Miss ijin bertanya, anak saya laki² 4 tahun, bagaimana menghadapi anak yg sangat sensitif. jika
kita salah pemilihan kata saja dia menangis, ketika dilarang dia nangis, di beri tahu nangis,
mengungkapkan dia tdk setuju atau tdk mau menangis, bagaimana ya cara agar dia tdk sensitif
ke depannya?
Usia anak kita berdekatan rupanya ya, anak saya juga berusia 4+ tahun. Pada usia ini banyak sekali
hal yang sedang berkembang dalam psikososial anak termasuk pengenalan emosi dalam diri anak.
Dalam kondisi ini anak membutuhkan pengenalan dan pengelolaan emosi yang sedang ia rasakan.
1. Literasi Emosi
Pemahaman tentang emosi yang dirasakan oleh anak dapat dilakukan melalui memberikan
bacaan mengenai ragam emosi yang ada dan disampaikan kembali saat anak merasakannya.
Misalnya ketika anak minta dibelikan mainan dan tidak mendapatkannya, kemudian anak mulai
menangis. Bunda dapat menyampaikan (contoh dialog dapat disesuaikan kembali).
Validasi emosi adalah tindakan yang dapat diberikan seseorang untuk menunjukan
penerimaan dan pemahaman untuk perasaan orang lain. Ketika seseorang menerima
validasi emosi, mereka akan merasa diterima dan dipahami.
Ketika anak-anak mengalami perasaan senang, sedih, marah, kecewa, takut, orang tua dapat
memberikan empati berupa : kehadiran fisik, ikut berempati dengan perasaan anak, dan
memberikan validasi atas emosi yang ia rasakan.
Berikut beberapa referensi penyataan validasi yang dapat diberikan kepada anak.
Setelah mengenal tentang ragam emosi dan diberikan validasi emosi, anak dapat dilatih
untuk mengelola emosinya dengan beberapa cara sebagai berikut :
Setelah anak tenang (dapat dilakukan esok hari) ajak anak berdiskusi tentang emosinya
dan mencari solusi dari masalah yang membuatnya marah. Dengarkan anak dan kurangi
memberikan nasihat yang terlalu panjang ya.
- Hindari untuk memberikan semua hal yang diinginkan anak agar ia menjadi tenang.
- Jika memungkinkan dapat diatur sudut / ruangan tenang bagi anak untuk dapat
dipergunakan anak ketika ia menenangkan diri.
Terkadang saat anak memperlihatkan emosi seperti marah atau sedih, meskipun sudah
menjadi orang dewasa dapat juga ‘terpancing’ untuk ikut-ikutan reaktif secara emosi. Jika
orang tua merasakan bahwa ia mungkin akan meledak karena terpicu, sebaiknya minta
waktu pada anak untuk menenangkan diri sehingga tidak melampiaskan emosi juga pada
anak.
Anak-anak adalah peniru yang ulung. Pengelolaan emosi yang dilakukan oleh orang dapat
menjadi teladan bagi anak ketika ia sedang merasakan emosi yang membebani perasaannya.
Benar mom penting sekali bagi anak-anak untuk dapat merasakan sebab akibat sebagai bagian dari
logikanya atas hal-hal yang terjadi disekitarnya. Sebab akibat ini dapat kita pahami sebagai
konsekuensi nyata yang terjadi ketika ia melakukan sesuatu misalnya ketika anak mengepel lantai
maka lantai rumahnya akan menjadi basah dan kemudian lebih bersih. Ketika anak melemparkan
mainan, mainan tersebut dapat retak, lecet, rusak atau hancur tidak dapat dipergunakan kembali.
Konsekuensi logis ini selalu dipelajari anak sebagai sebab akibat dari keputusan dan aktivitas yang
ia lakukan.
Demikian juga dengan sistem Reward and punishment seringkali diberikan oleh orang
dewasa sekitar anak sebagai motivasi untuk melakukan sesuatu atau ancaman kepada anak
untuk tidak melakukan apa yang tidak diharapkan. Untuk jangka pendek hal ini dianggap
efektif karena sebagian besar anak-anak akan menjadi penurut.
Contoh saat anak-anak tidak mau mandi, orang tua menawarkan akan memberikan ‘es
krim’ jika ia mandi. Karena anak tersebut suka dengan es krim, ia langsung mandi dan
mendapatkan es krim tersebut. Mandi adalah salah satu routine hygiene yang dilakukan
oleh manusia, jika setiap kali ia menolak mandi dan mengharapkan es krim setelahnya.
Bayangkan berapa banyak es krim yang harus kita siapkan.
Beda halnya ketika anak melakukan hal baik diluar kebiasaan (bukan rutin seperti EPL),
misalnya : pada saat melihat berkunjung ke Panti Asuhan, setelah selesai membagikan
bingkisan, anak memberikan mainan / makanan yang ia miliki kepada salah satu anak di
Panti yang sedang menangis. Ia memberikan dengan tulus dan lega hati karena bisa
membantu orang lain. Setelah pulang, jika orang tua ingin memberikan apreasi dapat
menyampaikan, “Tadi mama lihat kamu memberikan mainan kesayangan kamu kepada
anak yang menangis. Itu adalah hal yang baik. Ini (reward) yang mama berikan kepada
kamu, karena kamu telah melakukan perbuatan yang terpuji, mama bangga dengan apa
yang telah kamu lakukan.”
Tentu akan berbeda dengan pernyataan, “kalau kamu mau kasih mainan ke adik kecil yang
sedang menangis itu, pulang ini kamu dapat hadiah mainan baru”. Selain motivasi ny berupa
mainan baru, pemberian tersebut juga menjadi kurang makna ketulusannya.
Demikian pula dengan dengan ancaman. Ketika anak bukan paham dengan konsekuensi
melainkan takut dengan ancaman, saat ancaman itu hilang / ia telah mampu untuk
melawan, anak akan mulai melakukan hal-hal yang dilarang sebelumnya.
Dengan kata lain anak akan mengartikan hal tersebut : jika sayang mau disayang oleh mama
dan papa, saya harus melakukan ini dan itu demi disayang. Sekalipun hal tersebut tidak
ingin saya lakukan.
Ketika kita sebagai orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk memilih (pilihan
yang telah disediakan orang tua), mengemukan pendapatnya, tidak menuntut anak
melebihi milestone dalam dirinya, mudah-mudahan anak tidak tumbuh menjadi seorang
people-pleaser yang memaksakan dirinya untuk menerima semua permintaan orang lain
hanya demi diterima dan takut tertolak.
Baru mau bergerak ketika diberikan hadiah adalah salah satu dampak negatif dari pemberian reward
kepada anak. Dimana motivasinya adalah hadiah bukan dari esensi mengapa dia harus melakukan
hal tersebut. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah memberitahukan anak alasan mengapa dia
harus melakukannya.
Hindari memaksa anak untuk membereskan mainan melainkan lakukan dengan menyenangkan
(sambil menyanyi) sehingga proses anak menerima hal tersebut menjadi lebih nyaman dan mudah.
Turunkan ekspektasi kita, tidak mesti anak pasti menurut saat pertama kali diberitahu, bisa jadi
butuh berulang kali.
Demikian mom Alfatri, sebagian jawaban dapat disimak dari pertanyaan ibu Gita. Terima kasih.
wenny 08:59 PM
uma atau mom fany, apakah kemungkinan inner child saya ada masalah soalnya skrg sy agak
impulsive kalua untuk seminar2 atau beli buku dimana dulu buku susah didapat di kampung
saya
Pertanyaan ini telah terjawab secara live saat zoom ya. Terima kasih. Bila kurang jelas atau sudah
leave silahkan japri ya. Terima kasih.
Emi kurniawati 09:20 PM
selamat malam miss, sebelumnya maaf miss tadi saya tidak bisa ikut full zoom nya. yang ingin
saya tanyakan adalah, ketika saya hendak marah, ekspresi sudah kelihatan sangat marah danau
berteriak. tapi langsung berubah menjadi misal memeluk anak. atau sudah kelepasan, lalu saya
memeluk anak saya. apakah jika ini terjadi kelanjutan, akan bahaya untuk anak saya?
Iya tidak apa ibu Emi. Sebagai orang tua yang juga memiliki emosi dalam diri ada kala nya kita
kelepasan ketika terpicu oleh keadaan atau reaksi yang diberikan oleh anak. Sedangkan anak-anak
sangat pandai untuk ‘membaca’ reaksi dari orang-orang yang ada disekitarnya.
Ketika telah menyadari apa yang terjadi seperti yang mom Emi sampaikan, artinya selain
pengelolaan emosi pada enak, perlu juga dilakukan regulasi emosi pada orang dewasa disekitar anak.
Bagaimana caranya, ibu dapat melakukan pemetaan terhadap reaksi yang mulai keluar (masing-
masing orang berbeda). Misalnya saat kening ibu ‘mengeryit’ artinya sudah mulai emosi. Telapak
tangan berkeringat dan ingin membentak (sudah banyak kata-kata yang timbul dalam kepala)
artinya saya sudah hampir hilang kendali. Ketika berada pada titik ini, jangan tunggu sampai hilang
kendali, tarik nafas dan mintalah izin kepada anak untuk menenangkan diri. Jika memungkinkan
ambil waktu sendiri dan anak dijaga oleh support system lainnya. Tetapi jika hanya berdua dengan
anak, maka pindahlah ke sudut untuk menenangkan diri. Saat sudah tenang, barulah hampiri anak
kembali dan cari solusi bersama atas permasalahan yang ada.
Sebagai contoh dibawah ini terdapat kurva untuk mengenali emosi kita bagaimana ciri-cirinya dan
bagaimana cari mengatasinya. Semoga menjawab ya ibu. Terima kasih.