Anda di halaman 1dari 6

“Puasa adalah hari di mana manusia (masyarakat)

berpuasa, dan berbuka (idul fithri) adalah hari di mana


manusia berbuka, dan menyembelih kurban adalah hari
di mana manusia menyembelih kurban.”1

Imam at-Tirmidzi menjelaskan: bahwa kita berpuasa dan


berbuka bersama jama’ah, dan mayoritas kaum muslimin
yang ada di negara itu.

Begitu juga dengan Idhul Adha dimana permasalahannya


itu kembali kepada waktu melihat Hilal, dan bukan
masalah tempat. Sebagaimana hadits Nabi 
tentang masalah menggunting kuku dan rambut
dikaitkan dengan hilal.
ُ ُ ُ ُ
‫ فَل يأخذن من شعره ول‬،‫من َكن ل ذبح يذبـحه فإذا أهل هَلل ذي الـحجة‬
‫ي‬ ُ ً
.‫من أظفاره شيئا حّت يضِح‬
“Barangsiapa yang memiliki hewan yang hendak dia
sembelih (pada hari raya), jika kalian sudah melihat hilal
tanggal 1 Dzulhijjah, maka janganlah memotong
(mencukur) rambutnya dan kukunya sedikitpun, sampai
dia menyembelih qurbannya.”2

Di dalam hadits ini Nabi  menyebutkan apabila


kalian melihat hilal dzulhijjah. Artinya semua kaitannya
dengan melihat hilal baik itu Iedul Fithri maupun Iedul
Adha.

Sebagaimana juga hadits yang diriwayatkan dari sebagian


istri Nabi , mereka berkata:

1 Shahih: HR. At-Tirmidzi (no. 697), Ibnu Majah (no. 1660), dari Abu Hurairah . Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahihah (no.
224).
2 Shahih: HR. Muslim (no. 1977).
pada hari tarwiyah (8 Dzulhijjah), di tanah haram, Mekah
al-Mukaramah. Para jamaah haji sampai berlindung
di kiswah Ka’bah, namun orang-orang Syiah ini tidak
peduli dan tetap menumpahkan darah mereka. Mengapa
hal ini terjadi? Karena mereka tidak memuliakan tanah
haram sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

Sementara itu, pimpinan orang-orang Qaramithah ini,


yaitu Abu Thahir –semoga mendapatkan balasan yang
sepadan dari Allah– berdiri di pintu Ka’bah dengan
pengawalan, menyaksikan pedang-pedang pengikutnya
merajalela, menyudahi nyawa-nyawa manusia. Dengan
congkaknya ia berkata :
‫أنا باهلل وباهلل أنا‬
“Saya dengan Allah dan Allah bersama Saya.
‫خيلق اخللق وأفنيهم أنا‬
“Dialah yang menciptakan makhluk-makhluk. Dan
sayalah yang akan membinasakan mereka”.

Manusia pun berlarian menyelamatkan diri. Sebagian


berpegangan dengan kelambu Ka’bah. Namun, mereka
tetap menjadi korban, pedang-pedang kaum Syi’ah
Qaramithah ini menebasnya. Begitu juga, orang-orang
yang sedang thawaf, tidak luput dari pedang-pedang
mereka, termasuk di dalamnya sebagian ulama ahli
hadits.

Kemudian dengan sombongnya Abu Thahir


memerintahkan jasad-jasad jamaah haji yang tewas di
masukkan ke dalam sumur zam-zam, melepas kiswah dan
pintu Ka’bah, dan yang keterlaluan ia mencongkel hajar
aswad dan membawanya ke tempat mereka.4

Karena kejadian ini, kaum muslimin pun takut untuk


menunaikan ibadah haji karena bengisnya syi’ah
qaramithah. Maka pada tahun 318 hijriyah sampai tahun
326 tidak ada yang haji di Makkah al-Mukarramah.

Pada tahun 327 hijriyah, baru kaum muslimin bisa


menunaikan ibadah haji dengan beberapa syarat, setelah
Abu Ali Umar bin Yahya al-‘Alawi bernegoisasi dengan
syiah qaramithah.5

Kekosongan wukuf di Arofah pada saat itu tidak membuat


Puasa Arofah tidak dilakukan, kaum muslimin di
seluruh dunia tetap melaksanakan Puasa Arofah
walaupun tidak ada yang melakukan wukuf di tanah
Arofah ketika itu.

2. Ru’yatul Hilal (Penetapan dalam melihat Hilal)


dilakukan disetiap negeri masing-masing dan tidak
bisa disatukan dengan satu Ru’yat.
Dan terkait Ru’yatul Hilal ini apakah disatukan dengan
satu Ru’yat ataukah dilakukan di lihat di setiap masing-
masing negeri. Yang benar adalah Ru’yat dilakukan di
masing-masing negeri. Para Ulama Ahli hadits dan Ahli
ْ َُُ ْ ُ ََ ‫ُل‬
Fiqih memiliki kaidah “ ‫ل رؤيتهم‬ ‫ “ ل ِك ب د‬Setiap Negeri
Tergantung kepada Ru’yatul Hilal” dan ini diamalkan
oleh seluruh Ulama dari zaman Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut
Tabi’in sampai sekarang. Menyatukan Ru’yatul Hilal

4 Lihat al-Bidaayah wan Nihaayah (XII/82-83), cet. II, Daar Ibnu Katsir, th. 1431 H.
5 Lihat al-Bidaayah wan Nihaayah (XII/130), cet. II, Daar Ibnu Katsir, th. 1431 H.
untuk semua negeri adalah sesuatu yang mustahil, karena
faktanya bahwa perbedaan geografis menyebabkan
adanya perbedaan waktu. Oleh karenanya orang-orang
Islam dari zaman dahulu berpuasa dengan Ru’yatul Hilal
di negeri mereka masing-masing, tidak tergantung pada
wukuf di Arofah.

3. Penetapan 1 Syawal maupun 1 Dzulhijjah di


Indonesia ditetapkan oleh Ulil Amri / Pemerintah
Indonesia.
Ru’yatul Hilal harus diputuskan oleh Ulil Amri negeri
tersebut. Di Indonesia Ru’yatul Hilal ini telah
dilaksanakan dan ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia,
Alhamdulillah. Sehingga Puasa Arofah maupun Idhul
Adha mengikuti Ru’yatul Hilal Pemerintah Indonesia dan
bukan mengikuti tempat di Arofah. Dan Pemerintah
Indonesia telah menetapkan bahwa 1 Dzulhijjah 1443H
jatuh pada tanggal 1 Juli 2022, sehingga Puasa Arofah
jatuh pada tanggal 9 Juli 2022, dan Idul Adha jatuh
pada tanggal 10 Juli 2022.

Selasa, 5 Dzulhijjah 1443 H


5 Juli 2022 M
Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Anda mungkin juga menyukai