Proposal
Diajukan untuk mengikut Seminar Proposal Prodi Pendidikan Agama Islam pada
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Oleh :
Hartoni
211239
Dosen Pembimbing :
1442 H / 2021 M
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Evektifitas .................................................................................. 7
B. Pelaksanaan ............................................................................... 10
3. Teori-teori Pelaksanaan.......................................................... 10
D. Pembelajaran ............................................................................. 18
2
2. Unsur-unsur Pembelajaran ..................................................... 19
E. Guru............................................................................................. 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
menjadi pusat belajar, tidak lagi menjadi obyek pembelajaran. Dengan demikian
karakter, skill, serta koognisi peserta didik dapat berkembang secara optimal.
5
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, penelitian ini di
batasi untuk mengukur tingkat keefektifan penerapan pendekatan Saintifik oleh guru di dalam
pembelajaran PAI.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan di atas maka, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
E. Tujuan Penelitian
6
BAB II
Landasan Teori
A. Konsep Efektivitas
1. Pengertian Efektivitas
Kata efektivitas berasal dari bahasa inggris yaitu effektive yang berarti berhasil
atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan
esektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Efektifitas
merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan
didalam setiap oraganisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai
tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. 1
Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui konsep
efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan apakah perlu
dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan managemen organisasi atau
tidak. Dalam hal ini, efektivitas merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui
pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efesien, ditinjau dari sisi masukan
(input), proses, maupun keluaran (output). Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya
meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana serta metode dan model yang
digunakan. Suatu kegiatan dikatakan efesien apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai
dengan prosedur, sedangkan dikatakan efektif apabila kegiatan tersebut dilaksanakan
dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat.2
Jadi suatu kegiatan organisasi dikatakan efektif apabila suatu kegiatan organisasi
tersebut berjalan sesuai aturan atau berjalan sesuai target yang ditentukan oleh organisasi
tersebut.
2. Ukuran Efektifitas
Mengukur efektifitas suatu program kegiatan bukanlah suatu hal yang sangat
sederhana, karena efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan tergantung
pada siapa yang menilai serta menginterpretasikannya. Bila dipandang dari sudut
produktivitas, maka seorang manajer produksi memberikan pemahaman bahwa
efektivitas berarti kualitas dan kuantitas (output) barang dan jasa. Tingkat efektivitas
juga dapat diukur dengan me\mbandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan
hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan
yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran
yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif. 3
Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak,
yaitu:4
1
Iga Rosalina, “Efektivitas Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan Pada Kelompok
Pinjaman Bergilir Di Desa Mantren Kec Karangrejo Kabupaten Madetaan”. Jurnal Evektivitas Pemberdayaan
Masyarakat, Vol. 01 No 01 (Februari 2012), h, 3.
2
Ibid h, 4
3
Ibid h, 5
4
Ibid h, 5-6
7
a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya karyawan
dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan organisasi
dapat tercapai.
b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah
“pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai
sasran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam
pencapaian tujuan organisasi.
c. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan
tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya
kebijakan harus mampu menjebatani tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan
kegiatan operasional.
d. Perencanaan yang matang, pada hakekatnya, berarti memutuskan sekarang apa
yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.
e. Proses analisi dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan
tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya
kebijakan harus mampu menjebatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha
pelaksanaan kegiatan operasional.
f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas
organisasi adalah kemampuan bekerja secara produktif. Dengan srana dan
prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.
g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program
apabila tidak dilakukan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut
tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi
semakin didekatkan dengan tujuannya.
h. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat sifat
manusia yang tidak sempurna maka efektifitas organisasi menuntut
terdapatnyasistem pengawasan dan pengendalian.
5
Ibid h. 7
6
Richard M. Steers, Efektivitas Organisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h. 53
8
Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa aktor, yaitu: kurun waktu dan sasaran
yang merupakan target konkret.
b) Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi
untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi
dengan berbagai macam organisasi lainnya. Integrasi menyangkut proses
sosialisasi.
c) Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Untuk itu digunakan tolak ukur proses pengadaan dan
pengisisan tenaga kerja.
3. Pendekatan Efektivitas
Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktivitas itu
efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk efektivitas yaitu: 7
a. Pendekatan Sasaran (Goal Approach)
Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga
berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan
sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi
sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi
dalam mencapai keberhasilan tersebut.8
Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran
efektifitas dengan pendekatan ini adalah sasaran yang realistis untuk
memberikan hasil yang maksimal berdasarkan sasaran resmi “Official
Goal” dengan memperhatikan permasalahan yang ditimbulkannya,
dengan memusatkan perhatian terhadap aspek output yaitu dengan
mengukur keberhasilan program dalam mencapai tingkat output yang
direncanakan.
Dengan demikian, pendekatan ini mencoba mengukur sejauh
mana organisasi atau lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang
hendak dicapai. Efektifitas juga selalu memperhatikan faktor waktu
pelaksanaan. Oleh karena itu, dalam efektivitas selalu terkandung
unsur waktu pelaksanaan dan tujuan tercapainya dengan waktu yang
tepat maka program tersebut akan lebih efektif. 9 Contoh dari
7
Dimianus Ding, “Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan”.
Jurnal Ilmu Pemerintah, Vol. 02 No. 02(Februari 2014), h. 8-10
8
Ibid, h. 8.
9
Ibid h. 9.
9
pendekatan sasaran yaitu apabila suatu pekerjaan mempunyai target
menjual habis barangnya dalam waktu sau minggu, dan barang tersebut
terjual habis dalam waktu satu minggu, maka pekerjaan tersebut dapat
dikatakan efektif.
b. Pendekatan sumber
Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan
suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang
dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai
macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat
memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan
dan sistem agar dapat menjadi efektif. Pendekatan ini didasarkan pada
teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap
lingkungannya, dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang
terdapat pada lingkungan sringkali bersifat langka dan bernilai tinggi.
Pendekatan sumber dalam kegiatan usaha organisasi dilahat dari
seberapa jauh hubungan antara naggota binaan program usaha dengan
lingkungan sekitarnya, yang berusaha menjadi sumber dalam mencapai
tujuan.10
c. Pendekatan Proses
Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi
kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif,
proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian
yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak
memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap
kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki
lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan
lembaga.
B. Pelaksanaan
1. Pengertian Pelaksanaan
Pengertian pelaksanaan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonessia adalah
proses, cara, perbuatan melaksanakan suatu rancangan, keputusan dan sebagainya.
Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang
sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan
setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhan pelaksanaan bisa
diartikan penerapan. Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang
dilaksanakan untuk melaksanakn sebuah rencana dan kebijaksanaan yang telah
dirumusakan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang
diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai dari
10
Ibid h. 10.
10
bagaimana cara yang harus dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak
lanjut setelah program atau kebijaksanaan yang ditetapkan yang terdiri atas
pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau
kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang
ditetapkan semula.
Pengertian pelaksanaan menurut bebarapa ahli:
a) Menurut Westra pelaksanaan adalah sebagai usaha-usaha yang dilakukan
untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah
dirumuskan dan ditetapkan dengan melengkapi segala kebutuhan alat-alat
yang diperlukan, siapa yang akan melaksanakan, dimana tempat
pelaksanaannya dan kapan waktu dimulainya.
b) Menurut Bintoro Tjokroadmudjoyo, pengertian pelsaksanaan ialah sebagai
proses dalam bentuk rangkaian kegiatan, yaitu berawal dari kebijakan guru
mencapai suatu tujuan meka kebijakan itu diturunkan dalam suatu program
dan proyek.
c) Siagian S.P mengemukakan bahwa pengertian pelaksanaan merupakan
keseluruhan proses pemberian motivasi pekerja kepada para bawahan
sedemikian rupa, sehingga pada akhirnya mereka mau bekerja secara
ikhlas agar tercapai tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis.
d) Lembaga Administrasi Negara Republik Indonessia merumuskan
pengertian pelaksanaan adalah upaya agar tiap pegawai atau tiap angota
organisasi berkeinginan dan berusaha mencapai tujuan yang telah
direncanakan.
2. Funsi Pelaksanaan
a) Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan
pemberian motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara efektif
dan efisien dalam pencapaian tujuan.
b) Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan.
c) Menjelaskan kebijakan yang ditetapkan.
d) Proses implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak
dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat
menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran dan
prosuktifitas yang tinggi. 11
3. Teori-teori Pelaksanaan
Ada beberapa teori tentang pelaksanaan/implementasi diantaranya:
a. Model implementasi oleh George C. Edward III
11
Raharjo Adisasmita, 2011. Pengelolaan pendapatan dan Anggaran Daerah. Graha Ilmu: Yogyakarta
11
terdapat empat variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
kebijakan yaitu: 1. Komunikasi; 2. Sumber belajar; 3. Disposisi; 4. Struktur
Birokrasi. 12
1) Komunikasi
Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan apabila
komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan
danperaturanimplementasi harus dikomunikasikan kepada bagian personalia yang
tepat. Kebijakan yang dikomunikasikanpun harus tepat, akurat, dan konsisten,
komunikasi (pentrasmisian informasi) diperlukan agar para pembuat keputusan dan
para implementor akan semakin konsiste dalam melaksanakan setiap kebijakan yang
akan diterapkan dalam masyarakat.
Menurut George C. Edward III terdapat tiga indikator yang dapat dipakai
dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi yaitu: a) Transmisi; penyaluran
komunikasiyang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula.
Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian
(miss communication). B.) Kerjasama; Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana
kebijakan (streel-level-bureuarats) haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak
ambigu/mendua) ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi
implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibelitas dalam
melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tatran yang lain hal tersebut judtru akan
menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan. c)
Konsistensi; perintah yang diberikan dalam melaksanakan suatu komunikasi haruslah
konsisten dan jelas untuk diterapkan dan dijalankan. Karena jika perintah yang
diberikan sering berubah-ubah maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana
dilapangan. 13
2) Sumber Daya
Variabel kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
kebijakan adalah sumber daya. Sumber daya merupakan hal penting lainnya
dalam mengimplementasikan kebijakan, menurut George C. Edward III.
Indikator sumber daya terdiri dari beberapa elemen yaitu: a) Staf : Sumber
daya utana dalam implementasi kebijakan adalah staf. Kegagalan yang sering
terjadi dalam implementasi kebijakan salah stunya adalah disebabkan oleh
12
Edward III, Georgr C (edited), Publik Policy Implementing. Jai Press inc, London-England. Googin, Malcom L
et al. 1990, hlm 149-154
13
Ibid. Hlm 149-154
12
karena staff yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten
dibidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak cukup,
tetapi diperlukan juga kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang
diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan
atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri. b)
Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk,
yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara melakukan kebijakan.
Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan saatmereka
diberi perintah. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para
pelaksanaterhadap peraturan ari regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.
Implementor harus mengetahui apakah orang yang terlibat dalam pelaksanaan
kebijakan tersebut patuh terhadap hukum. c) Wewwnang; pada umumnya
kewenanganharus bersifat formalagar perintah dapat dilaksanakan.
Kewnangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam
melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewnang nihi,
maka kekuatan maka kekuatan para implementor dimata publik tidak
terlegitimasi sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan.
Tetapi dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada,maka
sering terjadi kesalahan dalam melihat evektifitas kewenangan. Disatu pihak,
evektifitas akan menyurut manakala wewnang diselewengkan oleh para
pelaksana demi kepentinganngya sendiri atau demi kepentingan kelompoknya.
d) Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi
kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa
yang harus dilakukan dan memiliki wewnang untuk melaksanakan tugasnya,
tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka
implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil. 14
3) Disposisi
Variaabel ketiga yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan
adalah disposisi. Hal-hal ini penting yang perlu dicermati pada variabel
disposisi, menurut George C. Edward III adalah : a. Pengangkatan birokrat;
disposisi atausikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang
nyata terhadap implementasi kebijakan apabilapersonil yanga ada tidak
melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat tinggi.
Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan
haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah
ditetapkan. b. Insentif; Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang
disarankan untuk mengatasi masalah kecendrungan para pelaksana adalah
dengan memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang
bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi intensif
oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana
kebijakan. Dengan cara menambahkan keuntungan atau biaya tertentu
14
Ibid. Hlm 149-154
13
mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana
kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebgai upaya
memenuhi kepentingan pribadi self interst) atau organisasi. 15
4) Stuktur Birokrasi
Menurut Edward III, yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
kebijakan publik adalah struktur birikrasi. Walaupun sumber daya untuk
melaksanakan suatu kebijakan tersdia, atau para pelaksana kebijakan
mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, dan mempunyai keinginan untuk
melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat
dilaksanakan atau direalisasikan karena terdapat kelemahan dalam stuktur
birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama
banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang
tersedia, maka hal ini akan menyebabkan sumber daya menjadi tidak efektif
dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana suatu
kebijakan harus mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik
dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik.
Dua karakteristik, menurut Edward III, yang dapat mendongkrak
kinerja struktur birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik, yaitu dengan
melakukan: a) Standart Operating Prosedures (SOP); adalah suatu kegiatan
rutin yang memungkinkan para pegawai (atau pelaksana
kebijakan/administrator/birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya
setiap hari sesuai dengan standar yang ditetapkan atau standar minimum yang
dibutuhkan dan b) Fragmentasi; adalah upaya penyebaran tanggung jawab
kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit
kerja.16
C. Pendekatan Ilmiah (scientific appoach)
1. Konsep Pendekatan Ilmiah
Dalam sejarah pengembangan kurikulum di indonessia, Depdiknas sejak
tahun 1979 telah merintis pengembangan program ini dalam proyek supervisi
dan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Hasil-hasil proyek ini kemudian di
replikasi di sejumlah daerah dan dikembangkan melalui penataran tenaga
pendidik ke seluruh Indonessia. Upaya yang dimulai pada tingkat sekolah
dasar ini kemudian mendorong penerapan pendekatan belajar aktif di tingkat
sekolah menengah. Hasil-hasil upaya ini secara bertahap kemudian
diintegrasikan kedalam kurikulum 1984 17 Kurikulum 1994, dan kurikulum
berbasis kompetensi tahun 2004, yang dilanjutkan dengan standar isi yang
lebih dikenal dengan kurikulum.
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Dalam perancangan
kurikulum baru. Kemendikbud masih menggunakan latar belakang pemikiran
15
Agostiono, Implementasi Kebijakan Publik Model Van Meter dan Van Horn, Rajawali Press, Jakarta, 2010,
hlm 154.
16
Ibid., hlm 149-154
17
Dian Mayasari, S.Pd., M.Pd. Program Perencanaan Pembelajaran Matematika, CV BUDI UTAMA , Yogyakarta
2020. Hlm 63
14
yang menyatakan bahwa secara faktual tenaga pendidik belum melaksanakan
cara belajar peserta didik aktif. Kondisi ideal yang diharapkan masih lebih
sering menjadi slogan dari pada fakta dalam kelas. Produktifitas pembelajaran
untuk menghasilkan peserta didik yang terampil berfikir pada level yang tinggi
dalam kondisi madek alias kolep. Deskripsi ini merujuk pada hasil tes anak
bangsa kita yang dikompetensikan pada tingkat internasional dinyatakan tidak
berkembang sejak tujuh tahu lalu, memang ini kondisi yang sangat
memperhatinkan.
a. Pengertian Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah adalah konsep dasar yang mewadahi,
menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran tentang bagaimana
metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu. Oleh karen
itu banyak pandangan yang menyatakan bahwa pendekatan sama
artinya dengan metode, padahal berbeda. Dalam pendekatan dapat
dioperasionalkan sejumlah metode. Minsalnya dalam penerapan
pendekatan saintifik dapat dioperasionalkan metode observasi, metode
diskudi, metode caramah, serta metode lainnya.’
Artinya pendekatan itu lebih luas dubandingkan metode pembelajaran.
Pendekatan ilmiah berarti konsep dasar yang menginspirasi dan
melatar belakangi perumusan metode mengajar dengan menerapkan
karakteristik yang ilmiah. Pendekatan pembelajaran ilmiah (scientiffic
teaching) merupakan bagian dari pendekatan pedagogis dan
pelaksanaan pembelajaran dalam kelas yang melandasi penerapan
metode ilmiah.
Pengertian penerapan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran
tidak hanya fokus pada bagaimana mengembangkan kompetensi
peserta didik dalam melakukan observasi atau eksperimen, namun
bagaimana mengembangkan pengetahuan dana keterampilan berfikir
sehingga dapat mendukung aktifitas kreatif dan berinovasi atau
berkarya. Penerapan metode ilmiah membantu tenaga pendidik
mengidentifikasi perbedaan kemampuan peserta didik. Scientific
Teaching memiliki 3 prinsip utama dalam menggunakan pendekatan
ilmiah; yaitu:
1) Belajar peserta didik aktif, dalam hal ini termasuk inquiri-based
learning atau belajar berbasis penelitian. Coomperatif learning
atau belajar berkelompok, dan belajar berpusat pada peserta
didik. Assement berarti pengukuran kemajuan belajar peserta
didik yang dibandingkan dengan target pencapaian tujuan
belajar.
2) Keberagaman mengandung makna bahwa dalam pendekatan
ilmiah mengembangkan pendekatan keberagaman. Pendekatan
ini membawa konsekkuensi peserta didik unik, kelompok
peserta didik unik, termasuk dari keunikan dari kompetensi,
15
materi, instruktur, pendekatan dan metode mengajar, serta
konteks.
3) Metode ilmiah merupakan teknik merumuskan pertanyaan dan
menjawabnya melalui kegiatan observasi dan melaksanakan
percobaan. Dalam penerapan metode ilmiah terdapat aktivitas
yang dapat diobservasi seperti menanya, mengolah, menalar,
menyajikan, menyimpulakan, dan mencipta. 18
b. Hakikat Pendekatan Ilmiah
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik
artinya pembelajaran itu dilakukan secara ilmiah. Oleh karena
itu, pendekatan sintific (scientific) disebut juga dengan
pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran dapat dipadankan
dengan satu proses ilmiah. Karena itu kurikulum 2013
menagamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam
pembelajaran. Pembelajaran ilmiah diyakini sebagai titian emas
perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja
yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih
mengedepankan pelajaran induktif (inductive reasoning).
Penalaran dedukatif melihat fenomena umum untuk kemudian
menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif
memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian
menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran
induktif menempatkan bukti spesifik ke dalam relasi ide yang
lebih luas. Metode ilmiah pada umumnya menempatkan
fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk
kemudian merumuskan simpulan umum.
Dapat diketahui bahwa metode ilmiah merujuk pada
teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau
gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi atau
memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut
ilmiah, metode pencarian (method of inquiri) harus berbasis
pada bukti dari obyek yang diobservasi, empiris, dan terukur
dengan prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode
ilmiah pada umumnya menurut serangkaian aktivitas
pengumpulan data melalui observasi eksperimen, mengolah
informasi atau data, menganalisi, kemudian menformulasi, dan
menguji hipotesis.
Pada hakikatnya, sebuah proses pembelajaran yang
dilakukan dikelas bisa dipadankan sebagai sebuah proses
ilmiah. Oleh sebabitu, dalam kurikulum 2013 diamanatkan
tentang apa yang sebenarnya esensi dari pendekatan saintifik
16
pada kegiatan pembelajaran.Ada sebuah keyakinan bahwa
pendekatan ilmiah merupakan sebentuk titian emas
perkembangan dan perkembangan sikap (ranah efektif),
keterampilan (ranah psikomotorik), dan pengetahuan (ranah
koognitif) peserta didik. Melalui pendekatan ini diharapkan
peserta didik dapat menjawab rasa ingin tahunya melalui prose
yang sistematis sebagaimana langkah-langkah ilmiah.
Dalam rangkaian proses pembelajaran secara ilmiah
inilah peserta didika akan menemukan makna pembelajran
yang dapat membantu peserta didik untuk mengoptimalkan
koognisi, afektif dan psikomotor. Para saintis juga berproses
sebagaimana operasionalisasi pendekatan ini, yaitu dengan
mengoptimalkan penalaran induktif dan dedukatif untuk
mencari tahu tentang satu hal. Jika praktik ini diterapkan di
sekolah, maka akan membentuk pembiasaan ilmiah yang
berkelanjutan.
17
pelajaran serta sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan
model pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang
keberhasilan belajar siswa, bahan pelajarabn serta sumber-sumber
belajara yang ada agar penggunaan model pembelajaran dapat
diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa.
Dalam pendekatan saintifik paling tidak ada tiga model pembelajaran
yang dapat diterapkan yaitu: (1) model pembelajaran berbasis proyek
(2) model pembelajaran berbasis masalah (3) model pembelajaran
berbasis inkuiri. 19
D. Pembelajaran
1. Defenisi Pembelajaran
Pembelajaran atau dalam bahasa inggris biasa diucapkan learning merupakan
kata yang berasal dari to learn atau belajar, kata pembelajaran merupakan
perpaduan dari dua aktivitas belajar dan mengajar. Aktivitas belajar secara
metodologis lebih cendrung lebih dominan dari pada peserta didik, sedangkan
belajar secara instruksional dilakukan oleh guru. Jadi istilah pembelajaran
adalah ringkasan dari kata belajar dan mengajar. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah penyederhanaan dari kata \belajar dan mengajar, belajar
atau keinginan belajara. Secara psikologis pengertian pembelajaran ialah suatu
proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan
perilaku secara menyeluruh, sebagai hasil dari interaksi individu itu dengan
lingkungannya. Suyono & Harianto (2014: 183) mengatakan bahwa
pembelajaran identik dengan pengajaran, suatu kegiatan dimana guru
mengajar atau membimbing anak-anak menuju pendewasaan diri. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa pembelajaran erat kaitannya dengan
pengajaran. Pengajaran sebagai bagian yang terintegrasi dalam pembelajaran
dan tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Dimana ada
pembelajaran maka disitu pula terjadi proses pengajaran.
Dari pemahaman tersebut dapat diketahui bahwa pembelajaran pada
dasarnya adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu dengan bantuan
guru untuk memperoleh perubahan-perubahan perilaku menuju pendewasaan
diri secara menyeluruh sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya.
Secara mendasar Kriteria dari pembelajaran meliputi:
a. Pembelajaran Merupakan Proses Perubahan
Pembelajaran merupakan proses perubahan yang dilakukan secara sadar
dan disengaja yang dimaksud menunjuk pada adanya suatu kegiatan yang
sistematis dalam rangka menciptakan suatu perubahan dalam diri individu
menuju ke hal yang lebih baik. Selama proses pembelajaran terjadi maka
peserta didik akan terlibat dalam berbagai hal yang terkait dengan
pembelajara, dan semua perubahan yang terjadi bukan berarti sebagai
19
Ibid hkm 63-71
18
suatu pembelajaran, perubahan dalam pembelajaran dimaksudkan kepada
suatu perubahan yang lebih baik. Jadi semisal ada perubahan anak yang
kakinya patah karena terjatuh dari pohon itu bukan dikatakan sebagai
proses pembelajaran. Pembelajaran lebih diarahkan kepada perubahan
yang lebih baik dari sebelumnya, semisal anak yang belajar membaca,
perubahan yang lebih baik dari anak \tersebut yaitu bisa mengenal huruf,
mengeja dan membaca dengan baik.
b. Peubahan Hasil Pembelajaran Mencakup Semua Aspek Kehidupan
Perubahan tersebut mencakup semua aspek sebagai akibat dari
pembelajaran. Aspek yang dimaksud mencakup segala hal yang dimiliki
oleh seseorang, baik kemampuan, keebiasaan, keahlian yang dimilki,.
Semisal seorang siswa yang telah melaksanakan pembelajaran bimbingan
dan konseling, maka pemahaman peserta didik tentang bimbingan dan
konseling juga akan berubah dalam bimbingan dan konseling, dimana
siswa tersebut menunjukkan pribadi seorang konselor.
c. Pembelajaran Terjadi Karena Adanya Tujuan
Pembelajaran terlaksan karena adanya suatu kebutuhan pada diri individu
dan kebutuhan tersebut harapannya terpenuhi. Pembelajaran tidak akan
terlaksana dengan baik apabila pembelajaran tersebut tidak memiliki
tujuan yang jelas dan terarah. Semisal mahasiswa mengikuti pembelajaran
terkait metode penelitian, maka tujuan yang diharapkan dari pembelajaran
tersebut adalah mahsiswa menjadi lebih tahu terkait metode penelitian dan
mahasiswa dapat membuat sesuatu penelitian yang baik dan benar sesuai
dengan kaidah penelitian.
2. Unsur-unsur Belajar
Belajar merupakan sutu kegiatan yang terencana dan terstruktur, jadi tentunya
belajar memiliki beberapa unsur sebagai dasar belajar. Berbagai teori belajar
mempunyai pandangan tersendiri mengenai unsur-unsur dalam belajar.
Cronbach sebagai salah satu penganut aliran behaviorisme (1954) dalam
Sukmadinata (2004: 157) dengan sedikit perubahan ada tujuh unsur utama
dalam belajar, yang meliputi:
1. Tujuan. Belajar tercipta dan terlaksana karena ada suatu tujuan yang ingin
dicapai dari hasil proses belajar yang terlaksana. Tanpa suatu tujuan maka
belajarpun tidak dapat terukur dan tidak mengetahui apa yang diharapkan
dari belajar tersebut. Tujuan tercipta karena adanya kebutuhan dalam diri
masing-masing peerta didik selaku pembelajaran.
2. Kesiapan. Belajar dapat terlaksana dengan efektif bila peserta didik
memang memilki kesiapan dalam belajar sehingga proses belajar berjalan
dengan efektif. Kesiapan dalam belajar mencakup kesiapan fisik dan
kesiapan psikis.
3. Situasi. Situasi dalam belajar dimaksudkan mencakup tempat, lingkungan,
alat, dan bahan belajar, guru, kepsek, pegawai administrasi dan segenap
peserta didik selaku pelajar.
19
4. Interpretasi. Peserta didik melakukan interpretasi (melihat hubungan antar
situasi belajar, melihat makna dari hubungan tersebut, dan
menghubungkan dengan kemungkinan pencapaian tujuan).
5. Respon. Dari hasil interpretasi yang dilakukan maka peserta didik dapat
menentukan respon yang sesuai dengan apa yang dialaminya dalam
kegiatan pembelajaran.
6. Konsekuensi. Pendekatan behavior memandang bahwa konsekuensi
tercipta karena adanya stimulus dan respon. Konsekuensi ini dalam bentuk
hasil dan hasil dapat memiliki makna yang positif dan makna negatif
tergantung dari respon yang dimunculkan oleh peserta didik selaku
pembelajar.
7. Reaksi terhadap kegagalan. Kegagalan yang muncul bagi seorang
mempunyai dua makna yang berlainan, ketika seorang tersebut memang
memiliki keyakinan yang kuat maka kegagalan akan digunakan sebagai
pendorong untuk bisa lebih baik lagi, berbeda dengan seseorang yang
memang memiliki keyakinan yang rendah, bial menjumpai kegagalan
maka akan memicu motivasi yang semakin menurun dan minat belajar
tentunya juga semakin menurun. 20
E. Guru
1. Pengertian Guru
Guru atau disebut juga sebgai pendidik adalah orang dewasa yang
bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan anak didik dalam perkembangan
jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasannya, mampu melaksanakan tugasnya
sebagai mahkluk allah, khalifak dipermukaan bumi, sebagai mahkluk sosial dan
sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri. Istilah lain yang lazim dipergunakan
20
M. Andi Setiawan, M.Pd, Belajar Dan Pembelajaran, (Uwais Inspirasi Indonessia) hlm 1-9
21
Ibid, hlm 10-13
20
untuk pendidik ialah guru. Kedua istilah tersebut bersesuaian dengan artinya, bedanya
istilah guru seringkali dipakai di lingkungan formal, informal maupun non formal.
Dilingkungan non formal, orang tua menjadi pendidik pertama bagi anak didukung
oleh keluarga yang tinggal bersama didalam rumah sedangkan dilingkungan
formaltanggung jawab mendidik itu dilanjutkan oleh guru.
a. Wajib menemukan pembawaan pada anak didik tugas orang dewasa dengan cara
memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar anak didik
memilihnya dengan tepat.
21
peserta didik serta berakhlak mulia. Keteladanan guru adalah menampilkan
tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan bagi peserta didik yang menunjukkan
keterbukaan dalam berfikir dan bertindak. Keteladanan guru yang harus tampak
dalam akhlak mulia, bertindak sesuai dengan norma, religius, (jujur, ikhlas, suka
menolong) dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. 22
22
Yohana Alfiani Lundo Buan, Guru Dan Pendidikan karakter, (CV. Adanu Abimata: 2020) hlm 1-10
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
deskriptif dapat berkenaan dengan kasus-kasus sesuatu populasi yang cukup luas. 23
B. Lokasi Penelitian
Lembang Jaya, di Jorong Simpang Ampek, Nagari Koto Laweh. Alasan saya melakukan
penelitian di lokasi tersebut dikarenakan saya menemukan permasalahan yang perlu diteliti
C. Informan Penelitian
Informan merupakan orang yang menjadi sumber data dalam penelitian kuantitatif
1. Informan kunci
23
Sudaryono, Metode Penelitian Pendidikan, ( Jakarta : Kencana, 2016), h. 12
24
Nur Sayidah, Metodologi Peenelitian Disertai Dengan Contoh Peenerapannya Dalam Penelitian,
(Taman Sidoarjo : Zifatama Jawara, 2018) h. 143
23
Informan kunci merupakan orang yang mengetahui dan memiliki berbagai
informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. 25 Maka yang menjadi informan
2. Informan Utama
Informan utama adalah mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi
sosial yang diteliti. Dalam penelitian ini orang yang dijadikan informan utama
Untuk pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka saya
1. Observasi
kompleks, tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dan yang terpenting
2. Wawancara
a. Wawancara terencana-terstruktur
25
Sandi Hesti Sondak dkk, Faktor-faktor Loyalitas Pegawai di Dinas Pendidikan Daerah Provinsi
Sulawesi Utara, Jurnal EMBA, Vol. 7 No. 1 Thn 2017 h. 674
26
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, ( Bandung : ALFABETA, CV,
2013), h. 145-146
24
Bentuk wawancara dimana peneliti menyusun secara terprinci dan
c. Wawancara bebas
Wawancara bebas berlangsung secara alami, tidak diikat atau diatur suatu
teknik analisis data, dimana dalam teknik tersebut terdapat reduksi data, Display data dan
1. Reduksi Data
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta membuang
27
Muri Yusuf, Metode PenelitiaN Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan, (Jakarta :
PRENADAMEDIA GROUP, 2019), h. 372 & 377
25
yang tidak perlu. Tujuan dari reduksi data adalah untuk menyederhanakan data yang
2. Display data
Display data dilakukan untuk dapat melihat gambaran keseluruhan atau bagian-
3. Verifikasi data
Untuk melihat keabsahan data kualitatif dapat dilakukan dengan teknik triangulasi
data. Triangulasi data yaitu pengecekan data dari berbagai sumber dengan cara dan
1. Triangulasi sumber
2. Triangulasi teknik
28
Sandu Siyoto dan Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Literasi Media Publishing,
2015), h. 122-124
26
Triangulasi teknik untuk menguji kreadibiltas data yang dilakukan dengan
cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
3. Triangulasi waktu
wawancara, observasi dalam waktu atau situasi yang berbeda. Jika hasil uji data
datanya. 29
29
Umar Sidiq, Moh. Miftachul Choiri, Metode Penelitian Kualitatif di Bidang Pendidikan, (Ponorogo :
CV. Nata Karya, 2019) h. 94-95
27
DAFTAR PUSTAKA
Agostiono, Implementasi Kebijakan Publik Model Van Meter dan Van Horn, Rajawali Press,
Jakarta, 2010, hlm 154.
Edward III, Georgr C (edited), Publik Policy Implementing. Jai Press inc, London-England.
Googin, Malcom L et al. 1990, hlm 149-154
Muri Yusuf, Metode PenelitiaN Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan, (Jakarta :
PRENADAMEDIA GROUP, 2019), h. 372 & 377
Raharjo Adisasmita, 2011. Pengelolaan pendapatan dan Anggaran Daerah. Graha Ilmu:
Yogyakarta
Sandi Hesti Sondak dkk, Faktor-faktor Loyalitas Pegawai di Dinas Pendidikan Daerah
Provinsi Sulawesi Utara, Jurnal EMBA, Vol. 7 No. 1 Thn 2017 h. 674
Sandu Siyoto dan Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Literasi Media
Publishing, 2015), h. 122-124
Umar Sidiq, Moh. Miftachul Choiri, Metode Penelitian Kualitatif di Bidang Pendidikan,
(Ponorogo : CV. Nata Karya, 2019) h. 94-95
Yohana Alfiani Lundo Buan, Guru Dan Pendidikan karakter, (CV. Adanu Abimata: 2020)
hlm 1-10
28
29