Anda di halaman 1dari 7

DESAIN DAN MEDIA

Volume 1 2020
e-ISSN : 0000-0000

Perancangan Iklan Layanan Masyarakat Sebagai Kampanye


Mengurangi Stigma Negatif Penyintas COVID-19

Syifa Nur Azizah1, Mia Felicia Madjid 2, Mu’awiyah Luthfiani Sa’diyah3


Universitas Indraprasta PGRI
syifanur0196@gmail.com

Abstrak

Covid-19 merupakan penyakit sejenis flu yang belum ada obatnya. Covid-19 dinyatakan
lebih menyeramkan meskipun tingkat kematian yang ditimbulkan oleh virus SARS dan
MERS, karena tingkat penyebarannya yang lebih cepat dan efek yang ditimbulkan
meskipun ketiganya berasal dari kelompok virus yang sama. Pandemi Covid-19 dengan
transmisi penularan yang masif dan tingkat kematian yang tinggi menyebabkan masalah
yang mengarah pada gangguan kesehatan mental. Hal ini disebabkan oleh adanya
kebiasaan baru yang wajib dilakukan oleh masyarakat, yaitu melakukan pembatasan
sosial. Dan dengan meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia menyebabkan timbulnya
stigma negatif di kalangan masyarakat dengan target sasaran para pasien dan penyintas
Covid-19. Penelitian ini bertujuan untuk merancang media yang tepat dalam mengedukasi
masyarakat tentang penyintas Covid-19 dan mengurangi stigma negatif tentang mereka di
mata masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
melalui pendekatan teori Desain Komunikasi Visual. Hasil dari penelitian ini berupa
infografis yang ditujukan untuk mengedukasi masyarakat melalui visual sederhana dan
poin-poin penyampaian pesan secara tegas dan rasional.

Kata kunci: stigma sosial, penyintas, COVID-19, iklan layanan masyarakat

This work is licensed under a CC-BY-NC

PENDAHULUAN

Penyakit menular adalah salah satu penyebab utama kematian di Dunia yang dapat di
tularkan dari manusia ke manusia dan bahkan binatang ke manusia begitu juga sebaliknya.
Penyakit menular disebabkan adanya virus, bakteria, atau parasite dan bukan disebabkan oleh
faktor fisik seperti luka bakar atau terkena zat kimia (keracunan). Kondisi ini semakin buruk
yang menyebkan tidak sehat yang dapat berbahaya menyerang manusia seperti Virus Covid-
19. Covid-19 merupakan penyakit sejenis flu yang mulanya disebabkan oleh Severe Acute
Respiratory Syndrome-Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Qiu (dalam Nurhidayah, Tamara, &
Setyorini, 2021) menyatakan, “SARS-CoV-2 telah terbukti menyebabkan penyakit dengan
potensi kerusakan pada organ-organ vital, diantaranya paru-paru, jantung, hati, dan ginjal, dan
infeksi menimbulkan risiko yang cukup besar bagi pasien dengan resiko tinggi pneumonia”.
Covid-19 sendiri dinyatakan lebih menyeramkan dibandingkan virus SARS dan MERS, karena
tingkat penyebarannya yang lebih cepat dan efek yang ditimbulkan lebih besar meskipun

1
Perancangan Iklan Layanan Masyarakat Sebagai Kampanye Mengurangi Stigma Negatif Penyintas
COVID-19
Syifa Nur Azizah, Mia Felicia Madjid, Mu’awiyah Luthfiani Sa’diyah(© 2019)

ketiganya berasal dari kelompok virus yang sama. Dikutip dari halodoc.com, Dr. Rizal Fadli
menerangkan bahwa tingkat kematian yang ditimbulkan ketiganya sangat berbeda. Dimana
SARS dinyatakan memiliki tingkat kematian sebesar 10% oleh para ahli dan MERS memiliki
tingkat kematian sebesar 37% menurut catatan WHO. Sedangkan tingkat kematian (case
fatality rate) akibat COVID-19 adalah sekitar 2,3% di Wuhan saat virus ini pertama kali terjadi
pada akhir 2019 (“COVID-19, SARS, atau MERS, mana yang paling berbahaya?,” 2020). Hal
tersebut membuat Covid-19 menjadi pandemik skala global karena telah menyebar ke seluruh
dunia, termasuk Indonesia.
Untuk mencegah penyebaran virus semakin meluas, pemerintah telah memberlakukan
pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dan protokol kesehatan dimana
masyarakat harus menggunakan masker, selalu mencucui tangan, dan menjaga jarak aman
sepanjang 2 meter. Hal ini menyebabkan berubahnya gaya hidup masyarakat yang harus
menjaga jarak dan bekerja dari rumah agar pandemi ini dapat cepat mereda. Dan berubahnya
gaya hidup masyarakat ini membawa pengaruh yang signifikan dan dampak yang ukup serius
pada tatanan sosial, pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan tatanan negara. Yanuarita (dalam
Apriani, Utamidewi, & Nurkinan, 2021) menyatakan bahwa Covid-19 sangat berdampak pada
keadaan sosial karena pembatasan sosial yang diberlakukan antar masyarakat menyebabkan
kurangnya interaksi sosial. Kurangnya interaksi sosial ini memunculkan permasalahan pada
konstruksi sosial dan mengakibatkan munculnya stigma di kalangan masyarakat. Stigma,
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online,” n.d.)
didefinisikan sebagai ciri negatif yang menempel pada diri seseorang karena pengaruh
lingkungannya. Goffman (dalam Situmeang, Syarif, & Mahkota, 2017) menyatakan, “stigma
merupakan atribut yang mendiskreditkan secara signifikan. Penyimpangan label sosial
memaksa individu untuk melihat stigma pada dirinya dan orang lain sebagai tidak diinginkan
atau didiskreditkan”. Gilmore (dalam L. Williams, Gonzalez-Medina, & Vu Le, 2011)
berpendapat bahwa satu karakteristik inti dari stigma adalah pembentukan “yang lain”. Lebih
lanjut ia menerangkan bahwa stigma didefinisikan memiliki empat karakteristik. Diantaranya,
pertama, harus ada kondisi yang menyebabkan respon stigmatisasi, dan agar efektif, kondisi
tersebut dapat dikendalikan oleh dan/atau membebaskan stigmatizer. Kedua, mereka yang
distigmatisasi harus dapat dibedakan dari orang lain berdasarkan ciri-ciri tertentu, baik fisik
maupun lainnya. Ketiga, individu yang terstigmatisasi harus dapat diasosiasikan dengan kondisi
tersebut. Dan keempat, reaksi stigmatisasi harus menciptakan jarak antara yang terstigma dan
yang terstigmatisasi; sehingga menciptakan kategorisasi "kita" vs. "mereka" dan mengisolasi
"yang lain" - memberdayakan "kita" dan menciptakan rasa ketidakberdayaan dan impotensi
pada "yang lain". Dan dalam hal ini, penyakit menular adalah salah satu kondisi yang paling
umum yang sering diasosiasikan dengan stigma. Cogan (dalam L. Williams et al., 2011)
berpendapat bahwa penyakit lebih mungkin distigmatisasi dalam empat keadaan unik, yaitu:
1. Ketika penyebab penyakit dianggap sebagai kesalahan individu yang terinfeksi;
2. Ketika penyakit dianggap terminal dan degeneratif;
3. Ketika penyakit itu dianggap menular dan merugikan orang lain; dan
4. Ketika penyakit itu tampak secara fisik.
Terkait keadaan tersebut, virus Covid-19 masuk ke dalam semua kategori yang
dipaparkan diatas. Dan yang menjadi sasaran utama atas kondisi tersebut adalah para pasien
dan penyintas Covid-19. Penyintas Covid-19 sendiri merupakan orang-orang yang pernah
terpapar oleh virus tersebut dan berhasil sembuh (Koesno, 2021).
Dengan adanya fenomena ini, peneliti memfokuskan pada upaya intervensi untuk
menurunkan pandangan masyarakat atas stigma yang beredar mengenai penyintas Covid-19.
Betton (dalam Ratnawulan & Pelupessy, 2021, p. 53) menyatakan bahwa terdapat tiga strategi

2
Perancangan Iklan Layanan Masyarakat Sebagai Kampanye Mengurangi Stigma Negatif Penyintas
COVID-19
Syifa Nur Azizah, Mia Felicia Madjid, Mu’awiyah Luthfiani Sa’diyah(© 2019)

dalam melawan stigma, yaitu melalui protes, pendidikan, dan kontak. Dari ketiga strategi
tersebut, penulis memilih untuk menggunakan pendidikan melaui iklan layanan masyarakat.
Menurut Pujiyanto, iklan layanan masyarakat digunakan untuk menyampaikan
informasi, mengajak atau mendidik khalayak. Dimana tujuan akhir dari iklan tersebut bukan
untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, melainkan keuntungan sosial (dalam Setiawan,
2015). Namun pada dasarnya, iklan memiliki fungsi utama sebagai media komunikasi dan
upaya pemasaran. Kotler (dalam Setiawan, 2015) menerangkan kegiatan pemasaran tersebut
meliputi strategi pemasaran, yang diterapkan oleh unit bisnis untuk mencapai tujuan
pemasaran, sedang kegiatan komunikasi merupakan perwujudan interaksi perorangan dengan
menerapkan tanda yang tegas. Sedangkan penegrtian komunikasi sendiri menurut Laswell
(dalam Setiawan, 2015) adalah “proses yang menggambarkan siapa mengatakan dengan cara
apa, kepada siapa dengan efek apa”. Dan iklan sangat erat kaitannya dengan desain
komunikasi visual karena elemen-elemen yang digunakan pada iklan adalah elemen-elemen
yang ada pada Desain Komunikasi Visual.
Setiawan (2015) menerangkan bahwa desain komunikasi visual adalah seni
menyampaikan pesan melalui bahasa rupa yang disampaikan melalui media berupa desain
dengan tujuan untuk menginformasikan, mempengaruhi, bahkan merubah perilaku target
audiens agar sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Bahasa yang digunakan berupa grafis,
garis, bentuk, warna, ilustrasi, tanda, simbol, tipografi, dan sebagainya yang disusun
berdasarkan hierarki dan prinsip visual. Kusrianto (dalam Witari & Widnyana, 2014)
mengemukakan bahwa desain komunikasi visual merupakan disiplin ilmu yang bertujuan
mempelajari konsep-konsep komunikasi serta ungkapan kreatif melalui berbagai media untuk
menyampaikan pesan dan gagasan secara visual dengan mengelola elemen-elemen grafis yang
berupa bentuk dan gambar, tatanan huruf, serta komposisi warna dan layout. Dengan
demikian gagasan bisa diterima oleh orang atau kelompok yang menjadi sasaran penerima
pesan.
Berdasarkan pemaparan diatas, penelitian ini bertujuan untuk merancang media yang
tepat dalam menanggulangi atau mengurangi serta menemukan cara yang tepat dalam
mengedukasi masyarakat tentang penyintas Covid-19 bahwa mereka adalah pasien, bukan
penyebar maupun penyebab virus Covid-19 muncul.

METODE

Kajian ini memusatkan perhatian pada perancangan iklan layanan masyarakat untuk
mengedukasi masyarakat tentang penyintas dan mengurangi stigma negatif yang tersebar di
lingkungan masyarakat. Dalam penulisannya, penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif melalui pendekatan teori Desain Komunikasi Visual. Erickson (dalam Anggito &
Setiawan, 2018) menerangkan bahwa penelitian kualitatif adalah sebuah metode yang
berusaha untuk menemukan dan menggambarkan kegiatan yang dilakukan dan dampak dari
tindakan tersebut secara naratif.
Adapun metode pengumpulan data menggunakan studi literatur yang berasal dari buku,
jurnal, dan artikel. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan teori DKV,
dengan menekankan sistem komunikasi secara grafis untuk ditampilkan pada iklan poster
infografis. Iklan tersebut diedarkan melalui media digital atau cyber agar lebih mudah digapai
dan dilihat oleh masyarakat. Komunikasi visual melalui iklan ini diwujudkan guna
mengehasilkan karakteristik pesan yang berbeda dan kuat.
Komunikasi visual berkaitan dengan komunikasi kepada audiens melalui tanda. Melalui
tanda ini dapat mempengaruhi dan membentuk diferensiasi sebuah, produk atau jasa. Elemen

3
Perancangan Iklan Layanan Masyarakat Sebagai Kampanye Mengurangi Stigma Negatif Penyintas
COVID-19
Syifa Nur Azizah, Mia Felicia Madjid, Mu’awiyah Luthfiani Sa’diyah(© 2019)

dari komunikasi visual seperti penerapan jenis huruf yang sesuai dengan tema dan audiens
penggunaan warna yang tepat pula dapat memengaruhi psikologi pembaca supaya tertarik
kepada suatu karya maupun produk tersebut agar dapat menciptakan sebuah identitas dan
citra (Lukitasari, 2013)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Umar Hadi (dalam Tinarbuko, 2003) menyatakan, bahwa sebagai bahasa, desain
komunikasi visual adalah ungkapan ide, dan pesan dari perancang kepada publik yang dituju
melalui simbol berujud gambar, warna, tulisan dan lainnya. Ia akan komunikatif apabila bahasa
yang disampaikan itu dapat dimengerti oleh publik. Ia juga akan berkesan apabila dalam
penyajiannya itu terdapat suatu kekhasan atau keunikan sehingga ia tampil secara istimewa,
mudah dibedakan dengan yang lain. Tinarbuko (dalam Setiawan, 2015) megatakan, “desain
komunikasi visual dapat dipahami sebagai bentuk upaya pemecahan masalah untuk
menghasilkan suatu desain yang inovasi diantara desain yang baru. Dalam proses kreatif, pada
dasarnya rancangan desain komunikasi visual bekerja atas dasar beberapa pertimbangan pasar
yang meliputi segmentasi, targeting, dan positioning”.
Setiawan (2015, p. 19) menjelaskan bahwa strategi komunikasi visual diwujudkan guna
menghasilkan karakteristik pesan yang kuat. Tujuannya agar pesan yang disampaikan
melalui beberapa media dapat menarik beberapa khalayak. Strategi kreatif dalam
rancangan ini mencakup beberapa pendekatan di antaranya: pendekatan isi pesan,
what to say, dan how to say. Sehingga Iklan yang disampaikan kepada masyarakat
dapat dipahami, menarik, dan menumbuhkan efek yang kuat. Adapun kajian dan
pendekatan yang dilakukan dalam rancangan Iklan layanan masyarakat sebagai
berikut:
a) Pendekatan Isi Pesan. Pendekatan penyampaian pesan pada iklan layanan
masyarakat ini adalah dengan menyajikan daya tarik rasional, yaitu pesan yang
berisi tentang realitas yang nantinya dapat diterima dengan mudah oleh audience.
Dengan pendekatan ini diupayakan membangkitkan kesadaran audience untuk
melakukan sesuatu yang dianggap benar.
b) What To Say. Pesan yang ingin disampaikan pada iklan layanan masyarakat ini
adalah agar audience dapat mengetahui dan lebih tanggap terhadap keadaan di
lingkungan sekitar. Proses adaptasi dari realitas ke dalam visualisasi iklan.
c) How To Say. Cara yang dipakai untuk menyampaikan pesan pada iklan layanan
masyarakat ini yaitu dengan mewujudkan simbol‐simbol. Melalui tanda‐tanda
sebagai komunikasi visual dapat memudahkan audience melihat kejadian nyata
yang terjadi, sehingga dapat melakukan tindakan lebih lanjut. (hlm. 19).

Perancangan Poster Infografis


Penyintas Covid 19 selain merasakan sakit juga mengalami kesehatan mental karena
stigma masyarakat yang kurang menjaga kesehatan mental penyintas covid. Sebagai desainer
kami ingin membuat iklan layan masyarakat untuk menjaga kesehatan penyintas covid.
Analisis SWOT:
1 Kekuatan (strength) :
 Orang yang terkena Covid-19 kekebalan tubuhnya bisa berbeda-beda
 Dukungan dari keluarga dan lingkungan tempat tinggal maupun yempat
kerja sangat dibutuhkan oleh seorang pasien positif maupun penyintas atau
yang sudah sembuh.

4
Perancangan Iklan Layanan Masyarakat Sebagai Kampanye Mengurangi Stigma Negatif Penyintas
COVID-19
Syifa Nur Azizah, Mia Felicia Madjid, Mu’awiyah Luthfiani Sa’diyah(© 2019)

2 Kelemahan (Weakness) :
 Tingkat stress atau despresi pada setiap pasien covid berbeda-beda
 Takut dijauhi oleh masyarakat sekitar setelah sembuh dari covid 19
3 Peluang (Opportunities) :
 Kekebalan tubuh yang awalnya sudah terkena Covid-19 dari satu infeksi
tidak akan sekuat infeksi dengan varian lain.
 Bagi penyintas Covid-19 untuk mengabaikan protokol kesehatan karena
peluang terinfeksi kembali masih ada.
 Penyintas dapat divaksinasi jika sudah lebih dari 3 bulan
4 Threats ( Hambatan ) :
 Stigma terhadap pasien dan penyintas positif Covid-19 masih jadi masalah
serta hambatan besar dalam penanganan Covid-19 hingga saat ini.
 Pemberian treatment psikologis kepada para penyintas COVID-19.
 Adanya Hoax terhadap vaksin Covid-19

Objektif dalam iklan layanan masyarakat (ILM) yang dibuat adalah ILM ini untuk
mengajak bertindak bagaimana cara menangani jika terkena covid 19 dan yang dilakukan
setelah sembuh dari covid. Target sasaran dari ILM yang kami buat adalah penyintas covid,
keluarga dan masyarakat di sekitar penyintas Covid 19 yang bertujuan untuk meningkatkan
awereness masyarakat bahwa penyintas Covid 19 membutuhkan semangat untuk sembuh.
Pesan yang ingin disampaikan dari ILM ini adalah agar penyintas covid dapat pulih kembali dan
setelah pulih tidak terkena covid 19 lagi serta dalam proses penyembuhannya selalu berpikir
positif agar mempercepat penyembuhan. Di dalam pembuatan iklan layanan masyarakat ini
kami menggunakan konsep pendekatan yaitu pendekatan rasional yaitu berfokus pada fungis
pada penyampaian pesan untuk menjaga Kesehatan mental penyintas covid 19. Media yang
digunakan pada iklan layanan masyarakat yang kami buat adalah media cyber berupa poster
digital. Karena saat ini kebanyakan kegiatan masyarakat berjalan secara online jadi lebih efektif
karena banyak orang yang menggunakan sosial media.

Kreatif konsep dari iklan layanan masyarakat kami adalah:


1. Konsep desain:
 Kami menggunakan typeface san serif
 Kami menggunakan tulisan dan gambar ilustrasi agar iklan layanan
masyarakat ini mudah dipahami
 Warna yang kami gunakan dalam poster yaitu warna kalem dan primer
2. Media strategi yang kami gunakan adalah media cyber dengan memanfaatkan
intagram, facebook maupun tik tok

Berikut desain poster infografis untuk mengurangi stigma negatif kepada penyintas
Covid-19.

5
Perancangan Iklan Layanan Masyarakat Sebagai Kampanye Mengurangi Stigma Negatif Penyintas
COVID-19
Syifa Nur Azizah, Mia Felicia Madjid, Mu’awiyah Luthfiani Sa’diyah(© 2019)

Gambar 1.
Poster Infografis Melawan Stigma Penyintas Covid-19

Makna Poster Infografis


Menggunakan strategi rasional, ilustrasi dibuat sederhana dengan menampilkan grafik
wanita yang menutup wajahnya karena sedih. Hal ini secara denotasi mewakili para penyintas
Covid-19 yang dikucilkan akibat pengaruh lingkungan yang memandang negatif pada dirinya.
Warna ungu pastel digunakan untuk menggambarkan suasana hati yang galau, gundah, lemah,
sedih, dan depresi. Kemudian icon-icon sekitar grafik perempuan dengan teks menggambarkan
penyampaian hal-hal yang perlu diperhatikan oleh masyarakat. Mewakili pesan edukasi bahwa
para penyintas adalah pasien, bukan penyebab maupun penyebar virus.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
desain infografis ini dibuat dengan menggunakan elemen desain grafis berupa ilustrasi, warna,
dan tipografi untuk menyampaikan pesan secara efektif. Karena tujuan psan adalah
mengedukasi masyarakat, ilustrasi divisualisasikan secara sederhana dan menunjukkan poin-
poin yang perlu diprhatikan untuk mengurangi stigma negatif terhadap penyintas Covid-19.
Lalu penggunaan media cyber untuk menyebarluaskan informasi dapat dikatakan efektif
karena prosesnya yang sangat cepat dan akses yang mudah digapai oleh seluruh lapisan
masyarakat. Melawan stigma dapat dilakukan dengan menyebarkan informasi dari sumber
yang tepat dan benar serta perlunya kesadaran masyarakat untuk lebih memperhatikan
informasi secara keseluruhan dan memeriksa sumbernya agar tidak termakan berita bohong.

6
Perancangan Iklan Layanan Masyarakat Sebagai Kampanye Mengurangi Stigma Negatif Penyintas
COVID-19
Syifa Nur Azizah, Mia Felicia Madjid, Mu’awiyah Luthfiani Sa’diyah(© 2019)

DAFTAR PUSTAKA

Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi penelitian kualitatif (1st ed.; E. D. Lestari, Ed.).
Retrieved from
https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=59V8DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=
metode+kualitatif&ots=5HbzryfxJr&sig=D9YdVHh_4KD5J22w7lADlTHfP80&redir_esc=y#v
=onepage&q=metode kualitatif&f=false

Apriani, V., Utamidewi, W., & Nurkinan, N. (2021). Konstruksi realitas sosial dan makna diri
penyintas COVID-19 di Jakarta. WACANA: Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, 20(1), 81–96.
https://doi.org/10.32509/wacana.v20i1.1395

Arti kata stigma - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. (n.d.). Retrieved July 15, 2021,
from Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring website: https://kbbi.web.id/stigma

COVID-19, SARS, atau MERS, mana yang paling berbahaya? (2020, February). Retrieved July 15,
2021, from halodoc.com website: https://www.halodoc.com/artikel/covid-19-sars-atau-
mers-mana-paling-berbahaya

Koesno, D. (2021, January). Arti Penyintas COVID-19 dan Kisah Mereka Melawan Virus Corona -
Tirto.ID. Retrieved June 17, 2021, from tirto.id website: https://tirto.id/arti-penyintas-
covid-19-dan-kisah-mereka-melawan-virus-corona-f9z5

L. Williams, J., Gonzalez-Medina, D. J., & Vu Le, Q. (2011). Infectious diseases and social stigma.
Medical and Health Science Journal, 7, 2–14. https://doi.org/10.15208/MHSJ.2011.127

Nurhidayah, I., Tamara, M., & Setyorini, D. (2021). Karakteristik Covid-19 pada Anak. Jurnal
Ilmu Keperawatan Anak, 4(1), 7–18. https://doi.org/10.32584/JIKA.V4I1.942

Ratnawulan, I., & Pelupessy, D. C. (2021). Mengurangi stigma sosial terhadap penyintas COVID-
19 melalui metode kontak bayangan. JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN, PSIKOLOGI DAN
KESEHATAN (J-P3K), 2(1), 52–60. https://doi.org/10.51849/J-P3K.V2I1.89

Setiawan, A. (2015). Strategi kreatif iklan layanan masyarakat (tinjauan prancangan ILM karya
mahasiswa DKV UDINUS). ANDHARUPA: Jurnal Desain Komunikasi Visual & Multimedia,
1(01), 17–32. https://doi.org/10.33633/ANDHARUPA.V1I01.954

Situmeang, B., Syarif, S., & Mahkota, R. (2017). Hubungan Pengetahuan HIV/AIDS dengan
Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS di Kalangan Remaja 15-19 Tahun di Indonesia
(Analisis Data SDKI Tahun 2012). Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia, 1(2), 35–43.
https://doi.org/10.7454/epidkes.v1i2.1803

Tinarbuko, S. (2003). Semiotika Analisis Tanda Pada Karya Desain Komunikasi Visual. Nirmana,
5(1), 31–47.

Witari, N. N. S., & Widnyana, I. G. N. (2014). Desain Komunikasi Visual. In Graha Ilmu
(Pertama). Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai