Anda di halaman 1dari 2

19th

Setiap jalan pasti ada resikonya. Setiap resiko pasti ada yang harus dikorbankan. Ironisnya
setiap individu ga pernah sadar akan hal itu, seolah semua itu hanya kiasan.
Nggak kok kita sadar, kita bisa bisa aja tuh ngejalaninnya.
Iya, kita emang sadar, sayangnya kita belum sadar di dunia nyata
Proses
Apa yang kita lewati selama ini ga pernah sama. Sekali pun si kembar tetap aja jalannya bakal
beda bisa karena kecepatan melangkahnya, cara menghadapi rintangan selama diperjalanan,
atau jarak tempuhnya.
Belajar jatuh itu perlu untuk memperkuat dan mengetahui seberapa kuat diri kita. Bahkan,
jatuh bisa memberi manfaat bagi orang lain. Gimana jadinya kalau manusia di Bumi ini ga ada
yang pernah jatuh? Ga ada yang pernah ngerasa sakit? Ya kalo gitu ga perlu hidup kali.
Kehidupan dunia itu ga ada yang instan, sekalinya mau mie instan pun tetep aja harus masak
dulu. Makanya, sakit itu ada biar manusia mau belajar, biar tau gimana caranya nyembuhin rasa
sakit.
Itu siklus hidup!
Ada tiga subjek dalam kasus itu yaitu korban, pengobat, dan pengamat. Yang jatuh dan
pengobat jelas mereka subjek utama, terus pengamat perannya ngapain? Nonton aja? Acuh?
Empati? Atau menyela korban itu? Yap, semua jenis pengamat itu pasti ada dan penting!
Gini, korban itu justru lebih fokus terhadap subjek ketiga daripada pengobat ataupun sakitnya.
Saat dia selesai diobati yasudah dia sudah merasa lebih baik dari sebelumnya dan pengobat itu
pergi lagi untuk mengobati korban lain. Setelah itu, dia akan melihat sekeliling. Iya, para
pengamat ada di sekelilingnya. Si penonton yang sekedar melihat lalu pergi. Si acuh yang hanya
sekedar lewat tanpa menengoknya sedikit pun. Si empati yang menanyakan kabar dan siap ada
untuk membantunya kapanpun untuk bangkit. Dan terakhir, yang datang untuk bilang, “luka
segitu mah ringan kali.”
Standar sakit setiap orang itu berbeda.
Sering banget denger dan baca kalimat itu, emang bener. Can relate lah bahasa zaman sekarang
mah. Apa yang kita rasakan memang tidak ada lagi yang mengerti selain kita sendiri dan Allah
SWT. yang tau, makanya wajar kita sering menggunakan kalimat itu untuk membentengi diri.
Learn
Manusia diberikan perasaan bukan tanpa alasan. Bahagia, cinta, benci, sakit, sedih, takut,
marah, kecewa pasti punya makna tersendiri dalam hidup setiap orang. Perasaan sering
menjadi penentu seseorang berperilaku. Jangan heran jika banyak orang di sekitar kita yang
berbeda, tidak sefrekuensi, atau mungkin kita mengkategorikannya sebagai “orang aneh”.
Terlalu jahat jika kita menghakiminya mentah-mentah karena kita tidak tahu apa yang sudah
dia alami sebelumnya sementara kita juga tidak mau berada diposisinya.
Just focus to be yourself
Kalau dipikir lagi sebenarnya semua kita kontrol atas apa yang kita rasakan. Mau sejahat
apapun orang terhadap kita, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Sebaik apapun orang
terhadap kita, tergantung bagaimana kita menyikapinya.
Banyak orang diluar sana yang fine fine aja menjalani hidupnya padahal orang jahat berada
disekitarnya. Namun, banyak juga orang yang merasa sedih terus, kecewa, dan marah padahal
disekitarnya banyak orang baik.
Etss, tapi jangan sampe menutup diri.
Growth
Justru dari semua pengamat yang ada disekitar kita itu akan jadi pondasi diri agar menjadi
manusia yag lebih kuat, lebih siap, lebih tenang.

Anda mungkin juga menyukai