Anda di halaman 1dari 18

1

BEDA AQIDAH
SUNNI VS SYIAH
DR. Kamaluddin Nurdin Marjuni
Dosen Senior Aqidah Filsafat Universiti Sains Islam Malaysia

Banyak pandangan dan penilaian tentang perbedaan Sunnah dan
Syiah seperti pandangan bahwa Perbedaan sedikit sekali dibanding
dengan persamaan. Atau Perbedaan bukan pada masalah ushul, tapi
perbedaan lebih kepada masalah furu. Atau dikatakan Perbedaan
hanya masalah-masalah kecil dan bukan masalah substansial.
Ucapan-ucapan seperti ini banyak ditemui di berbagai forum-forum
diskusi, baik nasional ataupun internasional. Juga dapat dibaca pada
sebagian buku-buku ulama dan intelektual muslim di Timur Tengah, seperti
DR. Ali Abdul Wahid Wafi dalam bukunya Baina as-Syiah wa Ahli Sunnah,
DR. Syami an-Nassyar, DR. Shabir Taiimah dalam bukunya Tahaddiyyat
Amaama al-Uruubah wa al-Islam. Bahkan syekh Ghazali menegaskan
bahwa, Sesungguhnya perselisihan yang terjadi antara Islam Sunnah
dan Islam Syiah hakikatnya sama dengan perselisihan antara mazhab-
mazhab fiqh Sunnah, seperti mazhab Hanafi, Maliki dan Syafii
1
. Dan
baru-baru ini muncul fatwa yang penuh dengan kontroversi yang dikatakan
oleh mufti Mesir, syekh Ali Jumah bahwa Tidak ada perbedaan antara
Syiah dan Sunni. Atau Perbedaan yang terjadi antara Sunnah dan
Syiah bukan disebabkan faktor politik, melainkan hanyalah perbedaan
memahami teks dan sumber-sumber penetapan hukum (istinbat)
2
.
Dalam persepsi yang sama ulama Syiahpun mengatakan demikian.
Sayyid Kasyif al-Ghita berkata: Sesungguhnya perbedaan antara Sunnah
dan Syiah hanyalah bersifat furuiyah, dan hal ini biasa terjadi dalam
persaudaraan
3
.
Untuk menyikapi pandangan para ulama seperti yang dipaparkan di
atas, maka penulis ingin mengulas tentang hakikat pemahaman aqidah
Sunnah dan Syiah, dengan tujuan untuk membuktikan kebenaran hepotesa-
hepotesa tersebut
4
.

1 Syekh al-Ghazali, Kaifa Nafham al-Islam, hal: 144-145.
2 http://www.alarabiya.net/articles/2009/03/02/67591.html.
3 Lihat: al-Wihdah al-Islamiah, hal: 100, Muassasah al-Aalami, Lebanon.
4 Kajian perbandingan ini dipertajam oleh beberapa karya penulis yang telah diterbitkan dan
dalam proses terbit, seperti: (1) Mauqif az-Zaidiyah wa Ahli Sunnah Min al-Aqidah al-
Ismailiah wa Falsafatuha, Terbitan Darul Kutub Ilmiah, Beirut, Lebanon 2009. (buku tersebut
asalnya desertasi Ph.D, Cairo Univesity, dan saat ini dijadikan referensi kajian Syiah di
Harvard University, dan dapat ditemui dalam koleksi perpustakaan United Kingdom British
Library, Call Number: YP.2010.a.4230), (2) al-Firaq as-Syiiyyah wa Ushuluha as-Siyasiyah
wa Mauqif Ahli Sunnah Minha, terbitan USIM 2009. (3) al-Mazahib al-Aqaidiyah al-
Islamiyah, terbitan USIM, 2010, (4) Nasyat al-Firaq wa Tafarruquha, dalam proses terbit di
Darul Kutub Ilmiyah, Beirut-Lebanon. (5) Perseteruan Politik: Syiah vs Syiah & Tanggapan
Sunnah, dalam proses terbit di Darami Publishing, Jakarta-Indonesia. dan silahkan lihat
wawancara penulis tentang "LATAR BELAKANG MENEKUNI KAJIAN SYIAH DI CAIRO
UNIVERSITY". *Diterbitkan oleh Buletin FK el-Baiquni, Cairo-Egypt 2003 & Revisi
2

Sebagai perbandingan pertama, kita memulai dengan membahas
masalah rukun Islam antara sunnah & syiah:

Rukun Islam:
Sunnah dan syiah berbeda tentang pilar agama Islam. Kalau menurut
pandangan Ahlu Sunnah, Islam memiliki beberapa pokok ajaran atau dasar
agama yang biasa disebut sebagai rukun agama "Arkaan ad-Din. Dan rukun
ini memiliki konsekwensi yang fatal kalau ditinggal atau tidak dilaksanakan,
yang menyebabkan suatu perkara yang dilakukan menjadi tidak sah. Sebab
makna rukun itu sendiri adalah, sesuatu yang merupakan sebagian daripada
suatu perkara yang karena kewujudannya maka wujudlah perkara itu,
manakala sekiranya ia tidak wujud, maka tidak wujudlah perkara itu.
Contohnya perkara niat dalam shalat, niat merupakan rukun wujudnya shalat,
jika seorang shalat tanpa disertai dengan niat maka shalatnya tidak sah.
Dalam agama Islam ada dua rukun yang mesti dilaksanakan oleh
setiap orang yang mengaku dirinya beragama Islam, rukun tersebut adalah
rukun Islam dan rukun Iman. Rinciannya adalah sebagaimana berikut:
Golongan sunnah berpendapat bahwa rukun Islam setelah
mengucapkan dua kalimat syahadat ada 4 perkara, yaitu: (1) Shalat, (2)
Puasa, (3) Zakat, (4) Haji. Landasan bagi pendapat Sunni ini adalah hadits
berikut ini:

:
. ) (
Dari Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khaththab r.a berkata :
Saya mendengar Rasulullah saw bersabda : Islam dibangun di atas lima
perkara; bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, melaksanakan haji dan berpuasa di bulan ramadhan. (Riwayat
Turmuzi dan Muslim).
Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa seseorang yang ingin
memeluk agama Islam diwajibkan mengucapkan dua kalimat syahadat
terlebih dahulu, sebab syahadah adalah asas ajaran Islam. Syahadat
diibaratkan sebagai kunci dan pilar utama untuk menjadi seorang muslim.
Syahadat pertama menuntut orang tersebut bertauhid atau meng-esa-kan
Allah swt, dan syahadat yang kedua merupakan pengakuan bahwa Nabi
Muhammad saw adalah utusan Allah swt. Pilar yang kedua adalah, bagi
seseorang yang mengaku beragama Islam diwajibkan menunaikan shalat
lima waktu dalam sehari semalam, yaitu: shalat dzuhur, ashar , maghrib ,
isya, dan subuh. Pilar yang ketiga menuntut seseorang muslim mengeluarkan
zakat dalam jumlah yang telah ditentukan kadarnya. Pilar yang keempat
adalah, bagi seorang muslim diwajibkan melaksanakan ibadah puasa di bulan
ramadhan, dengan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa,
dimulai dari sejak terbitnya fajar sehingga terbenamnya matahari. Dan pilar
terakhir adalah, kewajiban untuk melaksanakan ibadah haji di Mekkah al-
Mukarramah sekali dalam seumur hidup.

2010.http://dr-kamaluddin-nurdin.blogspot.com/2010/07/wawancara-tentang-syiah-
2003.html.
3

Inilah tiang agama yang mesti dilakukan oleh setiap umat Islam
menurut pandangan golongan sunni.
Sedangkan bagi masalah keimanan yang merupakan suatu keyakinan
yang dipercayai dengan sepenuh jiwa dan hati oleh pemeluk agama Islam,
maka bagi golongan sunni, seorang muslim diwajibkan mempercayai enam
rukun iman, yang terdiri dari: (1) Iman kepada Allah, (2) para malaikat, (3)
kitab-kitab, (4) para rasul, (5) hari kiamat, serta (6) qadha & qadar. Dalil yang
diajukan oleh sunni mengenai keenam rukun iman ini adalah sebagi berikut:
) ) (
( .
Bahwa engkau beriman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab-Nya, para
rasul, dan hari akhirat, dan engkau beriman mengenai Qadar (takdir), baik
dan buruknya".

)
) ( 285 (
Rasul telah beriman kepada al-Qur'an yang diturunkan kepadanya
dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman, semuanya beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya.
(Mereka mengatakan):"Kami tidak membeda-bedakan antara seserangpun
(dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan:"Kami
dengar dan kami ta'at". (Mereka berdoa):"Ampunilah kami ya Tuhan kami dan
kepada Engkaulah tempat kembali". (Q.S. al-baqarah: 285).
Sedangkan golongan syiah berbeda dengan sunnah mengenai
pembagian rukun Islam. Bahkan antara aliran-aliran syiah sendiri saling
berbeda pandangan dalam hal ini. syiah Imamiyah berpendapat bahwa rukun
agama ada 5, yaitu: (1) Shalat, (2) Zakat, (3) Hajji, (4) Puasa, (5) Wilayah.
Sebagaimana beberapa riwayat yang disebutkan oleh al-Kulaini dalam
kitabnya "Ushul al-Kafi":


Dari Abu Jafar, ia berkata: Islam dibangun di atas lima perkara; yaitu
mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa ramadhan, melaksanakan haji,
dan wilayah, dan tidak ada satu pun daripada rukun-rukun yang tersebut
yang diseru (keras) sebagaimana seruan yang diberikan kepada
wilayah
5
.
:


Dari Abu Jafar, ia berkata: Islam dibangun di atas lima perkara;
mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji, puasa ramadhan,
dan wilayah. Zararah bertanya kepada Abu Jafar: manakah rukun yangh
terbaik di antara rukun-rukun tersebut?. Abu Jafar menjawab: Wilayah adalah

5 Al-Kulaini, Ushul al-Kaafi, 2/42.
4

rukun yang terbaik, sebab wilayah merupakan kunci dari semua rukun
agama, dan Wali (Imam) adalah penunjuk atas kesemua rukun tersebut
6
.



Dari Ujlan Abu Shalih, ia bekata: Saya meminta penjelasan dari Abu
Abdillah tentang batasan-batasan iman, ia menjawab bahwa iman adalah:
Bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa
Nabi Muhammad adalah utusan Allah, dan Beriqrar (mengakui) segala yang
datangnya dari Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa ramadhan,
melaksanakan haji, percaya kepada Wilayah, dan memerangi musuh-musuh,
dan berhimpun bersama orang-orang yang benar (jujur)
7
.
Bila diperhatikan riwayat terakhir di atas, syiah Imamiyah menjadikan
ucapan dua kalimat syahadat sebagai bahagian dari rukun iman, sementara
sunnah menjadikannya sebagai rukun Islam.
Adapun bagi syiah Isma'iliyah Bathiniyah, rukun Islam ada 7. Hal ini
dinyatakan dengan tegas oleh salah seorang ulama Syiah Ismailiyah, yaitu
al-Qadhi an-Nu'man dalam kitabnya "Da'aa`im al-Islam". Kitab tersebut
mensinyalir bahwa rukun Islam ada 7 perkara, yaitu: (1) Wilayah, (2)
Kesucian, (3) Shalat, (4) Zakat, (5) Puasa, (6) Hajji, (7) Jihad. Adapun
teksnya adalah sebagai berikut:


Dari Abu Jafar, ia berkata: Islam dibangun di atas tujuh perkara;
Wilayah, dan wilayah adalah rukun terbaik dari rukun lainnya, sebab dengan
wali (imam) seseorang dapat mengenal rukun-rukun Islam, kemudian
Thahara (kesucian), mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa ramadhan,
melaksanakan haji, dan berjihad
8
.
Jadi, syiah Imamiyah dan syiah Isma'iliyah sepakat bahwa wilayah
(imamah) adalah rukun yang paling utama dari rukun yang lainnya.
Dari beberapa riwayat yang diketengahkan oleh syiah Imamiyah dan
syiah Ismailiyah dapat dilihat bahwa dua kalimat syahadat tidak dimasukkan
dalam rukun Islam mereka. Sedangkan sunnah menjadikannya sebagai rukun
Islam pertama dan yang paling utama. Sementara bagi syiah wilayah
(imamah) adalah salah satu rukun agama dan rukun Iman yang paling
mendasar dan paling utama dibanding rukun-rukun lainnya. Sehingga salah
seorang ulama syiah Imamiyah kontemporer yang bernama syekh Amir
Muhammad al-Qazawayni menyatakan dengan tegas bahwa: barang siapa
yang mengingkari kepemimpinan imam Ali, maka sungguh telah gugur
keimanannya
9
.

6 Al-Kulaini, Ushul al-Kaafi, 2/42.
7 Al-Kulaini, Ushul al-Kaafi, 2/42.
8 Al-Qadhi an-Numan, kitab Daaaim, 1/2
9 Amir Muhammad al-Qazawayni, as-Syiah fi Aqaidihim wa Ahkamihim, hal: 24.
5

Di samping itu berkaitan dengan kalimat syahadat, terkadang syiah
menambahkan sebutan imam Ali sebagai wali Allah, sehingga teks syahadat
versi mereka berbunyi:

Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah
dan bahwa Nabi Muhammad utusan Allah, dan Ali adalah wali Allah.
Namun perlu disebutkan, bahwa as-Sayyid al-Murtadha, yang
merupakan salah seorang ulama terkemuka Syiah pada abad ke lima Hijriah
mengharamkan penyebutan azan yang ditambahkan dengan kalimat "Ali
adalah wali Allah", yaitu yang berbunyi . Seorang
cendikiawan Syiah Imamiyah yang netral dan moderat bernama DR. Musa al-
Musawi menilai bahwa sebenarnya penambahan ini tidak mendasar dan
keliru. Ia muncul setelah Ghibah al-Kubrah pada tahun 329 Hijriah. Bahkan
menurutnya, seandainya imam Ali masih hidup saat ini, dan mendengarkan
penambahan nama beliau dalam azan, maka niscaya beliau akan
memberikan hukuman Had kepada pelantun azan tersebut
10
. Tentunya
pernyataan ini merupakan suatu usaha untuk menuju penetralan dan
penjernihan aqidah yang dilakukan oleh sebagian intelektual modern dari
kalangan Syiah.
Bahkan terkadang lafadz Nabi Muhammad-pun dihilangkan dari
kalimat syahadat. Seperti riwayat di bawah ini:

Ketika Talqin, bacakanlah kepada mayat-mayat kalimat syahadat
bahwa tiada Tuhan selain Allah dan wilayah (Ali wali Allah)
11
.
Di tempat lain, syiah menafsirkan ayat dalam surah al-Baqarah ayat
132, 137, yang berbunyi:
)

( 136
137 -
Katakanlah (hai orang-orang mu'min):"Kami beriman kepada Allah
dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada
Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'kub dan anak cucunya, dan apa yang telah
diberikan kepada Musa dan 'Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi
dari Tuhan-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka
dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya. Maka jika mereka beriman
kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah
mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada
dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari
mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Bagi
syiah, lafadz ) , - -' ' ( , bermaksud, mereka umat manusia, sedangkan lafadz
) - -- -' ' - . ` - - ( , adalah imam Ali, Fatimah, Hasan, Husain, dan para imam-imam

10 Lihat usaha-usaha beliau dalam menetralisir hubungan Sunnah dan Syiah pada bukunya
yang berjudul as-Syiah wa at-Tasyayyu.
11 Al-Hurru al-Aamili, Wasaail as-Syiah, 2/665. Tahziib al-Ahkam, 1/8.
6

lainnya. Jadi maksud ayat ini adalah keimanan seorang mumin harus melalui
dan mengikuti serta sesuai dengan keimanan para imam-imam syiah
12
.
Inilah gambaran tentang konsep keimanan kepada Allah swt yang
diyakini oleh golongan syiah.
Tentang Nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya yang pada asalnya sifat-
sifat tersebut hanya dimilki Allah semata-mata, oleh Syiah diyakini bahwa
nama-nama serta sifat-sifat tersebut dilabelkan juga untuk para imam-imam
syiah. Hal ini dapat dilihat ketika al-Kulaini meriwayatkan sebuah pentafsiran
daripada ayat al-Quran:
) ( - 180 -
Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebut asma-ul husna itu. (Q.S. al-Araaf: 180). Dari Abu Abdillah,
ia mengatakan: Kami dan asma al-husna tidak akan menerima amalan
seorang hamba kecuali dengan pengetahuan kami (izin kami)
13
.
Dalam kitab-kitab Syiah yang lain disebutkan:

Kami (para imam) adalah wajah Allah, kami beredar di muka bumi di
antara kamu, dan kami (para imam) adalah mata Allah untuk hambaNya
14
.
Ibnu Babwaih menafsirkan firman Allah swt:
) ( 88 -
Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. (Q.S. al-Qashash: 88).
Ia mengatakan: . Kamilah wajah Allah yang tidak akan
binasa
15
. Keyakinan seperti ini dapat ditemukan juga dalam Syiah
Ismailiyah
16
.
Dengan demikian, dari uraian di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa
syiah menambahkan rukun Islam dengan Imamah (politik). Dan hal ini
ditegaskan kembali oleh syekh Muhammad Husein al-Ghitah yang
merupakan seorang ulama syiah Imamiyah kontemporer, yang menyatakan
bahwa Sesungguhnya mazhab Syiah (imamiyah) menambahkan rukun
Islam (Ahlu Sunnah), yaitu Imamah
17
.
Teks ucapan ini merupakan pengakuan bahwa syiah memang sengaja
menambahkan rukun Islam supaya berbeda dengan rukun Islam yang
diyakini oleh kalangan sunnah.
Kemudian untuk rukun iman yang lainnnya, seperti beriman kepada
malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari kiamat, serta qadha dan qadar, akan
penulis jelaskan satu persatu secara singkat di bawah ini.


12 Lihat beberapa tafsir mutabar syiah: al-Iyasyi, 1/62. Al-Burhan, 1/157. As-Shafi, 1/92.
13 Al-Kulaini, Ushul al-Kaafi, 1/143-144.
14 Tafsir al-Iyaashi, 2/42. al-Majlisi, Bihaar al-Anwaar, 94/22. an-Nuuri at-Thabrisi, Mustadrak
al-Wasaail, 1/371.
15 Ibnu Babwaih, at-Taudih, hal 149.
16 Lihat rinciannya pada buku penulis, Mauqif az-Zaydiah wa Ahli as-Sunnah min al-Aqidah
al-Ismailiyah wa Falsafatuha, hal: 185-190, Darul Kutub al-Ilmiah, Beirut-Lebanon, 2009.
17 Muhammad Husein al-Ghitah, Ashlu as-Syiah w aUshuluha, hala: 58.
7

Malaikat:
Termasuk bagian dari rukun iman yang disepakati oleh sunnah dan
syiah adalah beriman kepada malaikat-malaikat Allah taala, sebagaimana
firman-Nya :
)
(
Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya
dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya.
(Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun
(dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami
dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan
kepada Engkaulah tempat kembali" (QS. Al-Baqarah : 285).
Namun yang menjadi masalah di sini adalah adanya bentuk
penafsiran-penafsiran atau interpretasi dan pemahaman yang berbeda antara
sunnah dan syiah. Misalnya, dari segi asal penciptaan malaikat dan tugas
malaikat. Bagi sunnah, malaikat diciptakan dari cahaya (semata),
sebagaimana sabda Rasulullah saw:


Dari Aisyah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: "malaikat
diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang menyala-nyala, dan Adam
diciptakan dari sesuatu yang telah disebutkan (ciri-cirinya) untuk kalian"
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 2996].
Namun syiah berpendapat lain, dan menegaskan bahwa penciptaan
malaikat berasal daripada cahaya imam Ali
18
. Di samping itu syiah
mengatakan bahwa ada di antara malaikat yang kerja dan tugasnya hanya
untuk menangisi kuburan imam Husain dan berbolak balik menziarahi
kuburannya sehingga hari kiamat. Dan menurut mereka jumlah para malaikat
adalah sebanyak 4000
19
. Sementara dalam ideologi sunnah, tidak ditemukan
pemahaman bahwa terdapat segerombolan malaikat yang ditugaskan oleh
Allah untuk menangis di atas kuburan imam Husain.
Bagi syiah, malaikat Jibril di samping bertugas sebagai pembawa
wahyu Ilahi, Allah juga menugaskannya sebagai pelayan bagi para imam-
imam syiah, sebagaimana riwayat yang disebutkan dalam kitab Biharul
Anwar:
) (
Sesungguhnya malaikat Jibril meminta untuk menjadi pelayan para
imam, maka para imam menjawab: Jibril adalah pelayan kami
20
.
Asumsi ini tidak diterima oleh sunnah. Sebab malaikat Jibril yang biasa
disebut sebagai ar-Ruuh menurut aqidah sunnah tugasnya hanyalah
sebagai pembawa wahyu, dan hanya melayani Nabi Muhammad saw, sesuai
dengan firman Allah:

18 As-Sayyid Hasyim al-Bahrani, Maalim az-Zulfa fi Maarif an-Nasyat al-Ula, hal: 249.
19 Lihat. Wasaail as-Syiah, 10/318.
20 Al-Majlisi, Biharul Anwar, 26/345.
8

) ( 193 194 -
Dia dibawa turun oleh Ar-Ruuh Al-Amin (Jibriil), ke dalam hatimu
(Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang
memberi peringatan (QS. Asy-Syuraa : 193-194).
Di dalam ayat lain disebutkan:
) ( 4 -
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ar-Ruuh (Jibriil) dengan
ijin Tuhannya untuk mengatur segala urusan (QS. Al-Qadar : 4).

Kitab-Kitab:
Kepercayaan kepada kitab-kitab merupakan rukun iman yang ketiga.
Kesemua ajaran-ajaran agama disampaikan oleh malaikat dan dicatatkan di
dalam kitab-kitab dan suhuf. Dan jumlah kitab-kitab suci tidak diketahui
secara pasti berapa jumlahnya. Namun sekalipun tidak diketahui secara pasti
jumlah kitab-kitab tersebut, yang jelas setiap rasul dibekalkan dengan kitab
suci masing-masing.
Silang pendapat antara sunnah dan syiah pada masalah ini sangat
tajam. Sunnah meyakini bahwa dalam agama Islam kitab yang diturunkan
Allah swt kepada ummat Islam adalah al-Quran yang dibawa oleh Nabi
Muhammad saw, dan pendapat ini disetujui oleh syiah. Atau dengan kata
lain, sunnah dan syiah sepakat dan sekata bahwa pedoman ajaran agama
Islam adalah kitab al-Quran yang dibekalkan oleh Allah untuk Nabi
Muhammad saw. Namun, perselisihan tajam terjadi ketika kalangan syiah
berasumsi bahwa al-Qur`an yang dipegang oleh sunnah, yaitu (Mushaf
Utsmani) tidak originil alias palsu, sebab telah mengalami perubahan yang
berupa penambahan dan pengurangan. Hal ini dijelaskan oleh ulama hadits
terkemuka syiah Imamiyah, yaitu Abu Jafar Muhammad bin Yaqub Al-
Kulaini: dari Abu Abdullah (Jafar Ash-Shadiq), ia berkata:Sesungguhnya al-
Quran yang dibawa oleh Jibril kepada Muhammad memiliki 17.000 ayat
21
.
Pada tempat lain, disebutkan juga teks berikut:
: " : ...
) :(
: ."
Dari Abi Bashir, ia berkata, Abu Abdillah berkata: Sesungguhnya di
sisi kami ada mushaf Fathimah, Abu Bashir bertanya: apakah Mushaf
Fathimah itu? Ia (Abu Abdillah) berkata: yaitu Mushaf yang 3 kali lipat dari
apa yang terdapat di dalam mushaf kalian. Demi Allah, tidak ada padanya
satu huruf pun dari al- Quran kalian
22
. Oleh karena itu, Husain bin
Muhammad At-Taqi An-Nuri Ath-Thabrisi menegaskan bahwa al-Quran yang

21 Al-Kulaini, Kitab Al-Kaafi, 2/634. (kitab ini sama kedudukannya dengan kitab shahih
Bukhari disisi Ahlu Sunnah).
22 Al-Kulaini, Kitab al-Kaafi, 1/239-240.
9

dimiliki oleh ahlu sunnah telah mengalami perubahan besar dan mengalami
banyak penyimpangan dan penyelewengan
23
.
Bahkan dalam riwayat lain disebutkan dalam kitab Biharul Anwar:
"
"
Sesungguhnya isi kandungan Mushaf Fathimah adalah wahyu dari
Allah yang langsung disampaikan kepadanya (Fathimah)
24
.
Kesemua teks-teks riwayat di atas tidak memerlukan penjelasan lebih
dalam dan rinci, sebab sudah sangat jelas maksudnya, bahwa terdapat
mushaf yang diturunkan khusus untuk Fathimah.
Dalam kitab Dalaai`l an-Imamah terdapat riwayat yang
menggambarkan isi dan kandungan daripada mushaf Fathimah, di antaranya
adalah hal-hal ghaib. Seperti pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa apa
yang sudah terjadi dan akan terjadi sampai hari kiamat kelak, bilangan jumlah
malaikat, siapa saja utusan Allah, nama-nama para Imam syiah (dua belas
imam), sifat-sifat penghuni surga dan neraka, jumlah orang yang akan berjaya
masuk di dalam surga dan neraka, serta banyak lagi hal-hal lain
25
.
Riwayat seperti ini sangat banyak ditemui dalam kitab-kitab syiah yang
masuk dalam katagori autentik al-Mutabarah, seperti: Bashaa`ir ad-
Darajaat karangan Ibnu al-Farruukh as-Shaffar, Amaali as-Sudduuq,
karangan Ibnu Babwaih al-Qummi dll.
Tentunya ilustrasi-ilustrasi ghaib yang tersebut dalam kitab-kitab di
atas adalah sesuatu yang tidak masuk logika. Sebab Nabi Muhammad sendiri
tidak mampu bercerita kepada ummatnya tentang hal-hal demikian,
sebagaimana yang diungkapkan dalam firman Allah swt;
)
(
: 50 -
Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa
perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang
ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku ini malaikat.
Aku tidak mengikuti kecuali apa yang telah diwahyukan kepadaku.
Katakanlah:"Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat".
Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya). (Q.S. al-Anaam: 50).
Di samping itu, syiah Imamiyah berasumsi bahwa masing-masing
kedua belas imam mendapatkan suhuf (lembaran-lembaran) tersendiri
26
,
sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab Ikmaal ad-Din:

23 Husain bin Muhammad At-Taqi An-Nuri Ath-Thabrisi, kitab Fashlul Khithab Fii Itsbati
Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab, dinukil dari Asy-Syiah Wal Quran, hal. 31-32, karya Ihsan Ilahi
Dzahir.
24 Biharul Anwar, 26/42.
25 Muhammad Ibnu Jarir bin Rustum at-Thabari, Dalaail al-Imamah, hal: 27-28.
26 Suhuf bentuk jama dari Shahiifah, artinya lembaran, memiliki beberapa sinonim dalam
10



Sesungguhnya Allah swt menurunkan (membagikan) cincin kepada
dua belas imam, dan bagi tiap-tiap imam dua belas diberikan lembaran
masing-masing, dan pada setiap cincin tersebut tertulis nama imam,
sedangkan sifatnya tersebut dalam lembaran
27
.
Dengan demikian, pada dasarnya syiah mengakui adanya kitab suci
selain al-Quran yang dibawa oleh Nabi Muhammad, yang dikenal sebagai
Mushaf Fatimah. Dan Allah membagikan shuhuf (lembaran-lembaran)
kepada setiap imam yang dua belas.
Bagi sunnah keotentikan mushaf dan shuhuf ini merupakan sebuah
tanda tanya besar. Sebab bagi sunnah al-Quran dan Hadits sudah cukup
untuk dijadikan pedoman hidup bagi ummat, sesuai dengan firman Allah swt:
) ( - 89 -
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur'an) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah
diri. (QS. An-Nahl: 89).
) ( - 38 -
Tiadalah Kami alpakan (lalaikan) sesuatu apapun di dalam Al-Kitab,
kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (QS. Al-Anaam: 38).
Rasulullah saw juga bersabda:
) (
Saya meninggalkan kepadamu sekalian dua perkara, kamu tidak akan
tersesat selama berpegang teguh kepadanya, yaitu: kitab Allah (al-Quran)
dan Sunnah Nabi-Nya (Hadits). (Muwatta Imam Malik, no: 2618).
Sebagai catatan, perlu diperhatikan bahwa sebagian ulama syiah
(minoritas) baik klasik ataupun kontemporer
28
ada yang menyanggah
keyakinan bahwa al-Quran yang di tangan sunnah tidak orisinil. Dalam artian
lain, mereka mengakui bahwa Mushaf Utsmani tidak ada penyimpangan atau
penyelewangan dalam isi kandungannya. Ulama tersebut adalah, imam at-
Thuusi, imam at-Tabrisi, as-Syarif al-Murtadha, Adnan al-Bahraani, Syekh al-
Qummi, syekh Muhammad Ridha al-Muzaffar dan syekh Kasyif al-Ghita
29
.
Sedangkan mayoritas ulama syiah tetap tidak mengakui Mushaf Utsmani
30
.

bahasa Arab, yaitu: Waraqah, Ruqah, Tirsun dan Qirthaasun. Lihat: DR. Kamaluddin Nurdin
Marjuni, kamus Syawarifiyyah, Sinonim Arab-Indonesia, hal: 368.
27 Riwayat ini disebutkan di berbagai kitab-kitab Syiah, lihat: al-Kulayni, al-Kaafi, 1/527-528.
Ikmaal ad-Din, Ibnu Babwaih al-Qummi, hal: 301-304.
28 al-Allamah As-Sayyid Ali al-Husaini al-Milani (intelektual syiah kontemporer) mengarang
sebuah buku yang berjudul -= '-' -,=- yang artinya: Tidak ada penyelewengan al-
Quran. Buku ini dicetak oleh Markaz al-Abhats al-Aqadiyyah. Sebuah pusat kajian syiah di
Iran.
29 Lihat: al-Wihdah al-Islamiah, hal: 33-34.
30 Lihat ketegasan ulama-ulama syiah tentang Tahrif dalam tafsir as-Shaafi, imam al-
Faidh al-Kaasyaani, tafsir al-Iyasyi imam al-Iyasyi.
11

Sunnah menilai bahwa pengakuan sebahagian ulama syiah terhadap
mushaf Ustmani bermotifkan Taqiyyah, alias bukan sikap hakiki mereka.
Sikap ini mereka ambil hanya untuk meredakan pertikaian antara sunnah dan
syiah. Namun menurut hemat penulis, sebaiknya usaha demikian dari pihak
syiah kita tanggapi secara positif, atau dengan kata lain bersifat baik sangka
Husnu ad-Dhan terhadap mereka. Yang artinya kita merespon baik
pandangan golongan minoritas ulama syiah Imamiyah di atas. Alangkah
baiknya kalau kita mencari persamaan dan memperkecil ruang perbedaan?
Bahkan DR. Musa al-Musawi (intelektual syiah) menegaskan, bahwa
yang berpendapat adanya Tahrif atau penyelewengan dalam mushaf
utsmani adalah golongan minoritas syiah dan bukannya mayoritas. Dan
beliau sendiri meyakinkan kita bahwa imam al-Khui dalam kitab tafsirnya al-
Bayan telah menafikan sendiri unsur Tahrif yang ditujukan pada mushaf
Utsmani oleh ulama-ulama syiah lain, dan yang berpendapat demikian
sebenarnya hanyalah orang-orang yang lemah akal pikirannya
31
.
Tapi walau bagaimanapun, pihak sunnah menilai bahwa masalah
Tahrif adalah pandangan mayoritas golongan syiah. Seperti yang
ditegaskan oleh syekh adz-Dzahabi dalam bukunya al-Ittijahat al-Munharifah
fi Tafsir al-Quran
32
.

Rasul-Rasul
Kepercayaan kepada para rasul adalah pilar keempat dari rukun iman,
berdasarkan firman Allah swt:
) ( - 171 -
"Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya" (Q.S. an-
Nisaa).
Allah swt mengutus para rasul-Nya untuk menjelaskan dan
membimbing umat ke jalan yang lurus dan diridhai-Nya. Di samping itu, Allah
menjanjikan pahala khusus bagi siapa saja yang mempercayai para rasul
Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat:
)
( - 152 -
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya dan
tidak membedakan seorangpun di antara mereka, kelak Allah akan
memberikan kepada mereka pahalanya. Dan adalah Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang". (Q.S. an-Nisaa: 152).
Point ini disepakati bersama antara sunnah dan syiah, namun dalam
sisi lain terjadi silang pendapat yang mendasar, yaitu apabila syiah berusaha
keras dan sangat giat untuk menyamakan para rasul dengan Imam-imam
syiah. Mereka berpandangan bahwa imamah atau wilayah adalah masalah
agama yang paling penting, dan setaraf dengan kenabian, dari segi
kesempurnaan diri (insan kamil). Mereka memiliki mujizat, masum
(terpelihara dari dosa dan noda), dan sifat lainnya yang sebenarnya hanya
layak disandang oleh seorang nabi dan rasul, namun syiah Imamiyah dan
syiah Ismailiyah ikut melekatkan sifat-sifat tersebut pada imam-imam

31 Lihat: DR. Musa al-Musawi, as-Syiah wa at-Tashih, hal: 131-132.
32 Lihat : Footnote hal: 53.
12

mereka. Bahkan mereka meyakini bahwa imam-imam syiah mendapatkan
wahyu juga seperti halnya nabi dan rasul, seperti yang tertulis di kitab Biharul
al-Anwar:

Sesungguhnya para imam tidak berbicara kecuali dengan landasan
wahyu
33
.
Teks di atas sangat jelas menunjukkan bahwa para imam syiah
mendapatkan wahyu dari Allah swt. Bahkan bagi mereka, para imam lebih
tinggi derajatnya di banding para nabi. Hal ini dinyatakan oleh Ibnu Babwaih
dalam kitabnya Itiqaadaat
34
, yang kemudian ditegaskan oleh al-Majlisi
dengan mengatakan:


"ketahuilah sesungguhnya apa yang telah disebutkan oleh dia (Ibnu
Babwaih) rahimahullah, tentang kemuliaan Nabi kita dan para Imam kita
(shalawatullah alaihim) melebih semua makhluk lain. Dan kedudukan para
imam kita lebih mulia dibandingkan seluruh nabi, hal ini tidak dapat diragukan
lagi kebenarannya bagi siapa saja yang mengetahui berita-berita para
imam
35
.
Begitu juga dengan perihal mujizat (miracle), yaitu suatu keadaan atau
peristiwa luar biasa yang dialami atau dilakukan oleh nabi atau rasul atas izin
Allah swt. Mukjizat ini bertujuan untuk membuktikan kebenaran agama atau
berfungsi sebagai senjata untuk menghadapi musuh-musuh yang menentang
dan tidak mau menerima ajaran yang dibawa oleh seorang nabi.
Yang menarik perhatian sunnah dalam masalah ini adalah, di dalam
kitab-kitab syiah banyak disebutkan bahwa para imam-imam syiah dibekali
juga dengan mujizat seperti halnya para nabi dan rasul. Bahkan ulama syiah
mengambil perhatian besar dalam masalah mujizat dengan munculnya
berbagai ragam kitab yang membahas dan membicarakan tentang mujizat-
mujizat para imam, seperti, kitab Uyuun al-Mujizaat karya Husain bin Abdul
Wahab. Di antara mujizat imam yang disebutkan dalam kitab tersebut adalah,
para imam mampu menghidupkan orang mati, dapat berkomunikasi dengan
hewan dan mengetahui hal-hal yang telah terjadi dan apa yang akan
terjadi
36
. Juga kitab Yanaabii al-Maaajiz, yang ditulis oleh Hasyim al-
Bahrani. Bahkan dia menulis dua kitab mengenai hal ini. Selain kitab di atas
adalah kitab Madinah al-Maaajiz. Dalam kedua kitab tersebut disebutkan
bahwa imam mengetahui apa saja keadaan dan peristiwa yang terjadi di
langit maupun di bumi
37
. Dan hal inipun ditegaskan oleh salah satu ulama

33 Al-Majlisi, Biharul Anwar, 17/155, 54/237.
34 Ibnu Babwaih, Itiqaadaat, hal 106-107.
35 Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, 26/297.
36 Husain bin Abdul Wahab, Uyuun al-Mujizaat, hal, 17- 57.
37 Hasyim al-Bahrani, Yanaabi al-Maaajiz, hal: 35-37. Madinah al-Maaajiz, hal 9-16.
13

kontemporer imamiyah, yaitu Muhammad Husain Kasyif al-Ghita dalam
bukunya Ashlu as-Syiah wa Ushuliha
38
.
Perlu diindikasikan di sini bahwa syiah Zaidiyah yang merupakan
salah satu golongan besar dalam syiah, telah berusaha maksimal mungkin
menepis dan mengcounter propaganda syiah Imamiyah dalam masalah
mujizat dan kenabian. Sebab menurut syiah Zaidiyah, adalah suatu hal yang
mustahil menganalogikan imamah dengan kenabian (nubuwwah). Alasannya
adalah, karena kenabian memiliki berbagai argumentasi dan bukti yang
menunjukkan kenabian mereka. Sikap syiah Zaidiyah terhadap polemik ini
layak untuk diperhitungkan, karena syiah Zaidiyah menolak secara mentah-
mentah pendapat yang mengatakan bahwa seseorang dapat mencapai
derajat kenabian. Bahkan imam Ali ra yang juga disepakati oleh syiah
Zaidiyah sebagai pemimpin yang paling layak dibandingkan khalifah lainnya,
menurut pandangan mereka tidak sampai kepada tahap derajat kenabian
39
.
Imam Asyari dari pihak sunnah menilai secara objektif pandangan
tentang kelebihan antara nabi dan imam. Beliau berpendapat, bahwa
sebenarnya syiah Imamiyah dalam masalah ini terbagi kepada tiga
golongan:
1) Sebagian berpendapat bahwa nabi lebih mulia daripada imam, dan
imam lebih mulia daripada malaikat.
2) Ada yang berpendapat bahwa imam lebih mulia dibandingkan nabi dan
malaikat.
3) Sedangkan golongan yang ketiga ini menilai bahwa malaikat dan nabi
lebih mulia daripada imam
40
.
Sebenarnya, di samping ketiga pandangan di atas, terdapat lagi satu
asumsi lain yang dicetuskan oleh syekh al-Mufid seorang ulama syiah-
bahwa imam lebih mulia dibanding dengan nabi, kecuali para nabi yang
masuk dalam golongan Ulul al-Azmi
41
.

Hari Kiamat.
Kepercayaan kepada hari kiamat dan alam akhirat, yaitu menerima
hakikat bahwa alam ini akan musnah suatu ketika nanti dengan sekelip mata.
Dan pada masa itu, semua manusia yang telah mati akan dibangkitkan
kembali untuk mempertanggungjawabkan semua amalan-amalan yang
mereka lakukan tatkala hidup di alam dunia. Kemudian Allah swt akan
membalas amal-amal tersebut balasan yang seadil adilnya. Oleh karena itu
kiamat dalam agama Islam dinamakan dengan berbagai sinonim, seperti: hari
kiamat, hari kebangkitan, hari pembalasan, hari pengadilan, dan hari
penghitungan
42
.

38 Lihat pada buku tersebut di atas hal: 58.
39
Untuk penjelasan rinci tentang kritikan syiah Zaidiyah terhadap syiah Imamiyah dan
syiah Ismailiyah dalam masalah ini, dipersilahkan membaca buku penulis: Mauqif az-
Zaidiyah wa Ahli Sunnah min al-Aqidah al-Ismailiyah wa Falsafatuh, Darul Kutub al-Ilmiah,
Beirut-Lebanon, 2009.
40 Al-Asyari, Maqaalaat al-Islamiyyin, 1/120.
41 Al-Mufid, Awaail al-Maqaalat, hal 42-43.
42 DR. Kamaluddin Nurdin, Syawarifiyyah, Kamus sinonim Arab-Indonesia, hal: 622.
14

Perlu diperhatikan di sini, bahwa kepercayaan akan hari kiamat bukan
saja di dalam agama Islam, juga ada dalam agama lain, seperti: kristen dan
yahudi, yang merupakan agama-agama langit al-Adyan as-Samawiyah
43
.
Bahkan kepercayaan kepada kewujudan hari kiamat juga ditemukan dalam
agama atau kepercayaan kuno seperti, Persia, Mesir kuno, Yunani, dan lain-
lainnya yang mempercayai adanya hari kiamat. Perbedaan mereka terletak
pada cara menilai kebangkitan manusia apakah dengan ruh dan jasad atau
dengan ruhnya saja tanpa jasad. Jadi perkara hari kiamat ini merupakan
kepercayaan umum yang diyakini oleh setiap manusia. Sehingga pada zaman
modern ini para sutradara film berlomba-lomba membuat filem tentang hari
kiamat, seperti filem End of Days, Stigmata, Knowing dan yang terbaru 2012.
Kita menghargai nilai filem-filem ini mengenai kepercayaan mereka tentang
akan terjadinya hari kiamat, adapun penentuan waktu dan kandungannya
tentu tidak boleh kita yakini, sebab perkara ini adalah rahasia ilahi. Seperti
dalam filem 2012, ramalan kiamat berlaku dibuat berdasarkan kalendar suku
maya yang berdomisili di republik Guatemala (Amerika tengah).
Sunnah ataupun syiah sepakat tentang hari kiamat. Namun ada
beberapa hal yang tidak dapat diterima oleh pihak Sunnah, seperti: perkara
hisab (penghitungan dan pembalasan amalan). Syiah dengan ideologinya
mengatakan bahwa yang akan menghisab amal seseorang di hari kiamat
adalah para imam, merekalah yang akan bertugas dan mengatur segala-
segala bentuk penghitungan. Seperti yang disebutkan di dalam kitab Ushul al-
Kafi di bawah ini:
) (
Perkara akhirat berada di tangan imam, ialah yang akan menguruskan
segala-galanya di akhirat sesuai keinginannya, ia berbuat demikian atas
lisensi Allah
44
.
Lebih unik lagi, dalam kitab-ktab syiah diceriterakan bahwa sekiranya
bukan karena imam, maka tidak diciptakan surga dan neraka, dan Allah
menciptakan surga dari cahaya Husain
45
. Dan soal pertama yang akan
ditanyakan di hari kiamat adalah tentang kecintaan seseorang dan
kesetiaannya terhadap Ahlu Bait
46
. Di samping itu, penduduk Qum tidak
melalui proses hisab sebagaimana orang awam, seperti melewati titian
(shirat) dan timbangan (mizan). Dan penduduk Qum akan dihisab dari dalam
kubur masing-masing, setelah itu dibangkitkan dan langsung dibawa menuju
Surga, dan di Surga disediakan pintu khusus bagi mereka
47
.
Ini sebagian dari paparan dan rentetan ideologi-ideologi syiah tentang
kejadian dan peristiwa yang akan berlaku di hari kiamat. Dan syiah meyakini

43 Perlu disebutkan bahwa dalam kitab perjanjian lama hari kiamat dinafikan, sedangkan
dalam perjanjian baru hari kiamat diakui. Lihat kajian: DR. Mohd Ali al-Khuli, al-Islam wa an-
Nashraniyah, hal: 6, Darul Fala, Yoradania, 2000.
44
Al-Kulayni, Ushul al-Kafi, 1/409.
45 Lihat: Ibnu Bahwaih, al-Itiqaad, hal: 106-107. As-Sayyid Hasyim al-Bahrani, Maalim az-
Zulfa fi Maarif an-Nasyat al-Ula, hal: 249.
46 Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, 27/79.
47 Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, 60/215-218.
15

bahwa urusan managemen surga dan neraka diserahkan sepenuhnya
kepada para imam. Mulai dari kebangkitan dari kubur, melewati titian,
menjalani proses timbangan, dan yang terakhir keputusan seseorang akan
masuk surga atau neraka berada di tangan para imam. Namun dalam
pandangan sunnah, perkara masuk surga dan neraka adalah berada di
tangan Allah semata, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ubadah bin
Shamith, ia berkata, Rasululllah saw bersabda,
)

(
Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang hak
disembah) selain Allah Yang tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah
hamba dan Rasul-Nya; dan (bersyahadat) bahwa Isa adalah hamba Allah,
Rasul-Nya, dan kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam serta ruh
daripada-Nya; dan (bersaksi pula bahwa) surga adalah benar adanya dan
nerakapun benar adanya; maka Allah pasti memasukkannya kedalam surga
betapapun amal yang telah diperbuatnya. (HR. Bukhari dan Muslim).

Qadha dan Qadar (Takdir).
Takdir merupakan rukun iman terakhir yang wajib diyakini oleh umat
Islam. Dan dalam pembahasan ini terdapat dua kata yaitu qadha dan qadar.
Kedua istilah ini serupa tapi tak sama, sebab keduanya mempunyai makna
yang berbeda. Dari segi etimologi sebagaimana yang dijelaskan oleh imam
Maturidi bahwa qadha diartikan sebagai keputusan, sedangkan qadar
diartikan sebagi ketentuan
48
. Sedangkan dari segi terminologi, qadar adalah
takdir Allah sejak zaman azali, sedangkan qadha` adalah hukum Allah
mengenai sesuatu ketika sesuatu itu terjadi . Oleh karena itu, kalau Allah
menetapkan terjadinya sesuatu pada waktu yang ditentukan, maka itulah
yang dinamakan qadar. Dan ketika telah datang masa waktu terjadinya
sesuatu yang telah ditetapkan sebelumnya itu, maka itulah yang dinamakan
qadha. Dengan demikian qadar wujud lebih dulu dibanding qadha, sebab
qadha menyusul di belakang setelah adanya qadar.
Bila kita teliti dalam permasalahan takdir, syiah cenderung kepada
pandangan Mutazilah yang berpendapat bahwa Tuhan tidak menciptakan
perbuatan manusia, tetapi manusialah yang mewujudkan perbuatan itu.
Perbuatan adalah apa yang dihasilkan oleh manusia dengan daya yang
bersifat baru
49
.
Di sinilah titik perbedaan antara pandangan sunni dan syiah dari satu
sisi, dan di sini jugalah titik persamaan antara syiah dengan Mutazilah. Sunni
yang diwakili oleh dua golongan besar, yaitu: Asyariah dan Maturidiyah,
berkeyakinan bahwa Allah menciptakan perbutan manusia, dan manusia
yang melakukan perbutan yang Allah ciptakan tersebut
50
.

48 Lihat: Maturidi, kitab at-Tauhid, hal: 305-307.
49 Abdul Jabbar, Syarh al-Ushul al-Khamsah, hal: 324.
50 Untul Lebih jelasnya: lihat buku penulis: al-Mazahib al-Aqaaidiyah al-Islamiyah, Universiti
Sains Islam Malaysia, 2010.
16

Di samping itu perlu disebutkan di sini bahwa golongan sunni, syiah
dan mutazilah sama-sama mengkritik pandangan golongan Jabariah
(Fatalisme), yang berasumsi bahwa manusia tidak mampu untuk berbuat apa-
apa, tidak mempunyai daya, dan tidak mempunyai pilihan. Penulis tidak
perlu memaparkan lebih jauh tentang masalah ini, karena silang
pendapat dalam masalah ini tidak begitu jauh antara satu kelompok
dengan kelompok yang lainnya. Dalam artian, polemik antara sunni
dan syiah dalam masalah ini tidak berakibat fatal, seperti halnya
polemik pada rukun-rukun iman yang lain.
Ada beberapa perbedaan lain yang sangat signifikan yang diyakini oleh
golongan syiah Imamiyah selain perkara-perkara rukun di atas, yaitu:
1) Khalifah diwasiatkan secara nash dan bersifat turun temuran.
2) Imam adalah terpelihara dari dosa dan noda, alias bersifat mashum.
3) Meyakini adanya rajah (kebangkitan kembali)
51
.
4) Memaki para sahabat Nabi dan ummahatul mukminin.
5) Menghalalkan nikah Muta'h.
6) Menolak ijma & qiyas. (dalam masalah ini terjadi perdebatan intern
antara sesama syiah sendiri. Yaitu antara dua kelompok: al-
Akhbariyyun (al-Nashiyyun, al-Muhadditsun), dan kelompok al-
Ushuliyyuun (Madrasah ar-Rayi, Madrasah at-Tawil).
7) Tidak menerima hadis yang diriwayatkan oleh perawi Ahli Sunnah.
Tentunya masih banyak lagi permasalahan selain yang penulis
sebutkan di atas.
Apabila menoleh ke sejarah Islam, imamah (politik) merupakan faktor
utama yang menyebabkan perselisihan di kalangan umat Islam sampai saat
ini, sehingga terpecah belah ke berbagai aliran, sekte dan mazhab. Ini akibat
lahirnya konflik antar sekte Islam sepeninggalnya Nabi saw ketika suksesi
politik diadakan untuk merebut tampuk kepemimpinan. Dalam istilah syiah,
politik dinamakan (al-Imamah), dan istilah yang digunakan sunni adalah (al-
Khilafah). Sedangkan pada zaman modern saat ini dikenal dengan istilah (ar-
Ri`asah). Dalam pandangan politik syiah dikatakan bahwa imamah bukanlah
masalah kepentingan pribadi yang diberikan kepada pilihan publik, akan
tetapi adalah salah satu pilar agama atau asal-usul dan dasar perinsip agama
(Arkan ad-Din), dimana iman seseorang tidaklah sempurna kecuali percaya
dengan Imamah. Oleh karena itu, mesti diyakini bahwa Imam Ali merupakan
pelanjut Nabi saw yang sah dengan penunjukan langsung dari Nabi saw
(bukannya Abu Bakar). Dan bagi mereka, kedudukan para Imam setara
dengan kedudukan Nab saw. Oleh sebab itu, syiah dalam setiap kasus
berpendirian bahwa hak politik adalah mutlak dimiliki oleh kalangan Ahlul Bait.
Dengan demikian konsep imamah dijadikan sebagai rukun agama oleh
seluruh penganut dan golongan syiah. Sementara ahlu sunnah menjadikan
imamah hanya sebatas sebuah kajian fiqh saja dan bukan sebagai rukun
agama. Jadi bagi mereka, imamah itu adalah pangkat atau jabatan yang
ditentukan oleh Allah swt, oleh karena itu posisi imam itu mereka samakan
dengan posisi Nabi. Dan kalau Nabi dipilih langsung olehi Yang Maha Kuasa,
maka imam dipilih oleh Nabi Muhammad saw. Dan pilihan beliau jatuh
kepada Imam Ali, dan Imam Ali memilih penerusnya dari Ahlul Bait. Jika

51 Hakikat Rajah diperselisihkan oleh syiah Imamiyah, lihat buku penulis, al-Aqidah al-
Islamiyah Fi Dhau` ad-Dirasat al-Kalamiyah, hal: 35-60.
17

demikian, dapat kita katakan bahwa syiah secara tidak langsung
memasukkan sistem pemerintahan teokrasi dalam Islam dan peradaban
bangsa Arab. Dan berdasarkan konsep imamah ini, maka umat tidak berhak
memilih seorang imam, karena pemilihan imam merupakan ketentuan Ilahi.
Mereka menggunakan banyak landasan. Hampir semua ayat-ayat al-
Quran dan sunnah Rasulullah saw yang berkaitan dengan kepemimpinan,
perwalian, penghakiman dll mereka interpretasikan sebagai konsep Imamah.
Seperti firman Allah swt:
)
( - 59 -
"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul-Nya,
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya". (Q.S. an-Nisaa`: 59).
Ayat "Yaa ayyuhallazdina amanu atiullah wa atiu ar-rasul wa ulil Amri
minkum , menurut mereka kalimat wa ulil amri minkum, adalah para imam-
imam syiah dan keturunannya. Dan pendapat ini disepakati oleh seluruh
golongan syiah yang terbesar, yaitu: syiah Zaidiyah, syiah Imamiyah dan
syiah Ismailiyah
52
. Begitu juga halnya dengan Akhbar (hadits), seperti
wasiat Rasulullah saw pada saat peristiwa Ghadir Kham selepas haji Wada.
Yaitu manakala Rasulullah saw mengatakan kepada umatnya ketika itu,
bahwa Imam Ali adalah penerima wasiat dan sebagai khalifah
sepeninggalku
53
.
Namun, kalau kita renungkan dengan teliti ucapan-ucapan Rasulullah
saw dalam haji Wada, sebenarnya tidak ada dalam ucapan dan penyebutan
Rasulullah saw mengenai khilafah, melainkan beliau hanya menyebutkan
tentang kebaikan, keutamaan (afdaliyah) imam Ali terhadap apa-apa
pengorbanan yang telah disumbangkan kepada umat Islam ketika itu. Oleh
karena itu, syiah merasa tidak cukup puas untuk menjadikan peristiwa Ghadir
Kham sebagai argumentasi mereka, sehingga mereka berusaha mencari
dalil-dalil lain yang boleh menguatkan keyakinan mereka
54
. Dan untuk men-
guatkan peristiwa ini, salah seorang ulama syiah Imamiyah bernama Abdul
Husain Ahmad al-Amini mengarang sebuah buku sebanyak 10 jilid yang
berjudul (al-Ghadir fi al-Kitab wa as-Sunnah wa al-Adab). Dan periwayatan
hadits-hadits yang mereka gunakan dari kalangan mereka sendiri, karena
bagi syiah Imamiyah ataupun Ismailiyah, hadist yang shahih adalah hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Mashum dalam semua tingkatan.
Setelah memaparkan bentuk-bentuk perbedaan keyakinan,
kepercayaan (ideologi) dan politik yang dianut oleh masing-masing golongan

52 Lihat rinciannya: DR. Kamaluddin Nurdin Marjuni: al-Firaq as-Syiiyah wa Ushuluha as-
Siyasiyah wa Mauqif Ahli Sunnah Minha, hal: 63-68, Universiti Sains Islam Malaysia, 2009.
53 Al-Kulaini, Ushul al-Kaafi, 1/324. al-Qadhi an-Numan, al-Azjuuza al-Mukhtarah, hal: 71.
54 Lihat rinciannya: DR. Kamaluddin Nurdin Marjuni, Mauqif az-Zaidiyah wa Ahli Sunnah Min
al-Aqidah al-Ismailiyah Wa Falsafatuha, hal: 323-397, Darul Kutub al-Ilmiyah, Beirut-
Lebanon, 2009.
18

sunnah dan golongan syiah Imamiyah, maka kita boleh menilai secara
objektif tentang pandangan bahwa Tidak ada perbedaan antara Syiah dan
Sunni atau Perbedaan hanya sedikit dan bersifat furuiyah bukan asas.
Menurut hemat penulis, pandangan ini sebenarnya pandangan yang lebih
beriorentasikan kepada rasa simpati (Atifi) terhadap mazhab Syiah dan
bukan daripada hasil kajian dan penyelidikan ilmiah. Sebagai bukti, kalau
memang perbedaan terbatas hanya kepada hal furuiyyah bukan asasi dan
prinsip, seperti berbeda pada tata cara wudhu, cara bertakbir dalam shalat,
dan permasalahan fiqh lainnya, kalau hanya demikian, kenapa mesti saling
mencela, menghina dan menjatuhkan bahkan saling mengkafirkan?. Kalau
beda tipis kenapa ada gerakan syiahisasi di kalangan sunnah?. bukankah
bagus kalau masing-masing berjalan sesuai akidah keyakinan sendiri tanpa
menjajah ideologi golongan lain?.
Pemaparan di atas telah membuktikan bahwa perbedaan antara
sunnah dan syiah sangat fundamental.
Wallah Alam.

Anda mungkin juga menyukai