Kelompol :7
Tugas :2
Tema :
Isi :
Saya memulai buku ini. Dengan ketakutan ‘menjadi sendiri’. Apa yang ditulis
oleh saya bukanlah sebuah narasi untuk menggurui, tapi untuk menumpahkan segala
resah yang ada di hati dan pikiran saya. Pun juga sebagai nasihat atas diri saya sendiri.
Sebagai pengingat diri saya sendiri juga. Dan mungkin ada hal baik yang bisa saya
sebarkan kepada teman-teman sekalian.
Seberapa sering kita merasa takut ketika sendiri? Rasa sepi yang kerap kali
menyapa ketika sendirian, membuat kita enggan memilih sendiri lama-lama. Tentu
sebagai manusia, kita tidak bisa hidup tanpa orang lain. Kebutuhan untuk saling mengisi
satu sama lain adalah hal yang tidak bisa kita hindari sebagai manusia, bukan?
Lalu sendiri yang bagaimana yang harus kita terima dalam hidup ini?
Sendiri yang harus kita terima dalam hidup ini adalah kesadaran bahwa kita
sejatinya bertanggung jawab kelak atas diri kita sendiri. Bahwa kita datang dengan
membawa tanggung jawab atas diri kita, dan kelak kita juga akan dimintai pertanggung
jawaban atas diri kita sendiri.
Teman, kita nanti akan dimintai pertanggung jawaban atas segala hal yang kita
lakukan ketika hidup. Maka kita hanya punya diri kita sendiri untuk lulus dari
pertanggung jawaban itu. Kelak ketika sepi dan gelap saat berada di dalam tempat jasad
kita dikebumikan, hanya ada diri kita sendiri. Dan saat itulah, kebaikan-kebaikan yang
kita usahakan akan menemani kita. Menerangi kegelapan dan kesendirian yang kita
rasakan. (Entah kenapa menulis bagian ini membuat saya takut sendiri, karena saya
sadar betul masih jauh dari kata baik ☹ Tapi semoga karena menulis ini, saya dan
Maka kita harus sadar kesendirian yang satu ini. Kita harus mengatasinya.
Tebarkan kebaikan yang mampu kita lakukan. Meski hanya sedikit, meski hanya hal-hal
kecil. Sesederhana menebar senyum kepada orang lain, sesederhana berkata baik kepada
orang lain. Juga dengan mencegah diri kita dari melakukan hal-hal yang dilarang-Nya.
Saling mengingatkan dengan cara baik kepada yang lain. Mudah memberikan tangan
ketika dimintai bantuan. Dan tidak menyakiti siapapun dengan tindakan dan perkataan
Sadarkah kita bahwa semakin bertambahnya usia, maka semakin kecil juga
lingkup teman-teman dekat yang kita punya?
Ketika sekolah dasar, kita punya banyak sekali teman. Beranjak sekolah
menengah teman kita biasanya bertambah banyak lagi, begitupun ketika sekolah
menengah atas hingga kuliah. Dan saat itulah dimulai, saat memasuki usia dewasa awal,
saat kita mulai masuk dunia pekerjaan. Teman-teman baik yang kita kenal dan punya,
perlahan mulai hilang dan sibuk dengan dunianya masing-masing.
Rasa kesepian yang tiba-tiba kita sadari menyadarkan kita tentang banyak hal
pada akhirnya (mungkin lebih tepatnya rasa kesepian yang belum lama saya alami 😊).
Bahwa kita tinggal punya diri kita sendiri. Semua orang berjalan dengan kehidupannya
masing-masing. Maka yang tersisa mungkin hanya itungan jari, orang-orang yang
memang ditakdirkan untuk berada di lingkup kehidupan kita. Mungkin pada awalnya
kita akan membenci kenyataan itu, sama dengan saya. Saya masih belajar, bahwa
tumbuh menjadi dewasa, artinya siap menghadapi segala sesuatunya sendirian. Namun,
saya percaya satu hal, Sang Pencipta bersama kita.
Meski kita diminta untuk bisa berdiri di atas diri kita sendiri. Selama kita
yakin dan percaya bahwa Tuhan kita selalu menemani langkah dan kehidupan kita.
Selama kita melibatkan Ia dalam segala hal di kehidupan ini, bukankah itu artinya kita
tidak benar-benar sendiri?
Sang Pencipta hadir lewat rasa tenang di kala kita harus melakukan banyak hal
sendiri, Sang Pencipta hadir lewat senyuman orang tua dan doa tulus mereka kepada
kita. Sang Pencipta hadir lewat guru-guru yang menunjukkan kita akan ilmu
pengetahuan. Sang Pencipta hadir lewat teman baik kita yang selalu menanyakan
keadaan kita, menyumbang senyuman dengan setumpuk cerita menyenangkan. Sang
Pencipta hadir lewat beberapa orang yang hadir dalam kehidupan kita, memberikan rasa
hangat sehingga kita merasa tidak lagi sendirian.
Mari kita belajar memeluk diri kita sendiri, mari kita terima rasa sepi dan