Sub-Capaian Pembelajaran
Materi Pembelajaran
103
Dalam implementasinya, Kurikulum 2013 menghadapi beberapa hambatan
yang disebabkan adanya kesulitan yang dirasakan guru, sehingga dalam
perkembangannya kurikulum 2013 mengalami revisi dari kurikulum 2013
pada
awal dikembangkannya. Beberapa kali Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud) melakukan revisi terhadap kurikulum 2013, baik dari
aspek Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, dan Standar
Penilaian.
104
Dalam bentuk tabel, rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan
tersebut adalah sebagai berikut:
105
Dalam suatu kegiatan belajar dapat terjadi pengembangan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan dalam kombinasi dan penekanan yang
bervariasi. Setiap kegiatan belajar memiliki kombinasi dan penekanan yang
berbeda dari kegiatan belajar lain tergantung dari sifat muatan yang dipelajari.
Meskipun demikian, pengetahuan selalu menjadi unsur penggerak untuk
pengembangan kemampuan lain.
106
Dalam proses pembelajaran K-13 menggunakan pendekatan saintifik
(scientific approach), artinya pembelajaran yang logic, berbasis pada fakta, data
atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika/penalaran tertentu, bukan
sebatas kira-kira, khayalan, legenda, ataupun dongeng semata. .
Tabel
Keterkaitan antara Langkah Pembelajaran, Kegiatan Belajar dan Maknanya
LANGKAH
KEGIATAN BELAJAR KOMPETENSI YANG DIKEMBANGKAN
PEMBELAJARAN
Untuk mengevaluasi sikap peserta didik sebagai hasil belajar, baik sikap
religius (KI-1) maupun sikap sosial (KI-2), dapat digunakan teknik observasi,
penilaian diri, penilaian antar peserta didik, dan jurnal; untuk mengevaluasi
pengetahuan atau pemahaman peserta didik, dapat digunakan teknik evaluasi
tertulis, lisan, dan pemberian tugas; dan untuk mengevaluasi keterampilan
peserta didik dapat digunakan teknik praktek, project, produk, dan portofolio.
Penjelasan lebih rinci tentang evaluasi pembelajaran dalam kurikulum 2013
ini akan dibahas dalam modul tersendiri.
A. Pengertian dan Hubungan SKL, KI- KD, indikator dan Tujuan pembelajaran
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah kriteria mengenai kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Kriteria ini diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya
di satuan pendidikan pada suatu jenjang pendidikan. SKL merupakan acuan
utama dalam pengembangan Kompetensi Inti (KI), selanjutnya KI dijabarkan
ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Rumusan SKL tertuang dalam Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI)
Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar
dan Menengah.
109
Berdasarkan PP No. 32 Tahun 2013, Kompetensi Inti (KI) merupakan
tingkat kemampuan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang harus
dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas. Artinya ia merupakan
operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki peserta didik
pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi dasar pengembangan KD.
KI mencakup sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan.
Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara
pencapaian hard skills dan soft skills. KI berfungsi sebagai pengintegrasi muatan
pembelajaran, mata pelajaran atau program dalam mencapai SKL sebagai
wujud dari prinsip keterkaitan dan kesinambungan
Berdasarkan PP No. 32 Tahun 2013, kompetensi inti merupakan tingkat
kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki
seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi
landasan pengembangan kompetensi dasar. Terjemahan atau operasionalisasi
SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah
menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang
pendidikan tertentu.
Kompetensi Dasar (KD) merupakan kemampuan dan materi
pembelajaran minimal yang harus dicapai peserta didik untuk suatu mata
pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan yang mengacu pada
kompetensi inti. Kompetensi Dasar bisa dipahami juga sebagai sejumlah
kemampuan minimal
Tabel 2
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
dst dst
dst dst
Indikator atau -bisa juga disebut- indikator pencapaian kompetensi
adalah ukuran, karakteristik, atau ciri-ciri dari ketercapaian Kompetensi Dasar
berdasarkan taksonomi kemampuan baik pada ranah sikap, pengetahuan,
maupun keterampilan. Oleh karena itu, indikator harus dirumuskan oleh guru
dengan menggunakan kata kerja operasional. Kata kerja operasional artinya
adalah kata kerja yang berimplikasi pada terjadinya (beroperasinya) suatu
perilaku pada peserta didik, sehingga perilaku tersebut dapat dengan mudah
diamati guru
Ada beberapa fungsi dirumuskannya indikator, yaitu: 1) Pedoman dalam
mengembangkan materi pembelajaran; 2) Pedoman dalam mendesain
kegiatan pembelajaran Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran; 3)
Pedoman dalam mengembangkan bahan ajar Pedoman dalam
mengembangkan bahan ajar; 4) Pedoman dalam merancang dan melaksanakan
penilaian hasil belajar; dan 5) Menjadi pedoman dalam merancang,
melaksanakan, serta mengevaluasi hasil belajar Menjadi pedoman dalam
merancang, melaksanakan, serta mengevaluasi hasil belajar.
115
pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara
lengkap dan sistematis agar pembelajaran dapat berlangsung secara
efektif
dan efisien. Komponen RPP terdiri dari:
1) Mengamati
Setelah kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara
luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah
dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta
didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang hasil
pengamatan objek yang konkret sampai kepada yang abstrak berkenaan
dengan fakta, konsep, prosedur, ataupun hal lain yang lebih abstrak.
Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang
bersifat hipotetik.
Pertanyaan yang dilatihkan kepada peserta didik akan menjadi
dasar untuk mencari informasi lebih lanjut, lebih mendalam dan
beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan
peserta didik sendiri, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang
beragam. Pertanyaan dapat disusun secara individu maupun
kelompok
3) Mengumpulkan Informasi
Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan
informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu
peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan
fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan
eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi
4) Mengasosiasikan Informasi
Informasi yang terkumpul menjadi dasar bagi kegiatan
berikutnya yaitu mengasosiasi atau memproses informasi untuk
menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya,
menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil
berbagai kesimpulan dari kumpulan data yang telah ditemukan
5) Mengkomunikasikan Hasil
Kegiatan berikutnya adalah menuliskan atau menceritakan apa
yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan
119
dan menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai
oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta
didik tersebut
c. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, ada beberapa hal yang perlu dilakukan,
yaitu: a) guru bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri
membuat rangkuman/simpulan pelajaran; b) guru melakukan penilaian
(post test) untuk mengukur sejauh mana ketercapaian tujuan yang telah
direncanakan dan sekaligus melakukan refleksi terhadap kegiatan yang
sudah dilaksanakan; c) memberikan umpan balik terhadap proses dan
hasil pembelajaran; d) merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam
bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling
dan/atau memberikan tugas baik tugas individu maupun kelompok
sesuai dengan hasil belajar peserta didik; dan e) menyampaikan rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya
3. Penilaian Pembelajaran
Penilaian atau evaluasi pembelajaran dalam kurikulum 2013
menggunakan pendekatan otentik, yaitu pendekatan penilaian yang
menghendaki peserta didik menampilkan sikap, menggunakan pengetahuan
dan keterampilan yang diperoleh dari pembelajaran dalam situasi yang
2. Penilaian sikap KI 1 dan KI 2 sudah ditiadakan di setiap mata pelajaran,
kecuali hanya pada penilaian bidang studi PAI dan PPKN ;
3. Jika ada 2 nilai praktik dalam 1 KD , maka yang diambil adalah nilai yang
tertinggi. Penghitungan nilai keterampilan dalam 1 KD ditotal (praktek,
produk, portofolio) dan diambil nilai rata2. untuk pengetahuan, bobot
penilaian harian, dan penilaian akhir semester itu sama;
4. Pendekatan scientific 5M bukanlah satu-satunya metode saat mengajar dan
apabila digunakan maka susunannya tidak harus berurutan;
5. Silabus kurtilas edisi revisi lebih ramping hanya 3 kolom, yaitu KD, materi
pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran;
6. Perubahan terminologi ulangan harian menjadi penilaian harian, Ujian
Akhir Semester (UAS) menjadi Penilaian Akhir Semester untuk semester 1
dan Penilaian Akhir Tahun untuk semester 2. Kegiatan Ujian Tengah
Semester (UTS) sudah tidak ada lagi karena langsung ke penilaian akhir
semester;
7. Dalam RPP yang dicatumkan adalah Tujuan, proses Pembelajaran, dan
penilaian, materi dan metode pembelajaran tidak perlu disebutkan, tetapi
cukup dibuat dalam bentuk lampiran berikut dengan rubrik penilaian (jika
ada);
8. Skala penilaian menjadi 1-100. Penilaian sikap diberikan dalam bentuk
predikat dan deskripsi;
9. Tes remedial diberikan untuk siswa yang nilainya kurang, setelah diberikan
pembelajaran ulang. Nilai Remedial adalah nilai yang dicantumkan dalam
hasil belajar.
E. Menata Kelas Pembelajaran Aktif dan Dinamis
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang mensyaratkan adanya proses
pembelajaran yang lebih aktif pada siswa, sedangkan guru dituntut hanya
sebagai fasilitator agar proses belajar siswa dapat berjalan dengan kondusif.
121
dalam suatu kelas biasanya memiliki kemampuan beragam, yaitu terkait
dengan lambat atau cepatnya mereka dalam menangkap atau memahami
materi yang
kelas dan siswa (setting kelas) merupakan tahap yang penting dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Karena itu, kursi, meja dan ruang
belajar perlu ditata sedemikian rupa sehingga dapat menunjang kegiatan
pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik, yakni memungkinkan
hal-hal sebagai berikut:
Setting atau formasi kelas berikut ini tidak dimaksudkan untuk menjadi
susunan yang permanen, namun hanya sebagai alternatif dalam penataan
ruang kelas. Jika Anda memilih melakukannya, mintalah siswa untuk
membantu memindahkan meja kursi. Hal itu juga membuat mereka ”aktif”.
Tata-letak fisik
kelas pada umumnya bersifat sementara (tentatif), fleksibel dan realistis. Artinya
guru dapat saja mengadakan perubahan setiap saat sesuai dengan keperluan dan
122
kesesuaian dengan materi ajarnya. Jika meubeler (meja atau kursi) yang ada di
ruang kelas dapat dengan mudah dipindah-pindah, maka sangat mungkin
menggunakan beberapa formasi ini sesuai dengan situasi dan kondisi yang
diinginkan pendidik.
1. Formasi Huruf U
Formasi ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Para peserta didik
dapat melihat guru dan/atau melihat media visual dengan mudah dan
mereka dapat saling berhadapan langsung satu dengan yang lain. Susunan
ini ideal untuk membagi bahan pelajaran kepada peserta didik secara cepat
karena guru dapat masuk ke huruf U dan berjalan ke berbagai arah dengan
seperangkat materi.
Guru dapat menyusun meja dan kursi dalam format U sebagai berikut:
123
2. Formasi Lingkaran
Para peserta didik duduk pada sebuah lingkaran tanpa meja atau kursi
untuk melakukan interaksi berhadap-hadapan secara langsung. Sebuah
lingkaran ideal untuk diskusi kelompok penuh.
3. Susunan Chevron (V)
Sebuah susunan ruang kelas tradisional tidak memungkinkan untuk
melakukan belajar aktif. Jika terdapat banyak peserta didik (tiga puluh atau
lebih) dan hanya tersedia beberapa meja, barangkali guru perlu menyusun
peserta didik dalam bentuk ruang kelas. Susunan V mengurangi jarak antara
para peserta didik, pandangan lebih baik dan lebih memungkinkan untuk
melihat peserta didik lain daripada baris lurus. Dalam susunan ini, tempat
paling bagus ada pada pusat tanpa jalan tengah, seperti tampak pada
gambar berikut:
4. Kelas Tradisional
Jika tidak ada cara untuk membuat lingkaran dari baris lurus yang
berupa meja kursi, guru dapat mencoba mengelompokkan kursi-kursi
dalam pasangan-pasangan yang memungkinkan penggunan teman belajar.
Guru dapat mencoba membuat nomor genap dari baris-baris ruangan yang
cukup diantara mereka sehingga pasangan-pasangan peserta didik pada
baris-baris nomor ganjil dapat memutar kursi-kursi mereka melingkar dan
membuat persegi panjang dengan pasangan tempat duduk persis di
belakang mereka pada baris berikutnya.
125
terhadap gape psikologis peserta didik seperti merasa minder, takut dan tidak
terbuka dengan teman, karena sesama peserta didik tidak pernah saling
berhadapan (face to face) dan hanya melihat punggung temannya sepanjang
tahun dalam belajar.
Meskipun demikian tidak berarti format kelas seperti ini tidak bisa
digunakan untuk pembelajaran aktif, tentu hal ini tergantung bagaimana
guru menciptakan suasana belajar aktif dengan strategi yang tepat. Berikut
ini tampak gambar/formasi kelas tradisional:
126
ditugaskan untuk membentuk masa depan bangsa, namun terlalu dibebani
dengan sejumlah aturan yang menyulitkan guru.
Guru ingin membantu murid untuk mengerjakan ketertinggalan di kelas,
tetapi waktu habis untuk mengerjakan administrasi tanpa manfaat yang jelas.
Guru mengetahui potensi siswa tidak dapat diukur dari hasil ujian, namun guru
dikejar oleh angka yang didesak oleh berbagai pemangku kepentingan. Guru
ingin mengajak murid ke luar kelas untuk belajar dari dunia sekitarnya, tetapi
kurikulum yang ada kurang mendukung untuk dilakukannya petualangan.
Guru mengetahui bahwa setiap murid memiliki kebutuhan berbeda, tetapi
keseragaman mengalahkan keberagaman sebagai prinsip dasar birokrasi. Guru
ingin setiap murid terinspirasi, tetapi guru tidak diberi kepercayaan untuk
berinovasi (Nadiem Makarim dalam Kemendikbud.go.id, 2019).
R. Suyanto Kusumaryono (dalam Kemendikbud.go.id, 2019) menilai bahwa
konsep “Merdeka Belajar” yang dicetuskan oleh Nadiem Makarim dapat ditarik
127
memberikan pidato pada acara Hari Guru Nasional (HGN) tersebut,
diasumsikan tidak lagi menjadi gagasan melainkan lebih pada sebuah
kebijakan
yang akan dilaksanakan.
Kesimpulan dari konsep merdeka belajar merupakan tawaran dalam
merekonstruksi sistem pendidikan nasional. Penataan ulang sistem pendidikan
dalam rangka menyongsong perubahan dan kemajuan bangsa yang dapat
menyesuaikan dengan perubahan zaman, dengan cara mengembalikan hakikat
dari pendidikan yang sebenarnya yaitu pendidikan untuk memanusiakan
manusia atau pendidikan yang membebaskan.
Dalam konsep merdeka belajar, antara guru dan murid merupakan subjek
di dalam sistem pembelajaran. Artinya guru bukan dijadikan sumber
kebenaran oleh siswa, namun guru dan siswa berkolaborasi sebagai penggerak
dan mencari kebenaran. Dengan demikian, posisi guru di ruang kelas bukan
untuk menanam atau menyeragamkan kebenaran menurut guru, namun
menggali kebenaran, daya nalar dan daya kritisnya siswa melihat dunia dan
fenomena.
Peluang berkembangnya internet dan teknologi menjadi momentum
kemerdekaan belajar, karena dapat meretas sistem pendidikan yang kaku atau
tidak membebaskan, termasuk mereformasi beban kerja guru dan sekolah
yang terlalu dicurahkan pada hal yang administratif. Oleh sebabnya kebebasan
untuk berinovasi, belajar dengan mandiri, dan kreatif dapat dilakukan oleh
unit pendidikan, guru dan siswa.
Saat ini antara guru dan siswa memiliki pengalaman yang mandiri
termasuk di lingkungan. Dan dari pengalaman yang ada tersebut akan
dikursuskan di ruang kelas dan lembaga pendidikan. Adaptasi sistem
pendidikan di era Revolusi Industri 4.0 harus distimulasi dengan proses
literasi baru tersebut. Siswa/peserta didik pada era industri 4.0 memiliki
pengalaman yang padat dengan dunia digital atau visual saat ini. Dan tugas
guru, kepala sekolah termasuk lembaga pendidikan dapat mengarahkan,
memimpin, dan menggali daya kritis dan potensi siswanya.
128
Salah satu bentuk implementasi dari kebijakan Merdeka Belajar adalah
dihapuskannya Ujian Nasional (UN), karena UN dianggap membebani guru
dan siswa sehingga banyak siswa yang tertekan, bahkan ada yang sampa
bunuh
diri. Ada beberapa bentuk ujian yang akan diberlakukan sebagai pengganti UN,
salah satu di antaranya adalah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).
th
Smaldino, dkk. 2010. Instructional Technology and Media for Learning. 10
edition. United State of America: Pearson.
th
Smaldino, dkk. 2012. Instructional Technology and Media for Learning. 11
edition. United State of America: Pearson.
Velenvuela, Julia Scherba. (2003). Sociocultural Theory.
www.unm/~devalenz/handouts/sociocult.html - 9k – Chached – More
from this site www.geocities.com/guruvalah/psikologi_belajar.pdtf-
HasilTambahan
Yuliani Nurani Sujiono, dkk, III. (2005). Metode Pengembangan Kognitif.
Jakarta : Pusat penerbitan Universitas Terbuka