Anda di halaman 1dari 2

larangan pemakaian pasir silica untuk kegiatan sandblasting, dengan merujuk kepada peraturan

perundang-undangan berikut :

1. Undang-Undang RI No.32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup; pada Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 69;
2. Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1999 dan Penjelasan PP No.41 th 1999, tentang
Pengendalian Pencemaran Udara;
3. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 8 Tahun 2003, tentang Pengendalian Pencemaran
dan Perusakan Lingkungan Hidup;
4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No.13 Tahun 1995, tentang Baku Mutu
Emisi Sumber Tidak Bergerak.

debu dari pasir silica sangat berbahaya bagi kesehatan karena memiliki kandungan silica wt 90%
lebih dan memiliki kekuatan tekan 5 mohs scale serta berat jenisnya 2 dibawah standart material
sandblasting seperti garnet, copper slag dan lainnya. Penggunaan Pasir silica berdasarkan hasil
penelitian oleh Tim dari Perguruan Tinggi pada tahun 2000 dapat mengakibatkan penyakit
kanker silikosis yang sangat berbahaya bagi saluran alat pernafasan karena dapat merusak paru-
paru. Debu yang ditimbulkan akibat kegiatan sandblasting juga telah berpengaruh sangat buruk
terhadap kehidupan masyarakat disekitar lokasi kegiatan, sehingga mengakibatkan terganggunya
aktifitas masyarakat sehari-hari. Sementara itu Limbah B3 hasil dari kegiatan sandblasting yang
menggunakan pasir silica apabila tidak dilakukan pengelolaan dan langsung dibuang ke media
lingkungan sehingga sangat berbahaya bagi lingkungan sekitar.

Oli bekas adalah limbah yang mengandung logam berat dari bensin atau mesin bermotor. Apabila
logam berat tersebut masuk kedalam tubuh kita dan terakumulasi, maka akan mengakibatkan
kerusakan ginjal, syaraf, dan penyakit kanker.
            Berdasarkan kriteria, oli bekas termasuk kategori limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
Limbah B3 adalah limbah yang sangat berbahaya, karena bersifat korosif, mudah terbakar, mudah
meledak, reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, iritan, mutagenic, dan radioaktif.
            Walaupun peraturan pemerintah tentang pengelolaan limbah B3 sudah ada, akan tetapi
peraturan tersebut hanya diterapkan di sektor industri dan pabrik, padahal pencemaran limbah B3
tidak hanya di pabrik saja, akan tetapi dapat kita temui di limbah-limbah rumah tangga, Dan biasanya
limbah-limbah rumah tangga tersebut tidak dikelola dengan baik dan dibuang di lingkungan sekitar
kita. Dari situlah limbah B3 menyebar luas, karena limbah B3 dapat menyebar melalui tanah,
air ,udara, serta Rantai makanan. Dan Limbah tersebut dapat masuk ketubuh kita melalui kulit,
pernafasan, pencernaan, dan saluran tubuh lainnya.

PP no 18 th 1999

Pasal 28 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kemasan adalah tempat/wadah untuk menyimpan.
mengangkut dan mengumpulkan limbah B3. Simbol adalah gambar yang menyatakan karakteristik
limbah B3. Label adalah tulisan yang menunjukkan antara lain karakteristik, jenis limbah B3.

Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan tempat penyimpanan yang sesuai
persyaratan adalah suatu tempat tersendiri yang dirancang sesuai dengan karakteristik limbah B3
yang disimpan. Misalnya limbah B3 yang reaktif (reduktor kuat) tidak dapat dicampur dengan asam
mineral pengoksidasi karena dapat menimbulkan panas. gas beracun dan api. Tempat penyimpanan
sementara harus dapat menampung jumlah limbah B3 yang akan disimpan untuk sementara.
Misalnya suatu kegiatan industri yang menghasilkan limbah B3. harus menyimpan limbah B3 di
tempat penyimpanan sementara yang mempunyai kapasitas sesuai dengan kapasitas limbah B3 yang
akan disimpan dan memenuhi persyaratan teknis. persyaratan kesehatan. dan perlindungan
lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai