Anda di halaman 1dari 7

TANTRUM

Tantrum wajar terjadi saat umur anak 2-4 tahun. Karena anak baru mengenali berbagai
macam emosi baik yang positif atau yang negatif. Besarnya emosi anak juga bervariasi dari
tingkat 0-10. Sedangkan kemampuan anak menerima atau mengelola emosi masih di angka
0-1. Tugas pendamping adalah membantu anak untuk mengelola emosinya baik yang negatif
maupun yang positif. Sehingga anak akan tumbuh menjadi anak yang cerdas secara
emosional. Kecerdasan emosional kini menjadi tolak ukur kecerdasan intelektual anak
BUKAN LAGI IQ.

PENYEBAB RESPONS ANAK RESPONS PENDAMPING


Dilarang melakukan Lari sambil menangis Tenang, jangan melarang anak
sesuatu dan memukul barang berlari, marah/kesal perlu
disekitarnya. disalurkan karena energi negatif
anak meningkat. Usahakan
jongkok agar saat anak kembali
mendekati pendamping anak
mungkin akan ingin dipeluk.
Hindari mengomeli/memberi
nasihat saat anak tantrum.
Tenang, katakan kalo
“Bapak/Ninik/Kak/Mbak/Mama
ada disini ya radhika”.
 Jika ingin memukul
arahkan memukul
sofa/kasur.
 Jika ingin teriak biarkan
teriak, yang penting
dampingi sambil dielus
punggung jika anak
berkenan.
 Jika ingin
memukul/melempar
barang atau memukul
orang lain, arahkan ke sofa
atau kasur/bantal/boneka.
 Jika anak berlari, biarkan
tujuannya untuk
menghabiskan energi
negatifnya.
JANGAN DILAKUKAN:
 Menertawakan respons
anak.
 Melarang anak marah,
teriak, lari, menangis atau
menyalurkan emosi
negatifnya dengan benar.
Akibatnya anak akan
menjadi pemarah
nantinya, stres, susah
mengelola emosi, tidak
tahu apa yang benar
dilakukan saan
marah/kesal sehingga
adanya perilaku
menantang di masa depan
seperti memukul orang
atau mencelakai diri
sendiri.
 Menyuruh anak cepat
tenang padahal dia marah
besar.
 Mengabaikan emosi
negatif anak.
 Mengalihkan perhatian
anak yang sedang marah,
misalnya mengajaknya
melihat hp, melihat ikan
atau naik mobil. Biarkan
anak menyalurkan
emosinya terlebih dahulu.
Jika anak sering dialihkan
perhatiannya saat sedang
marah, semakin besar
tingkat marahnya semakin
menjadi yang akhirnya
sampai melukai diri atau
orang lain.

Coba seandainya kita sedang


marah besar ingin meledak apa
yang kita lakukan? Teriak?
Menyalahkan orang lain?
Memukul? Atau mengatur nafas?
Jika kita sedang marah dengan
seseorang, respons apa yang kita
inginkan?
Apakah kita suka jika diberitahu
“gak apa2, gak boleh marah2”.
Atau “segitu aja marah”. Atau
“udah ah marah2 aja nanti cepat
tua”.
Bukankah kita ingin diakui
(divalidasi) perasaannya.
Misalnya” oh kamu marah ya
karena aku lihat hp mu tanpa
minta ijin?” bukankah kita
merasa lebih nyaman?
Anak juga begitu. Tujuan
validasi emosi adalah agar anak
tahu apa yang dia rasakan dan
bagaimana cara mengelolanya.
Selain itu, jika anak sudah
mahir, apabila menghadapi
orang yang sedang tantrum di
hadapannya ia juga bisa
memberikan respons seperti
respons yang kita berikan.
Tidak berhasil Melempar barang yang Tenang, katakan bahwa anak pasti
melakukan sesuatu sedang dipegang sambil bisa melakukannya sambil
menangis. dibantu pendamping.
Misal tidak bisa mengeluarkan
sepeda sendiri kemudian radhika
menangis sambil menghentakkan
kaki.
Pendamping menenangkan anak
sambil mengatakan dibantu untuk
mengeluarkan sepeda. Minta anak
tenang dulu lalu ajak kembali
anak mengeluarkan sepeda
bersama-sama.
Jika sudah berhasil apresiasi anak
dengan mengatakan “berhasil”
dan bertepuk tangan.

JANGAN DILAKUKAN
 Meminta anak untuk tidak
menangis. Lebih baik
minta anak untuk tenang
atau sabar dulu.
 Langsung membantu anak
sebelum anak berusaha.
Lebih baik biarkan anak
dulu sambil dilihat jika
sudah mulai akan frustasi
langsung tawarkan
bantuan sehingga anak
tidak akan merasa kesal.
 Tertawa melihat respons
anak.
Tunjukkan empati pada
anak bahw emosi dan
perasaan mereka juga
perlu dihormati. Jika kita
sedang kesal atau
mengomel karena marah
kemudian ditertawakan,
bagaimana rasanya?
Melakukan kesalahan Menangis dan Respons rasa sakit anak dengan
padahal sudah mengatakan sakit melihat atau mengelus bagian
dilarang yang sakit sambil menanyakan
 Terjatuh “yang ini yang sakit? Baik “nama
karena lari-lari pendamping” elus-elus ya nanti
 Kena api dupa kita isikan oles-oles” sambil
 Jatuh dari sofa menunggu anak tenang.
karena Jika anak sudah tenang tanyakan
memanjat apakah masih sakit? Jika masih
 Tangan terjepit biarkan anak duduk dulu sampai
pintu merasa benar-benar tenang lalu
 Dan lainnya isikan salepnya.

JANGAN DILAKUKAN:
 Menyalahkan anak (tu kan
udah dikasi tau tadi kan
sekarang jatuh).
Respons ini akan
membuat anak menjadi
takut mengatakan sakit
lagi karena dia sudah
jatuh tertipa tangga pula.
Sudah sakit, kena omel
lagi.
Coba ketika kita
melakukan suatu usaha
dengan PD lalu gagal,
terus respons sekitar kita
“tu kan udah dibilangin
pasti gagal” gimana
rasanya?
 Menasehati anak panjang
lebar.
 Menyuruhnya berhenti
menangis.
 Mengatakan tidak sakit
dan tidak apa2.
Coba kalo kita jatuh dan
memang sakit, tapi rasa
sakit kita dibilang cemen
oleh orang lain, gimana
rasanya?
 Menyalahkan benda lain
yang menyebabkan dia
jatuh.
Aduh mejanya nakal ya
buat radhika jatuh.
Hal seperti ini akan
membuat anak tumbuh
menjadi anak yang sering
menyalahkan orang lain
ketika dia gagal. Lebih
baik saat anak tenang
katakan “radhika tadi
jatuh? Dimana? Oh karena
larinya terlalu cepat ya?
Lain kali kalo mau lari
cepat di lapangan ya biar
ada rumputnya jadi kalo
jatuh gak terlalu sakit.
Diajak untuk berhenti Menangis, Sebelum mengajak beralih ke
melakukan suatu memberontak, berteriak aktivitas lain, yang kurang disukai
aktivitas. katakan bahwa waktu bermain
 Diajak masuk hanya masih lima menit. Jika bisa
ke rumah saat setel alarm 5 menit, jika sudah
main di luar bunyi maka harus melakukan
 Diajak mandi aktivitas lain.
saat masih Jika masih belum mau berikan
main pilihan, misalnya akan mandi tapi
 Dan lainnya menolak berikan pilihan, mandi
bawa mobil cokelat atau mobil
biru? Mandi sama bapak atau
sama mama? Mandi air hangat
atau dingin? Mandi pakai shower
atau bak?
JANGAN DILAKUKAN
 Memberikan pilihan yang
jawabannya pasti tidak
misalnya radhika mau
mandi gak?
Memberikan pilihan
menjadi salah satu
alternatif mengajak anak
melakukan sesuatu tapi
pilihannya memiliki
tujuan yang sama.
Misalnya makan:
Mau makan di luar atau di
dalam.
Bukannya mau makan
gak?
Misalnya membereskan
mainan:
Radhika mau masukkin
mainan yang mana? Mama
mau masukkin mobil
kuning, radhika mobil
hijau atau merah?
Intinya jika sedang memiliki emosi negatif (marah, sedih, kesal, kecewa) yang
dilakukan pendamping adalah:
 Berikan anak ijin meluapkan emosinya secara benar, misal meukul bantal,
kasur, lari, teriak, asalkan didampingi.
 Validasi atau akui emosi anak, berikan nama pada emosinya.
 Berikan perhatian.
 Duduk sejajar dengan anak.
 Jika sudah tenang, ajak ngobrol.

Misalnya radhika dilarang oleh mama main di luar karena panas.


Radhika : lari sambil menangis dan memukul pintu, lalu lari lagi menuju mama dan
mau memukul mama.
Mama. : jongkok sejajar radhika, tenang, menunggu radhika kembali. Tapi larang
untuk memukul mama, jika mau memukul kita pukul sofa yuk?
Radhika : biasanya langsung memeluk sambil menangis dan tetap minta keluar.
Mama. : memeluk dan mengelus punggung radhika. Jika dia masih keras
tangisannya mama hanya diam dan memeluk. Jika tangisan sudah reda,
mama mengatakan “radhika kesal ya mama larang main di luar”?
Radhika : jika merespons ya, lanjutkan ngobrol. Jika masih menangis keras. Mama
akan diam dulu sampai menunggu dia tenang.
Mama. : jika sudah tenang, mama berikan penjelasan. Y gak apa radhika kesal, itu
wajar. Coba kita lihat di luar masih panas sekali, nanti kepalanya panas
radhika pusing. Nani sore kita main di luar ya kalo sudah teduh?
Radhika : biasanya mau tenang.
Kunci agar anak cepat tenang adalah biarkan satu pendamping menenangkan
anak. Jika anak dikerumuni anak menjadi over stimulasi yang membuatnya lama
tenang. Pendamping yang menenangkan juga harus tenang. Jangan buru-buru
karena takut anak menangis dan dilihat orang banyak. Yang penting emosi anak
teregulasi dengan benar.

Ingatlah anak tantrum wajar mulai umur 2-4 tahun, kita perlu mendampingi anak
meregulasi emosinya BUKAN MELARANGNYA merasakan emosi baik yang
negatif atau yang positif.

Manfaatnya sangat banyak, jika anak bisa mengatakan perasaannya. Salah satu
yang sudah terjadi adalah radhika bisa mengatakan loloknya sakit sehingga kita
tau dia infeksi saluran kemih. Coba kalo kita tidak ijinkan dia mengatakan sakit,
mungkin dia hanya akan diam, menahan pipis, dan akibatnya sangat fatal.

Anda mungkin juga menyukai