HAPUSNYA PERIKATAN
1. A. Perbedaan Hapusnya Perikatan dengan Hapusnya Perjanjian:
Cara hapusnya perjanjian berbeda dengan hapusnya perikatan.
Hapusnya perikatan belum tentu menghapuskan suatu perjanjian, kecuali semua perikatan-
perikatan yang ada pada perjanjian tersebut sudah hapus. Sebaliknya hapusnya suatu
perjanjian mengakibatkan hapusnya perikatan-perikatannya.
Cara hapusnya perjanjian:
1. Karena tujuan perjanjian sudah tercapai;
2. Dengan persetujuan kedua belah pihak sesuai dengan Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata;
3. Karena ketentuan undang-undang, misalnya: Pasal 1601 KUHPerdata tentang
perburuhan, jika si buruh meninggal, maka perjanjian perburuhan menjadi hapus;
4. Karena ditentukan oleh para pihak mengenai perjanjian dengan jangka waktu tertentu;
5. Karena keputusan hakim; dan
6. Karena diputuskan oleh salah satu pihak, yaitu jika salah satu pihak tidak melakukan
prestasi, maka pihak lainnya tidak wajib melakukan kontra prestasi.
1. B. 10 Cara Hapus atau Berakhirnya Perikatan, Menurut Pasal 1381 KUHPerdata:
A. a. Pembayaran:
i. i. Diatur dalam Pasal 1382 s.d 1403 KUHPerdata.
ii. ii. Ada dua pengertian pembayaran, yaitu pengertian
secara sempit dan yuridis teknis.
iii. iii. Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan
utang oleh debitor kepada kreditor. Pembayaran seperti ini dilakukan dalam
bentuk uang atau barang.
iv. iv. Pembayaran dalam arti yuridis teknis tidak hanya
dalam bentuk uang atau barang, tetapi juga dalam bentuk jasa, seperti jasa
dokter bedah, tukang cukur, atau guru privat.
v. v. Objek pembayaran tergantung dari sifat dan isi dan
perjanjiannya.
vi. vi. Tempat Pembayaran (Pasal 1393 KUHPerdata):
Pada dasarnya, tempat pembayaran dilakukan adalah di tempat yang telah ditetapkan dalam
perjanjian, antara kreditur dan debitur. Akan tetapi, apabila kedua belah pihak tidak menentukan
secara tegas tempat pembayaran, maka pembayaran dapat dilakukan di:
Contoh: Kewajiban untukmembayar sejumlah uang tertentu diganti dengan kewajiban untuk
menyerahkan sesuatu barang tertentu.
Contoh: A berutang pada B. Namun, dalam pelaksanaan pembayaran utangnya A diganti oleh
C sebagai debitur baru, sehingga yang berutang akhirnya adalah C kepada B.
Contoh: si Ani berutang pada Mina. Namun di dalam pelaksanaan perjanjian ini kedudukan si
Mina yang tadinya sebagai kreditur kini diganti oleh si Ali sebagai kreditur. Sehingga perjanjian
utang piutang itu tadinya terjadi antara si Ani (debitur) dengan si Ali (kreditur).
1. d. Perjumpaan utang (kompensasi):
A. i. Diatur dalam Pasal 1425 s.d 1435 KUHPerdata.
B. ii. Adalah: Penghapusan masing-masing utang dengan jalan
saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur
(Pasal 1425 KUHPerdata).
Contoh:A berhutang sebesar Rp. 1.000.000,- dari B dan sebaliknya B berhutang Rp. 600.000,-
kepada A. Kedua utang tersebut dikompensasikan untuk Rp. 600.000,- Sehingga A masih
mempunyai utang Rp. 400.000,- kepada B.
1. e. Percampuran utang:
A. i. Diatur dalam Pasal 1436 s.d 1437 KUHPerdata.
B. ii. Adalah: Percampuran kedudukan sebagaiorang yang
berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu (Pasal 1436
KUHPerdata).
C. iii. Ada dua cara terjadinya percampuran utang, yaitu:
i. Dengan jalan penerusan hak dengan alas hak umum. Misalnya: si kreditur
meninggal dunia dan meninggalkan satu-satunya ahli waris, yaitu debitur. Ini
berarti bahwa dengan meninggalnya kreditur, maka kedudukan debitur menjadi
kreditur;
ii. Dengan jalan penerusan hak di bawah alas hak khusus. Misalnya: pada jual beli,
dimana penjual kemudian juga menjadi pembeli.
iii. iv. Pada umumnya percampuran utang terjadi pada
bentuk-bentuk debitur menjadi ahli waris dari kreditur atau karena perkawinan.
1. f. Pembebasan utang:
A. i. Diatur dalam Pasal 1438 s.d. 1443 KUHPerdata.
B. ii. Undang-undang tidak memberikan definisi tentang
pembebasan utang.
C. iii. Secara sederhana pembebasan utang Adalah:Suatu
pernyataan sepihak dan tegas dari kreditur kepada debitur, bahwa debitur dibebaskan
dari perutangan.
D. iv. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu dan
dapat saja diadakan secara lisan, tetapi untuk adanya kepastian hukum dan agar
adanya bukti yang kuat, maka pernyataan itu harus merupakan tindakan dari kreditur
misalnya dengan mengembalikan surat piutang kepada debitur.
E. v. Ada dua cara terjadinya, pembebasan utang, yaitu:
i. Cuma-cuma, dan
ii. 2. Prestasi dari pihak debitur.
Pembebasan utang dengan cuma-cuma harus dipandang sebagai penghadiahan. Sedangkan
prestasi dari pihak debitur artinya sebuah prestasi lain, selain prestasi yang terutang dimana
pembebasan ini didasarkan pada perjanjian.
1. j. Lewatnya waktu:
Adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu
perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh
undang-undang (Pasal 1946 KUHPerdata);
Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak, baik kontrak yang dibuat melalui akta di bawah
tangan maupun yang dibuat oleh atau di muka pejabat yang berwenang telah ditentukan
secara tegas jangka waktu dan tanggal berakhirnya perjanjian;
Penentuan jangka waktu dan tanggal berakhirnya perjanjian dimaksudkan bahwa salah satu
pihak tidak perlu memberitahukan tentang berakhirnya perjanjian tersebut;
Penentuan jangka waktu dan tanggal berakhirnya kontrak adalah didasarkan pada kemauan
dan kesepakatan para pihak.
Nb:Kesepuluh cara berakhirnya perikatan menurut Pasal 1381 KUHPerdata tersebut tidak
disebutkan, mana perikatan yangberakhir karena perjanjian dan undang-undang.
Yang termasuk berakhirnya perikatan karena undang-undang adalah:
(1) Konsignasi;
(3) Daluwarsa.
(3) Kompensasi;
(4) Konfusio (percampuran utang);
(5) Pembebasan utang;
Undang-undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional juga diatur secara rinci
tentang berakhirnya perjanjian internasional. Ada delapan cara berakhirnya perjanjian
internasional, yaitu:
1. Terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian;
2. Tujuan perjanjian telah tercapai;
3. Terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian;
4. Salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian.
5. Dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
6. Muncul norma-norma baru dalam hukum internasional;
7. Objek perjanjian hilang;
8. Terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional (Pasal 18 Undang-undang No. 24
Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional).
Pasal ini memberikan perlindungan kepada negara peminjam atau pihak swasta bahwa
perjanjian yang berakhir sebelum waktunya tidak mempengaruhi dalam penyelesaian setiap
pengaturan yang menjadi bagian perjanjian dan belum dilaksanakan.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, suatu
perbuatan melawan hukum harus mengandung unsur-unsur sebagai Berikut:
Perbuatan melawan hukum di sini, dimaksudkan adalah sebagai perbuatan melawan hukum
dalam bidang keperdataan. Sebab, untuk tindakan perbuatan melawan hukum secara pidana
(delik) atau yang disebut dengan istilah " perbuatan pidana " mempunyai arti, konotasi dan
pengaturan hukum yang berbeda sama sekali dengan perbuatan melawan hukum secara
hukum perdata.
Bila dilihat dari model pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang
perbuatan melawan hukum lainnya, dan seperti juga di negaranegara dalam system hukum
Eropa Kontinental, maka model tanggung jawab hukum di Indonesia adalah sebagai berikut
1. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian), seperti terdapat
dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
2. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan, khususnya unsur kelalaian seperti terdapat dalam
Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
3. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) dalam arti yang sangat terbatas seperti dalam
Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN
1. A. Pengertian Wanprestasi:
Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur
baik karena kesengajaan atau kelalaian.
Menurut J Satrio: “Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak
memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya”.
Yahya Harahap: “Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada
waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi
pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi(schadevergoeding), atau dengan
adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan
perjanjian.
1. B. Bentuk-bentuk Wanprestasi:
A. Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
B. Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
C. Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
D. Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Tata cara menyatakan debitur wanprestasi:
1. Sommatie: Peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara resmi melalui Pengadilan
Negeri.
2. Ingebreke Stelling: Peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui Pengadilan Negeri.
Isi Peringatan:
1. Teguran kreditur supaya debitur segera melaksanakan prestasi;
2. Dasar teguran;
3. Tanggal paling lambat untuk memenuhi prestasi (misalnya tanggal 9 Agustus 2012).
Somasi minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditor atau juru sita. Apabila somasi
itu tidak diindahkannya, maka kreditor berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan
pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitor wanprestasi atau
tidak. Somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditor) kepada si berutang (debitor) agar
dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara
keduanya. Somasi ini diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata.
Adalah: “Suatu keadaan di mana debitor tidak dapat melakukan prestasinya kepada
kreditor, yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, seperti karena
adanya gempa bumi, banjir, lahar, dan lain-lain”. Misalkan: seseorang menjanjikan
akanmenjual seekor kuda (schenking) dan kuda ini sebelum diserahkan mati karena disambar
petir.
Akibat keadaan memaksa:
1. Krediturtidak dapat meminta pemenuhan prestasi;
2. Debiturtidak dapat lagi dinyatakan lalai;
3. Resiko tidak beralih kepada debitur.
Unsur-unsur Keadaan memaksa:
(1)Peristiwa yang memusnahkan benda yang menjadi obyek perikatan;
(3)Peristiwa yang tidak dapat diketahui oleh Kreditur/Debitur sewaktu dibuatnya perjanjian.
Pasal 1244 dan 1245 KUHPer mengatur pembebasan debitur dari kewajiban mengganti
kerugian,karena suatu kejadian yang dinamakan keadaan memaksa. Dua pasal
tersebut merupakan doublure, yaitu dua pasal yang mengatur satu hal yang sama. Jadi
keadaan memaksa adalah suatu kejadian yang tak terduga, tak disengaja dan tak dapat
dipertanggungjawabkan kepada debitur serta memaksa dalam arti debitur terpaksa tidak
menepati janjinya.
Ada keadaan tertentu di mana terjadi suatu peristiwa yang tak terduga di luar kesalahan
pihak debitur, tetapi segala akibat peristiwa itu harus dipikulkan kepadanya karena ia telah
menyanggupinya atau karena penanggungan segala akibat itu termaktub dalam sifatnya
perjanjian.
Dengan pembelaan ini si debitur yang dituduh lalai dan dituntut membayar ganti rugi itu
mengajukan di depan hakim bahwa kreditur sendiri juga tidak menetapi janjinya. Dalam
setiap perjanjian timbal balik, dianggap ada suatu asas bahwa kedua pihak harus sama-sama
melakukan kewajibannya.
Prinsip ‘menyeberang bersama-sama’ dalam jual beli ditegaskan dalam pasal 1478 KUHPer :
“Si pejual tidak diwajibkan memyerahkan barang-barangnya, jika si pembeli belum
membayar harganya, sedangkan si penjual tidak mengizinkan penundaan pembayaran
tersebut.”
Prinsip exceptio non adimpleti contractus ini tidak disebutkan dalam pasal UU, melainkan
merupakan hukum yurisprudensi, yaitu suatu peraturan hukum yang telah diciptakan oleh
para hakim.
Merupakan suatu sikap pihak kreditur dari mana pihak debitur boleh menyimpulkan bahwa
kreditur itu sudah tidak akan menuntut ganti rugi. Misalnya, si pembeli, meskipun barang
yang diterimanya tidak memenuhi kwalitas, tidak menegur si penjual atau mengembalikan
barangnya, tetapi barang itu dipakainya. Atau ia pesan lagi barang seperti itu. Dari sikap
tersebut dapat disimpulkan bahwa barang itu sudah memuaskan si pembeli. Jika ia kemudian
menuntut ganti rugi atau pembatalan perjanjian, maka tuntutan itu sudah selayaknya tidak
diterima oleh hakim
Daluwarsa pada Umumnya
Daluwarsa ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu alasan
untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan
terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang. Seseorang tidak boleh
melepaskan daluwarsa sebelum tiba waktunya tetapi boleh melepaskan suatu daluwarsa yang
telah diperolehnya.
Syarat Lahirnya Daluwarsa
Untuk menjadi orang yang berhak, orang yang menguasai benda milik orang lain selama waktu
yang diperlukan untuk berlakunya daluwarsa harus menguasai benda itu sebagai orang yang
berkedudukan berkuasa (sebagai Bezitter)
Artinya orang tersebut dalam kapasitas penguasaan fisiknya tersebut juga berkehendak
untuk menguasai (dan memiliki) benda itu bagi dirinya sendiri.
Pasal 529 BW
Yang dinamakan kedudukan berkuasa ialah kedudukan seseorang yang menguasai suatu
kebendaan, baik dengan diri sendiri, maupun dengan perantaraan orang lain, dan yang
mempertahankan atau menikmatinya selaku orang yang memiliki kebendaan itu.
Bentuk Daluwarsa
Daluwarsa memperoleh
Daluwarsa membebaskan
Daluwarsa Memperoleh
Adalah suatu upaya hukum, dengan lewatnya suatu waktu dan dengan memenuhi syarat-
syarat tertentu yang ditetapkan oleh UU, memperoleh sesuatu benda
Pasal 1963 BW
Bezitte jujur dan dpt menunjukkan las hak maka lewt wktunya 20th sejak ia menguasai brg
tsb
Jika tdk beralas hal maka 30 th.
Daluwarsa Membebaskan
Adalah suatu upaya hukum, dengan lewatnya suatu waktu dan dengan syarat tertentu yang
ditetapkan oleh UU, dibebaskan dari suatu kewajiban
Pasal 1967 BW
Penagihan atau tuntutan hukum lewt waktunya 30 th
Rekening toko mengenai penjualan barang sehari hari harus ditagih paling lama 5 tahun
Rekening dokter harus ditagih paling lama 2 tahun
Pengaturan tentang pembuktian –> buku ke-4 KUHP -> bagian materil dari hukum formil
Alat bukti adalah segala sesuatu yang menurut undang-undang dapat digunakan untuk membuktikan
sesuatu.
Bukti adalah sesuatu untuk meyakinkan akan kebenaran suatu dalil/ pendirian dan sesuatu itu harus
sesuai Undang-undang.
Pembuktian adalah usaha yang disampaikan pada hakim berkenaan dengan suatu perkara yang bertujuan
agar hakim dapat memakainya untuk menentukan keputusan.
Yang harus dibuktikan hanya hal-hal yang disangkal/ dibantah oleh pihak lawan.
Pedoman pembuktian :
1. Menurut pasal 1865 KUHP -> Beban pembuktian -> 163 HIR/RIB -> KUHAP
Siapa saja yang menyatakan punya hak/ menyebutkan sesuatu yang berbeda dari yang dikemukakan pihak
lawan, maka dia harus membuktikan adanya hal/ peristiwa tersebut.
Akta = tulisan/ surat yang ditandatangani dan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti.
i. Otentik (resmi) = tulisan/ surat yang dibentuk dalam format tertentu di hadapan pejabat resmi yang
berwenang membuatnya (notaris, camat, bupati, catatan sipil). Oleh karena itu hakim harus mempercayai
akta tersebut.
ii. Di bawah tangan = dibuat oleh pihak yang berkepentingan/ bersangkutan tanpa perantara pejabat
resmi
Adalah pernyataan seseorang mengenai suatu peristiwa atau keadaan yang dilihatnya, didengar, dialami
sendiri.
Saksi korban = saksi yang sekaligus menjadi korban
Saksi ahli = keterangan berdasarkan keahlian seseorang. Dia tidak harus memenuhi syara-syarat sebagai
saksi.
Artinya keterangan seorang bukan kesaksian. Berarti di dalam suatu perkara harus ada saksi lebih dari
satu orang supaya dapat menjadi saksi. Jika hanya ada satu orang, maka hakim harus mencari bukti yang
lain.
Adalah kesimpulan yang diambil berdasarkan peristiwa-peristiwa yang sudah jelas dan nyata.
Persangkaan harus dibuktikan lebih lanjut.
4. Pengakuan (1923)
Pernyataan suatu pihak mengenai peristiwa- dimuka hakim – diluar persidangan (saat diinterogasi)
5. Sumpah
Pernyataan dengan segala keluhuran untuk memberikan keterangan dengan kesaksian Tuhan dan sanggup
menerima hukuman dari Tuhan.
Menurut professor Ali Afendi : pernyataan yang khitmad bahwa Tuhan adalah yang Maha Tahu dan
bahwa Tuhan akan menghukum setiap dusta pada waktu orang bersaksi. Merupakan alat bukti yang
paling rendah.
Sumpah atas permintaan salah satu pihak yang berperkara untuk memutus suatu perkara. Jika kekurangan
bukti-bukti bisa oleh penggugat dan tergugat diucapkan oleh yang menang.
Sumpah yang diperintahkan hakim karena jabatannya. Untuk melengkapi bukti-bukti yang sudah ada.
Dalam perkara pidana, alat bukti hanya ada 4. Sumpah bukan merupakan alat bukti karena dalam perkara
pidana hukuman bersifat penderitaan.
VERJAARING (DALUWARSA) (1946)
Menurut pasal 1946 daluwarsa adalah suatu upaya untuk memeperoleh suatu hak atau untuk
membebaskan dari suatu kewajiban dalam suatu perikatan karena suatu waktu tertentu yang ditentukan
UU.
Contoh : B menguasai tanah bukan miliknya. UU menentukan, setelah 30 tahun jika tidak ada keberatan
dari pihak lain, ia dapat meminta pengadilan untuk menjadikan tanah tersebut menjadi miliknya.
Ketentuan ini tidak berlaku bila ada keberatan sekali saja.
Contoh : A mempunyai utang kepada B. Selama 30 th B tidak pernah menegur A. Maka setelah 30 th A
dibebaskan dari utang.
Verjaaring digunakan untuk melindungi orang yang berkepentingan/ berutang dengan jalan
mengamankannya dari tuntutan hukum yang sudah lama. Verjaaring harus dapat dibedakan dengan
pelepasan hak.
Pelepasan hak : Hilangnya suatu hak bukan karena verjaaring tapi karena sikap yang bersangkutan yang
menunjukkan dia tidak akan menggunakan haknya kembali.
KUHP memberikan hak kepada seseorang dalam jangka waktu tertentu, jika tidak digunakan lagi maka
hak itu menjadi gugur (DECHEANCE). Tidak ada yang bisa mencegah untuk menggunakan hak. UU
memberikan hak dalam waktu tertentu. Exmpl : reklame, 30 hari. *Verjaaring dapat dicegah, sedangkan
decheance itu pasti.