KONSEP PEMBELAJARAN
DALAM KURIKULUM 2013
Sub-Capaian Pembelajaran
Materi Pembelajaran
103
Dalam implementasinya, Kurikulum 2013 menghadapi beberapa hambatan
yang disebabkan adanya kesulitan yang dirasakan guru, sehingga dalam
perkembangannya kurikulum 2013 mengalami revisi dari kurikulum 2013 pada
awal dikembangkannya. Beberapa kali Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud) melakukan revisi terhadap kurikulum 2013, baik dari
aspek Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, dan Standar
Penilaian.
104
Dalam bentuk tabel, rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan
tersebut adalah sebagai berikut:
105
Dalam suatu kegiatan belajar dapat terjadi pengembangan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan dalam kombinasi dan penekanan yang
bervariasi. Setiap kegiatan belajar memiliki kombinasi dan penekanan yang
berbeda dari kegiatan belajar lain tergantung dari sifat muatan yang dipelajari.
Meskipun demikian, pengetahuan selalu menjadi unsur penggerak untuk
pengembangan kemampuan lain.
106
Dalam proses pembelajaran K-13 menggunakan pendekatan saintifik
(scientific approach), artinya pembelajaran yang logic, berbasis pada fakta, data
atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika/penalaran tertentu, bukan
sebatas kira-kira, khayalan, legenda, ataupun dongeng semata. .
Tabel
Keterkaitan antara Langkah Pembelajaran, Kegiatan Belajar dan Maknanya
LANGKAH
KEGIATAN BELAJAR KOMPETENSI YANG DIKEMBANGKAN
PEMBELAJARAN
107
Mengumpulk ▪ Melakukan eksperimen Mengembangkan sikap teliti,
an informasi/ ▪ Membaca sumber lain jujur,sopan, menghargai pendapat
eksperimen selain buku teks orang lain, kemampuan
▪ Mengamati objek/ berkomunikasi, menerapkan
▪ Kejadian/aktivitas kemampuan mengumpulkan
▪ Wawancara dengan nara informasi melalui berbagai cara yang
sumber dipelajari, mengembangkan
kebiasaan belajar dan belajar
sepanjang hayat.
Mengasosiasikan/ ▪ Mengolah informasi yang Mengembangkan sikap jujur, teliti,
sudah dikumpulkan baik disiplin, taat aturan, kerja keras,
mengolah informasi
terbatas dari hasil kegiatan kemampuan menerapkan prosedur
mengumpulkan/ eksperimen dan kemampuan berfikir induktif
maupun hasil dari kegiatan serta deduktif dalam menyimpulkan.
mengamati dan kegiatan
mengumpulkan informasi.
▪ Pengolahan informasi yang
dikumpulkan dari yang
bersifat menambah keluasan
dan kedalaman sampai
kepada pengolahan informasi
yang bersifat mencari solusi
dari berbagai sumber yang
memiliki pendapat yang
berbeda sampai kepada yang
bertentangan
Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil Mengembangkan sikap jujur, teliti,
pengamatan, kesimpulan toleransi, kemampuan berfikir
berdasarkan hasil analisis secara sistematis, mengungkapkan
lisan, tertulis, atau media pendapat dengan singkat dan jelas,
lainnya dan mengembangkan kemampuan
berbahasa yang baik dan benar.
108
Selain perubahan pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Proses,
elemen lain yang mengalami perubahan dalam kurikulum 2013 adalah Standar
Penilaian. Penilaian pembelajaran pada kurikulum 2013 ini diatur dengan
Permendikbud nomor 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian, yang diubah dari
Permendiknas No. 20 Tahun 2007. Mengacu kepada Permendikbud di atas, maka
standar penilain pembelajaran menggunakan penilaian otentik (authentic
assessment), yaitu menilai kemampuan riil siswa dalam kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari. Penilaian otentik merupakan proses pengamatan,
perekaman, pendokumentasian karya (apa yang dilakukan anak dan bagaimana
hal itu dilakukan) sebagai dasar penentuan keputusan yang dapat menuju pada
pembentukan anak mandiri.
Untuk mengevaluasi sikap peserta didik sebagai hasil belajar, baik sikap
religius (KI-1) maupun sikap sosial (KI-2), dapat digunakan teknik observasi,
penilaian diri, penilaian antar peserta didik, dan jurnal; untuk mengevaluasi
pengetahuan atau pemahaman peserta didik, dapat digunakan teknik evaluasi
tertulis, lisan, dan pemberian tugas; dan untuk mengevaluasi keterampilan
peserta didik dapat digunakan teknik praktek, project, produk, dan portofolio.
Penjelasan lebih rinci tentang evaluasi pembelajaran dalam kurikulum 2013 ini
akan dibahas dalam modul tersendiri.
A. Pengertian dan Hubungan SKL, KI- KD, indikator dan Tujuan pembelajaran
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah kriteria mengenai kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Kriteria ini diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di
satuan pendidikan pada suatu jenjang pendidikan. SKL merupakan acuan utama
dalam pengembangan Kompetensi Inti (KI), selanjutnya KI dijabarkan ke dalam
Kompetensi Dasar (KD). Rumusan SKL tertuang dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI) Nomor 20
Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
109
Berdasarkan PP No. 32 Tahun 2013, Kompetensi Inti (KI) merupakan
tingkat kemampuan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang harus
dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas. Artinya ia merupakan
operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki peserta didik
pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi dasar pengembangan KD.
KI mencakup sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan.
Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara
pencapaian hard skills dan soft skills. KI berfungsi sebagai pengintegrasi muatan
pembelajaran, mata pelajaran atau program dalam mencapai SKL sebagai wujud
dari prinsip keterkaitan dan kesinambungan
Berdasarkan PP No. 32 Tahun 2013, kompetensi inti merupakan tingkat
kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki
seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi
landasan pengembangan kompetensi dasar. Terjemahan atau operasionalisasi
SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah
menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang
pendidikan tertentu.
Kompetensi Dasar (KD) merupakan kemampuan dan materi pembelajaran
minimal yang harus dicapai peserta didik untuk suatu mata pelajaran pada
masing-masing satuan pendidikan yang mengacu pada kompetensi inti.
Kompetensi Dasar bisa dipahami juga sebagai sejumlah kemampuan minimal
baik sikap, pengetahuan, maupun keterampilan yang harus dikuasai peserta
didik pada suatu mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator
pencapaian kompetensi. Rumusan KI dan KD tertuang dalam: Permendikbud RI
Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran
Pada Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Berikut ini adalah contoh rumusan KI-KD untuk kelas VI SD/MI bidang studi
PAI
110
Tabel 2
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
111
a. Meyakini adanya qadha dan 2.4 Menunjukkan perilaku
qadar berserah diri kepada Allah
Swt. yang mencerminkan
iman kepada qadha dan qadar
dst dst
dst dst
112
Indikator atau -bisa juga disebut- indikator pencapaian kompetensi adalah
ukuran, karakteristik, atau ciri-ciri dari ketercapaian Kompetensi Dasar
berdasarkan taksonomi kemampuan baik pada ranah sikap, pengetahuan,
maupun keterampilan. Oleh karena itu, indikator harus dirumuskan oleh guru
dengan menggunakan kata kerja operasional. Kata kerja operasional artinya
adalah kata kerja yang berimplikasi pada terjadinya (beroperasinya) suatu
perilaku pada peserta didik, sehingga perilaku tersebut dapat dengan mudah
diamati guru
Ada beberapa fungsi dirumuskannya indikator, yaitu: 1) Pedoman dalam
mengembangkan materi pembelajaran; 2) Pedoman dalam mendesain kegiatan
pembelajaran Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran; 3) Pedoman
dalam mengembangkan bahan ajar Pedoman dalam mengembangkan bahan
ajar; 4) Pedoman dalam merancang dan melaksanakan penilaian hasil belajar;
dan 5) Menjadi pedoman dalam merancang, melaksanakan, serta mengevaluasi
hasil belajar Menjadi pedoman dalam merancang, melaksanakan, serta
mengevaluasi hasil belajar.
1. Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis pada
aneka sumber belajar;
3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan
pendekatan ilmiah;
4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis
kompetensi;
5. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;
113
6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran
dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hard skills) dan
keterampilan mental (soft skills);
9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;
10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing
ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut
wuri handayani);
11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, sekolah, dan masyarakat;
12. Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa
saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas;
13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran;
14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta
didik.
1. Perencanaan Pembelajaran
Ada beberapa dokumen yang harus dipersiapkan dalam kegiatan
perencanaan pembelajaran, diantaranya:
a. Silabus
Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk
setiap bahan kajian mata pelajaran. Silabus paling sedikit memuat:
114
1) Identitas mata pelajaran (khusus SMP/ MTs dan SMA/ MA);
2) Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas;
3) Kompetensi inti, merupakan gambaran secara kategorikal mengenai
kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan
mata pelajaran;
4) Kompetensi dasar, merupakan kemampuan spesifik yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan atau mata
pelajaran;
5) Tema (khusus SD/ MI);
6) Materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan
indikator pencapaian kompetensi;
7) Pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta
didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan;
8) Penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik;
9) Alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur
kurikulum untuk satu semester atau satu tahun; dan
10) Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam
sekitar atau sumber belajar lain yang relevan.
Silabus dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan dan
Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan
pola pembelajaran pada setiap tahun ajaran tertentu. Silabus digunakan
sebagai acuan dalam pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran.
115
pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara
lengkap dan sistematis agar pembelajaran dapat berlangsung secara efektif
dan efisien. Komponen RPP terdiri dari:
116
1) Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal,
tingkat intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan
sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar
belakang budaya, norma, nilai, dan/ atau lingkungan peserta didik;
2) Partisipasi aktif peserta didik;
3) Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar,
motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan
kemandirian;
4) Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk
mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan,
dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan;
5) Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan
program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan
remedi;
6) Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan
pengalaman belajar;
7) Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas
mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya;
8) Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi,
sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
2. Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam tahapan pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dalam proses
pembelajaran K-13, strategi-strategi tersebut harus dilakukan dengan
pendekatan ilmiah (scientific approach) dan bernuansa tematik.
a. Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, hal-hal yang perlu dilakukan guru
adalah sebagai berikut:
117
1) Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti
proses pembelajaran;
2) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang sudah
dipelajari dan terkait dengan materi yang akan dipelajari;
3) Mengantarkan peserta didik kepada suatu permasalahan atau tugas
yang akan dilakukan untuk mempelajari suatu materi dan menjelaskan
tujuan pembelajaran atau KD yang akan dicapai; dan
4) Menyampaikan garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang
kegiatan yang akan dilakukan peserta didik untuk menyelesaikan
permasalahan atau tugas
b. Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan,
yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk secara aktif menjadi pencari informasi,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.
1) Mengamati
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan
bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan
melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru
memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih
mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal-hal
yang penting dari suatu benda atau objek pendidikan agama Islam,
misalnya, menyimak video qiroah atau film Islami
2) Menanyakan
118
Setelah kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara
luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah
dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta
didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang hasil
pengamatan objek yang konkret sampai kepada yang abstrak berkenaan
dengan fakta, konsep, prosedur, ataupun hal lain yang lebih abstrak.
Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang
bersifat hipotetik.
Pertanyaan yang dilatihkan kepada peserta didik akan menjadi
dasar untuk mencari informasi lebih lanjut, lebih mendalam dan
beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan
peserta didik sendiri, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang
beragam. Pertanyaan dapat disusun secara individu maupun kelompok
3) Mengumpulkan Informasi
Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan
informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu
peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan
fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan
eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi
4) Mengasosiasikan Informasi
Informasi yang terkumpul menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya
yaitu mengasosiasi atau memproses informasi untuk menemukan
keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola
dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan
dari kumpulan data yang telah ditemukan
5) Mengkomunikasikan Hasil
Kegiatan berikutnya adalah menuliskan atau menceritakan apa
yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan
119
dan menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai
oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta
didik tersebut
c. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, ada beberapa hal yang perlu dilakukan,
yaitu: a) guru bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri
membuat rangkuman/simpulan pelajaran; b) guru melakukan penilaian
(post test) untuk mengukur sejauh mana ketercapaian tujuan yang telah
direncanakan dan sekaligus melakukan refleksi terhadap kegiatan yang
sudah dilaksanakan; c) memberikan umpan balik terhadap proses dan
hasil pembelajaran; d) merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau
memberikan tugas baik tugas individu maupun kelompok sesuai dengan
hasil belajar peserta didik; dan e) menyampaikan rencana pembelajaran
pada pertemuan berikutnya
3. Penilaian Pembelajaran
Penilaian atau evaluasi pembelajaran dalam kurikulum 2013
menggunakan pendekatan otentik, yaitu pendekatan penilaian yang
menghendaki peserta didik menampilkan sikap, menggunakan pengetahuan
dan keterampilan yang diperoleh dari pembelajaran dalam situasi yang
sesungguhnya (dunia nyata). Ada beberapa teknik penilaian yang dapat
digunakan oleh pendidik sesuai dengan kompetensi yang ingin diukurnya.
D. Perubahan Kurikulum 2013
Berdasarkan update tahun 2017, ada sembilan poin perubahan kurikulum
2013 dan mulai bulan Juli 2017 diberlakukan secara nasional, perubahan
tersebut adalah:
1. Nama kurikulum menjadi Kurikulum 2013 Edisi Revisi yang berlaku secara
Nasional;
120
2. Penilaian sikap KI 1 dan KI 2 sudah ditiadakan di setiap mata pelajaran,
kecuali hanya pada penilaian bidang studi PAI dan PPKN ;
3. Jika ada 2 nilai praktik dalam 1 KD , maka yang diambil adalah nilai yang
tertinggi. Penghitungan nilai keterampilan dalam 1 KD ditotal (praktek,
produk, portofolio) dan diambil nilai rata2. untuk pengetahuan, bobot
penilaian harian, dan penilaian akhir semester itu sama;
4. Pendekatan scientific 5M bukanlah satu-satunya metode saat mengajar dan
apabila digunakan maka susunannya tidak harus berurutan;
5. Silabus kurtilas edisi revisi lebih ramping hanya 3 kolom, yaitu KD, materi
pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran;
6. Perubahan terminologi ulangan harian menjadi penilaian harian, Ujian Akhir
Semester (UAS) menjadi Penilaian Akhir Semester untuk semester 1 dan
Penilaian Akhir Tahun untuk semester 2. Kegiatan Ujian Tengah Semester
(UTS) sudah tidak ada lagi karena langsung ke penilaian akhir semester;
7. Dalam RPP yang dicatumkan adalah Tujuan, proses Pembelajaran, dan
penilaian, materi dan metode pembelajaran tidak perlu disebutkan, tetapi
cukup dibuat dalam bentuk lampiran berikut dengan rubrik penilaian (jika
ada);
8. Skala penilaian menjadi 1-100. Penilaian sikap diberikan dalam bentuk
predikat dan deskripsi;
9. Tes remedial diberikan untuk siswa yang nilainya kurang, setelah diberikan
pembelajaran ulang. Nilai Remedial adalah nilai yang dicantumkan dalam
hasil belajar.
E. Menata Kelas Pembelajaran Aktif dan Dinamis
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang mensyaratkan adanya proses
pembelajaran yang lebih aktif pada siswa, sedangkan guru dituntut hanya
sebagai fasilitator agar proses belajar siswa dapat berjalan dengan kondusif.
121
dalam suatu kelas biasanya memiliki kemampuan beragam, yaitu terkait dengan
lambat atau cepatnya mereka dalam menangkap atau memahami materi yang
diberikan oleh guru.
Setting atau formasi kelas berikut ini tidak dimaksudkan untuk menjadi
susunan yang permanen, namun hanya sebagai alternatif dalam penataan ruang
kelas. Jika Anda memilih melakukannya, mintalah siswa untuk membantu
memindahkan meja kursi. Hal itu juga membuat mereka ”aktif”. Tata-letak fisik
kelas pada umumnya bersifat sementara (tentatif), fleksibel dan realistis. Artinya
guru dapat saja mengadakan perubahan setiap saat sesuai dengan keperluan dan
122
kesesuaian dengan materi ajarnya. Jika meubeler (meja atau kursi) yang ada di
ruang kelas dapat dengan mudah dipindah-pindah, maka sangat mungkin
menggunakan beberapa formasi ini sesuai dengan situasi dan kondisi yang
diinginkan pendidik.
1. Formasi Huruf U
Formasi ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Para peserta didik
dapat melihat guru dan/atau melihat media visual dengan mudah dan
mereka dapat saling berhadapan langsung satu dengan yang lain. Susunan ini
ideal untuk membagi bahan pelajaran kepada peserta didik secara cepat
karena guru dapat masuk ke huruf U dan berjalan ke berbagai arah dengan
seperangkat materi.
Guru dapat menyusun meja dan kursi dalam format U sebagai berikut:
123
2. Formasi Lingkaran
Para peserta didik duduk pada sebuah lingkaran tanpa meja atau kursi
untuk melakukan interaksi berhadap-hadapan secara langsung. Sebuah
lingkaran ideal untuk diskusi kelompok penuh.
124
3. Susunan Chevron (V)
Sebuah susunan ruang kelas tradisional tidak memungkinkan untuk
melakukan belajar aktif. Jika terdapat banyak peserta didik (tiga puluh atau
lebih) dan hanya tersedia beberapa meja, barangkali guru perlu menyusun
peserta didik dalam bentuk ruang kelas. Susunan V mengurangi jarak antara
para peserta didik, pandangan lebih baik dan lebih memungkinkan untuk
melihat peserta didik lain daripada baris lurus. Dalam susunan ini, tempat
paling bagus ada pada pusat tanpa jalan tengah, seperti tampak pada gambar
berikut:
4. Kelas Tradisional
Jika tidak ada cara untuk membuat lingkaran dari baris lurus yang berupa
meja kursi, guru dapat mencoba mengelompokkan kursi-kursi dalam
pasangan-pasangan yang memungkinkan penggunan teman belajar. Guru
dapat mencoba membuat nomor genap dari baris-baris ruangan yang cukup
diantara mereka sehingga pasangan-pasangan peserta didik pada baris-baris
nomor ganjil dapat memutar kursi-kursi mereka melingkar dan membuat
persegi panjang dengan pasangan tempat duduk persis di belakang mereka
pada baris berikutnya.
125
terhadap gape psikologis peserta didik seperti merasa minder, takut dan tidak
terbuka dengan teman, karena sesama peserta didik tidak pernah saling
berhadapan (face to face) dan hanya melihat punggung temannya sepanjang
tahun dalam belajar.
Meskipun demikian tidak berarti format kelas seperti ini tidak bisa
digunakan untuk pembelajaran aktif, tentu hal ini tergantung bagaimana guru
menciptakan suasana belajar aktif dengan strategi yang tepat. Berikut ini
tampak gambar/formasi kelas tradisional:
126
ditugaskan untuk membentuk masa depan bangsa, namun terlalu dibebani
dengan sejumlah aturan yang menyulitkan guru.
Guru ingin membantu murid untuk mengerjakan ketertinggalan di kelas,
tetapi waktu habis untuk mengerjakan administrasi tanpa manfaat yang jelas.
Guru mengetahui potensi siswa tidak dapat diukur dari hasil ujian, namun guru
dikejar oleh angka yang didesak oleh berbagai pemangku kepentingan. Guru
ingin mengajak murid ke luar kelas untuk belajar dari dunia sekitarnya, tetapi
kurikulum yang ada kurang mendukung untuk dilakukannya petualangan.
Guru mengetahui bahwa setiap murid memiliki kebutuhan berbeda, tetapi
keseragaman mengalahkan keberagaman sebagai prinsip dasar birokrasi. Guru
ingin setiap murid terinspirasi, tetapi guru tidak diberi kepercayaan untuk
berinovasi (Nadiem Makarim dalam Kemendikbud.go.id, 2019).
R. Suyanto Kusumaryono (dalam Kemendikbud.go.id, 2019) menilai bahwa
konsep “Merdeka Belajar” yang dicetuskan oleh Nadiem Makarim dapat ditarik
beberapa poin: Pertama, konsep “Merdeka Belajar” merupakan jawaban atas
masalah yang dihadapi oleh guru dalam praktik pendidikan. Kedua, guru
dikurangi bebannya dalam melaksanakan profesinya, melalui keleluasaan yang
merdeka dalam menilai belajar siswa dengan berbagai jenis dan bentuk
instrumen penilaian, merdeka dari berbagai pembuatan administrasi yang
memberatkan, merdeka dari berbagai tekanan intimidasi, kriminalisasi, atau
mempolitisasi guru. Ketiga, membuka mata kita untuk mengetahui lebih banyak
kendala-kendala apa yang dihadapi oleh guru dalam tugas pembelajaran di
sekolah, mulai dari permasalahan penerimaan peserta didik baru (input),
administrasi guru dalam persiapan mengajar termasuk RPP, proses
pembelajaran, serta masalah evaluasi seperti USBN-UN (output). Keempat, guru
sebagai garda terdepan dalam membentuk masa depan bangsa melalui proses
pembelajaran, maka menjadi penting untuk dapat menciptakan suasana
pembelajaran yang lebih happy di dalam kelas, melalui sebuah kebijakan
pendidikan yang nantinya akan berguna bagi guru dan siswa. Terakhir,
dicetuskannya konsep “Merdeka Belajar” pada saat Nadiem Makarim
127
memberikan pidato pada acara Hari Guru Nasional (HGN) tersebut,
diasumsikan tidak lagi menjadi gagasan melainkan lebih pada sebuah kebijakan
yang akan dilaksanakan.
Kesimpulan dari konsep merdeka belajar merupakan tawaran dalam
merekonstruksi sistem pendidikan nasional. Penataan ulang sistem pendidikan
dalam rangka menyongsong perubahan dan kemajuan bangsa yang dapat
menyesuaikan dengan perubahan zaman, dengan cara mengembalikan hakikat
dari pendidikan yang sebenarnya yaitu pendidikan untuk memanusiakan
manusia atau pendidikan yang membebaskan.
Dalam konsep merdeka belajar, antara guru dan murid merupakan subjek
di dalam sistem pembelajaran. Artinya guru bukan dijadikan sumber kebenaran
oleh siswa, namun guru dan siswa berkolaborasi sebagai penggerak dan mencari
kebenaran. Dengan demikian, posisi guru di ruang kelas bukan untuk menanam
atau menyeragamkan kebenaran menurut guru, namun menggali kebenaran,
daya nalar dan daya kritisnya siswa melihat dunia dan fenomena.
Peluang berkembangnya internet dan teknologi menjadi momentum
kemerdekaan belajar, karena dapat meretas sistem pendidikan yang kaku atau
tidak membebaskan, termasuk mereformasi beban kerja guru dan sekolah yang
terlalu dicurahkan pada hal yang administratif. Oleh sebabnya kebebasan untuk
berinovasi, belajar dengan mandiri, dan kreatif dapat dilakukan oleh unit
pendidikan, guru dan siswa.
Saat ini antara guru dan siswa memiliki pengalaman yang mandiri termasuk
di lingkungan. Dan dari pengalaman yang ada tersebut akan dikursuskan di
ruang kelas dan lembaga pendidikan. Adaptasi sistem pendidikan di era
Revolusi Industri 4.0 harus distimulasi dengan proses literasi baru tersebut.
Siswa/peserta didik pada era industri 4.0 memiliki pengalaman yang padat
dengan dunia digital atau visual saat ini. Dan tugas guru, kepala sekolah
termasuk lembaga pendidikan dapat mengarahkan, memimpin, dan menggali
daya kritis dan potensi siswanya.
128
Salah satu bentuk implementasi dari kebijakan Merdeka Belajar adalah
dihapuskannya Ujian Nasional (UN), karena UN dianggap membebani guru
dan siswa sehingga banyak siswa yang tertekan, bahkan ada yang sampa bunuh
diri. Ada beberapa bentuk ujian yang akan diberlakukan sebagai pengganti UN,
salah satu di antaranya adalah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).
A. 1, 2, 3, 4
B. 1, 2, 3, 5
C. 1, 2, 5, 6
D. 2, 3, 4, 1
E. 2, 3, 4, 6
129
3. Ikuti tes akhir modul dan cermati hasil tesnya. Bila hasil tes akhir modul
di bawah standar minimum ketuntasan (70), maka Saudara melakukan
pembelajaran remedial dengan memperhatikan petunjuk dalam LMS
program PPG.
4. Aktifitas tindak lanjut lebih detail, silahkan mengikuti tagihan tugas yang
ada di LMS.
130
GLOSARIUM
131
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. Jean Piaget: Cognitive development in the classroom. April
2011. http://www.funderstanding.com/educators/jean-piaget-cognitive-
development-in-the-classroom/
Asri Budiningsih. 2003. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Fakultas
Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta
Brooks, J.G., & Brooks, M., (1993). The case for constructivist classrooms.
association for supervision and curriculum development. Alexandria,
Virginia.
Chicago: Rand McNally.
Collin, Catherine, dkk. 2012. The Psychology Book. London: DK.
Dahar, R. W., (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti,
P2LPTK.
Raka Joni, T. (1990). Cara belajar siswa aktif: CBSA: artikulasi konseptual,
jabaran operasional, dan verivikasi empirik. Pusat Penelitian IKIP
Malang.
Ratna Wilis D. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga
132
Schunk, Dale. H. 2012. Learning Theories an Educational Perspective. Edisi
keenam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Smaldino, dkk. 2012. Instructional Technology and Media for Learning. 11th
edition. United State of America: Pearson.
Velenvuela, Julia Scherba. (2003). Sociocultural Theory.
www.unm/~devalenz/handouts/sociocult.html - 9k – Chached – More
from this site www.geocities.com/guruvalah/psikologi_belajar.pdtf-
HasilTambahan
Yuliani Nurani Sujiono, dkk, III. (2005). Metode Pengembangan Kognitif.
Jakarta : Pusat penerbitan Universitas Terbuka
133