Anda di halaman 1dari 4

PERANAN DAYAH DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN

RELIGIUS DESA SEULALAH KOTA LANGSA

(Muhammad Nur Iqbal, Mahasiswa IAIN Langsa)

Dayah adalah satu lembaga pendidikan Islam yang tertua di Aceh.


Lembaga pendidikan ini sama seperti lembaga pendidikan pesantren di Jawa, baik
aspek fungsi maupun tujuannya. Dayah juga merupakan suatu tempat yang
dipersiapkan untuk memberikan pendidikan agama mulai dari tingkat dasar
sampai ke tingkat belajar yang lebih tinggi.

Dayah juga lembaga pendidikan lanjutan bagi anak-anak yang sudah


menyelesaikan pendidikan dasar di meunasah atau rangkang atau di rumah-rumah
teungku Gampong.Dayah salah satu lembaga pendidikan Islam di Aceh sangat
berperan aktif membentuk masyarakat aceh secara khusus untuk mengembangkan
budayabudaya religius yang Islami.

Dayah merupakan lembaga pendidikan Islam Non formal pertama kali di


Aceh yang telah mencetak lulusan-lulusan yang berkompeten dalam ilmu
keagamaan dan banyak yang menjadi ulama-ulama yang produktif. Sehingga
pada abad ke-17 ketika itu masa kejayaan Kerajaan Islam Aceh maka pada saat
itu, Aceh menjadi pusat kegiatan intelektual muslim. Ulama-ulama terkenal
yang pernah belajar di Aceh seperti Syekh Muhammad Yusuf al-Makassari (1626-
1669), Syekh Burhanuddin al-Minangkabau di bawah bimbingan Syekh Abd al-
Rauf al-Singkily.
Walaupun pada masa kemunduran kerajaan Aceh dalam bidang ekonomi
dan politik akan tetapi perhatian ulama-ulama Aceh terhadap pengembangan
ilmu-ilmu agama tidak berkurang. Hal ini dapat kita ketahui dari banyaknya
kitabkitab yang ditulis oleh para ulama pada saat itu. Sebelum kedatangan
belanda, dayah-dayah di Aceh sering dikunjungi oleh masyarakat dari luar Aceh.
Seperti Daud al-Fattani sebuah wilayah di Thailand yang kemudian dikenal
sebagai ulama terkemuka. Dia belajar di Aceh selama dua tahun dengan
Muhammad Zain al Faqih Jalal al-Din al-Ashi.

Dari sejak Hamzah Fansuri sampai kedatangan Belanda, ada 13 ulama


dayah yang menulis kitab; karya yang ditulis jumlahnya 114 kitab. Dari kitabkitab
tersebut terdiri dari berbagai subjek, seperti tasawwuf, ilmu kalam, filsafat, fiqh,
hadits, tafsir, akhlaq, sejarah, tauhid, astronomi, obat-obatan dan masalah
lingkungan. Hamzah Fansuri (1510-1580) merupakan seorang pioner dalam
perkembangan bahasa ini secara rasional dan sistematik serta dia sendiri
menggunakannya dalam bidang filsafat.

Pada masa kesultanan, beberapa kitab ulama dayah masih digunakan pada
lembaga-lembaga pendidikan Islam di kepulauan Melayu terutama di Aceh. untuk
para pemula seperti kitab masâilal muhtadî dan Kitab Lapan. Kedua kitab ini
ditulis dalam bahasa Melayu agar mudah dipahami khususnya bagi murid yang
tidak bisa membaca bahasa Arab dengan lancar, tetapi mengerti sampai tingkatan
tertentu.

Dari waktu ke waktu fungsi dayah/pesantren berjalan secara dinamis,


berubah dan berkembang mengikuti dinamika sosial masyarakat global. Betapa
tidak, pada awalnya lembaga tradisional ini mengemban fungsi sebagai lembaga
sosial dan penyiaran agama.

Dayah atau pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang mempunyai


tujuan yang tidak berbeda dengan pendidikan agama Islam yakni mencapai akhlak
yang sempurna atau mendidik budi pekerti dan jiwa. Maksud dari mencapai
akhlak yang sempurna yaitu dapat digambarkan pada terciptanya pribadi muslim
yang mempunyai indikator iman, taqwa, ta‟at menjalankan ibadah, berakhlak
mulia dan dewasa secara jasmani dan rohani serta berusaha untuk hidup sesuai
dengan ajaran agama Islam. Adapun yang disebut dengan terciptanya pribadi
muslim yang baik, taqwa, taat menjalankan ibadah, seperti berakhlak mulia ialah
seperti suri tauladan yang dicontohkan pada pribadi Nabi Muhammad saw.

Dayah/pesantren harus mengembangkan fungsi dan kegiatannya ke dalam


bentuk program dari komponen-komponen aktivitas dayah atau pesantren dengan
mengusahakan adanya:

a. Pendidikan agama / penyajian kitab


b. Pendidikan formal
c. Pendidikan kesenian
d. Pendidikan kepramukaan
e. Pendidikan olahraga dan kesehatan
f. Pendidikan ketrampilan kejuruan
g. Pengembangan masyarakat lingkungan.

Dengan komponen-komponen kegiatan tersebut akan diharapkan bahwa


melalui pendidikan di pesantren akan terhimpun penghayatan terhadap ilmu,
agama dan seni yang merupakan tiga komponen pendidikan yang harus
terkumpul pada diri seseorang, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok
masyarakat. Dalam fungsi kemasyarakatan dayah atau pesantren masih diperlukan
pengembangan dan pembinaan, terutama mengenai:

a. Fungsi penyebaran agama (dakwah)


b. Fungsi sebagai komunikator pembangunan
c. Fungsi pemeliharaan nilai-nilai kemasyarakatan yang masih diperlukan.

Dalam fungsi-fungsi tersebut diidentifikasikan peranan kyai dan teungku


sebagai alternatif ideal untuk menampung aspirasi masyarakat, serta peranan
dayah atau pondok pesantren sebagai lembaga terapi kejiwaan untuk mengatasi
soal kerawanan remaja. Agar peranan dan fungsi dayah dapat dikembangkan
secara maksimal dalam rangka pembangunan masyarakat lingkungan, Dayah atau
pesantren perlu ditunjang dengan sarana phisik, yang terkumpul dalam sepuluh
komponen sebagai berikut:

a. Masjid
b. Asrama (pondok)
c. Perumahan Kyai/ustaz/teungku
d. Gedung pendidikan / balai pengajian
e. Perpustakaan
f. Balai pertemuan (hiburan/kesenian dan pendidikan/latihan)
g. Lapangan (olahraga)
h. Balai kesehatan
i. Workshop, training groun/koperasi
j. Masyarakat lingkungan pedesaan.

Dari uraian di atas tampak bahwa dayah banyak mengeluarkan alumni


alumni yang menguasai ilmu agama dan dapat bergaul di masyarakat dengan baik
sehingga aktivitas mereka di masyarakat secara langsung dapat meningkatkan
budaya religius lingkungan dayah salafiyah serta lingkungan masyarakat
sekitarnya, baik dengan aktivitas mengajar, dakwah atau pergaulan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai