Anda di halaman 1dari 68

UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK AKAR BAYAM DURI

(Amaranthus spinosus L.) TERHADAP PERTUMBUHAN


Candida albicans

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat


Memperoleh Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan

Oleh :

SALSABILA
713401 D 15064

AKADEMI ANALIS KESEHATAN PEMERINTAH ACEH


BANDA ACEH
2018
Ya Allah..
Sepercik ilmu telah engkau karuniakan kepadaku. Hanya sebagian kecil yang kuketahui
dan yang engkau miliki sebagaimana firman-Mu : “Seandainya air laut menjadi tinta
untuk menuliskan kalimat-kalimat Tuhanku, niscaya keringlah laut itu sebelum habis
ditulis kalimat-kalimat Tuhanku. Meskipun kami datangkan tinta sebanyak itu lagi
sebagai tambahannya”.
(QS. AL-Kahfi : 109).

Syukur…., Akhirnya sebuah perjalanan berhasilku tempuh, waktu terkadang tersandung


dan terjatuh, tapi…., semangatku tak pernah rapuh untuk meraih cita-cita. Aku hanya
mampu bersyukur kepada-Mu ya…Rabbi, sujudku pada-MU, semoga esok yang telah
membentang di depanku akan kujalani bersama rahmat dan ridha-Mu… Amin…

Ayahanda .
Keringat dan air mata membasahi tubuhmu. Terik matahari membakar tubuhmu
lautan engkau arungi demi kami anak-anakmu.
Ayah jasamu tiada tara.

Ibunda.
Hari ini kemuliaan untukmu, bermula dari kasih sayang dan pengorbananmu, aku lahir
menjadi besar dan sukses sesuai harapanmu kujalani kehidupan yang penuh tantangan ini
dengan hati tegar dan penuh tawakkal, tetes air mata serta do’a tulusmu belenggu bagiku
untuk meraih cita-citaku.
Terimakasih ayahanda dan ibunda, impianku hanya terdapat dalam do’amu.
Ridhamu membawaku dalam kesuksesan, dengan Ridha Allah yang penuh dengan
keikhlasan hati kupersembahkan karya tulis ini untuk yang tersayang Ayahanda
“Zubier, SE” dan ibunda tercinta “Mardiani, SKM”. Terimakasih juga ku
ucapkan kepada adikku tersayang “Raihan Fadhila & Salwa Nadzira” yang
telah memberi dukungan, pengorbanan dan kasih sayangnya dalam menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah ini.
Terimakasih kepada teman-temanku “Miki, Wiwik, Ami, Una, Sulaiha, Humaira, Dura”,
teman-teman angkatan 2015 kelas A dan B dan teman-teman lainnya yang selalu
memberikan do’a terbaiknya dan selalu memberi dukungan juga pengorbanan sehingga
karya tulis ini selesai.

Semoga Allah SWT membalas segala budi baik, serta kesuksesan mengiringi langkah kita,
Amin …. Ya rabbal’alamin…

Salsabila, Amd.AK
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Uji Daya Hambat Ekstrak Akar Bayam Duri (Amaranthus
Spinosus L.) terhadap Pertumbuhan Candida albicans”. Bayam duri merupakan
tanaman bayam yang memiliki duri di pangkal batangnya. Akar bayam duri sering
dipakai oleh masyarakat sebagai obat keputihan tradisional Akar bayam duri
memiliki kandungan zat kimia alkaloid, tanin dan flavonoid, maka ingin diketahui
apakah ekstrak akar bayam duri dapat menghambat pertumbuhan Candida
albicans. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat ekstrak akar
bayam duri terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen yaitu dengan melakukan
percobaan untuk mengetahui pengaruh ekstrak akar bayam duri dengan
konsentrasi tertentu terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak akar bayam duri dengan konsentrasi
100%, 80%, 60%, 40% dan 20%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak
akar bayam duri pada semua konsentrasi tidak dapat menghambat pertumbuhan
jamur Candida albicans. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak
akar bayam duri tidak bersifat antijamur terhadap Candida albicans.

Kata Kunci : Akar Bayam Duri (Amaranthus spinosus L.), ekstrak, dan
Candida albicans
Sumber bacaan : 23 buku, 9 jurnal, 7 website
Tahun : 2000-2017

iv
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim,

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah Nya. Shalawat beserta salam kita sanjung sajikan kepada

junjungan alam Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam

kegelapan ke alam yg terang benderang. Atas rahmat Allah SWT karya tulis

ilmiah dengan judul “Uji Daya Hambat Ekstrak Akar Bayam Duri

(Amaranthus spinosus L.) terhadap Pertumbuhan Candida albicans” dapat

diselesaikan pada waktunya.

Penulisan karya tulis ilmiah ini diajukan untuk melengkapi dan memenuhi

syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Analis Kesehatan. Penulis menyadari

bahwa dalam penyusunan ini telah banyak menerima bantuan, bimbingan dan

dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk

itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1) Bapak Safwan, SKM., M.Kes, selaku Direktur Akademi Analis Kesehatan

Pemerintah Aceh sekaligus Pembimbing I yang telah banyak memberikan

masukan dan arahan dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

2) Ibu Khairun Nisa’, S.Si., M.Bio, selaku Pembimbing II dan juga penguji II

yang telah membimbing dan membantu dalam menyelesaikan karya tulis

ilmiah ini.

3) Ibu Rahmayanti, S.Pd., M.Pd, selaku Penguji I.

4) Ibu Siti Hadijah, S.Si, selaku penguji III.

v
5) Ibu Zuriani Rizki, Amd.Ak, SKM., M.Pd, selaku pembimbing akademik

6) Teristimewa kepada ayahanda tersayang Zubier dan ibunda tercinta Mardiani

serta kepada keluarga yang telah memberikan do’a dan motivasi sehingga

penulis dapat menyelesaikan proposal ini.

7) Kepada teman-teman tersayang (Miki, Ami, Sulaiha, Wiwik, Meira, Dura) dan

juga kepada teman seangkatan lainnya.

8) Kepada seluruh dosen dan staf Akademi Analis Kesehatan Pemerintah Aceh.

9) Serta kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dan motivasi dalam

penulisan karya tulis ilmiah ini yang tidak mungkin disebutkan namanya satu

persatu.

Semoga kepada semua pihak yang telah membantu dalam membuat karya

tulis ilmiah ini mendapat balasan dari Allah SWT, oleh karena itu kritik dan saran

yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan karya tulis

ilmiah ini. Hanya kepada Allah SWT penulis serahkan semoga rahmat dan

hidayah Nya dilimpahkan kepada kita semua.

Amiin Ya Rabbal ‘Alamiin

Banda Aceh, Juli 2018

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBARAN JUDUL
LEMBARAN PERSETUJUAN
LEMBARAN PENGESAHAN
ABSTRAK .......................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................ v
DAFTAR ISI ...................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ............................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ..................................................... 2
1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................... 3
1.4.1 Tujuan Umum .............................................................. 3
1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................... 3

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ............................................ 4


2.1 Tanaman Bayam Duri (Amaranthus spinosus L.) ........ 4
2.1.1 Definisi Bayam Duri .................................................... 4
2.1.2 Klasifikasi Tanaman Bayam Duri ................................ 4
2.1.3 Morfologi Tanaman Bayam Duri ................................. 5
2.1.4 Kandungan Bayam Duri ............................................... 6
2.1.5 Flavonid Sebagai Antifungi ......................................... 7
2.1.6 Manfaat Bayam Duri .................................................... 7
2.2 Candida albicans ......................................................... 8
2.2.1 Definisi Candida albicans ........................................... 8
2.2.2 Morfologi dan Identifikasi Candida albicans .............. 8
2.2.3 Taksonomi Candida albicans ...................................... 10
2.2.5 Patogenesis ................................................................... 10
2.2.6 Kandidiasis................................................................... 11
2.2.7 Gejala Klinik ................................................................ 12
2.2.8 Pengobatan ................................................................... 13
2.2.9 Pencegahan ................................................................... 13
2.3 Ekstraksi ....................................................................... 13
2.3.1 Definisi Ekstraksi ......................................................... 13
2.3.2 Metode Ekstraksi .......................................................... 14
2.4 Metode Pengujian Antimikroba ................................... 16
2.4.1 Metode Difusi .............................................................. 16

vii
2.4.2 Metode Dilusi ............................................................... 16
2.6 Kerangka Konsep ......................................................... 16
2.7 Definisi Operasional..................................................... 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................ 18


3.1 Metode Penelitian......................................................... 18
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................... 18
3.2.1 Tempat Penelitian......................................................... 18
3.2.2 Waktu Penelitian .......................................................... 18
3.3 Sampel .......................................................................... 18
3.4 Instrumen Kerja............................................................ 19
3.4.1 Alat ............................................................................... 19
3.4.2 Bahan............................................................................ 19
3.5 Prosedur Kerja.............................................................. 19
3.5.1 Sterilisasi Alat-alat ....................................................... 19
3.5.2 Pembuatan Ekstrak Akar Bayam Duri ......................... 20
3.5.3 Pengenceran Ekstrak dengan Berbagai Konsentrasi .... 21
3.5.4 Identifikasi Candida albicans ...................................... 21
3.5.4.1 Pemeriksaan Makroskopis dan Mikroskopis ............... 21
3.5.4.2 Identifikasi Candida albicans dengan Germ Tube Test 22
3.5.5 Uji Daya Hambat Candida albicans ............................ 22
3.6 Kriteria Penilaian Zona Hambat .................................. 23
3.7 Teknik Pengumpulan Data ........................................... 24
3.8 Teknik Pengolahan Data .............................................. 24
3.9 Penyajian Data ............................................................. 24

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................. 25


4.1 Hasil Penelitian ............................................................ 25
4.2 Pembahasan .................................................................. 26

BAB V KESIMPILAN DAN SARAN .............................................. 30


5.1 Kesimpulan .................................................................. 30
5.2 Saran ............................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 31

viii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Definisi Operasional ............................................................... 17


Tabel 4.1 Nilai Zona Hambat .................................................................. 25

ix
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Akar dan Batang Bayam Duri ...................................................... 5


Gambar 2.2 Bayam Duri (Amaranthus Spinosus L.) ....................................... 6
Gambar 2.3 Candida Albicans pada Media SDA ............................................ 9
Gambar 2.4 Candida Albicans Secara Mikroskopis ........................................ 9

x
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Skema Kerja .......................................................................... 35
Lampiran 2 Rumus Pengenceran .............................................................. 39
Lampiran 3 Cara Kerja Pembuatan Media SGA ....................................... 40
Lampiran 4 Cara Pembuatan Serum ......................................................... 42
Lampiran 5 Cara Kerja Oven dan Cara Kerja Autoklf .............................. 44
Lampiran 6 Gambar Sampel Penelitian .................................................... 46
Lampiran 7 Gambar Proses Penelitian ...................................................... 47
Lampiran 8 Anggaran Biaya Penelitian .................................................... 52
Lampiran 9 Jadwal Kegiatan Penelitian ................................................ 53

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki cuaca yang lembab,

sehingga mikroorganisme mudah tumbuh. Prevalensi penyakit yang disebabkan

oleh mikroorganisme masih sangat tinggi, terlebih lagi penyakit yang terjadi pada

wanita. Organ reproduksi wanita sangat sensitif akan mikroorganisme yaitu jamur,

virus dan bakteri.

Kandidiasis merupakan salah satu penyebab keputihan yang dapat dialami

oleh semua wanita di segala umur. Data penelitian tentang kesehatan reproduksi

wanita menunjukkan 75% wanita di dunia pasti menderita keputihan, paling tidak

sekali dalam hidupnya dan 45% diantaranya bisa mengalaminya sebanyak dua

kali atau lebih (Pribakti, 2012).

Saat ini penyakit yang disebabkan oleh jamur semakin banyak, diantaranya

adalah penyakit kandidiasis yang terjadi pada wanita. Kandidiasis adalah penyakit

jamur yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh Candida, biasanya spesies

Candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronkiolus atau

paru-paru (Sanjaya, Darmada, & Rusyati, 2014). Bila jamur Candida albicans di

vagina terdapat dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan keputihan yang

dinamakan Kandidosis vaginalis (Ababa, 2003).

Keputihan dialami oleh lebih dari 70% wanita Indonesia. Angka ini

berbeda dengan kejadian di Eropa yang hanya 25% saja. Hal ini disebabkan oleh

1
2

cuaca di Indonesia yang lembab sehingga jamur Candida albicans mudah tumbuh

dan menjadi salah satu penyebab dari keputihan (Ulfa, 2016).

Obat keputihan dengan bahan sintetis dan kimia sangat banyak dijual di

pasaran, akan tetapi obat tersebut pasti akan menimbulkan efek samping pada

pemakainya. Banyak obat alami di sekitar kita yang dapat mengobati keputihan.

Obat keputihan tradisional yang sering dipakai oleh masyarakat salah satunya

adalah akar bayam duri (Dalimartha & Adrian, 2013).

Bayam duri merupakan tanaman yang serupa dengan bayam petik, tetapi

bayam duri ini lebih kurus karena daunnya yang runcing dan tidak lebat. Di

pangkal cabangnya terdapat duri sehingga disebut bayam duri. Tanaman ini bukan

untuk dimasak, tapi lebih sering untuk obat. Bayam duri ini ampuh untuk

mengatasi demam, bisul, keputihan dll (Yunaifi, 2013). Akar bayam duri

mengandung beberapa zat kimia yang memiliki efek farmakologis seperti tanin,

alkaloid dan flavonoid (Ariana, 2017).

1.2 Perumusan Masalah

Akar bayam duri (Amaranthus spinosus L.) mengandung beberapa zat

kimia seperti tanin, alkaloid dan flavonoid, maka ingin diketahui apakah akar

bayam duri dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans dengan berbagai

konsentrasi.
3

1.3 Pertanyaan Penelitian

Apakah ekstrak akar bayam duri (Amaranthus spinosus L.) dapat

menghambat pertumbuhan Candida albicans?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh ekstrak akar bayam duri terhadap Candida

albicans agar dapat dijadikan antijamur alami.

1.4.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui daya hambat ekstrak akar bayam duri (Amaranthus

spinosus L.) terhadap pertumbuhan Candida albicans pada konsentrasi 100%,

80%, 60%, 40% dan 20%.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Dapat bermanfaat bagi peneliti untuk mengaplikasikan ilmu yang telah

diperoleh.

2. Dapat bermanfaat bagi Akademi Analis Kesehatan Pemerintah Aceh,

sebagai referensi bagi mahasiswa Analis yang lain.

3. Bermanfaat untuk menambah perbendaharaan pustaka yang telah ada.

4. Bermanfaat bagi masyarakat sebagai antifungi alami untuk penderita

keputihan yang disebabkan oleh jamur Candida albicans.


BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Tanaman Bayam Duri (Amaranthus spinosus L.)

2.1.1 Definisi Bayam Duri

Bayam duri merupakan tanaman bayam yang memiliki duri dan tumbuh

liar dipekarangan rumah. Bayam ini pada umumnya lebih dikategorikan sebagai

rumput liar, karena tanpa ditanam bayam ini tumbuh dengan sendirinya. Tanaman

ini telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia dan beberapa negara

tetangga sebagai obat tradisional. Daun dan akarnya banyak digunakan sebagai

obat herbal yang berkhasiat (Puspitasari, Dahliaty, & Balatif, 2016).

2.1.2 Klasifikasi Tanaman Bayam Duri

Klasifikasi bayam tanaman bayam duri (Yunaifi, 2013):

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Hamamelidae

Ordo : Caryophyllales

Famili : Amaranthaceae

Genus : Amaranthus

Spesies : Amaranthus spinosus L.

4
5

2.1.3 Morfologi Tanaman Bayam Duri

Tanaman bayam duri mempunyai beberapa bagian diantaranya adalah:

akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji.

1) Akar dan Batang

Akar tanaman bayam duri memiliki sistem perakaran tunggang. Batang

tanaman bayam duri ini kecil, berbentuk bulat, lunak dan berair. Batangnya

tumbuh tegak, bisa mencapai satu meter dan percabangannya monopodial (tampak

jelas). Batangnya berwarna merah kecoklatan, yang menjadi ciri khas tanaman ini

adalah adanya duri yang terdapat pada pangkal batang tanaman ini.

Gambar 2.1 Akar dan batang bayam duri (Amaranthus spinosus L.) (Taylor,2014)

2) Daun

Daun spesies bayam ini termasuk daun tunggal. Berwarna kehijauan

berbentuk bundar telur memanjang (ovalis). Panjang daun 1,5 cm sampai 0,6 cm

dan lebar daun 0,5 cm sampai 3,2 cm. Tangkai daun berbentuk bulat dan

permukaannya opacus (sedikit menjorok ke dalam). Panjang tangkai daun 0,5 cm


6

sampai 9,0 cm. Bentuk tulang daun bayam duri menyirip dan tepi daunnya

repandus (berombak).

3) Bunga

Bunga tanaman bayam merupakan bunga berkelamin tunggal, yang

berwarna hijau. Setiap bunga dari tanaman ini memiliki 5 mahkota. Panjangnya

antara 1,5 mm sampai 2,5 mm. Kumpulan bunga berbentuk bulir untuk bunga

jantannya, sedangkan bunga betina berbentuk bulat yang terdapat pada ketiak

batang.

4) Buah dan biji

Buah pada tumbuhan ini sangat kecil, berbentuk lonjong, berwarna hijau,

dan memiliki panjang 1,5 mm. Biji pada tanaman ini berwarna hitam mengkilat

dengan panjang antara 0,8 mm sampai 1,0 mm (Yunaifi, 2013).

Gambar 2.2 Bayam duri (Amaranthus spinosus L.)


(Digital Atlas of the Virginia Flora, 2008)

2.1.4 Kandungan Bayam Duri

Zat yang terkandung dalam bayam duri antara lain: amarantin, spinasterol,

tannin, kalium nitrat, kalsium oksalat, garam fosfat, zat besi, serta vitamin (A, C,
7

K dan B6) (cahaya, 2008). Akar bayam duri mengandung beberapa zat kimia yang

memiliki efek farmakologis seperti tanin, alkaloid dan flavonoid (Ariana, 2017).

2.1.5 Flavonoid sebagai Antifungi

Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dan salah satu

senyawa aktif yang menjadi penelitian peneliti dalam mengembangkan obat

tradisional Indonesia. Hal penting dari penyebaran flavonoid dalam tumbuhan

adalah adanya kecenderungan kuat bahwa tumbuhan yang secara taksonomi

berkaitan akan menghasilkan flavonoid yang jenisnya serupa. Tumbuhan yang

mengandung flavonoid banyak dipakai dalam pengobatan tradisional. Hal tersebut

disebabkan flavonoid mempunyai berbagai macam aktivitas terhadap macam-

macam organisme. Penelitian farmakologi terhadap senyawa flavonoid

menunjukkan bahwa beberapa senyawa golongan flavonoid memperlihatkan

aktivitas seperti antifungi, diuretik, antihistamin, antihipertensi, insektisida,

bakterisida, antivirus dan menghambat kerja enzim (Giessman, 1962 dalam

Cabangal & P, 2017).

2.1.6 Manfaat Bayam Duri

Ada banyak manfaat bayam duri bagi kesehatan. Salah satu bagian yang

bermanfaat dari bayam duri adalah akarnya. Penyakit yang bisa diobati dengan

bayam duri seperti bisul yang keras, wasir (hemorhoid), ekzema, gusi bengkak,

melancarkan pengeluaran ASI, demam, kutil, luka bakar dan digigit ular berbisa

(Mislawati, 2017). Manfaat kesehatan lainnya dalam Hariana (2013) yaitu:

melawan sel kanker, sumber antiinflamasi, mengurangi penyakit kardiovaskular,

menurunkan tekanan darah tinggi, menghilangkan keputihan, disentri, dll.


8

Manfaat bayam duri bagi kesehatan ini tidak terlepas dari kandungan

kimia yang dikandungnya. Menurut penelitian yang dilakukan bahwa dalam

tanaman berduri ini mengandung amarantin, rutin, flavonoid, alkaloid,

spinasterol, hentriakontan, tanin, kalium nitrat, kalsium oksalat, garam fosfat, zat

besi, serta vitamin A, vitamin K dan B6 (Mislawati 2017 dan Ariana 2017).

2.2 Candida albicans

2.2.1 Definisi Candida albicans

Candida albicans adalah suatu ragi lonjong yang menghasilkan pseudohifa

baik dalam biakan maupun dalam jaringan. Candida albicans membentuk sel ragi

yang disebut juga blastospora, multiplikasi dengan membentuk tunas, dapat

membentuk tunas semu (pseudohifa) dan dapat juga membentuk hifa sejati.

Candida albicans bersifat oportunistik. Candida albicans menyebabkan penyakit

kulit kandidiasis. Infeksi dapat terjadi dengan kategori akut, kronik, dan

kelainannya dapat berupa superfisialis atau sistemik. Organisme ini adalah bagian

dari flora normal dari kulit, membran mukosa dan traktus (Jawetz, Melnick &

Adelberg’s 2008 dan Irianto 2013).

2.2.2 Morfologi dan identifikasi Candida albicans

Biakan Candida pada media padat SGA (Saboraud Glukose Agar) suhu

37oC setelah 24-48 jam, membentuk koloni seperti ragi (yeast like colony). Koloni

yang tumbuh berbentuk bulat, menonjol, opaque, permukaan halus, licin, dan

putih kekuningan. Setelah satu bulan warna koloni menjadi kream, licin atau

berkerut, bagian tepi koloni ada hifa semu (Irianto, 2013).


9

Candida albicans bersifat dimorfik yaitu selain sel ragi dan pseudohifa,

spesies tersebut juga dapat menghasilkan hifa sejati. Candida albicans yang

diinkubasi pada serum akan mulai membentuk hifa sejati, sedangkan pada

medium yang kurang nutrisinya Candida albicans menghasilkan klamidiospora

seferis yang besar (Jawetz dkk, 2008)

Gambar 2.3 Candida albicans pada media SGA


(Tangarife, 2011)

a b

Gambar 2.4 Candida albicans secara mikroskopis


a. Pseudohifa b. blastospora (sel ragi)
(Tangarife, 2011)
10

2.2.3 Taksonomi Candida albicans

Taksonomi Candida albicans menurut Frobisher 1983 (Winardi, 2017)

adalah sebagai berikut:

Division : Thallophyta

Subdivisio : Fungi

Classis : Deuteromycetes

Ordo : Moniliases

Familia : Cryptococcaceae

Genus : Candida

Spesies : Candida albicans

2.2.5 Patogenesis

Infeksi Candida dapat terjadi apabila terdapat faktor predisposisi baik

endogen maupun eksogen, diantaranya adalah perubahan fisiologi akibat usia,

kehamilan dan haid, faktor mekanik akibat trauma, kelembaban, dan kegemukan,

faktor nutrisi, penyakit endokrin, penggunaan kateter, iradiasi sinar X,

penggunaan obat-obatan dan antibiotik (Utama, 2015).

Peningkatan jumlah Candida lokal dan adanya kerusakan pada kulit

memungkinkan invasi lokal oleh sel ragi dan pseudohifa. Candida dapat masuk ke

aliran darah sehingga pertahanan tubuh tidak kuat untuk menahan pertumbuhan

dan penyebaran ragi. Dari sirkulasi darah, Candida dapat menginfeksi ginjal,

melekat pada katup jantung dan menimbulkan infeksi pada semua tempat. Secara

histologik, berbagai lesi kulit pada manusia menunjukkan peradangan. Lesi ini
11

mengandung banyak sel ragi dan pseudohifa (Jawetz dkk, 2008). Penyakit yang

disebabkan oleh Candida adalah Kandidiasis.

2.2.6 Kandidiasis

Kandidiasis ialah penyakit jamur yang menyerang kulit, kuku, selaput

lendir dan alat dalam yang disebabkan oleh berbagai spesies Candida. Pada

manusia biasanya sering ditemukan pada mulut orang sehat, tinja, kulit, di bawah

kuku dan pada area genital wanita maupun laki-laki (Tjokronegoro & Utama,

2006).

Menurut Jawetz dkk (2008) kandidiasis terbagi tiga yaitu: Kandidiasis

kutan dan mukosa, Kandidiasis sistemik, dan Kandidiasis mukokutan kronik.

1) Kandidiasis kutan dan mukosa

Pada mulut dapat terjadi pada lidah, bibir dan gusi. Lesi berwarna putih

bentuk bercak dan terdiri dari sel epitel, ragi dan pseudohifa. Kandidiasis pada

mukosa dapat menyebabkan thrush oral (seperti sariawan). Pada mukosa vagina

dapat menyebabkan keputihan, yang ditandai oleh iritasi dan bercak yang

berwarna putih. Dapat terjadi karena diabetes, kehamilan, obat antibiotik yang

dapat mengubah flora mikroba dan keasaman lokal. Kandidiasis kutan terjadi

apabila kulit lemah akibat trauma, luka bakar dll. Infeksi pada lipatan kulit dapat

terjadi pada bagian tubuh yang lembab dan hangat seperti lipatan paha, ketiak dll.

Daerah yang terinfeksi menjadi merah dan lembab serta dapat tumbuh vesikel.

Infeksi pada kuku dapat mengakibatakan onikomikosis yaitu suatu pembangkakan

pada lipatan kuku yang sangat nyeri, yang pada akhirnya akan menghancurkan

kuku.
12

2) Kandidiasis sistemik

Penyakit ini dapat terjadi karena kateter yang terpasang terus menerus,

pembedahan, penyalahgunaan obat, atau kerusakan kulit. Pada pasien

dengan pertahanan tubuh yang baik hal ini normal, akan tetapi pada pasien

dengan pertahanan tubuh yang lemah maka akan mengalami lesi dimana-

mana terutama ginjal, mata, jantung dan meningen.

3) Kandidiasis mukokutan kronik

Sebagian besar bentuk penyakit ini pada masa kanak-kanak yang

disebabkan oleh rendahnya daya tahan tubuh sejak lahir, dan menyebabkan infeksi

superfisial kronik yang merusak satu atau semua daerah kulit dan mukosa.

2.2.7 Gejala Klinik

Menurut Siregar (2005) gejala klinik yang ditimbulkan tergantung pada

predileksinya, yaitu:

1) Kulit: Gejala pada kulit yaitu gatal hebat disertai panas seperti terbakar,

terkadang nyeri jika ada infeksi sekunder.

2) Kuku: Gejala pada kuku yaitu sedikit gatal dan nyeri jika ada infeksi

sekunder: kuku akan berwarna hitam coklat, menebal, tidak bercahaya,

biasanya dari pangkal kuku ke distal (bawah kuku).

3) Mukosa: Pada mulut ditemukan ulkus-ulkus ringan putih keabuan dan

tertutup suatu mmbran. Pada vagina ditemukan becak-bercak putih dan

dapat menyebabkan infeksi berat.


13

2.2.8 Pengobatan

Pengobatan kandidiasis pada umumnya bersifat pengobatan topikal

(bersifat lokal). Pengobatan topikal pada prinsipnya adalah aplikasi obat pada

kulit dan selaput lendir yang terkena dalam jangka waktu cukup lama untuk

mengeliminasi jamur penyebabnya. Pada umumnya obat-obat tersebut termasuk

golongan polien antimikotik diantaranya adalah nistatin, amfoterisin-B, dan

natamisin, dari golongan lain yaitu golongan derivat imidazol: klotrinazol,

ketokonazol, mikonazol dan ekonazol (Irianto, 2013).

2.2.9 Pencegahan

Tindakan pencegahan yang paling penting adalah menghindari gangguan

keseimbangan pada flora mikroba normal dan pertahanan tubuh. Kandidiasis tidak

menular karena secara normal terdapat pada semua orang (Jawetz dkk, 2008).

2.3 Ekstraksi

2.3.1 Definisi Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemindahan substansi atau zat dari

campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dapat

digolongkan berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi dan proses

pelaksanaannya (Yazid, 2005). Berdasarkan campurannya terbagi dua yaitu:

1) Ekstraksi padat-cair

Zat yang diekstraksi terdapat dalam campuran yang berbentuk padatan.

Ekstraksi jenis ini banyak dilakukan di dalam mengisolasi zat berkhasiat yang
14

terkandung di dalam bahan alam seperti steroid, hormon, antibiotik dan lipida

pada biji-bijian (Dalimartha & Adrian, 2013).

2) Ekstraksi cair-cair

Zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran berbentuk cair. Ekstraksi

cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut, banyak juga dilakukan untuk

memisahkan zat seperti logam-logam tertentu dalam larutan air.

2.3.2 Metode Ekstraksi

Jenis-jenis metode ekstraksi adalah sebagai berikut (Tetti, 2014):

1) Maserasi

Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan.

Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk (potongan kecil) tanaman dan

pelarut yang sesuai ke dalam wadah yang tertutup rapat pada suhu kamar selama

48 jam.

2) Ultrasound - Assisted Solvent Extraction

Merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan

bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, 20 kHz).

3) Perkolasi

Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi dalam sebuah perkolator

(wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya). Kelebihan

dari metode ini adalah sampel selalu dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan

kerugiannya adalah jika sampel dalam perkolator tidak homogen maka pelarut

akan sulit menjangkau seluruh area.


15

4) Soxhlet

Metode ini dilakukan dengan menempatkan sampel dalam kertas saring

dalam tabung yang ditempatkan di atas labu dan di bawah kondensor. Pelarut

yang sesuai dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas diatur di bawah suhu

reflux. Keuntungan dari metode ini adalah proses ektraksi yang terus menerus,

tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan banyak waktu.

Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat termolabil (cepat rusak) dapat

terdegradasi karena ekstrak terus-menerus berada pada titik didih.

5) Reflux dan Destilasi Uap

Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam labu

yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai titik

didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu. Selama pemanasan, uap

terkondensasi dan destilat (terpisah sebagai 2 bagian yang tidak saling bercampur)

ditampung dalam wadah yang terhubung dengan kondensor. Kerugian dari kedua

metode ini adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi

6) Pemisahan Senyawa Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan kromatograsi kolom pada prinsipnya

sama. KLT merupakan suatu teknik pemisahan dengan menggunakan adsorben

(fase stasioner) berupa lapisan tipis yang disalutkan pada permukaan bidang datar

berupa lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Pengembangan

kromatografi terjadi ketika fase gerak tertapis melewati absorben.


16

2.4 Metode Pengujian Anti Mikroba

2.4.1 Metode Difusi

Prinsipnya antibiotik akan terdistribusi ke dalam media disebut juga disk-

diffusion method atau Kirby-bauer test. Disk antibiotik diletakkan pada

permukaan media agar yang telah diinokulasi, diinkubasi dan diamati

terbentuknya zona hambatan (sensitive, intermediate, atau resistent) (Harti, 2015).

Menurut Dewi 2010 (Nurjannah 2017), metode difusi dapat dilakukan

dengan 3 cara yaitu: metode silinder, metode lubang/sumuran dan metode cakram

kertas. Metode lubang/sumuran yaitu, membuat lubang pada agar padat yang telah

diinokulasi dengan isolate. Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan

penelitian, kemudian lubang diijeksikan dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah

dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya

daerah hambatan disekeliling lubang.

2.4.2 Metode Dilusi

Prinsipnya adalah seri pengenceran konsentrasi antibiotik dapat digunakan

untuk KHM (Konsentrasi Hambat Minimal) dan KBM (Konsentrasi Bunuh

Minimal) suatu antibiotik. Diinokulasi suatu seri pengenceran antibiotik dalam

tabung berisi media cair dan yang akan diuji lalu diamati tingkat kekeruhan dan

pertumbuhan. Pengenceran tertinggi dari media cair yang jernih dinyatakan

sebagai KHM, sedangkan tabung yang jernih diinokulasi pada media plate agar,

diinkubasi dan diamati ada tidaknya pertumbuhan koloni pada permukaan media

plate agar. Pengenceran tertinggi dari tabung yang jernih dan menunjukkan tidak

ada pertumbuhan pada plate agar sebagai KBM (Harti, 2015).


17

2.7 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Ekstrak Akar Bayam Duri Pertumbuhan Candida


(Amaranthus spinosus L.) albicans

2.8 Definisi Opersional

Tabel 2.1 Definisi operasional


Variabel Definisi Cara Hasil Skala
Alat Ukur
Penelitian Operasional Ukur Ukur Ukur
Variabel Independen
Ekstrak Akar Zat yang Penimbang Timbangan Gram Ordinal
Bayam Duri dihasilkan an dan
(Amaranthus dengan pelarutan
spinosus L.) proses ekstraksi
akar bayam duri
dengan
pengenceran
100%, 80%,
60%, 40%, 20%

Variabel Dependen
Pertumbuhan Proses Mengukur Mistar/ Resisten Ordinal
Candida berkembangnya zona Jangka Intermediet
albicans Candida hambat sorong Sensitif
albicans pada
media SGA
yang diberikan
ekstrak akar
bayam duri
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen,

yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gejala atau

pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu

(Notoatmodjo, 2010).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Akademi Analis

Kesehatan (AAK) Pemerintah Aceh Jln. Tgk. Mohd. Daud Beureueh No.168 A

Banda Aceh.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 2 Maret s/d 4 April 2018.

3.3 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak akar bayam

duri dengan konsentrasi 100%, 80%, 60%, 40% dan 20%.

18
19

3.4 Instrumen Kerja

3.4.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop, oven,

kondensor liebig, termometer, kompor listrik, labu didih, timbangan elektrik, kaca

arloji, autoclave, kompor gas, blender, spuit 3 ml, pengebat, centrifuge,

erlenmeyer, gelas ukur, cup serum, beaker glass, objek glass, cover glass, corong

gelas, petridish, aerator, ose bulat, tabung reaksi, rak tabung, tangkai pengaduk,

lampu spirtus, tangkai pengaduk, aluminium foil, pipet ukur, pipet tetes, pisau.

3.4.2 Bahan

Bahan yang diperlukan dalam pemeriksaan yaitu, cover glass, paper lens,

handuk good morning, dan kertas pembungkus anti panas, kapas, korek api,

handscoon, masker, tali jagung, tisu, aquades, kloramphenikol (Chloramphenikol)

dan serum.

3.4.2 Reagensia

KOH (Kalium Hideroksida) 10%, NaCl (Natrium Clorida) fisiologis

0,85%, alkohol 96%, alkohol 70%, media SGA (Sabouroud Glukosa Agar).

3.5 Prosedur Kerja

3.5.1 Sterilisasi Alat-alat

1) Alat-alat yang terbuat dari kaca (tahan terhadap panas) seperti beaker

glass, erlenmeyer, petridish, dan tabung reaksi dibungkus dengan kertas

pembungkus anti panas dan disterilkan dengan pemanasan kering dalam

oven pada suhu 60-180oC selama 2 jam.


20

2) Media pertumbuhan jamur disterilkan dalam autoclave pada suhu 121oC

selama 15-20 menit.

3) Ose bulat disterilkan dengan cara dibakar pada lampu spirtus sampai

merah berpijar.

4) Pinset disterilkan dengan cara difiksasi dengan lampu spirtus.

5) Pipet tetes disterilkan dengan alkohol 70% (Mboi, 2013).

3.5.2 Pembuatan Ekstrak Akar Bayam Duri

1) Dicuci akar bayam duri hingga bersih dan keringkan, lalu ditimbang akar

bayam duri sebanyak 150 gr.

2) Akar bayam duri tersebut dipotong-potong, kemudian diblender hingga

halus dan dimasukkan ke dalam beaker glass.

3) Dimasukkan alkohol 96% hingga menutupi sampel ke dalam beaker glass

yang sebelumnya, lalu ditutup beaker glass dengan aluminium foil dan

diikat dengan tali jagung serta dibiarkan selama 48 jam, sambil berulang-

ulang diaduk.

4) Kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring untuk memperoleh

filtrat.

5) Selanjutnya didestilasi pada suhu 60-70oC hingga alkohol menguap

seluruhnya, maka diperoleh ekstrak 100%.

6) Lalu diencerkan menggunakan aquades untuk memperoleh konsentrasi

80%, 60%, 40% dan 20% (Friadi, 2016).


21

3.5.3 Pengenceran ekstrak dengan berbagai konsentrasi

Menurut Purba (2006), setelah didapatkan ekstrak akar bayam duri dengan

konsentrasi 100%, maka dilakukan pengenceran untuk konsentrasi 80%, 60%,

40% dan 20% dengan cara:

1) Tabung reaksi I dimasukkan 2 ml ekstrak akar bayam duri konsentrasi

100%.

2) Tabung reaksi II dimasukkan 1,6 ml ekstrak akar bayam duri ditambah 0,4

ml NaCl 0,85% (konsentrasi 80%).

3) Tabung reaksi III dimasukkan 1,5 ml ekstrak akar bayam duri ditambah

0,5 ml NaCl 0,85% (konsentrasi 60%).

4) Tabung reaksi IV dimasukkan 1,3 ml ekstrak akar bayam duri ditambah

0,7 ml NaCl 0,85% (konsentrasi 40%).

5) Tabung reaksi V dimasukkan 1,0 ml ekstrak akar bayam duri ditambah 1,0

ml NaCl 0,85% (konsentrasi 20%).

3.5.4 Identifikasi Candida albicans

3.5.4.1 Pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis Candida albicans

Pemeriksaan makroskopis jamur dilakukan penilaian dengan: bentuk,

warna, permukaan, ukuran, lendir, dan koloni, jika koloni jamur belum tumbuh

ditunggu seminggu. Kemudian dilakukan pemeriksaan mikroskopis sebagai

berikut:

1) Diambil 1 ose bulat koloni jamur dari stam yang telah tersedia.
22

2) Diletakkan di atas objek glass yang bersih dan bebas lemak, diteteskan 1

tetes KOH 10% dan homogenkan, kemudian diamati di bawah mikroskop

pembesaran 100x dan 400x, amati pertumbuhan sel ragi dan hifa.

3) Lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan germ tube test (Levinson & Jawetz,

2004).

3.5.4.2 Cara kerja identifikasi Candida albicans dengan Germ Tube Test

1) Diambil 1 ose koloni jamur yang dicurigai Candida albicans

2) Kemudian dimasukkan ke dalam tabung (Cup serum) yang berisi serum

segar 0,5 ml dan diinkubasi selama 2-3 jam pada suhu 35-37oC

3) Setelah diinkubasi diambil 1 tetes dengan pipet tetes dari suspensi serum

yang tadi, lalu diteteskan pada objek glass

4) Lalu ditutup dengan menggunakan cover glass, diperiksa menggunakan

mikroskop

5) Pengamatan dilakukan setiap 30 menit sampai batas waktu 3 jam, apabila

pada pengamatan 180 menit telah ditemukan pseudohifa maka Candida

albicans positif dan pengamatan dihentikan, jika pengamatan sampai 3 jam

terakhir pseudohifa tidak dapat ditemukan maka pengamatan juga

dihentikan dan Candida albicans negatif (Levinson & Jawetz, 2004).

3.5.5 Uji daya hambat Candida albicans

1) Dibuat pengenceran larutan ekstrak akar bayam duri (Amaranthus spinosus

L.) agar didapat berbagai variasi konsentrasi.

2) Dibuat etiket pada petridish untuk masing-masing konsentrasi dan kontrol,

kemudian dituang media SGA pada masing-masing petridish.


23

3) Pada setiap petridish yang telah berisi media SGA yang telah keras,

dioleskan isolat Candida albicans secara merata.

4) Dibuat lubang (hole) dengan diameter 5 mm pada setiap petridish kecuali

kontrol negatif.

5) Lalu dimasukkan hasil pengenceran tersebut (konsentrasi 100% 80%,

60%, 40% dan 20%) pada setiap petridish sesuai dengan etiketnya masing-

masing.

6) Pada kontrol positif dimasukkan ketokonazol, dan kontrol negatif hanya

media SGA saja.

7) Setiap petridish, diinkubasi pada suhu 37oC selama 3-7 hari dan lakukan

observasi harian

8) Diamati zona hambat yang terbentuk (Oskarhoway, 2017).

3.6 Kriteria penilaian zona hambat

Berdasarkan Hoffman dan Michael (Karta & Burhanuddin, 2017),

penilaian zona hambat antijamur Ketokonazol adalah:

a. Resisten (R) : 12 mm

b. Intermediet (I) : 13-18 mm

c. Sensitif (S) : 19 mm
24

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengukur zona hambat

ekstrak akar bayam duri (Amaranthus spinosus L.) pada konsentrasi 100%, 80%,

60%, 40% dan 20% terhadap pertumbuhan Candida albicans.

3.8 Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dilakukan dengan cara mengamati dan mengukur

zona hambat pertumbuhan Candida albicans.

3.9 Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk tabulasi (tabel) untuk mengamati tingkat

resisten, intermediet, dan sensitif pada ekstrak akar bayam duri (Amaranthus

spinosus L.) dengan konsentrasi 100%, 80%, 60%, 40%, 20% dalam menghambat

pertumbuhan Candida albicans.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Setelah dilakukan uji daya hambat ekstrak akar bayam duri (Amaranthus

spinosus L.) terhadap pertumbuhan Candida albicans, maka hasilnya dapat dilihat

pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.1 Zona Hambat Ekstrak Akar Bayam Duri (Amaranthus spinosus L.)
Terhadap Pertumbuhan Candida albicans
No Konsentrasi Zona Hambat (mm) Keterangan
1 100% 0 Resisten
2 80% 0 Resisten
3 60% 0 Resisten
4 40% 0 Resisten
5 20% 0 Resisten
6 Ketokonazol 22 mm Sensitif
7 Media SGA 0 Resisten

Keterangan :

Ketokonazol = Kontrol positif

Media SGA = Kontrol negatif

Berdasarkan tabel 4.1 di atas hasil penelitian ekstrak akar bayam duri

(Amaranthus spinosus L.) terhadap pertumbuhan Candida Albicans dengan

konsentrasi 100%, 80%, 60%, 40% dan 20% zona hambat yang terbentuk adalah 0

(nol). Dengan demikian ekstrak akar bayam duri (Amaranthus spinosus L.) tidak

dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans.

25
26

4.2 Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak

akar bayam duri (Amaranthus spinosus L.) dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%,

80% dan 100% tidak dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans, karena

tidak terdapat zona bening di sekitar lubang (hole) ekstrak akar bayam duri.

Masyarakat sering menggunakan akar bayam duri sebagai obat keputihan

tradisional. Menurut Ariana (2017) akar bayam duri mengandung beberapa

senyawa kimia seperti tanin, alkaloid, dan flavonoid yang diduga dapat menjadi

antijamur. Dalam penelitian ini ekstrak akar bayam duri ternyata tidak dapat

menghambat pertumbuhan Candida albicans. Terdapat beberapa faktor yang

dapat menentukan hasil penelitian, antara lain: faktor ekstraksi, cara kerja,

senyawa aktif, penyebab lain keputihan, struktur fisik Candida albicans, dan

faktor virulensi Candida albicans. Faktor pertama yaitu ekstraksi, dapat

dipengaruhi antara lain oleh:

Pertama, menurut Watson (2005) kontak sampel dengan pelarut yang

sangat lama akan membuat titik jenuh larutan bertambah. Pada penelitian ini

kontak sampel dengan alkohol (96%) terjadi ketika proses maserasi, dan proses

destilasi. Pada proses maserasi, kontak sampel dengan alkohol (96%) terjadi

selama 48 jam, hal ini sesuai dengan prosedur kerja pada referensi. Pada proses

destilasi, kontak sampel dengan alkohol (96%) terjadi hingga alkohol menguap

seluruhnya, hal ini juga sesuai dengan prosedur kerja pada referensi.

Kedua, prinsip maserasi menurut Ditjen POM (2000), pelarut harus

menutupi seluruh bagian dari sampel sehingga adanya gerak kinetik. Menurut
27

Watson (2005) pada proses maserasi jumlah pelarut yang digunakan tidak boleh

berlebihan sehingga dapat menghasilkan ekstrak yang sedikit. Pada penelitian ini

jumlah pelarut yang digunakan adalah 1:2 sehingga pelarut menutupi seluruh

bagian dari sampel. Dengan demikian hal tersebut sesuai dengan prosedur pada

referensi.

Ketiga, menurut Watson (2005) pada proses destilasi titik didih yang

tinggi akan lebih cepat menghasilkan ekstrak akan tetapi dapat merusak

komponen (senyawa yang terdapat pada sampel). Pada penelitian ini titik didih

yang digunakan adalah 70oC sesuai dengan ketentuan pada prosedur penelitian.

Faktor kedua yang menentukan hasil penelitian dapat disebabkan oleh cara

kerja yang kurang baik, penelitian ini telah dilakukan sesuai dengan prosedur

kerja pada referensi yang dilakukan secara aseptis dan terkontrol. Hal ini dapat

dibuktikan pada media kontrol negatif (-) yang hanya ditimbuhi oleh Candida

albicans dan menunjukkan tidak adanya kontaminasi.

Faktor ketiga, dapat disebabkan oleh senyawa aktif antijamur, seperti

flavonoid, alkaloid, dan tanin. Pada penelitian ini tidak dilakukan perhitungan

kadar senyawa aktif pada akar bayam duri, sehingga jumlah senyawa aktif yang

ada mungkin tidak adekuat (memadai) untuk menghambat pertumbuhan Candida

albicans. Selain itu, tidak adanya kandungan steroid pada ekstrak etanol daun

kelor juga mempengaruhi hasil penelitian. Steroid dapat menghambat

pembentukan ergosterol. Ergosterol merupakan komponen membran plasma dan

berperan dalam pembentukan kitin yang merupakan komponen polisakarida

dinding sel dan mempunyai peran penting dalam pertunasan Candida albicans.
28

Mekanisme kerja steroid ini sama dengan kontrol positif ketokonazol yaitu

menghambat sintesis ergosterol. Golongan senyawa yang memiliki potensi

sebagai anti jamur yang baik, adalah flavonoid golongan flavanon dan flavan,

tanin golongan tanin hidrolisis, alkaloid Golongan cryptolepine. Pada penelitian

ini kemungkinan senyawa yang terkandung di dalam ekstrak akar bayam duri

tidak dapat menghambat sintesis ergosterol pada membran sel Candida albicans

seperti pada kontrol positif dan juga bukan merupakan golongan yang baik dalam

menghambat pertumbuhan Candida albicans (Kurniawan, 2015).

Faktor keempat, menurut Dalimartha & Adrian (2013) masyarakat

menggunakan akar bayam duri sebagai obat tradisional untuk keputihan. Ada

beberapa penyebab keputihan antara lain: jamur, bakteri, parasit, virus, ph vagina

yang tidak seimbang, kelembaban, pengaruh hormon dan kurang menjaga

kebersihan terutama di area vagina. Dalam penelitian ini akar bayam duri ternyata

tidak dapat menjadi antijamur. Oleh karena itu, keputihan yang dapat diobati

dengan akar bayam duri mungkin bukanlah keputihan yang disebabkan oleh

Candida albicans.

Faktor kelima, struktur fisik Candida albicans yang dapat mempengaruhi

hasil kerja ekstrak akar bayam duri. Candida albicans merupakan organisme

eukariotik dengan struktur fisik yang terdiri dari dinding sel, membran sel,

sitoplasma dan nukleus. Membran selnya terdiri dari fosfolipid ganda (lipid

bilayer), lapisan terluarkaya akan phosphatidyl, kolin, ergosterol dan

sphingolipids. Ergosterol diduga dapat menahan lisis akibat peningkatan tekanan

osmotik. Sphingolipids mengandung komponen negatif paling besar pada


29

membran plasma dan memegang peranan penting sebagai target antijamur.

Dinding sel Candida albicans terdiri dari komponen utama berupa glucans, kitin,

dan komponen lainnya. Kitin memiliki peran penting dalam menjaga intergritas

dinding sel Candida albicans sehingga zat antijamur tidak dapat masuk ke

sitoplasma maupun nukleus sel (Kurniawan, 2015).

Faktor keenam, Faktor virulensi ini merupakan faktor yang berperan

penting dalam patogenesis Candida albicans, yang juga dapat mempengaruhi

hasil penelitian, adapun diantaranya: perubahan morfologi, kemampuan adhesi

jaringan, secreted aspartyl proteases (SAP), dan pembentukan biofilm. Perubahan

morfologi Candida albicans membentuk klamidospora yang membentuk dinding

tebal dan tampak seperti gram positif sehingga sulit ditembus oleh senyawa

antijamur. Adhesi merupakan tahap awal kolonisasi dan infeksi. SAP

meningkatkan kemampuan Candida albicans untuk melakukan kolonisasi dan

menghindari zat yang berpotensi membahayakan hidupnya. Senyawa metabolit

skunder yang tidak adekuat dapat meningkatkan pembentukan biofilm dalam

menghambat pertumbuhan Candida albicans, hal ini terjadi karena lingkungan

yang kurang baik dan berpotensi toksikpada C.albicans (Kurniawan, 2015).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, uji daya hambat ekstrak akar bayam duri

dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% terhadap pertumbuhan

Candida albicans dapat disimpulkan:

1. Ekstrak akar bayam duri (Amaranthus spinosus L.) dengan berbagai

konsentrasi resisten terhadap pertumbuhan Candida albicans.

2. Ekstrak akar bayam duri tidak dapat menghambat pertumbuhan Candida

albicans.

5.2 Saran

1. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan ekstrak akar bayam duri terhadap

mikroorganisme yang lain.

2. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan perhitungan jumlah senyawa aktif

yang dapat menjadi antijamur dan juga jumlah senyawa aktif yang ada pada

akar bayam duri

3. Memberikan himbauan kepada masyarakat bahwa akar bayam duri tidak

dapat menjadi antijamur alami bagi keputihan yang disebabkan oleh

Candida albicans.

30
DAFTAR PUSTAKA

Ababa, M. (2003). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Ercon.

Ariana, D. (2017). Uji Antibakteri Perasan Akar Bayam Duri (Amaranthus


spinosus Linn) Terhadap Shigella Dysenteriae. Dari:http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/analis/article/download/777/571
(Diakses pada tanggal 16 Januari 2018).

Cabangal., & Erwin, C. (14 November 2017). TP fito 2. Dari: 123slide:


https://123slide.org/tp-fito-2. (Diakses pada tanggal 19 Januari 2018).

Cahaya, T. (2008). Kumpulan Obat Tradisional Nusantara. Jakarta Timur: Rama


Edukasitama.

Dalimartha, S. (2006). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 4. Jakarta: Puspa


Swara.

Dalimartha, S., & Adrian, F. (2013). Ramuan Herbal Tumpas Penyakit. Jakarta:
Penebar Swadaya.

Digital Atlas of the Virginia Flora. Amaranthus spinosus L. (Januari, 2008). Dari:
http://vaplantatlas.org/index.php?do=plant&plant=783
(Diakses pada tanggal 21 Januari 2018).

Ditjen POM, Depkes RI. (2000), Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 9-11,16.

Friadi, A. M. (2016). Pengaruh Berbagai Konsentrasi Ekstrak Gambir. Makasar:


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.

Hariana, A. (2013). 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta Timur: Penebar
Swadaya.

Harti, A. S. (2015). Mikrobiologi Kesehatan; Peran Mikrobiologi Dalam Bidang


Kesehatan. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Irianto, K. (2013). Parasitologi Medis (Medical Parasitology). Bandung:


Alfabeta.

Jawetz., Melnick., & Adelberg's. (2005). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta:


Salemba Medika.

______. (2008). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika.

31
32

Karta, W. I., & Burhanuddin. (2017). Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Akar
Tanamanbama (Plumbago zeylanica) Terhadap Pertumbuhan Jamur
Trichophyton, Mentagrophytes Penyebab Kurap Pada Kulit: Media Sains.
Dari:
http://jurnal.undhirabali.ac.id/index.php/mp3/article/download/192/176
(Diakses pada tanggal 29 Januari 2018).

Kurniawan, D. (2015). Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Daun Kelor


(Moringa Oleifera) Terhadap Candida albicans secara invitro. Dari:
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/view/10773

Levinson, W., & Jawetz, E. (2004). Medical Microbiology & Immunology:


Examination & Board Review. Singapore: McGraw-Hill.

Mboi, N. (2013). Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik yang Baik. Jakarta:


Mentri Kesehatan Republik Indonesia.

Mislawati, F. (2017). Bayam duri. Dari scribd:


https://www.scribd.com/document/355527073/Bayam-Duri-Adalah-
Tanaman-Dengan-Nama-Latin (Diakses pada tanggal 1 Januari 2018).

Nurjannah, R. (2017). Uji Aktivitas Bakteri Metode Difusi Sumuran., dari


Academia:
https://www.academia.edu/31523122/Uji_Aktivitas_Bakteri_Metode_Difu
si_Sumuran (Diakses pada tanggal 13 Februari 2018).

Notoatmodjo, S. (2010). Metodelogi penelitian kesehatan, Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Oktari, A., & Silvia, N. D. (2016). Pemeriksaan Golongan Darah Sistem ABO
Metode. Dari Jurnal Teknologi Laboratorium:
http://www.teknolabjournal.com/index.php/Jtl/article/download/78/57/
(Diakses pada tanggal 8 Februari 2018).

Oskarhoway. (2017, Agustus 23). Panduan Praktikum Mikrobiologi, from Scribd:


https://www.scribd.com/document/357038276/Panduan-Praktikum-
Mikrobiologi-2017 (Diakses pada tanggal 6 Februari 2018).

Pribakti. (2012). Trik Merawat Organ Intim. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Purba, M. (2006). Kimia Untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga.

Puspitasari, D., Dahliaty, A., & Balatif, N. (2016). Uji Toksisitas Faraksi n-
Heksana Areal Part dari Tanaman Amaranthus spinosus L. Dari:
33

http://repository.unri.ac.id:8080/xmlui/handle/123456789/8367 (Diakses
pada tanggal 6 Februari 2018).

Safitri, R., & Novel, S. S. (2010). Medium Analisis Mikroorganisme (Isolasi dan
kultur). Jakarta: CV. Trans Info Media.

Siregar R.S. (2005). Penyakit Jamur Kulit. EGC: 2005.

Tangarife, V. (2011). Aprende En Linea. Dari: Medical Micro:


http://aprendeenlinea.udea.edu.co/lms/moodle/mod/page/view.php?id=100
773&lang=en (Diakses pada tanggal 2 Februari 2018).

Taylor, R. (2014). Plantinvasivekruger - Amaranthaceae - Amaranthus spinosus


L. Dari: Plantnet: http://publish.plantnet-
project.org/project/plantinvasivekruger/collection/collection/synthese/detai
ls/AMASP (Diakses pada tanggal 29 Januari 2018).

Tetti, M. (11 September 2014). Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi


Senyawa Aktif. Dari: Portal Garuda:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=184155&val=6399&t
itle=EKSTRAKSI (Diakses pada tanggal 19 januari 2018).

Tjokronegoro, A., & Utama, H. (2006). Parasitologi Kedokteran. Jakarta:


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ulfa, Y. (2016, 1 Agustus). Hubungan Prilaku Menjaga Genitalia Eksterna
dengan Kejadian Keputihan pada Siswi Kelas XI SMA N 1 Kecamatan
Pangalan Kota Baru. Dari: Portal Garuda:
http://download.portalgaruda.org/article.php
(Diakses pada tanggal 18 Januari 2018).

Utama, H. (2015). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Wahyuni, S., Fajarna, F., & Syahnita, H. (2016). Penuntun dan Jurnal Praktikum
instrumentasi II. Banda Aceh.

Watson, D. G. (2005). Analisis Farmasi Edisi kedua. Jakarta: EGC Penerbit Buku
Kedokteran.

Winardi, J. (2017). BAB II Tinjauan Pustaka. UMY Repository , 2.

Yazid, E. (2005). Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta: Andi Offset.

Yunaifi, S. (2013). Jurus Sempurna Sukses Bertanak Bayam. Jakarta: PT Maha


Daya.
34

Lampiran 1

Skema Kerja 1

Pembuatan media SGA (Sabouroud Glukosa Agar)

Media SGA

• Ditimbang sebanyak 9,75 gr


• Dilarutkan dengan aquades 150
ml
• Dimasak hingga mendidih

Media SGA yang telah


dilarutkan dan dimasak

• Disterilkan menggunakan
Autoklaf (121oC selama 15 menit)
• Setelah disterilkan, ditunggu
hingga 45 oC kemudian dimasukkan
antibiotik Chloramfenikol
Media SGA yang telah
ditambah antibiotik
(Chloramfenikol)

• Media SGA dimasukkan ke dalam


petridish dan ditunggu hingga
mengeras

Media SGA yang telah dimasukkan


ke petridish
35

Skema Kerja 2

Identifikasi Candida albicans

Isolat Candida albicans

Makroskopis Mikroskopis

Bentuk, ukuran, Tes penegasan


warna, permukaan (germ tube)
dan lendir
• 0,5 ml serum
ditambah 1 ose
koloni

Pemeriksaan
mikroskopis setiap 30
menit

Terbentuknya
pseudohifa

Candida albicans
36

Skema Kerja 3

Pembuatan ekstrak akar bayam duri

Akar bayam duri ditimbang


sebanyak 200 gr

• Dihaluskan (blend)

Akar bayam duri yang telah


halus dalam beaker glass

• Dimasukkan Alkohol 96%


• Dimaserasi selama 48 jam dan
diaduk-aduk

Akar bayam duri yang telah


dimaserasi

• Disaring menggunakan kertas


saring

Filtrat akar bayam duri

• Didestilasi pada suhu 70oC

Ekstrak akar bayam duri


100%

• Dilakukan pengenceran dengan


NaCL 0.85%

Ekstrak akar bayam duri


konsentrasi 80%, 60%, 40%
dan 20%
37

Skema Kerja 4

Uji daya hambat pada pertumbuhan Candida albicans

Isolat Candida albicans

• Dioleskan secara
merata pada media
SGA

Permukaan media SGA berisi isolat


Candida albicans

• Dibuat lubang (hole) diameter 5


mm ditambah ekstrak akar
bayam duri sebanyak 100 µl

Media SGA berisi ekstrak dengan masing-


masing konsentrasi
38

Lampiran 2

Rumus Pengenceran

1. Konsentrasi 80%:
K1 x V1 = K2 x V2
100% x V1 = 80% x 2 ml
V1 = 80% x 2 ml
100%
V1 = 1,6 ml

2. Konsentrasi 60%:
K1 x V1 = K2 x V2
80% x V1 = 60% x 2 ml
V1 = 60% x 2 ml
80%
V1 = 1,5 ml

3. Konsentrasi 40%:
K1 x V1 = K2 x V2
60% x V1 = 40% x 2 ml
V1 = 40% x 2 ml
60%
V1 = 1,3 ml

4. Konsentrasi 20%:
K1 x V1 = K2 x V2
40% x V1 = 20% x 2 ml
V1 = 20% x 2 ml
40%
V1 = 1 ml
39

Lampiran 3

Cara Kerja Pembuatan Media SGA

Alat:

a. Piring timbang

b. Tangkai pengaduk

c. Erlenmeyer

d. Autoklaf

e. Termometer

f. Petridish

g. Timbangan analitik

Bahan:

a. Media SGA

b. Aquadest

c. Antibiotik Chloramfenikol

Perhitungan:

65 gr / 1000 ml x 150 ml = 9,75 gr

Cara kerja:

1. Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan

2. Ditimbang media SGA sebanyak 9,75 gr lalu dilarutkan dengan 150 ml

aquades dan dimasak hingga mendidih

3. Media SGA yang telah dimasak disterilkan menggunakan Autoclaf dengan

suhu 121oC selama 15 menit

4. Kemudian ditunggu hingga 45 oC dan dimasukkan antibiotik Chloramfenikol


40

5. Dimasukkan media SGA pada setiap petridish yang telah diberi etiket dan

tunggu hingga media SGA mengeras (Safitri & Novel, 2010).


41

Lampiran 4

Cara Pembuatan Serum

Alat:

a. Turniquet (pembendung)

b. Tabung centrifuge

c. Centrifuge

d. Pipet tetes

Bahan:

a. Spuit 3 ml

b. Alkohol

c. Kapas

d. Cup serum

Cara kerja:

1. Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan

2. Dipasang turniquet pada lengan pasien dan dilakukan palpasi (Penyarian vena

yang akan ditusuk)

3. Dibersihkan daerah yang akan ditusuk dengan kapas alkohol 70%

4. Ditusuk kulit dengan jarum suntik sampai jarum masuk ke dalam lumen vena

5. Diepaskan turniquet/pembendung dan ditarik perlahan-lahan jarumnya

6. Dimbil darah sesuai dengan yang dibutuhkan

7. Apabila sudah cukup diletakkan kapas di atas jarum dan dicabut spluitnya

8. Dimasukan darah ke dalam tabung centrifuge melalui dindingnya

9. Kemudian darah dibekukan untuk selanjutnya pembuatan serum


42

10. Darah yang sudah dibekukan kemudian dimasukan ke dalam centrifuge

11. Kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm

12. Dipisahkan serum dari sel–sel darah ke tabung yang lain (Oktari & Silvia,

2016).
43

Lampiran 5

Cara Kerja Oven

Cara kerja:

1. Dimasukkan alat-alat yang telah disiapkan ke dalam oven

2. Ditutup dan diputar knob power ke posisi ON

3. Diatur suhu oven sesuai kebutuhan

4. Diputar tombol pengatur waktu sesuai kebutuhan:

I : untuk waktu 24 jam

II : untuk waktu yang dibatasi atau ditentukan di bawah 24 jam, alarm akan

berhenti dengan sendirinya sesuai dengan waktunya

5. Setelah sampai waktunya diputar knob power ke OFF dan tunggu peralatan

yang di dalam mencapai suhu ruang, kemudian dibuka pintu oven dan

dikeluarkan alat-alat tersebut (Wahyuni, Fajarna, & Syahnita, 2016).

Cara Kerja Autoklaf

Cara kerja:

1. Diisi air ke dalam bejana autoklaf sampai setinggi penyangga

2. Dimasukkan alat atau bahan yang akan disterilkan

3. Ditutup autoklaf dengan rapat

4. Diatur temperatur pada suhu 121oC dengan tekanan 15 lbs, dan diatur waktu

selama 15 menit

5. Diposisikan knob ke STER (untuk mensterilkan bahan basah) atau ke DRY

untuk mensterilkan alat/bahan kering)


44

6. Kemudian ditutup knob udaranya

7. Dihubungkan stop kontak dengan sumber tenaga

8. Dihidupkan power ke posisi ON dan tunggu hingga alarm berbunyi

9. Matikan power ke arah OFF setelah laram berbunyi

10. Ditnggu tekanan turun hingga jarum pada pressure menunjukkan angka 0

(nol)

11. Dibuka knob udara secara perlahan agar air dapat keluar melalui saluran

pembuangan

12. Dibuka tutup autoklaf dan dikeluarkan alat/bahan yang sudah disterilkan

dengan hati-hati (Wahyuni, Fajarna, & Syahnita, 2016).


45

Lampiran 6

Gambar Sampel Penelitian

1. Gambar tanaman bayam duri

Gambar 1. Tanaman bayam duri

Gambar 2.Tanaman dan akar bayam duri


46

Lampiran 7

Proses Penelitian

A. Pembuatan ekstrak akar bayam duri

Gambar 5. Penimbangan Sampel Gambar 6. Proses maserasi


47

Gambar 7. Proses destilasi

100% 80% 60% 40% 20%

Gambar 8. Ekstrak akar bayam duri yang telah diencerkan sesuai


konsentrasi masing-masing

B. Identifikasi Candida albicans dengan Germ Tube Test

Gambar 9. Sel ragi dan Pseudohifa


48

C. Uji daya hambat Candida albicans

Gambar 10. Media SGA yang siap dipakai

Gambar 11. Penanaman Candida albicans Gambar 12. Memasukkan ekstrak


pada hole
49

D. Hasil Penelitian

Konsentrasi 100% Konsentrasi 80%

Konsentrasi 60% Konsentrasi 40%


50

Konsentrasi 20% Kontrol Positif (+)

Kontrol Negatif(-)
Lampiran 8

ANGGARAN BIAYA PENELITIAN

Penelitian ini memerlukan reagensia, bahan dan media, oleh karena itu

diperlukan suatu daftar perincian biaya, agar dana yang diperlukan dalam

penelitian ini dapat disiapkan dan terpenuhi. Anggaran biaya penelitian ini sebagai

berikut:

Harga x
Nama bahan Harga Kebutuhan
kebutuhan
Aquadest Rp. 5.000/liter 1 liter Rp. 5.000
Alkohol 96% Rp. 5.000/botol 2 botol Rp. 10.000
Media SGA Rp. 4.500/gram 9,75 gram Rp. 44.000
NaCl Rp. 8.000/liter 250 ml Rp. 2.000
Spuit 3 ml Rp. 3.000/buah 3 buah Rp. 9.000
Masker Rp. 1.000/buah 8 buah Rp. 8.000
Handscoon Rp. 2.000/buah 10 pasang Rp. 20.000
Cover glass Rp. 1.000/kotak 10 keping Rp. 10.000
Objek glasscd Rp. 1.000/keping 10 keping Rp. 10.000
Cup serum Rp. 500/ cup 2 cup Rp. 1.000
Korek api Rp. 2.000/kotak 1 buah Rp. 2.000
Tisu Rp. 3.000/sachet 1 buah Rp. 3.000
Ketokonazole Rp. 1.000/tablet 1 tablet Rp. 1.000
Kloramfenikol Rp. 1.000/kapsul 1 kapsul Rp. 1.000
Administrasi
Rp. 40.000 Rp. 40.000
Laboratorium
Jumlah Rp. 166 .000

Anggaran Biaya yang diperlukan pada penelitian ini adalah Rp. 166.000.

51
LAMPIRAN 9

JADWAL KEGIATAN PENELITIAN 2018


TAHUN AKADEMIK 2017/2018

Nama : Salsabila
Judul : Uji Daya Hambat Ekstrak Akar Bayam Duri (Amaranthus spinosus L. ) terhadap Pertumbuhan Candida albicans

BULAN NOV DES JAN FEB MARET APRIL MEI JUNI JULI
NO
KEGIATAN/MINGGU KE I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II III IV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II III IV
1 Pengumpulan Data
2 Penulisan dan Bimbingan Proposal
3 Seminar Proposal
4 Permohonan Melakukan Penelitian
5 Persiapan Alat dan Bahan
6 Penelitian
7 Penulisan dan Bimbingan KTI
8 Sidang KTI

52
BIODATA PENULIS

Nama : Salsabila

Nim : 713401 D 15064

Tempat / tanggal lahir : Langsa, 14 Juli 1997

Riwayat pendidikan : TK. Al-Azhar Kota Langsa

SD N 1 Kota Langsa

SMP N 3 Kota Langsa

MAS YAPENA Lhokseumawe

E-Mail : salsa6441@gmail.com

No. Hp : 081264077029

Nama Orang Tua

Ayah : Zubier, SE

Ibu : Mardiani, SKM

Pekerjaan Orang Tua

Pekerjaan Ayah : PNS

Pekerjaan Ibu : PNS

Alamat : Jln.Syiah Kuala, lr. Tripida, Tualang Teungoh, Kec.

Langsa Kota, Kab. Kota Langsa

Judul Karya Tulis Ilmiah: “Uji Daya Hambat Ekstrak Akar Bayam Duri

(Amaranthus spinosus L.) Terhadap Pertumbuhan

Candida albicans”

Anda mungkin juga menyukai