Anda di halaman 1dari 20

Karsinoma Oral Sel Skuamosa Tersembunyi pada

Gangguan Gejala Somatik Oral : Laporan Kasus

CASE REPORT OF ORAL MEDICINE

Disusun Oleh :
Monika Ester Teresya
2095008

Pembimbing :
Riani Setiadhi, drg., Sp.PM (K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
2022
1

Karsinoma Oral Sel Skuamosa Tersembunyi pada Gangguan Gejala Somatik


Oral : Laporan Kasus

Monika Ester Teresya1, Riani Setiadhi2


1
Mahasiswa Program Profesi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Kristen Maranatha, Bandung, 40164, Indonesia
2
Bagian Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Kristen Maranatha,
Bandung, 40164, Indonesia

ABSTRAK

Latar belakang: Sindrom mulut terbakar atau burning mouth syndrome (BMS) adalah

suatu kondisi umum nyeri mulut yang dominan tanpa penyebab yang jelas, dokter gigi

dan otolaryngologists / THT sering merujuk pasien dengan BMS ke psikiater sebagai

gangguan gejala somatik. Dalam kasus yang sangat jarang, gejala terbakar yang khusus

mirip penyakit lain di mana komorbiditas fatal yang serius mungkin terlewatkan. Kami

menemukan tiga kasus langka karsinoma oral sel skuamosa (OSCC) dengan gejala

awal adalah sensasi nyeri terbakar pada lidah.

Presentasi Kasus: Kasus 1: Seorang wanita 68 tahun mengalami nyeri terbakar pada

margin lingual kiri selama 8 tahun. Pengobatan antidepresan tidak manjur. Sitologi dan

biopsi mengungkapkan OSCC. Kasus 2: Seorang laki-laki 70 tahun mengalami sensasi

terbakar dan kelumpuhan lidah selama 6 bulan. Pencitraan resonansi magnetik /

magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan massa 37 × 23 mm di bawah dasar


2

mulut dan pembesaran kelenjar getah bening di kedua sisi. Kasus 3: Seorang laki-laki

berusia 90 tahun mengalami sensasi terbakar pada lidah selama 1 tahun. MRI

menunjukan adanya massa 12 × 12 mm pada mandibula dengan absorpsi tulang.

Kesimpulan: Seri kasus ini menyarankan bahwa psikiater harus selalu berhati-hati

dalam menganggap sindrom mulut terbakar atau burning mouth syndrome (BMS)

sebagai gejala gangguan somatik dan berhati-hati terhadap kemungkinan karsinoma

oral sel skuamosa (OSCC), terutama pada pasien usia lanjut.

Kata kunci: gangguan gejala somatik, sindrom mulut terbakar, karsinoma oral

sel skuamosa, kanker mulut, tantangan diagnosis

PENDAHULUAN

Karsinoma Oral Sel Skuamosa (OSCC) memiliki tingkat insiden yang tinggi

(3%). Faktor risiko gaya hidup yang menjadi predisposisi pasien OSCC termasuk

penggunaan tembakau, konsumsi alkohol dan mengunyah sirih. Peran genetika dalam

perkembangan OSCC juga telah didokumentasikan tetapi mekanisme pastinya tidak

jelas. Faktor lingkungan juga dapat berperan dalam hal ini. Terjadinya OSCC

mencakup evolusi bertahap dari epitel normal melalui keadaan prekursor transisional

ke metastasis penuh. Perubahan genetik tersebut akan menghasilkan perubahan

fenotipik yang muncul sebagai lesi oral yang berpotensi ganas. Beberapa gen diyakini

memainkan peran kunci dalam karsinogenesis, khususnya gen supresor tumor seperti:
3

cyclin-dependent kinase inhibitor, TP53 dan retinoblastoma RB1 serta onkogen,

reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGFR) dan onkogen ras. Efek tumorigenik

dari beberapa infeksi virus, terutama dengan subtipe human papillomavirus (HPV)

onkogenik, juga telah didokumentasikan terutama pada kanker orofaringeal.

LATAR BELAKANG

Sindrom mulut terbakar atau burning mouth syndrome (BMS) adalah kondisi

umum dari nyeri mulut kronis tanpa penyebab yang jelas. Pasien dengan sindrom ini

datang ke berbagai profesional kesehatan, seperti dokter gigi, spesialis THT dan dokter

kulit. Karena asal patofisiologis BMS tetap tidak diketahui dan riwayat psikiatri

komorbiditas sering diamati, pasien kadang-kadang dirujuk ke psikiater di mana rasa

nyeri terbakar yang "tidak dapat dijelaskan secara medis" dianggap sebagai bentuk

gangguan gejala somatik / somatic symptom disorder (SSD). Selanjutnya, pasien ini

akan dirawat dengan psikofarmakoterapi dengan antidepresan atau dengan manajemen

psikoterapi lainnya.

Kedua diagnosis ini mungkin muncul dari sudut pandang yang berbeda dari

kedokteran gigi dan psikiatri. Khususnya, klinik kami berspesialisasi dalam bidang

kedokteran gigi psikosomatik di mana kedokteran gigi, psikiatri, dan psikologi saling

bersinggungan. Rata-rata per tahun, kami memberikan perawatan khusus untuk 500-

600 pasien baru, di mana setengahnya didiagnosis dengan BMS. Sementara mayoritas
4

awalnya dirujuk dari dokter gigi atau spesialis THT, sepertiga dari pasien baru kami

dirujuk dari psikiater, biasanya didiagnosis sebagai gangguan gejala somatik / somatic

symptom disorder (SSD).

Baik SSD maupun BMS merupakan diagnosis eksklusi, sehingga diperlukan

pemeriksaan sistemik dan oral yang menyeluruh. Tetapi terkadang penilaian ini benar-

benar menantang karena dalam kasus yang sangat jarang, gejala khas BMS (rasa

terbakar, kesemutan, nyeri panas) mungkin mirip dengan penyakit fatal, seperti kanker

mulut. Di sini, kami menemukan tiga kasus kanker mulut tersembunyi yang gejalanya

mirip dengan BMS.

PRESENTASI KASUS

Kasus 1

Seorang wanita berusia 68 tahun, bercerai, seorang pekerja kantoran mengalami

nyeri terbakar dan seperti alodinia pada margin lingual kiri, kondisi ini memburuk dan

menyebar ke sisi kanan saat berbicara dan makan dengan rangsangan yang tidak

menyakitkan. Pasien dirujuk kepada kami oleh seorang dokter keluarga. Rasa sakit

telah dimulai sejak 8 tahun yang lalu, dan tingkat keparahannya berfluktuasi setiap hari.

Tidak ada riwayat psikiatris pribadi atau riwayat kanker keluarga yang tercatat.

Riwayat medis masa lalunya termasuk penyakit Ménière dan katarak. Pada kunjungan
5

pertamanya ke klinik kami, tidak ditemukan kelainan pada rongga mulut, kecuali

leukoplakia pada tepi lateral lidah kiri (Gambar 1).

Gambar 1. foto intraoral pada kunjungan pertama pada kasus 1, menunjukkan lesi putih pada
sisi kiri lidah.

Pada saat ini, leukoplakia tampak jinak karena dapat dikenali adanya ulkus atau

perdarahan. Skrining depresi mengungkapkan kondisinya dalam kisaran normal (Zung

Self-rating Depression Scale—SDS: 44). Pasien didiagnosis mengalami BMS dan

diobati dengan pemberian amitriptyline oral awal, 10 mg/hari. Karena mual, dosis

segera dikurangi menjadi 5 mg/hari. Setelah 2 minggu, gejala nyeri terbakarnya

membaik sementara nyeri seperti alodinia tetap ada. Remisi parsial oleh amitriptyline

membuat kita keliru untuk BMS. Namun, rasa nyeri terbakar muncul kembali di kedua

sisi lidah dan mukosa bukal, kemudian perlahan memburuk selama 2 setengah bulan

berikutnya, menyebabkan hilangnya nafsu makan.

Pada saat ini, spesialis THT melakukan pemeriksaan sitologi, yang

menunjukan tumor kelas IIIa ("berdiferensiasi buruk yang eksfoliasi”). Kami kemudian

merujuknya ke departemen bedah mulut, di mana biopsi insisional (Gambar 2) dari lesi
6

putih (ditunjukkan pada Gambar 1) menghasilkan diagnosis karsinoma oral sel

skuamosa (OSCC). Setelah reseksi tumor, gejala mirip BMS secara umum membaik

tetapi menyebar ke sisi kanan lidah.

Gambar 2. Gambar patologis dalam kasus 1. Pewarnaan hematoxylin dan eosin dari spesimen
biopsi menunjukkan pulau-pulau tumor di bawah permukaan epitel.

Kasus 2

Seorang laki-laki 70 tahun dengan sensasi terbakar dan kelumpuhan pada sisi

kanan lidah selama 6 bulan dirujuk ke klinik kami. Diagnosis BMS dikonfirmasi ketika

dia mengunjungi dokter keluarga, klinik THT, klinik gigi, dan bedah mulut di rumah

sakit umum, tetapi tidak ada yang meringankan atau memuaskan. Pasien memiliki

riwayat medis herniasi diskus lumbal tetapi tidak ada gangguan psikiatri yang

didiagnosis secara formal. Pasien merupakan perokok berat, pensiunan pekerja pabrik

dan saat ini tinggal bersama istri dan anaknya. Dalam pemeriksaan kami yang pertama,

pasien mengeluh tidak hanya gangguan pengecapan tetapi juga disfasia, yang khas

untuk BMS.
7

Tes tusukan jarum / pinprick test yang singkat pada lidah menunjukkan

penurunan mobilitas dan kehilangan sensorik. Dengan pemeriksaan visual, tidak ada

kelainan yang terdeteksi selain indurasi di sisi kanan dasar mulut. Magnetic resonance

imaging (MRI) mengungkapkan adanya massa 37 × 23 mm di bawah sisi kanan dasar

mulut dan pembesaran kelenjar getah bening di kedua sisi (Gambar 3).

Gambar 3. Pencitraan resonansi magnetik aksial dengan pembobotan T2 dalam kasus


2, menunjukkan adanya massa 37 × 23 mm di bawah dasar mulut.

Pasien kemudian dirujuk ke spesialis bedah mulut dan menjalani tes biopsi.

Hasilnya mengkonfirmasi adanya karsinoma yang melibatkan daerah sublingual kanan.

Dari segi strategi pengobatan, pasien memilih radio-kemoterapi daripada pembedahan.

Setelah itu, metastasis OSCC ditemukan di kelenjar getah bening leher dan tulang

belakang toraks. Karena efek samping dari pengobatan (xerostomia yang diinduksi

radiasi, stomatitis yang diinduksi oleh kemoterapi), sehingga sulit untuk menilai gejala

BMS.
8

Kasus 3

Seorang laki-laki berusia 90 tahun pensiunan akuntan, mengalami sensasi

terbakar pada ujung lidahnya selama hampir 1 tahun dirujuk ke klinik kami. 4 bulan

sebelum kunjungan pertama, ia didiagnosis menderita kanker perut dan kehilangan 15

kg berat badannya, tetapi menolak untuk menjalani operasi. Untuk gejala pada

mulutnya, ia mengunjungi klinik bedah mulut dan THT di rumah sakit umum di mana

BMS didiagnosis. Namun, tidak ada pengobatan khusus yang dilakukan dan rasa

sakitnya tetap ada. Pasien tidak memiliki riwayat psikiatri, tetapi dia dan putranya

menyatakan bahwa suasana hatinya agak depresif, dan skor SDS-nya (Self-rating

Depression Scale) adalah 49, yang merupakan batas normal atas.

Namun, selama pemeriksaan pertama kami, ditemukan indurasi ditengah dasar

mulut. Kemudian hasil pemeriksaan MRI mengungkapkan adanya massa 12 × 12-mm

kemudian pada regio anterior mandibula dengan absorpsi tulang dan massa 38 × 25-

mm di sisi kanan dasar mulut (Gambar 4). Pasien kemudian dirujuk ke spesialis bedah

mulut yang melakukan biopsi pada bagian tengah mulut. Temuan ini mengkonfirmasi

diagnosis karsinoma sel skuamosa tanpa ulserasi. Sayangnya, pasien menolak untuk

menjalani operasi dan akhirnya meninggal dunia.


9

Gambar 4. Pencitraan resonansi magnetik aksial pembobotan T2 dalam kasus 3,


menunjukkan adanya massa 12 × 12-mm pada mandibula dengan penyerapan tulang dan
massa 38 × 25-mm di sisi kanan dasar mulut.

Kasus 4

Seorang pasien laki-laki asal Iran berusia 70 tahun dirujuk oleh dokter giginya

ke Sekolah Kedokteran Gigi Shahid Beheshti karena lesi ulserasi eksofitik pada ridge

alveolar rahang atas kanannya. Meskipun pasien secara umum sehat, riwayat medisnya

mengungkapkan biopsi eksisi SCC di sinus maksilaris kirinya 20 tahun yang lalu.

Riwayat keluarganya biasa saja. Pasien bukan perokok dan tidak melaporkan

meminum alkohol meskipun pasien menggunakan opium untuk menghilangkan rasa

sakit karena menderita sakit yang parah. Pasien menjalani pemeriksaan telinga, hidung,

dan tenggorokan lengkap, tetapi tidak ada yang ditemukan di sinus kirinya.
10

Gambar 1. Foto pasien saat dilakukan pemeriksaan.

Pasien kemudian dirujuk ke Departemen Oral Medicine Sekolah Kedokteran

Gigi Shahid Beheshti untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pasien mengalami

pembengkakan besar di sisi kanan wajahnya yang menyebabkan wajah asimetris. Dia

tidak melaporkan adanya obstruksi atau epistaksis. Palpasi pada sinus maksilarisnya

juga normal. Dua kelenjar getah bening submandibular teraba pada saat pemeriksaan;

tidak lunak, tegas dan melekat pada jaringan yang berdekatan. Pemeriksaan klinis

intraoral menunjukkan lesi eksofitik pada ridge alveolar maksila yang memanjang dari

bagian anterior ke tuberositas dan dari vestibulum bukal ke garis tengah palatum di sisi

kanan rahang atas.

Gambar 2 & 3. Foto intraoral pasien pada saat pemeriksaan.


11

Permukaan lesi mengalami ulserasi dan ditutupi dengan membran leukosit

fibrino. Lesi memiliki konsistensi yang keras dan lunak pada pemeriksaan. Radiografi

panoramik menunjukkan tidak ada keterlibatan sinus pada saat pemeriksaan.

Gambar 4. Gambaran panoramik pasien pada saat pemeriksaan.

Pasien menyadari kemungkinan adanya keganasan dan tidak melaporkan kondisi

serupa pada kerabatnya. Pasien bergejala dan mengeluhkan nyeri akut berulang di

lokasi lesi yang meluas ke wajah kanannya. Dia dirujuk ke Departemen Bedah Mulut

dan Maksilofasial Sekolah Kedokteran Gigi Shahid Beheshti dengan kemungkinan

diagnosis SCC sekunder. Pemeriksaan jantung dan paru normal.

Gambar 5. Radiografi dada pasien pada saat pemeriksaan.


12

Computed tomography (CT) aksial dan magnetic resonance imaging (MRI) T1

koronal dilakukan satu hari sebelum operasi, yang menunjukkan massa jaringan lunak

yang telah menginvasi dan merusak dinding inferior dan medial sinus kanan dan

septum hidung. Mengakibatkan erosi pada dinding inferior dari orbit kanan. Klasifikasi

TNM menunjukkan kanker stadium IV.

Gambar 6–8. Computed tomography (CT) jaringan lunak pasien sehari sebelum operasi.

Lesi dieksisi total dan maksilektomi total serta diseksi leher dilakukan tiga

minggu setelah pemeriksaan untuk mencegah kekambuhan.

Gambar 9. Foto ekstra oral pasien pada hari pembedahan.


13

Gambar 10. Foto intra oral pasien pada hari pembedahan.

Gambar 11–13 Prosedur pembedahan pasien.

Pemeriksaan histopatologi menunjukan sel skuamosa aplastik dalam stroma

desmoplastik, dengan eosinofilik sedang hingga sitoplasma jernih bervakuol dengan

inti eosinofilik yang menonjol dan banyaknya mitosis yang menunjukkan SCC yang

berdiferensiasi buruk. Keratin pearls dan squamous whorls juga banyak ditemukan.

Pada beberapa tempat, pembengkakan, nekrosis tumor dan ulserasi juga ditemukan,

yang selanjutnya mengkonfirmasi diagnosis SCC.


14

DISKUSI

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition,

gangguan gejala somatik, sebelumnya disebut gangguan somatoform, didefinisikan

sebagai istilah umum yang mewakili pasien dengan gejala fisik dan pikiran atau

perilaku abnormal yang mengganggu. Tidak ada kesulitan untuk menemukan kasus-

kasus BMS yang dilaporkan di mana pasien dirawat oleh psikiater sebagai bentuk SSD,

karena proposisi utama dalam literatur, bahwa BMS memiliki asal psikogenik.

Dari pengamatan kami, dalam pengaturan klinis di Jepang, spesialis bedah

mulut dan spesialis THT, mungkin menemukan banyak pasien BMS dalam praktik

sehari-hari tetapi hampir tidak menghabiskan waktu yang cukup untuk setiap kasus

yang dicurigai. Selain itu, karena kebanyakan pasien BMS tidak menunjukkan

kecurigaan abnormal, jika mereka adalah pasien lanjut usia dengan gejala depresi atau

kecemasan, dokter pelayanan primer dapat dengan cepat mengaitkannya dengan

penyebab psikogenik dan merujuk ke psikiater sebagai SSD Para klinisi, terutama

mereka yang mungkin tidak begitu familiar dengan sindrom ini, memiliki kebiasaan

dapat dengan mudah membuat diagnosa yang disebut snapshot diagnoses. Mochizuki

dkk, juga melaporkan kasus adenokarsinoma metastatic gastric dengan gejala yang

mirip dengan BMS. Dalam kasus kami, pasien memiliki riwayat yang panjang

mengenai nyeri lidah, komorbiditas dengan skor SDS yang relatif tinggi. Pengamatan

khusus itu dapat diproses sebagai pemicu kesalahan pelabelan psikologis.


15

Dalam hal OSCC, OSCC menyumbang 90% dari kanker mulut dan biasanya

bermanifestasi sebagai massa yang tumbuh dengan ulserasi atau bercak merah atau

putih. Ada dua pola pertumbuhan yang sering diamati pada OSCC: eksofitik dan

endofitik. Dengan pemeriksaan rutin, OSCC endofitik yang berkembang di bawah

mukosa mulut lebih sulit dideteksi, dan memiliki prognosis yang jauh lebih buruk

daripada eksofitik yang biasanya tumbuh ke arah luar permukaan dan dapat dengan

mudah dideteksi dengan pemeriksaan visual. Pola pertumbuhan endofitik ini diduga

sebagai faktor risiko untuk nyeri spontan sebelum pengobatan, yaitu, dalam beberapa

kasus yang jarang terjadi, mirip dengan nyeri terbakar khas BMS tanpa bukti klinis.

Selain itu, studi retrospektif terhadap profil pasien kanker mulut ditemukan dari 20%

hingga lebih dari 80% pasien OSCC memiliki gejala awal nyeri mulut dan

menyarankan bahwa lebih banyak perhatian harus diberikan pada kanker mulut dalam

hal diagnosis banding nyeri orofasial diferensial. Ada karakteristik penting untuk

diagnosis banding OSCC. Sebagai contoh, pada pasien BMS, nyeri/sensasi jarang

mengganggu ketika makan atau berbicara, dapat menyebar di luar distribusi neurologis

dan biasanya berfluktuasi setiap hari.

Pasien dalam kasus 1 memiliki gejala yang tampaknya sesuai dengan gejala ini,

termasuk fluktuasi harian dan penyebaran rasa sakit. Oleh karena itu, kasus ini mungkin

memiliki BMS yang secara kebetulan komorbid dengan OSCC. Untuk

mengesampingkan keberadaan OSCC endofitik, yang mungkin diabaikan hanya pada

pemeriksaan oral pada pasien dengan BMS, pemeriksaan lengkap kepala dan leher dan
16

riwayat medis sangat penting, terutama pada pasien usia lanjut atau mereka yang

memiliki komorbiditas dengan faktor risiko tertentu, seperti riwayat kanker lainnya

atau kebiasaan minum alkohol dan merokok. Peran penggunaan tembakau dan

konsumsi alkohol dalam perkembangan OSCC telah didokumentasikan dengan baik.

Namun, etiologi pasien OSCC yang tidak memiliki riwayat minum alkohol dan/atau

merokok masih belum diketahui. Sekitar 15 hingga 20% pasien kanker mulut tidak

memiliki faktor risiko tradisional seperti merokok atau konsumsi alkohol. Pasien tanpa

faktor risiko potensial harus dievaluasi lebih lanjut untuk menemukan kemungkinan

etiologi. Persentase yang tinggi dari pasien wanita non-perokok, non-peminum alkohol

berusia di atas 70 tahun telah dilaporkan dengan ukuran tumor yang lebih kecil dengan

lokasi tidak di lingual. Meskipun pasien kami adalah laki-laki, ia menderita OSCC di

sisi kanan rahang atas, yang sejalan dengan hasil penelitian yang disebutkan di atas.

Teknik pencitraan yang sesuai, seperti MRI dan computed tomography, mungkin

membantu ketika OSCC dicurigai pada palpasi. Oleh karena itu penting untuk

melakukan tindak lanjut yang hati - hati.

Pendekatan bedah multimodal untuk tumor primer dan leher lebih sering

disukai, diikuti oleh radioterapi/kemoterapi pascaoperasi. Pilihan pengobatan ini

tampaknya lebih unggul daripada protokol pengobatan non-bedah dan sering

menghasilkan tingkat kelangsungan hidup yang bebas penyakit dan secara keseluruhan

lebih tinggi. Pasien kami menjalani pembedahan dan menjalani maksilektomi total dan
17

diseksi leher. Tapi, kami tidak menjadwalkan radioterapi atau kemoterapi untuk pasien

karena dia tidak mengalami metastasis.

Dari kasus yang dilaporkan, pasien awalnya didiagnosis BMS dan setelah

pemeriksaan rongga mulut yang cermat, ditemukan menderita OSCC. Bahkan tidak

satupun di atas yang dirujuk ke psikiater, kami berasumsi bahwa dalam situasi klinis,

psikiater mungkin menemukan beberapa rujukan dari spesialis lain dengan diagnosis

BMS dan menganggapnya sebagai gangguan gejala somatik dalam praktiknya. Di

antara pasien-pasien ini, akan ada kasus-kasus yang tidak merespon dengan baik

dengan terapi psikiatris setelah beberapa bulan. Tanda klinis tersebut mungkin

menyiratkan perlunya mempertimbangkan kembali diagnosis, termasuk kemungkinan

kanker mulut. Semua keganasan ini memiliki invasi lokal dan persentase yang

signifikan bermetastasis secara hematologis. Dalam kasus tersebut, kolaborasi multi-

disiplin antara psikiater, spesialis bedah mulut, dan spesialis THT, di mana tanggung

jawab dibagi selama perawatan dan tindak lanjut, akan sangat penting untuk

mendapatkan keberhasilan perawatan. 12


KESIMPULAN

Seri kasus ini menyarankan bahwa psikiater harus selalu berhati-hati dalam

menganggap sindrom mulut terbakar atau burning mouth syndrome (BMS) sebagai

gangguan gejala somatik dan berhati-hati terhadap kemungkinan karsinoma oral sel

skuamosa, terutama pada pasien usia lanjut.12

Meskipun OSCC sekunder sangat jarang, perencanaan perawatan yang tepat

diperlukan untuk mencegah metastasis atau rekurensi. Dengan demikian, dokter gigi

umum harus dapat mendiagnosis dengan benar adanya displastik, lesi prakanker atau

ganas di rongga mulut dan rujuk pasien ke spesialis Oral Medicine atau spesialis bedah

mulut dan maksilofasial untuk pemeriksaan diagnostik lebih lanjut dan perencanaan

perawatan yang tepat.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Suga T, Tu TTH, Takenoshita M, et al. Case Report: Hidden Oral Squamous

Cell Carcinoma in Oral Somatic Symptom Disorder. Front Psychiatry.

2021;12(April):1-5. doi:10.3389/fpsyt.2021.651871

2. Hayati Z. Secondary Oral Squamous Cell Carcinoma: A Case Report. J Dent

Heal Oral Disord Ther. 2016;4(2):62-65. doi:10.15406/jdhodt.2016.04.00106

19

Anda mungkin juga menyukai