
(+2) = timbul banyak petechiae dipermukaan pangkal lengan

55
(+3) = timbul banyak petechiae diseluruh permukaan pangkal lengan &
telapak tangan muka & belakang
(+4) = banyak sekali petechiae diseluruh permukaan lengan, telapak tangan &
jari, muka & belakang
- Ukuran normal: negative atau jumlah petechiae tidak lebih dari 10
67. PEMASANGAN WSD
Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan
water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga
pleura)
TUJUANNYA
Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk
mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut
INDIKASI PEMASANGAN WSD :
• Hemotoraks, efusi pleura
• Pneumotoraks ( > 25 % )
• Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
• Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

KONTRA INDIKASI PEMASANGAN :


• Infeksi pada tempat pemasangan
• Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

CARA PEMASANGAN WSD

1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea


aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukann.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai
muskulus interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan
jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura /
menyentuh paru.
5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan
menggunakan Kelly forceps
6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding
dada
7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.
ADA BEBERAPA MACAM WSD :
1. WSD dengan satu botol
 Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana
 Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol
penampung.

56
 Drainage berdasarkan adanya grafitasi.
 Umumnya digunakan pada pneumotoraks
2. WSD dengan dua botol
 Botol pertama sebagai penampung / drainase
 Botol kedua sebagai water seal
 Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.
 Dapat dihubungkan sengan suction control
3. WSD dengan 3 botol
 Botol pertama sebagai penampung / drainase
 Botol kedua sebagai water seal
 Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan manometer.

65. POSTURAL DRAINASE


Postural drainase (PD) merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari
berbagai segmen paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi..
Waktu yang terbaik untuk melakukan PD yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan
sekitar 1 jam sebelumtidur pada malam hari.
Postural drainase (PD) dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran
nafas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis. Pada
penderita dengan produksi sputum yang banyak PD lebih efektif bila disertai dengan
clapping dan vibrating.
Postural darinase (PD) merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan
mempergunakan gaya berat dan sekret itu sendiri. Postural Drainase (PD) dapat dilakukan
untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran nafas tetapi mempercepat pengeluaran
sekret sehingga tidak terjadi ateletaksis. Pada penderita dengan produksi sputum yang
banyak postural drainase lebih efektif bila disertai dengan perkusi dan vibrasi dada.
B.     Tujuan dilakukan Postural Drainase
Untuk mengeluarkan secret yang tertampung.
Untuk mencegah akumulasi secret agar tidak terjadi atelektasis.
Mencegah dan mengeluarkan secret.
C.    Indikasi dan Kontra Indikasi Klien yang Mendapat Drainase Postural
Indikasi
Mencegah penumpukan secret yaitu pada:
pasien yang memakai ventilasi
pasien yang melakukan tirah baring yang lama
pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik, bronkiektasis
mobilisasi secret yang tertahan :
pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh secret
pasien dengan abses paru
pasien dengan pneumonia
Kontraindikasi

57
Tension pneumotoraks
Hemoptisis
Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard akutrd
infark dan aritmia.
Edema paru
Efusi pleura yang luas
68. SUCTION
Suction (Pengisapan Lendir) merupakan tindakan pengisapan yang bertujuan untuk
mempertahankan jalan napas, sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas
yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret dari jalan nafas, pada klien yang tidak
mampu mengeluarkannya sendiri
Tujuan :
 Mempertahankan kepatenan jalan nafas
 Membebaskan jalan nafas dari secret/ lendir yang menumpuk
 Mendapatkan sampel/sekret untuk tujuan diagnosa.
Prinsip:
Tekhnik steril, agar mikroorganisme tidak mudah masuk ke faring, trakeal dan bronki.
Komplikasi:
a. Hipoksia
b. Trauma jaringan
c. Meningkatkan resiko infeksi
d. Stimulasi vagal dan bronkospasm
Kriteria :
a. Kelengkapan alat penghisap lender dengan ukuran slang yang tepat
b. Menggunakan satu selang penghisap lendir steril untuk satu klien
c. Menggunkan slang penghisap lendir yang lembut
d. Penghisapan dilakukan dengan gerakan memutar dan intermitten
e. Observasi tanda-tanda vital
Indikasi :
a Klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu membersihkan sekret
dengan mengeluarkan atau menelan
b Ada atau tidaknya secret yang menyumbat jalan nafas, dengan ditandai
terdengar suara pada jalan nafas, hasil auskultasi yaitu ditemukannya suara
crakels atau ronchi, kelelahan pada pasien. Nadi dan laju pernafasan meningkat,
ditemukannya mucus pada alat bantu nafa.
c Klien yang kurang responsive atau koma yang memerlukan pembuangan secret
oral 
Prosedur Kerja
a. Persiapan Alat
- Bak instrument berisi: pinset anatomi 2, kasa secukupnya.
- NaCl atau air matang.
- Canule section.
58
- Perlak dan pengalas.
- Mesin suction.
- Sarung tangan
c. Persiapan Perawat yang akan melakukan tindakan suction/pengisapan
1. Lakukan pengecekan program terapi pasien.
2. Cuci tangan.
3. Tempatkan alat di dekat pasien.
4. Persiapan Pasien:
5. Pastikan identitas pasien.
6. Kaji kondisi pasien.
7. Beritahu dan jelaskan pada pasien atau keluarganya tentang tindakan yang
akan dilakukan.
8. Jaga privasi pasien.
c. Pelaksanaan 
1. Beri tahu pasien bahwa tindakan akan segera dimulai.
2. Cek alat-alat yang akan digunakan.
3. Cuci tangan.
4. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur pasien.
5. Pakai sarung tangan.
6. Berikan posisi yang nyaman pada pasien dengan kepala sedikit ekstensi
7. Berikan Oksigen 2 – 5 menit
8. Letakkan pengalas di bawah dagu pasien
9. Hidupkan mesin, mengecek tekanan dan botol penampung
10. Masukkan kanul section dengan hati-hati (hidung ± 5 cm, mulut ±10 cm)
11. Hisap lendir dengan menutup lubang kanul, menarik keluar perlahan
sambil memutar (+ 5 detik untuk anak, + 10 detik untuk dewasa)
12. Bilas kanul dengan NaCl, berikan kesempatan pasien bernafas
13. Ulangi prosedur tersebut 3-5 kali suctioning
14. Observasi keadaan umum pasien dan status pernafasannya
15. Observasi secret tentang warna, bau dan volumenya Bereskan alat.
16. Lepaskan handscoen.
17. Rapihkan kembali pasien.
18. Berikan reinforcement positif pada pasien.
19. Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya.
20. Kembalikan peralatan.
21. Cuci tangan.
69. TINGKAT KETERGANTUNGAN PASIEN MENURUT DOUGLASS
1. PERAWATAN MINIMAL
Memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam, dengan kriteria :
a. Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri
b. Makan dan minum dilakukan sendiri
c. Ambulasi dengan pengawasan
59
d. Observasi TTV dilakukan setiap jaga (shift)
e. Pengobatan minimal dengan status psikologis stabil
2. PERAWATAN PARSIAL
Memerlukan waktu 3-4 jam/24 jam dengan criteria :
a. Kebersihan diri dibantu, makan dan minum dibantu
b. Oservasi TTV setiap 4 jam
c. Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
d. Pasien dengan catheter urine, pemasukan dan pengeluaran intake
output cairan dicatat/dihitung
e. Pasien dengan infuse, persiapan pengobatan yang memerlukan
prosedur
7. PERAWATAN TOTAL
Memerlukan waktu 5-6 jam/24 jam dengan criteria :
a. Semua keperluan pasien dibantu
b. Perubahan posisi, observasi TTV dilakukan setiap 2 jam
c. Makan melalui selang NGT, terapi intravena
d. Dilakukan penghisapan lender
e. Gelisah/disorientasi
70. KATEGORI KEPERAWATAN MENURUT SWANBURG
1. SELF CARE
a. Klien memerlukan bantuan minimal dalam melakukan tindak
keperawatan dan pengobatan
b. Klien melakukan aktivitas perawatan diri sendiri secara mandiri
c. Biasanya dibutuhkan waktu 1-2 jam dengan waktu rata-rata efektif 1,5
jam/24 jam
2. MINIMAL CARE
a. Klien memerlukan bantuan sebagian dalam melakukan tindak
keperawatan dan pengobatan tertentu, misalnya pemberian obat intravena
dan mengatur posisi.
b. Biasanya dibutuhkan waktu 3-4 jam dengan waktu rata-rata efektif 3,5
jam/24 jam
3. INTERMEDIATE CARE
Klien biasanya dibutuhkan waktu 5-6 jam dengan waktu rata-rata efektif 5,5
jam/24 jam
8. MOTHFIED INTENSIVE CARE
Klien biasanya dibutuhkan waktu 7-8 jam dengan waktu rata-rata efektif 7,5
jam/24 jam
9. INTENSIVE CARE
Klien biasanya dibutuhkan waktu 10-14 jam dengan waktu rata-rata efektif 12
jam/24 jam
71. STRATREGI INTERVENSI KEPERAWATAN KOMUNITAS (MENURUT
HITCOCK, SCHUBERT DAN THOMAS (1999)
60
1. Proses Kelompok
 Proses yang selalu berubah, berkembang dan dapat menyesuaiakan diri
dengan keadaaan yang selalu berubah
 Diperlukan komunikasi, motivasi tim, keragaman tim dalam mengatasi
konflik yang terjadi
 Menunjukkan minat dan kebutuhan serta tujuan yang sama
2. Pendidikan kesehatan
 Upaya terencana unutk perubahan perilaku masyarakat sesuai dengan
norma-norma
 Memelihara dan meningkatkan kesehatan yang didasarkan pada
pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran
3. Kemitraan
 Hubungan kerjasama antara 2 pihak atau lebih berdasarkan kesetaraan,
ketebukaan dana asas saling menguntungkan unutk mencapai tujuan
bersama.
4. Pemberdayaan
 Proses yang dilakukan oleh individu, kelompok dan komunitas untuk
mencapai kemanfaatan dalam kehidupan
 Memobilisasi komunitas agar mampu berperan dalam pengambilan
keputusan
 Upaya fasilitasi agar masyarakat mengenal masalah yang dihadapi
72. MACAM-MACAM EVALUASI
a. Evaluasi Formatif ( Proses )
Focus tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan tindakan keperawatan
b. Evaluasi Sumatif ( Hasil )
Focus evaluasi ini adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada
akhir tindakan keperawatan.

73. PENILAIN PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN KELUARGA


Skoring diagnosa keperawatan menurut Baylon dan Malgaya (1978)
No Kriteria Skor Bobot
1 sifat masalah 1
a. Tidak/ kurang sehat 3
b. Ancaman kesehatan 2
c. Keadaan sejahtera 1
2 kemungkinan masalah dapat diubah 2
a. Mudah 2
b. Sebagian 1
c. Tidak dapat 0
3 potensial masalah untuk dicegah 1
a. Tinggi 3
b. Cukup 2
c. Rendah 1
4 Menonjolnya masalah 1
a. Masalah berat harus ditangani 2

61
b. Ada masalah tapi tidak perlu ditangani 1
c. Masalah tidak dirasakan 0

Cara menentukan scoring


1) Tentukan skor untuk setiap criteria
2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot
3) Jumlah skor untuk semua criteria
4) Tentukan skor, nilai tertinggi menentukan urutan diagnosa keperawatan
keluarga
74. PERHITUNGAN TENAGA PERAWAT MENURUT DOUGLASS
Tingkat ketergantungan Shift Pagi Shift Sore Shift Malam
Minimal Care 0,17 0,14 0,07
Partial Care 0,27 0,15 0,10
Total Care 0,36 0,30 0,20

75. TAHAP-TAHAP KOMUNIKASI TERAPEUTIK


a. Fase Prainteraksi
 Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien.
 Perawat mengumpulkan data tentang klien,
 mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri dan membuat
rencana pertemuan dengan klien.
b. Fase Orientasi.
 memberi salam dan senyum pada klien,
 melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif),
 memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama kesukaan klien,
 menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan,
 menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan,
 menjelaskan kerahasiaan.
 Tujuan akhir pada fase ini ialah terbina hubungan saling percaya.
c. Fase Kerja
 memberi kesempatan pada klien untuk bertanya,
 menanyakan keluhan utama, memulai kegiatan dengan cara yang baik,
melakukan kegiatan sesuai rencana.
 Perawat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan pola-pola adaptif
klien.
d. Fase Terminasi
 menyimpulkan hasil wawancara,
 Renana tindak lanjut dengan klien,
 melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik) yang akan datang
 mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.

62

Anda mungkin juga menyukai