Anda di halaman 1dari 10

MANAJEMEN CEDERA OTAK BERAT (COB)

1. Penilaian Awal Dan Manajemen


TRIAGE ; Canadian Triage Acuity Scale (Label Biru)

Primary survey
• AIRWAY, harus dinilai SEGERA saat tiba di Ruang resusitasi atau perawatan intensif, bebaskan jalan
nafas. Semua COB dengan GCS s 8 harus dilakukan intubasi untuk melindungi jalan napas agar tetatap
bebas (target jalan nafas harus tetap bebas), SEMUA pasien COB harus dipasang cervical collar untuk
melindungi tulang belakang.
 Breathing perlu dipastikan dengan target SpO2 >95% dan PaO2 > 100 mm Hg ( PaO2 tidak lebih dari
200 mmhg) dengan FiO2 yang sesuai, evaluasi adanya pneumothorax agar tercapai ventilasi dan
oksigenasi yang efektif, dengan target untuk normokapnia ( PaCO2 , 35-40 mm Hg ) .lakukan resusitasi
secara agresif dan segera untuk mengoreksi hipoksemia atau hipotensi, yang merupakan penyebab
penting cedera otak sekunder
 Circulation, jaga MAP > 80 mm Hg ( menyesuaikan dengan tekanan intrakranial (TIK) dengan target
cerebral perfusion pressure 60-70 mmHg). Pasien dengan cedera otak ( CO) tertutup tidak boleh
hipotensi, kecuali mendekati atau sudah mati otak. Jika hipotensi, cari penyebab lain hipotensi
perdarahan intra-abdomen, luka kulit kepala, fraktur dasar tengkorak, dada atau patah tulang panggul.
 Disability, evaluasi Alert, Verbal, Unresponsive atau evaluasi GCS, ukuran pupil dan fungsi motorik
(lateralisasi)
 Exposure, evaluasi adanya tanda trauma signifikan dan kontrol suhu tubuh hindari hipertermia dengan
target suhu normotermia
*catatan:
 Pada COB terutama multi trauma, diagnostik dilakukan CT scan kepala dan leher serta
pemeriksaan lain yang diperlukan (tidak melakukan lagi xray dan USG FAST).
Secondary survey
• AMPLE
Evaluasi riwayat pasien meliputi riwayat alergi, medikasi, past medical illness, last meal,
event/enviromental berkaitan dengan cedera.
• Evaluasi kejadian cedera pasien meliputi mekanisme (cedera meliputi cedera tumpul, luka
tusuk,cedera termal, dan cedera dari lingkungan seperti racun dan radiasi, Injury (cedera) yang dialami
dengan evaluasi head to toe, Sign and symptoms, dan Terapi yang sudah dilakukan pada pasien

• Evaluasi head to toe


Meliputi cedera pada kepala dan wajah, leher, thoraks, abdomen, anggota gerak, bagian belakang (log
Roll). Fokus gejala neurologis meliputi GCS, fungsi motorik dan sensoris, ukuran pupil, evaluasi adanya
laserasi, kontusio, fraktur dan cedera pada mata, cedera maksilofasial , dan cedera tulang belakang
• Pemeriksaan penunjang
Pada pasien jika bisa dilakukan maka dapat dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang meliputi CT scan
kepala dan leher, dada, abdomen dan tulang belakang, pemeriksaan darah.
 Catatan: Penggunaan X-ray hanya dilakukan pada kondisi tertentu

2. Pemantauan Pasien:
• Pemantauan hemodinamik standar untuk SEMUA pasien COB: (Setiap jam)
o EKG kontinu, pulse oksimetri, nadi , suhu inti (rektal)
o Pemantauan tekanan darah: jalur intra-arteri (invasive) dan non- invasif
o Jalur tekanan vena sentral bila terpasang CVC ( bila telah terpasang).
o Produksi urin dan keseimbangan cairan I/O
• Pemantauan neurologis standar :
o Penilaian GCS, pupil, dan kekuatan ekstremitas, motorik, evaluasi lateralisasi ( kekuatan motorik
kanan dan kiri). Pemeriksaan sensorik dilakukan bila ada kecurigaan cedera kolum spinal.
o Pasang monitor tekanan intrakranial (ICP) jika:
- COB (GCS < 8 dengan CT scan abnormal ( hematoma , kontusio, edema atau cistern
basalis terkompresi)
- COB (GCS< 8) dengan CT scan normal jika 2 atau lebih dari gambaran berikut, yaitu pada
saat masuk ke ICU: 1. Usia> 40 tahun , Postur motorik unilateral atau bilateral dan 3. SBP
90 mm Hg.
o Pemantauan neurologis dilakukan :
- Saat awal asesmen (initial assessment)
- Pasca resusitasi / segera intubasi (kondisi hypoxia (SpO2/pO2) dan hypercarbia
(pCO2/etCO2) terkoreksi).
- Pada kasus Epidural atau Kasus yang segera menjalani operasi, evaluasi ulang GCS tidak
diperlukan, kecuali ada perubahan tanda neurologis seperti perubahan pupil, unstable
hemodinamik termasuk cushing response.
• Pemantauan pelepasan Collar brace
Syarat :
o Berdasarkan keputusan klinis dimana menunjukkan tidak adanya kelainan tulang, ligamen dan
gangguan neurologis tulang belakang leher berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan/atau
pemeriksaan radiologis
o Foto normal cervical spine x-rays dengan syarat :
(1) Normal dynamic flexion-extension cervical spine ( dalam pengawasan ketat dokter)
(2) Normal MRI dalam 48 jam pertama dari injury

3. Manajemen ICU
• Tujuan utama: Menghindari hipotensi sistemik dan hipoksemia
• Pertahankan Cerebral perfusion pressure (CPP) 60-70 mm Hg dan ICP 20 mm Hg
• Pertahankan normo-volemi dan normo - tensi
o Pertahankan MAP > 80 mm Hg. CVP 6-10 mm Hg dan produksi urin 0,5-1,0 ml/kg/jam
o Cari penyebab hipotensi atau hipovolemia dan segera terapi
o Ganti kehilangan cairan dengan bolus saline isotonik, koloid atau darah, Hindari cairan hipotonis.
o Penggunaan awal vasopresor (misalnya noradrenalin) mungkin diperlukan untuk
mempertahankan tekanan perfusi sambil mengejar penggantian volume
• Amankan dan lindungi jalan napas dan dekompresi abdomen dengan pemasangan NG/OG tube.
• Intubasi pasien dengan cara rapid sequence induction (RSI) , yaitu lakukan penekanan krikoid dan
menggunakan obat sedasi (Penthobarbital atau propofol ) dan obat pelumpuh otot (suksinilkolin
rocuronium/vecuronium ).
• stabilisasi aksial in-line manual untuk melindungi tulang belakang leher selama intubasi. ‘
• Dekompresi abdomen dengan selang orogastrik atau nasogastrik, jika sebelumnya belum terpasang.
• Pastikan ventilasi dan oksigenasi yang optimal. Hindari hiperventilasi rutin .
o Target untuk normokapnia ( PaCO2 , 35-40 mm Hg ) dan Pa O2 , > 100 mm Hg dan SpO2 , > 95%
dengan FiO2 yang sesuai
o Pasien TIDAK boleh mengalami hiperventilasi secara rutin atau profilaksis karena hal ini dapat
lebih lanjut membahayakan aliran darah otak yang sudah rendah, terutama 24 jam pertama
setelah cedera otak.
o Hiperventilasi dapat digunakan untuk periode singkat selama perburukan neurologis akut, untuk
mengontrol hipertensi intrakranial, selama menunggu transfer ke ruang operasi untuk evakuasi
lesi atau massa.
• Berikan sedasi dan analgesia yang adequat.
o Pasien cedera otak sering gelisah dan agitasi. Hal ini dapat menyebabkan ekstubasi diri ,
pencabutan jalur invasif dan memperburuk edema otak vasogenik
o Mulai infus narkotik (morfin bolus IV 2-4 mg diikuti 1-5 mg/jam atau bolus fentanil IV 25-50 g
diikuti 5-50 g/jam) jika pasien masih gelisah diberikan Tiofol 3-6 mg/kgBB IV bolus diikuti
infusion 3-5 mg/kg/jam (dosis dapat diberikan sd 15mg/kg/jam) atau propofol IV bolus
10- 30 mg (1-3 ml) diikuti dengan infus pada 1-3 mg/kg/jam. Hindari propofol dosis tinggi (> 5-6
mg/kg/jam) untuk waktu yang lama.
o Kurangi batuk dan bucking pada pipa endotrakeal selama suction trakea dengan menambahkan
lignokain (2-4% 1-2 ml) sebelum suction
• Posisi
o Pertahankan leher dalam posisi netral dan kepala tempat tidur ditinggikan hingga 20-30 derajat
kecuali dikontraindikasikan
o Hal Ini membantu drainase vena serebral dan dapat membantu menurunkan TIK.
o Elevasi kepala juga mengurangi risiko pneumonia terkait ventilator
• Hindari hipertermia. Pertahankan suhu rektal <37.0 °C.
o Berikan parasetamol 500 mg setiap 6-8 jam dan dinginkan secara aktif dengan selimut pendingin.
o Tambahkan Na Diclofenac (Voltaren) rektal 25 mg bd dan kompres es ke daerah kepala dan
leher jika demam berlanjut
• Pertahankan Hb = 10 g/dl, Na += 140-145 mmol /l dan pastikan gula darah terkontrol dengan baik.
• Profilaksis kejang
o Pertimbangkan antikonvulsan untuk mencegah serangan awal (<7 hari) pasca kejang trauma.
Fenitoin dan karbamazepin telah terbukti efektif
o Fenitoin: dosis awal IV 15-20 mg/kg (kecepatan infus maksimal adalah 50 mg/menit) diikuti oleh
o Dosis rumatan IV 100 mg setiap 8 jam (5-7 mg/kg/hari)
o Hentikan profilaksis kejang setelah 1 minggu jika pasien telah tidak ada periode kejang.
• Nutrisi
o Setelah pemasangan NG/OG tube dapat diberikan clear liquid dini ( 2 jam )25 ml tiap 3 jam untuk
merangsang motilitas usus, jika ada kontraindikasi seperti retensi cairan, hematin maka
pemberian dapat ditunda sampai dengan perbaikan kondisi.
o Nutrisi enteral diberikan dalam 24-48 jam, early nutrition (24 jam ) jika stress metabolik tidak ada.
o Mulai pasien dengan pemberian obat gastrokinetik ( domperidone 0.25mg/kgBB/tiap 8jam atau
metoclopramide 0.1-0.15mg/kgBB/tiap 8 jam) dan laktulosa setelah pemberian makanan enteral
dimulai.
o Berikan kebutuhan energi basal 25 -30 kkal/kgBB/ 24 jam. Dapat ditingkatkan sampai dengan 40
kkal/kgBB/24 jam bila telah memasuki fase recovery.

 Profilaksis anti-gastritis
o Semua pasien harus menerima ranitidine IV 50 mg setiap 8 jam atau omeprazole 20 mg setiap
24 jam
o Setelah pemberian makanan enteral ditetapkan, profilaksis gastritis dapat dihentikan.
 Profilaksis Deep Vein Thrombosis (DVT)
Semua pasien harus menerima stoking pencegahan thrombosis atau Kompresi betis berurutan
untuk mencegah DVT

4. Manajemen Bedah
 Pasien yang memerlukan evakuasi bedah segera adalah lesi seperti EDH atau SDH, harus ditransfer
dari Unit Gawat Darurat langsung ke Ruang Operasi bila memungkinkan. Jika tidak, mereka dapat
dibawa ke ICU atau High care lainnya untuk stabilisasi atau menunggu pemeriksaan dan evaluasi
lebih lanjut, sesuai indikasi klinis.
 Ancaman Herniasi Otak
Sangat penting untuk mengenali tanda-tanda ancaman herniasi otak ( herniasi uncal ) pada pasien
denganCOB. Berikut ini adalah keadaan darurat bedah saraf yang membutuhkan perhatian dan
pengobatan segera:
o Pupil isokor menjadi anisokor
o Lateralisasi motorik
o Penurunan GCS tiba-tiba sebesar > 2 poin
o Trias Cushing (hipertensi, bradikardia , dan pernapasan tidak teratur).

5. Tatatalaksana
 Pastikan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi optimal. Cek PaO2, PaCO2, Hb, tekanan darah
dan suhu.
 Dapat mengulangi CT kranial untuk menyingkirkan lesi massa baru atau perluasan, bahkan jika CT
terbaru tidak menunjukkan lesi massa untuk evakuasi.
 Berikan Manitol IV 0,5-1 g/kg (2,5-5 ml/kgBB) (200 ml 20%) selama 10-15 menit atau Natrium laktat
hipertonis 1.5 ml/kgBB
 Pertimbangkan periode singkat hiperventilasi sedang (PaCO2, 25-30 mm Hg)
 Transfer langsung ke kamar operasi jika evakuasi bedah atau dekompres jika diindikasikan
 Lanjutkan ke algoritma perawatan ICU jika operasi tidak diindikasikan.

6. Pilihan tatalaksana tingkat pertama


Jika tekanan intrakranial ( TIK) tetap > 20-25 mm Hg terlepas dari tindakan yang diuraikan di atas,
pertimbangkan satu atau lebih opsi tingkat pertama berikut:
CT scan ulang untuk menyingkirkan kemungkinan lesi massa baru atau yang meluas.
Osmoterapi dengan manitol IV, salin hipertonik atau Natrium laktat hipertonik :
a) Manitol 20%
 Mulai dengan bolus 0,25-1,0 g/kg diikuti dengan 100 ml manitol 20% tiap
 4-12 jam perdosis
 Bolus lebih disukai daripada infus kontinu.
 Periksa osmolaritas serum setiap hari dan pertahankan <320 mosmol/l.
 Hindari hipovolemia dengan penggantian cairan yang tepat.
b) Saline hipertonik (3-7,5% salin hipertonik)
 Target Na pada pengurangan 145-150 mmol/L
 Berikan bolus 100-300 ml salin 3%, infus selama 1-2 jam (sebaiknya melalui CVP).
c) Natrium Laktat Hipertonis (NLH)
 Infus bolus dengan dosis 1,5 ml/kg BB dan dilanjutkan denganpemberian dosis rumatan
1,5 ml/kgBB/jam (dosis konversi) selama 360 menit
 Catatan :
- Drain CSF jika drainase ventrikel eksternal dipasang untuk pemantauan TIK
- Hiperventilasi ringan (PACO2, 30-35 mm Hg)
Evaluasi dalam 15 – 30 menit, lanjut ke tatalaksana tingkat selanjutnya jika diperlukan

7. Pilihan Tatalaksana Tingkat 2


Jika ICP tetap 20-25 mm Hg meskipun menambahkan opsi tingkat pertama, pertimbangkan untuk
menambahkan satu atau beberapa opsi tingkat kedua:
 Koma barbiturat
 Hipotermia ringan
 Hiperventilasi sedang (PACO2, 25-30 mm Hg)
 Kraniektomi dekompresi
Tinjauan pilihan tatalaksana tingkat 2

 Koma Barbiturat
 Barbiturat menurunkan TIK dengan mengurangi metabolisme serebral dan dengan demikian
mengurangi kebutuhan metabolik serebral, aliran darah serebral, dan volume darah serebral.
 Sebagai pedoman: barbiturat dosis tinggi dapat dipertimbangkan untuk COB yang stabil secara
hemodinamik dan dapat diselamatkan dengan hipertensi intrakranial yang refrakter terhadap
terapi penurunan TIK medis dan bedah yang maksimal.
 Pasien lebih mungkin untuk merespon jika:
o Autoregulasi metabolik terhadap CO2, masih utuh (uji ini dengan mencatat penurunan
TIK saat pasien diberikan hiperventilasi sementara di samping tempat tidur)dan/atau
o Gelombang frekuensi tinggi masih ada pada pemantauan EEG.
 Efek menguntungkan dari barbiturat dapat diimbangi oleh efek buruknya pada tekanan darah
dan karenanya CPP. Pastikan bahwa vasopresor. sebaiknya noradrenalin, diencerkan dan siap
untuk diberikan sebelum memulai terapi.
 Pemantauan EEG dianjurkan selama koma barbiturat.
 Inisiasi koma barbiturat:
 Encerkan tiopenton hingga 25 mg/ml dengan menambahkan 20 ml air steril untuk injeksi ke
setiap botol thiopentone 500 mg ( thiopenthal )
 Dosis awal : IV bolus 250 mg selama 10-20 menit sesuai toleransi tekanan darah pasien. Ini
dapat diulang hingga dosis total 500-1000 mg. sesuai dengan respons TIK atau penekanan
letupan pada pemantauan EEG.
 Dosis rumatan: 125-500 mg/jam dititrasi ke kontrol TIK atau pemeliharaan EEG penekanan
letupan
 Tujuan akhir:
o Tujuan akhir utama adalah kontrol TIK. Bolus selanjutnya tidak diperlukan jika kontrol
TIK tercapai, bahkan jika penekanan letupan EEG belum tercapai.
o penekanan letupan EEG: jikaTIK masih belum terkontrol

 Pantau pasien dengan cermat untuk perkembangan:


 Hipokalemia : selama inisiasi koma barbiturat dan hiperkalemia rebound saat barbiturat
dihentikan. Periksa serum elektrolit setiap 6 jam. Jangan koreksi K di atas 3,5 mmol /dl selama
koma barbiturat. Hipotermia ( pantau suhu inti rektal dan pertahankan di atas 34°C)
o Hipotensi (pertahankan CPP 60-70 mm Hg dengan vasopresor jika diperlukan)
o Infeksi
o Komplikasi koma berkepanjangan seperti luka tekan dan DVT.
o Stasis lambung
o Narkotika dan obat penenang lainnya dapat dihentikan selama koma barbiturat
o Setelah ICP dikontrol selama 24-36 jam, infus thiopentone dapat dikurangi secara
bertahap dan akhirnya dihentikan. Pantau setiap rebound di tIK, yang mungkin
memerlukan infus thiopentone ulang.
o Pasien mungkin memerlukan waktu 5-10 hari untuk sadar dari koma barbiturat,
tergantung pada dosis yang diberikan dan durasi terapi.

 Hipotermia Ringan
 Hipotermia mampu menurunkan TIK dengan mengurangi metabolisme serebral dan mengurangi
kebutuhan metabolik serebral, aliran darah serebral dan volume darah serebral.
 Hipotermia ringan (32-34°C) telah dilaporkan dalam serangkaian kecil penelitian dan dalam uji
coba terkontrol acak (RCT) kecil menurunkan TIK. meningkatkan CPP dan meningkatkan hasil.
 Hipotermia tidak boleh digunakan untuk perlindungan saraf tanpa adanya hipertensi intrakranial
refrakter
 Poin praktis:
o Dinginkan secara aktif hingga 32-34°C selama 24-72 jam .
o Sedasi dan blok neuromuskular diperlukan untuk mencegah menggigil.
o Saat akan menghentikan hipotermia, disarankan untuk menghangatkan hingga 37°C
terlebih dahulu,sebelum mematikan relaksan, untuk menghindari menggigil.
o Penghangatan ulang sering menyebabkan rebound di TIK dan harus dilakukan perlahan
selama 12-24 jam melalui pemanasan pasif.
 Komplikasi:
o Peningkatan risiko infeksi
o koagulopati
o Aritmia jantung
o Deplesi elektrolit yang parah (K, Mg", PO, dan Ca " ) .
o Diuresis berlebihan
 Hiperventilasi
 Sebagai standar: hiperventilasi kronis dan berkepanjangan ( PaCO2 , <25 mm Hg) harus
dihindari jika tidak ada peningkatan TIK . Hipotermi telah ditemukan mempengaruhi secara
buruk luaran perawatan.
 Hiperventilasi dapat memperburuk iskemia serebral dengan menyebabkan vasokonstriksi
serebral yang dalam, terutama selama 24 jam pertama setelah cedera otak. Hiperventilasi
telah dilaporkan meningkatkan volume jaringan yang mengalami hipoperfusi berat meskipun
terdapat perbaikan pada ICP dan CPP.
 Saat menggunakan hiperventilasi sedang untuk pengobatan hipertensi intrakranial refrakter,
target PaCO2 , pada 25-30 mm Hg. Disarankan untuk memantau efeknya pada aliran darah
otak melalui saturasi vena bulbus jugularis atau pemantauan tekanan oksigen jaringan otak.
 Efek puncak dicapai dalam 15-30 menit dan mulai berkurang dalam 1-3 jam berikutnya. Ini
karena buffering yang terjadi di dalam cairan serebal spinal (CSS), cenderung mengembalikan
pH CSS
 Hiperventilasi harus disapih secara perlahan untuk menghindari rebound aliran darah otak dan
TIK.
 Dekompresi Kraniektomi
 Dekompresi kraniektomi (DC) melibatkan pengangkatan tengkorak untuk meningkatkan
volume potensial rongga tengkorak dan menurunkan TIK. Tidak ada percobaan prospektif, acak
, terkontrol yang telah dilakukan untuk mengevaluasi kemanjuran pengobatan ini terhadap
pilihan tingkat-2 lainnya.
 Teknik ini relatif sederhana dan aman serta mampu menurunkan TIK dengan cepat.
 Direkomendasikan sebagai pilihan tingkat-2 untuk pengobatan hipertensi intrakranial refrakter.
 Hasil terbaik ketika DC dilakukan pada:
o Pasien yang lebih muda
o Sebelum munculnya tanda-tanda yang menunjukkan cedera batang otak ireversibel atau
herniasi otak (kontraindikasi ketika GCS 3 dan pupil terfiksasi dan melebar)
o Awal (ketika TIK melebihi 30 mm Hg, CPP <45 mm Hg dan terkait dengan perburukan
klinis)

8. Manajemen Ventilasi Mekanik pada COB


 Semua COB dengan GCS < 8 harus dilakukan intubasi dilanjutkan dengan kontrol ventilasi dengan
mode inisial volume control atau pressure control dengan tidal volume 6 – 8 ml/kgBB dan Minute
Volume 100 ml/kgBB predicted bodyweight dan PEEP 5 – 10 mmHg dengan target Normooksia
(target SpO2 >95% dan PaO2 100 - 200 mmHg dengan fiO2 yang sesuai) dan normokapnea ( target
PaCO2 , 35-40 mmHg)
 Catatan : PaO2 tidak lebih dari 200 mmHg untuk mencegah stres oksidatif

Catatan : Diskusi multidisiplin diperlukan untuk mempertimbangkan tindakan lanjut/ khusus pada
kasus berat seperti terapi koma barbiturat, craniectomy, / bitemporal craniectomy ,pemasangan CVC

Anda mungkin juga menyukai