Pandemi COVID-19 menjadi fenomena yang membekas bagi masyarakat karena setiap
individu secara langsung atau tidak langsung bersentuhan dengan fenomena ini. Mulai dari
munculnya kasus COVID-19 pertama kali di Indonesia, respons masyarakat terhadap COVID-
19, peran pemerintah dalam penanganan COVID-19 hingga peningkatan angka COVID-19
menjadi isu yang sering diperbincangkan selama pandemi COVID-19 bahkan hingga saat ini.
Kekhawatiran dan ketidaktahuan menyebabkan masyarakat haus serta berusaha menggali
informasi seputar COVID-19. Di sisi lain dengan banyaknya informasi melalui berbagai media
menimbulkan kebanjiraan informasi dan beredarnya hoaks dimana hal ini membuat masyarakat
jenuh dan mempertanyakan akurasi dari informasi. Di sisi lain pemerintah yang terlalu larut
dalam pengelolaan komunikasi krisis COVID-19 juga menjadi faktor menurunnya public trust
terhadap pemerintah. Hal ini terlihat dalam hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI)
menunjukkan public trust terhadap Presiden Joko Widodo (dalam hal ini pemerintah) menurun
sejak September 2020 (Jayani, 2021).
Mengenai krisis pandemi COVID-19 dalam fase pre-crisis tidak dilakukan dengan baik
oleh Pemerintah Indonesia dimana hal ini terlihat dari kebijakan pemerintah Indonesia Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto pada 25 Februari 2020 menyiapkan
anggaran promosi sebesar Rp103 miliar, turisme Rp25 miliar, untuk influencer sebanyak Rp72
miliar, insentif bagi turis asing yang ingin berwisata ke Indonesia sebesar Rp298,5 miliar yang
dialokasikan untuk maskapai penerbangan, dan Rp98,5 miliar diskon untuk agen perjalanan.
Padahal di saat bersamaan, sejak 27 Februari 2020 Australia telah mengaktifkan status
“Emergency Response” terhadap penyebaran virus. Selain memperpanjang larangan perjalanan
ke Australia bagi siapa saja yang pernah ke China dalam 14 hari terakhir, Australia telah
memasuki tahap emergency (Aziz & Wicaksono, 2020).
Kasus COVID-19 sendiri terdeteksi di Indonesi pada 2 Maret 2020 di wilayah Depok,
Jawa Barat. Kasus ini terungkap setelah pasien melakukan kontak dengan warga negara Jepang
yang ternyata juga terjangkit virus COVID-19. Lalu seiring dengan berjalannya naik dan turun
kasus COVID-19, virus COVID-19 menghasilkan varian-varian baru seperti varian B.1.1.7 atau
varian Alpha yang pertama kali ditemukan Inggris, varian mutasi ganda B.1.617 atau varian
Delta yang awalnya dari India, serta B.1.351 atau varian Beta yang pertama ditemukan di Afrika
Selatan (Velarosdela, 2021). Varian Delta menurut Badan Litbangkes Kemenkes RI mencatat,
total ada 615 kasus terkonfirmasi positif COVID-19 varian Delta dengan daerah persebaran
sebanyak 13 provinsi pada bulan Juni 2021. Varian delta menjadi lonjakan peningkatan kasus
COVID-19 pasca fenomena mudik sebagai peringatan Idul Fitri 2021 (Velarosdela, 2021) dengan
tiga wilayah yang menjadi perhatian yaitu DKI Jakarta, Kabupaten Kudus dan Kabupaten
Bangkalan.
Public Trust saat Pandemi
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memaparkan isu yang paling
banyak diperbincangkan pada masa pandemi COVID-19. Hasilnya menunjukkan 56% sentimen
negatif pada isu Jaring Pengaman Sosial (JPS), 81% sentimen negatif pada isu Kartu Prakerja,
84% sentimen negatif pada isu pengangguran akibat dampak pandemi, 79% sentimen negatif
pada isu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), 54% sentimen negatif pada isu
ketidaktegasan larangan mudik 2020 (Prasetyo & Kriswibowo, 2022). Selain itu Hasil survei
Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan kepercayaan masyarakat sebanyak 43%
responden pada Juni 2021 mengaku cukup dan sangat yakin Jokowi dapat menangani pandemi
Covid-19. Persentase kepercayaan ini turun dari survei yang dilaksanakan pada Februari 2021
dengan kepercayaan sebesar 56,5% responden (Jayani, 2021).
Dalam merumuskan strategi krisis bagi pemerintah dapat menggunakan Situational Crisis
Communication Theory melalui strategi rebuilding posture yaitu meningkatkan reputasi
pemerintah untuk kemudian meredam berbagai gejolak pada publik dan mengendalikan krisis
serta menghindari munculnya krisis baru dari penanganan krisis COVID-19 (Aziz & Wicaksono,
2020). Selanjutnya terdapat tiga hal dalam menghadapi krisis COVID-19, pertama kecepatan
dalam menyampaikan informasi akan berdampak pada pemenuhan kebutuhan informasi bagi
masyarakat. Kedua, konsistensi dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat. Dan yang
ketiga, keterbukaan informasi terhadap masyarakat terutama kepada media massa sehingga tidak
menimbulkan distrust (Aziz & Wicaksono, 2020).
DAFTAR RUJUKAN
Jayani, D. H. (2021, July 19). LSI: Kepercayaan Publik terhadap Jokowi dalam Tangani Covid-
19 Menurun. Databoks.Katadata.Co.Id.
Prasetyo, K., & Kriswibowo, A. (2022). PUBLIC TRUST PADA PEMERINTAH DAERAH
DALAM PENANGANAN COVID 19. Jurnal Governansi, 8.
Velarosdela, R. N. (2021, July 15). Awal Mula Varian Delta Masuk ke Jakarta hingga
Mendominasi 90 Persen Kasus Covid-19. KOMPAS.COM.