Anda di halaman 1dari 20

e.

    Perikatan generik dan spesifik


Perikatan generik adalah perikatan dimana obyeknya hanya ditentukan jenis dan jumklah barang yang
harus diserahkan. Sedangkan perikatan spesifik adalah perikatan dimana obyeknya ditentukan secara
terinci sehingga tampak ciri-ciri khususnya.
f.     Perikatan yang dapat dibagi dan yang tak dapat dibagi
Perikatan yang dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya dapat dibagi, pembagian mana tidak boleh
mengurangi hakikat prestasi itu. Sedangkan perikatan yang tak dapat dibagi adalah perikatan yang
prestasinya tak dapat dibagi.
b.      Perikatan pokok dan tambahan
Perikatan pokok dan tambahan adalah perikatan anatar debitur dan kreditur yang berdiri sendiri tanpa
bergantung kepada adanya perikatan yang lain. Sedangkan perikatan tambahan adalah perikatan antara
debitur dan kreditur yang diadakan sebagai perikatan pokok.

Macam Macam Perikatan :


1 a. Perikatan Sipil (Civiele verbintenissen)
   b. Perikatan Wajar (Natuurlijke verbintenissen)
2 a. Perikatan yang dapat dibagi (deelbare verbintenissen)
    b. Perikatan yang tidak bisa dibagi(ondeelbare verbintenissen)
3 a. Perikatan Pokok (Principale atau hoofdverbintenissen)
   b. Perikatan Tambahan (Accessoire atau nevenbintenissen)
4 a. Perikatan Spesifik (Spesifieke verbintenissen)
   b. Perikatan Generik (Generike verbintenissen)
5 a. Perikatan Sederhana (eenvoudjge verbintenissen)
   b. Perikatan Jamak (Meervoudjge verbintenissen)
6 a. Perikatan Murni (Zuievere verbintenissen)
   b. Perikatan Berdyarat (Voorwaardelijk verbintenissen)

HAPUSNYA PERIKATAN
 
1. A.      Perbedaan Hapusnya Perikatan dengan Hapusnya Perjanjian:
 Cara hapusnya perjanjian berbeda dengan hapusnya perikatan.
 Hapusnya perikatan belum tentu menghapuskan suatu perjanjian, kecuali semua perikatan-
perikatan yang ada pada perjanjian tersebut sudah hapus. Sebaliknya hapusnya suatu
perjanjian mengakibatkan hapusnya perikatan-perikatannya.
 Cara hapusnya perjanjian:
1. Karena tujuan perjanjian sudah tercapai;
2. Dengan persetujuan kedua belah pihak sesuai dengan Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata;
3. Karena ketentuan undang-undang, misalnya: Pasal 1601 KUHPerdata tentang
perburuhan, jika si buruh meninggal, maka perjanjian perburuhan menjadi hapus;
4. Karena ditentukan oleh para pihak mengenai perjanjian dengan jangka waktu tertentu;
5. Karena keputusan hakim; dan
6. Karena diputuskan oleh salah satu pihak, yaitu jika salah satu pihak tidak melakukan
prestasi, maka pihak lainnya tidak wajib melakukan kontra prestasi.
 
1. B.        10 Cara Hapus atau Berakhirnya Perikatan, Menurut Pasal 1381 KUHPerdata:
A. a.          Pembayaran:
i.                                    i.     Diatur dalam Pasal 1382 s.d 1403 KUHPerdata.
ii.                                  ii.     Ada dua pengertian pembayaran, yaitu pengertian
secara sempit dan yuridis teknis.
iii.                                 iii.     Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan
utang oleh debitor kepada kreditor. Pembayaran seperti ini dilakukan dalam
bentuk uang atau barang.
iv.                                iv.     Pembayaran dalam arti yuridis teknis tidak hanya
dalam bentuk uang atau barang, tetapi juga dalam bentuk jasa, seperti jasa
dokter bedah, tukang cukur, atau guru privat.
v.                                  v.     Objek pembayaran tergantung dari sifat dan isi dan
perjanjiannya.
vi.                                vi.     Tempat Pembayaran (Pasal 1393 KUHPerdata):
Pada dasarnya, tempat pembayaran dilakukan adalah di tempat yang telah ditetapkan dalam
perjanjian, antara kreditur dan debitur. Akan tetapi, apabila kedua belah pihak tidak menentukan
secara tegas tempat pembayaran, maka pembayaran dapat dilakukan di:

1. Tempat barang berada sewaktu perjanjian dibuat;


2. Tempat tinggal kreditur, dengan syarat kreditur harus secara terus-menerus berdiam dan
bertempat tinggal di tempat tersebut; dan
3. Tempat tinggal debitur.
Tempat pembayaran itu bersifat fakultatif, artinya bahwa pihak debitur dan kreditur dapat
memilih salah satu dari tiga tempat itu untuk melakukan pembayaran utang.

1. b.          Penawaran pembayaran, diikuti dengan penitipan (konsinyasi):


A.                                    i.    Diatur dalam Pasal 1404 s.d 1412 KUHPerdata.
B.                                  ii.    Adalah: Suatu pembayaran yang dilakukan dalam keadaan
kreditur tidak mau menerima pembayaran dari debitur, maka debitur dapat melakukan
penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penitipan atau konsinyasi.
C.                                iii.    Caranya sebagai berikut:
i. 1.       Penawaran harus dilakukan secara resmi oleh seorang Notaris atau
seorang juru sita pengadilan.
ii. 2.       Notaris atau juru sita membuat suatu perincian dari barang-barang atau
uang yang akan dibayarkan dan mendatangi tempat tinggal kreditur.
iii. 3.       Apabila kreditur menolak pembayaran, maka Notaris atau juru sita akan
mempersilahkan kreditur menanda-tangani proses penyerahan tersebut dan jika
kreditur tidak tanda tangan, maka dicatat oleh Notaris atau juru sita di atas surat
tersebut.
iv. 4.       Debitur menghadap ke Pengadilan Negeri dengan membuat surat
permohonan kepada pengadilan supaya mengesahkan penawaran pembayaran
yang telah dilakukan itu.
v. 5.       Setelah penawaran pembayaran itu disahkan, maka barang atau uang
yang akan dibayarkan itu, disimpankan atau dititipkan kepada panitera
Pengadilan Negeri dan dengan demikian hapuslah hutang-piutang itu. Sehingga
Barang atau uang tersebut berada dalam simpanan di kepaniteraan Pengadilan
Negeri atas tangggungan atau resiko si kreditur.
vi. c.           Pembaharuan utang (novasi):
a.                                    i.    Diatur dalam Pasal 1413 s.d 1421 KUH Perdata.
b.                                   ii.    Adalah: Suatu perjanjian antara debitur dan
kreditur, di mana perjanjian lama dan subjeknya yang ada dihapuskan dan
timbul sebuah objek dan subjek perjanjian yang baru.
c.                                iii.    Macam-macam Novasi (Pasal 1413
KUHPerdata), yaitu:
 
1. 1.       Novasi objektif;
Perikatan baru, tetapi para pihak tetap.

Contoh: Kewajiban untukmembayar sejumlah uang tertentu diganti dengan kewajiban untuk
menyerahkan sesuatu barang tertentu.

1. 2.       Novasi subjektif yang pasif; dan


Perikatan lama, tetapi penggantian debitur baru.

Contoh: A berutang pada B. Namun, dalam pelaksanaan pembayaran utangnya A diganti oleh
C sebagai debitur baru, sehingga yang berutang akhirnya adalah C kepada B.

1. 3.       Novasi subjektif yang aktif.


Perikatan lama, tetapi penggantian kreditur baru.

Contoh: si Ani berutang pada Mina. Namun di dalam pelaksanaan perjanjian ini kedudukan si
Mina yang tadinya sebagai kreditur kini diganti oleh si Ali sebagai kreditur. Sehingga perjanjian
utang piutang itu tadinya terjadi antara si Ani (debitur) dengan si Ali (kreditur).

1.                                iv.    Akibat Novasi (Pasal 1418 KUHPerdata):


Debitur lama yang telah dibebaskan dari kewajiban oleh kreditur tidak dapat meminta
pembayaran kepada debitur lama, sekalipun debitur baru jatuh pailit atau debitur baru ternyata
orang yang tidak dapat melakukan perbuatan hukum.

 
1. d.          Perjumpaan utang (kompensasi):
A.                                    i.    Diatur dalam Pasal 1425 s.d 1435 KUHPerdata.
B.                                   ii.    Adalah: Penghapusan masing-masing utang dengan jalan
saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur
(Pasal 1425 KUHPerdata).
Contoh:A berhutang sebesar  Rp. 1.000.000,- dari B dan sebaliknya B berhutang Rp. 600.000,-
kepada A. Kedua utang tersebut dikompensasikan untuk Rp. 600.000,- Sehingga A masih
mempunyai utang Rp. 400.000,- kepada B.

1.                                iii.    Syarat terjadinya kompensasi (Pasal 1427 KUHPerdata):


A. Kedua-duanya berpokok pada sejumlah uang;
B. Berpokok pada jumlah barang yang dapat dihabiskan dari jenis yang sama;
C. Kedua-duanya dapat ditetapkan dan ditagih seketika.
D.                                iv.    Tujuan utama kompensasi:
i. Penyederhanaan pembayaran yang simpang siur antara pihak kreditur dan
debitur;
ii. Dimungkinkan terjadinya pembayaran sebagian; dan
iii. Memberikan kepastian pembayaran dalam keadaan pailit.
 

1. e.           Percampuran utang:
A.                                    i.    Diatur dalam Pasal 1436 s.d 1437 KUHPerdata.
B.                                   ii.    Adalah: Percampuran kedudukan sebagaiorang yang
berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu (Pasal 1436
KUHPerdata).
C.                                iii.    Ada dua cara terjadinya percampuran utang, yaitu:
i. Dengan jalan penerusan hak dengan alas hak umum. Misalnya: si kreditur
meninggal dunia dan meninggalkan satu-satunya ahli waris, yaitu debitur. Ini
berarti bahwa dengan meninggalnya kreditur, maka kedudukan debitur menjadi
kreditur;
ii. Dengan jalan penerusan hak di bawah alas hak khusus. Misalnya: pada jual beli,
dimana penjual kemudian juga menjadi pembeli.
iii.                                 iv.    Pada umumnya percampuran utang terjadi pada
bentuk-bentuk debitur menjadi ahli waris dari kreditur atau karena perkawinan.
 

1. f.            Pembebasan utang:
A.                                    i.    Diatur dalam Pasal 1438 s.d. 1443 KUHPerdata.
B.                                   ii.    Undang-undang tidak memberikan definisi tentang
pembebasan utang.
C.                                 iii.    Secara sederhana pembebasan utang Adalah:Suatu
pernyataan sepihak dan tegas dari kreditur kepada debitur, bahwa debitur dibebaskan
dari perutangan.
D.                                 iv.    Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu dan
dapat saja diadakan secara lisan, tetapi untuk adanya kepastian hukum dan agar
adanya bukti yang kuat, maka pernyataan itu harus merupakan tindakan dari kreditur
misalnya dengan mengembalikan surat piutang kepada debitur.
E.                                  v.    Ada dua cara terjadinya, pembebasan utang, yaitu:
i. Cuma-cuma, dan
ii. 2.       Prestasi dari pihak debitur.
Pembebasan utang dengan cuma-cuma harus dipandang sebagai penghadiahan. Sedangkan
prestasi dari pihak debitur artinya sebuah prestasi lain, selain prestasi yang terutang dimana
pembebasan ini didasarkan pada perjanjian.

1. g.          Musnahnya barang yang terutang:


A.                                    i.    Diatur dalam Pasal 1444 dan Pasal 1445 KUHPerdata.
B.                                   ii.    Adalah: Hancurnya, tidak dapat diperdagangkan, atau
hilangnya barang terutang, sehingga tidak diketahui sama sekali apakah barang itu
masih ada atau tidak ada.
C.                                 iii.    Syaratnya: bahwa musnahnya barang itu di luar kesalahan
debitur dan sebelum dinyatakan lalai (wanprestasi) oleh kreditur.
D.                                 iv.    Debitur wajib membuktikan bahwa musnahnya barang
tersebut adalah diluar kesalahannya dan barang itu akan musnah atau hilang juga,
meskipun di tangan debitur. Jadi dalam hal ini si debitur telah berusaha dengan
segala daya upaya untuk menjaga barang tersebut agar tetap berada dalam keadaan
semula.
 

1. h.          Kebatalan atau pembatalan perikatan:


A.                                    i.    Diatur dalam Pasal 1446 s.d. 1456 KUHPerdata.
B.                                  ii.    Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok,
yaitu:
i. 1.       Dapat dibatalkan; dan
ii. 2.       Batal demihukum.
iii.                                              i.            Dapat dibatalkan, baru mempunyai akibat
setelah ada putusan hakim yangmembatalkan perbuatan tersebut.
iv.                                            ii.            Disebut batal demi hukum karena
kebatalannya yang menyangkut perbuatan hukum, ketertiban umum atau
kesusilaan.
a.                                iii.    Ada tiga penyebab timbulnya pembatalan
perjanjian, yaitu:
a. 1.       Adanya perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang belum
dewasa dan di bawahpengampuan (curatele);
b. 2.       Tidak mengindahkan bentuk perjanjian yang disyaratkan dalam
undang-undang; dan
c. 3.       Adanya cacat kehendak.
Cacat kehendak dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut:
1. a.       Kekhilafan (dwaling),adalah suatu penggambaran yang keliru mengenai
orangnyaatau objek perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Dwaling dibagi menjadi
duamacam, yaitu:
(1) dwaling tentang orangnya; dan
(2) dwaling di dalam kemandirianbenda.
1. b.       Paksaan (dwang),adalah suatu ancaman yang dilakukan oleh seseorang kepada
oranglain atau pihak ketiga (Pasal 1324 KUHPerdata).
2. c.        Penipuan (bedrog),adalah dengan sengaja mengajukan gambaran atau fakta
yangsalah untuk memasuki suatu perjanjian.
3. d.       Di samping ketiga cacat kehendak itu, dalam doktrin dikenal dengan
penyalahgunaan keadaan (undue influence).
4.                                 iv.    Pembatalan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
A. Pembatalan mutlak; dan
B. Pembatalan relatif.
 Pembatalan mutlak,adalah: Suatu pembatalan yang tidak perlu dituntut secara tegas.
Pembatalan mutlak terjadi karena:
(1)  Cacat bentuknya;

(2)  Perjanjian itu dilarang undang-undang;

(3)  Bertentangan dengan kesusilaan, dan

(4)  Bertentangan dengan ketertiban umum.

 Contoh pembatalan mutlak:


1.                                                            i.     Perjanjian yang harus dibuat dengan bentuk
tertentu, ternyata bentuk itu tidak dipenuhi.
2.                                                          ii.     Perjanjian perkawinan harus dibuat dengan akta
notaris (Pasal 147 KUHPerdata).
 Pembatalan relatif,adalah: Suatu kebatalan yang dituntut secara tegas, dan biasanya
diajukan oleh salah satu pihak. Misalnya: wakil dari orang yang tidak berwenang melakukan
perbuatan hukum atau orang yang terhadapnya dilakukan kekerasan atau penipuan atau
orang yang berada dalam kekhilafan.
1.                                   v.    Akibat Pembatalan:
A. 1.       Orang-orang yang tidakwenang melakukan perbuatan hukum; dan
B. 2.       Cacat kehendak.
 
 Akibat pembatalan bagi orang-orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum
adalah: Pulihnya barang-barang dan orang-orang yang bersangkutan, seperti sebelum
perikatandibuat (Pasal 1451 KUH Perdata). Dengan pengertian, bahwa segala sesuatu yang
telah diberikan atau dibayar kepada orang yang tidak berwenang hanya dapat dituntut
kembalibila:
1.                                                                         i.   Barang yang bersangkutan masih berada
di tangan orang yang tidak berwenang lagi;
2.                                                                       ii.   Orang yang tidak berwenang itu telah
mendapat keuntungan dari apa yang telahdiberikan atau dibayar;
3.                                                                     iii.   Apa yang dinikmati telah dipakai bagi
kepentingannya.
 Akibat pembatalan karena cacat kehendak, yaitu pulihnya barang-barang dan orang-orang
yang bersangkutan seperti dalam keadaan semula (Pasal 145 KUHPerdata).
 
1.                         vi.            Jangka Waktu Pembatalan:
Undang-undang tidak membatasi jangka waktu tuntutan pembatalan perjanjian secarakhusus.
Namun, dalam undang-undang ditentukan jangka waktu yang pendek, yaitu limatahun (Pasal
1454 KUHPerdata). Jangka waktu itu mulai berlaku bagi:
1. Orang yang belum dewasa, sejak hari kedewasaannya;
2. Pengampuan, sejak hari pencabutan pengampuan;
3. Paksaan, sejak hari paksaan berhenti;
4. Penipuan, sejak hari diketahuinya penipuan;
5. Pembayaran tak terutang, sejak debitur mengetahui bahwa ia tidak mempunyai utang pada
kreditur; dan
6. Tuntutan pembatalan perikatan menjadi gugur, apabila perikatan itu dikuatkan secara
tegas atau secara diam-diam oleh orang-orang tersebut di atas (Pasal 1456 KUHPerdata).
 

1. i.            Berlakunya suatu syarat batal:


 Adalah suatu syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perjanjian danmembawa segala
sesuatu pada keadaan semula, seolah-olah tidak ada suatu perjanjian(Pasal 1265
KUHPerdata).
 Biasanya syarat batal berlaku pada perjanjian timbal balik. Seperti pada perjanjian jual beli,
sewa-menyewa dan lain-lain.
 

1. j.            Lewatnya waktu:
 Adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu
perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh
undang-undang (Pasal 1946 KUHPerdata);
 Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak, baik kontrak yang dibuat melalui akta di bawah
tangan maupun yang dibuat oleh atau di muka pejabat yang berwenang telah ditentukan
secara tegas jangka waktu dan tanggal berakhirnya perjanjian;
 Penentuan jangka waktu dan tanggal berakhirnya perjanjian dimaksudkan bahwa salah satu
pihak tidak perlu memberitahukan tentang berakhirnya perjanjian tersebut;
 Penentuan jangka waktu dan tanggal berakhirnya kontrak adalah didasarkan pada kemauan
dan kesepakatan para pihak.
 

Nb:Kesepuluh cara berakhirnya perikatan menurut Pasal 1381 KUHPerdata tersebut tidak
disebutkan, mana perikatan yangberakhir karena perjanjian dan undang-undang.
 
Yang termasuk berakhirnya perikatan karena undang-undang adalah:
(1)     Konsignasi;

(2)     Musnahnya barang terutang, dan

(3)     Daluwarsa.

Yang termasuk berakhirnya perikatan karena perjanjian, adalah:


(1)        Pembayaran;

(2)        Novasi (pembaruan utang);

(3)        Kompensasi;

(4)        Konfusio (percampuran utang);
(5)        Pembebasan utang;

(6)        Pembatalan; dan

(7)        Berlaku syarat batal.

 
Undang-undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional juga diatur secara rinci
tentang berakhirnya perjanjian internasional. Ada delapan cara berakhirnya perjanjian
internasional, yaitu:

1. Terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian;
2. Tujuan perjanjian telah tercapai;
3. Terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian;
4. Salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian.
5. Dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
6. Muncul norma-norma baru dalam hukum internasional;
7. Objek perjanjian hilang;
8. Terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional (Pasal 18 Undang-undang No. 24
Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional).
 

Di samping kedelapan cara berakhirnya perjanjian internasional tersebut, di dalam Pasal 19


Undang-undang No. 24 Tahun 2000 ditentukan berakhinya perjanjian sebelum jangka
waktunya. Di dalam pasal itu disebutkan bahwa :

“Perjanjian internasional berakhir sebelum waktunya, berdasarkan kesepakatan para pihak,


tidak mempengaruhi penyelesaian setiap pengaturan yang menjadi bagian perjanjian dan
belum dilaksanakan secara penuh pada saat berakhirnya perjanjian tersebut.”
 

Pasal ini memberikan perlindungan kepada negara peminjam atau pihak swasta bahwa
perjanjian yang berakhir sebelum waktunya tidak mempengaruhi dalam penyelesaian setiap
pengaturan yang menjadi bagian perjanjian dan belum dilaksanakan.

Onrechtmatige daad diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Perbuatan Melawan


Hukum (PMH). PMH ini sudah menjadi kebiasaan dalam praktik bahwa pasal yang menjadi
acuan yaitu Pasal 1365 KUHPdt.
Menurut Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia,” Setiap orang
bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan,
melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya”.
Untuk membuktikan adanya suatu PMH ini, dalam pengertian Pasal 1365 KUHPdt, terdapat 4
elemen yang harus diujikan, yaitu: Perbuatan, Kesalahan, Kerugian, dan Pertangungjawaban.
maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan
hukum yang dilakukan oleh seseorang, yang karena kesalahannya itu telah menimbulkan
kerugian bagi orang lain. 
Karena Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia mensyaratkan untuk
dikategorikan perbuatan melawan hukum harus ada kesalahan, maka perlu mengetahui
bagaimana unsur kesalahan itu. Suatu tindakan dianggap mengandung unsur kesalahan,
sehingga dapat diminta pertanggungjawaban hukum, jika memenuhi unsur- unsur sebagai
berikut:

a. Ada unsur kesengajaan 


b. Ada unsur kelalaian ( culpa ) 
c. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf , seperti keadaan overmacht, membela diri,
tidak waras dan lain-lain. 

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, suatu
perbuatan melawan hukum harus mengandung unsur-unsur sebagai Berikut: 

1.Ada Suatu Perbuatan


melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku. Secara umum perbuatan ini mencakup berbuat
sesuatu (dalam arti aktif) dan tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat
sesuatu, padahal pelaku mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat, kewajiban itu timbul dari
hukum. 
2. Perbuatan Itu Melawan Hukum
a. Perbuatan melanggar undang-undang 
b. Perbuatan melanggar hak orang lain yang dilindungi hukum
c. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku 
d. Perbuatan yang bertentangan kesusilaan 
e. Perbuatan yang bertentangan sikap baik dalam masyarakat untuk memperhatikan
kepentingan orang lain. 
3. Ada Kesalahan Pelaku
Undang-Undang dan Yurisprudensi mensyaratkan untuk dapat dikategorikan perbuatan
melawan hukum sesuai Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, maka
pada pelaku harus mengandung unsur kesalahan (schuldelement) dalain melakukan perbuatan
tersebut. 

Perbuatan melawan hukum di sini, dimaksudkan adalah sebagai perbuatan melawan hukum
dalam bidang keperdataan. Sebab, untuk tindakan perbuatan melawan hukum secara pidana
(delik) atau yang disebut dengan istilah " perbuatan pidana " mempunyai arti, konotasi dan
pengaturan hukum yang berbeda sama sekali dengan perbuatan melawan hukum secara
hukum perdata. 
Bila dilihat dari model pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang
perbuatan melawan hukum lainnya, dan seperti juga di negaranegara dalam system hukum
Eropa Kontinental, maka model tanggung jawab hukum di Indonesia adalah sebagai berikut

1. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian), seperti terdapat
dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
2. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan, khususnya unsur kelalaian seperti terdapat dalam
Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
3. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) dalam arti yang sangat terbatas seperti dalam
Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN
 
1. A.        Pengertian Wanprestasi:
 Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur
baik karena kesengajaan atau kelalaian.
 Menurut J Satrio: “Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak
memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya”.
 Yahya Harahap: “Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada
waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi
pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi(schadevergoeding), atau dengan
adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan
perjanjian.
 

1. B.        Bentuk-bentuk Wanprestasi:
A. Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
B. Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
C. Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
D. Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Tata cara menyatakan debitur wanprestasi:
1. Sommatie: Peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara resmi melalui Pengadilan
Negeri.
2. Ingebreke Stelling: Peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui Pengadilan Negeri.
Isi Peringatan:
1. Teguran kreditur supaya debitur segera melaksanakan prestasi;
2. Dasar teguran;
3. Tanggal paling lambat untuk memenuhi prestasi (misalnya tanggal 9 Agustus 2012).
 

Somasi minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditor atau juru sita. Apabila somasi
itu tidak diindahkannya, maka kreditor berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan
pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitor wanprestasi atau
tidak. Somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditor) kepada si berutang (debitor) agar
dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara
keduanya. Somasi ini diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata.
 

1. C.        Akibat Hukum bagi Debitur yang Wanprestasi:


Akibat hukum dari debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi
berupa:
1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi);
2. Pembatalan perjanjian;
3. Peralihan resiko. Benda yang dijanjikan obyek perjanjian sejak saat tidak dipenuhinya
kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur;
4. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
Disamping debitur harus menanggung hal tesebut diatas, maka yang dapat dilakukan
oleh krediturdalam menghadapi debitur yang wanprestasi ada lima kemungkinan sebagai
berikut (Pasal 1276 KUHPerdata):
1. Memenuhi/melaksanakan perjanjian;
2. Memenuhi perjanjian disertai keharusan membayar ganti rugi;
3. Membayar ganti rugi;
4. Membatalkan perjanjian; dan
5. Membatalkan perjanjian disertai dengan ganti rugi.
 

Ganti rugi yang dapat dituntut:


 Debitur wajib membayar ganti rugi, setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi prestasi
itu”. (Pasal 1243  KUHPerdata). “Ganti rugi terdiri dari biaya, rugi, dan bunga” (Pasal 1244
s.d. 1246 KUHPerdata).
–   Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan
oleh suatu pihak.
–   Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang
diakibatkan oleh kelalaian si debitur.
–   Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan, yang sudah dibayarkan atau
dihitung oleh kreditur.
 Ganti rugi harus mempunyai hubungan langsung (hubungan kausal) dengan ingkar janji”
(Pasal 1248 KUHPerdata) dan kerugian dapat diduga atau sepatutnya diduga pada saat
waktu perikatan dibuat.
 Ada kemungkinan bahwa ingkar janji (wanprestasi) itu terjadi bukan hanya karena kesalahan
debitur (lalai atau kesengajaan), tetapi juga terjadi karena keadaan memaksa.
 Kesengajaan adalah perbuatan yang diketahui dan dikehendaki.
 Kelalaian adalah perbuatan yang mana si pembuatnya mengetahui akan kemungkinan
terjadinya akibat yang merugikan orang lain.
 

1. D.        Pembelaan Debitur yang dituntut membayar ganti rugi:


A. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa. Misalnya: karena barang yang
diperjanjikan musnah atau hilang, terjadi kerusuhan, bencana alam, dll.
B. Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (Execptio Non Adimreti
Contractus). Misalnya: si pembeli menuduh penjual terlambat menyerahkan
barangnya, tetapi ia sendiri tidak menetapi janjinya untuk menyerahkan uang muka.
C. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi
(Rehtsverwerking). Misalnya: si pembeli menerima barang yang tidak memuaskan
kualitasnya, namun namun pembeli tidak menegor si penjual atau tidak
mengembalikan barangnya.
 

1. E.        Keadaan Memaksa (Overmacht/Force Majeur):


 Pengertian:
Tidak dirumuskan dalam UU, akan tetapi dipahami makna yang terkandung dalam pasal-pasal
KUHPerdata yang mengatur tentang overmacht.
 

            Adalah: “Suatu keadaan di mana debitor tidak dapat melakukan prestasinya kepada
kreditor, yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, seperti karena
adanya gempa bumi, banjir, lahar, dan lain-lain”.                Misalkan: seseorang menjanjikan
akanmenjual seekor kuda (schenking) dan kuda ini sebelum diserahkan mati karena disambar
petir.
 Akibat keadaan memaksa:
1. Krediturtidak dapat meminta pemenuhan prestasi;
2. Debiturtidak dapat lagi dinyatakan lalai;
3. Resiko tidak beralih kepada debitur.
 Unsur-unsur Keadaan memaksa:
(1)Peristiwa yang memusnahkan benda yang menjadi obyek perikatan;

(2)Peristiwa yang menghalangi Debitur berprestasi;

(3)Peristiwa yang tidak dapat diketahui oleh Kreditur/Debitur sewaktu dibuatnya perjanjian.

1. F.        Sifat Keadaan memaksa:


Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. a.   Keadaan memaksa absolut:


Adalah suatu keadaan di mana debitor sama sekali tidak dapat memenuhi prestasinya kepada
kreditor, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar. Contoh:si A ingin
membayar utangnya pada si B, namun tiba-tiba pada saat si A ingin melakukan pembayaran
utang, terjadi gempa bumi, sehingga A sama sekali tidak dapat membayar utangnya pada B.

1. b.   Keadaan memaksa yang relatif:


Adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitor masih mungkin untuk melaksanakan
prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban yang
besar, yang tidak seimbang, atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan
manusia, atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Contoh: seorang
penyanyi telah mengikatkan dirinya untuk menyanyi di suatu konser, tetapi beberapa detik
sebelum pertunjukan, ia menerima kabar bahwa anaknya meninggal dunia.

—A. Pengertian Prestasi


Pengertian prestasi (performance) dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu
pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri
untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan“condition” sebagaimana disebutkan
dalam kontrak yang bersangkutan.
—Model-model dari prestasi (Pasal 1234 KUH Perdata), yaitu berupa :
– Memberikan sesuatu;
– Berbuat sesuatu;
– Tidak berbuat sesuatu.
—
B. Pengertian Wanprestasi
Pengertian wanprestasi (breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau
kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu
seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.
—Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan
untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi sehingga oleh
hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.
—Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena *:
– Kesengajaan;
– Kelalaian;
– Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian)
* Kecuali tidak dilaksanakan kontrak tersebut karena alasan-alasan force majeure, yang
umumnya memang membebaskan pihak yang tidak memenuhi prestasi (untuk sementara atau
selama-lamanya).

Pembelaan Debitur yang Dituduh Lalai


Seorang debitur yang dituduh lalai dapat membela diri dengan mengajukan beberapa macam
alasan untuk membebaskan dirinya dari hukuman itu. Pembelaan tersebut ada tiga macam,
yaitu : 
1. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmacht atau force majeur); 
2. Mengajukan bahwa si berpiutang (kreditur) sendiri juga telah lalai (exceptio non
adimpleti contractus); 
3. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi
(pelepasan hak : bahasa Belanda ; rechtsverwerking). 
1. Keadaan memaksa (overmacht atau force majeur).

Dengan mengajukan pembelaan ini, debitur berusaha menunjukkan bahwa tidak


terlaksananya apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat
diduga, dan di mana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang
timbul di luar dugaan tadi.

Pasal 1244 dan 1245 KUHPer mengatur pembebasan debitur dari kewajiban mengganti
kerugian,karena suatu kejadian yang dinamakan keadaan memaksa. Dua pasal

tersebut merupakan doublure, yaitu dua pasal yang mengatur satu hal yang sama. Jadi
keadaan memaksa adalah suatu kejadian yang tak terduga, tak disengaja dan tak dapat
dipertanggungjawabkan kepada debitur serta memaksa dalam arti debitur terpaksa tidak
menepati janjinya. 

Ada keadaan tertentu di mana terjadi suatu peristiwa yang tak terduga di luar kesalahan
pihak debitur, tetapi segala akibat peristiwa itu harus dipikulkan kepadanya karena ia telah
menyanggupinya atau karena penanggungan segala akibat itu termaktub dalam sifatnya
perjanjian. 

2. Exceptio non adimpleti contractus

Dengan pembelaan ini si debitur yang dituduh lalai dan dituntut membayar ganti rugi itu
mengajukan di depan hakim bahwa kreditur sendiri juga tidak menetapi janjinya. Dalam
setiap perjanjian timbal balik, dianggap ada suatu asas bahwa kedua pihak harus sama-sama
melakukan kewajibannya. 

Prinsip ‘menyeberang bersama-sama’ dalam jual beli ditegaskan dalam pasal 1478 KUHPer : 
“Si pejual tidak diwajibkan memyerahkan barang-barangnya, jika si pembeli belum
membayar harganya, sedangkan si penjual tidak mengizinkan penundaan pembayaran
tersebut.” 

Prinsip exceptio non adimpleti contractus ini tidak disebutkan dalam pasal UU, melainkan
merupakan hukum yurisprudensi, yaitu suatu peraturan hukum yang telah diciptakan oleh
para hakim. 

3. Pelepasan hak (“rechtsverwerking”)

 Merupakan suatu sikap pihak kreditur dari mana pihak debitur boleh menyimpulkan bahwa
kreditur itu sudah tidak akan menuntut ganti rugi. Misalnya, si pembeli, meskipun barang
yang diterimanya tidak memenuhi kwalitas, tidak menegur si penjual atau mengembalikan
barangnya, tetapi barang itu dipakainya. Atau ia pesan lagi barang seperti itu. Dari sikap
tersebut dapat disimpulkan bahwa barang itu sudah memuaskan si pembeli. Jika ia kemudian
menuntut ganti rugi atau pembatalan perjanjian, maka tuntutan itu sudah selayaknya tidak
diterima oleh hakim
Daluwarsa pada Umumnya
Daluwarsa ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu alasan
untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan
terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang. Seseorang tidak boleh
melepaskan daluwarsa sebelum tiba waktunya tetapi boleh melepaskan suatu daluwarsa yang
telah diperolehnya.
Syarat Lahirnya Daluwarsa
  Untuk menjadi orang yang berhak, orang yang menguasai benda milik orang lain selama waktu
yang diperlukan untuk berlakunya daluwarsa harus menguasai benda itu sebagai orang yang
berkedudukan berkuasa (sebagai Bezitter)
  Artinya orang tersebut dalam kapasitas penguasaan fisiknya tersebut juga berkehendak
untuk menguasai (dan memiliki) benda itu bagi dirinya sendiri.
Pasal 529 BW
  Yang dinamakan kedudukan berkuasa ialah kedudukan seseorang yang menguasai suatu
kebendaan, baik dengan diri sendiri, maupun dengan perantaraan orang lain, dan yang
mempertahankan atau menikmatinya selaku orang yang memiliki kebendaan itu.

Bentuk Daluwarsa
  Daluwarsa memperoleh
  Daluwarsa membebaskan

Daluwarsa Memperoleh
  Adalah suatu upaya hukum, dengan lewatnya suatu waktu dan dengan memenuhi syarat-
syarat tertentu yang ditetapkan oleh UU, memperoleh sesuatu benda
  Pasal 1963 BW
  Bezitte jujur dan dpt menunjukkan las hak maka lewt wktunya 20th sejak ia menguasai brg
tsb
  Jika tdk beralas hal maka 30 th.

Daluwarsa Membebaskan
  Adalah suatu upaya hukum, dengan lewatnya suatu waktu dan dengan syarat tertentu yang
ditetapkan oleh UU, dibebaskan dari suatu kewajiban
  Pasal 1967 BW
  Penagihan atau tuntutan hukum lewt waktunya 30 th
  Rekening toko mengenai penjualan barang sehari hari harus ditagih paling lama 5 tahun
  Rekening dokter harus ditagih paling lama 2 tahun

Syarat memperoleh hak milik melalui daluwarsa


  Orang mesti memegang kedudukan berkuasa sebagai pemilik
  Kedudukan berkuasa tersebut harus diperolehnya dan dipertahankannya dengan itikad baik
  Kedudukan berkuasa tersebut harus ternyata dimuka umum
  Kedudukan berkuasa tersebut harus dulakukan secara terus-menerus dan tidak berhanti
Sebab-sebab yang Mencegah Daluwarsa
1.         Daluwarsa dicegah bila pemanfaatan barang itu dirampas selama lebih dari satu tahun dari
tangan orang yang menguasainya, baik oleh pemiliknya semula maupun oleh pihak ketiga.
2.        Daluwarsa itu dicegah pula oleh suatu peringatan, suatu gugatan, dan tiap perbuatan-
perbuatan berupa tuntutan hukum, masing-masing dengan pemberitahuan dalam bentuk yang
telah ditentukan, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam hal itu atas nama
pihak yang berhak, dan disampaikan kepada orang yang berhak dicegah memperoleh
daluwarsa itu.
3.        Gugatan di muka Hakim yang tidak berkuasa, juga mencegah daluwarsa.
4.        Namun daluwarsa tidak dicegah, bila peringatan atau gugatan dicabut atau dinyatakan
batal, entah karena penggugat menggugurkan tuntutannya, entah karena tuntutan itu
dinyatakan gugur akibat daluwarsanya.
5.        Pengakuan akan hak seseorang yang terhadapnya daluwarsa berjalan, yang diberikan
dengan kata-kata atau dengan perbuatan oleh orang yang menguasainya atau dibitur, juga
mencegah daluwarsa.
6.        Pemberitahuan kepada salah seorang debitur dalam perikatan tanggung-menanggung, atau
pengakuan orang tersebut, mencegah daluwarsa terhadap para debitur lain, bahkan pula
terhadap para ahli waris mereka.
7.        Pemberitahuan kepada ahli waris salah seorang debitur dalam perikatan tanggung-
menanggung, atau pengakuan ahli waris tersebut, tidaklah mencegah daluwarsa terhadap
para ahli waris debitur lainnya, bahkan juga dalam hal suatu utang hipotek, kecuali untuk
bagian ahli waris tersebut.
8.         Dengan pemberitahuan atau pengakuan itu maka daluwarsa terhadap para debitur lain
tidak dicegah lebih lanjut, kecuali untuk bagian ahli waris tersebut.
9.       Untuk mencegah daluwarsa seluruh utang terhadap para debitur lainnya, perlu ada sesuatu
pemberitahuan kepada semua ahli waris atau suatu pengakuan dari semua ahli waris itu.
10.       Pemberitahuan yang dilakukan kepada debitur utama atau pengakuan yang diberikan oleh
debitur utama mencegah daluwarsa terhadap penanggung utang.
11.          Pencegahan daluwarsa yang dilakukan oleh salah seorang kreditur dalam suatu perikatan
tanggung-menanggung berlaku bagi semua kreditur lainnya.

Pembuktian dan Daluwarsa


inShare

Submitted by jackdaws on Sun, 03/25/2012 - 21:36

Pengaturan tentang pembuktian –> buku ke-4 KUHP -> bagian materil dari hukum formil

Alat bukti adalah segala sesuatu yang menurut undang-undang dapat digunakan untuk membuktikan
sesuatu.
Bukti adalah sesuatu untuk meyakinkan akan kebenaran suatu dalil/ pendirian dan sesuatu itu harus
sesuai Undang-undang.

Pembuktian adalah usaha yang disampaikan pada hakim berkenaan dengan suatu perkara yang bertujuan
agar hakim dapat memakainya untuk menentukan keputusan.

  Apa yang harus dibuktikan?

Yang harus dibuktikan hanya hal-hal yang disangkal/ dibantah oleh pihak lawan.

Yang tidak perlu dibuktikan?

1.      Hal-hal yang sudah diakui kebenarannya

2.      Hal-hal yang sudah diketahui masyarakat umum

3.      Hal-hal yang kebetulan sudah diketahui hakim.

Pedoman pembuktian :

1.      Menurut pasal 1865 KUHP -> Beban pembuktian -> 163 HIR/RIB -> KUHAP

Siapa saja yang menyatakan punya hak/ menyebutkan sesuatu yang berbeda dari yang dikemukakan pihak
lawan, maka dia harus membuktikan adanya hal/ peristiwa tersebut.  

    2.      Menurut pasal 1866 KUHP ada 5 macam alat bukti :

1.      Bukti tulisan (1867)

a.      Berupa akta/ surat-surat lain.

Akta = tulisan/ surat yang ditandatangani dan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti.

Bentuk akta ada 2 macam:

i.      Otentik (resmi) = tulisan/ surat yang dibentuk dalam format tertentu di hadapan pejabat resmi yang
berwenang membuatnya (notaris, camat, bupati, catatan sipil). Oleh karena itu hakim harus mempercayai
akta tersebut.

ii.      Di bawah tangan = dibuat oleh pihak yang berkepentingan/ bersangkutan tanpa perantara pejabat
resmi

b.  Surat-surat lainnya = tulisan-tulisan lain yang bukan akta (faktur, kwitansi).

2.      Bukti kesaksian (1895)

Adalah pernyataan seseorang mengenai suatu peristiwa atau keadaan yang dilihatnya, didengar, dialami
sendiri.
Saksi korban = saksi yang sekaligus menjadi korban

Saksi ahli = keterangan berdasarkan keahlian seseorang. Dia tidak harus memenuhi syara-syarat sebagai
saksi.

Dalam kesaksian dianut sistem : “UNUS TESTIS & NULLUS TESTIS”

Artinya keterangan seorang bukan kesaksian. Berarti di dalam suatu perkara harus ada saksi lebih dari
satu orang supaya dapat menjadi saksi. Jika hanya ada satu orang, maka hakim harus mencari bukti yang
lain.

3.      Bukti Persangkaan/ Dugaan (1915)

Adalah kesimpulan yang diambil berdasarkan peristiwa-peristiwa yang sudah jelas dan nyata.
Persangkaan harus dibuktikan lebih lanjut.

4.      Pengakuan (1923)

Pernyataan suatu pihak mengenai peristiwa- dimuka hakim – diluar persidangan (saat diinterogasi)

5.      Sumpah

Pernyataan dengan segala keluhuran untuk memberikan keterangan dengan kesaksian Tuhan dan sanggup
menerima hukuman dari Tuhan.

Menurut professor Ali Afendi : pernyataan yang khitmad bahwa Tuhan adalah yang Maha Tahu dan
bahwa Tuhan akan menghukum setiap dusta pada waktu orang bersaksi. Merupakan alat bukti yang
paling rendah.

Ada 2 macam sumpah :

1.      DECISOIR : pemutus/ penentu.

Sumpah atas permintaan salah satu pihak yang berperkara untuk memutus suatu perkara. Jika kekurangan
bukti-bukti bisa oleh penggugat dan tergugat diucapkan oleh yang menang.

2.      SUPLATOIR : sumpah tambahan.

Sumpah yang diperintahkan hakim karena jabatannya. Untuk melengkapi bukti-bukti yang sudah ada.

Dalam perkara pidana, alat bukti hanya ada 4. Sumpah bukan merupakan alat bukti karena dalam perkara
pidana hukuman bersifat penderitaan.

 VERJAARING (DALUWARSA) (1946)

Menurut pasal 1946 daluwarsa adalah suatu upaya untuk memeperoleh suatu hak atau untuk
membebaskan dari suatu kewajiban dalam suatu perikatan karena suatu waktu tertentu yang ditentukan
UU.

 Ada 2 macam lewat waktu :


1.      AQUISITIEVE VERJAARING (1963)

Verjaaring untuk memperoleh suatu hak.

Contoh : B menguasai tanah bukan miliknya. UU menentukan, setelah 30 tahun jika tidak ada keberatan
dari pihak lain, ia dapat meminta pengadilan untuk menjadikan tanah tersebut menjadi miliknya.
Ketentuan ini tidak berlaku bila ada keberatan sekali saja.

 2.      EXTINTIEVE VERJAARING (1967)

Verjaaring untuk menghapuskan suatu kewajiban.

Contoh : A mempunyai utang kepada B. Selama 30 th B tidak pernah menegur A. Maka setelah 30 th A
dibebaskan dari utang.

 Verjaaring digunakan untuk melindungi orang yang berkepentingan/ berutang dengan jalan
mengamankannya dari tuntutan hukum yang sudah lama. Verjaaring harus dapat dibedakan dengan
pelepasan hak.

Pelepasan hak : Hilangnya suatu hak bukan karena verjaaring tapi karena sikap yang bersangkutan yang
menunjukkan dia tidak akan menggunakan haknya kembali.

 Verjaaring juga harus dapat dibedakan dengan DECHEANCE.

KUHP memberikan hak kepada seseorang dalam jangka waktu tertentu, jika tidak digunakan lagi maka
hak itu menjadi gugur (DECHEANCE). Tidak ada yang bisa mencegah untuk menggunakan hak. UU
memberikan hak dalam waktu tertentu. Exmpl : reklame, 30 hari. *Verjaaring dapat dicegah, sedangkan
decheance itu pasti.

Anda mungkin juga menyukai