Anda di halaman 1dari 48

PANDUAN PELAYANAN KELUARGA BERENCANA RUMAH SAKIT

(PKBRS) RSUD KOTA MATARAM

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan KB merupakan salah satu intervensi penurunan Angka
Kematian Ibu melalui pencegahan kehamilan berisiko (kehamilan dengan 4
terlalu) dan kehamilan yang tidak diinginkan. Dasar kebijakan pelayanan KB di
Indonesia adalah UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang tercantum
dalam pasal 78, dimana tujuan pelayanan kesehatan dalam keluarga
berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia
subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas dan
Pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas
pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan keluarga berencana
yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat. Intervensi dilakukan
melalui pemenuhan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan, alat dan obat
perbekalan kesehatan, infrastruktur dan sarana pelayanan, regulasi
manajemen dan informasi kesehatan, pemberdayaan dan kemitraan serta
penelitian dan pengembangan.
Dasar kebijakan dalam pelayanan KB di Indonesia adalah UU RI No.
36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 78, dimana tujuan pelayanan
kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan
kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang
sehat dan cerdas dan Pemerintah bertanggung jawab serta menjamin
ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam memberikan
pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat. Undang-Undang RI No.52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga pasal 20 disebutkan bahwa
untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas,
pemerintah menetapkan kebijakan keluarga berencana melalui
penyelenggaraan program keluarga berencana.
Pada tahap persalinan dan nifas, diupayakan agar setiap
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan. Setelah melahirkan, diupayakan agar setiap ibu mendapat
pelayanan nifas, termasuk KB pasca persalinan. Apabila terjadi
komplikasi pada masa kehamilan, persalinan, dan nifas, maka perlu
dirujuk dan mendapatkan penanganan tepat waktu di fasyankes dasar
(Puskesmas PONED) maupun fasyankes lanjutan (RS PONEK).
Program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) Nasional di
Indonesia, menganut sistem “cafetaria” dengan menawarkan berbagai jenis
kontrasepsi yang relatif aman dan efektif, dimana salah satunya adalah AKDR.
Sesuai dengan HTA (Health Technology Assesment) Indonesia yang telah
dikeluarkan oleh Kemenkes tentang KB pada periode menyusui, salah satu upaya
dalam meningkatkan penggunaan kontraseps jangka panjang adalah ditujukan
pada ibu pasca bersalin dengan menggunakan AKDR pasca persalinan dalam
mengatur jarak kehamilan tanpa mempengaruhi produksi air susu ibu (ASI).
RSUD Kota Mataram merupakan salah satu rumah sakit
PONEK yang berada di Kota Mataram, dimana menerima rujukan dari
FKTP dan FKTRL untuk kasus kasus kegawatan obstetri dan
ginekologi, di rumah sakit ini juga melayani KB yang di kelola oleh Tim
PKBRS yang secara kontinyu dan sinergis menjalankan aktivitas
pelayanan di bidangnya.

B. Tujuan
a. Umum :
Meningkatkan kemampuan pengelola pelayanan keluarga berencana
rumah sakit dalam sebagai upaya mendukung percepatan
penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi.
b. Khusus
1. Meningkatkan kemampuan pengelola program PKBRS dalam
pengorganisasian pelayanan KB.
2. Meningkatkan kemampuan pengelola program PKBRS dalam
perencanaan pelayanan KB.
3. Meningkatkan kemampuan pengelola program PKBRS dalam
pelaksanaan pelayanan KB.
4. Meningkatkan kemampuan pengelola program PKBRS dalam
pemantauan dan evaluasi pelayanan KB.

C. Manfaat dan Sasaran


Panduan Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit menjadi
acuan untuk meningkatkan kemampuan manajemen bagi Tim
Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit RSUD Kota Mataram.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penyusunan Panduan Pelayanan KB meliputi:
Pengorganisasian, Perencanaan dan Advokasi, Pelaksanaan,
Pemantauan dan Evaluasi Pelayanan KB
BAB II
DEFINISI

A. Contraceptive Prevalence Rate (CPR) 


Persentase cakupan peserta KB aktif  dibandingkan dengan jumlah PUS di
suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 
B. Efek Samping Kontrasepsi
Efek yang tidak diinginkan yang dapat terjadi akibat penggunaan alat
kontrasepsi 
C. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Suatu tempat yang digunakan untuk  menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau masyarakat. 
D. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL)
Fasilitas Kesehatan pelayanan komprehensif spesialistik atau sub spesialistik. 
E. Informed consent  
Persetujuan tidak dan atau tertulis tentang tindakan medis yang
diberikan kepada klien atau keluarganya atas dasar informasi dan
penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
klien tersebut. 
F. KB Pasca Persalinan
Penggunaan suatu metode kontrasepsi sesudah melahirkan sampai 6
minggub / 42 hari melahirkan. 
G. Kegagalan KB
Kasus terjadinya kehamilan pada akseptor KB aktif, yang pada  saat
tersebut menggunakan metode kontrasepsi. 
H. Komplikasi Kontrasepsi
Gangguan kesehatan ringan sampai berat bagi klien  yang terjadi akibat
penggunaan metode kontrasepsi. 
I. Pasangan Usia Subur (PUS)
Pasangan yang istrinya berumur antara
15-49 tahun. 
J. Peserta KB Aktif
(Current User): Akseptor yang pada saat ini sedang memakai alat dan
obat kontrasepsi (alokon) untuk menjarangkan kehamilan atau yang
mengakhiri kesuburan, dan masih terlindungi oleh kontrasepsi.
K. Peserta KB Baru
Peserta yang baru pertama kali menggunakan metode  kontrasepsi
termasuk mereka yang pasca keguguran dan sesudah melahirkan

L. Perkiraan Permintaan Masyarakat (PPM)


Jumlah perkiraan alokon yang dibutuhkan masyarakat yang harus dicapai
dalam periode waktu tertentu 
M. Unsafe abortion 
Prosedur penghentian kehamilan oleh tenaga kurang terampil  (tenaga
medis/non medis), alat tidak memadai, lingkungan tidak memenuhi syarat
kesehatan (WHO, 1998). 
N. Total Fertility R ate/TF R  
(Angka Kelahiran Total): Rata-rata banyaknya anak yang dilahirkan hidup
oleh seorang wanita selama masa reproduksinya. 
O. Unmet Need  
Pasangan usia subur yang tidak ingin punya anak lagi atau yang  ingin
menjarangkan kelahiran, tetapi tidak menggunakan kontrasepsi. 
 
BAB III
INTEGRASI PELAYANAN KB

A. Sistem Kesehatan Nasional


Kebijakan pelayanan KB merupakan upaya pengaturan
kehamilan bagi pasangan usia subur dalam rangka membentuk
generasi penerus yang sehat dan cerdas, upaya pencegahan
kehamilan yang tak diinginkan dalam rangka menurunkan kematian
Ibu, pelayanan KB sebagai salah satu upaya kesehatan
masyarakat esensial
dan pelayanan KB diberikan melalui pelayanan kontrasepsi yang
berkualitas dalam rangka memenuhi hak reproduksi klien.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
diselenggarakan secara terpadu dan saling mendukung guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Pengelolaan kesehatan diselenggarakan secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang
setinggi- tingginya. SKN menjadi acuan dalam penyusunan dan
pelaksanaan pembangunan kesehatan yang dimulai dari kegiatan
perencanaan sampai dengan kegiatan monitoring dan evaluasi. SKN
dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
masyarakat secara berkelanjutan, sistematis, terarah, terpadu,
menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan dengan menjaga
kemajuan, kesatuan, dan ketahanan nasional. Melalui pendekatan
SKN, terdapat 7 komponen SKN yaitu:
1. Upaya Kesehatan
Upaya kesehatan diselenggarakan oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah provinsi/ kabupaten/kota, dan/atau
masyarakat/swasta melalui upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pengobatan, dan pemulihan kesehatan.
Pelaksanaan SKN ditekankan pada peningkatan perilaku dan
kemandirian masyarakat, profesionalisme sumber daya manusia
kesehatan, serta upaya promotif dan preventif tanpa
mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
2. Sumber Daya Manusia
Fokus penting pada pengembangan dan pemberdayaan sumber
daya manusia kesehatan guna menjamin ketersediaan,
pendistribusian, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
kesehatan melalui perencanaan, pengadaan, pendayagunaan,
pembinaan, dan pengawasan. Profesionalisme sumber daya
manusia kesehatan merupakan tuntutan bagi seluruh tenaga
kesehatan yang mengabdikan dirinya dalam pelayanan dan
manajemen kesehatan di fasilitas kesehatan (meliputi fasilitas
pelayanan kesehatan dan institusi pendidikan kesehatan), termasuk
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi kader kesehatan.
3. Obat dan Alat Kesehatan
Menjamin aspek keamanan, ketersediaan, pemerataan,
keterjangkauan serta mutu obat dan alat kesehatan di semua
fasilitas pelayanan kesehatan primer dan rujukan; melindungi
masyarakat dari penggunaan obat yang salah dan penyalahgunaan
obat; meningkatkan penggunaan obat yang rasional; serta upaya
kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber
daya dalam negeri.
4. Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan meliputi public dan private good memegang
peran yang amat penting untuk penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dalam mencapai tujuan pembangunan nasional.
Pembiayaan kesehatan meliputi komponen pembiayaan untuk
pelayanan kesehatan, ketersediaan tenaga, transportasi, logistik
dan upaya manajemen lainnya. Dengan sistem pembiayaan ini,
diharapkan akan mencapai universal health coverage tahun 2019
sesuai dengan amanat UU Republik Indonesia Nomor 40/2004
tentang SJSN dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
24/2011 tentang BPJS.
5. Sistem/ Informasi/ Regulasi/ Manajemen
Sistem Informasi Kesehatan adalah seperangkat tatanan yang
meliputi data, informasi, indikator, prosedur, perangkat, teknologi,
dan sumber daya manusia yang saling berkaitan dan dikelola
secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau keputusan yang
berguna dalam mendukung pembangunan kesehatan. Informasi
Kesehatan adalah Data Kesehatan yang telah diolah atau diproses
menjadi bentuk yang mengandung nilai dan makna yang berguna
untuk meningkatkan pengetahuan dalam mendukung
pembangunan kesehatan. Peranan manajemen kesehatan
adalah koordinasi, integrasi, regulasi, sinkronisasi, dan harmonisasi
berbagai sub-sistem SKN agar efektif, efisien, dan transparan
dalam penyelenggaraan SKN yang meliputi tersedianya Norma,
Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK); bimbingan dan
pengawasan; pemantauan dan evaluasi; umpan balik (feed back)
dan reward bagi yang berprestasi.
6. Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dan upaya kesehatan pada hakekatnya
merupakan fokus dari pembangunan kesehatan. SKN akan
berfungsi optimal apabila ditunjang oleh dukungan pemberdayaan
masyarakat sebagai bagian dari pelaku pembangunan kesehatan
yang terdiri dari kelompok sasaran primer, sekunder, dan tersier.
7. Penelitian dan pengembangan kesehatan
Pengelolaan penelitian dan pengembangan kesehatan terdiri atas:
penelitian dan pengembangan biomedis dan teknologi dasar
kesehatan, teknologi terapan kesehatan dan epidemiologi klinik,
teknologi intervensi kesehatan masyarakat, humaniora,

kebijakan kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai


contoh hal yang dapat dilakukan pengkajian adalah terkait
perilaku, mutu, akses dan pembiayaan kesehatan.
Pelayanan KB dalam SKN sejalan dengan komponen  – 
komponen yang ada dalam Sistem Kesehatan Nasional, khususnya
dalam sub sistem upaya kesehatan yang memprioritaskan pada upaya
promotif dan preventif.

B. Pelayanan Keluarga Berencana


Pelayanan KB merupakan salah satu strategi untuk
mendukung percepatan penurunan Angka Kematian Ibu melalui:
1. Mengatur waktu, jarak dan jumlah kehamilan

 
2. Mencegah atau memperkecil kemungkinan seorang perempuan
hamil mengalami komplikasi yang membahayakan jiwa atau janin
selama kehamilan, persalinan dan nifas.
3. Mencegah atau memperkecil terjadinya kematian pada seorang
perempuan yang mengalami komplikasi selama kehamilan,
persalinan dan nifas.
Peranan KB sangat diperlukan untuk mencegah
kehamilan yang tidak diinginkan, unsafe abortion dan komplikasi
yang pada akhirnya dapat mencegah kematian ibu. Selain itu,
Keluarga Berencana merupakan hal yang sangat strategis untuk
mencegah kehamilan “Empat Terlalu” (terlalu muda, terlalu tua, terlalu
sering dan terlalu banyak).
Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75
tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, upaya yang
diselengggarakan di Puskesmas terdiri dari upaya kesehatan
masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat
pengembangan. Pelayanan Keluarga Berencana merupakan salah
satu dari 5 Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial yaitu pelayanan
promosi kesehatan; pelayanan kesehatan lingkungan; pelayanan
kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;pelayanan gizi; dan
pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. Begitu pula untuk
di Rumah Sakit, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56
Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit, pelayanan
KB merupakan pelayanan medik umum yang harus ada di RS. Dapat
disimpulkan, pelayanan KB merupakan:
1. Upaya kesehatan masyarakat esensial Puskesmas dan pelayanan
medik umum di Rumah Sakit
2. Upaya pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk
membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas
3. Upaya pencegahan
kehamilan yang tidak
diinginkan 4. Memenuhi hak
reproduksi klien.
Pelayanan keberlanjutan (Continuum of Care)  dalam
pelayanan KB, meliputi pendidikan kesehatan reproduksi pada
remaja, konseling WUS/ calon pengantin, konseling KB pada ibu
hamil/ promosi KB pasca persalinan, pelayanan KB pasca persalinan,
dan pelayanan KB interval. Sesuai dengan Rencana Aksi Nasional
Pelayanan KB 2014-2015, salah satu strateginya adalah peningkatan
ketersediaan, keterjangkauan, dan kualitas pelayanan KB melalui
pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dan konseling
secara sistematis dengan salah satu program utama adalah
memastikan seluruh penduduk mampu menjangkau dan mendapatkan
pelayanan KB.
Komunikasi, Informasi dan Edukasi adalah proses yang
sangat penting dalam pelayanan KB. Pengertian komunikas
adalah penyampaian pesan secara tidak langsung
melalui saluran komunikasi kepada penerima pesan untuk
mendapatkan suatu efek. Dalam bidang kesehatan kita mengenal
komunikasi kesehatan yaitu usaha sistematis untuk mempengaruhi
perilaku positif masyarakat, dengan menggunakan prinsip dan metode
komunikasi baik menggunakan komunikasi individu maupun
komunikasi massa. Sementara informasi adalah keterangan, gagasan
maupun kenyataan yang perlu diketahui masyarakat (pesan yang
disampaikan) dan edukasi adalah proses perubahan perilaku ke arah
yang positif.

 
Proses yang diberikan dalam KIE, salah satunya adalah
konseling. Melalui

konseling pemberian pelayanan membantu klien memilih cara KB


yang cocok dan membantunya untuk terus menggunakan cara
tersebut dengan benar. Konseling adalah proses pertukaran
informasi dan interaksi positif antara klien-petugas untuk membantu
klien mengenali kebutuhannya, memilih solusi terbaik dan membuat
keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang
dihadapi. Pelayanan konseling KB memegang peranan yang
sangat penting, oleh karena itu untuk meningkatkan keberhasilan
konseling KB dapat digunakan media KIE dengan menggunakan
lembar balik Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) - KB.
Konseling KB dapat dilaksanakan bagi wanita dan pasangan usia
subur, ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas. Berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
Nasional dan Permenkes Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional dinyatakan bahwa
Pelayanan KB merupakan salah satu manfaat
promotif dan preventif. Selama masa transisi menuju
universal health coverage pada tahun 2019, maka pelayanan KB bagi
penduduk yang belum terdaftar sebagai peserta program JKN,
dapat dibiayai dengan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Pelayanan KB yang dijamin meliputi konseling, kontrasepsi dasar,
vasektomi, tubektomi termasuk komplikasi KB bekerjasama dengan
lembaga yang membidangi keluarga berencana.

B
A
B

I
V
METODE KB PASCA PERSALINAN

Penyampaian informasi yang jelas dan benar mengenai


metode KB yang akan digunakan oleh akseptor dapat membantu klien
dalam mengenal dan memahami akan kebutuhannya, untuk memilih
solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi
yang sedang dihadapi sehingga diperlukan pengarahan atau konseling
yang dilakukan oleh petugas dan itu akan membantu klien dalam
menggunakan kontrasepsi serta meningkatkan keberhasilan KB.
Jenis – jenis metode KB yang terkini pasca persalinan yang
perlu diketahui adalah:
A. M
et
od
e
Ba
rri
er
(K
on
do
m)
C
ar
a
ke
rja
1. Menghalangi sperma masuk ke uterus
2. Mencegah penularan infeksi mikro organisme
Keuntungan
1. Tidak mengganggu ASI
2. Tidak ada efek samping terhadap kesehatan
3. Metode kontrasepsi sementara bila kontrasepsi
lainnya harus ditunda 4. Mencegah infeksi
menular seksual
Keterbatasan
1. Efektivitas tidak tinggi : 15 kehamilan per 100 ibu (15%)
2. Cara pemasangan yang tidak benar mempengaruhi
keberhasilan kontrasepsi 3. Agak menganggu hubungan
seksual
Cara pakai
1. Dipasang saat penis ereksi
2. Dilepas sebelum penis melembek
3. Cari ukuran yang
sesuai dengan ukuran
penis 4. Hanya bisa
digunakan sekali saja

B. Meto
de
Ame
norel
akta
si
(MA
L)
Cara
kerja
Menekan ovulasi
Waktu Penggunaan Efektif hingga 6 bulan pasca persalinan,
harus benar-benar eksklusif Efektivitas 2 kehamilan per 100 ibu
(2%)
Keuntungan
1. Segera efektif
2. Tid
ak
meng
gang
gu
sengg
ama
3.
Tidak
ada
efek
sampi
ng
4. Tanpa biaya
5. Bayi lebih sehat karena mendapat kekebalan pasif dan sumber
gizi terbaik dari ASI serta terhindar dari paparan kontaminasi dari
botol, air, dan susu formula.
6. Baik bagi ibu karena mengurangi perdarahan pasca
persalinan, mengurangi risiko anemia, meningkatkan hubungan
psikologis ibu dan bayi

Keterbatasan
1. Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera
menyusui dalam 30 menit pasca persalinan
2. Mungkin sulit
dilaksanakan karena
kondisi sosial 3. Tidak
melindungi dari infeksi
menular seksual
4. Efektivitas tinggi bila dilakukan dengan baik dan benar (ASI
eksklusif) dan hanya selama 6 bulan
Kontraindikasi
1. Sudah
mendapatkan haid
setelah bersalin 2.
Tidak ASI eksklusif
3. Bayi tidak menyusui lebih lama dari 4 jam
Informasi untuk klien agar metode ini berhasil (konsensus Bellagio
1988)
1. Ibu
harus
menyusui
secara
penuh 2.
Bayi
menghisa
p secara
langsung
3. Menyusui dimulai dari 30 menit – 1
jam bayi setelah lahir 4. Kolostrum
diberikan kepada bayi
5. Pola menyusui on demand
6. Hindari jarak menyusui lebih dari 4 jam, termasuk malam hari
7. Perdarahan sebelum hari ke 56 pasca persalinan belum dianggap
sebagai haid
MAL harus Memenuhi 3 persyaratan
1.
Belum
haid
setelah
melahir
kan. 2.
ASI
Ekslusi
ve ( asi
saja )
3. Bayi berusia kurang dari 6 bulan.

C. Metode Pil 
a.
P
i
l

P
r
o
g
e
s
t
i
n

(
m
i
n
i

p
i
l
)
C
a
r
a

k
e
r
j
a
:
1. Mencegah ovulasi
2. Mempengaruhi transformasi endometrium sehingga implantasi sulit
3. Mengentalkan lendir serviks sehingga
menghambat penetrasi sperma 4. Mengubah
motilitas tuba sehingga transportasi sperma
terganggu
5. Efektivitas: secara umum 10 kehamilan per 100 ibu (10%) ,
untuk ibu menyusui 1 kehamilan per 100 ibu (1%)
Waktu Penggunaan:
1. Dapat segera diberikan 3 hari untuk daerah sulit
setelah persalinan maupun pasca keguguran
2. Dapat digunakan segera mungkin pada ibu
menyusui dan tidak menyusui 3. Setelah abortus,
segera dimulai
Keuntungan:
1. Tidak
menganggu
hubungan
seksual 2.
Tidak
mempengaruhi
ASI
3. Kesuburan cepat
kembali bila obat
dihentikan 4. Efek
samping sedikit terhadap
kesehatan
5. Dapat dihentikan setiap saat
6. Tidak mengandung estrogen (tidak meningkatkan
gangguan pembekuan darah, kurang meningkatkan
tekanan darah, nyeri kepala, dan depresi)
7. Mengurangi jumlah, lama, dan nyeri haid
8. Mencegah kanker
endometrium dan
ovarium 9. Dapat
diberikan pada pasien
endometriosis

Keterbatasan:
1. Gangguan pada haid (perdarahan
sela, spotting, amenorea) 2.
Peningkatan berat badan
3. Harus diminum setiap hari pada waktu yang sama
4. Bila lupa minum satu pil saja, kegagalan menjadi lebih besar
5. Payudara menjadi tegang, mual, pusing, dermatitis, atau jerawat
6. Risiko kehamilan ektopik cukup tinggi (tapi lebih rendah bila
dibandingkan dengan wanita yang tidak ber-KB)
7. Tidak melindungi diri dari infeksi menular seksual
8. Hirsustisme (tumbuh rambut/ bulu berlebihan) tapi sangat jarang terjadi
Kontraindikasi:
1. Hamil atau dicurigai hamil
2. Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya
3. Menggunakan obat TB (rifampisin), dan obat epiliepsi
(fenitoin dan barbiturat) 4. Kanker payudara atau riwayat
kanker payudara
5. Sering lupa menggunakan pil
6. Miom uterus (progestin memicu pertumbuhan miom uterus)
7. Riwayat stroke (progestin menyebabkan spasme pembuluh darah)
Cara Pakai:
1. Pastikan pasien tidak hamil
2. Konsumsi pil dimulai dari hari 1 hingga 5 haid
3. Bila dimulai dari hari ke 6 setelah hari pertama haid, gunakan
kontrasepsi lain atau tidak berhubungan selama 2 hari
4. Dapat digunakan segera pasca persalinan, baik pada ibu
menyusui maupun tidak menyusui

b. P
i
l

K
o
m
b
i
n
a
s
i

C
a
r
a

k
e
r
j
a
1. Mencegah ovulasi
2. Mencegah implantasi
3. Mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilewati sperma
4. Mengganggu pergerakan tuba, sehingga mengganggu transportasi sel
telur
Keuntungan
1. Memiliki efektivitas yang tinggi (8 kehamilan per 100
pengguna dalam 12 bulan pertama pemakaian)
2. Risiko terhadap kesehatan kecil
3. Tidak menganggu hubungan seksual

4. Siklus haid jadi teratur dan jumlah darah haid berkurang


(mencegah anemia) 5. Dapat digunakan jangka panjang
6. Dapat digunakan dari masa
remaja hingga menopause 7.
Mudah dihentikan setiap saat
8. Kesuburan cepat kembali
9. Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat
10. Membantu mencegah: kehamilan ektopik, kanker ovarium,
kanker endometrium, Kista ovarium, penyakit radang panggul,
kelainan jinak pada payudara, dismenorea,
acne
Keterbatasan
1. Mual terutama 3 bulan pertama
2. Perdarahan bercak atau perdarahan sela
pada 3 bulan pertama 3. Nyeri payudara,
berat badan naik sedikit
4. Tidak bisa pada ibu menyusui
5. Meningkatkan tekanan
darah dan retensi cairan
6. Tidak mencegah
Infeksi menular seksual
Kontraindikasi
1
.
H
a
m
il
a
t
a
u
di
c
u
ri
g
ai
h
a
m
il
2
.
M
e
n
y
u
s
ui
e
k
s
kl
u
si
f
3. Perdarahan pervaginam yang tidak/belum
diketahui penyebabnya 4. Penyakit hati akut
(hepatitis)
5. Perokok dengan usia >35 tahun
6. Riwayat penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah >180/110 mmHg
7. Riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau kencing manis (tidak
terkontrol)
> 20 tahun
8. Kanker payudara atau
dicurigai kanker payudara
9. Migrain dan gejala
neurologik fokal (epilepsi)
10. Tidak dapat menggunakan pil setiap hari (pelupa)
Cara pakai
1. Pastikan klien tidak hamil
2. Dapat dikonsumsi dari hari 1 hingga ke 7 siklus haid, sebaiknya
dikonsumsi pada jam yang sama
3. Apabila dipergunakan dari hari ke-8 siklus haid, gunakan
kontrasepsi lain seperti kondom atau tidak berhubungan
selama 7 hari
4. Bila muntah dalam 2 jam setelah minum pil, segera minum pil berikutnya
5. Bila lupa meminum pil selama 1 hari, hari besok langsung minum 2 pil
sekaligus.
6. Apabila lupa meminum pil selama 2 hari, minum 2 pil sekaligus
setiap hari selama 2 hari berturut-turut, lalu lanjutkan minum pil
seperti biasa
7. Apabila lupa minum pil selama 3 hari, lanjutkan pil seperti biasa
atau memulai dari strip KB baru, dan gunakan kontrasepsi
kondom/ tidak berhubungan selama 7 hari.
8. Untuk pil yang 21 tablet, selangi 1 minggu sebelum
menggunakan tablet berikutnya 9. Hanya boleh dikonsumsi oleh
ibu menyusui setelah 6 bulan pasca persalinan
D. Metode Suntikan
a. S
u
n
t
i
k
a
n

P
r
o
g
e
s
t
i
n

P
r
e
p
a
r
a
t
1. Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depoprovera),
mengandung 150 mg DMPA disuntik
3. Bulan sekali, secara intramuscular
2. Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat), mengandung
200 mg Noretindron Enantat, diberika setiap 2 bulan sekali
secara intramuscular
Cara kerja (sama seperti suntikan kombinasi)
1. Mencegah ovulasi
2. Mencegah implantasi
3. Mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilewati sperma
Mengganggu pergerakan tuba, sehingga mengganggu transportasi sel
telur
Waktu Penggunaan:
1. Dapat segera diberikan dalam 7 hari pertama setelah
persalinan maupun pasca keguguran (MEC 2015)
2. Pada klien yang menyusui dapat digunakan setelah 6
minggu pasca persalinan 3. Pada klien yang tidak menyusui
digunakan segera mungkin
4. Setelah abortus, segera dimulai
Keuntungan
1. Efektifitas tinggi, 3 kehamilan per 100 pengguna
selama 12 bulan pertama 2. Risiko terhadap kesehatan
kecil
3. Tidak
mempengaruhi
hubungan suami
istri 4. Tidak
diperlukan
pemeriksaan dalam
5. Jangka panjang
6. Efek samping
terhadap
kesehatan kecil
7. Klien tidak
perlu menyimpan
obat suntik 8.
Mengurangi
jumlah, lama, dan
nyeri haid
9. Mencegah kanker
ovarium dan
endometrium 10.
Mencegah kehamilan
ektopik
Keterbatasan
1. Perubahan pola haid, perdarahan bercak atau perdarahan
sela sampai 10 hari 2. Mual, sakit kepala, nyeri payudara
ringan, dan akan menghilang setelah suntikan
kedua atau ketiga
3. Klien harus kembali rutin ke fasilitas kesehatan
4. Efektivitas berkurang bila dipergunakan bersama obat
tuberkulosis dan epilepsi 5. Penembahan berat badan
6. Dapat terjadi efek samping yang serius, seperti
serangan jantung, stroke, gangguan pembekuan
darah, timbulnya tumor hati
7. Tidak melindungi
dari infeksi menular
seksual 8. Kesuburan
kembali lama

Kontraindikasi
1. Hamil atau dicurigai hamil
2. Perdarahan pervaginam yang belum jelas sebabnya
3. Tidak dapat menerima terjadinya gangguan
haid, terutama amonorea 4. Menderita kanker
payudara atau riwayat kanker payudara
5. Diabetes mellitus disertai komplikasi
Cara Pakai
1. Pastikan pasien tidak hamil
2. Suntikan diberikan dari hari haid 1 hingga 7
3. Bila disuntikan diluar masa haid, gunakan kontrasepsi lain atau
tidak berhubungan selama 7 hari
4. Bila ingin mengganti dari kontrasepsi hormonal lain ke
kontrasepsi suntikan, dapat langsung diberikan kapan saja, bila
dipastikan ibu tidak hamil
5. Bila ingin mengganti kontrasepsi suntik lain dengan
kontrasepsi suntik yang lain lagi, jadwal penyuntikan adalah
sesuai dengan jadwal penyuntikan kontrasepsi suntik
sebelumnya. \
6. Untuk suntikan depo medroksiprogesteron asetat disuntik
setiap 12 minggu, intra muscular
7. Untuk suntikan noretisteron enantat untuk 4 kali
suntikan pertama diseling 8 minggu, suntikan ke 5
setiap 12 minggu, intra muscular

b. S
u
n
t
i
k
a
n

K
o
m
b
i
n
a
s
i

P
r
e
p
a
r
a
t
• Cyclofem mengandung Depo medroksiprogesteron asetat 25 mg dan
estradiol
sipionat 5 mg, disuntik sebulan sekali secara intramuscular.
• 50 mg noretindron enantat dan 5 mg estradiol valerat, suntikan sebulan
sekali

Cara kerja (sama seperti KB pil kombinasi)


1. Mencegah ovulasi
2. Mencegah implantasi
3. Mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilewati sperma
4. Mengganggu pergerakan tuba, sehingga mengganggu transportasi sel
telur

Keuntungan
1. Efektifitas tinggi, 3 kehamilan per 100 pengguna selama
12 bulan pertama pe makaian
2. Risiko terhadap kesehatan kecil
3. Tidak
mempengaruhi
hubungan suami
istri 4. Tidak
diperlukan
pemeriksaan dalam
5. Jangka panjang
6. Efek samping
terhadap
kesehatan kecil
7. Klien tidak
perlu menyimpan
obat suntik 8.
Mengurangi
jumlah, lama, dan
nyeri haid
9. Mencegah kanker
ovarium dan
endometrium 10.
Mencegah kehamilan
ektopik

 
K
e
t
e
r
b
a
t
a
s
a
n
1. Perubahan pola haid, perdarahan bercak atau perdarahan
sela sampai 10 hari 2. Mual, sakit kepala, nyeri payudara
ringan, dan akan menghilang setelah suntikan
kedua atau ketiga
3. Klien harus kembali rutin ke fasilitas kesehatan
4. Efektivitas berkurang bila dipergunakan bersama obat
tuberkulosis dan epilepsi 5. Penambahan berat badan
6. Dapat terjadi efek samping yang serius, seperti
serangan jantung, stroke, gangguan pembekuan
darah, timbulnya tumor hati
7. Tidak melindungi
dari infeksi menular
seksual 8. Kesuburan
kembali lama

Kontraindikasi
1
.

H
a
m
i
l

a
t
a
u

d
i
d
u
g
a

h
a
m
i
l

2
.

M
e
n
y
u
s
u
i
3. Perdarahan pervaginam yang tidak/belum
diketahui penyebabnya 4. Penyakit hati akut
(hepatitis)
5. Perokok dengan usia >35 tahun
6. Riwayat penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah >180/110 mmHg
7. Riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau DM tidak
terkontrol >20 tahun 8. Kanker payudara atau dicurigai
kanker payudara
9. Migrain dan gejala neurologik fokal (epilepsi)

Cara pakai
1. Ibu menyusui hanya bisa digunakan saat bayi
berusia 6 bulan atau lebih 2. Pastikan pasien tidak
hamil
3. Suntikan diberikan dari hari haid 1 hingga 7
4. Bila disuntikan diluar masa haid, gunakan kontrasepsi lain atau
tidak berhubungan selama 7 hari
5. Bila ingin mengganti dari kontrasepsi hormonal lain ke
kontrasepsi suntikan, dapat langsung diberikan kapan saja,
bila dipastikan ibu tidak hamil
6. Bila ingin mengganti kontrasepsi suntik lain dengan kontrasepsi suntik
yang lain
lagi, jadwal penyuntikan adalah sesuai dengan jadwal
penyuntikan kontrasepsi suntik sebelumnya.
7. Suntikan dilakukan 1 bulan sekali

E. M
e
t
o
d
e

I
m
p
l
a
n

C
a
r
a

k
e
r
j
a
1. Mencegah ovulasi
2. Mempengaruhi transformasi endometrium sehingga implantasi sulit
3. Mengentalkan lendir serviks sehingga
menghambat penetrasi sperma 4. Mengubah
motilitas tuba sehingga transportasi sperma
terganggu

 
Waktu Penggunaan:
1. Dapat segera diberikan setelah persalinan maupun pasca
keguguran dan pada klien yang menyusui maupun tidak
menyusui (MEC 2015)
2. Setelah abortus, segera dimulai

Keuntungan
1. Efektivitas tinggi 0,5 kehamilan per 100 pengguna
dalam 1 tahun pemakaian 2. Tidak menganggu hubungan
seksual

3. Tidak mempengaruhi ASI


4. Kesuburan cepat kembali bila implan dicabut
5. Efek samping
sedikit terhadap
kesehatan 6.
Dapat dihentikan
setiap saat
7. Tidak mengandung estrogen (tidak meningkatkan
gangguan pembekuan darah, kurang meningkatkan
tekanan darah, nyeri kepala, dan depresi)
8. Mengurangi jumlah, lama, dan nyeri haid
9. Mencegah kanker
endometrium dan
ovarium 10. Dapat
diberikan pada pasien
endometriosis
Keterbatasan (sama
seperti pil progestin)
1. Gangguan pada haid (perdarahan
sela, spotting, amenorea) 2.
Peningkatan berat badan
3. Payudara menjadi tegang, mual, pusing, dermatitis, atau jerawat
4. Risiko kehamilan ektopik cukup tinggi (tapi lebih rendah bila
dibandingkan dengan wanita yang tidak ber-KB)
5. Tidak melindungi diri dari infeksi menular seksual
6. Hirsustisme (tumbuh rambut/ bulu berlebihan) tapi
sangat jarang terjadi 7. Memerlukan prosedur medis
8. Efek berkurang bila menggunakan obat tuberkulosis
(rifampisin) dan obat epilepsi (fenitoin dan barbiturat)
Kontraindikasi
1. Hamil atau dicurigai hamil
2. Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya
3. Menggunakan obat TB (rifampisin), dan obat epiliepsi
(fenitoin dan barbiturat) 4. Kanker payudara atau riwayat
kanker payudara
5. Miom uterus (progestin memicu pertumbuhan miom uterus)
6. Riwayat stroke (progestin menyebabkan spasme pembuluh darah)
Cara Pakai
1. Pasien tidak hamil
2. Dipasang saat siklus haid ke 2 hingga 7, bila dipasang
setelah siklus haid ke-7, menggunakan metode
kontrasepsi lain untuk 7 hari saja
4. Setelah 48 jam pertama pemasangan, daerah pemasangan
harus tetap dibiarkan 5. kering agar tidak infeksi
6. Perlindungan sampai 4 tahun

E. Metode AKDR
a. AKDR (Alat
Kontrasepsi
Dalam Rahim)
Cara kerja
1. Menghambat kemampuan sperma
untuk masuk ke tuba falopi 2.
Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum
mencapai kavum uteri
3. AKDR bekerja terutama mencegah ovum dan sperma bertemu,
walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat
reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma
untuk fertilisasi
4. Memungkinkan untuk mencegah implantasi embrio dalam uterus

Waktu Penggunaan:
1. Dipasang dalam 48 jam setelah plasenta lahir atau
setelah 4 minggu pasca persalinan
2. Pada abortus, dapat langsung dipasang, selama dipastikan tidak ada infeksi

Keuntungan
1. Efektivitasnnya tinggi 0.8 kehamilan per 100 pengguna
dalam 12 bulan pertama pemakaian
2. Memberi
perlindungan
hingga 12
tahun 3. Segera
efektif setelah
dipasang
4. Metode kontrasepsi jangka panjang, dapat digunakan sampai menopause
5. Tidak perlu mengingat-ingat (tidak seperti pil yang harus
diminum setiap hari) 6. Tidak mempengaruhi hubungan
seksual
7. Tidak ada efek hormonal
(AKDR tanpa progestin) 8.
Tidak mengganggu
produksi ASI
9. Tidak ada interaksi dengan obat-obat
10. Membantu mencegah kehamilan ektopik
11. Kembalinya kesuburan dalam waktu singkat setelah AKDR dilepaskan
Keterbatasan
1. Perubahan siklus haid (terutama 3 bulan pertama) misalnya
haid jadi lebih banyak dan nyeri, dan perdarahan antar
menstruasi
2. Merasa nyeri dan kram perut 3-5
hari setelah pemasangan 3. Perforasi
dinding uterus apabila sukar dalam
pemasangan 4. Tidak mencegah IMS
5. Tidak cocok pada wanita yang
suka berganti pasangan 6.
Memerlukan prosedur medis saat
pemasangan
7. AKDR mesti dilepas di fasilitas kesehatan
8. AKDR dapat keluar dari uterus tanpa diketahui
Kontraindikasi
1. Hamil atau dicurigai hamil
2. Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya
3. Menderita Infeksi alat genital (gonorrhea, clamidia, vaginitis, servisitis)
4. Tiga bulan terakhir mengalami penyakit radang panggul atau abortus septik
5. Kelainan bawaan uterus abnormal (bentuk dan ukuran
abnormal) atau menderita tumor jinak rahim

6.
P
e
n
y
a
k
i
t

t
r
o
f
o
b
l
a
s

g
a
n
a
s

7
.

M
e
n
d
e
r
i
t
a

T
B
C

p
e
l
v
i
c
8. Kanker alat genital
9. Ukuran rahim kurang dari 5 cm
Cara Pakai
1. Dapat dipasang kapan saja selama dipastikan tidak hamil
2. Sebagai kontrasepsi darurat dapat digunakan hari ke 1-5 pasca
senggama

b. A
K
D
R

d
e
n
g
a
n
P
r
o
g
e
s
ti
n
C
a
r
a
k
e
rj
a
1. Endometrium mengalami transformasi yang ireguler,
epitel atrofi sehingga mengganggu implantasi
2. Mencegah pembuahan dengan mencegah
pertemuan ovum dan sperma 3. Mengurangi jumlah
sperma yang mencapai tuba falopii
4. Menginaktifkan sperma
Waktu Penggunaan:
1. Dipasang dalam 48 jam setelah plasenta lahir atau
setelah 4 minggu pasca persalinan.
2. Pada abortus, dapat langsung dipasang, selama
dipastikan tidak ada infeksi Keuntungan
1. Efektif dengan
jangka proteksi 1
tahun 2. Tidak
mengganggu
hubungan suami
istri 3. Tidak
berpengaruh
pada ASI
4. Kesuburan cepat kembali
setelah AKDR diangkat 5.
Efek samping kecil
6. Mengurangi jumlah darah dan nyeri haid
7. Tidak menganggu kerja obat tuberkulosis dan epilepsy

Keterbatasan
1.
Me
merl
ukan
pros
edur
medi
s 2.
Mah
al
3. Perforasi dinding uterus
apabila salah pemasangan 4.
Tidak mencegah IMS
5. Tidak cocok pada wanita yang
suka berganti pasangan 6.
Memerlukan prosedur medis saat
pemasangan
7. AKDR mesti dilepas di fasilitas kesehatan
8. AKDR dapat keluar dari uterus tanpa diketahui (terutama pada
pemasangan AKDR pascaplasenta)
9. Efek samping progestin: risiko trombosis, menurunkan kadar HDL pada
pemberian
 jangka panjang, memicu pertumbuhan miom
Kontraindikasi
1. Hamil atau dicurigai hamil
2. Perdarahan pervaginam yang tidak
diketahui penyebabnya 3. Menderita
Infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)

4. Tiga bulan terakhir mengalami penyakit radang panggul atau abortus


septik
5. Kelainan bawaan uterus abnormal (bentuk dan ukuran
abnormal) atau menderita tumor jinak rahim
6.
P
e
n
y
a
k
i
t

t
r
o
f
o
b
l
a
s

g
a
n
a
s

7
.

M
e
n
d
e
r
i
t
a

T
B
C

p
e
l
v
i
c
8. Kanker alat genital
9. Ukuran rahim kurang dari 5 cm

F. M
e
t
o
d
e
T
u
b
e
k
t
o
m
i

C
a
r
a

k
e
r
j
a
:
Menghambat ovum dengan cara mengoklusi tuba falopii sehingga sperma
tidak dapat bertemu dengan ovum
Waktu Penggunaan:
1. Dapat segera diberikan dalam 7 hari pertama setelah
persalinan maupun pasca keguguran (WHO Mec 2015)
2. Bila ada infeksi atau pasca abortus tidak aman tunda 3 bulan
Keuntungan:
1. Sangat efekti 0.5 kehamilan per 100 pengguna
selama setahun pertama 2. Tidak mengganggu
produksi ASI
3. Tidak
mempengaruhi
hubungan suami
istri 4. Tidak ada
efek samping
hormonal

Keterbatasan
1. Harus melalui prosedur medis
2. Tidak melindungi dari
infeksi menular seksual
3. Rasa nyeri atau
tidak nyaman pasca
tindakan
 Yang dapat menjalani tubektomi
1
.

U
s
i
a

>

2
6

t
a
h
u
n

2
.

P
a
r
i
t
a
s

>

2
3. Yakin dengan jumlah kehamilan yang diinginkan
4. Kehamilan berikutnya agan memberikan risiko
kesehatan yang serius 5. Pasca persalinan dan
pasca keguguran
6. Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini
Kontraindikasi
1. Hamil atau dicurigai hamil
2. Perdarahan pervaginam yang belum
diketahui penyebabnya 3. Infeksi
sistemik atau pelvik yang akut
4. Tidak boleh
menjalani prosedur
pembedahan 5. Ragu-
ragu untuk menjalani
prosedur
6. Tidak menandatangani persetujuan medis tertulis

 
G. M
e
t
o
d
e

V
a
s
e
k
t
o
m
i

C
a
r
a

k
e
r
j
a
Menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan cara melakukan
oklusi vasa deferensia sehingga alur transportasi sperma
terhambat dan fertilisasi tidak terjadi Keuntungan
1. Sangat efektif : Efektivitas: 1 kehamilan
pada 100 ibu (0.15%) 2. Tidak ada efek
samping jangka panjang
3. Efektif setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan
Keterbatasan
Membutuhkan prosedur medis
Kontraindikasi
1. Infeksi
kulit
pada
lapang
operasi
2. Infeksi
sistemik
3. Hidrokel
dan
varikokel
yang besar
4. Hernia
inguinalis
5. Filariasis
6.
U
n
d
e
s
e
n
s
u
s

t
e
s
t
i
k
u
l
a
r
i
s

7
.

M
a
s
s
a

i
n
t
r
a
s
k
r
o
t
a
l
i
s
8. Anemia berat, gangguan pembekuan darah
Informasi bagi klien
1. Pertahankan band aid selama 3 hari
2. Luka yang dalam penyembuhan jangan ditarik atau digaruh
3. Daerah luka tidak basah dalam 24 jam, dan setelah 3 hari
daerah luka boleh dicuci dengan sabun dan air
4. Pakailah penunjang skrotum, usahakan
daerah skrotum kering 5. Hindari
mengangkat benda berat dan kerja keras
dalam 3 hari
6. Boleh bersenggama setelah hari ke 2-3, namun pakai
kondom hingga 15-20 ejakulasi atau 3 bulan
7. Lakukan pemeriksaan semen setelah 3 bulan pasca vasektomi

H. KONDAR ( Kontrasepsi Darurat )


Kontrasepsi darurat (Kondar) adalah cara untuk mencegah
kehamilan setelah hubungan seks yang tidak menggunakan
pengaman. Kondar bisa berupa PIL atau
 AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). Jika ada pasangan yang
melakukan hubungan seks tanpa pengama atau ibu yang
menggunakan metodel MAL (Metode
 Amenore Laktasi) dan tidak yakin bahwa dia menyusui dengan
eksklusif, dia dapat mempertimbangkan untuk menggunakan Pil
kondar atau AKDR.
Cara Pakai :
Pil kontrasepsi darurat atau yang sering disebut Morning after pil
adalah pil hormon yang dapat dikonsumsi wanita setelah
melakukan hubungan seks. Pil ini berfungsi paling baik jika
diminum maksimal 72 jam pertama setelah melakukan hubungan
seks, tetapi masih tetap dapat mengurangi risiko kehamilan jika
dikonsumsi dalam kurun waktu 120 jam (5 hari) setelah hubungan
seks yang tidak berpengaman

Cara kerja:
Cara kerja kontrasepsi darurat adalah dengan menunda ovulasi
(pelepasan sel telur wanita selama siklus bulanan). Apabila
pembuahan dan implantasi telah terjadi, maka levonorgestrel tidak
akan mengganggu kehamilan.
Cara Pemakaian :
Hormon seperti Levonorgestrel progesterone diberikan dalam
dosis tinggi untuk mencegah kehamilan. Jumlah pil yang
dikonsumsi tergantung pada tipe jenis pil yang digunakan. Jenis
kontrasepsi darurat ini adalah yang paling efektif ketika
dikonsumsi secepat mungkin setelah berhubungan, walaupun
masih tetap dapat mengurangi risiko kehamilan ketika dikonsumsi
hingga 120 jam setelah berhubungan.
Tipe terbaru dari kontrasepsi darurat yang bernama ulipristal
acetate adalah jenis pengobatan yang berbeda. Pil ini menunda
ovulasi dan mungkin membantu mencegah implan. Jenis ini masih
efektif bila dikonsumsi hingga 5 hari setelah berhubungan.
Kontrasepsi darurat tidak akan mencegah kehamilan jika
hubungan seks yang tidak berpengaman dilakukan setelah
meminum kontrasepsi darurat.
Efektivitas :
1 atau 2 dari setiap 100 wanita yang menggunakan kontrasepsi
darurat dapat hamil walaupun telah mengkonsumsi obat tersebut
pada waktu yang telah disarankan

 
B
A
B

V
RUANG LINGKUP

A. Pengorganisasian

Pengorganisasian dalam manajemen pada prinsipnya


merupakan suatu kegiatan pengaturan sumber daya manusia dan
sumber daya fisik lainnya untuk menjalankan rencana yang telah
ditetapkan guna mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Pelaksanaan program pelayanan KB tidak sepenuhnya berada
dijajaran sektor kesehatan, maka diperlukan upaya untuk
mengorganisasi semua sumber daya di lintas program dan lintas sektor
agar mendapatkan hasil yang optimal.
Untuk mewujudkan program pelayanan KB yang berkualitas, perlu
dilakukan pengorganisasian sumber daya sebagai berikut:
a. Menjamin ketersediaan alat  dan obat kontrasepsi  serta bahan habis
pakai, penyimpanan dan distribusinya. Beberapa hal penting yang
harus diperhatikan terkait ketersediaan alokon dan bahan habis
pakai :
1. Ketersediaan Obat dan Alat Kesehatan yang dijamin oleh
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, maka tidak
ditanggung oleh BPJS Kesehatan, meliputi alat kontrasepsi
dasar, vaksin untuk imunisasi dasar dan obat program
pemerintah (Permenkes Nomor 71 tahun 2013 pasal 19).
Sesuai dengan kebijakan yang ada saat ini, penyediaan alat
dan obat kontrasepsi disediakan oleh BKKBN. Selain itu,
penyediaan alokon juga dapat disediakan oleh Pemerintah
Daerah.
2. Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis
pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi farmasi
sistem satu pintu (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
44 tahun 2009, pasal 15). Standar Kefarmasian adalah
pedoman untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada
fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan
kefarmasian (Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2009 tentang
pekerjaan kefarmasian)
3. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
oleh fasilitas kesehatan dilakukan melalui e-purchasing , yang
harganya tercantum dalam e- catalogue (Peraturan Presiden
Nomor 111 tahun 2013)
b. Menjamin tersedianya sarana penunjang  pelayanan KB seperti
obgyn-bed , IUD kit, implan removal kit, VTP kit, KIE kit, media
informasi, pedoman klinis dan pedoman manajemen. Pengelola
program KB perlu berkoordinasi dengan pengelola program terkait di
tingkat pusat, provinsi dan kabupaten dan kota, baik di sarana
pelayanan pemerintah maupun swasta. Mekanisme penyediaan sarana
penunjang pelayanan KB mengikuti mekanisme penyediaan alokon.

c. Menjamin tersedianya pembiayaan  pelayanan KB baik melalui


APBN (Kementerian Kesehatan dan BKKBN) dan APBD dan sumber
lain yang tidak mengikat misalnya dana hibah dalam dan luar negeri
serta bantuan swasta dan perorangan.
d. Menjamin tersedianya tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan KB  yang terampil dalam pelayanan klinis, konseling dan
manajemen melalui pelatihan yang terakreditasi. Pengelola program
KB perlu mengadakan koordinasi dengan Balai Besar Pelatihan
Kesehatan (BBPK), Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes), Balai
Pelatihan dan Pengembangan KB (BKKBN), Pusat Pelatihan Klinik
Sekunder (P2KS) di Provinsi, Pusat Pelatihan Klinik Primer (P2KP) di
kabupaten/kota, Puskesmas, Rumah Sakit, Organisasi Profesi (POGI,
IDI dan IBI) dan lintas sektor terkait yang mengacu kepada pedoman
pelatihan yang berlaku.
Penguatan demand   dalam rangka percepatan revitalisasi program
KB untuk
pencapaian target penurunan TFR dilaksanakan melalui :

a. Perubahan mind set   untuk melembagakan Keluarga Kecil Bahagia


Sejahtera dan

Kampanye “Dua Anak Cukup” 


b. Memastikan semua PUS mendapatkan informasi tentang
Kesehatan Reproduksi dan KB
c. Memanfaatkan Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K), Kelas Ibu Hamil, Pelayanan
Kesehatan Reproduksi Terpadu, termasuk Konseling Calon
Pengantin untuk meningkatkan pengetahuan calon pengantin,
ibu, suami dan keluarga tentang KB dan perencanaan keluarga.
d. Pemberdayaan Institusi Masyarakat Perdesaan dan Perkotaan
harus dilakukan secara optimal terutama memberdayakan
petugas dan kader KB di lapangan
e. Memanfaatkan tenaga-tenaga promotif dan preventif untuk
menekan Kehamilan yang Tidak Diinginkan dan menurunkan
Angka Kematian Ibu.
f. Menyiapkan bahan-bahan KIE yang bersifat edukasi bagi
keluarga dalam merencanakan keluarganya.
g. Mempromosikan pesan pencegahan kehamilan “4 Terlalu” dan
penggunaan metode

kontrasepsi jangka panjang (MKJP)


h. Pembinaan remaja melalui Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
(PKPR), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan Generasi
Berencana (GenRe)
i. Pembinaan kelompok-kelompok KB yang tergabung dalam bina
keluarga balita, bina keluarga remaja dan bina keluarga lansia.
 j. Pendekatan kepada organisasi non pemerintah, LSM, swasta
dan asosiasi-asosiasi serta organisasi profesi.
Untuk mendapatkan pelayanan KB sesuai standar, maka
diperlukan penguatan

 supply dalam rangka percepatan revitalisasi program KB untuk


pencapaian target penurunan TFR melalui:

a. Peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan KB untuk


mempercepat terwujudnya revitalisasi KB
b. Memperkuat sarana pelayanan kesehatan sehingga semua calon
peserta KB mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan merata
c. Penyiapan supply di kabupaten dan kota untuk memberikan
pelayanan komprehensif yang berkualitas hingga pasca pelayanan
d. Pendekatan kepada organisasi non pemerintah, seperti LSM, swasta
dan asosiasi- asosiasi serta organisasi profesi.
e. Memperkuat pelayanan statis dengan meningkatkan kapasitas
faskes berstatus sederhana menjadi pelayanan KB yang lengkap.
f. Memastikan ketersediaan sarana prasarana dan alat obat
kontrasepsi di semua sarana pelayanan melalui dana APBN
maupun APBD.
g. Menjamin mekanisme distribusi alokon melalui satu pintu untuk bisa
memenuhi kebutuhan seluruh fasilitas pelayanan KB sehingga
tidak terjadi kesenjangan distribusi.
h. Meningkatkan kompetensi pelayanan KB dengan menyiapkan
provider pelayanan KB dengan pelatihan
B. Perencanaan

Untuk mewujudkan pelayanan KB dapat terlaksana secara


optimal dan berkualitas, harus didukung oleh manajemen
yang baik. Manajemen adalah
serangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematik untuk
menghasilkan keluaran yang efektif dan efisien. Perencanaan adalah
suatu proses kegiatan yang harus dilakukan untuk mengatasi
permasalahan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan
dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara berhasil
guna dan berdaya guna. Perencanaan pelayanan KB sebagai bagian
integral dari pelayanan kesehatan perlu diupayakan mulai dari tingkat
fasilitas pelayanan tingkat pertama sampai dengan tingkat lanjutan
yang difokuskan pada analisis situasi dengan memanfaatkan data/
informasi KB yang ada, baik data rutin maupun survei. Salah satu
upaya dalam mencapai hasil perencanaan yang optimal perlu
dilakukan advokasi kepada para pemangku kebijakan untuk
mendapatkan dukungan terutama dalam
kebijakan dan pembiayaan.

Perencanaan di Rumah Sakit untuk merencanaan kebutuhan


alokon dan sarana prasarana, didasarkan pada rata-rata tren
penggunaan metode kontrasepsi dalam 3 bulan dengan
menambahkan perhitungan perkiraan peningkatan kunjungan, lead
time, dst. Setelah Rumah Sakit bersama PLKB/PPLKB menghitung
kebutuhan alokon RS untuk 1 tahun kedepan pada triwulan pertama
tahun berjalan, data tersebut diteruskan ke SKPD KB Kab/kota
setempat dan ditembuskan kepada Dinas Kesehatan Kab/kota. Terkait
dengan stok alokon di RS maka permintaan alokon ke SKPD KB
melalui PLKB/PPLKB
untuk masing-masing metode kontrasepsi minimal 3 bulan dan
maksimal 6 bulan dan dikelola dengan sistem satu pintu untuk
memfasilitasi alokon di Poli Kebidanan/KB dan Kamar Bersalin.
Rumah Sakit juga merencanakan dan mengusulkan kebutuhan dan
pengembangan SDM sesuai dengan kompetensinya yang diteruskan
kepada Dinas Kesehatan Kab/kota.
C. Jenis Pelayanan 

Rumah sakit dalam melayani program KELUARGA


BERENCANA dilakukan di Klinik Rawat Jalan, IGD POONEK, Kamar
Bersalin dan Kamar Operasi, kesemuanya dilakukan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi klinis pasien pada saat akan di lakukan
pemasangan. Adapun jenis pelayanan KB yang ada di Rumah sakit
yaitu:
1. pelayanan konseling;

2. pelayanan
kontrasepsi AKDR
dan AKBK
3. Metode Operasi
Wanita (MOW)
4. Metode Operasi Pria (MOP)

D. Pelaksanaan KB 

Pelayanan KB mendukung percepatan penurunan jumlah


kematian ibu dengan mencegah kehamilan 4 terlalu dan kehamilan
yang tidak diinginkan. Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) ini
dapat terjadi pada; PUS dengan unmet need , kegagalan dan Drop
Out (DO) KB; kasus perkosaan dan remaja seks pra-nikah.
Terjadinya kehamilan pada keadaan tersebut sering berakhir dengan
tindakan aborsi yang tidak aman ( unsafe abortion) yang dapat
membahayakan nyawa ibu yang merupakan salah satu penyebab
masih tingginya jumlah kematian ibu. Pelayanan Keluarga Berencana
merupakan bagian dari pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
sehingga pelaksanaannya harus terintegrasi dengan program
kesehatan secara keseluruhan terutama kesehatan reproduksi.
Dalam pelaksanaannya, pelayanan keluarga berencana mengacu
pada standar pelayanan dan kepuasan klien.
Pelaksanaan pelayanan KB baik oleh pemerintah maupun
swasta harus sesuai standar pelayanan yang ditetapkan untuk
menjamin pelayanan yang berkualitas dengan memenuhi: pilihan
metode kontrasepsi (cafetaria system); informasi kepada klien;
kompetensi petugas; interaksi antara petugas dan klien; mekanisme
yang menjamin kelanjutan pemakai KB; jejaring pelayanan yang
memadai (Judith Bruce, 1990).
Upaya peningkatan mutu pelayanan KB dilaksanakan
dengan berkoordinasi dan bekerjasamaantara Kementerian
Kesehatan, BKKBN dan Lintas Program dan Sektor terkait serta
profesi melalui pendekatan 3 sudut pandang: dari pengelola
program; pelaksana dan klien.

1. Dari sudut pandang pengelola program


a. Menjamin terselenggaranya pelayanan KB yang berkualitas
agar dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat tanpa
diskriminasi (status sosial, budaya, ekonomi, pendidikan
dan geografi)
b. Memastikan penggunaan standar pelayanan KB bagi
petugas kesehatan termasuk standar pencegahan infeksi,
sesuai dengan Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kontrasepsi (BP3K).
c. Menjamin terlaksananya sistim rujukan pelayanan KB
mulai dari tingkat pelayanan dasar sampai rujukan
d. Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten
dalam pelayanan KB, melalui peningkatan kemampuan
bidan dan dokter umum di fasilitas pelayanan kesehatan.
e. Memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana untuk
pelayanan KB yang berkualitas, penyediaan alat dan obat
kontrasepsi serta bahan habis pakai.
f. Menjamin terselenggaranya KIE dan konseling KB agar
meningkatkan kesertaaan aktif ber-KB
g. Memantau dan menilai mutu pelayanan KB yang
dilaksanakan berdasarkan hasil analisis data pelayanan
KB.
h. Menjamin pelaksanaan pencatatan dan pelaporan
pelayanan KB dengan menggunakan konsep wilayah
i. Membentuk tim jaga mutu pelayanan KB yang terdiri dari
Dinas Kesehatan, BKKBN, RS, profesi dan Lintas Sektor
lainnya untuk melakukan upaya pemantauan, penilaian
dan bimbingan meliputi aspek teknis medis dan
manajemen.
2. Dari sudut pandang pelaksana pelayanan
a. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan melalui pendidikan
berkelanjutan, pelatihan, magang yang dilaksanakan melalui
kerjasama dengan pusat pendidikan, pusat pelatihan dan
organisasi profesi.
b. Menerapkan standar pelayanan KB yang telah ditetapkan,
termasuk melaksanakan pencegahan infeksi , pengayoman
medis dan rujukan
c. Memberikan pelayanan KB yang berkualitas sesuai harapan dan
kebutuhan klien serta tanpa diskriminasi (status sosial, budaya,
ekonomi, pendidikan dan geografi)
d. Aktif dalam program jaga mutu, termasuk audit medik pelayanan KB.

e. Melakukan pencatatan dan


pelaporan pelayanan KB 3. Dari
sudut pandang klien
a. Hak mendapatkan informasi yang lengkap dan benar tentang :
Berbagai metode kontrasepsi yang ada
Kemungkinan terjadinya efek samping/
komplikasi/ kegagalan Pengunaan
kontrasepsi yang rasional
Tempat pemberian pelayanan kontrasepsi
b. Hak akses terhadap pelayanan KB, tanpa diskriminasi

c. Hak memilih  jenis kontrasepsi yang diinginkan, sepanjang


memenuhi syarat kesehatan, dalam hal ini termasuk hak untuk
memilih tempat dan pemberi pelayanan KB
d. Hak mendapatkan pelayanan yang berkualitas, berarti
pelayanan KB yang diterima sesuai standar
e. Hak privasi, artinya klien perlu dihormati harkat dan
martabatnya dengan memberikan pelayanan ditempat sesuai
standar.
f. Hak atas kerahasiaan, artinya data dan informasi tentang
klien harus dijaga kerahasiaannya, juga alat
kontrasepsi yang digunakan klien tidakboleh
disebarluaskan
g. Hak dihormati atau dihargai, dimaksudkan bahwa semua
klien mendapat perlakuan yang sama dan adil dengan tanpa
diskriminasi dengan tidak membedakan status sosial,
ekonomi, pendidikan, agama, suku atau lainnya
h. Hak mendapat kenyamanan dalam pelayanan, termasuk waktu
tunggu yang tidak terlalu lama dan ruang tunggu yang nyaman
i. Hak atas kelanjutan pelayanan, yaitu jaminan atas kelanjutan
ketersediaan  alat/ obat kontrasepsi yang dipilihnya, termasuk
juga adanya tempat rujukan
Pelayanan KB di RS dapat dilaksanakan di ruang poli
kebidanan, IGD PONEK, kamar bersalin dan kamar operasi. Untuk
terlaksananya pelayanan KB yang optimal di RS perlu dipastikan
ketersediaan sumber daya meliputi tenaga pelayanan KB, sarana
dan prasarana, alokon dan BHP. Untuk sarana dan prasarana, alokon
dan BHP dikelola pengelolaan alokon di RS secara umum dilakukan
satu pintu untuk memfasilitasi Poli Kebidanan, IGD PONEK, Kamar
bersalin dan Kamar Operasi. Pencatatan dan pelaporan pelayanan
KB di RS mengikuti Sistim Informasi Rumah Sakit (SIRS) yang terdiri
dari pencatatan dalam rekam medik, formulir RL 3, formulir RL 4a,
Formulir RL4b serta menggunakan format pencatatan dan pelaporan
pelayanan KB yang digunakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota. Rumah Sakit juga melaksanakan penyuluhan program KB
sebagai salah satu pelaksanaan KIE di PKBRS.
Penjelasan :
1. Calon klien atau klien KB datang ke IGD atau Poli Kebidanan/KB
mendaftar ke petugas dengan menunjukkan surat pengantar
rujukan, kartu kepesertaan BPJS Kesehatan (jika sudah menjadi
peserta JKN) dan mendapat K/IV/KB.
2. Dokter atau Bidan Poli Kebidanan/ KB atau Rawat Inap
memberikan konseling kepada klien untuk memilih pelayanan KB
sesuai kelaikan medis
3. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk
menghindarkan kontraindikasi tindakan sebelum klien
menyepakati informed  consent
4. Setelah klien menyetujui untuk menggunakan salah satu metode
kontrasepsi khusus untuk pelayanan suntik, IUD, implan,
vasektomi dan tubektomi, perlu persetujuan secara tertulis dengan
menandatangani formulir informed  consent , apabila klien tidak
setuju perlu diberikan konseling ulang
5. Setelah pelayanan KB, dokter atau bidan memantau hasil
pelayanan KB dan memberikan nasehat pasca pelayanan kepada
klien KB sebelum klien pulang dan kontrol kembali.
6. FKRTL memberikan rujuk balik pelayanan KB yang telah
ditindaklanjuti untuk dipantau oleh Faskes perujuk.

E. PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAYANAN KB

Pemantauan (monitoring) dapat diartikan sebagai


upaya pengumpulan,

pencatatan, dan analisis data secara periodik dalam rangka


mengetahui kemajuan program dan memastikan kegiatan program
terlaksana sesuai rencana yang berkualitas.
Penilaian (evaluasi) adalah suatu proses pengumpulan dan analisis
informasi mengenai efektivitas dan dampak suatu program dalam
tahap tertentu baik sebagian atau keseluruhan untuk mengkaji
pencapaian program yang diperoleh dari pencatatan dan pelaporan.

B
A
B

V
I
I

P
E
N
U
T
U
P

Manajemen Pelayanan KB dilaksanakan melalui


serangkaian kegiatan secara sistematik yang saling terkait dan
berkesinambungan mulai dari pengorganisasian, perencanaan, pelaksanaan
dan pemantauan - evaluasi untuk menghasilkan  luaran
yang efektif dan efisien. Kegiatan ini dilaksanakan terintegrasi di
setiap tingkatan administrasi di tingkat desa, kecamatan, kabupaten/
kota , provinsi sampai ke tingkat pusat bak di tingkatan pelayanan
maupun di tingkat manajemen.
Dengan manajemen pelayanan KB yang baik di setiap
tingkatan administrasi diharapkan dapat meningkatkan akses dan
kualitas pelayanan KB yang pada akhirnya dapat berkontribusi dalam
Ditetapkan di Mataram
percepatan penurunan angka kematian ibu. Pada tanggal : 15 Juli 2022

DIREKTUR
RSUD Kota Mataram

Anda mungkin juga menyukai