Anda di halaman 1dari 3

Urgensi Rukyat Hilal Global

Sesuai argumentasi terkuat, syariah Islam menjelaskan bahwa rukyat hilal merupakan sabab
(ketentuan) dimulai dan diakhirinya puasa Ramadhan. Apabila bulan tidak bisa dirukyat, maka
puasa dilakukan setelah istikmâl (digenapakan) bulan Sya’ban. Ketetapan ini didasarkan banyak dalil.
Misal, hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ْ َْ ْ
‫وموا ِل ُرؤ َي ِت ِه َوأف ِط ُروا ِل ُرؤ َي ِت ِه‬
ُ ‫ُص‬

“Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihat hilal.” (HR. Al-Bukhari
1776; Muslim 1809; At-Tirmidzi 624; An-Nasa’i 2087).

Berdasarkan hadits seperti itu, lahirlah ijma’ ulama bahwa hisab astronomis (al-hisâb al-falaki) tidak
boleh dijadikan sandaran menentukan masuknya awal bulan Qamariyah. Ijma’ ini diriwayatkan Ibnu
Mundzir, Ibnu Taimiyah, Abul Walid al-Baji, Ibnu Rusyd, al-Qurthubi, Ibnu Hajar, al-‘Aini, Ibnu Abidin,
dan asy-Syaukani. (Lihat, Majmu’ al-Fatawa, XXV/132; Fathul Bari, IV/158; Tafsir al-Qurthubi, II/293;
Hasyiyah Ibnu Abidin, III/408; Bidayatul Mujtahid, II/557).

Ibnu Rusyd (w. 1198 M) rahimahullah menyampaikan:

‫ وعىل أن االعتبار نف تحديد شهر رمضان إنما هو الرؤية‬،‫ثالثي‬


‫ن‬ ‫إن العلماء أجمعوا عىل أن الشهر العرب يكون تسعا ر‬
‫ ويكون‬،‫وعشين‬

Para ulama menyepakati, bulan di kalangan Arab ada dua puluh sembilan dan ada yang tiga puluh
hari, namun tolok ukur penentuan bulan Ramadhan hanya berdasarkan rukyat semata (bukan
hisab).

Lebih lanjut, ini menunjukan bahwa umat Islam semestinya berpatokan pada rukyat hilal global,
dalam arti rukyatul hilal di salah satu negeri muslim berlaku untuk kaum muslimin di negeri-negeri
lain di seluruh dunia. Hal ini sesuai dengan pendapat jumhur.

Syaikh Abdurrahman al-Jaziri (w. 1941 M) rahimahullah menjelaskan:

‫بي القريب من جهة الثبوت والبعيد إذا بلغهم من‬‫ ال فرق ن‬،‫إذا ثبت رؤية الهالل بقطر من األقطار وجب الصوم عىل سائر األقطار‬
‫ إذا ثبتت رؤية الهالل فن‬:‫ عند ثالثة من األئمة؛ وخالف الشافعية‬،‫ وال عبة باختالف مطلع الهالل مطلقا‬.‫طريق موجب للصوم‬
‫ بأن يكون‬،‫ والقرب يحصل باتحاد المطلع‬،‫جهة وجب عىل أهل الجهة القريبة منها من كل ناحية أن يصوموا بناء عىل هذا للثبوت‬
‫ فال يجب عليهم الصوم بهذه الرؤية الختالف المطلع‬،‫ أما أهل الجهة البعيدة‬،‫وعشين فرسخا تحديدا‬ ‫بينهما أقل من أربعة ر‬

Apabila rukyat hilal telah terbukti di salah satu negeri, maka negeri yang lain wajib juga berpuasa.
Dari segi pembuktiannya tidak ada perbedaan lagi antara negeri yang dekat dengan yang jauh apabila
informasi rukyat hilal itu memang telah sampai kepada mereka dengan cara terpercaya yang
mewajibkan puasa.

Tidak diperhatikan lagi di sini adanya perbedaan mathla’ hilal secara mutlak. Demikianlah
pendapat tiga imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Ahmad). Para pengikut mazhab Syafi’i
berpendapat lain: Apabila rukyat hilal di suatu daerah telah terbukti, maka atas dasar pembuktian
ini, penduduk yang terdekat di sekitar daerah tersebut wajib berpuasa.

Ukuran kedekatan di antara dua daerah dihitung menurut kesamaan mathla’, yaitu jarak keduanya
kurang dari 24 farsakh (133 Km). Adapun penduduk daerah yang jauh, maka mereka tidak wajib
berpuasa dengan rukyat ini, karena terdapat perbedaan mathla’. (Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-
Arba’ah, I/550).

Di sisi lain, meski ulama syafi’iyyah berbeda dengan jumhur, ada pula ulama syafi’iyyah lain yang
berpedoman pada rukyat global, imam an-Nawawi (w. 1277 M) rahimahullah berkata:

‫وقال بعض أصحابنا تعم الرؤية نف موضع جميع أهل األرض‬

Sebagian ulama kalangan kami ada yang berpendapat, satu rukyat berlaku untuk seluruh tempat
bagi semua penduduk bumi. (Al-Minhâj Syarh Shahîh Muslim, V/197). Imam asy-Syaukani (w. 1834
M) rahimahullah menyebutkan:

‫والذي ن‬
‫ لزم أهل البالد كلها‬،‫ينبغ اعتماده هو … أنه إذا رآه أهل بلد‬

Pendapat yang layak dijadikan pegangan adalah: apabila penduduk suatu negeri telah melihat bulan
sabit (rukyat hilal), maka rukyat ini berlaku pula untuk seluruh negeri-negeri yang lain. (Nail al-
Authâr, IV/195). Imam ash-Shan’ani (w. 1768 M) rahimahullah berkata:

‫ن‬
‫ فيدل هذا عىل أن رؤية بلد رؤية لجميع أهل البالد فيلزم الحكم‬،‫فمعن إذا رأيتموه أي إذا وجدت فيما بينكم الرؤية‬

Makna dari ungkapan hadits “jika kalian melihatnya” artinya apabila rukyat didapati di antara kalian.
Hal ini menunjukkan rukyat pada suatu negeri berlaku bagi semua penduduk negeri dan hukumnya
wajib. (Subulus Salâm, II/310). Sayyid Sabiq (w. 2000 M) rahimahullah pun menegaskan:

‫ وجب الصوم عىل جميع البالد لقول الرسول صىل هللا‬،‫ فمن رأى الهالل أهل بلد‬،‫ إىل أنه ال عبة باختالف المطالع‬:‫ذهب الجمهور‬
‫ وهو خطاب عام لجميع االمة فمن رآه منهم نف أي مكان كان ذلك رؤية لهم جميعا‬،‫ وافطروا لرؤيته‬،‫ صوموا لرؤيته‬:‫عليه وسلم‬

Mayoritas ulama berpendapat, tidak dianggap adanya perbedaan mathla’. Karena itu, kapan saja
penduduk suatu negeri melihat hilal, maka wajib atas seluruh negeri berpuasa karena sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “Puasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena
melihatnya.”

Seruan ini bersifat umum mencakup seluruh umat Islam. Jadi siapa saja di antara mereka yang
melihat hilal; di tempat mana pun, maka rukyat itu berlaku bagi mereka semuanya. (Fiqh as-Sunnah,
I/368). Kata Syaikh Wahbah az-Zuhaili (w. 2015 M) rahimahullah:

‫ وألن إيجاب‬،‫ ومنعا من االختالف غب المقبول نف عرصنا‬،‫المسلمي‬


‫ن‬ ‫وهذا الرأي )رأي الجمهور( هو الراجح لدي توحيدا للعبادة ن‬
‫بي‬
‫الصوم معلق بالرؤية دون تفرقة ن‬
‫بي األقطار‬

Pendapat jumhur inilah yang kuat menurut saya, sebagai pemersatu ibadah kaum muslimin dan
mencegah perbedaan pendapat yang tak dapat diterima lagi di masa sekarang, pasalnya kewajiban
puasa itu berkaitan dengan rukyat tanpa pembedaan antar wilayah. (Al-Fiqh al-Islâmi wa
Adillatuhu, II/610; lihat pula al-Hafizh al-Ghumari, Taujîh al-Anzhâr li Tauhîd al-Muslimîn fi al-Shaum
wa al-Ifthâr, hal. 19).

Jelaslah, menurut pendapat yang rajih dan dipilih jumhur, jika penduduk negeri-negeri Timur Jauh
(benua Asia) melihat bulan sabit Ramadhan, maka hasil rukyatnya wajib diikuti kaum muslimin yang
berada di negeri-negeri belahan Barat (Timur Tengah) tanpa kecuali.
Siapapun kalangan kaum muslimin yang berhasil melakukan rukyat hilal maka rukyat tersebut
merupakan hujjah bagi orang yang tidak melihatnya. Kesaksian seorang muslim di suatu negeri
sama kedudukannya dengan kesaksian seorang muslim di negeri yang lain.

Terjadinya perbedaan pendapat di dalam internal umat Islam dapat ditoleransi, selama termasuk
pendapat Islami dan tidak menyebabkan perpecahan di tubuh umat Islam. Sedangkan perbedaan
dalam menetapkan awal-akhir Ramadhan ini tergolong yang tidak bisa ditoleransi, sebab
berdampak luas pada disintegrasi umat Islam,

Yaitu kekacauan dan ketidakbersamaan dalam melaksanakan ibadah puasa serta dalam
menampakkan syi’ar hari raya. Perbedaan dalam hal ini bukan tergolong rahmat, sebab di dalamnya
menyangkut halal-haram, serta perpecahan dunia Islam. Dari perbedaan awal-akhir Ramadhan ini,
kita semua paham pentingya persatuan umat Islam di seluruh dunia tentunya.

Perbedaan awal-akhir Ramadhan dan Idul Fitri pada tahun-tahun tertentu, sungguh sangat
memalukan. Umat Nasrani saja bisa bersatu saat Natal 25 Desember, sebagaimana Yahudi, Budha,
Hindu, mereka semua kompak dalam kebersamaan hari-hari besar perayaan agama mereka,
mengapa umat Islam, sebagai umat terbaik tidak bisa?

Dari sini ada pelajaran penting yang amat berharga, umat Islam sangat memerlukan Institusi politik
pemersatu, dengan kekuatan yang sanggup menyatukan Maroko hingga Merauke. Sehingga, ketika
melakukan rukyat, hasil rukyat akan diberlakukan global kepada seluruh umat Islam.

Imam al-Maziri (w. 1141 M) rahimahullah ketika mensyarah hadis-hadis Shahih Muslim tentang
rukyatul hilal, memberi arahan kepada kita, tentang institusi politik seperti apa yang sanggup
mempersatukan umat Islam dalam awal-akhir Ramadhan, ia menjelaskan:

‫إذا ثبت الهالل عند الخليفة لزم سائر األمصار الرجوع إىل ما عنده … والفرق ن‬
‫بي رؤية الخليفة وغبه أن سائر البلدان لما كانت‬
‫بحكمه فه كبلد واحد‬

Jika hilal telah terbukti oleh Khalifah maka seluruh negeri-negeri Islam wajib merujuk hasil rukyat
itu … Sebab rukyat Khalifah berbeda dengan rukyat dari selain Khalifah. Karena seluruh negeri-
negeri yang berada di bawah pemerintahannya dianggap bagaikan satu negeri. (Al-Mu’lim bi
Fawâ`id Muslim, II/44-45).

Wallahu a’lam.[]

Anda mungkin juga menyukai