Anda di halaman 1dari 2

*Sekolah Literasi Kalimantan Timur di SMPN 1 Tenggarong Seberang*

*Kutai Kartanegara* – SMPN 1 Tenggarong meroket berkat budaya baca. Keterampilan literasi yang
reseptif dan ekspresif di tingkat di sekolah ini. Berangkat dari identitas sekolah literasi, Mujianto
percaya lebih mudah melakukan perubahan dengan berangkat dari identitas.

Mujianto tidak memperhitungkan berapa buku yang harus dilahap siswa dan berapa buku yang
dihasilkan oleh kemitraan siswa dan guru. Namun, Mujianto percaya bahwa dengan menetapkan
sekolah literasi, Mujianto percaya dengan identitas tersebut, siswa menjadikan kebiasaan membaca
bagian dari dirinya.

*Lingkungan Ramah Pembaca*

Saat ini, SMPN 1 Tenggarong sedang membangun pondok baca di empat sudut lapangan sekolah,
menyediakan pojok baca dan pohon baca di setiap kelas. Lingkungan adalah faktor utama yang tidak
terlihat dalam membentuk kebiasaan membaca. Pada tahun 1936, Kurt Lewin, psikolog menulis rumus
sederhana perilaku adalah sebuah fungsi yang ada di lingkungan tersebut. Artinya fungsi seseorang
dapat maksimal di lingkungan yang memperbolehkan fungsi seseorang itu bekerja.

Dengan adanya akses-akses membaca maka mempermudah siswa membaca. Kemudahan ini
memperlancar membangun kebiasaan membaca. Lingkungan yang ramah dengan kebiasaan membaca
ini mampu menjaga minat membaca siswa. Karena secara bertahap kebiasaan siswa tidak lagi terpicu
oleh satu motivasi namun sudah terasosiasi dengan perilaku kontekstual setempat.

Di setiap kelas, juga distimulasi dengan kutipan-kutipan yang menggairahkan minat baca. Setiap
kebiasaan akan mudah terinisiasi dengan adanya petunjuk yang jelas. Dan, naluriah manusia
cenderung mengikuti petunjuk yang jelas. Dengan adanya infrastruktur ini juga memicu siswa
membaca.

*Menjodohkan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Literasi*

Ranem, M.Pd, salah satu guru Bahasa Indonesia di SMPN 1 Tenggarong Seberang memasangkan LKS
dengan produk-produk literasi. Karya-karya sastra siswa dari LKS ini dibukukan oleh Ranem. Alhasil,
dalam setahun, Ranem dan siswanya dapat menghasilkan 4-5 buku dalam setahun.

Prinsip Premack ini dilakukan oleh Ranem, yakni memaksimalkan partisipasi siswa dalam kegiatan yang
tidak disukai siswa dengan cara mengaitkan aktivitas tersebut dengan aktivitas yang lebih disukai.
Tentunya siswa merasa terbebani jika Ranem langsung menargetkan satu buku selesai untuk seluruh
siswa. Namun Ranem mengaitkan pembuatan buku dengan kegiatan pembelajaran aktif mata
pelajaran Bahasa Indonesia.

Sehingga siswa tidak keberatan dalam menjalankan keharusan membuat karya sastra. Terutama
pembelajaran aktif Tanoto Foundation yang dilakukan Ranem ini mengajak siswa untuk berpartisipasi
penuh dalam kelas. Dalam pembelajaran aktif, proses lebih diberikan kepada siswa. Ranem
menerapkan unsur-unsur pembelajaran aktif yaitu Mengalami, Interaksi, Komunikasi, Refleksi (MIKiR)
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.

*Mengkombinasikan Terdekat, Terbanyak, Terpengaruh dalam Memperkuat Budaya Literasi*


Kebiasaan mudah terawat jika banyak siswa mempunyai hobi membaca buku ini mengajak temannya.
Karena, manusia mempunyai kecenderung untuk meniru orang terdekatnya, seperti gaya bicara atau
misi. Sehingga jika siswa yang suka membaca menularkan kebiasaannya ke temannya.

Selain itu, siswa juga cenderung mengikuti perilaku kelompok. Salah satu karakter berkelompok
manusia adalah mengikuti perilaku kebanyakan, karena ada motivasi untuk diterima dalam sebuah
kelompok.

Dengan adanya pembuatan buku, siswa terpicu untuk dapat bersama dengan siswa lain untuk menulis.
Dengan adanya pembuatan buku, siswa juga merasa ada tempat dan pengaruh untuk lebih berkarya.
Keinginan siswa untuk dapat diketahui ini merupakan salah satu strategi untuk menciptakan siklus
terus berkarya di literasi.

*Pembelajaran Aktif Bahasa Indonesia*

Pada Februari 2022 ini, Ranem mendorong siswa untuk dapat membuat teks eksplanasi. Ranem
membagikan LKS kepada siswa. Dalam LKS tersebut, Ranem memaparkan beberapa foto bencana alam.
Siswa diajak untuk mendeskripsikan teks eksplanasi dengan mengidentifikasi fenomena.

Lalu siswa membuat paragraf yang menjelaskan proses kejadian bencana alam yang tercantum di
dalam LK. Selain itu, siswa diminta untuk membuat paragraf ulasan dan mencari foto yang sesuai
dengan paragraf ulasan.

Kelompok Philipus berhasil menuliskan teks eksplanasi dengan bantuan foto bencana alam. Dalam teks
eksplenasi, kelompok Philipus menerangkan bahwa bencana banjir sering terjadi karena perilaku buruk
manusia. Selain itu, karena penebangan pohon. Karena kedua ini, dampaknya adalah banyak orang
yang kehilangan rumah dan keluarga. Jawaban teks eksplanasi ini ditempel di dinding.

Ranem menutup dengan menjelaskan ulang bahwa teks eksplanasi adalah teks yang berisi teks tentang
proses kejadian alam, sosial, budaya yang dapat terjadi. “Saya senang pembelajaran ini, karena kita
dituntut dapat mengekspresikan ide dalam bentuk tulisan dan verbal,” ungkap Putu dalam sesi refleksi.

Anda mungkin juga menyukai