Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK STASE BEDAH

PRESENTASI KASUS

“ABSES MAMMAE SINISTRA”

Pembimbing :
dr. Lizaldi Ushan, Sp.B

Disusun Oleh :
Jeremy Fernando Clinton G4A020073

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
KEPANITERAAN KLINIK STASE BEDAH
RSUD AJIBARANG
PURWOKERTO

2022
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
“ABSES MAMMAE SINISTRA”

Disusun oleh :
Jeremy Fernando Clinton G4A020073

Referat ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu


prasyarat mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik
Bagian Stase Bedah
RSUD Ajibarang

Purwokerto, April 2022


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Lizaldi Ushan, Sp. B.


I. LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
- Nama : Ny. E. D.
- Umur : 20 tahun
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Alamat : Dukuh Tengah 003/004
- Pendidikan Terakhir : SMA/Sederajat
- Penjamin : BPJS PBI
B. ANAMNESA
A. Keluhan Utama
Benjolan di payudara sebelah kiri
B. Keluhan Tambahan
Pasien perempuan usia 21 tahun datang ke poli bedah dengan keluhan
adanya benjolan pada payudara sebelah kiri yang dirasakan sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien mengeluhkan nyeri
saja di bagian payudara kiri selama 2 bulan, namun lama kelamaan
terasa seperti muncul benjolan pada payudara. Benjolan dirasa
semakin membesar, dapat digerakkan dan disertai adanya nyeri pada
benjolan tersebut. Benjolan tersebut diketahui saat bangun tidur, lalu
pasien merasakan adanya benjolan kecil pada sekitar putting di
payudara kiri. benjolan disertai rasa nyeri dirasakan secara terus
menerus, bersifat tumpul, tidak menjalar dan terlokalisir. Pasien
mengatakan saat ini pasien sedang rutin menyusui anaknya yang
berusia 5 bulan. Nyeri kepala dan demam disangkal. Mual dan
muntah disangkal, BAB biasa dan BAK lancar.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
 R. Diabetes : disangkal
 R. Asma : disangkal
 R. Jantung : disangkal
 R. Alergi : disangkal
 R. Kel Serupa : (+) Nyeri payudara 2 bulan yll.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
 R. Diabetes : disangkal.
 R. Asma : disangkal
 R. Jantung : disangkal
 R. Hipertensi : disangkal
 R. Alergi : disangkal
 Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.

C. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
 Kesadaran : Compos Mentis
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Tanda Vital
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 80 kali/menit
 Suhu : 36,6C
 Pernapasan : 22 kali/menit
 BB : 58 kg
 TB : 158 cm
 Kepala : Normocephali, rambut hitam
 Mata :Conjungtiva anemis -/- Sklera ikterik -/-, Mata
cekung-/-. Injeksi konjungtiva -/-, Kornea jernih,
Pupil bulat isokor, Reflek cahaya +/+, edema
palpebra -/-.
 Hidung : Simetris, Sekret (-), Deviasi septum (-)
 Mulut : Sianosis (-), ginggivitis (-)
 Telinga : Normotia, Sekret (-)
 Tenggorokan : Arkus faring simetris, Tonsil T1-T1
 Leher : KGB tidak teraba, trachea di tengah, kelenjar tiroid
tidak membesar.
 Thorax :
Dada Bagian Belakang
Inspeksi : Bentuk dada bagian belakang normal
Bentuk skapula simetris.
Tidak ditemukan bekas luka ataupun benjolan.
Retraksi sela iga (-), sela iga melebar (-).
Palpasi : Perbandingan gerakan nafas dan vocal fremitus
kanan kiri sama kuat.
Perkusi : Pada dada bagian belakang terdengar bunyi sonor.

Auskultasi :
 Kiri : Terdengar bunyi vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
 Kanan : Terdengar bunyi vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Dada Bagian Depan


Inspeksi : Tampak makula eritem berbentuk plakat sekitar
areola mamma sinistra dan tampak papul eritem
yang sudah pecah dan kering pada areola
mammae sinistra.
Tidak tampak deviasi trachea.
Pernapasan terlihat normal.
Tidak tampak retraksi suprasternal.
Palpasi : Teraba massa lunak pada payudara kiri dibawah
areola mammae berbatas tegas dengan tepi
reguler dengan nyeri tekan positif. Tidak teraba
adanya pembesaran kelenjar getah bening
(supraklavikula, submandibula, cervical,dan
aksila).
Perbandingan gerakan nafas dan vocal
fremituskanan kiri sama kuat.
Perkusi : Pada dada bagian depan terdengar bunyi sonor.
Auskultasi
 Kiri : Terdengar bunyi vesikuler, rhonki -/-, wheezing
-/-
 Kanan : Terdengar bunyi vesikuler, rhonki -/-,
wheezing -/-
 Cor
Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi iktus cordis.
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba.
Perkusi :
 Batas atas jantung berada di ICS 2 linea sternalis dextra.
 Batas pinggang jantung berada di ICS 2 linea parasternalis sinistra.
 Batas bawah jantung kanan berada di ICS 4 linea sternalis dextra.
 Batas bawah jantung kiri berada di ICS 5 linea midclavicularis
sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II terdengarreguler, murmur(-),
gallop(-)
 Abdomen :
Inspeksi : Perut buncit, warna kulit sama dengan sekitar, striae (-),
venektasi vena (-), smiling umbilicus (-).
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Perkusi :
 Didapatkan bunyi timpani.
 Ukuran hepar: 8 cm (kanan), 4 cm (kiri).
 Pekak sisi kuadran kiri bawah (+), pekak alih (-).
 Shifting dullness (-)
Palpasi : Pada perabaan didapatkan tidak ditemukan massa, tepi
hepar teraba dengan palpasi bimanual, lien tidak teraba.
 Ekstremitas
o Pada kedua ekstremitas atas normal, tidak pucat, tidak tampak edema.
o Pada kedua ekstremitas bawah simetris
o A. dorsalis pedis masih teraba pada kedua ekstremitas bawah.
B. STATUS LOKALIS
 Inspeksi :
o Tampak makula eritem bentuk plakat disekitar areola mammae
tepatnya dibawah mammae dan ditemukan papul eritem yang
sudah pecah dan tampak basah
 Palpasi :
o Didapatkan massa lunak pada mammae sinistra batas tegas dengan
tepi reguler dan dapat digerakkan. Nyeri tekan positif .
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi
Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hemoglobin 11.4 g/dl 13.2 – 17.3 g/dl

Hematokrit 35.4 % 40 – 52 %

Jumlah leukosit 15.1 103mm/3 3.8 – 10.6 103mm/3

Jumlah trombosit 441 103mm/3 150 – 450 103mm/3

PT 13.9 detik 11.0-18.0 detik

APTT 36.3 detik 27.0-42.0 detik

Kimia Klinik

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

GDS 76 < 140 mg/dl

Ureum 16 12-50 mg/dl

Kreatinin 0.44 0.60-1.10 mg/dl

Natrium 138 136-145 mmol/L

Klorida 104 3.5-5.1 mmol/L

Kalium 3.4 98-107 mmol/L

Albumin 3.90 3.40-4.80 g/dL

SGOT 12 <34 U/L

SGPT 15 <35 U/L


E. DIAGNOSIS
- Abses mammae sinistra
F. DIAGNOSIS BANDING
- Fibroadenoma mammae
- Ca. mammae
- Mastitis
G. TATALAKSANA
- Terapi pembedahan dengan insisi abses untuk evakuasi pus
- Ceftriaxone 1gr/12jam/IV
- Ranitidin 1gr/8jam/IV
- Ketorolac 30mg/8jam/IV
H. PROGNOSIS
- Ad Vitam : Dubia ad bonam
- Ad Functionam : Dubia ad bonam
- Ad Sanam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang
Payudara merupakan organ yang terdapat pada laki-laki dan wanita
dan terletak dekat dengan kelenjar limfe. Payudara merupakan organ seks
sekunder yang merupakan simbol feminitas wanita. Setelah melahirkan,
payudara menghasilkan Air Susu Ibu (ASI) yang sangat dibutuhkan oleh
bayi. Jika terjadi gangguan pada payudara maka produksi ASI dapat
terganggu dan menyebabkan bayi dapat mengalami kekurangaran gizi dan
menimbulkan berbagai penyakit pada bayi. Gangguan-gangguan yang dapat
timbul pada payudara berupa tumor baik tumor ganas maupun tumor jinak,
radang yang disebut mastitis, dan abses payudara. Abses payudara adalah
suatu kondisi medis yang ditandai dengan kumpulan nanah yang terbentuk
di bawah kulit payudara sebagai akibat dari infeksi bakteri. Kondisi ini
menyebabkan payudara membengkak, merah, dan nyeri bila disentuh. Pada
beberapa kasus, orang-orang dengan abses payudara dapat menderita
demam. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
gangguan pada payudara dapat dilakukan dengan menggunakan tes
mammogram yang disebut sebagai mammografi.
B. Definisi
Abses payudara merupakan area kemerahan (efek peradangan), nyeri
tekan serta pengerasan yang timbul di payudara saat sedang menyusui.
Bakteri yang paling umum dijumpai pada abses adalah Staphylococcus
aureus. Infeksi payudara pada wanita yang tidak sedang menyusui jarang
terjadi.
Abses ini terjadi sebagai komplikasi mastitis akibat meluasnya
peradangan. Harus dibedakan antara abses dan mastitis. Gejalanya adalah
pasien tampak lebih parah sakitnya, payudara lebih merah mengkilap,
benjolan lebih lunak karena berisi nanah. Sehingga kasus ini perlu di rujuk
ke dokter ahli untuk dilakukan insisi dan mengeluarkan nanah. Pada abses
payudara perlu diberikan antibiotika dosis tinggi dan analgesik. Sementara
bayinya hanya disusukan tanpa dijadwal pada payudara yang sehat saja.
Sedangkan ASI dari payudara yang sakit diperas sementara (tidak
disusukan). Setelah sembuh bayi bisa disusukan kembali.

C. Epidemiologi
Laktasi memiliki hubungan dengan infeksi pada payudara, terjadi pada
10% hingga 33% pada wanita. Mastitis laktasi terjadi pada 2% hingga 3%
wanita menyusui, dan 5% hingga 11% dari pasien ini dapat berkembang
menjadi abses. Hal tersebut sering terjadi pada wanita usia subur, dengan
usia rata-rata 32 tahun. Abses payudara nonlaktasi memiliki rentang usia
yang lebih luas, dengan insiden puncak pada dekade keempat kehidupan.
Terdapat hubungan yang kuat antara diabetes dan merokok dengan abses
payudara
non-laktasi. Pasien obesitas dan orang Afrika-Amerika memiliki insiden
abses payudara yang lebih besar. Tindik puting juga telah dikaitkan dengan
abses payudara subareolar pada populasi yang tidak menyusui.
Pada penelitian oleh Matheson (1988) melaporkan Staphylococcus
aureus ditemukan Peradangan payudara sering terjadi pada wanita yang
menyusui, dan sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.
Mastitis terjadi pada minggu-minggu pertama setelah melahirkan.
Sedangkan absesnya biasa terbentuk setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan.
D. Etiologi
Penyebab paling sering mastitis adalah bakteri Staphylococcus aureus.
Sumber organisme langsung yang menyebabkan mastitis hampir selalu
berasal dari hidung dan tenggorokan bayi. Bakteri memasuki payudara
melalui papila mammae pada fisura atau abrasi kecil.
Stafilokokus adalah sel sferis, berdiameter sekitar 1mikro meter
tersusun dalam kelompok yang tidak teratur. Kokus tunggal, berpasangan,
tetrad, dan bentuk rantai juga terlihat di biakan cairan. Kokus yang muda
memberikan pewarnaan gram positif yang kuat. Stafilokokus tidak motil dan
tidak membentuk spora. Bila dipengaruhi obat-obat seperti penisilin,
stafilokokus lisis.
Stafilokokus mudah berkembang pada sebagian besar medium
bakteriologik dalam lingkungan aerobik atau mikroaerofilik. Organisme ini
paling cepat berkembang pada suhu 370C tetapi suhu yang terbaik untuk
menghasilkan pigmen adalah suhu ruangan (20-250C). Staphylococcus
aureus biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu hingga kuning tua
kecoklatan.
E. Faktor Risiko
Secara keseluruhan, perubahan fibrokistik terdeteksi pada 39% kohort
(43/110). Pada kasus mastitis non nifas, 33/57 (58%) pasien dengan
perubahan fibrokistik, dalam kasus mastitis nifas, 3/34 (9%) disajikan
dengan perubahan fibrokistik, dan dalam kasus bentuk peradangan lain, 16/7
(43%)
adalah berhubungan dengan perubahan fibrokistik. Status setelah terapi
bedah pengawetan payudara dengan radioterapi karena karsinoma terdapat
pada 6/110 (5%) pasien. Faktor risiko DM didokumentasikan dalam hanya
3% kasus, dan 35% dari total kasus, tidak ada informasi mengenai status
DM yang tersedia.
F. Patofisiologi
Payudara mengandung lobulus payudara, yang masing-masing
bermuara ke duktus laktiferus, yang selanjutnya bermuara ke permukaan
puting susu. Terdapat laktiferus yang merupakan reservoir susu selama
menyusui. Duktus laktiferus mengalami epidermalisasi dimana produksi
keratin dapat menyebabkan duktus menjadi terhambat, dan pada gilirannya,
dapat menyebabkan pembentukan abses. Abses yang berhubungan dengan
laktasi biasanya dimulai dengan abrasi atau jaringan pada puting, yang
menjadi tempat masuknya bakteri. Infeksi sering muncul pada minggu
kedua postpartum dan sering dipicu dengan adanya stasis ASI. Organisme
paling umum yang diketahui menyebabkan abses payudara adalah S. aureus,
tetapi dalam beberapa kasus, Streptococci, dan Staphylococcus epidermidis
mungkin juga terlibat. Wanita didorong untuk terus menyusui atau
menggunakan pompa payudara untuk terus mengalirkan ASI dari saluran
yang terkena.
G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya
terhadap fungsi suatu organ atau syaraf. Gejala dan tanda yang sering
ditimbulkan oleh abses payudara diantaranya :
- Tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah, panas jika disentuh,
membengkak dan adanya nyeri tekan).
- Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit
biasanya tampak sebagai suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka
daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis.
- Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil, malaise.
- Nipple discharge (keluar cairan dari putting susu, bisa mengandung
nanah)
- Gatal sekitar lesi
- Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan
payudara yang terkena.
H. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh
seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara
anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-
anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-
anamnesis). Pada skenario didapatkan pasien wanita berumur 21
tahun, maka dari itu dilakukan auto anamnesis, kemudian ditanyakan
beberapa hal dibawah ini:
- Apa keluhan yang dirasakan pasien? Sejak kapan?
- Bagaimana pasien menggunakan tangan menjelaskan gejala?
Pastikan dimana letaknya.
Bila terdapat rasa nyeri payudara (mastalgia):
- Apakah nyeri bersifat unilateral atau bilateral?
- Apakah timbul rasa panas atau kemerahan di tempat nyeri?
- Apakah ada perubahan kulit lain yang terlihat?
- Apakah nyeri bersifat siklis atau menetap? Dan apakah
berkaitan dengan haid?
- Apakah ada riwayat keluhan serupa sebelumnya?
- Bagaimana riwayat haid (Katanemia)? Kapan haid terakhir?
(karena waktu pemeriksaan payudara terbaik adalah hari ke 5-7
setelah hari haid terakhir)
- Apakah pasien sedang menyusui? Sudah berlangsung berapa
lama? Bagaimana kebiasaan saat menyusui?
- Apakah pasien sedang mendapat terapi hormon (khususnya
HRT, terapi sulih hormon)?
Bila terdapat sekret dari puting payudara:
- Apakah cairan seperti susu atau bahan lain?
- Warna sekret (jernih, putih, kuning, tercemar darah)
- Sekret keluar spontan atau tidak?
- Apakah pengeluaran cairan unilateral atau bilateral?
- Adanya perubahan dalam penampilan puting atau aerola?
- Benjolan di payudara?
Bila terdapat benjolan di payudara
- Kapan benjolan pertama kali didasari?
- Apakah ukuran benjolan tetap sama atau membesar?
- Apakah ukuran benjolan berubah-ubah sesuai siklus haid?
- Apakah terasa nyeri?
- Adakah kelainan kulit lokal?
- Adakah riwayat benjolan payudara (tanyakan tentang riwayat
biopsi, diagnosis, dan operasi)
Anamnesis sistem lengkap harus mencakup gejala lain yang mungkin
menandakan suatu penyakit neoplastik (penurunan berat, berkurangnya
nafsu makan, lesu, dan sebagainya) dan penyebaran metastatik ke sistem
organ lain (sesak napas, nyeri tulang dan sebagainya).
Pertanyaan tentang payudara wanita mungkin sudah dimasukkan ke
dalam riwayat medis atau dapat ditanyakan pada saat melakukan
pemeriksaan fisik. Tanyakan “Apakah Anda memeriksa sendiri payudara
Anda?” “Berapa sering Anda memeriksanya?” Tanyakan apakah pasien
memiliki benjolan, nyeri atau gangguan rasa nyaman apa pun pada
payudaranya. Tanyakan juga tentang setiap pengeluaran sekret dari puting
susu dan kapan peristiwa ini terjadi. Jika pengeluaran sekret hanya terjadi
setelah puting susu diurut, keadaan ini dianggap sebagai keadaan yang
fisiologis. Jika pengularan sekretnya terjadi secara spontan dan terlihat pada
pakaian dalam (kaus, BH)
atau pakaian tidur tanpa stimulasi lokal, tanyakan warna, konsistensi, dan
jumlahnya. Apakah sekret tersebut keluar pada kedua atau salah satu
payudara?
Riwayat penyakit dahulu, penting untuk mencatat secara rinci semua
masalah medis yang pernah timbul sebelumnya dan terapi yang pernah
diberikan, seperti adakah tindakan operasi dan anastesi sebelumnya,
kejadian penyakit umum tertentu.
Riwayat Pribadi dan Sosial, secara umum menanyakan bagaimana
kondisi sosial, ekonomi dan kebiasaan-kebiasaan pasien seperti merokok,
mengkonsumsi alkohol, dan hal yang berkaitan. Asupan gizi pasien juga
perlu ditanyakan, meliputi jenis makanannya, kuantitas dan kualitasnya.
Begitu pula juga harus menanyakan vaksinasi, pengobatan, tes skrining,
kehamilan, riwayat obat yang pernah dikonsumsi, atau mungkin reaksi
alregi yang dimiliki pasien. Selain itu, harus ditanyakan juga bagaimana
lingkungan tempat tinggal pasien. Selain itu yang juga perlu diperhatikan
adalah riwayat berpergian (penyakit endemik).
Riwayat Penyakit Keluarga, berguna untuk mencari penyakit yang
pernah diderita oleh kerabat pasien karena terdapat kontribusi genetik yang
kuat pada berbagai penyakit.
Hasil anamnesis yang telah dilakukan di dapatkan wanita berusia 28
tahun dengan payudara kirinya dirasa membengkak yang terasa sakit dan
disertai demam sejak 1 minggu yang lalu. Pasien sedang menyusui.
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien yang
mencakup kesan keadaan sakit, kesadaran pasien serta status gizi pasien.
Dengan penilaian keadaan umum maka dapat diperoleh kesan apakah pasien
dalam keadaan akut yang memerlukan pertolongan segera atau pasien dalam
keadaan relatif stabil sehingga dapat dilakukan anamnesis secara lengkap
baru dilakukan pertolongan.
Tanda-tanda vital pada pasien juga harus diperiksa yang mencakup
frekuensi nadi, tekanan darah, frekuensi pernafasan, dan suhu yang di
sesuaikan dengan batas normal. Suhu tubuh manusia yang normal adalah
36- 370C; Tekanan darah 120/80 mmHg; Frekuensi nadi yang normal 80
kali permenit; Frekuensi pernapasan yang normal 16-24 kali permenit.
Pemeriksaan payudara, sebelum memeriksa payudara wanita,
pemeriksa harus memiliki pendamping. Idealnya pendampingnya adalah
seorang wanita. Pasien harus membuka seluruh pakaiannya hingga ke
pinggang dan duduk di tepi kursi dengan kedua lengan di samping.
Inspeksi, pasien dapat diminta untuk duduk tegak dan berbaring.
Kemudian, inspeksi dilakukan terhadap bentuk kedua payudara, ukuran,
simetri, warna kulit, lekukan, retraksi papila, adanya kulit berbintik seperti
kulit jeruk, ulkus dan benjolan. Cekungan kulit (dimpling) akan terlihat
lebih jelas bila pasien diminta untuk mengangkat lengannya lurus ke atas.
Pada puting payudara dilihat kesimetrisan, apakah mengalami eversi, datar,
atau inversi, berskuama, mengeluarkan cairan. Pada aksila, pasien diminta
untuk meletakkan kedua tangan mereka di kepala dan ulangi proses
inspeksi. Beri perhatian khusus pada setiap asimetri atau cekungan kulit
yang terlihat. Periksa aksila untuk massa atau perubahan warna.
Palpasi, Tanyakan terlebih dahulu kepada pasien apakah ada nyeri
spontan atau nyeri tekan, dan periksa daerah tersebut terakhir. Palpasi lebih
baik dilakukan pada pasien yang berbaring dengan bantal yang tipis di
punggung sehingga payudara terbentang rata. Palpasi dilakukan dengan ruas
pertama jari telunjuk, tengah, dan manis yang digerakkan perlahan-lahan
tanpa tekanan pada setiap pada setiap kuadran payudara dengan alur
melingkar atau zig-zag. Pada sikap duduk, benjolan yang tak teraba ketika
penderita berbaring kadang lebih mudah ditemukan. Bila teraba benjolan
maka uraikan benjolan tersebut. Selain perabaan benjolan, palpasi juga
berguna untuk mengetahui benjolan apakah melekat ke kulit atau ke dinding
dada atau mobile (dapat digerakkan). Minta pasien untuk memberi tahu
Anda
jika timbul nyeri selama pemeriksaan. Pemijatan halus puting susu
dilakukan untuk mengetahui adanya pengeluaran cairan, berupa darah atau
bukan. Bila sekret seperti susu, seosa, atau hijau-coklat hampir selalu jinak,
namun bila pengeluaran darah dari puting payudara diluar masa laktasi
dapat disebabkan oleh berbagai kelainan, seperti karsinoma, papiloma di
salah satu duktus, dan kelainan yang disertai ekstasia duktus. Perabaan
aksila misalnya sebelah kanan, abduksi lengan kanan pasien dan topanglah
di pergelangan tangannya dengan tangan kanan sementara tangan kiri
memeriksa ketiak pasien. Bila teraba adanya kelenjar limfe, uraikan kelenjar
limfe tersebut serta apakah terdapat nyeri.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TTV dalam batas normal, namun
ditemukan adanya benjolan pada kuadran lateral bawah dari payudara kiri
dengan ukuran 4x3cm, hiperemis, hangat, teraba fluktuasi serta nyeri tekan.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang paling sering dilakukan pada pasien adalah
pemeriksaan darah lengkap yang kemudian disesuaikan dengan hasil
normal. Bila terjadi penurunan maupun peningkatan dapat menuntun
Anda dalam mendiagnosa pasien. Setelah dilakukan anamnesis sampai
pemeriksan fisik, dapat diduga pasien menderita mastitis (peradangan
pada payudara yang disebakan oleh bakteri) atau bisa juga sudah
menjadi abses payudara yang merupakan komplikasinya. Maka dari
pemeriksaan laboratorium kemungkinan di dapatkan peningkatan
kadar leukosit dan neutrofil.
Berbagai metode dewasa ini digunakan untuk memeriksa lesi
mamma. Metode tersebut adalah:
a. Ultrasonografi: fibroadenoma, kista, tumor (paling baik untuk
wanita muda/payudara padat).
b. Mamografi: tumor, kista, penyakit fibrokistik, nekrosis lemak
c. FNAB(Fine Needle Aspiration Biopsy): tumor, fibroadenoma,
penyakit fibrokistik, nekrosis lemak, mastitis
d. USG (Ultrasonography)
Ultrasonografi payudara sangat membantu untuk
mendiagnosis lesi payudara pada pasien yang memiliki payudara
yang padat, membedakan antara kista dan massa padat,
menindaklanjuti penyakit fibrosistik payudara, mengevaluasi
lesi payudara pada pasien yang menjalani implantasi silikon
payudara. Mamografi sinar X tetap merupakan pemeriksaan
skrining pilihan karena USG tidak dapat mendeteksi
mikrokalsifikasi. Meskipun demikian, USG tetap berguna
sebagai alat bantu diagnostik pada payudara. Pada kasus abses
payudara, USG dilakukan untuk mengidentifikasi adanya cairan
yang terkumpul serta menyingkirkan kemungkinan adanya
massa tumor, kista, atau keganasan.
e. Mamografi
Mamografi merupakan pecitraan payudara dengan
menggunakan sinar X berdosis rendah untuk mendeteksi kista
atau tumor. Pemeriksaan mamografi disebut sebagai tes
mamogram yang terbagi menjadi dua, yaitu:
1) Screening mamogram.
Pemeriksaan ini ditunjukkan bagi wanita yang tidak
mengalami gangguan pada payudaranya. Prinsip dasar
strategi skrining adalah asumsi dasar bahwa deteksi lebih
dini akan menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Sampai kini, mamografi skrining harus ditawarkan setiap
tahun pada wanita-wanita yang berusia 50 tahun ke atas,
dan setidaknya setiap dua tahun bagi wanita yang berusia
40 sampai 49 tahun.
2) Diagnostic mamogram.
Dilakukan jika dari pemeriksaan klinis atau
screening mamogram ditemukan suatu kelainan. Bertujuan
untuk
mengevaluasi ketidaknormalan pada payudara pasien yang
baru atau pasien lama yang membutuhkan pemeriksaan
lanjutan. Pada pemeriksaan diagnostik diberikan tambahan
sinar X dari sudut lain ataupun pencitraan khusus pada
area tertentu.
Jika dari hasil pemeriksaan didapatkan gambaran
abnormal, maka pemeriksaan akan dilanjutkan dengan
memberikan tambahan sinar X. Tambahan sinar X ini
dapat dilakukan pada saat bersamaan atau dilakukan
beberapa hari kemudian. Pemeriksaan screening
mammography pada umumnya berlangsung 15-30 menit,
sedangkan pemeriksaan diagnostic mammography dapat
berlangsung hingga 1 jam.The American Cancer Society
dan The American College of Radiologists menyarankan
bahwa wanita berusia antara 35 dan 40 tahun melakukan
mamografi setiap 2 tahun, dan wanita berumur diatas 40
tahun melakukan setiap tahun.
3) Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Biopsi dilakukan setiap ada kecurigaan pada
pemeriksaan fisik dan mamogram. Pemeriksaan dilakukan
dengan menggunakan jarum halus yang ditusukkan ke
dalam daerah lesi (bila perlu dibimbing dengan imaging
radiologi atau USG) dan sel kemudian diaspirasi tanpa
memerlukan anestesi lokal. Cairan yang dikeluarkan
berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi. Keuntungan
pemeriksaan ini adalah rasa sakit yang relatif kurang dan
diagnosis serta penatalaksanaan dapat segera di lakukan.
f. Isolasi Bakteri
Biakan postif yang ditemukan merupakan standar penting
untuk mendiagnosa Abses payudara ini. Spesimen dapat di
kultur
dari ASI. Spesimen yang ditanam di cawan agar darah
membentuk koloni yang khas dalam 18 jam pada suhu 37oC,
tetapi tidak menghasilkan pigmen dan hemolisis sampai
beberapa hari kemudian. S. aureus memfrementasikan manitol.
Biakan ASI penting untuk diagnostik serta
penatalaksanaan. Sehingga antibiotik yang diberikan sesuai
dengan jenis kumannya. Lakukan pemeriksaan darah lengkap,
biakan darah dan pemeriksaan laboratorium bila diperlukan.
I. Tatalaksana
Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa
pemberian antibiotik disertai dengan pengosongan payudara mempercepat
penyembuhan bila dibandingkan dengan pemberian antibiotik saja. Sebab
dinding abses membentuk halangan yang melindungi bakteri patogen dari
pertahanan tubuh dan membuat tidak mungkin untuk mencapai kadar
antibiotik yang efektif dalam jaringan terinfeksi.
1. Non Medika Mentosa
Pada abses payudara perlu dirujuk ke dokter ahli yang dapat
dilakukan adalah insisi abses, yang biasanya memerlukan anestesi
umum. Pada kasus yang dini, insisi tunggal pada bagian yang paling
berfluktuasi biasanya cukup, namun abses multipel membutuhkan
beberapa insisi dan mengganggu lokulasi. Kavitas yang terbentuk diisi
dengan gumpalan kasa secara longgar yang harus diganti setelah 24
jam dengan gumpalan yang lebih kecil. Alternatif yang kurang invasif
adalah aspirasi jarum yang dipandu dengan sonografik menggunakan
anestesia lokal yang mempunyai angka keberhasilan 80-90%. Selama
tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar
tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai
dengan jenis kumannya.
2. Medika Mentosa
a. Antibiotik Dosis Tinggi
Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk
mengkonsumsi obat, namun ibu dianjurkan untuk
mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.Jenis antibiotik
yang biasa digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin
500 mg setiap 6 jam secara oral. Dikloksasilin mempunyai
waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih banyak
efek sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian
per oral lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena
sering menyebabkan peradangan pembuluh darah. Sefaleksin
biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi terhadap penisillin
tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih
dianjurkan klindamisin.
Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 – 14 hari.
Biasanya ibu menghentikan antibiotik sebelum waktunya karena
merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya
mastitis berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian
antibiotik yang cukup lama dapat meningkatkan risiko
terjadinya infeksi jamur pada payudara dan vagina.
b. Analgesik
Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi
hormon oksitosin yang berguna dalam proses pengeluaran ASI.
Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Analgesik
yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen.
Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala yang
berhubungan dengan peradangan dibandingkan parasetamol atau
asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak
terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu
menyusui yang mengalami mastitis.
J. Prognosis
Pada abses payudaraSayangnya, tingkat kekambuhan abses payudara
tinggi (39%-50%) bila diobati dengan insisi dan drainase standar, dan
penelitian telah menunjukkan tingkat kekambuhan yang lebih tinggi pada
wanita yang menjalani aspirasi jarum halus. Abses nonpuerperal lebih sering
kambuh, terutama bila dikaitkan dengan spesies non-staphylococcal (>50%
tingkat kekambuhan). Studi pasien dengan fistulektomi menunjukkan
tingkat kekambuhan yang lebih rendah.
K. Komplikasi
Dengan penanganan yang cepat dan tepat serta edukasi yang baik
terhadap pasien, pada umumnya akan mengecilkan kejadian terjadinya
komplikasi. Berikut beberapa komplikasi yang dapat terjadi.
Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat
seorang ibu memutuskan untuk berhenti menyusui. Penghentian menyusui
secara mendadak dapat meningkatkan risiko terjadinya abses. Selain itu ibu
juga khawatir kalau obat yang mereka konsumsi tidak aman untuk bayi
mereka. Oleh karena itu penatalaksanaan yang efektif, informasi yang jelas
dan dukungan tenaga kesehatan dan keluarga sangat diperlukan saat ini.
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau
tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan
dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang
karena infeksi bakteri diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg
sekali sehari) selama masa menyusui.
DAFTAR PUSTAKA

Linda V. Infeksi & abses payudara. Available at: www.medicastore.com Acessed


on 9 August 2014.
Alasiry A. Mastitis; Pencegahan dan penanganan. Available at:
http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/mastitis-pencegahan-dan
penanganan.html Accessed on: August 9 2014.
Sjamsuhidayat R dan Jong W, Dinding Toraks, Pleura dan Payudara. Buku Ajar
Ilmu Bedah, EGC:Jakarta, 2005.
Bickley LS. Buku ajar: Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Jakarta:
EGC; 2009. h. 305, 319
Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009. h. 94.
Thomas J, Monaghan T. Buku saku oxford: Pemeriksaan fisik dan ketrampilan
praktis. Jakarta: EGC; 2012. h. 372-83.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simbadibrata M, Simbadibrata M, Setiati S.
Buku ajar: Ilmu penyakit dalam. Edisi-5. Jilid 1. Jakarta: Internal
Publishing. h. 29, 31-2
Sjamsuhidajat R. De jong: Buku ajar ilmu bedah. Edisi-3. Jakarta: EGC; 2010. h.
471-5
Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi-6. Jakarta:
EGC; 2007. h. 477-81, 503, 601, 673.
Grace PA, Borley NR. At a glance: Ilmu bedah. Edisi-3. Jakarta: Erlangga; 2006.
h. 17-21
Townsend CN, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Buku saku: Ilmu bedah
Sabiston. Jakarta: EGC; 2010. h. 413-4.
Brooks GF, Butel JS, Morse SA, penyuting. Mikrobiologi kedokteran Jawetz,
Melnick, Adelberg. Edisi-27. Jakarta: EGC; 2007. h. 225-6
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Obstetri Williams. Volume 1. Edisi-23. Jakarta: EGC; 2012. h. 681-3.

Anda mungkin juga menyukai